DEMONSTRASI TEKNOLOGI PEMELIHARAAN KAMBING DI KABUPATEN LUWU Hasnah Juddawi dkk I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Ternak kambing memiliki potensi sebagai komponen usaha tani yang penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan beberapa jenis ternak ruminansia lain, seperti sapi dan domba. Dengan karakter yang mampu bertahan pada kondisi marjinal, ternak ini sering menjadi pilihan utama diberbagai komunitas petani, sehingga berkembang sentra-sentra produksi kambing yang menyebar diberbagai agriekosistem. Dengan kondisi ini ternak kambing
sangat
mendukung program aksi untuk mewujudkan swasembada daging pada tahun 2012 dengan pola integrasi tanaman ternak berskala besar dengan pendekatan berkelanjutan dengan biaya murah dan optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal dengan istilah Low External Input Sustainable
Agriculture (LEISA) dan zero waste. Kontribusi penting yang diperankan oleh ternak kambing tersebut diatas merupakan suatu potensi untuk mendorong semakin meningkatnya skala usaha pemeliharaan kambing sesuai dengan kapasitas daya dukung yang tersedia. Peningkatan skala usaha dan orientasi usaha kearah usaha yang komersial-intensif akan meningkatkan efisiensi produksi dan dapat memberi kontribusi pendapatan yang lebih nyata karena pasar yang tersedia, baik domestik maupun ekspor. Dengan demikian pola usaha diharapkan akan berubah kearah yang lebih intensif yang semakin membutuhkan inovasi teknologi untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Output suatu usaha produksi kambing yang berorientasi kepada produk daging ataupun ternak hidup pada dasarnya merupakan akumulasi dari bobot hidup melalui pertumbuhan (pertambahan bobot tubuh) serta penambahan jumlah
atau
populasi,
Produktivitas
tersebut
dipengaruhi
oleh
faktor
lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek kandang, dan aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60% (Abdul Madjid, 1999). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai (Sariubang et al., 2009). Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 6080% dari keseluruhan biaya produksi. Manajemen pakan dapat diterapkan untuk merangsang timbulnya birahi pada induk kambing, khususnya
masa kebuntingan (1-2 bulan sebelum
melahirkan) kebutuhan nutrisi induk meningkat secara tajam oleh karena pada periode ini pertumbuhan janin didalam kandungan dan periode menyusui (1-6 minggu setelah melahirkan) kebutuhan induk akan zat nutrisi sangat tinggi, karena dibutuhkan untuk memproduksi air susu bagi anaknya. Untuk itu diperlukan introduksi teknologi pemeliharaan kambing dan pakan berkualitas untuk ternak kambing. dengan
meningkatkan
keterampilan
Upaya tersebut dapat ditempuh
petani-peternak
mendesain
kondisi
kandang yang sehat dan menyusun formulasi pakan melalui pemanfaatan bahan baku lokal.
Efektivitas dan efisiensi usaha tersebut sangat tergantung
pada : ketersediaan bahan, kandungan nutrisi (zat gizi yang diperlukan ternak), harga, anti nutrisi/racun (aflatoxin), tekstur bahan (apakah perlu diolah sebelum digunakan). Upaya untuk mempercepat penyebarluasan teknologi pemeliharaan kambing dan formulasi pakan berkualitas untuk ternak kambing dengan cara mendekatkan, memperkenalkan dan memperagakannya ditingkat petani melalui kegiatan demonstrasi.
2
Dengan demonstrasi petani tidak saja melihat dan melakukannya akan tetapi berdampak positif bertambahnya keyakinan dan kepercayaannya. Akhirnya akan mendorong minat dan mampu menerapkannya. Demontrasi merupakan tempat bagi petani-peternak belajar sambil berbuat untuk menjadi tau dan mau menyelesaikan sendiri masalahnya secara lebih baik sehingga hasil usaha taninya lebih menguntungkan, sebab petani dan keluarganya dapat belajar dari pengalaman yang mereka alami sendiri, selama petani menjadi pelaku dalam kegiatan demplot. Agar petani lebih mendalami dan memahami proses pembelajaran ini diperlukan berbagai media penyuluhan pertanian yang sesuai dengan daya pikir dan daya nalar petani. Di antaranya adalah dengan metode demonstrasi, dan cara demonstrasi adalah suatu bentuk metode penyuluhan pertanian yang melibatkan cara dan penyerapan teknologi baru dengan lebih sempurna. Salah satu tujuan dari kegiatan demonstrasi pemeliharaan kambing adalah, mendiseminasikan inovasi teknologi yang telah berhasil dan terbukti mampu meningkatkan produksi ternak. B.
TUJUAN 1. Untuk memperkenalkan satu paket teknologi pemeliharaan kambing
di
Kabupaten Luwu
2. Untuk memperoleh umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi, sosial dan budaya dalam pemeliharaan kambing di Kabupaten luwu C.
PERKIRAAN KELUARAN 1. Petani mengetahui dan mampu melaksanakan satu paket teknologi pemeliharaan kambing di Kabupaten Luwu 2. Umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya petani dalam pemeliharaan kambing di Kabupaten Luwu
D.
PERKIRAAN HASIL 1. Petani-peternak (FMA) beserta anggotanya (25 orang) memahami, menerima dan terampil melaksanakan pemeliharaan kambing
3
2. Petani-peternak berpartisipasi dalam proses pembelajaran sesuai dengan daya pikir dan daya nalarnya 3. Petani dapat menggunakan metode dan media penyuluhan pertanian yang sesuai untuk melakukan transfer teknologi E.
PERKIRAAN MANFAAT DAN DAMPAK MANFAAT Petani-peternak
mampu
melaksanakan
pemeliharaan
kambing
dan
menghasilkan kambing yang sehat di Kabupaten Luwu DAMPAK Tersedianya paket teknologi pemeliharaan kambing yang dapat menghasilkan kambing sehat dan bernilai jual tinggi, sebagai suatu peluang usaha bisnis di Kabupaten Luwu
4
II. TINJAUAN PUSTAKA Ternak kambing memiliki potensi sebagai komponen usahatani yang penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan beberapa jenis ternak ruminansia lain, seperti sapi dan domba. Dengan karakter yang mampu bertahan pada kondisi marjinal, ternak ini sering menjadi pilihan utama diberbagai komunitas petani, sehingga berkembang sentra-sentra produksi kambing yang menyebar diberbagai agriekosistem. Namun demikian, pengelolaan ternak kambing dalam usaha tani sebagian besar masih dilakukan secara sambilan, walaupun secara
finansial
komoditas
ini
memiliki
peran
yang
penting
dalam
perekonomian rumah tangga petani (Didik Y., 2010). Usaha produksi yang bersifat sambilan dengan jumlah kepemilikan yang kecil cenderung menurunkan tuntutan akan suatu inovasi teknologi atau inovasi manajemen untuk meningkatkan produktifitas dan keuntungan usaha. Hal ini terus berlangsung, walaupun selain sebagai sumber pendapatan langsung, peran ternak kambing sebagai sumber pupuk organik untuk memaksimalkan produktivitas tanaman agar total pendapatan dari usaha tani meningkat semakin disadari. Kontribusi penting yang diperankan oleh ternak kambing tersebut diatas merupakan suatu potensi untuk mendorong semakin meningkatnya skala usaha pemeliharaan kambing sesuai dengan kapasitas daya dukung yang tersedia. Peningkatan skala usaha dan orientasi usaha kearah usaha yang komersial-intensif akan meningkatkan efisiensi produksi dan dapat memberi kontribusi pendapatan yang lebih nyata karena pasar yang tersedia, baik domestik maupun ekspor (Dwiyanto et al., 1996). Dengan demikian pola usaha diharapkan akan berubah kearah yang lebih intensif yang semakin membutuhkan inovasi teknologi untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi. Tipologi usaha produksi kambing pada umumnya merupakan usaha penghasil daging, walaupun dalam jumlah yang sedikit merupakan tipe penghasil susu. Sebagai penghasil daging, baik dalam bentuk daging segar
5
maupun dalam bentuk ternak hidup, maka kelompok induk kambing merupakan unit produksi yang sangat strategis, karena berperan sebagai sumber utama pendapatan dari hasil penjualan anak yang dihasilkan. Salah satu fase yang sangat strategis dalam siklus produksi seekor induk kambing yang secara langsung terkait dengan aspek keuntungan usaha adalah fase induk bunting dan fase laktasi/menyusui. Fase ini merupakan periode saat mana puncak produksi seekor induk berlangsung. Secara biologis maupun finansial kedua fase tersebut sangat kritis, karena menentukan banyaknya anak serta bobot daging yang akan dihasilkan dalam satu siklus produksi. Jumlah anak maupun bobot daging yang akan dihasilkan oleh seekor induk merupakan fungsi dari jumlah anak yang dikandung, jumlah anak lahir, bobot lahir, laju pertumbuhan dan tingkat kematian (mortalitas) anak. Oleh karena induk merupakan unit produksi yang strategis, maka dibutuhkan manajemen yang baik untuk memaksimalkan produktivitas terkait dengan parameter tersebut diatas. Manajemen yang baik membutuhkan dukungan inovasi yang tepat guna yang secara bersama-sama akan memaksimalkan produksi dan mengoptimalkan keuntungan usaha. Taraf produktifitas dan keuntungan finansial yang dicapai merupakan efek atau hasil interaksi berbagai aspek teknis manajemen yang diterapkan dalam mengelola usaha produksi kambing. Setiap aspek teknis pemeliharaan akan secara bersama-sama dan akumulatif mempengaruhi produksi. Dengan demikian, menjadi sangat penting untuk menerapkan manjemen teknis untuk setiap aspek yang menyangkut pemeliharaan seekor induk dan anak yang dilahirkan sampai anak mencapai usia sapih yang mampu berproduksi tanpa tergantung kepada induk. Indek produktivitas (IP) seekor induk kambing yang diukur berdasarkan performan individu dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa formula atau rumusasn fungsi. Keragaman formula yang dapat digunakan disebabkan oleh keragaman dan intensitas catatan produksi yang dimiliki. Apabila catatan yang tersedia hanya menyangkut bobot anak yang disapih (BBAS) dan jarak
6
atau selang waktu antara dua kelahiran yaitu selang beranak (SB) maka IP dapat dihitung menggunakan formula sbb: BBAS (kg) x 365 IP = --------------------SB (hari) Formula ini mencakup semua anak yang dilahirkan oleh seekor induk, termasuk anak yang mati sebelum disapih yang diberi nilai nol untuk kategori bobot sapih. Formula tersebut diatas dapat dikembangkan lebih lanjut, apabila kategori data yang tersedia lebih beragam, misalnya data jumlah kelahiran (N), rata-rata bobot anak saat lahir (BBAL), tingkat kematian anak sebelum disapih (M), rata-rata bobot anak saat disapih (BBAS), umur induk saat melahirkan pertama (UI ) dan Umur induk saat melahirkan ke n (UI ). 1
n
Berdasarkan data tersebut maka formula untuk mengukur indek produktivitas induk adalah sbb: 365 x (N-1) IP = —————— x BBAL (kg) x M (%) x BBAS (kg) UI - UI (hari) n
1
Indek produktivitas yang diukur berdasarkan inidvidu ternak merupakan indek
yang
paling
sesuai,
apabila
penggunaannya
bertujuan
untuk
menganalisis atau mengevaluasi dan mengekspresikan potensi biologis suatu usaha produksi kambing. IP induk secara individu pada suatu usaha produksi kambing kemudian dapat dibandingkan dengan IP maksimal menurut teoritis atau berdasarkan IP induk pada beberapa usaha produksi kambing lain. Berdasarkan IP tersebut kemudian dapat dilakukan perbaikan manajemen atau mengintroduksi inovasi teknologi untuk memperbaiki berbagai aspek didalam
operasinal
usaha.
Dengan
demikian
IP
dapat
membantu
mengarahkan dalam pemilihan inovasi teknologi atau manejemen yang memiliki prioritas utama, sehingga sumberdaya yang dimiliki dimanfaatkan secara efektif.
7
Output suatu usaha produksi kambing yang berorientasi kepada produk daging ataupun ternak hidup pada dasarnya merupakan akumulasi dari bobot hidup melalui pertumbuhan (pertambahan bobot tubuh) serta penambahan jumlah
atau
populasi, Produktivitas
tersebut
dipengaruhi oleh
faktor
lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek kandang, dan aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60%. Desain kandang kambing berupa kolong disemen miring (turunan) kearah selokan. Selokan dibuat sejajar dengan panjang kandang. Keuntungan dari model ini adalah kotoran dapat dikumpulkan pada suatu tempat kompos. Kolong terlihat rapi karena disemen (Abdul madjid, 1999). Kerugian model ini adalah peternak harus rajin membersihkan kotoran yang terkumpul di selokan. Meskipun secara teori srintil kambing jatuh ke arah selokan namun terkadang srintil masih tersangkut di turunan. Peternak harus rajin membersihkan baik turunan dan selokan agar tidak bau. Jika perlu turunan dan selokan harus disiram untuk membersihkannya. Hal ini akan menambah beban tenaga dan biaya produksi (air). Model lantai kandang seperti ini ideal untuk lahan yang cukup besar dimana dapat disediakan tempat menampung kotoran kambing. Kandang kambing model turunan yang diperbaiki turunannya dengan plester miring mempunyai banyak keuntungan seperti dibawah ini, a. Mempermudah pembersihan kandang karena kotoran terkumpul diatas saluran b. Memudahkan dalam menampung urine karena urine terpisah dengan feces c. Menambah nilai tambah dari beternak karena urine dapat digunakan bahan Pupuk Organik Cair (POC) dan Pestisida Biologi. d. Meningkatkan status kesehatan kambing, karena kandang setiap hari dalam kondisi bersih dan terhindar dari gas amonia yang dihasilkan oleh feces kambing. e. Mengurangi biaya pupuk kimia untuk pupuk Hijauan Pakan Ternak,
8
karena urine dan kotoran kambing dapat menggantikan pupuk kimia. Pengelolaan pakan dapat diterapkan untuk merangsang timbulnya birahi
pada
induk
kambing,
sehingga
memungkinkan
terjadinya
keserentakan waktu kawin dan waktu melahirkan (Mathius et al., 1991). Manajemen
pakan
untuk
maksud
tersebut
dilakukan
dengan
meningkatkan suplai atau asupan nutrisi bagi induk, khususnya asupan protein dan energi. Selain mempercepat timbulnya birahi, pemberian pakan dengan konsentrasi energy tinggi dapat meningkatkan laju ovulasi (pelepasan sel telur) untuk meningkatkan kelahiran kembar. Pemberian energi dan protein tinggi lebih sering mendapatkan respon berupa peningkatan laju ovulasi pada induk dengan kondisi tubuh relatif kurus. Pada induk dengan kondisi tubuh gemuk biasanya kurang responsif terhadap pemberian pakan konsentrat tinggi. Pengelolaan pakan pada induk bunting dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode awal masa kebuntingan dan periode akhir masa kebuntingan. Periode awal kebuntingan berlangsung selama 3-4 bulan pertama usia kebuntingan dan periode akhir kebuntingan berlansung selama 1-2 bulan sebelum melahirkan. Selama awal masa kebuntingan tingkat kebutuhan induk akan nutrisi tidak berbeda jauh dengan kebutuhan induk yang tidak bunting. Oleh karena itu, kondisi pakan yang diberikan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok (maintenance). Dengan kata lain, induk cukup diberikan pakan hijauan dengan kualitas yang baik (tanaman muda, rasio daun/batang tinggi) dalam jumlah tidak terbatas (15-20% dari bobot tubuh) dan diberikan 2-3 kali dalam sehari. Apabila kondisi pakan ini dapat dipenuhi, maka pemberian konsentrat tidak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutris induk. Salah satu indikasi yang mudah digunakan untuk mengetahui apakah jumlah hijauan yang diberikan sudah mencukupi adalah ada tidaknya sisa pakan pada keesokan harinya. Kombinasi rumput dengan tanaman legum seperti Glirisidia, Lamtoro, Kaliandra ataupun Indigospera sangat bermanfaat. Daun legum dapat diberikan sebanyak
9
500-1000 g/ekor/hari dalam bentuk segar, tergantung ketersediaan bahan. Apabila ketersediaan legum sangat terbatas, pemberiannya dapat dilakukan secara berselang atau intermittent. Induk kambing yang belum terbiasa dengan salah satu jenis legume tersebut biasanya membutuhkan waktu adaptasi selama 1-2 minggu sebelum mampu mengkonsumsi dalam jumlah banyak. Dalam periode akhir masa kebuntingan (1-2 bulan sebelum melahirkan) kebutuhan nutrisi induk meningkat secara tajam, oleh karena pada periode ini pertumbuhan janni didalam kandungan meningkat tajam. Penggunaan pakan konsentrat yang mengandung banyak energy, protein dan vitamin perlu dipertimbangkan. Dalam periode ini peningkatan asupan nutrisi diperlukan untuk 1) pertumbuhan janin secara maksimal dan 2) pembentukan cadangan lemak dan protein dalam tubuh induk agar dapat digunakan sebagai sumber nutrisi selama masa menyusui. Selama menyusui (1-6 minggu setelah melahirkan) kebutuhan induk
akan
zat
nutrisi
sangat
tinggi,
karena
dibutuhkan
untuk
memproduksi air susu bagi anaknya. Selama masa menyususi selain pakan hijauan perlu diberikan pakan konsentrat. Hijauan diberikan secara tidak terbatas, kurang lebih 20% dari bobot tubuhnya. Gunakan jenis hijauan yang berkualitas baik yaitu berumur muda dengan porsi daun yang banyak. Hijauan diberikan paling tidak 2 x dalam sehari. Konsentrat diberikan sebanyak 200-300 g per ekor per hari. Komposisi konsentrat tergantung kepada bahan yang tersedia di lokasi. Beberapa bahan yang umum digunakan adalah dedak padi (20-30%), bungkil kelapa (15-20%), ampas singkong (10-15%), tepung gaplek (10-20%), ampas tahu (tidak terbatas). Bahan tersebut dicampur menjadi satu campuran pakan konsentrat dan diberikan pada pagi hari. Daun tanaman leguminosa seperti Lamtoro, Gliricidia, Indigofera, Kaliandra sangat baik diberikan pada induk selama menyususi untuk merangsang produksi susu. Daun leguminosa ini dapat diberikan tidak terbatas tergantung ketersediaan dilapang. Kepada induk laktasi sebaiknya diberikan mineral dalam bentuk
10
blok yang disebut mineral blok, karena kebutuhan induk menyususi akan mineral meningkat dan sering tidak dapat dipenuhi dari bahan makan yang dikonsumsi. Kepada induk laktasi sebaiknya diberikan mineral dalam bentuk blok yang disebut mineral blok, karena kebutuhan induk menyususi akan mineral meningkat dan sering tidak dapat dipenuhi dari bahan makan yang dikonsumsi. Anak kambing biasanya mulai mengkonsumsi pakan padat berupa hijauan ataupun konsentrat pada umur 2-3 minggu. Konsumsi pakan padat
pada
usia
tersebut
sangat
berguna
untuk
merangsang
perkembangan saluran cerna agar segera mampu mengkonsumsi pakan pada dalam jumlah banyak sebagaimana layknya ternak ruminansia. Pemberian konsentrat akan memacu pertumbuhan bobot badan lebih tinggi, sehingga dapat disapih pada usia lebih dini saat telah mencapai bobot sapih. Bobot sapih biasanya ditentukan seberat 2,5 x bobot lahir, namun tergantung kepada kondisi tubuh.
11
III.
METODE PELAKSANAAN
1. Bahan Kambing, Kayu, seng dll untuk pembuatan kandang kambing, Pakan hijauan, dedak, mineral dan obat-obatan 2.
Pendekatan Kegiatan Demonstrasi Plot (Demplot) dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif dalam menunjukkan teknologi
pemeliharaan kambing di
kabupaten Luwu 3. Tahapan Pelaksanaan Persiapan Penetapan Teknologi yang didemonstrasikan 1) Penelusuran
hasil-hasil
penelitian
teknologi
pemeliharaan
kambing 2) Identifikasi FMA
yang membutuhkan teknologi pemeliharaan
kambing di Kabupaten Luwu 3) Identifikasi permasalahan dalam
pemeliharaan kambing di
Kabupaten Luwu 4) Identifikasi dan inventarisasi potensi pengembangan
kambing
di Kabupaten Luwu PenetapanTim Pelaksana Pelaksana kegiatan adalah Tim yang terdiri dari Penyuluh , Peneliti, dan Teknisi BPTP Sulawesi Selatan yang bidang keahliannya sesuai dengan
teknologi yang di demonstrasikan, serta melibatkan
penyuluh di tingkat kabupaten Penyediaan bahan diseminasi Jenis media yang disediakan adalah Juknis pelaksanaan demplot dan Teknologi Pemeliharaan Kambing dalam bentuk folder
12
Koordinasi Koordinasi dilakukan bersama dengan pengelolah P3TIP/FEATI, Dinas terkait,
BPP dan Posluhtan untuk penyampaian
kegiatan
yang akan dilaksanakan, data lokasi dan Posluhtan pengelolah FMA FEATI, jadwal pelaksanaan yang telah disepakati oleh kelompok serta pengadaan sarana produksi Penetapan Lokasi dan Petani Pelaksana Penetapan lokasi Demonstrasi dilakukan bersama sama pengelolah FEATI Kabupaten dan Penyuluh lapangan dengan persyaratan bahwa. :
1) Lokasi
P3TIP/FEATI; 2)
kegiatan
demonstrasi adalah
letaknya berada dipinggir
lokasi
jalan; 3) mudah
dijangkau sehingga dapat dilihat oleh petani sekitar; 4) bebas dari banjir, kekeringan; 5) tidak jauh dari jalan yang dilewati kendaraan roda 2 atau roda 4. Persyaratan petani
pelaksana/kooperator
adalah : 1) Ketua Posluhtan pengelola FMA FEATI atau anggota Posluhtan
yang
mengusahakan
ternak-kambing
yang
dan
membutuhkan teknologi tersebut; 2) Petani kooperator sebaiknya inovatif; 2) mudah diajak kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan ; 3) dan dapat menggerakkan kelompok tani lainnya. Pelaksanaan Waktu
Waktu pelaksanaan kegiatan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Desember 2012. Lokasi Lokasi kegiatan yaitu di Desa Salu Jambu
Kecamatan Lamasi
Kabupaten Luwu. Pelaksana adalah Posluhtan Salu Jambu Kelompok tani Mujur Sosialisasi/Apresiasi Awal kegiatan Sosialisasi
teknologi dilakukan mengawali kegiatan demonstrasi
bertujuan untuk menyampaikan teknologi yang akan diintroduksi. Pertemuan ini dilakukan di lokasi kegiatan
sebagai nara sumber
13
yaitu
Peneliti dan Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan dihadiri oleh
petani
pelaksana, petani anggota Posluhtan/Poktan lain yang
mengusahakan kambing, Gapoktan, para penyuluh, petugas dari Instansi terkait dan Pemda.
Pada pertemuan ini interaksi yang
dilakukan melalui media cetak dan dialog antara nara sumber dan petani-peternak FGD Kegiatan ini bertujuan menggali informasi kemampuan/ penguasaan teknologi, kebiasaan
petani-peternak
dalam mengelola usaha
ternaknya, produksi dan pendapatan yang diperoleh serta masalah yang dihadapi. Hasil pertemuan ini adalah kesepakatan dengan FMA tentang pilihan komponen teknologi pemeliharaan kambing yang akan didemonstrasikan yaitu pembuatan kandang sehat
Aplikasi Teknologi 1) Memperkenalkan satu paket teknologi teknologi pemeliharaan kambing 2) Memperkenalkan pakan hijauan lokal 3) Memperkenalkan limbah-limbah pertanian yang dapat dijadikan sumber pakan 4) Melibatkan petani-peternak
secara aktif dalam setiap aktivitas
demonstrasi teknologi pemeliharaan kambing 5) Setiap tahapan aplikasi teknologi, menghadirkan beberapa FMA untuk melihat secara langsung teknologi pemeliharaan kambing 6) Pembuatan Kandang
Lokasi kandang Terletak dekat dengan sumber pakan hijauan, tempat yang tidak terlalu ramai, tidak jauh (5-10 m) dari rumah pemilik untuk mempermudah pengawasan Didirikan di tanah yang padat, kering dan tidak becek waktu hujan, selalu mendapat sinar matahari dan bersih.
14
Desain Kandang Desain kandang yang digunakan model panggung agar mudah dibersihkan dan sirkulasi udara dalam kandang lebih baik. a. Bahan baku kandang Bahan yang digunakan adalah kayu jenis Dengeng (Meranti Group) b. Ukuran kandang Ukuran kandang kambing adalah 4 X 6 m Ukuran
luas
kandang
adalah
untuk
jantan
dewasa
dibutuhkan 1,5 m2, betina dewasa 1 m2, betina menyusui 1,5 m2, anak dan kambing muda 0,75 m2. Pagar tiap kamar dibuat agak tinggi sekitar 150 cm. b. Lantai kandang Lantai kandang dibuat berkisi-kisi dengan jarak antar kisi 2 -2,5 cm, agar kotoran dan air kencing
dapat langsung
jatuh ke bawah. Permukaan lantai rata, datar dan kuat. Bahan dibuat dari bahan kayu keras jenis Dengeng (Meranti Group) agar ternak tidak mudah terplosok/jatuh dan dapat memikul beban ternak yang lebih berat d. Dinding kandang Dinding
kandang
dibuat
agak
rapat,
tetapi
masih
menyisakan celah pada bagian 1 – 2 meter dari lantai kandang, untuk menghindari terpaan angin kencang yang langsung
mengenai tubuh
kambing
,
namun
masih
memberikan sinar matahari masuk dan menjaga sirkulasi udara. Bagian bawah dinding kandang dibuat celah 120 cm dari lantai kandang, untuk memudahkan membersihkan dari daun atau batang yang tersangkut dalam kandang.
15
e. Atap kandang Daerah panas dan banyak hujan bahan atap yang digunakan adalah seng. f. Tempat Pakan Tinggi dasar tempat pakan atau palungan adalah sekitar 25 cm dari lantai kandang. Tinggi dalam palungan adalah 50 cm. Palungan berbentuk trapesium dengan mulut yang lebih lebar terletak diatas. Lebar bagian atas adalah 40 cm sedangkan bagian bawah adalah 20 cm. Diniding tempat pakan diberi engsel untuk memudahkan membuka tempat pakan pada saat memberi pakan dan membersihkan sisasisa pakan. Dinding kandang yang mengarah palungan dibuat lubang ukuran 20 cm x 20 cm (cukup untuk kepala kambing mengambil pakan). h. Kolong kandang Model Turunan Kolong
disemen
Selokan
dibuat
Keuntungan
miring sejajar
(turunan) dengan
kearah
panjang
dari model ini adalah
selokan. kandang.
kotoran
dapat
dikumpulkan pada suatu tempat kompos. Kolong terlihat rapi karena disemen.
7) Pemberian pakan Lamtoro, gamal, rumput-rumputan dan dedak Hijauan diberikan 2 x dalam sehari (sekitar 20 % dari bobot tubuh kambing)
Mineral Blok Mineral blok dengan berat 5,0 kg dapat dibuat menggunakan bahan sbb: Ultra mineral (1,0 kg) Garam dapur halus (3,45 kg)
16
Semen (0,55kg) Air Ember plastik kecil ukuran (4-5) liter Kawat (40 cm) Lembar plastik Ember besar untuk mencampur bahan.
Cara pembuatan mineral blok dilakukan sbb: Lapisi ember plastik kecil bagian permukaan sebelah dalam dengan lembaran plastik agar mineral blok yang akan terbentuk mudah dikeluarkan Tekuk kawat setengah lingkaran pada salah satu ujungnya Kedalam ember besar dimasukkan air secukupnya, lalu tambahkan ultra mineral dan garam halus lalu diaduk merata Masukan kawat dengan bagian tertekuk kedalam ember yang telah dilapisi plastic dan tuangkan campuran bahan kedalam ember Tempatkan ember berisi campuran bahan pada tempat yang terhindar dari hujan dan biarkan selama 4 hari atau sampai mengering Setelah kering keluarkan mineral blok dari ember dan digantung didalam kandang agar dapat dijilat oleh kambing.
Air Minum Induk yang sedang menysusui sangat membutuhkan air minum dalam jumlah cukup setiap hari. Air minum sangat penting untuk menjamin berlangsungnya proses metabolisme didalam tubuh, mengatur suhu tubuh dan untuk memproduksi susu. Kebutuhan air minum seekor kambing kurang lebih 1,5 – 2,5 liter per hari.
17
Air minum harus selalu bersih dan hindari terkontaminasi oleh air kencing/urin ataupun kotoran. Ganti air minum setiap hari atau bila terlihat sudah keruh. 8). Pemberian kolostrum anak baru lahir Pemberian kolostrum sebaiknya diberikan setengah jam atau satu jam setelah dilahirkan Apabila induk cenderung tidak mau menyusui maka sebaiknya ambing induk diperah dan kolostrum yang keluar ditampung dalam botol untuk diberikan kepada anak baru lahir
Pemberian Pakan hijauan dan Konsentrat Pemberian pakan padat berupa hijauan ataupun konsentrat pada umur 2-3 minggu seperti dedak padi mempunyai kandungan protein 10-15 % 9). Kesehatan Ternak
Pencegahan Pencegahan penyakit melalui sanitasi kandang yang baik, makanan yang cukup gizi dan vaksinasi
Pengendalian penyakit Penyakit cacingan ditandai oleh kepucatan pada lingkar putih mata, dibagian dalam mulut, kadang-kadang disertai dengan mencret pengendaliannya memberikan anti parasit 2-3 bulan sekali seperti kalbaze, rental dll. Orf/keropeng/Puru/Dakangan ditandai dengan timbulnya bintil kemerahan
disekeliling
mulut,
mata
dan
telinga.
Pengendaliannya melepas bintil lalu diolesi larutan yodium pada bekas timbulnya bintil. Agar ternak tahan terhadap penyakit bintil, bintil yang baru dicabut dihaluskan kemudian diberi pada ternak melalui mulut Scabies/Kudisan gejalanya terjadi kemerahan atau mengering (kasus berat) pada
muka dan mulut, bulu rontok pada
bagian punggung dan kaki bagian dalam. Pengendaliannya
18
pada kasus berat dengan penyuntikan hivomex dibawah kulit, kasus ringan secara tradisional (oli dan belerang dicampur). Ternak yang sakit diisolasi dan ditangani khusus karena penyakit ini cepat menular Penyakit Koksidiosis ditandai dengan turunnya nafsu makan, kotoran cair (mencret) dan berwarna kehitaman dengan disertai bercak darah, berlendir, bobot badan turun dan bulu serta kulit terlihat kasar dan kering. Anak kambing pra-sapih umur 3-4 minggu sangat peka terhadap gangguan koksidia. Pengendaliannya dilakukan dengan pemberian antibiotika seperti obat sulfa diberikan selama 4 hari berturut-turut , sanitasi yang baik, pengurangan kepadatan kandang dan memisahkan anak kambing dari kambing yang lebih dewasa Diare/mencret ditandai dengan feses atau kotoran yang encer dan berwarna hijau muda atau hijau tua, atau hijau kemerahan atau kuning kehijauan serta ternak terlihat lemah. Pengendaliannya isolasi ternak
yang terserang
mencret dan cek kondisi dan warna serta keenceran feses, dan frekuensi buang kotoran. Jika diare sangat parah dan kondisi ternak memburuk langsung diberi antibiotic. Sangat penting bagi ternak untuk mendapatkan cairan larutan garam dan gula yang dibuat dengan mencampur 1 sendok teh (10 g) garam dan 1 sendok teh (10 g) gula dalam 2,5 liter air dingin yang telah dimasak. Oralit dapat ditambahkan kedalam larutan, lalu berikan larutan tersebut sebanyak 1/6 dari bobot tubuhnya.
19
Pengamatan Data yang dikumpulkan adalah : Ketersediaan bahan pakan hijauan lokal dan jenisnya
Karateristik petani-peternak anggota FMA yang terlibat (faktor internal dan eksternal)
Alokasi
waktu
berdasarkan
komponen
aktivitas
dalam
demonstrasi teknologi pemeliharaan kambing (tingkat partisipasi petani-peternak ) Respon, tanggapan
dan komentar petani-peternak terhadap
teknologi yang didemonstrasikan melalui dialog, wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang meliputi : Tingkat pengetahuan, pemahaman,
kemampuan teknis,
dalam menerapkan teknologi yang didemonstrasikan Masalah yang ada jika teknologi diterapkan Kemungkinan untuk dilanjutkan musim berikutnya Data tingkat kepuasan petani-peternak
anggota kelompok
terhadap teknologi yang di Demonstrasi terkait dengan karakter teknologi introduksi, yang meliputi : Kelebihan teknologi yang diintroduksi Kekurangan teknologi yang diintroduksi Data penggunaan Dana Non APBN/LOAN dalam pembiayaan kegiatan Demonstrasi
Analisa Data Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis : Analisis deskriptif untuk melihat tingkat partisipasi FMA petanipeternak Analisis respon petani-peternak dalam FMA untuk mengetahui kesesuaian teknis, ekonomi, sosial, dan budaya petani dengan teknologi yang didemonstrasikan Kelayakan
financial
pemeliharaan
kambing
ditentukan
berdasarkan imbangan antara tambahan penerimaan dengan
20
tambahan biaya akibat penerapan teknologi introduksi atau Marginal benefit cost ratio (MBCR). MBCR : Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P) Total Biaya (B) – Total Biaya (P) Keterangan : B : Teknologi Baru ; P : Teknologi Petani
Analisis deskriptif untuk melihat tingkat kepuasan petanipeternak terkait preferensinya dan hasil karakterisasi teknologi yang didemonstrasikan Analisis porsi dana non APBN/LOAN : pembiayaan demonstrasi
Temu Lapang Kegiatan ini dilakukan pada setiap tahapan aplikasi teknologi dan atau menjelang/akhir kegiatan. Hal ini dilakukan untuk lebih meningkatkan pemahamanan/ menambah wawasan, keterampilan dan informasi bagi petani-peternak/pengguna lain dan kemungkinan penerapannya lebih lanjut oleh petani-peternak setempat. Tanya jawab (diskusi) dilakukan dengan petani-peternak Umpan balik dari peserta, menjadi bahan bagi BPTP dalam membuat perencanaan pengkajian.
Pelaporan dan Seminar Hasil Kegiatan ini dilakukan menjelang akhir/akhir kegiatan. Setelah data primer terkumpul, diolah/dianalisa, kemudian dilakukan penyusunan laporan dan selanjutnya dilakukan seminar yang bertujuan untuk menampung saran atau perbaikan akan hal-hal yang perlu dan dianggap kurang sehingga menjadi laporan yang layak dan dapat dipahami oleh yang memerlukan.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Luas wilayah mencapai ± 28.38 km2, ketinggian 20 m dpl, bulan hujan dan terdiri dari 5 bulan basah (April, Mei, Juni, Juli,Agustus), 3 bulan kering (September, Oktober,Nopember) dan 4 bulan lembab (Desember, Januari,Februari dan Maret). Jenis tanahnya adalah Latosol dengan struktur tanah lempung sampai liat, dengan pH 4,5 - 5. Suhu rata-rata 25 0C Suhu minimum rata-rata 23,16 0C dan suhu maksimum 32,29 0C Jarak dari ibu kota kabupaten
93 km.
Batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan desa Awo Gading Kecamatan Baebunta Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Seriti dan Salupao Sebelah Timur berbatasan dengan sungai Rongkong Kecamatan Malangke Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Setiorejo 4.2. Iklim Keadaan curah hujan di Kecamatan Lamasi (stasiun CH terdekat) dan sekitarnya selama 8 tahun terahir (2003 – 2011) menunjukkan bahwa curah hujan merata sepanjang tahun dengan rata-rata curah hujan tahunan adalah 2.505 mm. Puncak hujan jatuh pada bulan Mei dengan rata-rata 277 mm perbulan. Jumlah curah hujan terendah jatuh pada bulan September dengan jumlah rata-rata 43 mm perbulan.
Sedang jumlah rata-rata curah hujan bulanan
2.505 mm sepanjang tahun. Adapun Tipe iklim di Kecamatan Ponrang dan sekitarnya Menurut klasifikasi Mohr adalah : Tipe iklim golongan Ib dengan indikator jumlah bulan basah (BB) : 11 bulan, jumlah bulan kering (BK) : 0, jumlah bulan lemab (BL) : 1 bulan. Menurut klasifikasi Schmidt Ferguson : Tipe hujan A (amat basah) dengan indikator jumlah bulan basah (BB) : 11 bulan, jumlah bulan kering (BK) : 0 jumlah bulan lembab (BL) : 1 bulan. Menurut Oldeman : Tipe iklim pertanian B1 dengan indikator : jumlah bulan basah (BB) = 8 bulan, jumlah bulan kering (BK) = 1 bulan, jumlah bulan
22
lembab (BL) = 3 bulan. Suhu udara di Kecamatan Lamasi menunjukkan 27 – 340 C.
Hal tersebut menandakan rejin suhu udara panas dan merupakan
indikator wilayah pesisir pantai dengan ketinggian di bawah 30 meter dari permukaan laut. Berdasarkan hasil pemetaan tanah di Kabupaten Luwu, jenis tanah di Kecamatan Lamasi terdiri dari tanah alluvial (56%), podsolik (21%) dan regosol serta clay humus (23%).
Tingkat keasaman tanah (pH) berkisar
antara 4,5 - 6,5 (agak masam sampai netral).
Hal tersebut menunjukkan
bahwa hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh di wilayah tersebut. Tekstur tanah adalah organik dengan asal (pembentukan) tanah abu vulkanik, kedalaman lapisan gambut di atas 1,5 m. 4.3. Potensi Pengembangan Kambing Sumberdaya lahan di Salujambu 530 ha terdiri: lahan pekarangan 110 ha; sawah irigasi teknis ha 350 ha; dan kebun/tegalan 70 ha yang merupakan sumberdaya alam tempat tumbuhnya hijauan pakan ternak.
Berdasarkan
potensi lahan tersebut di atas terdapat 21 ekor sapi, 338 ekor ternak kecil dan 4.348 ekor unggas. Hewan
ternak
tersebut
sistem
pemeliharaannya
masih
sangat
tradisional dimana ternak besar (sapi) tidak dikandangkan, ternak kecil (kambing dan babi) yang di kandangkan hanya 35% dan diusahakan pada tahun 2012 hewan ternak kecil yang dikandangkan mencapai 80%. 4.4. Potensi Sumberdaya Manusia Jumlah penduduk di Desa Salujambu pada tahun 2012 adalah 1.927 jiwa yang terdiri laki-laki 896 jiwa, perempuan 1.031 jiwa, dengan 328 kepala keluarga. Penduduk yang berada pada kisaran usia produktif (16 -59 tahun) tercatat 1.468 jiwa (76,18%) dari jumlah penduduk di daerah tersebut. Pekerjaan pokok sebagian besar penduduk adalah petani 1.281 jiwa (66,48%) selebihnya adalah buruh tani, pedagang , pegawai negeri/Abri, pengrajin, peternak dan nelayan. Faktor pendidikan lebih menentukan kualitas penduduk terutama bila dikaitkan dengan kemampuan berfikir dalam mengadopsi suatu teknologi (Tabel 1).
23
Tabel 1. Jumlah penduduk, tingkat pendidikan, Desa Salujambu, Kecamatan Lamasi, Kabupaten Luwu No
Tingkat Pendidikan Belum sekolah Tidak pernah sekolah Pernah sekolah tapi tdk tammat SD SD/ sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat D1 D2 D3 S1
Jumlah (Jiwa) 213 65 83 326 589 521 42 34 23 31 1.927
Sumber : Monografi Desa Salu Jambu, 2012
4.5. Kondisi Kelembagaan a. Kelembagaan Pemerintahan Desa dan Perekonomian Sarana perkreditan di desa Salujambu belum tersedia seperti bank, koperasi simpan pinjam, dll sehingga yang berlaku adalah perkreditan perorangan/lintah darat dengan bunga 5-10% per bulan atau dengan tengkulak.
Lembaga lain yang membantu petani dalam menggerakkan
sumberdaya pertanian adalah Gapoktan yang ada di desa Salujambu berjumlah 2 kelompok yang masih aktip, 3 kelompok tidak aktip lagi, ada 4 kelompok wanita tani yaitu Mujur, Hibrida, Nusa indah dan Asoka indah b. Institusi Pelayanan Penyuluhan Pertanian Penyuluhan pertanian merupakan salah satu dinamisator dan sekaligus merupakan
ujung
tombak
pembangunan
pertanian.
Jumlah
penyuluh
pertanaian di WK-BPP Walmas yang bertugas melayani penyuluhan pertanian dapat dilihat pada Tabel 2.
24
Tabel 2. Jumlah Penyuluh Pertanian di Kecamatan Lamasi Tahun 2012 No Penyuluh / Petugas Pertanian Jumlah (orang) 1 Kepala BPP Walmas 1 2 Kepala Unit Pertanian 1 3 Penyuluh Pertanian dan kehutanan 14 4 PHP 1 5 Petugas Ternak 1 Jumlah 16 Sumber: Data Sekunder KUPK Lamasi, 2012.
4.6.
Karakteristik Petani Kooperator Identitas Petani Kooperator diperoleh dari hasil karakterisasi yang
meliputi usia Petani Kooperator, tingkat pendidikan, pengalaman dalam melakukan aktivitasnya, disajikan dalam table 3. Tabel 3. Identitas petani Kooperator Demonstrasi Pememeliharaan Kambing di Kabupaten Luwu 2012. No. Uraian Rata-rata 1. 2. 3. 4.
Usia (tahun) Lama pendidikan (tahun) Pengalaman kerja (tahun) Jumlah tanggungan
39 9 18 4
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.
Dari tabel 3 di atas. Terlihat bahwa rata-rata usia Petani kooperator 39 tahun, hal ini menunjukkan bahwa petani kooperator berada pada Usia produktif yang secara fisik mempunyai kemampuan untuk berusahatani, meskipun demikian usia tidak menjamin keterampilan seseorang dalam berusahatani tapi perlu intervensi teknologi yang berdaya guna serta pengambilan keputusan yang tepat dan dilakukan bersama-sama. Tingkat pendidikan petani kooperator di lokasi Uji coba/Demonstrasi ditunjukkan oleh waktu yang dihabiskan dalam menuntut ilmu yaitu mayoritas 9 tahun yang merupakan tingkat pendidikan SMP.
Sehingga dengan demikian dalam
melakukan aktifitas usahataninya dapat berinteraksi dengan lingkungannya dengan baik. Namun pada kenyataannya bekal pendidikan yang dimiliki kurang mampu memberi peluang untuk menambah wawasan secara inovatif karena besarnya pengaruh budaya dalam wilayah masing-masing.
25
Pengalaman berusahatani ternak kambing petani kooperator dilokasi demonstrasi pembuatan kandang yang baik yaitu rata-rata 21 tahun. Pergeseran pola usahatani tradisional ke komersil masih belum terlihat meskipun sudah mampu memberikan keuntungan yang memadai, sehingga merupakan peluang bagi petani ternak untuk meningkatkan produktifitas usaha ternaknya. Untuk mencapai efisiensi usaha dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya lainnya, sehinggga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Jumlah tanggungan rata-rata 4 orang, hal ini di satu sisi merupakan tantangan untuk lebih meningkatkan produksi dan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 4.7. Analisis Respon Petani Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon/tanggapan petani terhadap
Teknologi
Pemeliharaan
Kambing
yang
di
demonstrasikan.
Respon/tanggapan petani direkam melalui wawancara baik sebelum dan sesudah kegiatan. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Tanggapan awal Berdasarkan respon petani yang diperoleh pada (Tabel 4.) bahwa tidak semua komponen Teknologi Kandang Kambing direspon dengan baik oleh petani pada awal kegiatan. Tanggapan petani terhadap desain kandang sehat yaitu lokasi kandang dan atap kandang adalah 90 %.
Hal ini disebabkan
karena kandang kambing berada di lokasi hijauan pakan lokal dan tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi pengambilan pakan serta dekat dari tempat tinggal sehingga ternak mudah diawasi. Penggunaan pakan hijauan lokal 90% petani merespon dengan baik terhadap hijauan gamal, lantoro, rumput dan dedak. Hal ini disebabkan karena mereka mempunyai motivasi yang tinggi
untuk
meningkatkan
produksi kambingnya namun yang menjadi kendala bahwa petani belum tahu komposisi
pakan yang baik dan bergizi, belum pengalaman dalam
pengelolaannya dan ada anggapan petani bahwa membutuhkan input / biaya
26
produksi yang lebih besar mengakibatkan tingkat keragu-raguan masih mempunyai prosentasi 10 %. Tabel 4. Respon Petani Terhadap Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Kambing di Kabupaten Luwu 2012. No 1 1
2
Teknologi Pemeliharaan Kambing 2 Pembuatan Kandang panggung
Respon
%
Sebelum
%
3 Menerima
4 70
5 Mudah dipelihara
6 100
Ragu-ragu
20
0
Menolak Menerima
10 90
Ternak mudah terprosok/jatuh dari kandang karena berat Butuh biaya besar Mudah diawasi, berada di lokasi hijauan
Ragu-ragu Menolak Menerima Ragu-ragu Menolak Menerima
0 10 70 20 0 80
0 Pencemaran lingkungan 0 Bahan tersedia dilokasi 100 Biaya besar 0 0 Kandang kelompok 100
Ragu-ragu
20
Belum mengetahui manfaat
Menolak Menerima
0 70
Ragu-ragu
30
Menolak Menerima
0 70
Ragu-ragu
30
Atap kandang
Menolak Menerima
0 90
Kolong kandang
Ragu-ragu Menolak Menerima
10 10 70
30 0 90
Tambahan biaya
Pakan hijauan lokal
Ragu-ragu Menolak Menerima Ragu-ragu
10
Petani mau mencari jenis pakan lain
Menolak Menerima
0 80
Ragu-ragu Menolak
10 0
0 Banyak ternak yang mati 100 karena sakit Butuh tambahan biaya 0 0
Lokasi kandang
3
Bahan baku kandang
4
Ukuran kandang
5
6
7
8
9
10
Alasan
Lantai kandang
Dinding kandang
Kesehatan Ternak
Mudah membersihkan
Belum mengetahui manfaat Ternak aman Belum mengetahui manfaatnya Tidak sering menggganti atap, bahan tersedia dilokasi Panas pada siang hari Biaya mahal Mudah membersihkannya
Kebiasaan petani
0 100
Sesudah 7 Kebersihan ternak terjaga, tidak mudah terserang penyakit prosentase kematian ternak kurang
Tidak ada biaya transportasi, kotoran dapat dijadikan kompos
Tahan puluhan tahun Pertumbuhan kambing baik, tidak saling menularkan penyakit
0 0 100
Memudahkan sisa hijaun jatuh ke lantai kandang, tidak mudah terperosok, memuat kambing dengan bobot lebih berat
0 0 100
Pertukaran udara sangat bagus
0 0 100 0 0 100
0 0 100
Tahan puluhan tahun, sesuai untuk kondisi iklim setempat Tidak lembab, kotoran ternak mudah dikumpulkan dan tidak berbau
Mudah mendapatkannya, mudah dibudidayakan
0
Efektif mencegah dan mengobati penyakit
27
Lanjutan Tabel 4. 1 11
2 Pembuatan Kompos
3
4
5
6
Menerima
80
Menambah pengetahuan 100
Ragu-ragu
10
Waktunya hancurnya lama, belum tau caranya, promi dimana didapatkan
Menolak
0
7 Efektif mencegah penyakit kambing, mengurangi pemakaian pupuk kimia pada tanaman,mengurangi pencemaran lingkungan, menambah pendapatan
0
0
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.
Bahan kandang, ukuran, dinding, lantai, dan tinggi kolong sudah 7090% petani merespon dengan baik tersebut
sudah
terbiasa
karena sebagian
mengkandangkan
petani diwilayah
kambingnya
namun
belum
memenuhi standar kandang sehat seperti letak maupun desain kandang, selebihnya biaya
(10-30%) masih ragu-ragu karena khawatir
adanya tambahan
dan belum berpengalaman karena merupakan inovasi baru bagi
mereka. Tingkat keragu-raguan terhadap kesehatan ternak dan pembuatan pupuk kandang (kompos) yaitu 10-30%, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani serta belum melihat bukti keberhasilan terhadap teknologi tersebut selain itu Promi sebagai bahan dekomposer kompos belum ada dijual di kios-kios tani. Penolakan petani terhadap penempatan kandang dengan pemukiman yaitu 10% dengan alasan pencemaran lingkungan. Tanggapan setelah Pelaksanaan Demonstrasi Berdasarkan
respon
demonstrasi berlangsung terhadap
semua
petani
yang
diperoleh
setelah
kegiatan
(Tabel 4) bahwa tanggapan petani sangat baik
komponen
teknologi
kandang
yang
baik
yang
didemonstrasikan dibandingkan sebelum kegiatan berlangsung, terutama pada manfaat yang diperoleh dalam menerapkan komponen teknologi kandang, kesehatan ternak dan pembuatan pupuk kandang (kompos) karena dapat
28
meningkatkan pendapatan secara signifikan khususnya pupuk kandang yang dihasilkan seperti yang ditunjukkan dalam analisis yang dilakukan sebelumnya. Komponen teknologi penggunaan kotoran kambing dan sisa makanan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kandang (kompos) direspon baik oleh petani (100%),
namun
untuk
melaksanakan
hal
tersebut
masih
dianggap
merepotkan. Pembelajaran yang diperoleh petani dengan kandang yang tinggi kolongnya sangat memudahkan petani membersihkan kandang, sehingga secara otomatis mengakibatkan ternak kambing sehat. Gambaran respon petani terhadap komponen teknologi pemeliharaan kambing dengan perbaikan kandang, kesehatan ternak dan pembuatan pupuk kompos di Posluhtan Salujambu/kelompoktani Mujur umumnya baik setelah melihat, melakukan dan merasakan manfaat yang dapat diperoleh dari proses pembelajaran, dan penerapan komponen-komponen teknologi tersebut. Namun demikian masih membutuhkan waktu untuk berlangsungnya proses pembelajaran yang meliputi pembentukan opini, pembentukan sikap dan keputusan untuk mengadopsi. 4.8. Analisis Usahatani Dalam usahatani padi ada beberapa komponen input antara lain : (1). Biaya sarana produksi yang terdiri dari Pembuatan kandang, pakan hijauan lokal, ternak (kambing), dan obat-obatan; (2). Biaya tenaga kerja. Adapun biaya produksi yang dikeluarkan, pendapatan dan keuntungan yang diperoleh, secara rinci disajikan dalam Tabel Lampiran 1 untuk petani koperator dan Tabel Lampiran 2 untuk petani non koperator. Dari Tabel 5, dibawah menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan petani
kooperator
Rp.2.086.100,-;
terhadap
sedangkan
biaya pada
pakan
dan
obat-obatan
sebesar
petani
non
kooperator
sebesar
Rp.1.032.350,- berarti selisih total biaya yaitu Rp.1.053.750,-
29
Tabel 5. Perbandingan Biaya Pakan dan Obat-obatan antara Petani Koperator dan Non Koperator No 1
2
Uraian Pakan Rumput Lamtoro/Gamal Konsentrat/Dedak Mineral Blok B Compleks Obat-obatan Cacingan Puru/Dakangan Kudisan / Scabies Diare/mencret Spoit
Hari 210 210 210 1 1
Kg 10 20 2 2 50
Koperator Harga/Kg 100 100 580 60.000 1.000
1 1 1 1 100
100 50 100 100 5
2.575 450.000 150.000 60.000 1.250
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.
Nilai 210.000 420.000 243.600 120.000 50.000
Hari 210 210 210 1 1
257.500 450.000 150.000 60.000 125.000 2.086.100
0,5 0 0 0,5 20
Non Koperator Kg Harga/Kg 10 100 15 100 2 580 1 60.000 20 1.000 100 50 100 100 5
2.575 450.000 150.000 60.000 1.250
Nilai 210.000 315.000 243.600 60.000 20.000 128.750 30.000 25.000 1.032.350
Dari Tabel 6, dibawah menunjukkan bahwa total biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani kooperator sebesar Rp.2.147.000,- sedangkan pada petani non kooperator sebesar Rp.1.779.500,- berarti selisih total biaya yaitu Rp.367.500,Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka biaya produksi petani koperator lebih besar Rp.1.361.250,- dibanding petani non koperator, namun demikian rata-rata pertambahan berat badan kambing petani koperator yaitu 9,62 kg/ekor (298,35 kg/31ekor) dan petani non koperator yaitu 4,96 kg/ekor (119,01 g/24 ekor), sehingga terdapat selisih 179,34 kg selama 7 bulan (Tabel 7). Tabel 6. Perbandingan Biaya Tenaga Kerja antara Petani Koperator dan Non Koperator No 1 2 3
Uraian Penyedia rumput Pembersihan Kandang Rumput
Koperator
Non Koperator
Hari
HOK
Rp/HOK
Nilai
97
0,20
25.000
32 210 339
0,20 0,20
30.000 35.000
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.
Hari
HOK
Rp/HOK
Nilai
485.000
97
0,20
25.000
485.000
192.000 1.470.000 2.147.000
32 210 339
0,20 0,15
30.000 35.000
192.000 1.102.500 1.779.500
Pertambahan berat badan yang diperoleh, dan harga kambing hidup Rp.39.000,-/kg,
maka
pendapatan
petani
koperator
lebih
besar
pendapatannya Rp.6.994.260,- selama 7 bulan dibanding petani non koperator. Hal tersebut dipengaruhi oleh penerapan beberapa teknologi pemeliharaan kambing khususnya kandang yang baik dengan R/C ratio 1,11
30
(Tabel Lampiran 1) untuk petani koperator dan 0,93 (Tabel Lampiran 2) untuk petani non koperator sehingga MBCR sebesar 2,44; Hal ini merupakan tolak ukur kelayakan ekonomi usahatani tidak semata-mata dipengaruhi oleh produktivitas usahatani, akan tetapi sangat ditentukan oleh faktor harga input dan harga output, dimana input Rp.1,- akan menghasilkan input Rp.2,44,-. Hasl ini sesuai yang dikemukakan Dwiyanto et al., 1996, bahwa peningkatan skala usaha dan orientasi usaha kearah usaha yang komersial-intensif akan meningkatkan efisiensi produksi dan dapat memberi kontribusi pendapatan yang lebih nyata, selanjutnya Abdul Madjid, 1999 menyatakan desain kandang kambing yang baik dan sehat dilengkapi dengan kolong disemen miring (turunan) kearah selokan yang sejajar dengan panjang kandang agar kotoran dapat dikumpulkan pada suatu tempat yang selanjutnya dibuat kompos. Tabel 7. Perbandingan Pertambahan Pendapatan antara Petani Koperator dan Non Koperator No 1 2 3 4 5 6 7 8
Uraian Dewasa Jantan Dewasa Betina Muda Jantan Muda Betina Anak Jantan Anak Betina Jantan lahir Betina lahir
Koperator SSD 1 6 2 6 2 4 3 7 31
TBB 10,15 56,70 18,90 60,90 17,50 32,20 28,50 73,50 298,35
Non Koperator SSD 1 4 3 7 1 2 2 4 24
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.
TBB 4,06 21,00 11,55 26,95 2,15 4,30 15,00 34,00 119,01
Selesih STBB 6,09 35,70 7,35 33,95 15,35 27,90 13,50 39,50 179,34
Harga 39.000 39.000 39.000 39.000 39.000 39.000 39.000 39.000 39.000
Nilai 237.510 1.392.300 286.650 1.324.050 598.650 1.088.100 526.500 1.540.500 6.994.260
4.9. Analisis Tingkat Partisipasi Petani Anggota Kelompok Tingkat partisipasi petani anggota Posluhtan/poktan dalam pelaksanaan Demontrasi Teknologi Pemeliharaan Kambing dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, bahwa 81,1% atau 20 dari 25 orang anggota poktan
yang aktif terlibat mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
dalam demplot baik itu pertemuan-pertemuan dilapangan seperti sosialisasi, temu lapang, berperan aktif pada setiap aplikasi inovasi teknologi yang dibimbing langsung oleh peneliti, penyuluh dan teknisi BPTP.
31
Tabel 8. Tingkat Partisipasi Petani Anggota Kelompok pada Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Kambing di Kabupaten Luwu 2012. (n = 25 orang).
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Wujud Keterlibatan Petani Sosialisasi (ide/gagasan/pemikiran) FGD (Perencanaan, memutuskan) Penempatan Lokasi Kandang Menyediakan Bahan Kandang Pembuatan Kandang Sehat Penyertaan Ternak Kambing Vaksinasi dan pengobatan Kambing Penggunaan pakan hijauan lokal Pembuatan mineral blok Pembuatan pupuk organik dengan promi Temu Lapang Rata-rata
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.
n
%
25 25 16 12 14 6 25 25 25 25 25 20
100,0 100,0 64,0 48,0 56,0 24,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 81,1
Berdasarkan uraian pada Tabel 8. diatas, menunjukkan bahwa tingkat partisipasi peternak secara keseluruhan baik (81%) dan tingkat partisipasi tertinggi
pada
7
(tujuh)
komponen
aktivitas
yaitu:
Sosialisasi
(ide/gagasan/pemikiran), FGD (Perencanaan, memutuskan), Vaksinasi dan pengobatan Kambing, Penggunaan pakan hijauan local, Pembuatan mineral blok, Pembuatan pupuk organik dengan promi dan Temu Lapang masingmasing 100%, sementara yang terendah pada komponen penyertaan kambing (24%), kemudian disusul, penyediaan bahan, pembuatan kandang sehat dan penempatan lokasi kandang masing-masing 48%, 56% dan 64%. Hal ini disebabkan karena posisi kandang yang dibuat berjauhan dengan tempat tinggah (rumah) anggota kelompok tani yang akan menyertakan kambingnya.
4.10. Analisis Tingkat Kepuasan Petani Anggota Kelompok Analisis tingkat kepuasan Mujur
terhadap
pelaksanaan
anggota Poslutan Salujambu kelompoktani demplot
berdasarkan
kebutuhan
inovasi
teknologi yang diharapkan dapat dilihat pada Tabel 9.
32
Tabel 9. Tingkat Kepuasan Petani Anggota Kelompoktani Mujur pada Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Kambing di Kabupaten Luwu (2012). No
Jasa BPTP
1
2 1
Penyediaan Infotek yang dibutuhkan melalui Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Kambing Pembuatan Kandang
90
10
0
Lokasi kandang
80
15
5
Bahan baku kandang
90
5
5
Ukuran kandang Lantai kandang
85
10
5
90
10
0
Dinding kandang
80
20
0
Atap kandang Kolong kandang
100
0
0
90
10
0
Kesehatan Ternak Pakan Hijauan
75
20
5
90
10
0
Mineral Blok
80
10
10
86,36
10,91
2,73
Juknis Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Kambing
79
11
10
Folder Teknologi Pemeliharaan Kambing
90
0
10
Folder Tek. Pembuatan Pupuk Organik dengan Promi
84
2
14
84,33
4,33
11,33
80
12
8
84
12
4
82,00
12,00
6,00
Cara pembuatan kandang kambing yang sehat
80
10
10
Cara vaksinasi dan pengobatan Kambing
60
30
10
Cara membuat mineral blok
90
10
0
Cara pembuatan pupuk organik dengan promi
60
20
20
Meningkatkan kebersamaan kelompok tani
70
10
20
Mencari informasi pertanian lewat media elektronik
60
10
30
70,00
15,00
15,00
Nilai Rata-Rata 2
Penyediaan Infotek yang dibutuhkan melalui penyebaran Brosur, juknis teknologi, Folder dan Video
Nilai Rata-Rata 3
Temu lapang/Temu Tekhnis/Temu Usaha Sosialisasi Teknologi Pemeliharaan Kambing Temu lapang akhir kegiatan dan pembuatan pupuk organik dengan promi Nilai Rata-Rata
4
Tingkat Kepuasan (% Petani) Sangat Tidak Puas puas Puas 3 4 5
Bimbingan Lapangan Pelaksanaan uji coba Teknologi
Nilai Rata-Rata
33
Lanjutan Tabel 9. 1
2 5
3
4
5
Narasumber dalam Pelaksanaan Teknologi Pembuatan Kandang Sehat
70
20
10
Pemeliharaan kesehatan kambing
70
20
10
Penggunaan pakan hijauan lokal
80
10
10
Pembuatan pupuk organik dengan promi
70
20
10
Nilai Rata-Rata
72,50
17,50
10,00
Nilai Rata-rata Keseluruhan
79,03
11,94
9,03
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012
Berdasarkan Tabel 9 di atas, menunjukkan bahwa: 86,36% petani anggota gapoktan sangat puas terhadap Penyediaan Infotek yang dibutuhkan melalui (Demplot Teknologi Kandang yang Baik dengan menggunakan kambing) yaitu : Pembuatan kandang, lokasi kandang, bahan baku, ukuran, lantai, dinding, atap dan kolong kandang, kesehatan ternak dan pembuatan kompos dengan promi 10,91% puas dan 2,73% yang kurang puas. Penyediaan Infotek yang dibutuhkan melalui penyebaran media cetak seperti:
Juknis
Demonstrasi
Teknologi
Pemeliharaan
Kambing,
Folder
Teknologi Pemeliharaan Kambing dan Folderder Tek. Pembuatan Pupuk Organik dengan Promi, 84,33% sangat puas, 4,33% puas dan hanya 11,33% kurang puas. Hasil pertemuan kegiatan Demonstrasi pemeliharaan kambing 82,00% petani anggota Posluhtan/Kelompok tani sangat puas terhadap komponen
Sosialisasi
Teknologi Pemeliharaan Kambing, Temu lapang Pembuatan
Kandang Sehat, Temu lapang penggunaan pakan hijauan lokal dan Temu lapang pembuatan kompos dengan Promi. Petani merasa puas pada kegiatan Temu lapang tersebut adalah 12,00% dan
(6,00%) merasa kurang puas;
sedangkan 70,00% petani anggota Posluhtan/kelompok tani sangat puas terhadap Bimbingan Lapangan Pelaksanaan Demonstrasi Teknologi meliputi: Cara vaksinasi dan pengobatan Kambing, Cara pembuatan kandang kambing yang sehat, Cara pembuatan pupuk organik dengan promi, Cara membuat mineral blok, Meningkatkan kebersamaan kelompok tani dan Mencari
34
informasi pertanian lewat media elektronik 15,00% puas dan kurang puas (15,00%) . Begitu juga terhadap Narasumber dalam Pelaksanaan demonstrasi teknologi
pembuatan
kandang
yang
baik
72,50%
petani
anggota
Posluhtan/Kelompok tani sangat puas terhadap : Pembuatan Kandang Sehat, Pemeliharaan kesehatan kambing, Penggunaan pakan hijauan local dan Pembuatan pupuk organik dengan promi 17,50% petani
puas, 10,00% yang
kurang puas. Keseluruhan indikator kepuasan terhadap pelayanan diseminasi yang dilakukan BPTP petani sangat puas dengan nilai 79,03%, sebagai indikator bahwa tingkat kepuasan yang sangat puas tersebut merupakan garansi bagi BPTP bahwa teknologi yang diintroduksikan memiliki progress yang baik pula dalam tingkat difusi dan adopsi ke depan.
Berdasarkan kepuasan yang
dirasakan petani akan menggiring masuk ketahapan pengambilan keputusan yang lebih baik. 4.11. Analisis Porsi dana Non APBN/LOAN dalam Pembiayaan Kegiatan Demonstrasi Konstribusi
stakeholders
pada
Kegiatan
demonstrasi
Teknologi
Pemeliharaan Kambing terlihat pada Tabel 10, di bawah ini. Berdasakan Tabel 10, terlihat konstribusi stakeholders hanya 19,69% dari seluruh anggaran demontrasi Teknologi Pemeliharaan Kambing berupa partisipasi petani 18,36% berupa bahan demonstrasi (Kambing) yaitu: 1 ekor pejantan, 6 ekor betina, 2 ekor pejantan muda, 6 ekor betina muda ,2 ekor anak jantan dan 4 ekor anak betina senilai Rp.10.793.250,- dan tenaga kerja anggota petani koperator senilai Rp.677.000,- (1,15%) karena ini merupakan pekerjaan sehari-hari anggota kelopoktani melakukan kegiatan kerjasama dengan prinsip gotong royong serta partispasi masyarakat berupa pinjaman fasilitas pada saat sosialisasi dan temu lapang berupa kursi senilai Rp.100.000,(0,17%).
35
Tabel. 10.
No 1.
Pendanaan Non FEATI Anggota Kelompoktani Mujur pada Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pemeliharaan Kambing di Kabupaten Luwu T.A. 2012. Kegiatan BPTP
Bahan: - ATK dan Komputer Suplies - Bahan Demonstrasi/Uji Coba - Temu Lapang - Foto Copy dan Penggandaan Laporan 2. Honor kegiatan; - Honor harian lepas - Honor ketua tim - Honor anggota tim Belanja Barang Operasional 3. lainnya: - Biaya Peserta temu lapang 4. Belanja Perjalanan lainnya; - Perjalanan Persiapan dan Pelaksanaan Jumlah Prosentase Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.
Sumber Dana FEATI Institusi
Nilai (Rp)
BPTP BPTP BPTP
919.875 16.679.000 2.759.750
BPTP
919.750
BPTP BPTP BPTP
1.553.060 231.750 1.112.460
BPTP
5.100.000
BPTP
29.500.000 58.775.645 83,55%
Sumber Dana Non FEATI (APBD, Swasta, Masyarakat) Institusi Nilai (Rp) Petani Masyarakat
10.793.250*) 100.000**)
Petani
677.000***)
11.570.250 19,69%
Keterangan : *) = Harga Kambing Rp.9.919.650 dan Hijauan makanan ternak Rp.873.600 **) = Sewa kursi Sosialisasi dan Temu lapang ***) = Upah pemeliharaan
36
V. KESIMPULAN 1. Petani sangat respon (100%) terhadap semua komponen Teknologi Kandang yang Baik yang didemonstrasikan. 2. Anggota poktan yang aktif terlibat mengikuti kegiatan adalah 81,1% atau 20 dari 25 orang. 3. Keseluruhan indikator kepuasan yang ditanyakan kepada anggota Poktan mendapatkan tanggapan sangat puas 79,03% dan puas 11,94%, serta kurang puas 9,03%. 4. Penerapan Komponen Teknologi Kandang yang Baik dengan rata-rata pertambahan berat badan kambing petani koperator yaitu 9,62 kg/ekor dan petani non koperator yaitu 4,96 kg/ekor memberikan hasil lebih besar pendapatannya Rp.6.994.260,- selama 7 bulan dengan MBCR sebesar 2,44. 5. Kegiatan temu lapang pada setiap aplikasi inovasi teknologi besar manfaatnya karena dapat terjalin komunikasi langsung dan pertukaran pengetahuan atau umpan balik antara pelaku utama dan pelaku antara bersama dengan sumber teknologi (BPTP SulSel). 6. Kegiatan
demonstrasi
sangat
besar
manfaatnya
sebagai
tempat
pembelajaran yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap petani untuk penerapan inovasi teknologi.
37
DAFTAR PUSTAKA Anonimous,. 2001. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Kambing, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan , Makassar ------------,. 2003. Pemberian daun gamal pada Kambing. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan , Makassar ------------,. 2004 Pemberian pakan MNB pada Kambing, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan , Makassar ------------,. 2006. Teknologi Pembuatan Pakan Ternak dari Limbah Kulit Kakao. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan , Makassar ------------,. 2007. Laporan Tahunan 2007. Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan. Didik Yusuf, 2010. Desain Kandang Diplester Miring, Menampung Urine jadi Mudah. Kanisus, Bandung Dwyanto, K., A. Priyanti dan D. Zainuddin. 1996. Pengembangan Ternak Berwawasan Agribisnis di Pedesaan dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Pemilihan Bibit yang Tepat. Jurnal Litbang Pertanian XV (1) : 6 – 15. Madjid, A. 1999. Penyakit dan Pengobatan Ternak Kambing. Penelitian Ternak Kambing dan Domba di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Mathius, I.W., Haryanti, B., M.I. Siregar. 1991. Makanan dalam Pedoman Peraktis Beternak Kambing dan Domba Sebagai Ternak Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. (BPTP) Sulawesi Selatan. Makassar. Sariubang, M. A. Ella dan R. Rahman. 2009. Pengkajian Kambing Marica sebagai Ternak Penghasil Daging Rendah Kolesterol melalui Pakan Rendah Protein dan Lemak di Dulawesi Selatan. Laporan Hasil Kegiatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Simon P Ginting, 2009. Pemeliharaan Induk dan Anak Kambing Masa Pra-sapih. Loka Penelitian Kambing Potong Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
38
Tabel 1. Analisa Usahatani Kambing selama 7 bulan sesudah Introduksi Teknologi Pemeliharaan Kambing Petani Koperator No 1
2 3
4
3 4 5 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Uraian Modal Kambing Dewasa Jantan Dewasa Betina Muda Jantan Muda Betina Anak Jantan Anak Betina Kandang 4 X 6 m2 Pakan 3.a. Rumput 3.b. Lamtoro/Gamal 3.c. Konsentrat/Dedak 3d. Mineral Blok 3e. B Compleks Obat-obatan Cacingan Puru/Dakangan Kudisan / Scabies Diare/mencret Spoit Tenaga Kerja Penyedia rumput Pembersih Kandang Total Biaya + Upah Total Biaya - Upah Ternak Kambing Dewasa Jantan Dewasa Betina Muda Jantan Muda Betina Anak Jantan Anak Betina Jantan yang lahir Benih yang lahir Kotoran Total Penerimaan Pendapatan ( + upah ) B/C ratio Pendapatan ( - upah ) Total Tenaga Kerja R/C ratio Indeks Tenaga Kerja MBCR
Satuan
ekor ekor ekor ekor ekor ekor th kg kg kg bh ml btr cc ml ml bh hr hr
Harga/satuan (Rp) Pengeluaran Berat Awal (Kg) Harga/Kg 1 18,45 39.000 6 12,59 39.000 2 13,05 39.000 6 12,21 39.000 2 9,50 39.000 4 10,50 39.000 10 14.066.500 Hari Kg Harga/Kg 210 10 100 210 20 100 210 2 580 1 2 60.000 1 50 1.000
Volume
1 1 1 1 100 Hari 97 32
100 50 100 100 5 HOK 0,20 0,20
2.575 450.000 150.000 60.000 1.250 Rp/HOK 25.000 30.000
Penerimaan Setelah 7 bulan Introduksi Teknologi Berat Akhir (Kg) Harga/Kg ekor 1 28,60 39.000 ekor 6 22,04 39.000 ekor 2 22,50 39.000 ekor 6 22,36 39.000 ekor 2 18,25 39.000 ekor 4 18,55 39.000 ekor 3 7,50 39.000 ekor 7 8,50 39.000 3 2.500 1.000
hr
Besaran (RP)
Keterangan
719.550 2.946.060 1.017.900 2.857.140 741.000 1.638.000 1.406.650 210.000 420.000 243.600 120.000 50.000 257.500 450.000 150.000 60.000 125.000 485.000 192.000 14.089.400 13.412.400 1.115.400 5.157.360 1.755.000 5.232.240 1.423.500 2.893.800 877.500 2.320.500 7.500.000 28.275.300 14.185.900 1,01 14.862.900
339 1,11 43.843 2,44
39
Tabel 2. Analisa Usahatani Kambing selama 7 bulan sesudah Introduksi Teknologi Pemeliharaan Kambing Petani Non Koperator No 1
2 3
4
3 4 5 1
2 3 4 5 6 7 8
Uraian Modal Kambing Dewasa Jantan Dewasa Betina Muda Jantan Muda Betina Anak Jantan Anak Betina Kandang 5 X 8 m2 Pakan 3.a. Rumput 3.b. Lamtoro/Gamal 3.c. Konsentrat/Dedak 3d. Mineral Blok 3e. B Compleks Obat-obatan Cacingan Puru/Dakangan Kudisan / Scabies Diare/mencret Spoit Tenaga Kerja Penyedia rumput Pembersih Kandang Total Biaya + Upah Total Biaya - Upah Ternak Kambing Dewasa Jantan Dewasa Betina Muda Jantan Muda Betina Anak Jantan Anak Betina Dewasa Jantan Dewasa Betina Kotoran Total Penerimaan Pendapatan ( + upah ) B/C ratio Pendapatan ( - upah ) Total Tenaga Kerja R/C ratio Indeks Tenaga Kerja
Satuan
ekor ekor ekor ekor ekor ekor th kg kg kg bh ml btr cc ml ml bh hr hr
Harga/satuan (Rp) Pengeluaran Berat Awal (Kg) Harga/Kg 1 16,50 39.000 4 12,50 39.000 3 12,05 39.000 7 10,20 39.000 1 6,45 39.000 2 5,65 39.000 5 800.000 Hari Kg Harga/Kg 210 10 100 210 15 100 210 2 580 1 1 60.000 1 20 1.000
Volume
0,5 0 0 0,5 20 Hari 97 32
100 50 100 100 5 HOK 0,20 0,20
2.575 450.000 150.000 60.000 1.250 Rp/HOK 25.000 30.000
Penerimaan Setelah 7 bulan Pemeliharaan Berat Akhir (Kg) Harga/Kg ekor 1 20,56 39.000 ekor 4 17,75 39.000 ekor 3 15,90 39.000 ekor 7 14,05 39.000 ekor 1 9,60 39.000 ekor 2 8,80 39.000 ekor 2 9,50 39.000 ekor 4 10,50 39.000 2 2.000 1.000
hr
Besaran (RP)
Keterangan
643.500 1.950.000 1.409.850 2.784.600 251.550 440.700 160.000 210.000 315.000 243.600 60.000 20.000 128.750 30.000 25.000 485.000 192.000 9.349.550 8.672.550 801.840 2.769.000 1.860.300 3.835.650 374.400 686.400 741.000 1.638.000 4.000.000 16.706.590 7.357.040 0,79 8.034.040
339 0,93 23.699
40