I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Karies gigi mempengaruhi kualitas hidup antara lain keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, disabilitas fisik, psikis dan sosial. Keterlibatan fungsi pada anak misalnya rasa sakit ketika mengunyah, sulit untuk mengucapkan kata – kata, tidak dapat mengucapkan kata – kata dengan baik dan gangguan pencernaan. Rasa sakit fisik antara lain rasa sakit di rahang, sakit kepala, ngilu dan rasa sakit ketika mengunyah. Psikis anak menjadi terganggu sehingga timbul rasa khawatir, merasa rendah diri, tegang dan merasa sangat menderita, disamping itu anak mengalami gangguan tidur, sulit berkonsentrasi, merasa rendah diri (depresi) dan merasa malu. Disabilitas sosial pada anak mengakibatkan anak mudah terganggu ketika belajar, mudah tersinggung dan cepat marah sehingga dapat menurunkan prestasi belajarnya (Tampubolon, 2005). Gangguan kesehatan gigi terutama pada balita dapat menyebabkan anak tidak mau makan sehingga mengakibatkan asupan makanan berkurang dan berakibat gizi buruk. Orang tua seharusnya memperhatikan kesehatan gigi anaknya karena kesehatan gigi merupakan faktor penunjang tumbuh kembang anak (Sariningrum dan Irdawati, 2009). Prevalensi karies gigi di Indonesia berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2010 masih cukup tinggi yaitu mencapai 60-80% penduduk (Putong dkk., 2013). Hasil penelitian Yulita dkk. (2013) bahwa prevalensi karies gigi sulung pada murid PAUD di Kelurahan Pondok Labu Jakarta Selatan 76,7% 1
2
termasuk dalam kategori tinggi dengan rerata dmft 5,66. Hal ini berarti bahwa setiap murid PAUD memiliki rata-rata 6 gigi sulung yang sedang atau telah mengalami karies. Prevalensi karies gigi sulung berhubungan dengan faktor orang tua yaitu status sosial ekonomi, perilaku, dan sikap terhadap kesehatan mulut. Faktor-faktor tersebut menjadi pertimbangan dalam rencana pencegahan dan program edukasi kesehatan mulut pada usia dini (Borges, dkk., 2012). Prevalensi early childhood caries (ECC) lebih mungkin terjadi pada anak-anak yang mengkonsumsi ASI dan susu formula dibandingkan dengan anak-anak yang hanya mengkonsumsi ASI (Nisa’Jannah, 2014). Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar luas tidak mengenal ras, jenis kelamin, dan kelompok usia. Penyakit ini merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh aktivitas mikroba terutama Streptococcus mutans dan laktobasilus yang memfermentasikan karbohidrat membentuk asam sehingga pH saliva dan plak menjadi turun dan mengakibatkan demineralisasi jaringan keras gigi (Marya, 2011). Karies pada anak merupakan masalah umum. Penelitian di Indonesia mengenai kesehatan mulut anak berhubungan dengan perilaku kesehatan mulut ibunya. Kesehatan mulut anak ditentukan oleh perilaku ibunya (Maharani dan Rahardjo, 2012). Karies pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor demografi, faktor perilaku, faktor utilisasi, status karies ibu, dan lain-lain (Weintraub dkk., 2010). Faktor demografi, faktor perilaku, faktor utilisasi kesehatan gigi dan mulut, dan status karies ibu yang saling berinteraksi membentuk suatu pola karies. Pola adalah hubungan interaksi antara berbagai faktor yang menghasilkan kondisi tertentu (Anonim, 2015).
3
Hubungan antara pengaruh karies orang tua terutama ibu terhadap karies anak belum jelas. Penelitian Weintraub dkk. (2010) menunjukkan adanya hubungan antara karies ibu yang tidak dirawat dengan peningkatan karies anak yang tidak dirawat. Karies ibu meningkatkan risiko dua kali terhadap karies anaknya, hal ini mendukung hipotesis adanya hubungan antara karies ibu dengan karies gigi anaknya. Penelitian Gupta dkk. (2013) di Jaipur India menunjukkan bahwa anakanak di perkotaan mempunyai karies gigi yang lebih banyak dibandingkan dengan anak di pedesaan. Anak di pedesaan mempunyai status sosial ekonomi yang lebih baik daripada di perkotaan. Pendidikan ibu dan kunjungan ke dokter gigi di pedesaan berhubungan dengan rendahnya karies pada anak. Tingginya prevalensi karies di perkotaan disebabkan sanitasi di perkotaan India lebih buruk daripada di pedesaan. Penelitian ini menunjukkan pengaruh faktor demografi pada karies gigi anak. Penelitian Retnakumari dan Cyriac (2013) di Kerala, karies gigi anak berhubungan dengan peningkatan usia, status sosial ekonomi yang rendah, jenis makanan, lama menyusu, konsumsi makanan yang kariogenik, rendahnya frekuensi sikat gigi, serta status kesehatan mulut dan DMFS ibunya. Hasil penelitian Jahani dkk. (2013) berat badan (BMI), jenis kelamin, pekerjaan orang tua, peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap karies gigi pada anak-anaknya. Penelitian Gathecha dkk. (2012) menunjukkan bahwa promosi kesehatan gigi dan mulut yang intensif khususnya di perkotaan akan menurunkan secara bermakna prevalensi karies gigi.
4
Karies gigi dapat ditularkan secara horizontal dan vertikal. Hasil penelitian Javed dkk. (2012) menunjukkan bahwa transmisi genotip S. mutans lebih sering terjadi secara vertikal dari ibu ke anak dibandingkan transmisi horizontal antara anak dengan saudara atau temannya. Kejadian karies gigi dipengaruhi oleh faktor host yaitu keadaan gigi, struktur enamel dan perkembangan gigi. Kelainan struktur enamel dan perkembangan gigi dapat diturunkan secara genetik sehingga faktor genetik berhubungan dengan kejadian karies gigi (Shuler, 2001). Hubungan anak dalam keluarga Indonesia, khususnya etnis Jawa didominasi oleh ibu sebagai pengasuh utama. Hubungan itu sangat erat (intimately) yaitu ibu mengasuh, menyuapi (makan dan minum dengan sendok yang sama), tidur bersama (memberi ciuman) dan lain sebagainya. Keadaan ini memungkinkan adanya hubungan antara faktor demografi anak, faktor utilisasi, faktor perilaku dan status karies yang diderita ibu dengan karies gigi anaknya. Hubungan anak dengan ayah tidak begitu erat karena ayah sibuk bekerja. Hubungan anak dengan saudara – saudaranya yang lain juga tidak begitu erat. Hubungan tersebut hanya sekedar hubungan sosial (interaksi sosial) dalam keluarga. Keadaan ini yang melatarbelakangi tujuan penelitian ini yaitu melihat hubungan antara karies ibu dengan karies anaknya. Penelitian ini sudah dilakukan oleh Weintraub dkk. (2010), tetapi kondisi demografi, faktor utilisasi, perilaku dan nilai – nilai keluarga Indonesia yang lain tentu berbeda dengan di luar negeri. Kepentingan penelitian ini yaitu untuk membuat intervensi dalam kesehatan masyarakat terutama kesehatan mulut guna mencegah karies gigi dari aspek kesehatan masyarakat.
5
Kulon Progo, khususnya wilayah Samigaluh dengan latar belakang geografi daerah pedesaan di wilayah Pegunungan Menoreh menunjukkan tingkat pendidikan yang masih rendah di antaranya 23,4% tidak tamat SD, 25,4% tamatan SD,
19,53%
tamatan
SLTP,
26,1%
tamatan
SLTA,
5,55%
tamatan
Diploma/Universitas. Status sosial ekonomi di wilayah Samigaluh sebagian besar masih rendah. Wilayah ini mewakili kawasan pedesaan daerah jawa (Metinara, 2014).
B. Rumusan Masalah Apakah karies pada ibu berhubungan dengan karies pada anaknya? Berapa besarkah risiko karies anak itu?
C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh karies ibu terhadap anak pernah dilakukan oleh Weintraub dkk. (2010) di kota California USA dengan judul ‘ Mothers’ Caries Increases Odds of Children’s Caries. California merupakan kota di negara maju dengan tingkat kesehatan yang lebih baik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penelitian ini akan dilakukan di Indonesia pada etnis Jawa dengan latar belakang, tingkat pendidikan masyarakat, sosial ekonomi yang lebih rendah, perbedaan geografi dan dilakukan di wilayah pedesaan (rural). Penelitan ini belum pernah dilakukan di Indonesia.
6
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karies ibu dengan karies anaknya dan mengetahui berapa besar risiko karies anak tersebut.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini sangat berguna bagi intervensi kesehatan masyarakat terutama kesehatan gigi dan mulut. Penelitian ini juga berguna untuk pencegahan preventif prevalensi karies gigi, landasan bagi penelitian berikutnya referensi kesehatan masyarakat.
dan menambah