BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Kesulitan Belajar 2.1.1 Pengertian Kesulitan Belajar Belajar merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting dan sebagian terbesar dari proses perkembangan berlangsung melalui belajar. Sebuah pepatah mengatakan “tuntutlah ilmu dari buaian sampai keliang lahat”, artinya setiap manusia adalah makhluk pembelajar. Kapan dan dimanapun berada manusia akan terus belajar dengan orang – orang yang berada disekitar lingkungan mereka. Belajar selalu berkenaan dengan perubahan – perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih baik atau pun yang kurang baik, direncanakan atau tidak direncanakan. Hal lain yang selalu terkait dalam proses perkembangan belajar adalah pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya. Menurut Hasan (Arina Kasim 2010:20) bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental, psikhis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan – perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap. Kardinata (Arina Kasim 2010:20) mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antar individu dengan lingkungannya.
Menurut Witherington (Nana Syaodih 2009 : 155) bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola – pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Sementara itu Menurut Burton dalam sebuah buku “The Guidance of Learning Activities” (Aunurrahman 2012 : 35) merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Dari beberapa definisi yang telah diuraikan, penulis menarik kesimpulan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan kognitif, mental dan phsikis yang pada jangka panjang dapat dilihat dari perubahan tingkah laku seseorang. Pada proses belajar ini, manusia sebagai makhluk yang selalu belajar tentunya dipengaruhi dengan lingkungan tempat ia berinteraksi. Lingkungan dalam hal ini orang dewasa disekitar anak dapat menentukan arah perkembangan belajar seorang anak apakah akan jadi lebih baik atau tidak lebih baik. Dalam proses belajar, tidak semua berjalan dengan lancar hal ini disebabkan ada kesulitan – kesulitan yang dihadapi peserta didik. Kesulitan belajar menjadi salah satu masalah yang menghambat kemajuan siswa dalam proses belajar mengajar. Menurut Blassic dan Jones (http://linda-haffandi.blogspot.com/2012/09/faktorpenyebab-kesulitan-belajar-siswa-html) bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Selanjutnya mereka menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan
belajar adalah individu yang normal intelegensinya, tetapi menunjukan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian ataupun fungsi motoriknya. Sementara
itu,
Siti
Mardiyanti
dkk
(http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertian-kesulitan-belajar.html)
mengatakan
kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya. Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotor. Sementara itu menurut National Joint Committee for Learning Disabilitis (NJLD) yang dikutip dari Mulyono (dalam Setiawati dan Ima 2007:95) bahwa kesulitan belajar adalah suatu batasan generik yang menunjuk kepada suatu kelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata (significant) dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap – cakap, membaca, menulis, menalar atau dalam bidang matematika. Meskipun banyak definisi yang dibuat para ahli mengenai kesulitan belajar tapi ada beberapa titik kesamaan (Setiawati dan Ima 2007:96) yaitu : a. Kesulitan belajar yang dialami dapat ditampakkan sebagai suatu kekurangan atau lebih bidang akademik, baik dalam bidang akademik (seperti membaca, menulis
dan
berhitung),
maupun
keterampilan
yang
bersifat
umum
(seperti
mendengarkan, berbicara dan berfikir). b. Adanya kesenjangan antara prestasi dan potensi. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya anak yang mempunyai prestasi belajar dibawah potensi yang dimiliki (under achievers). Adapun
jenis
kesulitan
belajar
menurut
Anisa
(http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertian-kesulitan-belajar.html) seperti : a. Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. Pada dasarnya yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respon – respon yang bertentangan sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. b. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indera atau gangguan psikologis lainnya. c. Under Achiever, jenis kesulitan belajar ini mengaju kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong diatas normal tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. d. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses lainnya yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
e. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar dibawah potensi intelektualnya. 2.1.2 Unsur - Unsur Belajar Crocbach (Nana Syaodih 2009 : 157 – 158) mengemukakan adanya tujuh unsur utama dalam proses belajar yaitu : a. Tujuan Belajar dimulai karena adanya suatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu muncul untuk memenuhi suatu kebutuhan. Perbuatan belajar diarahkan kepada pencapaian suatu tujuan dan untuk memenuhi suatu kebutuhan. Suatu perbuatan belajar akan efisien apabila terarah kepada tujuan yang jelas dan berarti bagi individu. b. Kesiapan Untuk dapat melakukan perbuatan belajar dengan baik maka anak atau individu perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik dan psikis, kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu maupun penguasaan pengetahuan dan kecakapan – kecakapan yang mendasarinya. c. Situasi Kegiatan belajar berlangsung dalam situasi belajar. Dalam situasi belajar ini terlibat tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, orang – orang yang turut tersangkut dalam kegiatan belajar serta kondisi siswa yang belajar. Kelancaran dan hasil dari belajar banyak dipengaruhi oleh unsur situasi.
d. Interpretasi Dalam menghadapi situasi, individu mengadakan interpretasi yaitu melihat hubungan diantara komponen – komponen situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan. Berdasarkan interpretasi tersebut mungkin individu sampai kepada kesimpulan dapat atau tidak dapat mencapai tujuan. e. Respon Berpegang kepada hasil dari interpretasi apakah individu mungkin atau tidak mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, maka ia memberikan respon. Respon ini mungkin berupa suatu usaha coba – coba (trial and error), atau usaha yang penuh perhitungan dan perencanaan ataupun ia menghentikan usahanya untuk mencapai tujuan tersebut. f. Konsekuensi Setiap usaha akan membawa hasil, akibat atau konsekuensi entah itu keberhasilan ataupun kegagalan, demikian juga dengan respon atau usaha belajar siswa. Apabila siswa berhasil dalam belajarnya ia akan merasa senang, puas dan akan lebih meningkatkan semangatnya untuk melakukan usaha – usaha belajar berikutnya. g. Reaksi Terhadap Kegagalan Selain keberhasilan, kemungkinan lain yang diperoleh siswa dalam belajar adalah kegagalan. Peristiwa ini akan menimbulkan perasaan sedih dan kecewa. Reaksi siswa terhadap kegagalan dalam belajar bisa bermacam – maam. Kegagalan bisa
menurunkan semangat dan memperkecil usaha – usaha belajar selanjutnya, tetapi bisa juga sebaliknya kegagalan akan membangkitkan semangat yang berlipat ganda untuk menebus ddan menutupi kegagalan sebelumnya. 2.1.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar Pada dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa berkemampuan tinggi. Selain itu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan biasa (normal) hal ini disebabkan oleh faktor – faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan. Menurut
Slameto
(http://linda-haffandi.blogspot.com/2012/09/faktor-
penyebab-kesulitan-belajar-siswa.html) faktor – faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor Internal 1) Faktor Fisiologis Faktor
fisiologis
berkaitan
dengan
fungsionalisasi
tubuh,
misalnya
kemampuan koordinasi tubuh, ketahanan tubuh, kesehatan dan fungsionalisasi anggota gerak tubuh. Misalnya kesiapan otak dan system syaraf dalam menerima, memproses, menyimpan ataupun memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan. Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berperan terhadap kemampuan bagi seseorang, anak yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berbeda belajarnya dengan anak yang dalam kelelahan. Anak – anak yang kurang gizi akan mudah lelah,
mengantuk sehingga dalam kegiatan belajarnya mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran. 2) Faktor Psikologis atau Kejiwaan Faktor kejiwaan berkaitan dengan emosi siswa. Siswa kurang mampu untuk mengontrol kondisi emosinya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Ketika kondisi emosi/kejiwaan siswa mengalami masa labil, kecenderungan siswa akan bertindak gegabah, ceroboh. Pada faktor ini, yang menjadi kesulitan belajar siswa ini berkaitan dengan kurang mendukungnya perasaan hati (emosi) untuk belajar secara sungguh – sungguh. Selanjutnya, lebih jauh yang mempengaruhi faktor psikologi yaitu perhatian, bakat, minat dan motivasi. 3) Faktor Intelektual Faktor intelektual merupakan hal yang berkaitan dengan kecerdasan siswa. Setiap siswa memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda. Kemampuan intelektual berkaitan dengan kemampuan siswa untuk menangkap materi,
mengolah,
menyimpan, hingga me – re call materi untuk digunakan. Ada siswa yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, cepat menyerap materi, mudah mengolah materi, kemampuan menyimpan materi yang baik (short term memory and long term memory), serta mudah untuk me – re call materi ketika dibutuhkan. Ada siswa yang memiliki kemampuan intelektual yang sedang da nada yang rendah dimana sulit untuk menyerap materi, sulit mengolah data dan sulit menyimpan materi. Sementara itu, menurut Ingridwati dkk (2007: 8) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek anak, yaitu :
1) Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui kesan indera dalam perjalanannya ke otak (kesadaran). 2) Intelegensi atau tingkat kecerdasan mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti atau memahami sesuatu. 3) Kesempatan belajar yang diperoleh anak. 4) Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak mendapat pengalaman secara tidak langsung dari orang lain atau informasi dari buku dan informasi lainnya. 5) Jenis kelamin, karena pembentukan konsep anak laki – laki dan perempuan sejak kecil telah dilatih dengan cara yang dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya. 6) Kepribadian anak dalam memandang kehidupan dan menggunakan suatu kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan berdasarkan pada penyesuian diri dan cara pandang anak terhadap dirinya sendiri (konsep diri). b. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal dikelompokkan menjadi tiga faktor (http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertiankesulitan-belajar.html) yaitu : 1) Faktor Keluarga Peranan orang tua sebagai tempat utama dan pertama didalam pembinaan dan pengembangaan potensi anak – anaknya. Namun, tidak semua orang tua mampu melaksanakan perannya dengan penuh tanggung jawab sehingga mempengaruhi perkembangan pendidikan anak.
Ada beberapa aspek dari keluarga yang dapat menimbulkan masalah kesulitan belajar seorang anak yaitu : didikan orang tua yang keliru, suasana rumah yang kurang aman dan kurang harmonis, keadaan ekonomi orang tua yang lemah. 2) Faktor Lingkungan Sekolah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal setelah keluarga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan siswa namun sekolah juga dapat mempengaruhi keberhasilan siswa, khususnya masalah kesulitan belajar pada siswa jika tidak dapat bekerja dengan baik seperti : (1) Cara penyajian pelajaran yang kurang baik. (2) Hubungan antara guru dan murid kurang harmonis. (3) Hubungan antara murid dengan murid lainnya tidak baik. (4) Bahan pelajaran yang disajikan tidak dimengerti siswa. (5) Alat – alat pelajaran yang tersedia kurang memadai. 3) Faktor Lingkungan Masyarakat Faktor lingkungan masyarakat sangat berperan penting didalam pembentukan kepribadian
anak
termasuk
pula
kemampuan/pengetahuannya.
Lingkungan
masyarakat yang kurang baik tentunya akan mempengaruhi dan menghambat pembentukan kepribadian dan kemampuan anak termasuk pada proses belajar anak. Begitupun sebaliknya, jika anak berada di lingkungan yang baik dan kondusif untuk belajar tentunya akan membantu dalam pembentukan kepribadian dan kemampuan anak termasuk perkembangan belajarnya. 2.2 Hakekat Peran Guru
2.2.1 Kompetensi Guru Guru adalah jabatan profesional yang memerlukan berbagai keahlian khusus yang memenuhi berbagai kriteria sebagai profesi. Guru sebagai tenaga profesional mensyaratkan kompetensi dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melakasanakan pekerjaan tersebut secara efisien serta berhasil guna. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi disini meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial maupun akademis. Dalam tugas pengajaran menurut Dewi (2008 : 3) kinerja mengajar tidak hanya ditinjau dari bagaimana pengajar tersebut menjelaskan isi pelajaran. Ia harus tahu bagaimana menghadapi peserta didik, membantu memecahkan masalah, mengelola kelas, menata bahan ajar, menentukan kegiatan kelas, menyusun asesmen belajar, menentukan metode atau media atau bahkan menjawab pertanyaan dengan bijaksana. Sementara itu Surya (Kunandar 2005:47-48) menyebutkan bahwa guru profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas – tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu ditunjukan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru pada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, Negara dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya,
mengelola dirinya, mengendalikan dirinya dan menghargai serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas – tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai mahkluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma – norma agama dan moral. Sementara itu dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan baik sebagai seorang guru harus memiliki kompetensi dibidangnya. Adapun kompetensi yang harus dimiliki guru
agar dapat mewujudkan
kinerjanya secara tepat dan efektif Surya (Kunandar 2005:55-56) meliputi : a. Kompetensi intelektual, yaitu berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai guru. b. Kompetensi fisik, yaitu perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai guru dalam berbagai situasi. c. Kompetensi pribadi, yaitu perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri dan pemahaman diri.
d. Kompetensi sosial, yaitu perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara efektif. e. Kompetensi spiritual, yaitu pemahaman, penghayatan serta pengalaman kaidah – kaidah keagamaan. Sementara itu Joni dan Mertodiharjo (dalam Martinis dan Maisah 2010 :3-4) menguraikan komponen kompetensi guru meliputi : a. Menguasai bahan, seperti menguasai bahan pelajaran dan pendalaman aplikasi bidang studi. b. Mengelola pembelajaran seperti merumuskan tujuan pembelajaran, menguasai dan dapat menggunakan metode pembelajaran, memilih dan menyusun program pembelajaran, mengenal kemampuan peserta didik serta merencanakan dan melaksanakan pembelajaran remedial. c. Mengelola kelas seperti mengatur tata ruang kelas untuk pembelajaran dan mengatur iklim pembelajaran yang serasi. d. Menggunakan media/sumber seperti memilih dan menggunakan media, membuat alat bantu pmbelajaran dan menggunakan perpustakaan untuk pembelajaran. e. Mengelola interaksi pembelajaran f. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran g. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan serta menyelenggarakannya. 2.2.2 Prinsip Mengajar Guru
Menurut Hamzah (2010 :16) untuk seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara professional, yaitu sebagai berikut : a. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi. b. Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan. c. Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik. d. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajaran yang diterimanya. e. Sesuai dengan prrinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang – ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas. f. Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan praktik nyata dalam kehidupan sehari – hari. g. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar peserta didik dengan cara memberikan
kesempatan
berupa
pengalaman
secara
mengamati/meneliti, meyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
langsung,
h. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun di luar kelas. i.
Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
2.2.3 Peran Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Guru merupakan salah satu bagian penting dalam perkembangan belajar anak, dan untuk mencapai perkembangan anak secara optimal guru memiliki peran (http://www.sarjanaku.com/2011/03/tugas-dan-fungsi-guru.html)
namun
pada
penelitian ini peran guru akan dibatasi menjadi beberapa saja, seperti : a. Fasilitator Sebagai
fasilatator
guru
hendaknya
dapat
menyediakan
fasilitas
yang
memungkinkan kemudahan belajar kegiatan belajar mengajar bagi anak didik. b. Motivator Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong dan membangkitkan motivasi anak agar dapat bergairah dan aktif dalam belajar. c. Pembimbing Sebagai pembimbing, guru hendaknya dapat mengarahkan dan membimbing anak untuk mencapai perkembangan belajar yang optimal. d. Inisiator Sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide – ide kemajuan dalam pembelajaran dan pendidikan.
e. Demonstrator Sebagai demonstrator, pada saat pembelajaran ada saat dimana anak tidak memahami apa yang ia pelajari. Untuk itu guru harus dapat meyakinkan anak didik dalam interaksi edukatif yang ia kelola. f. Pengelolaan kelas Dalam pengelolaan kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik. Sebab kelas adalah tempat terhimpun semua anak didik dalam rangka penerimaan bahan ajar dari guru. g. Mediator Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai jenis dan bentuknya serta manfaatnya. Sehingga dapat menggunakan media yang tepat dengan bahan ajar yang diajarkan. Dari uraian tersebut, nampak bahwa peran guru sangat penting dalam keberlangsungan pembelajaran siswa. Jika seorang guru dapat menjalankan perannya dengan baik maka harapan besar bagi siswa dalam mengoptimalkan belajarnya sehingga dapat terhindar dari masalah kesulitan belajar. 2.3 Kajian Penelitian Yang Relevan Kajian relevan pada penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Taib Abdullah, jurusan Bimbingan Konseling yang dibimbing oleh pembimbing I Drs. Kisman J. Machmud dan pembimbing II Dra. Hj. Rena L. Madina, M.Pd dengan judul Meminimalkan Kesulitan Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPS Dengan
Menggunakan Strategi Group Resume di Kelas 5 SDN Pilohayanga Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kesulitan belajar dapat diminimalkan dengan beberapa upaya guru antara lain mengelompokkan siswa secara heterogen, membimbing siswa secara individual maupun kelompok terutama memberikan kepercayaan diri bahwa mereka memiliki kemampuan seperti yang lain. Pada penelitiannya juga Taib Abdullah mengatakan bahwa meminimalkan kesulitan belajar siswa merupakan tugas utama guru karena berkaitan erat dengan keberadaan siswa pada tingkat pendidikan selanjutnya serta kesulitan belajar bagi siswa dapat diminimalkan apabila guru berusaha untuk selalu meningkatkan rancangan pembelajaran yang dapat merangsang siswa berpikir aktif dan kreatif.