Bab 2 Landasan Teori
2.1 Konsep Shuudanshuugi (集団祝儀) Orang Jepang pada umumnya cenderung memiliki ketertarikan yang kuat terhadap kelompok dimana mereka berada dalam masyarakat, terutama tempat dimana individu tersebut bekerja. Bilamana perusahaan tersebut menghadapi masalah atau tugas yang mendesak dan harus segera dituntaskan, maka para karyawan seperti mempunyai kesadaran diri yang tinggi untuk ikut memikul beban pekerjaan bersamasama, dengan mengesampingkan kepentingan dan kesenangan yang bersifat individualis. Kesetiaan kelompok tidak terbatas di perusahaan atau kantor saja. Bisa saja dalam suatu kelas dalam sekolah, kelompok klub olahraga, klub kesenian, kelompok bertetangga, kelompok seangkatan di universitas dan lain lain (Hendry, 1995:49) Individu yang masuk dalam sebuah kelompok, atau memang tergabung dalam sebuah kelompok seperti kelompok ketetanggaan, merasa ada kewajibannya untuk bertindak seirama dengan kemauan kelompok dan tidak bertindak menonjolkan diri atau lain sendiri karena hal itu akan mengundang rasa kurang senang kelompoknya.
8
Kesadaran stratifikasi dalam kehidupan berkelompok pada masyarakat Jepang menciptakan kerukunan bersama sebagai harmoni kelompok yang melahirkan rasa saling memiliki dan rasa kebersatuan sesuai dengan status dan peran di dalam kelompok. Kesadaran stratifikasi, rasa memiliki, dan rasa kebersatuan ini menjadi nilai budaya masyarakat Jepang yang lahir dari pembinaan, pelatihan dan pendidikan. Prestasi seorang individu dalam kelompok bukan lagi prestasi pribadi yang bersangkutan tapi menjadi prestasi kelompoknya. seperti yang dikemukakan oleh Hendry (1995:49) apabila seorang individu dalam suatu group mempunyai suatu keputusan individualis yang membuatnya berbeda, maka anggota lain dalam grup tersebut akan mengucilkan anggota tersebut, karena tindakan akan membuat mereka tertekan dan mengarahkan kembali ke dalam suatu kelompok tersebut. shuudan shugi merupakan paham berkelompok yang dikenal sebagai bentuk budaya orang Jepang. Dijelaskan dalam kutipan berikut: 日本人は集団主義である、というのが日本が日本文化論において日本 人を特徽づける最も顕著な見方である。 この見地から、 日本人は 自我意識に欠ける。 この集団主義の見方は、 文化人類学。社会心 理学を始めとし多くの分野における日本研究に現われる( Yoshino, 1992:19). Terjemahan: Orang Jepang berpaham kelompok dimana pandangan tersebut dianut oleh orang Jepang yaitu pandangan mengenai ciri khas bahwa orang Jepang harus memiliki pandangan dari shuudan ishiki dalam diri sendiri. Dan dilihat dari pandangan shuudan shugi muncul penelitian Jepang yang mencakup penelitian yang luas berawal dari ilmu psikologi masyarakat, ilmu mengenai masyarakat, dan ilmu mengenai budaya masyarakat ( Yoshino, 1992:19).
9
Shudan shugi dibagi menjadi tiga yaitu : 2.1.1. Shuudan shikou(集団思考) Kehidupan masyarakat Jepang ini semakin berkembang dan berubah menjadi masyarakat industri dan kini memasuki masyarakat teknologi canggih. Perkembangan dan perubahan yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang dibangun oleh satu kesatuan konsep kerja kelompok yang dikenal sebagai shuudan shikou. Dijelaskan Kawamoto dalam Madubrangti (2008:17) bahwa orientasi kelompok adalah kerangka berpikir orang Jepang terhadap kerja kelompok yang didasari kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok dalam suatu kehidupan sosial masyarakat yang diikat oleh kehidupan bekerja sama di dalam suatu kesatuan kehidupan berkelompok atau masyarakat. Orang Jepang ketika berinteraksi dengan sesamanya didalam berbagai kegiatan kelompok menunjukkan sikap keberadaannya dalam kelompok. Mereka berusaha keras menjalankan tugas sebagai tugas dan kewajibannya yang menjadi tanggung jawabnya dalam melakukan kegiatan agar mereka memperoleh hasil yang menguntungkan bagi kelompoknya. Hamaguchi dalam Madubrangti (2008:18) menjelaskan bahwa kegiatan tersebut dilandasi oleh orientasi kelompok yang mampu mewujudkan keseimbangan dalam mengatur kehidupan sosial masyarakatnya, karena orang Jepang dalam melakukan kegiatan-kegiatan kelompok menunjukkan sikap
10
konsisten dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan kelompok atau masyarakatnya, hal ini terlihat pada orang Jepang masa kini. 2.1.2 Shuudan Seikatsu(集団生活) Mengenai pengertian shuudan seikatsu, Kawamoto dalam Madubrangti (2008:19) menjelaskan bahwa kehidupan kelompok (shuudan seikatsu) adalah kehidupan sosial yang berlangsung atas dasar adanya kerjasama kelompok yang didasari atas kesadaran yang tinggi terhadap kepentingan kelompok yang diikat oleh aturan, sistem, pola, dan pedoman tentang kehidupan dalam bekerja sama di dalam kelompok atau masyarakatnya. Adanya kesadaran tinggi dalam menjalankan kewajibannya menimbulkan rasa tanggung jawab di setiap individu yang termasuk dalam sebuah kelompok. Seperti dijelaskan Shimahara dalam Madubrangti (2008:19) yaitu pembagian kerja yang merata sesuai dengan tugas dan kewajibannya merupakan sistem kehidupan berkelompok dalam melakukan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk kepentingan dan kesejahteraan kelompoknya. Hal ini menimbulkan rasa tanggung jawab para anggota kelompok terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Mereka berusaha keras menjalankan tugas dan kewajiban sebagai tanggung jawabnya agar kelompok memperoleh hasil yang menguntungkan bagi diri anggota kelompok dan kelompoknya.
11
2.1.3 Shuudan Ishiki(集団意識) Selain kehidupan berkelompok terdapat juga kesadaran berkelompok orang Jepang yang disebut dengan Shuudan Ishiki (Ikeno, 2002:195). Dalam masyarakat Jepang, berpedoman pada sebuah kelompok merupakan hal yang sangat penting dan memberikan prioritasnya terhadap kelompok daripada diri sendiri. Kebanyakan masyarakat Jepang menyadari bahwa kebaikan yang sangat penting itu adalah dengan menyatakan setia kepada nilai-nilai kelompok yang diikutinya. Seperti dijelaskan dalam kutipan berikut: Most Japanese society, people are primary group oriented and give more priority to group harmony than to individuals. Most Japanese consider it an important virtue to adhere to the values of the groups which they belong to (Ikeno, 2002:195). Terjemahan : Sebagian besar dari Masyarakat Jepang,merupakan masyarakat yang lebih memprioritaskan kepentingan berkelompok daripada kepentingan diri sendiri atau individual. Sebagian besar menyakini bahwa kesetiaan pada kelompok dimana suatu individu tersebut berada merupakan suatu tindakan yang mulia yang harus dikerjakan (Ikeno, 2002:195).
Berdasarkan penjelasan di atas, loyalitas kepada kelompoknya ini menciptakan sebuah perasaan solidaritas dan mengedepankan konsep dari kesadaran berkelompok pun bisa dilihat dari berbagai aspek dalam kehidupan seperti perayaan matsuri ataupun kegiatan undoukai di sekolah-sekolah Jepang. Di Jepang sendiri, para anggota kelompok menciptakan kode bersikap dalam kelompok mereka sendiri, dan
12
kesadaran berkelompok telah menjadi dasar bagi masyarakat Jepang itu sendiri (Ikeno, 2002:195). Dijelaskan oleh Takeuchi dalam Ikeno (2002:196) bahwa : Japanese in group are usually indifferent to outsiders. However, when outsiders are invited to come with appointments, they are treated courteously as formal guests. If they should try to join one's group without any contact, however, they would never have a warm welcome and might secretly become people who should be refused admittance and excluded from the group. Terjemahan : Dalam sebuah kelompok orang Jepang sangat membatasi diri dengan masyarakat diluar kelompoknya. Bagaimanapun juga, ketika orang luar diundang datang menggunakan janji terlebih dahulu maka mereka akan memperlakukannya dengan ramah dan sangat formal layaknya tamu. Akan tetapi, jika orang luar mencoba untuk menjadi bagian dari kelompok tersebut tidak akan memberikan sambutan yang hangat dan akan melakukan penolakan untuk masuk ke dalam kelompok tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dalam sebuah kesadaran kelompok yang tinggi tersebut tidak sembarangan orang bisa langsung menjadi anggota kelompok tersebut tanpa adanya hubungan dengan anggota kelompok terlebih dahulu. Akan tetapi tidak semua kehidupan kelompok dalam masyarakat Jepang menghasilkan suatu yang positif. Ada juga dampak negatif yang dihasilkan oleh kehidupan berkelompok. Seperti dijelaskan oleh Ikeno (2002:197) berikut : Such group protection also causes individuals to refrain from becoming independent, however, and there many examples of groupism working negatively.
13
Terjemahan: Seperti halnya perlindungan dari sebuah kelompok juga menyebabkan individu-individu menahan diri dari pemikiran yang mandiri. Bagaimanapun juga banyak sekali contoh-contoh dari kelompok yang melakukan hal-hal negatif.
Kehidupan berkelompok yang menghasilkan dampak yang negatif sekarang ini kerap kali dijumpai di Jepang terutama yang dilakukan oleh remaja Jepang itu sendiri yang dilatar belakangi oleh kenakalan remaja yang berujung pada kriminalitas 2.2 Konsep Psikologi Kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di zaman Romawi. Kepribadian adalah totalitas sifat emosional dan perilaku yang mewarnai kehidupan seseorang dari hari kehari dalam kondisi yang biasanya,sedangkan gangguan Kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter di luar rentang yang ditemukan pada sebagian besar individu. Gangguan kepribadian merupakan suatu proses perkembangan yang timbul pada masa kanak atau remaja yang berlanjut pada masa dewasa selain itu gangguan kepribadian bukan keadaan sekunder dari gangguan jiwa lain atau penyakit otak, ciri utama yang dapat terlihat dengan jelas terhadap Orang dengan gangguan kepribadian menunjukkan pola maladaptif, mendarah daging, dan tidak fleksibel baik pada lingkungannya ataupun bagi dirinya sendiri. Studi mengenai psikologi abnormal atau menyimpang menghadapkan seseorang pada berbagai perilaku,pikiran dan perasaan
14
yang tidak biasa terjadi atau tidak normal. Pengertian gangguan kepribadian menurut Millon (2004:20) : Personality represents the complex interaction of influences from both character and temperament, the patterning of characteristics across the entire matrix of the person personality. Each disorder has its own unique list. In general, the list of criteria for the personality disorders runs either seven, eight, or nine items, each of which details some characteristic trait, attitude, or behavior strongly related to that particular disorder. A personality trait is a long-standing pattern of behavior expressed across time and in many different situations. Where many such personality traits typically occur together, they may be said to constitute a personality disorder. Terjemahan: Kepribadian menunjukkan suatu interaksi kompleks yang di pengaruhi oleh karakter dan emosi, yang kemudian membentuk suatu pola karakteristik kepribadian suatu individu. Setiap gangguan kepribadian memiliki ciri khas tersendiri, dapat terdiri dari tujuh, delapan atau Sembilan ciri karateristik, masing masing dengan detil yang menjelaskan ciri khas, perilaku dan kebiasaan yang merujuk pada gangguan tersebut.ciri kepribadian merupakan suatu pola kebiasaan yang diekspresikan sepanjang waktu kehidupan manusia di dalam berbagai situasi yang berbeda, apabila ciri kepribadian tersebut terjadi dalam satu waktu yang bersamaan dan menunjukkan ciri khas suatu gangguan, maka dapat disebutkan individu tersebut mengalami gangguan kepribadian.
Individu dikatakan mengalami gangguan kepribadian apabila ciri kepribadiannya menampakkan pola perilaku lama (biasanya sejak masa kanak-kanak). Pola tersebut dapat disebutkan akan muncul hampir setiap situasi serta menghambat dan menggangu fungsi kehidupannya sehari-hari, dapat dilihat dari aspek sosial dan karir.dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan kecemasan, depresi
15
dan obsesif-kompulsif, individu dengan gangguan kepribadian lebik tidak menyadari masalah mereka. Dalam hal ini, gangguan kepribadian dalam diri seseorang juga merupakan cikalbakal yang membuahkan perilaku-perilaku menyimpang pada penderita, dengan kata lain keduanya saling berkaitan erat satu dengan yang lain.seseorang yang menderita gangguan kepribadian akan mudah sekali mengekspresikan emosi terdalamnya, tergantung pada tipe gangguan kepribadian yang dideritanya. 2.2.1 Gangguan Kepribadian Schizoid Individu dengan gangguan kepribadian schizoid, penderita gangguan ini biasanya menampilkan perilaku atau pola menarik diri dan biasanya telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Mereka merasa tidak nyaman berinteraksi dengan orang lain,cenderung introvert ekstrim, dan kesadaran terhadap lingkungan pun terbatas. Individu dengan gangguan ini biasanya terlihat oleh orang lain sebagai individu yang terkucilkan, eksentrik dan penyendiri, biasa dalam kasus umumnya, individu dengan gangguan kepribadian schizoid biasanya memberikan tampilan bahwa mereka “frigid” dan penyendiri. (Millon, 2004:359) Mereka pun sangat sedikit terlibat dengan kejadian sehari-hari dan tidak menaruh perhatian pada orang lain, hal ini terjadi karena mereka memiliki kebutuhan yang sangat rendah untuk berhubungan secara emosional dengan orang lain. Penderita gangguan ini pun memiliki kecenderungan untuk hidup hanya dalam zona nyaman
16
(comfort zone) bersama orang-orang tertentu. Awal munculnya gangguan ini biasanya timbul pada masa kanak-kanak awal dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama tetapi belum tentu seumur hidup mereka, gejala utama gangguan kepribadian schizoid ialah tidak tertarik kepada orang-orang lain atau hubungan sosial. Menurut Millon (2004:373) Orang yang mengalami gangguan kepribadian ini juga memperlihatkan emosi yang sangat sedikit, dan dengan demikian mereka kelihatannya menjauhkan diri, tanpa rasa humor, dan emosinya cenderung datar. Individu dengan gangguan ini memiliki kecenderungan menjadi penderita schizophrenia, namun tidak dapat dipastikan persentase kemungkinannya karena mereka tidak mengalami kehilangan kesadaran secara permanen. Penderita pada gangguan ini adalah orang yang menyendiri, tidak mampu memasuki hubunganhubungan antar pribadi yang hangat. Mereka menghindari kontak langsung dengan kehidupan, dan mencari kompensasi dan kepuasan dalam fantasi-fantasi tentang kejayaan dan kekuasaan yang besar (Millon 2004:381). Gangguan ini juga memiliki kemiripan dengan gangguan antisosial, namun bedanya pada penderita schizoid ia tidak menarik diri secara ekstrim dengan mengucilkan dirinya sama sekali dari lingkungannya. Walaupun tiap gangguan kepribadian mencerminkan secara tajam dan akurat gejala masing-masing gangguan, tetapi dalam dunia nyata, sedikit sekali yang memiliki gangguan kepribadian yang murni hanya merujuk kepada salah satu bagian gangguan kepribadian, dikarenakan berbagai aspek dalam hidup yang begitu
17
kompleks dan rumit, maka dari itu Millon (2004:378) menerangkan bahwa gangguan kepribadian schizoid terbagi menjadi empat varian, yaitu Languid, Remote, Affectless dan Depersonalized Berdasarkan Millon (2004:378) gangguan kepribadian schizoid mempunyai empat varian, yaitu : 1. Gangguan Kepribadian Languid schizoid Tipe pertama dalam varian gangguan kepribadian schizoid, individu dengan gejala gangguan Languid-schizoid, yang akan disingkat setelah ini dengan LS,ialah individu yang mempunyai gangguan schizoid akut yakni individu tersebut tidak dapat berinteraksi dan memberikan aksi reaksi cepat, mereka cenderung mempunyai gejala depresi dan tidak memiliki perasaan namun berbeda dengan affectless schizoid, biasanya individu yang menderita gangguan kepribadian ini mempunyai perasaan kalut di dalam pikirannya, tapi tidak mempunyai vitalitas di dalam dirinya untuk mengekspresikan emosinya. 2. Gangguan kepribadian Remote Schizoid Individu dengan gangguan ini pada umumnya mengarah kepada gangguan depresi yang dilatarbelakangi trauma atau berbagai bentuk penolakan. Sehingga kemampuan mereka untuk membuat relasi antar individu menjadi sirna, namun tidak seperti schizoid murni, individu yang menderita gangguan ini masih memiliki keinginan untuk bergaul masih ada, namun sangat sedikit usaha dari individu ini untuk
18
membina hubungan dengan individu lainnya. Dikarenakan kecemasan yang sangat hebat timbul secara spontan ketika individu tersebut mencoba masuk kembali kedalam masyarakat. 3. Gangguan depersonalized schizoid Individu dengan gangguan kepribadian ini biasanya terlihat melamun dan bermimpi dengan kesadaran penuh, biasanya individu yang menderita gangguan ini membayangkan hidup dalam suasana yang menyenangkan dan melupakan kehidupan nyatanya di dunia. Bahkan dalam kasus yang mendalam, secara kognitif kepribadian penderita schizoid murni sudah lemah, namun dalam kasus depersonalized schizoid, kepribadian mereka telah hilang layaknya tubuh tanpa jiwa. 4. Gangguan affectless schizoid Individu dengan gangguan ini masalah dengan sistem neurotik yang menyimpan dan mengartikan perasaan simpati, empati dan sensitifitas dalam hubungan manusia. Walau mirip dengan gangguan schizofrenia, biasanya individu yang mengalami gangguan tanpa afeksi schizoid menunjukkan ekspresi yang sangat datar walaupun mereka mengerti dan dapat mencerna suatu kejadian yang mereka alami sehari-hari, seperti sedih, trauma dan lain-lain.
19
2.3 Konsep Psikologi Remaja Jepang Di banyak Negara, anak yang dijadikan sebagai objek dan diperlakukan dengan sewenang-wenang masih terjadi sampai sekarang. Sampai abad ke 19, anak masih dianggap sebagai “batu olahan” yang dapat di ukir sesuka hati orang tua. Masa remaja adalah masa yang pasti dialami oleh setiap orang. Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. masa remaja merupakan masa badai dan tekanan, yang menurut dirujuk Gunarsa (1989:26) sebagai masa yang mempengaruhi karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Ciri-ciri individu yang memasuki remaja kurang lebih memiliki karakteristik dan gejala-gejala seperti
kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam
gerakan,ketidakstabilan emosi. adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua, pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentanganpertentang dengan orang tua, kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya, mempunyai hasrat senang bereksperimentasi dan bereksplorasi terhadap segala hal dalam hidup yang dahulu terbentur orang tua atau pelindung, serta mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan, dan juga adanya tendensi, kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok. Pada tahapan ini seorang remaja adalah orang yang sangat peka
20
terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya secara biologis maupun dengan sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Remaja sebagaimana manusia lain adalah mahluk monodualis, yang berarti selain sebagai mahluk individu mereka juga mahluk sosial yang mau tidak mau membutuhkan orang lain, yang juga dipengaruhi oleh keadaan sosial yang ada di sekelilingnya. Hal ini disebabkan karena usia remaja sangat rentan terhadap lingkungan sosialnya, dalam pengertian yang sederhana adalah mereka mudah terbawa arus pergaulan, minimnya perhatian dari orang tua, ditambah dengan berbagai macam bentuk penolakkan dalam lingkungan sosial akan secara langsung berdampak kepada kondisi kejiwaan seorang remaja, yang notabene menjadikannya seseorang yang cenderung melakukan tindakan brutal atau perilaku menyimpang kelak. Perilaku menyimpang lahir dari berbagai macam pola asuh, remaja yang dididik secara “militer” oleh orang tuanya akan mendambakan kebebasan yang tidak pernah individu itu rasakan ketika remaja. Menurut Petronio (1990:497) Perilaku remaja dalam arti kenakalan anak atau Juvenile Deliquency, adalah tindakan seseorang yang belum dewasa yang dimana ia melakukan praktek pelanggaran hukum secara sadar dan yang diketahui oleh individu itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman, konsep ini menjelaskan secara gamblang bahwa remaja yang mendapatkan pola didik yang benar mungkin tidak menjamin bahwa individu tersebut dapat berkembang menjadi dewasa dan membentuk pribadi yang siap untuk membaur dalam masyarakat.
21
Masa remaja seringkali dianggap sebagai periode badai dan tekanan (storm and stress period), suatu masa dimana ketegangan emosi meningkat secara signifikan akibat perubahan fisik dan hormon yang tidak menentu. Meningginya tingkat emosi dapat disebabkan remaja berada dibawah tekanan sosial, dan tak luput selama masa kanak-kanak, individu tersebut kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan dan masalah tersebut. Sehingga mereka mengalami ketidakstabilan emosi sebagai dampak dari penyesuaian diri terhadap pola perilaku dan lingkungan sosial yang baru (Grebb 1994:127). Remaja di berbagai belahan dunia juga memiliki keunikkan tersendiri, oleh karena berbagai factor yang mempengaruhi mental dan pola pikir mereka di tempat mereka tumbuh menjadi dewasa. Khususnya para remaja Jepang yang terkenal dengan berbagai fenomena hidup yang khas, masyarakat yang homogenya membuat anak muda Jepang juga memiliki ciri-ciri yang hampir sama seperti kebanyakan anak muda lainnya. Iida (2005:60) menjelaskan remaja diartikan sebagai berikut : 「若者というのは 往々にして、経験が朝育成に自己主張だけは一人前ですから。聞いているほ う が か ち ん と 来 る こ と だ っ て あ り ま す 。 」 . Anak muda biasanya kurang memiliki pengalaman, tetapi bertingkah seperti tahu segalanya. Orang yang mendengarnya bisa saja menjadi jengkel.
22
Dalam kehidupan sehari-hari, memahami orang lain bukanlah suatu hal yang dapat dikatakan mudah untuk dilaksanakan, bahkan untuk perilaku yang sederhana atau biasa-biasa saja. Seperti yang diterangkan di atas remaja Jepang secara umum digambarkan sebagai tipikal pribadi yang kurang berpengalaman, di lain sisi mereka juga sangat ingin mencoba berbagai hal baru yang belum mereka ketahui resikonya, dari pernyataan diatas juga tergambar bahwa mereka cenderung bertindak menurut apa yang mereka anggap benar. Tidak heran bahwa pemberontakkan akan sangat mungkin terjadi di rumah, ataupun di sekolah. Jika membicarakan masalah mengenai remaja, adalah hal yang umum bagi seluruh masyarakat tidak terkait dari ras dan agama akan mengindentifikasikan masa remaja sebagai masa transisi atau puber. Masalah-masalah yang diangkat tidak terlepas dari pencarian identitas diri. Hal ini juga dialami oleh para remaja Jepang.Sudah banyak yang mengetahui bahwa remaja Jepang merupakan remaja yang selalu mengikuti budaya pop dan tren. Serta banyak pula dari mereka yang mengikuti suatu kelompok masyarakat tertentu. Salah satu sebab mengapa banyak remaja Jepang sangat mengikuti arus perkembangan tren, tidak lain karena mereka masih belum mengetahui jati diri mereka. terlepas dari ras, dan suku bangsa, kondisi yang melanda para remaja ini pada dasarnya adalah sama, yaitu mencoba mencari identitas diri dalam masyarakat. Sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Marcia dalam Nielsen (1997:146), kondisi dimana para remaja yang masih terbawa arus dan belum tahu harus mengarah kemana disebut dengan diffused identity,dan remaja yang berjuang
23
dalam pencarian jati diri disebut moratorium. Kondisi para remaja Jepang yang sebagian besar masih mencari jati diri atau moratorium ditegaskan kembali oleh Takeuchi (2004:61) yang menyatakan bahwa : 青年期はモラトリアムを脱し、職業選択から自律性獲得と自我同一性 達成に至る大きな発達的移行期である。青年は職業選択作業を遂行す る途上で自己の同一性に「出会う」発達過程をたどる。しかし、昨今 の雇用状況はその時間的猶予を青年に許容できなくてしまった観が強 い。Takeuchi (2004:61) Terjemahan : remaja seharusnya keluar dari status moratoriumnya, dan melangkah menuju tahap dimana mereka dapat mencapai otonomi mereka sendiri dan masuk kedalam perkembangan transisi berikutnya termasuk bertugas menemukan pekerjaan atau menemukan jalan menuju karir yang diinginkan. Takeuchi (2004:61)
Namun saat ini di Jepang, keadaan ekonomi memaksa untuk memperpanjang waktu target pekerja dikarenakan karakter remaja yang kuat. Banyak faktor yang menyebabkan para remaja di Jepang menolak untuk ikut berperan dalam perkembangan ekonomi pemerintahan. sebagai contoh, semakin banyaknya para remaja di Jepang yang hanya ingin bekerja sambilan dan tidak ingin ikut mengambil peran dalam masyarakat. Pada intinya, dasar dari masalah para remaja di Jepang yang tidak ingin berperan dalam pemerintahan adalah masalah komunikasi. Hal ini dinyatakan oleh Takahashi (2008:170) yang telah mengadakan penelitian mengenai pencarian identitas yang ada dalam remaja Jepang, menyatakan bahwa :
24
議論の回避を高く示す青年はアイデンティティ達成得点が低く、職業 決定におけるモラトリアムの得点が高かった。逆に議論による立場の 明確化を高く示す青年は模索の得点が高かった。Takahashi (2008:170) Terjemahan : Menghindari pembicaraan atau komunikasi memiliki efek negatif terhadap status nilai achieved identity, dan mempunyai efek positif terhadap status nilai moratorium. Pembicaraan atau komunikasi untuk mencari jalan keluar memiliki korelasi positif dengan nilai achieved identity.
Seperti yang disebutkan di atas, yang terpenting bagi penyelesaian masalah mengenai remaja adalah komunikasi. Remaja yang masih rentan terhadap perubahan cenderung lebih sensitif terhadap hal yang menyangktu jati dirinya. Remaja, terlepas dimana ia tumbuh dan ras apakah individu tersebut, permasalahanan yang menyangkut remaja tetaplah sama, yaitu pencarian jati diri dan identitas. .
25