KECERNAAN RUMPUT Brachiaria humidicola DAN LEGUM POHON (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala) DENGAN RASIO YANG BERBEDA PADA TERNAK DOMBA DI UP3J
SKRIPSI Rr. PRESTYANINGTYAS. HK
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN Rr. PRESTYANINGTYAS. D24062762. 2010. Kecernaan Rumput Brahciaria Humidicola dan Legum Pohon (Gliricidia Sepium dan Leucaena Leucocephala) Dengan Rasio yang Berbeda Pada Ternak Domba Di UP3J. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS Sebagai ternak ruminansia, domba mempunyai kemampuan untuk dapat memanfaatkan pakan yang kaya akan serat dengan bantuan pencernaan mikroba di dalam rumen. Salah satu bahan pakan yang dapat digunakan sebagai suplementasi penggunaan ransum berbasis rumput alam yaitu leguminosa pohon, seperti gamal (Gliricidia sepium) dan lamtoro (Leucaena leucocephala). Penambahan daun lamtoro dan gamal pada domba dapat meningkatkan kecernaan bahan organik pakan. Pemberian kombinasi legum pohon diharapkan dapat meningkatkan kecernaan nutrient domba di peternakan Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rasio yang optimal antara rumput Brachiaria humidicola dan leguminosa pohon terhadap konsumsi nutrien, kecernaan nutrien, kecernaan absolut serta VFA dan NH3 cairan rumen domba di UP3J. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang UP3 Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan selama 4 bulan. Ternak yang digunakan yaitu domba jantan umur ± 6 bulan dengan rataan berat badan 13,95±1,46 kg sebanyak 20 ekor, yang dipelihara pada kandang individu. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi nutrien, kecernaan nutrien, kecernaan absolut serta konsentrasi VFA dan NH3 cairan rumen. Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dengan 4 kelompok, yaitu : R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% konsentrat (kontrol), R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% campuran legum + 10% konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% campuran legum + 10% konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% campuran legum + 10% konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% campuran legum. Campuran legum yang digunakan berupa gamal dan lamtoro. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan bila terjadi perbedaan akan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian rumput Brachiaria humidicola dan leguminosa pohon (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala) memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi protein kasar. Konsumsi protein dari R3, R4, R5 lebih tinggi dari pada kontrol, akan tetapi tidak berbeda antara R3, R4, R5, sedangkan konsumsi bahan kering, lemak kasar dan serat kasar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada kecernaan bahan kering serta kecernaan absolut menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), namun pada kecernaan protein kasar, lemak kasar dan serat kasar tidak memberikan pengaruh yang nyata akibat pemberian jumlah rumput dan legum yang berbeda. Proporsi
pemberian legum dapat menurunkan kecernaan absolut bahan kering, lemak kasar serta serat kasar, akan tetapi dapat meningkatkan rasio kecernaan absolut protein kasar. Nilai konsentrasi VFA dan NH3 yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan antar perlakuan (P>0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian rumput Brachiaria humidicola dan legum pohon (Gliricidia sepium dan Leucaena luecocepala) dengan rasio 60%, 30% dan 10% dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap konsumsi protein. Kata kunci : Domba, kecernaan, Brachiaria humidicola, Gliricidia sepium, Leucaena leucocephala
ABSTRACT Digestibility of Brachiaria humidicola and legume tree (Glirisidia sepium and Leucaena leucocephala) with different ratio on sheep in UP3J Rr. Prestyaningtyas., K. G. Wiryawan., D. A. Astuti This experiment was done to investigate the substitution effect of Gliricidia sepium and Leucaena leucocephala leaves on sheeps’ feed intake and digestion at UP3J. Twenty male sheeps’ with initial body weight 13.95±1.46 kg were used in this experiment. The experiment used completely randomezed block design with 5 treatments and 4 replications. The treatments were R1 (90% Brachiaria humidicola + 10% Concentrate), R2 (80% Brachiaria humidicola + 10% legume + 10% Concentrate ), R3 (70% Brachiaria humidicola + 20% legume + 10% Concentrate), R4 (60% Brachiaria humidicola + 30% legume + 10% Concentrate), and R5 (70% Brachiaria humidicola + 30% legume). Parameters observed in this experiment included dry matter, protein, fat, fiber digestibility, absolute digestibility, VFA and NH3 concentration of rumen fluid. The results showed that there were significant difference (P<0.05) on dry mater digestibility and absolute digestibility and crude protein consumption (P<0.01). Protein consuption of R3, R4, R5 were higher than that of control, meanwhile there was no difference betwen R3, R4, and R5. Absolute digestibility was decreasing as the legum proportion was increased in the ration except for protein digestibility. VFA and NH3 concentration of rumen fluid did not give significant effect (P>0.05). It is concluded that feeding with 60% Brachiria humidicola, 30% legume (Gliricidia sepium and Leucaena luecocepala) and 10% concentrate can improve protein consumption, dry mater digestibility and absolute digestibility. Keywords : Sheep, digestibility, Brachiaria humidicola, Gliricidia sepium, Leucaena leucocephala
KECERNAAN RUMPUT Brachiaria humidicola DAN LEGUM POHON (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala) DENGAN RASIO YANG BERBEDA PADA TERNAK DOMBA DI UP3J
Rr. PRESTYANINGTYAS. HK D24062762
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Kecernaan Rumput Brahciaria humidicola dan Legum Pohon (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala) dengan Rasio yang Berbeda Pada Ternak Domba Di UP3J
Nama
: Rr. Prestyaningtyas
NRP
: D24062762
Menyetujui:
Pembimbing Utama,
(Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan) NIP. 19610914 198703 1 002
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS) NIP. 19611005 198503 2 001
Menyetujui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr) NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 24 Agustus 2010
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1988 di Jombang. Penulis merupakan anak keempat dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak R. Jogyantoro. HK dan Ibu Maria Magdalena Tien L. Pendidikan taman kanak-kanak diselesaikan oleh penulis pada tahun 1994 di TK Katolik Wijana Jombang, pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SD Katolik Wijana Jombang, pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 2 Jombang dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 1 Jombang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah satu tahun menjalani masa TPB-IPB, kemudian penulis diterima di Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Selama menempuh pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) sebagai anggota biro pengembangan sumber daya manusia (PSDM) periode 2008–2009, pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) sebagai anggota koor mahasiswa. Selama menjadi mahasiswa, penulis berkesempatan magang di UPTD Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak, Branggahan-Kediri. Penulis menjadi anggota paduan suara “Graziono Simphony” Fakultas Peternakan. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar, dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Kecernaan rumput Brahciaria humidicola dan legum pohon (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala) dengan rasio yang berbeda pada ternak domba di UP3J” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan pemberian leguminosa pohon seperti gamal (Gliricidia sepium) dan lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam pakan ternak domba dalam pengaruhnya terhadap konsumsi nutrien, kecernaan nutrien domba, serta konsentrasi VFA (Volatile Fatty Acid) dan NH3 cairan rumen domba di UP3J. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan. Amin. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................
i
ABSTRACT ...................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan ................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
3
Klasifikasi Domba .............................................................................. Brachiaria humidicola ......................................................................... Lamtoro (Leucaena leucocephala) .................................................... Gamal (Gliricidia sepium) ................................................................... Konsentrat .......................................................................................... Konsumsi Pakan ................................................................................. Kebutuhan Nutrisi Domba ................................................................. Kecernaan Nutrien ............................................................................. Volatile Fatty Acid ...............................................................................
3 4 5 6 9 9 10 10 12
Ammonia (NH3) .................................................................................
13
MATERI DAN METODE ............................................................................. Lokasi dan Waktu ................................................................................ Materi ................................................................................................. Ternak Percobaan .................................................................. Alat yang digunakan ............................................................... Bahan yang digunakan ........................................................... Ransum ...................................................................................
15 15 15 15 15 15
Metode ................................................................................................ Pemeliharaan Ternak .............................................................. Koleksi Feses ........................................................................... Pengambilan Cairan Rumen ................................................... Perlakuan ................................................................................ Rancangan Percobaan ......................................................................... Peubah yang diamati .......................................................................... Konsumsi Pakan ......................................................................
16 16 17 17 18 18 18 19
Kecernaan Nutrien .................................................................. Kecernaan Absolut .................................................................. Konsentrasi VFA Total ........................................................... Konsentrasi NH3 .....................................................................
19 19 19 20
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
22
Konsumsi Nutrien .............................................................................. Kecernaan Nutrien ............................................................................. Kecernaan Absolut ............................................................................... Konsentrasi (Amonia) NH3 dan Volatile Fatty Acid (VFA) Total .....
22 24 26 28
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
31
UCAPAN TERIMAKASIH ...........................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
33
LAMPIRAN ...................................................................................................
38
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Populasi Domba dan Kambing Tahun 2006-2008 di Provinsi Jawa Barat .
4
2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penelitian .............................................
16
3. Rataan Konsumsi Nutrien Domba di UP3J ..............................................
22
4. Rataan Kecernaan Nutrien Domba di UP3J .............................................
24
5. Rataan Kecernaan Absolut Domba di UP3J .............................................
27
6. Konsentrasi NH3 dan VFA Cairan Rumen Domba di UP3J ....................
29
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Rumput Brachiaria humidicola ..............................................................
5
2. Daun Lamtoro .........................................................................................
6
3. Daun Gamal ............................................................................................
7
4. Domba Dipelihara pada Kandang Individu ............................................
17
5. Proses Penjemuran Feses ........................................................................
17
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Anova Konsumsi Bahan Kering ............................................................
39
2. Anova Konsumsi Protein Kasar .............................................................
39
3. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Protein Kasar..........................................
39
4. Anova Konsumsi Lemak Kasar..............................................................
39
5. Anova Konsumsi Serat Kasar................................................................
40
6. Anova Kecernaan Bahan Kering............................................................
40
7. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Bahan Kering.........................................
40
8. Anova Kecernaan Protein Kasar............................................................
40
9. Anova Kecernaan Lemak Kasar............................................................
41
10. Anova Kecernaan Serat Kasar...............................................................
41
11. Anova NH3 ...........................................................................................
41
12. Anova VFA...........................................................................................
41
13. Anova Kecernaan Absolut Bahan Kering ............................................
42
14. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Absolut Bahan Kering .........................
42
15. Anova Kecernaan Absolut Protein Kasar ............................................
42
16. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Absolut Protein Kasar...........................
42
17. Anova Kecernaan Absolut Lemak Kasar .............................................
43
18. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Absolut Lemak Kasar ..........................
43
19. Anova Kecernaan Absolut Serat Kasar ................................................
43
20. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Absolut Serat Kasar .............................
43
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang tinggi sehingga memerlukan suplai bahan pangan dalam jumlah yang banyak, termasuk protein hewani. Untuk dapat menghasilkan protein hewani yang baik maka diperlukan suatu manajemen pakan yang baik, yaitu tidak lepas dari ketersediaan pakan ternak baik dari segi kualitas maupun kuantitas pakan. Penyediaan dan pemberian pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan produktivitas ternak. Salah satu ternak ruminansia yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai sumber protein hewani adalah domba. Sebagai ternak ruminansia, domba mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan pakan yang kaya akan serat dengan bantuan pencernaan mikroba di dalam rumen. Untuk dapat meningkatkan produktivitasnya, domba harus mendapat pakan tambahan sumber energi, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Pada umumnya pakan tambahan diberikan sebelum pemberian hijauan. Fakultas Peternakan IPB memiliki fasilitas Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) dengan luas lahan sekitar 169 ha dengan populasi domba yang ada yaitu sekitar 670 ekor (Jarmuji, 2008). Pemeliharaan domba diUP3J ini dengan sistem penggembalaan dan terseleksi secara alami untuk lingkungan panas dan kering. Bahan pakan yang dapat digunakan sebagai suplementasi penggunaan ransum berbasis rumput alam yaitu leguminosa pohon, seperti gamal dan lamtoro yang sering digunakan oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan leguminosa pohon memiliki kandungan nutrien yang cukup baik khususnya protein. Menurut Karti (1998), gamal mempunyai kandungan protein 22% dan kalsium 2,44%. Disamping itu tingginya kandungan serat menyebabkan gamal dan lamtoro cocok digunakan sebagai sumber hijauan untuk ternak ruminansia. Selain itu penambahan lamtoro dan gamal dapat meningkatkan kecernaan bahan organik pakan, seperti yang dinyatakan oleh Putri dan Marsetyo (2006), bahwa penambahan lamtoro dan gamal pada domba yang mendapatkan pakan dasar jerami jagung dapat meningkatkan kecernaan bahan organik pakan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian dengan pemberian
1
kombinasi legum pohon di UP3J diharapkan dapat meningkatkan kecernaan nutrien domba lokal. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rasio yang optimal antara rumput Brachiaria humidicola dan leguminosa pohon (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala) guna meningkatkan konsumsi nutrien, kecernaan nutrien, VFA dan NH3 Domba di UP3J.
2
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba diklasifikikasikan dalam Kingdom: Animalia; Phylum: Chordata (hewan bertulang belakang); kelas: Mamalia (menyusui); Ordo: Artiodactyla (berkuku genap); sub ordo: Ruminansia; famili: Bividae; genus: Ovis; species: Ovis aries (Hiendleder et al., 1998). Menurut Salamena (2003) domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara, dan Eropa samapai ke Afrika. Di Indonesia, domba terkelompok menjadi (1) domba ekor tipis (Javanese thin tailed), (2) domba ekor gemuk (Javanese fat tailed), dan (3) domba Priangan atau dikenal juga sebagai domba garut. Subandriyo dan Djajanegara (1996) menyatakan bahwa terdapat dua tipe domba yang paling menonjol di Indonesia yaitu domba ekor tipis (DET) dan domba ekor gemuk (DEG) dengan perbedaan galur dari masing-masing tipe. Domba ekor tipis di pulau Jawa umumnya memiliki ciri berekor tipis dan pendek. Bangsa domba ini sekitar 80%-85% terdapat di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (Direktorat Bina Perbibitan, 1998). Domba Ekor Tipis (The Java Fat Tailed) Domba Ekor tipis mempunyai karakteristik reproduksi yang spesifik, yang dipengaruhi oleh gen prolifikasi dan dapat beranak sepanjang tahun, domba ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial karena karkas yang dihasilkan sangat rendah (45-55% dari bobot hidup) dan pertumbuhannya lambat. Domba ekor tipis ini memiliki tubuh yang cenderung bulat dan kecil, untuk domba jantan dewasa 15-20 kg, bentuk rambut domba pun lebih ikal dan keriting sehingga dapat dimanfaatkan sebagai wool, serta memiliki ekor yang jatuh terkulai ke bawah, biasanya berwarna putih disertai belang hitam disekitar mata, hidung, dan kadangkadang diseluruh bagian tubuhnya. Bagian ekor domba tidak menunjukkan adanya deposisi lemak. Domba jantan memiliki tanduk yang melingkar sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk (Subandriyo et al., 1994). Domba ekor tipis jawa mempunyai telinga ukuran sedang dan wol yang kasar (Iniquez et al., 1993). Rataan bobot lahir 1,5 kg untuk domba jantan dan 1,3 kg untuk domba betina, serta memiliki rataan bobot sapih 10 kg/ekor untuk domba jantan dan 8 kg/ekor untuk domba betina (Abdullah, 2008). Domba termasuk ternak penghasil daging yang 3
sangat potensial (Hudallah, 2007). Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada iklim tropis, makanan yang kualitasnya buruk serta dapat beranak sepanjang tahun. Domba mempunyai kebiasaan merumput (grazing), biasanya domba lebih memilih rumput yang pendek dan lembut sebagai makanannya. Menurut data dari Buku Statistik Peternakan (Dirjen Peternakan), populasi domba di provinsi Jawa Barat pada tahun 2007 adalah 223.253 ekor. Pada tahun 2008 adalah sekitar 221.149 ekor. Dari data tersebut terjadi penurunan populasi sebesar 2.104 ekor. Populasi kambing dan domba di provinsi Jawa Barat tahun 20062008 disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Populasi Domba dan Kambing Tahun 2006-2008 di Provinsi Jawa Barat Populasi (ekor) Komoditas
2006
2007
2008
Domba
229.012
223.253
221.149
Kambing
122.064
117.386
106.787
Sumber : Statistik Peternakan (2008). Brachiaria Humidicola Rumput
Brachiaria
humidicola
diklasifikasikan
ke
dalam
phylum:
Spermatophyta; sub-phylum: Angiospermae: kelas: Monocotiledoneae; ordo: Glumiflora; familia: Gramineae; sub-familia: Panicoideae; Tribus: Paniceae; Genus: Brachiaria; spesies: Brachiaria humidicola (Miles, Mas & do Valle, 1996). Rumput Brachiaria humidicola terkenal dengan nama rumput koronivia dan rumput creeping signal. Rumput ini berasal dari Afrika Selatan. Menurut Miles, Maass & do Valle (1996) rumput Brachiaria humidicola berkembang melalui stolon yang begitu cepat tumbuh sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan dan dapat pula diperbanyak dengan biji, sangat palatable apabila dipangkas pada waktu muda dan pada produksi maksimum palatabilitasnya turun, mengingat rendahnya kesuburan tanah dimana tanaman ini tumbuh. Bentuk rumput Brachiaria humidicola dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Rumput Brachiaria humidicola Temperatur optimum untuk pertumbuhan kira-kira 32 – 35 oC, dapat tumbuh pada ketinggian 1000–2000 m di atas permukaan tanah. Rumput ini tahan kekeringan dan cukup tahan dengan genangan air akan tetapi tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini mempunyai toleransi pada daerah dengan drainase jelek dan tahan terhadap penggembalaan berat. Komposisi zat makanan rumput Brachiaria humidicola muda berdasarkan persentase dari bahan kering mengandung protein kasar (PK) 5,1%; serat kasar (SK) 37,4%; abu 9,8% dan BETN sebesar 46,1%, sedangkan yang sudah berbunga atau dewasa mengandung protein kasar (PK) 7,6%; serat kasar (SK) 35,5%; abu 14,7% dan BETN sebesar 39,9% (Skerman dan Rivers, 1990). Rumput ini memiliki kandungan TDN 55%, kecernaan rumput Brachiaria humidicola berkisar dari 48%-75% (Schultze-Kraft and Teitzel, 1992). Lamtoro (Leucaena leucocephala) Lamtoro (Leucaena leucocephala) diklasifikasikan ke dalam kingdom: Plantae; divisi: Magnoliophyta; kelas: Magnoliopsida; ordo: Fabales; famili: Fabaceae; sub famili: Mimosoideae genus: Leucaena; spesies: Leucaena leucocephala. Lamtoro, petai cina, atau petai selong merupakan legum pohon sejenis perdu (polong-polongan), yang sering digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi dan sebagai pakan ternak. Lamtoro mudah beradaptasi dan dengan segera tanaman ini menjadi tumbuhan liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika, termasuk pula di Indonesia. Pohon atau perdu mempunyai tinggi hingga 20 m meski kebanyakan hanya sekitar 10 m. Percabangan rendah, banyak, dengan warna kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Memiliki ranting bulat, dengan ujung yang berambut rapat. Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3-10 pasang,kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah, daun penumpu kecil, membentuk segitiga. Pemotongan pertama dapat
5
dilakukan pada waktu tanam berumur 6 – 9 bulan kemudian pemotongan dapat diulangi 4 bulan sekali (Mathius, 1993). Bentuk daun lamtoro dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Daun Lamtoro Ternak sapi dan domba menghasilkan pertambahan bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20-30% lamtoro. Kecernaan lamtoro berkisar antara 65%-87% dengan kandungan protein kasar (PK) 25,9%, kalcium 2,36%, dan fosfor 0,23%. Winugroho (2009) melaporkan bahwa senyawa sekunder utama yang ditemukan dalam lamtoro adalah mimosin, namun jumlahnya relatif kecil yaitu sekitar 3%-4%. Mimosin merupakan asam amino yang terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro. Oleh karena itu, penggunaan daun lamtoro dalam ransum direkomendasikan tidak lebih dari 50% total ransum yang diberikan. Pengaruh mimosin pada ternak bisa menyebabkan kerontokan bulu dan mempengaruhi fetus pada ternak non ruminansia (Rohmatin, 2010). Haryanto dan Djajanegara (1993), menyatakan bahwa daun lamtoro mengandung protein yang relatif randah tingkat pemecahannya didalam rumen yang merupakan sumber protein yang bagus untuk ternak ruminansia. Adanya mimosin dapat menimbulkan masalah pada ternak ruminansia, yaitu dapat menimbulkan kerontokan bulu, dengan adanya mikroorganisme yang sesuai, mimosin dapat dipecah menjadi 3 – hidroksi – 4 (1H) phyridone (3,4 DHP) didalam rumen. Gamal (Gliricidia sepium) Gamal dengan nama latin Gliricidia sepium merupakan salah satu jenis tanaman pakan ternak yang banyak disukai oleh ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba. Gamal diklasifikasikan ke dalam famili: Fabaceae
6
(Papilionoideae); sinonim: Gliricidia lambii; Fernald, G. maculata var. multijuga Micheli, Lonchocarpus roseus (Miller) DC., L. sepium (Jacq.) DC., Millettia luzonensis A. Gray, Robinia rosea Miller, R. sepiumJacq.,R. variegata Schltdl. Gamal mempunyai batang tunggal atau bercabang dengan tinggi 2-15 m, batang tegak mempunyai diameter pangkal batang 5-30 cm. Daun majemuk menyirip dengan panjang 19-30 cm, terdiri 7-17 helai daun. Helai daun berhadapan mempunyai panjang 4-8 cm dengan ujung runcing dan jarang. Semakin menuju pada ujung daun ukuran daunnya semakin kecil. Pemotongan pertama pohon gamal dianjurkan setelah tanaman berumur 1 tahun. Selang waktu atau interval pemotongan selanjutnya setiap 3 bulan sekali. Rata-rata produksi hijauan segar berkisar 2-5 kg per pohon (Safarila, 2009). Bentuk daun gamal dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Daun Gamal
Kecenderungan pemanfaatan daun gamal sepenuhnya terhadap ternak belum memenuhi kebutuhan ternak tersebut untuk produksi yang optimal. Selain itu kandungan zat anti nutrisi daun gamal dapat mengurangi konsumsi dan palatabilitas pakan tersebut yang berakibat terhambatnya produktivitas ternak. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas ternak yang hanya mengkonsumsi daun gamal maka diperlukan suplementasi pakan berkualitas yang mengandung cukup nutrisi. Pemberian daun gamal pada ternak cukup beralasan, karena mengandung protein kasar yang relatif tinggi dan tidak membahayakan jika diberikan dalam jumlah yang cukup tinggi (±20%-25%). Pemberiaannya pada ternak dapat dilakukan sebagai pakan tunggal atau sebagai suplemen. Daun gamal yang segar kurang disukai oleh ternak yang belum beradaptasi dengan pakan tersebut, karena daun gamal dapat mengeluarkan baunya yang menyengat, sehingga sebelum diberikan ke ternak daun gamal tersebut terlebih dahulu dilayukan dengan cara diangin-anginkan. Pelayuan daun selama 12-24
jam sebelum pemberian makan dapat meningkatkan konsumsi pakan serta
7
pertambahan bobot badan ternak dibandingkan dengan pemberian daun gamal segar (Firdus, 2008). Pernyataan tersedut didukung oleh penelitian Haryanto dan
Djajanegara (1993), bahwa daun gamal segar tidak segera dimakan oleh ternak kambing dan domba disebabkan oleh rasa tidak enak karena adanya senyawa sekunder. Periode penyesuaian diperlukan sebelum pemberian daun gamal secara terus menerus, bila dilayukan terlebih dahulu maka gamal tersebut siap untuk dimakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun gamal hanya dapat diberikan maximal 30% dari ransum untuk mendapat pertumbuhan optimal. Pemberian daun gamal diatas 30% dapat mengurangi pencernaan selulosa. Penggunaan gamal sebagai pakan ruminansia sejauh ini belum mendapat masalah, walaupun tanaman tersebut mengandung zat anti nutrisi kumarin. Namun sejauh ini belum ada laporan yang dapat menimbulkan pengaruh negatif sebagai akibat dari zat anti nutrisi tersebut, karena kandungannya dalam gamal dapat diturunkan atau dikurangi melalui proses pelayuan sebelum diberikan pada ternak (Mathius, 1992). Gamal mengandung bahan kimia yang dapat menimbulkan allelopati seperti tanin dan racun cyanida (HCN) yang dapat berpengaruh terhadap ternak. Asam cyanida yang terdapat dalam daun gamal diduga salah satu sebab terjadinya pembengkakan kelenjar tiroid, namun kebenaran hal tersebut belum banyak dilaporkan (Mathius, 1991). Gamal sangat bermanfaat bagi ternak, tingkat racun dalam gamal juga sudah
dikenal sejak lama. Sekurangnya ada beberapa jenis komponen racun dalam gamal. Zat racun yang pertama adalah dicoumerol, suatu senyawa yang mengikat vitamin K dan dapat mengganggu serta menggumpalkan darah. Senyawa racun yang kedua adalah HCN (Hydro Cyanic Acid), sering disebut juga Prussic Acid, Asam Prusik atau Asam Sianida. Meskipun kandungan HCN dalam gamal tergolong rendah, 4 mg/kg, dibanding umbi singkong/ketela pohon yang dapat mencapai 50-100 mg/kg namun hal ini perlu juga diwaspadai. Zat lain yang perlu diperhatikan adalah Nitrat (NO3). Sebetulnya nitrat itu sendiri tidak beracun terhadap ternak, tapi pada jumlah yang banyak dapat menyebabkan penyakit yang disebut keracunan nitrat (nitrate poisoning). Nitrat yang secara alamiah terdapat pada tanaman dirubah menjadi nitrit oleh proses pencernaan, pada gilirannya nitrit dikonversi menjadi amonia. Amonia kemudian di konversi lagi menjadi protein oleh bakteri dalam rumen.
8
Sebagai pakan, gamal mengandung bahan kering 90,5%, TDN 63,40%, DE 2,80 Mkal/kg, ME 2,29%, serat kasar 24%, protein kasar 23,62%, abu 9,81%, Ca 2,35%, dan P 0,35% (FAO, 2004). Gamal mempunyai molekul alkaloid yang belum dapat
diidentifikasi dan senyawa pengikat protein yang juga tergolong zat anti nutrisi, tanin walaupun dalam konsentrasi yang cukup rendah dibandingkan Kaliandra (Calliandra calothrysus). Selain itu menurut Tangendjaja et al (1991) melaporkan bahwa gamal mempunyai 10 komponen asam fenolat dan 3 komponen merupakan senyawa fitokimia yang memiliki konsentrasi tinggi adalah kumarin. Konsentrat Konsentrat merupakan bahan makanan ternak berupa biji-bijian, umbiumbian, dan limbahnya yang mengandung zat–zat makanan utama (protein, lemak, karbohidrat) dengan kandungan serat kasar didalamnya (terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin) kurang dari sama dengan 18 %. Konsentrat diberikan sebagasi pakan penguat, pada ternak ruminansia pemberian konsentrat yang terlalu banyak dapat menyebabkan bloat. Pengunaan konsentrat (terutama yang banyak mengandung biji-bijian) yang lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan lebih baik. Pemberian konsentrat dalam pakan dapat meningkatkan jumlah konsumsi pakan domba. Parakkasi (1999), menyatakan bahwa pemberian konsentrat yang terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan dan dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi tersebut berkurang. Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan suatu faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi makanan dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Parakkasi 1999). Menurut Aregheore (2000), konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktifitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak. Konsumsi dinyatakan mencukupi jika jumlah pakan yang dimakan ternak dapat menyediakan nutrien yang dikandungnya untuk mencukupi hidup pokok maupun keperluan produksi ternak (Tillman et al., 1998). Faktor-faktor yang 9
mempengaruhi konsumsi ransum pada ruminansia yaitu faktor makanan, faktor hewan, dan faktor lingkungan (Parakkasi, 1999). Faktor makanan antara lain yaitu bentuk, bau, rasa, tekstur dan komposisi nutrien. Faktor hewan antara lain yaitu bobot badan, palatabilitas, status fisiologis dan kapasitas rumen, sedangkan faktor lingkungan antara lain yaitu suhu dan kelembaban udara. McDonald et al. (2002) menambahkan bahwa kecernaan pakan dan laju digesta pakan juga mempengaruhi konsumsi ransum. Kecernaan yang tinggi dan laju digesta yang capat akan meningkatkan konsumsi ransum. Kebutuhan Nutrisi Domba Kebutuhan nutrien per ekor per hari untuk domba di Indonesia dengan bobot badan 20 kg dan pertambahan bobot badan 100 g/e/h adalah Digestible Energy (DE) 2,55 Mkal/e/h, Metabolizable Energy (ME) 2,09 Mkal/e/h, Total protein (TP) 143,9 g/e/h, Digestible Protein (DP) 107,8 g/e/h, Bahan Kering (BK) 0,87 dengan anggapan 2,4 Mkal/kg bahan kering pakan (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Domba mendapatkan pakan sebagai kumpulan nutrien yang dicerna dan diserap untuk menunjang metabolisme yang terjadi dalam jaringan dan sel, serta digunakan untuk pembentukan daging, susu, wool pada domba. Kecernaan Nutrien Kecernaan atau digestibility merupakan persentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan yang terkandung dalam feses. Nutrien yang tidak terkandung didalam feses diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan. Menurut Tillman et al., (1998) Kecernaan adalah suatu bagian zat makanan yang tidak diekskresikan melalui feses, dimana bagian lainnya diserap oleh tubuh ternak yang dinyatakan dalam persentase bahan kering maka disebut dengan koefisien cerna. Koefisien cerna merupakan selisih antara nutrien yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi dengan nutrien yang terkandung dalam feses, sedangkan nutrien yang terkandung dalam feses adalah jumlah yang tertinggal dalam tubuh hewan atau jumlah dari 10
nutrien yang dapat dicerna (Anggorodi, 1994). Selanjutnya dijelaskan bahwa bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara zat-zat makanan yang dikonsumsi dengan zat-zat makanan yang dibuang bersama feses. Williamson dan payne (1993), menyatakan bahwa nutrien yang dicerna adalah bagian nutrien yang tidak dikeluarkan dan diperkirakan diserap oleh tubuh hewan. Faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan antara lain pakan, ternak dan lingkungan. Ditinjuau dari segi pakan, kecernaan dipengaruhi oleh faktor perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, dan cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi ransum yang diberikan pada ternak. Menurut Anggorodi (1994) umur ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan, serta kondisi lingkungan seperti derajat keasaman (pH), suhu dan udara juga dapat menentukan nilai kecernaan, selain itu menurut Mackie et al. (2002) adanya aktifitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi nilai kecernaan. Kandungan serat kasar dalam ransum dapat mempengaruhi kandungan serat kasar dalam feses. Makin tinggi kandungan serat kasar dalam ransum, makin cepat laju pergerakan nutrien sehingga dapat diperkirakan bahwa kecernaan nutrien akan semakin rendah karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak waktu dan energi, maka semakin rendah daya cerna dari ransum tersebut (Anggorodi, 1994). Kecernaan protein bahan makanan tergantung pada kandungan protein ransum, bahan makanan yang rendah kandungan proteinnya mempunyai kecernaan protein yang rendah, begitu pula sebaliknya Selain itu, kecernaan protein dapat tertekan dengan meningkatnya kadar serat kasar ransum (Khoerunnisa, 2006). Legum pohon seperti gamal dan lamtoro merupakan salah satu hijauan pakan yang memiliki kandungan protein kasar yang cukup baik. Dengan demikian, penggunaan legum tersebut dapat meningkatkan kecernaan protein pada ternak sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak domba
(Winugroho dan Widiawati, 2009).
Faktor lain yang mempengaruhi kecernaan yaitu kandungan anti nutrisi (tanin) dan lignin dalam ransum. Tanin dapat berikatan dengan membentuk ikatan kompleks protein-tanin, sehingga protein sulit dicerna oleh mikroba. Pencernaan bahan makanan di dalam rumen dipengaruhi oleh jenis dan populasi mikroorganisme rumen, kondisi anatomis dan fisiologis dari hewan, kandungan zat makanan, umur
11
ternak, jumlah makanan yang dikonsumsi, pengolahan bahan makanan, dan waktu tinggal makanan di dalam rumen (Dayal et al., 1995). Hubungan kecernaan dan tingkat konsumsi, ada tiga kemungkinan, yaitu: (1) tidak ada hubungan, misal ruminan diberi silase yang banyak mengandung cairan, konsumsi silase dapat turun, (2) hubungan positif, pada domba dan sapi konsumsi erat kaitannya dengan kecernaan, (3) hubungan negatif, hal ini dapat ditemui pada bahan makanan yang berkualitas tinggi yang tidak banyak mengandung serat. Bila makanan sukar dicerna, misal mengandung lignin dan silika, maka relatif banyak energi bahan makanan yang keluar dalam bentuk feses. Lemak dan minyak dapat menurunkan kecernaan ransum dalam rumen, hal ini terlihat pada ransum yang berkadar hijauan tinggi, akan tetapi kecernaan karbohidrat yang mudah dicerna dan lemak itu sendiri akan meningkat (Parakkasi, 1999). Volatile Fatty Acid (VFA) Volatile Fatty Acid (VFA) yang biasa disebut asam lemak terbang merupakan salah satu produk fermentasi karbohidrat di dalam rumen yang menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia, dan dapat menyumbang 55-60% dari kebutuhan energi. Konsentrasi VFA pada cairan rumen dapat digunakan untuk kebutuhan energi, serta dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas mikroba rumen (Parakkasi, 1999). Karbohidrat pakan di dalam rumen mengalami dua tahap pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Tahap pertama, karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi monosakarida, seperti glukosa, fruktosa, pentosa. Selanjutnya, gula sederhana tersebut dipecah menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO2, dan CH4 (McDonald et al., 2002). Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminanasia akan menghasilkan energi berupa VFA antara lain yang utama yaitu asetat, propionat, dan butirat dengan perbandingan di dalam rumen berkisar pada 65% asetat, 20% propionat, dan 5% valerat. VFA kemudian diserap melalui dinding rumen melalui penonjolanpenonjolan yang menyerupai jari yang disebut dengan vili. Sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan tetap diserap langsung ke retikulo-rumen masuk ke
12
darah, sekitar 10%-20% diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5% diserap di usus halus (France dan Dijkstra, 2005). VFA ini penting untuk pertumbuhan mikroorganisme yang membantu mencerna serat kasar dalam rumen serta sebagai sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba (Sakinah, 2005). VFA total menunjukkan jumlah pakan (terutama karbohidrat yang merupakan prekursor VFA total) yang difermentasikan oleh mikroba rumen. Produksi VFA total yang dihasilkan dalam rumen sangat bervariasi tergantung pada ransum yang dikonsumsi dan lama waktu seletlah makan yaitu antara 70-150 mM (McDonald et al., 2002). Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan optimal rumen adalah 80-160 mM (Sutardi, 1980). Menurut penelitian yang dilakukan Sakinah (2005), semakin sedikit produksi VFA yang dihasilkan maka semakin sedikit pula protein dan karbohidrat yang mudah larut. Penurunan VFA diduga berhubungan dengan peningkatan kecernaan zat makanan, dimana VFA tersebut digunakan sebagai sumber energi mikroba untuk mensintesis protein mikroba dan digunakan untuk pertumbuhan sel tubuhnya. Ammonia (NH3) Amonia merupakan hasil perombakan protein pakan menjadi peptida dan asam amino oleh mikroba rumen dan hidrosisurea (Perry et al., 2003). Menurut Sakinah (2005) Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis protein mikroba. Pertumbuhan mikroba rumen dapat mencapai optimum apabila jumlah protein asal pakan yang terdegradasi dalam rumen sekitar 14-15% BK (Rimbawanto et al., 2001). Produksi NH3 tergantung pada kelarutan protein ransum jumlah protein ransum, lamanya makanan di dalam rumen, dan pH rumen. Arora (1989) menyatakan bahwa produksi amonia dalam rumen sangat tergantung sifat protein pakan untuk didegradasi oleh mikroba rumen. Proporsi protein pakan yang masuk ke dalam tubuh perlu di atur untuk menghindari adanya produksi amonia berlebih. Amonia yang melebihi 5 mg% akan diserap dan disekresikan dalam urine. Untuk mencegah dampak yang buruk dari pemenuhan nitrogen amonia asal urea. Menurut Sutardi (1980), produksi NH3 di dalam rumen akan diproduksi terus-menerus
13
walaupun sudah terjadi akumulasi. Menurut McDonald et al., (2002), proporsi protein pakan yang mendukung pertumbuhan mikroba rumen maupun ternak terdiri atas protein yang mudah didegradasi sebesar 70-80% dan 30-40% berupa protein yang lebih sulit didegradasi. Protein yang mudah larut dapat berasal dari pakan hijauan yang kaya akan protein, pakan bentuk bungkil, dan bijian. Konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 85-300 mg/l atau 6-21 mM (McDonald et al., 2002).
14
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J), Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan selama 4 bulan, terdiri dari 2 minggu masa adaptasi dan 3 minggu masa pemeliharaan. Materi Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah ternak domba jantan dengan umur ± 6 bulan dengan rataan berat badan 13,95±1,46 kg sebanyak 20 ekor, yang dibagi ke dalam 4 kelompok berdasarkan bobot badan. Ternak domba yang ada dikandangkan secara individu. Tiap kandang individu dilengkapi dengan tempat minum dan tempat pakan. Alat yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain kandang domba individu, timbangan digital, timbangan pegas, ember, pompa vacum penyedot cairan rumen, oven 105 0C, tanur, sentrifuse, spektrofotometer, labu Erlenmeyer, labu ukur. Bahan yang digunakan Bahan kimia yang digunakan yaitu seperangkat bahan kimia yang digunakan untuk menganalisis protein, lemak, serat bahan pakan dan feses, serta VFA, NH3. Ransum Bahan makananan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari rumput Brachiaria
humidicola,
gamal
(Gliricidia
sepium),
lamtoro
(Leucaena
leucocephala), dan konsentrat. Komposisi nutrien rumput BH, gamal, lamtoro, konsentrat, dan ransum total disajikan pada Tabel 2.
15
Tabel 2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penelitian (%BK) Komposisi nutrien Bahan Pakan
Abu
Lemak Kasar
Protein Kasar
Serat kasar
BETN
TDN
-------------------------------------- % ------------------------------------------Pakan komersial
11,28
6,61
11,98
8,87
61,26
75,45
Rumput
5,62
2,8
7,04
25,09
59,45
57,44
Gamal
8,14
3,62
17,89
13,38
56,96
70,85
Lantoro
7,44
4,31
18,88
17,32
52,05
69,4
Ransum 1
6,19
3,18
7,53
23,47
59,63
59,25
Ransum 2
6,42
3,28
8,64
22,69
58,96
60,19
Ransum 3
6,66
3,38
9,75
21,32
58,89
61,54
Ransum 4
6,89
3,48
10,86
20,25
58,52
62,75
Ransum 5
6,32
3,33
10,37
21,87
58,1
61,64
Keterangan : R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% Konsentrat, R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% Campuran Legume + 0% Konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume. Sumber : Hasil Analisis Proksimat Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2009).
Metode Pemeliharaan Ternak Ternak domba yang diteliti dibagi menjadi lima perlakuan dan empat kelompok sebagai ulangan. Ternak yang dipelihara dicukur bulunya dan diberi obat cacing. Ternak dipelihara selama 16 minggu dalam kandang individu. Adaptasi pakan (preliminary) dilakukan selama dua minggu, dan pada minggu ke tiga sampai ke enam belas dilakukan pengamatan. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 06.00 – 07.00 WIB dan pada sore hari pada pukul 16.00 – 17.00 WIB. Pakan diberikan dalam bentuk campuran antara rumput Brachiaria humidicola dan campuran leguminosa pohon (gamal dan lamtoro dengan rasio 3:1). Pemberian leguminosa dibatasi sampai 30% dalam ransum. Konsentrat diberikan sebanyak 10% dari bahan kering ransum kecuali kelompok ternak yang mendapat perlakuan hijauan penuh. Air minum diberikan ad libitum. Pemeliharaan ternak yang dikandangkan dapat dilihat pada Gambar 4.
16
Gambar 4. Domba Dipelihara pada Kandang Individu Koleksi Feses Pengambilan sampel feses dilakukan selama 7 hari yaitu pada minggu terakhir penelitian. Feses ditimbang sebagai bobot feses segar (awal), kemudian diambil 10% dari berat segar dan dijemur dibawah terik matahari untuk mendapatkan berat feses kering matahari. Feses yang telah terkumpul selama 7 hari kemudian dicampur dan diambil sampel sebanyak 10% lalu dimasukkan ke dalam oven 105oC selama 24 jam, kemudian digiling halus dan dilakukan analisa proksimat. Proses penjemuran feses dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses penjemuran feses Pengambilan Cairan Rumen Sampel cairan rumen diambil dua jam setelah makan. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan (stomach tube) yaitu dengan selang karet yang dimasukkan ke dalam mulut domba dengan posisi kepala dimiringkan ke atas kemudian cairan rumen diambil dengan cara dipompa dengan menggunakan pompa vaccum dan ditampung pada tabung selai yang telah diberi H2SO4 pekat sekitar 2-3 tetes, kemudian dibawa ke laboratorium untuk di sentrifuge.
17
Pengukuran Konsentrasi VFA Total Lima mililiter supernatan (berasal dari cairan rumen domba yang telah disentrifuge) dimasukkan ke dalam tabung destilasi, kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 15%. Dinding tabung dibilas dengan aquadest dan secepatnya ditutup dengan sumbat karet yang telah dihubungkan dengan pipa destilasi berdiameter ± 0,5 cm. Kemudian ujung pipa yang lain dihubungkan dengan alat pendingin Leibig. Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu didih yang telah berisi air mendidih tanpa menyentuh permukaan air tersebut. Hasil destilasi berupa VFA tertangkap dalam labu erlenmeyer yang telah diisi 5 ml NaOH 0,5 N. Proses destilasi selesai pada saat jumlah destilat yang ditampung mencapai +300 ml. Destilasi yang tertampung ditambah indikator phenophtalhein (pp) sebanyak 2-3 tetes, lalu dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan dari warna merah jambu menjadi tidak berwarna (bening). Konsentrasi VFA total diukur dengan rumus: Konsentrasi VFA total (mM) = (a-b) x N HCl x 1000/5 ml Keterangan:
a
: Volume titran blanko
b
: Volume titran sampel
Pengukuran Konsentrasi NH3 Pengukuran konsentrasi amonia cairan rumen dilakukan dengan tahapan pekerjaan diuraikan sebagai berikut: • Pembuatan Reagen Phenol Reagen Phenol dibuat dengan cara 5 gram sodium nitroferricianida dilarutkan dalam 0,5 liter aquades, kemudian ditambahkan 11 ml (90% w/v) larutan phenol lalu diaduk perlahan dan ditambahkan aqudes sampai volume larutan mencapai 1 liter dan diletakkan dalam botol gelas gelap. • Pembuatan Reagen Hypochlorite Reagen Hypochlorite dibuat dengan cara 0,15 gram sodium hidroksida dimasukkan ke dalam 2 liter aquades dan ditambahkan 113,6 gram disodium pospat heptathidrat (Na2HPO4.7H2O) ke dalam larutan sambil di aduk dan dipanaskan. Setelah didinginkan, kemudian ditambahkan 150 ml pemutih komersial Baycline (5,25% Sodium hypochlorite) dan diaduk rata. Lalu ditambahkan aquades sampai volume larutan mencapai 3 liter dan larutan diletakkan dalam botolm polyethylene yang terlindung dari cahaya.
18
• Pembuatan standar Larutan Amonium Pembuatan stok larutan Amonium 100 mM dengan cara melarutkan 0,6607 gram amonium sulfat ke dalam 100 ml HCl 1 N. Sebelum digunakan, amonuim sulfat dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven 1000C selama semalam. Kemudian untuk mendapatkan standar digunakan 1, 2, 4, 6, dan 8 mM yang dibuat dengan pengenceran larutan stok amonium yang telah dibuat sebelumnya. Pengukuran NH3 dilakukan dengan cara 0,05 ml sampel atau larutan standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2,5 ml reagen phenol dan 2 ml reagen hypochlorite diaduk secara merata. Setelah itu, tabung reaksi ditempatkan ke dalam pemanas air dengan suhu 950 C selama 5 menit lalu didinginkan. Untuk pembacaan dilakukan menggunakan spektrofotometer pada λ 630 nm. Penghitungan kadar amonia yang terkandung dengan memasukkan hasil pembacaan pada spektrofotometer ke dalam persamaan yang didapat dari pembacaan kurva standar larutan amonium. Perlakuan Adapun susunan ransum percobaan adalah sebagai berikut : R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% konsentrat (kontrol) R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% campuran legum + 10% konsentrat R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% campuran legum + 10% konsentrat R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% campuran legum + 10% konsentrat R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% campuran legum Campuran leguminosa pohon terdiri dari gamal dan lamtoro. Konsentrat yang digunakan merupakan campuran dari bahan jagung kuning, dedak gandum, dedak padi, bungkil kacang kedelai, bungkil kelapa, vitamin dan mineral. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan model matematik sebagai berikut (Steel and Torrie, 1993): Yij = µ + τi + ßj+ εij Keterangan : Yij
= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= nilai rataan umum 19
τi
=pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
εij
= galat perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
i
= perlakuan yang diberikan (R1, R2, R3, R4, R5)
j
= ulangan dari masing-masing perlakuan (U1, U2, U3, U4). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analysis of variance
(ANOVA) dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan diuji dengan Duncan Multiple Range Test. Peubah yang diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu konsumsi nutrien, persentase kecernaan nutrien, kecernaan absolut serta konsentrasi VFA dan NH3 cairan rumen. Konsumsi pakan Konsumsi pakan dihitung dari selisih pemberian dikurangi sisa, sedangkan konsumsi pakan per ekor per hari selama penelitian diperoleh dari konsumsi total selama penelitian dibagi lama penelitian (120 hari). Konsumsi pakan (g) = pemberian (g) – sisa (g) Konsumsi pakan (kg/ekor/hari) = konsumsi selama pemeliharaan (kg/ekor) lama penelitian Kecernaan Nutrien (Metode AOAC, 1999) Persen kecernaan di ukur berdasarkan metode Koleksi Total yang dilakukan pada 7 hari terakir masa penelitian. Adapun rumus yang digunakan adalah : % Kecernaan Nutrien = a–b x 100% a Keterangan:
a = Nutrien yang dikonsumsi (g) b = Nutrien difeses (g)
Kecernaan Absolut Kecernaan absolut dihitung dari konsumsi pakan per ekor per hari dikalikan dengan persen kecernaan nutrien. Kecernaan absolut (g/e/h) = konsumsi pakan (g) x % kecernaan nutrien
20
Konsentrasi VFA Total Konsentrasi VFA total diukur menggunakan teknik steam destilation, dengan menggunakan prinsip asam-basa (General Laboratory Procedures, 1966). Konsentrasi NH3 Pengukuran
konsentrasi
amonia
cairan
rumen
dilakukan
dengan
menggunakan metode phenol hypochlorite assay (General Laboratory Procedures, 1966).
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah pakan yang dimakan oleh ternak. Zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok maupun untuk kebutuhan produksi (Tillman et al., 1991). Oleh karena itu perbaikan kualitas pakan diharapkan dapat meningkatkan konsumsi bahan kering pakan. Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukkan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar zat makanan dalam pakan untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Tabel 3. Rataan Konsumsi Nutrien Domba di UP3J (g/e/h) Ransum Perlakuan Peubah
R1
R2
R3
R4
R5
KBK
612,10±24,66
597,62±68,23
567,10±48,71
573,40±16,95
572,76±38,18
KPK
45,39±1,70a
49,50±4,89ab
52,48±3,47bc
58,10±1,21d
55,67±2,81cd
KLK
18,91±0,67
18,95±1,93
18,52±1,38
19,15±0,48
17,34±1,08
KSK
146,04±6,29
137,24±16,97
124,45±12,16
120,82±4,23
128,30±9,46
Keterangan: KBK=Konsumsi Bahan Kering, KLK=Konsumsi Lemak Kasar, KPK=Konsumsi Protein Kasar, KSK=Konsumsi Serat Kasar, R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% Konsentrat, R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% Campuran Legume + 0% Konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01).
Konsumsi Bahan Kering Hasil analisis konsumsi nutrien pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian rumput Brachiaria humidicola (BH) dengan campuran legum pohon yaitu Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi bahan kering. Konsumsi bahan kering yang didapatkan berkisar antara 567,10612,10 g/e/h, yaitu sekitar 4,1% dari bobot badan. NRC (1985) menyatakan bahwa domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan bahan kering sebesar 500-1000 g/e/h atau 4-5% dari bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa semua domba mampu mengkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan, walaupun ditemukan adanya senyawa sekunder pada lamtoro dan gamal yaitu mimosin dan kumarin (Norton, 1998). 22
Konsumsi Protein Kasar Berdasarkan hasil sidik ragam konsumsi protein kasar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) akibat pemberian jumlah rumput dan legum yang berbeda. Nilai rataan konsumsi protein kasar pada kelima perlakuan setara dengan nilai kebutuhan protein yang disarankan oleh Haryanto dan Djajanegara (1993) bahwa domba dengan bobot hidup 14 kg dan dengan kenaikan bobot hidup harian 50 g membutuhkan protein kasar 33,2 g/e/h. Terpenuhinya nilai konsumsi PK dikarenakan pakan campuran rumput dengan legum berupa daun lamtoro dan gamal cukup baik digunakan sebagai pakan ternak. Konsumsi protein kasar tertinggi yaitu pada perlakuan R4 sebesar 58,10 g/e/h, yang disebabkan adanya penambahan 30% legum. Manurung (1996) melaporkan bahwa penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai suplemen ransum ruminansia dapat meningkatkan konsumsi protein. Syamsu (2003) menyatakan bahwa pemberian legum memberikan pengaruh positif yang dapat meningkatkan palatabilitas ransum sehingga konsumsi pakan meningkat yang juga sejalan dengan meningkatnya konsumsi protein kasar. Konsumsi protein kasar terendah pada perlakuan R1 yaitu sebesar 45,39 g/e/h. Rendahnya konsumsi PK pada R1 disebabkan oleh ransum yang dominan rumput 90% dan konsentrat 10%, selain itu juga disebabkan oleh rendahnya kualitas protein hijauan mengakibatkan tidak mampu mencukupi kebutuhan protein ternak. Menurut Agni (2005), rendahnya konsumsi protein kasar pada ransum dengan hijauan tinggi diduga karena sifat voluminous yang menyebabkan ruang rumen penuh sehingga tingginya kandungan SK dalam ransum dapat menghambat penggunaan zat makanan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan nutrien seperti protein kasar. Konsumsi Lemak Kasar Hasil analisa statistik konsumsi lemak kasar tidak menunjukkan pengaruh secara nyata oleh perlakuan. Konsumsi lemak kasar yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 17,34-19,15 g/e/h. Tidak adanya perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kandungan nutrien lemak pada tiap perlakuan, hanya berkisar 3,10%-3,50% dan konsumsi bahan kering juga tidak berbeda. Gunawan (2005), menyatakan bahwa domba yang diberi ransum dengan proporsi 75% hijauan berupa rumput lapang dan 25% konsentrat dapat mengkosumsi lemak kasar sebesar 31,12 g/e/h, dikarenakan kandungan lemak ransum yang tinggi sebesar 13,92%.
23
Konsumsi Serat Kasar Konsumsi serat kasar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Konsumsi serat kasar yang didapatkan dalam penelitian ini berkisar antara 120,82-146,06 g/e/h. Rendahnya konsumsi serat kasar diduga karena rendahnya kandungan serat kasar dalam ransum (20,25%-23,47%). Menurut Sulastri (2009) konsumsi serat kasar domba yang diberi ransum dengan proporsi 70% hijauan dan 30% konsentrat berkisar antara 179,38-240,39 g/e/h. Ransum dengan kandungan serat kasar cukup tinggi sekitar 31% bahan kering dapat meningkatkan konsumsi serat kasar sebesar 145,19-156,61 g/e/h (Priyanti, 2006). Kecernaan Nutrien Kecernaan merupakan jumlah pakan yang diserap oleh tubuh hewan atau jumlah pakan yang tidak diekskresikan dalam feses (McDonald et al., 2002). Menurut Tillman et al., (1998) kecernaan adalah suatu bagian zat makanan yang tidak diekskresikan melalui feses, dimana bagian lainnya diserap oleh tubuh ternak yang dinyatakan dalam persentase bahan kering maka disebut dengan koefisien cerna. Tabel 4. Rataan Kecernaan Nutrien Domba di UP3J (%) Ransum Perlakuan Peubah R1
R2
R3
R4
R5
KCBK
73,85±2,51b
70,59±3,39ab
72,29±5,23ab
66,96±4,26a
67,40±1,94a
KCPK
71,68±0,66
68,11±3,22
70,39±4,42
66,99±4,08
68,29±1,69
KCLK
79,04±7,95
74,62±7,79
69,33±7,33
71,50±5,63
62,00±8,65
KCSK
73,32±2,95
70,04±5,83
68,34±7,32
62,20±7,00
62,58±1,99
Keterangan: KCBK=Kecernaan Bahan Kering, KCLK=Kecernaan Lemak Kasar, KCPK=Kecernaan Protein Kasar, KCSK=Kecernaan Serat Kasar, R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% Konsentrat, R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).
Kecernaan Bahan Kering Data kecernaan bahan kering domba di UP3J yang terdapat pada Tabel 4 adalah 66,96%-73,85%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Firdus (2004), yakni sebesar 54,32%-61,87% untuk kecernaan bahan kering domba yang diberi leguminosa. Kecernaan bahan kering dari hasil analisis 24
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Nilai kecernaan bahan kering tertinggi yaitu pada perlakuan R1 , yaitu sebesar 73,85%, sedangkan untuk nilai kecernaan bahan kering yang terendah terdapat pada domba yang diberi perlakuan R4, yaitu sebesar 66,69%. Pada perlakuan R2 dan R3 menunjukkan bahwa nilai kecernaan bahan kering lebih rendah dari perlakuan R1 dan lebih tinggi dari perlakuan R4. Rendahnya nilai kecernaan bahan kering ini diduga karena sebagian pakan yang dikonsumsi diretensi melalui urin, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Selain itu, adanya kandungan anti nutrisi dalam jumlah rendah pada legum dapat memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan kering. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Norton (1998), bahwa adanya kandungan anti nutrisi yang ada di dalam legum dapat memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan kering. Kecernaan Protein Kasar Kecernaan protein kasar sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas protein pakan. Hasil analisis kecernaan protein tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Data kecernaan protein kasar menunjukkan bahwa kecernaan protein kasar yang didapatkan dalam penelitian ini masih berada dalam kisaran normal, yaitu 62%79,04%. Menurut Manurung (1996) kisaran normal kecernaan protein yaitu antara 43,70%- 71,94%, sedangkan Ginting (2000) menyatakan bahwa kecernaan protein kasar domba yang diberi hijauan berkisar antara 38,19%-51,07%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian legum belum memberikan pengaruh pada kecernaan protein kasar yang disebabkan karena rendahnya konsumsi protein kasar dan kualitas hijauan yang kurang baik sehingga menyebabkan kandungan protein dalam ransum juga ikut menurun. Selain itu rendahnya kecernaan protein kasar diukur dari tingginya kandungan N (nitrogen) feses. Hal ini menunjukkan bahwa ternak tidak dapat memanfaatkan protein dengan baik sehingga langsung dikeluarkan lewat feses. Russel et al. (1992) melaporkan bahwa rendahnya kecernaan protein kasar pada hijauan karena protein dalam sel tumbuhan berada di dalam isi sel sehingga untuk mencernanya harus memecah dinding sel tumbuhan terlebih dahulu. Kecernaan Lemak Kasar Data kecernaan lemak kasar adalah sebesar 66,99%-71,68%. Hasil analisa ini tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Menurut Oktosari, (2009) kecernaan 25
lemak kasar pada domba yang diberi hijauan dan konsentrat berkisar antara 87,08%93,68%. Kecernaan lemak kasar yang rendah diduga karena bentuk lemak dari ransum yang digunakan berbeda, dan pada hijauan lebih sulit untuk didegradasi sehingga lemak yang diserap lebih sedikit, sedangkan pada konsentrat, lemak diserap dalam bentuk trigliserida sehingga lemak dari biji-bijian (konsentrat) lebih banyak diserap oleh usus halus. Pernyataan tersebut sejalan dengan Harfoot dan Hazlewood (1997), bahwa faktor yang mempengaruhi rendahnya kecernaan lemak kasar adalah kandungan lemak pada hijauan yang berupa glikolipid lebih sulit dicerna dibandingkan dengan konsentrat. Lemak dalam konsentrat dapat dicerna oleh enzim lipase sedangkan lemak yang berbentuk glikolipid memerlukan enzim glikolipase yang kemudian baru bisa dicerna oleh lipase. Kecernaan Serat Kasar Data kecernaan serat pada domba yang diberi pakan rumput Brachiaria humidicola, gamal, lamtoro dan konsentrat adalah sebesar 62,20%- 73,32%. Nilai kecernaan serat kasar yang didapatkan berada dalam kisaran yang dilaporkan oleh Sulastri (2009), bahwa kecernaan serat kasar domba yang diberi ransum dengan proporsi 70% hijauan dan 30% konsentrat berkisar antara 68,25%-74,75%. Hasil analisa statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan populasi selulolitik dengan perbedaan proporsi kandungan serat kasar tiap ransum yang mengakibatkan laju pakan meningkat sehingga kecernaan serat kasar menjadi rendah (Bach et al., 2005). Ibrahim et al. (1995) melaporkan bahwa kecernaan serat kasar yang rendah sebagai akibat dari proporsi lignin yang tinggi didaerah tropis dengan pemberian pakan hijauan dan pakan konsentrat menyebabkan laju pergerakan zat makanan tinggi, sehingga kerja enzim tidak optimal serta dapat mengakibatkan sejumlah zat makanan tidak dapat didegadasi dan diserap oleh tubuh. Kecernaan Absolut Nilai rataan kecernaan absolut yang dihasilkan dari penelitian ini tercantum dalam Tabel 5. Hasil analisa kecernaan absolut pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
26
Tabel 5. Rataan Kecernaan Absolut Domba di UP3J (g/e/h) Ransum Perlakuan Peubah R1
R2 b
R3 ab
R4 ab
R5 a
KABK
451,55±2,82
420,68±37,78
408,98±32,00
384,32±33,10
386,37±32,97a
KAPK
32,53±1,07a
33,67±3,05ab
36,87±2,19bc
38,93±3,02c
38,04±2,51c
KALK
14,93±1,38b
14,07±1,44b
12,76±0,55ab
13,71±1,36b
10,80±1,94a
KASK
106,95±1,56c
96,02±13,19bc
84,71±8,47ab
75,27±10,20a
80,31±6,59a
Keterangan: KABK=Kecernaan Absolut Bahan Kering, KAPK=Kecernaan Absolut Protein Kasar, KALT=Kecernaan Absolut Lemak Kasar, KASK=Kecernaan Absolut Serat Kasar, R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% Konsentrat, R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume. Superskrip yang berbeda pada baris
yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).
Kecernaan Absolut Bahan Kering Kecernaan absolut bahan kering tertinggi yaitu pada domba yang diberi perlakuan R1 sebesar 451,55 g/e/h, sedangkan untuk nilai kecernaan absolut bahan kering terendah pada domba yang perlakuan R4 sebesar 384,32 g/e/h. Nilai ini setara dengan yang dilaporkan oleh Firdus (2004), yakni sebesar 377,74-458,25 g/e/h. Namun nilai tersebut lebih besar dari yang dilaporkan oleh Ginting (2000), bahwa domba yang mengkonsumsi hijauan mampu mencerna bahan kering sebesar 180,17269,29 g/e/h. Tingginya kecernaan absolut bahan kering pada perlakuan R1 diduga karena ransum yang diberikan dominan rumput, selain itu semakin tinggi kecernaan absolut bahan kering maka semakin tinggi pula peluang nutrien yang dapat dimanfaatkan untuk produktifitas ternak, sedangkan rendahnya kecernaan absolut bahan kering pada perlakuan R4 diduga karena adanya kandungan anti nutrisi sebagai akibat penambahan 30% legum sehingga berpengaruh terhadap kecernaan absolut bahan kering. Kecernaan Absolut Protein Kasar Hasil analisa kecernaan absolut protein kasar pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Nilai kecernaan absolut protein kasar pada Tabel 5 terlihat bahwa kecernaan absolut protein kasar tertinggi terdapat pada perlakuan R4 yaitu sebesar 38,93 g/e/h, sedangkan kecernaan absolut protein kasar yang terendah pada perlakuan R1 yaitu sebesar 32,53 g/e/h. kecernaan absolut protein kasar yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih rendah dari kecernaan absolut protein kasar yang dilaporkan oleh Firdus (2004) bahwa kecernaan absolut
27
protein kasar pada domba yang diberi leguminosa sebesar 44-55,38 g/e/h. Meningkatnya nilai kecernaan absolut protein kasar dari perlakuan R1 hingga R4 dalam penelitian ini sejalan dengan meningkatnya konsumsi protein, namun terjadi penurunan pada perlakuan R5. Aryogi et al., (2000) menyatakan bahwa pelayuan daun gamal akan menyebabkan perubahan stuktur protein menjadi lebih sukar larut, sehingga berpengaruh terhadap penurunan laju kecernaan. Kecernaan Absolut Lemak Kasar Hasil analisa statistik kecernaan absolut lemak kasar menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Pada Tabel 5 terlihat bahwa kecernaan absolut lemak kasar yang tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (14,93 g/e/h). Hasil tersebut lebih tinggi bila dibandingkan pada perlakuan R3 (12,76 g/e/h), sedangkan nilai kecernaan absolut lemak kasar yang terendah terdapat pada perlakuan R5 (10,80 g/e/h). Hal ini menunjukkan bahwa lemak yang ada dalam pakan dapat diserap dan dimanfaatkan oleh ternak. Selain itu lemak mempunyai peran yang cukup penting yaitu dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh ternak (Loosli, 1991). Kecernaan Absolut Serat Kasar Kecernaan absolut serat kasar yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Terlihat pada Tabel 5 nilai kecernaan absolut serat kasar pada perlakuan R1 lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain, diikuti oleh perlakuan R2, R3, R5 dan R4. Nilai ini lebih besar dari yang di laporkan oleh Ginting (2000), bahwa kecernaan absolut serat kasar pada domba yang diberi hijauan berkisar antara 57,43-83,88 g/e/h. Konsentrasi Amonia (NH3) dan VFA (Volatile Fatty Acid) Total Konsentrasi NH3 Amonia (NH3) merupakan hasil dari pemecahan protein pakan di dalam rumen menjadi peptida dan asam amino. Produk amonia, peptida dan asam amino akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (McDonald et al., 2002).
28
Tabel 6. Konsentrasi NH3 dan VFA Cairan Rumen Domba di UP3J (mM) Ransum Perlakuan Peubah
R1
R2
R3
R4
R5
NH3
3,02 ± 1,39
6,76±2,23
4,13±2,15
5,41±1,66
4,87±2,73
VFA total
126±24,47
85,00±9,7
79,75±10,78
126,25±44,40
135±46,45
Keterangan: R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% Konsentrat, R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% Campuran Legume + 0% Konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume + 10% Konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legume.
Data analisa konsentrasi amonia yang terdapat pada Tabel 6 menunjukkan hasil yang rendah yaitu 3,02-6,76 mM. Menurut McDonald et al., (2002) kadar amonia yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen berkisar antara 6-21 mM. Hasil penelitian ini kurang lebih sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati et al. (2000) bahwa produksi amonia yang dihasilkan masih berada dalam kisaran yaitu 3,71-6,50 mM. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak menyebabkan perbedaan yang nyata. Rendahnya kadar NH3 yang dihasilkan disebabkan rendahnya konsumsi protein, selain itu diduga karena proses degadasi protein pakan lebih lambat daripada proses pembentukan protein mikroba. Sintesis protein mikroba tergantung pada kecepatan pemecahan nitrogen makanan, kecepatan absorsi amonia pada dinding rumen dan asam-asam amino, kecepatan alir bahan keluar dari rumen, kebutuhan mikroba akan asam amino dan jenis fermentasi rumen berdasarkan jenis makanan (Arora, 1989). VFA Total Volatile Fatty Acid (VFA) yang biasa disebut asam lemak terbang atau asam lemak atsiri merupakan salah satu produk fermentasi karbohidrat di dalam rumen yang menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia (Parakkasi, 1999). Sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan tetap diserap langsung ke retikulo-rumen masuk ke darah, sekitar 10%-20% diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5% diserap di usus halus (France et al., 2005). Data konsentrasi VFA yang terdapat pada Tabel 6 berkisar antara 79,75-135mM. Hasil analisa ini tidak menunjukkan hasil yang nyata. Menurut McDonald et al., (2002), kisaran normal konsentrasi VFA yaitu antara 70-150 mM.
29
Dalam Tabel 6 terlihat bahwa dengan adanya penambahan 30% legum dapat meningkatkan nilai kandungan VFA. Hal ini dikarenakan penggunaan legum pohon selain untuk mensuplai protein, juga dapat mensuplai karbohidrat dalam bentuk selulosa dan hemiselulosa sebagai sumber pembentuk VFA. Salawu et al. (1997) melaporkan bahwa nilai konsentrasi VFA selain ditentukan dari karbohidrat dalam bentuk serat kasar, dapat juga ditentukan dari unsur karbon yang terdapat dalam protein, sehingga semakin tinggi legum dalam ransum maka konsentrasi VFA juga semakin tinggi, walaupun secara statistik menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.
30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian rumput Brachiaria humidicola dan legum pohon (Gliricidia sepium dan Leucaena luecocepala) dengan rasio 60%, 30%, dan 10% dapat meningkatkan konsumsi protein kasar dan kecernaan absolut protein kasar, tetapi menurunkan kecernaan bahan kering dan kecernaan absolut bahan kering, lemak serta serat kasar, namun tidak memberikan pengaruh terhadap persentase kecernaan protein kasar, lemak kasar, serat kasar serta VFA dan NH3 cairan rumen domba di UP3J. Saran Perlu adanya perbaikan kualitas hijauan di UP3J. Pengambilan hijauan dengan cara cut and carry belum dapat memberikan hasil yang baik untuk ternak yang dipelihara di kandang, oleh karena itu pemeliharaan domba di UP3J sebaiknya dengan cara digembalakan.
31
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan lindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. selaku dosen pembimbing anggota yang selalu sabar dalam mengarahkan, membimbing dan memberi motivasi selama penelitian sampai penulisan skripsi ini terselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nahrowi Ramli, MSc selaku dosen pembahas seminar, Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti. S, M.Si dan Ir. Sri Rahayu, M.Si sebagai dosen penguji sidang yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis. Rasa hormat, sayang dan terima kasih sebesar-besarnya penulis haturkan kepada kedua orang tua, kakak (Mas Agus, Mbak Ninuk, Mas Didit), eyang serta Dian atas kasih sayang, doa, motivasi, dan selalu menguatkan penulis dalam menghadapi segalanya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bu Nanik, Pak Koweri, Pak Iyas, Bu Endang yang telah membantu selama penelitian di lapang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman penelitian Jonggol yaitu Fani, Rani, Bara, Heru dan Indra atas kerjasama, pengertian, dan kesabarannya dalam membantu penelitian. Kepada teman-teman yang turut membantu dalam penelitian ini (Adi, Fajar, Ainol, Ana) dan seluruh mahasiswa INTP khususnya angkatan 43 yang telah memberikan dukungan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat yang telah membiayai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Unggulan IPB dengan No Kontrak 41/13.24.4/SPK/BGPSN/2009, serta kepada teman-teman Wisma QQ yaitu Helen, Yuli. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Tuhan selalu membalas amal baiknya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan civitas akademika.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
32
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, B.M. 2008. Preminary observation of malin sheep productivity and growth at mardi station, Kluang, Johore in Proseding 13th Annual Conference of the Malaysian Society of Animal Production: Malacca, Malaysia, pp. 260-265. Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta. Agni. 2005. Pemberian berbagai tingkat ampas teh terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan protein, dan retensi nitrogen domba lokal jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor. AOAC [Association of Official Analytical Chemist]. 1999. Offical Methods of Analysis. Ed ke-16. AOAC International. Washington. Aregheore, E.M. 2000. Crop residues and agroindustrial byproduct in four Pasific Island countries: availability, utilization and potensial value in ruminant nutrition. Asian-Aust. J. of Anim. Sci.13 (Supplement B): 266-269. Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Aryogi, U. Umiyasih, B. Tangendjaja & E. Wina. 2000. Kecernaan bahan kering dan protein kasar daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) secara in Sacco pada sapi potong. Pros. Sem. Nas. Peternakan dan Veteriner. 304-308. Bach, A., S. Calsamiglia & M. D. Stern. 2005. Metabolism in the rumen. J. Dairy Sci. 88: 9-21. Dayal, J. S., C. Sreedhar, T. J. Reddy & N. P. Purushotam. 1995. Comparative nutritive evaluation of maize husk in sheep and goat. Indian Vet. J. 72 : 10451049. Direktorat Bina Perbibitan. 1998. Petunjuk Teknis Pengembangan Pembibitan Pedesaan Kambing dan Domba. Cetakan kedua. Departemen Pertanian. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta. Food and Agriculture Organization (FAO). 2004. Conserving and Developing Farm Animal Diversity. Secretariat of The Report on The State of The Word’s Animal Gnetic Resource. Rome. Firdus, D.A. Astuti & E. Wina. 2004. Pengaruh kondisi fisik kaliandra dan campurannya dengan gamal segar terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien pada domba. JITV 9(1): 12-16. Firdus. 2008. Pengaruh formulasi pakan hijauan (Kaliandra, Gamal, Rumput Gajah) terhadap distribusi protein dalam saluran pencernaan domba. J. Agripet. 8 (2) : 31-34. France. J & J. Dijkstra. 2005. Volatile Fatty Acid Production. In: J. Dijkstra, J. M. Forbes and J. France (Eds). Quantitative Aspect For Ruminan Digestion and Metabolism. 2nd Edition. ISBN 0-85199-8143. CABI Publishing. London. General L. P. 1966. Department of Dairy Science. University of Wisconsin. Madison.
33
Ginting P. M. 2000. Pengaruh penambahan daun widuri pada pakan basal rumput kume terhadap pertambahan berat badan domba jantan. Buletin Peternakan Vol. 24 (3): 103-109. Gunawan. A. A. 2005. Kecukupan energi metabolis pakan domba garut jantan pada fase pertumbuhan. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Harfoot, C. G. & G. P. Hazlewood. 1997. Lipid metabolism in the rumen. In: P. N. Hobson and C. S. Stewart. (Eds.). The rumen microbial ecosystem. Blackie academic & Professional. London. Haryanto, B & A. Djajanegara. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat–Zat Makanan Ternak Ruminansia Kecil. Dalam : Wodzicka-Tomaszewska, Manika. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Hiendleder S, K. Mainz, Y. Plante, & H. Lewalski. 1998. Analysis of mitochondrial DNA indicates that domestic sheep are derived from two different ancestral maternal sources: no evidence for contributions from urial and argali sheep. J. of Heredity. Mar-Apr ; 89(2):113-120. Hudallah, C. M. S. 2007. Persentasi karkas dan non karkas domba lokal jantan dengan metode pemberian pakan yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner, Bogor. 21-22 Agustus 2007: 487-494. Ibrahim, M. N. M., S. Tammiga & G. Zemmelink. 1995. Degradation of tropical roughages and concentrate feeds in the rumen. Anim Feed Sci. Tech. 54: 1-9. Iniquez L., W. A. Pattie, & B. Gunawan. 1993. Aspects of sheep breeding with particular emphasis on humid tropical enviroments. In: Wodzicka MT, Mastika IM, Djajanegara A, Gardiner S, Wiradaya TR, editor. Goat and Sheep Production in Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Jarmuji. 2008. Identifikasi produktifitas induk domba yang digembalakan sebagai dasar kriteria seleksi di Unit Pendidikan Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Karti, P. D. M. H. 1998. Klasifikasi, Morfologi dan Pengenalan Jenis Rumput dan Legum. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Khoerunnisa. 2006. Studi komparatif metabolisme nitrogen antara domba dan kambing lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Loosli, J. K. 1991. History of the development of animal nutrition. In: Putnam, P. A. (Ed). Handbook of Animal Science. Academic Press, Inc. Department of Animal Science Cornell University. pp. 25-60. Mackie, R. I., C. S. McSweeney & A. V. Klieve. 2002. Microbial ecology of the ovine rumen. In: M. Freer dan H. Dove (Ed.). Sheep Nutrition. CSIRO Plant Indusrty. Canberra Autralia. p: 73-80. Manurung T. 1996. Penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai sumber protein ransum sapi potong. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 1 (3) : 143-148.
34
Mathius, I. W. 1991. Tanaman gliricidia sebagai bank pakan hijauan untuk makanan kambing dan domba. Wartazoa. 2 (1-2) 5-10. Mathius, I. W. 1992. Penggunaan hijauan gliricidia sebagai pakan pengganti hijauan lamtoro untuk makanan ternak: Suatu tinjauan. J. Litbang. Pertanian. 11 (1) 1-6. Mathius, I. W. 1993. Tanaman lamtoro sebagai bank pakan hijauan yang berkualitas untuk kambing dan domba. Wartazoa. 3 (1) : 26-39. McDonald, P., R. Edwards, & J. Geenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. New York. Miles, J.W., B.L. Mas, & C. B. do Valle. 1996. Brachiaria: Biology, Agronomy and Improvement. CIAT, Cali, Colombia. National Research Council. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Ed. National Academy Press. Washington DC. Norton, B.W. 1998. Anti-nutritive and Toxic Factors In Forage Tree Legums. Ch. 4.3. In: Forage Tree Legums in Tropical Agiculture, Eds. R.C. Gutteridge and H.M. Shelton. The Tropical Grassland Society of Australia Inc. Oktosari. G. 2009. Pemanfaatan limbah udang sebagai salah satu komponen ransum domba lokal jantan dan pengaruhnya terhadap kecernaan lemak, energi, dan retensi nitrogen. Skripsi. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta Perry, T. W., A. E. Cullison & R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding, 6th Edition. Prentice Hall of Upper Saddle River. New Jersey. Putri, E., & Marsetyo. 2006. Pengaruh penambahan daun lamtoro dan daun gamal terhadap konsumsi, subtitusi dan kecernaan pakan pada domba betina yang mendapatkan pakan dasar jerami jagung. J. Agroland 13 (12) : 209-213. Priyanti. 2006. Pengaruh pemberian feed supplement terhadap kecernaan nutrien domba lokal jantan yang diberi pakan basal rumput lapangan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Solo. Rahmawati D., T. Sutardi, & L. E. Aboenawan. 2000. Evaluasi in vitro penggunaan eceng gondok dalam ransum ruminansia. J. Media Peternakan. 23 (1) : 18-21. Rimbawanto, E. A., S. N. O. Suwandyastuti & N. Iriyanti. 2001. Pengaruh karbohidrat nonserat dan degradabel intake protein terhadap produk fermentasi rumen, kecernaan nutient dan kinerja domba lokal. J. Produksi Ternak 3(2) : 53-61. Rohmatin. 2010. Pengaruh penggunaan lamtoro sebagai pakan ternak domba. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Russel, J. B., P.J. Van soest, . D. O’Connors, & D, G Fox. 1992. A net carbohydrate and protein system for evaluating cattle diets : 1.Ruminal fermentation. J. Anim. Sci. 70:3351-3361.
35
Safarila. 2009. Produksi hijauan beberapa jenis leguminosa pohon untuk pakan ternak. J. Ilmu Ternak. 6 (2) : 25-31 Sakinah, D. 2005. Kajian suplementasi probiotik bermineral terhadap produksi VFA, NH3, dan kecernaan zat makanan pada domba. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salamena, & J. Fred. 2003. Strategi Pemuliaan Ternak Domba Pedaging di Indonesia. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salawu, M.B., T. Acamovic, C.S. Stewart, F.D. DeB. Hovell, & I. McKay. 1997. Assessment of the nutritive value of calliandra calothyrsus: In Sacco degadation and in vitro gas production in the presence of Quebracho tannins with or without Browse Plus. Anim. Feed Sci. and Tech. 69:219-232. Schultze-Kraft, R & J.K Teitzel. 1992. Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick. In: 't Mannetje, L. and Jones, R.M. (eds) Plant Resources of South-East Asia No. 4. Forages. pp. 62-64. (Pudoc Scientific Publishers, Wageningen, the Netherlands). Skerman, P. J & F. Riveros. 1990. Tropical grasses. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Roma. Statistik Peternakan. 2008. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Bandung. Steel, R. G. D., & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan : M. Syah. PT. Gamedia Pustaka Utama. Jakarta. Subandriyo, B. Setiadi, TD. Soedjana, & P. Sitorus. 1994. Produktivitas usaha ternak domba di pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Subandriyo, & A. Djajanegara. 1996. Potensi produktivitas ternak domba di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Petenakan dan Veteriner. Departemen Pertanian. Bogor. Sulastri. S. 2009. Pengaruh penggunaan ampas tempe dalam ransum terhadap kecernaan nutrien domba lokal jantan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Solo. Sutardi, T. 1980. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi produktifitas ternak. Proc. Seminar penelitian dan penunjang pengembangan peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syamsu, J. A. 2003. Kajian fermentasi jerami padi dengan probiotik sebagai pakan sapi Bali di Sulawesi Selatan. J. Ilmu Ternak. 3 (2) : 26-35. Tangendjaja, B., E. Wina & I. W. R. Susana. 1991. Komposisi dan sifat kimia daun gamal. Dalam Gamal (Gliricidia sepium) dan pemanfaatannya. E. Wina dan S. Syahgiar (penyunting). Balai Penelitian Ternak. Bogor. 17-28. Tangendjaja, B., E. Wina, T. Ibrahim & B. Palmer. 1992. Kaliandra dan Pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak dan ACIAR. Bogor. 56.
36
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. 422. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Ledbosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cet ke-6. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Winugoho, M & Y. Widiawati. 2009. Keseimbangan nitrogen pada domba yang diberi daun leguminosa sebagai pakan tunggal. J. Ilmu Peternakan. 13 (1) : 613. Wiliamson, M & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Anova Konsumsi Bahan Kering SK Perlakuan Kelompok Eror Total
db 4 3 12 19
Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
JK KT 5989,19 1497,296 11903,39 3967,797 16270,28 1355,857 34162,86
Fhit 1,10432 2,92641
F0,05 F0,01 3,259167 5,411951 3,490295 5,952545
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 2. Anova Konsumsi Protein Kasar SK Perlakuan Kelompok Eror Total
db 4 3 12 19
Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
JK KT 401,99 100,4975 60,85 20,2833 83,73 6,9775 54553,30
Fhit 14,4031 2,9070
F0,05 F0,01 3,259167 5,411951 3,490295 5,952545
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 3. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Protein Kasar Superskrip alpha = 0,01 perlakuan 1 2 3 5 4 Sig.
N 4 4 4 4 4
1 45,3875 49,5025
,081
2 49,5025 52,4825
,195
3
52,4825 55,6750 ,167
4
55,6750 58,0875 ,289
Lampiran 4. Anova Konsumsi Lemak Kasar SK Perlakuan Kelompok Eror Total Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
db 4 3 12 19
JK 8,41 9,45 13,05 6898,61
KT 2,1025 3,15 1,0875
Fhit 1,9333 2,8966
F0,05 F0,01 3,259167 5,411951 3,490295 5,952545
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
39
Lampiran 5. Anova Konsumsi Serat Kasar SK Perlakuan Kelompok Eror Total
db 4 3 12 19
JK KT 1673,1928 418,2982 741,0106 247,0035 1007,6435 83,9703 3421,8469
Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
Fhit 2,9815 2,9416
F0,05 F0,01 3,259167 5,411951 3,490295 5,952545
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 6. Anova Kecernaan Bahan Kering SK Perlakuan Kelompok Eror Total
db 4 3 12 19
Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
JK 144,5337 109,7445 91,3376 345,6157
KT 36,1334 36,5815 7,6115
Fhit 4,7472 4,8061
F0,05 F0,01 3,25917 5,41195 3,49029 5,95254
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 7. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Bahan Kering Superskrip alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 4 4 66,9650 5 4 67,4000 2 4 70,5925 70,5925 3 4 72,2900 72,2900 1 4 73,8450 Sig. ,076 ,252
Lampiran 8. Anova Kecernaan Protein Kasar SK Perlakuan Kelompok Eror Total Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
db 4 3 12 19
JK 68,2538 124,8908 205,0718 398,2164
KT 17,0635 41,6303 17,0893
Fhit 0,9985 2,4360
F0,05 F0,01 3,25917 5,41195 3,49029 5,95254
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
40
Lampiran 9. Anova Kecernaan Lemak Kasar SK Perlakuan Kelompok Eror Total
db 4 3 12 19
Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
JK 644,9341 241,7902 609,4219 1496,1462
KT 161,2335 80,5967 50,7852
Fhit 3,1748 1,5870
F0,05 F0,01 3,25917 5,41195 3,49029 5,95254
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 10. Anova Kecernaan Serat Kasar SK Perlakuan Kelompok Eror Total
db 4 3 12 19
Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
JK 634,3604 477,7645 598,1124 1710,2373
KT 158,5901 159,2548 49,8427
Fhit 3,1818 3,1951
F0,05 F0,01 3,25917 5,41195 3,49029 5,95254
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 11. Anova NH3 cairan rumen SK Perlakuan Kelompok Eror Total
db 4 3 12 19
Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
JK KT Fhit F0,05 F0,01 31,34 7,834284 1,920258 3,259167 5,411951 16,19 5,398327 1,323182 3,490295 5,952545 48,95769 4,079807 96,4898 = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 12. Anova VFA SK Perlakuan Kelompok Eror Total Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
db 4 3 12 19
JK KT Fhit F0,05 F0,01 10737,30 2684,325 2,375246 3,259167 5,411951 1254,00 418 0,369871 3,490295 5,952545 13561,5 1130,125 25552,8 = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
41
Lampiran 13. Anova kecernaan Absolut Bahan Kering SK db JK KT Fhit Perlakuan 4 12235,71 3058,9268 3,5056 Kelompok 3 3453,44 1151,1452 1,3192 Eror 12 10471,083 872,5903 TOTAL 19 26160,226 Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
F0,05 3,2592 3,4903
F0,01 5,41195 5,95254
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 14. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Absolut Bahan Kering Superskrip alpha = 0,05 Perlakuan 4 5 3 2 1 Sig.
N 4 4 4 4 4
1 384,3200 386,3675 408,9750 420,6775
2
408,9750 420,6775 451,5525 ,079
,140
Lampiran 15. Anova Kecernaan Absolut Protein Kasar SK db JK KT Fhit Perlakuan 4 124,25 31,0627 5,2361 Kelompok 3 20,73 6,9099 1,1648 Eror 12 71,1889 5,9324 Total 19 216,169 Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
F0,05 3,25916673 3,49029482
F0,01 5,41195 5,95254
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 16. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Absolut Protein Kasar Superskrip alpha = 0,05 Perlakuan 1 2 3 5 4 Sig.
N 4 4 4 4 4
1 32,5275 33,6725
,523
2 33,6725 36,8775
,087
3
36,8775 38,0425 38,9375 ,282 42
Lampiran 17. Anova Kecernaan Absolut Lemak Kasar SK db JK KT Fhit Perlakuan 4 39,83 9,9578 4,854644 Kelompok 3 5,07 1,6886 0,823228 Eror 12 24,6143 2,0512 Total 19 69,5113 Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
F0,05 3,25916673 3,49029482
F0,01 5,41195 5,95254
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 18. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Absolut Lemak Kasar Superskrip alpha = 0,05 Perlakuan N 1 2 5 4 10,7975 3 4 12,7675 12,7675 4 4 13,7050 2 4 14,0700 1 4 14,9275 Sig. ,066 ,063 . Lampiran 19. Anova Kecernaan Absolut Serat Kasar SK db JK KT Fhit Perlakuan 4 2613,31 653,3273 7,96676 Kelompok 3 203,31 67,7707 0,82641 Eror 12 984,0788 82,0066 Total 19 3800,6999 Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01
F0,05 3,25916673 3,49029482
F0,01 5,411951 5,952545
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 20. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Absolut Serat Kasar Superskrip alpha = 0,05 Perlakuan 4 5 3 2 1 Sig.
N 4 4 4 4 4
1 75,2750 80,3075 84,7050
,175
2
84,7050 96,0200 ,092
3
96,020 106,95 ,103 43