DEMONSTRASI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PADI DI KABUPATEN LUWU
Ir. St. Najmah I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai salah satu landasan bagi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang menghadapi berbagai tantangan antara lain 1) pemenuhan kecukupan pangan, peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan 3) penyediaan lapangan kerja melalui optimalisasi sumberdaya yang ditata dalam sistem agribisnis yang mantap. Pembangunan pertanian yang sentralistik sudah diakui menimbulkan variasi inefisiensi usahatani, disebabkan karena variasi karateristik sumberdaya alam dan keragaan sosial ekonomi masyarakat yang cukup besar (Sudaryanto, 2000). Berdasarkan tantangan dan masalah diatas maka penciptaan dan pengembangan teknologi pertanian yang partisipatif dan spesifik lokasi harus dilakukan (Sudaryanto, 2001) Semenjak dilakukan restrukturisasi sistem penelitian dan pengembangan pertanian dengan didirikannya Balai/loka pengkajian telah memberikan dampak yang positif terhadap penciptaan, adopsi dan penerapan teknologi. Hal ini disebabkan oleh perencanaan program penelitian pengkajian (litkaji) dilakukan secara bottom – up, berdasarkan masalah yang ada, petani diposisikan sebagai subjek dan pelaksana litkaji dilakukan secara partisipatif. Dengan demikian teknologi yang dihasilkan betul – betul yang diinginkan pengguna, secara teknis maupun mengatasi masalah serta secara sosial dapat diterima atau dengan kata lain teknologi tersebut adalah ”Teknologi Spesifik Lokasi”(Budianto, 2001). Sesuai mandat BPTP merupakan Unit pelaksana teknis Badan Litbang Pertanian, berperan sebagai pusat komunikasi dan penyedia sumber informasi teknologi serta menciptakan paket teknologi spesifik lokasi bagi pengguna, melalui progran P3TIP/FEATI melaksanakan uji coba/demonstrasi teknologi sesuai dengan acuan pelaksanaan kegiatan yang merupakan penjabaran dari komponen C yakni Perbaikan dan Diseminasi teknologi (Petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan P3TIP/FEATI, 2009). Demonsrasi teknologi bertujuan untuk menguji
1 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
teknologi yang dikembangkan/direkomendasikan BPTP ditingkat lapangan sebagai upayah mendukung pengembang model-model sistem usahatani pada suatu wilayah Dalam rangka mempercepat sosialisasi dan adopsi teknologi oleh pengguna dilapangan diperlukan media efektif untuk penyaluran teknologi tersebut. Salah satu media yang efektif untuk sosialisasi adalah penerapan teknologi produksi benih padi melalui demonstrasi teknologi dilahan petani yang dilakukan secara bersama-sama antara peneliti, penyuluh dan petani. Hal ini dimaksudkan agar petani dapat melihat langsung cara pengaplikasian teknologi dan hasil yang diperoleh pada akhir kegiatan demonstrasi. Salah satu paket teknologi unggul hasil kajian BPTP Sulawesi Selatan yang sudah siap diaplikasikan di lapangan adalah penangkaran benih padi berbasis Gapoktan. 1.2. Tujuan Memperkenalkan dan mendemonstrasikan teknologi produksi benih padi melalui penerapan secara langsung ditingkat petani Menghimpun umpan balik tentang kesesuaian
teknis, ekonomi, sosial, dan budaya
berkaitan dengan teknologi produksi benih padi yang didemonstrasikan 1.3. Keluaran Tersosialisasinya teknologi produksi benih padi di tingkat petani-penangkar. Umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial & budaya petani dengan teknologi penangkaran benih padi 1.4. Sasaran Ketua kelompok tani/petani dalam Gapoktan dan ketua-ketua Gapoktan lain pengelola FMA FEATI yang usaha taninya sama dengan komoditi yang di demonstrasikan 1.5. Manfaat dan Dampak Petani mampu menghasilkan benih padi sesuai dengan benih yang diinginkan dan tersedia secara lokal Tersedianya benih padi yang bermutu sebagai suatu peluang usaha bisnis
2 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan tahap yang menentukan dalam siklus pertanian. Teknologi benih yang meliputi tahapan-tahapan teknik penanaman, pembersihan, pengeringan, dan pengaturan kandungan air serta sejumlah proses berikutnya untuk memperbaiki viabilitas maupun daya kecambah benih. Tata niaga benih meliputi pengepakan, labeling, penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Semua tahapan tindakan tersebut sangat menentukan kualitas benih dan pada akhirnya akan menentukan produktivitas riel di lapangan (Basuki, 2008). Benih unggul bermutu merupakan tumpuan utama keberhasilan usahatani, bahkan kemampuan daya hasil benih dari kultivar unggul bermutu merupakan penentu batas atas keberhasilan usahatani. Kultivar unggul tersebut umumnya dihasilkan oleh lembaga-lembaga pemerintah kecuali benih hibrida. Industri perbenihan yang ada saat ini umumnya bersifat perbanyakan kultivar unggul yang dihasilkan oleh lembaga pemerintah tersebut. Meskipun demikian untuk mengakses benih spesifik lokasi oleh petani tidak mudah, karena benih kadang tidak tepat waktu pada saat dibutuhkan dan harga benih relatif mahal dibanding dengan harga jual produk benih tersebut, sehingga memperbesar biaya usahatani dan mengurangi keuntungan usahatani. Penyediaan benih bermutu bagi petani dengan harga terjangkau masih mengalami hambatan. Produsen benih yang pusat produksinya tersebar diberbagai wilayah serta luasnya penyebaran areal tanam petani merupakan kendala dalam pengawasan produksi dan distribusi benih. Untuk menunjang industri benih tanaman pangan, pemerintah telah membangun berbagai kelembagaan yang melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan, pelepasan varietas, kebijaksanaan dan bimbingan teknis, laboratorium benih, acuan produksi benih sumber, serta pengawasan mutu dan sertifikasi benih (Pasek Pertanian, 2008).
3 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
III. PROSES PERENCANAAN DAN KOORDINASI KEGIATAN 3.1. Waktu dan tempat Kegiatan ini dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2012, yang difokuskan pada aspek penerimaan petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan. Lokasi kegiatan di Desa Botta, Kecamatan Suli Kabupaten Luwu dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan lokasi P3TIP/FEATI. Kegiatan ini berlangsung dari bulan Januari sampai Desember 2012, pada lahan sawah irigasi. 3.2. Pendekatan Kegiatan deseminasi dilaksanakan berupa kegiatan on Farm dilahan petani dengan menggunakan pendekatan dan komponen yang terkait dengan teknologi produksi benih padi, sehingga petani lebih cepat mengadopsi teknologi yang dianjurkan. 3.3. Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan diawali dengan Survei, pembentukan tim pelaksana dan koordinasi di tingkat lapangan dalam rangka penentuan lokasi dan petani pelaksana,serta inplementasi teknologi dan temu lapang. 3.4. Metode Pelaksanaan Demonstrasi dilaksanakan dilahan petani anggota klp tani
Pelaksana lapangan dilakukan sendiri oleh petani, peneliti dan penyuluh membimbing dalam hal teknologi dan desain lapangan
Sebelum aplikasi teknologi, dilakukan
sosialisasi dengan mengundang petani
kooperator dan non kooperator yang tegabung dalam Gapoktan pengelola P3TIP/FEATI, penyuluh serta Pemda setempat
Pengamatan dilakukan terhadap tanggapan dan komentar petani anggota kelompok tani terhadap teknologi yang didemonstrasikan
Pada akhir kegiatan (menjelang panen) dilakukan temu lapang
4 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3.5. Analisis Data Analisis respon petani berdasarkan nilai partisipasi yang dilakukan petani Analisis deskriptif untuk melihat tingkat kepuasan petani terkait preferensinya dan hasil karakterisasi teknologi yang didemonstrasikan Analisis respon petani dalam FMA untuk mengetahui kesesuaian teknis, ekonomi, sosial, dan budaya petani dengan teknologi yang didemonstrasikan Analisis Porsi dana Non APBN/LOAN dalam Pembiayaan Kegiatan Demonstrasi Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan ekonomi teknologi kaitannya dengan inputoutput serta R/C ratio
5 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
IV. METODE PELAKSANAAN 4.1. Waktu dan Tempat Waktu Waktu pelaksanaan kegiatan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Desember 2012. Tempat Lokasi kegiatan bertempat di Desa Botta, Kecamatan Suli Kabupaten Luwu pada kelompok tani Reso Temmengingi FMA Botta dengan seluas 1,5 ha. 4.2. Pendekatan Kegiatan Demonstrasi dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif berupa kegiatan on Farm dilahan petani dengan menggunakan pendekatan dan komponen yang terkait dengan pendekatan teknologi produksi benih padi, sehingga petani lebih cepat mengadopsi teknologi yang dianjurkan. 1.3. Tahapan Pelaksanaan Persiapan Penetapan Teknologi yang didemonstrasikan Penetapan Teknologi yang di Demonstrasikan berdasarkan kebutuhan pembelajaran FMA P3TIP/FEATI di Kabupaten Luwu, dan teknologi tersebut telah dikaji oleh BPTP Sulawesi Selatan dan telah direkomendasikan yakni Demonstrasi Komponen Teknologi Produksi Benih pada tingkat kelompok tani. PenetapanTim Pelaksana Pelaksana kegiatan terdiri dari Penyuluh, Peneliti, teknisi BPTP, Petani dan penyuluh Kabupaten Koordinasi Koordinasi dilakukan bersama dengan pengelolah P3TIP/FEATI Balai Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan (BPP-KP), Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan
(TPHP)
Kabupaten
Luwu.
Maksud
koordinasi
tersebut
untuk
membicarakan rencana Demplot, penempatan lokasi dan calon petani pelaksana, dan jadwal tanam serta mengsinergikkan program di Kabupaten
6 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Penetapan Lokasi dan Petani Pelaksana Penentuan lokasi Demonstrasi dilakukan bersama sama pengelolah FEATI/P3TIP , dan Kepala BPP Suli. Penentuan lokasi tersebut berdasarkan kebutuhan pembelajaran FMA, lokasi mudah dijangkau, letaknya dipinggir jalan, bebas banjir dan kekeringan serta dapat dilalui kendaraan roda 2 dan 4, demikian pula petani pelaksana dipilih petani inovatif dan mudah diajak kerjasama dalam menerapkan teknologi. Berdasarkan keriteria tersebut maka ditetapkan Ketua Kelopok tani Reso Temmangingi sebagai pelaksana Demonstrasi Sosialisasi/Apresiasi Awal kegiatan Sebelum kegiatan dilaksanakan
dilakukan
sosialisasi
bertujuan
untuk
penyampaian informasi tentang teknologi yang akan diintroduksi. Pertemuan ini dilakukan di lokasi kegiatan dan sebagai nara sumber yaitu Peneliti dan Penyuluh BPTP SulSel dihadiri oleh petani pelaksana, petani anggota Gapoktan/Gapoktan lain yang mengusahakan komoditi padi, para penyuluh, petugas dari Instansi terkait dan Pemda.
Dari hasil dengan petani dan petugas bahwa ada beberapa hal yang
merupakan hambatan utama dalam usaha tani padi yaitu masalah benih, tikus, keong emas dan penggerek batang. FGD Kegiatan ini bertujuan menggali informasi kemampuan/ penguasaan teknologi, kebiasaan petani dalam mengelola usahataninya, produksi dan pendapatan yang diperoleh serta masalah yang dihadapi. Hasil panen INPARI 8 diharapkan menjadi calon benih untuk dikembangkan pada musim tanam berikutnya dan menyebar pada anggota kelompok Posluhtan maupun petani sekitar lokasi kegiatan.
Pelaksanaan Demonstrasi
Pelaksanaan di lapangan dilakukan petani, dibimbing oleh peneliti dan penyuluh Untuk menentukan nilai parisipasi, kepuasan/respon petani terhadap tahapan aplikasi teknologi dilakukan pengisian daftar hadir petani pada setiap temu lapang Untuk menghimpun umpan balik, menggali tanggapan/komentar anggota kelompok dan peserta lain dilakukan pertemuan lapang dengan menggunakan kuisioner.
7 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Teknologi yang diintroduksi . No 1
2
Paket Teknologi Benih Jumlah (kg/ha) Varietas Perlakuan benih Pelakuan pra olah tanah
3 4
Pengolahan tanah Cara tanam
7
Pemeliharaan
8
Penyulaman Pemupukan Penyiangan Pengendalian hama penyakit Rouging/seleksi
9
10
11
Panen - Waktu panen - Cara panen Pasca panen - Pengeringan - Sortasi Packing
Aplikasi 40 Inpari 8 Kelas SS Larutan garam + regent cair Sanitasi lahan dan penyomprotan herbisida Olah tanah sempurna Tapin Jajar Legowo 2 : 1 (Atabela)
1 minggu setelah tanam Berdasarkan PHSL Konvensional PHT 30 hst, saat primordia dan menjelang panen Masak fisiologis Sabit bergerigi, Perontokan (tresher) Penjemuran Blower Karung 25 kg
Kegiatan produksi benih meliputi berbagai kegiatan yang dimulai dari persiapan menanam benih sampai benih dihasilkan kembali dan siap disalurkan kepada konsumen. Budidaya tanaman produksi benih terdiri atas :
8 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Persiapan Untuk
mengusahakan
pertanaman
benih
diperlukan
persiapan
yang seksama.
Sementara hasil benih merupakan kepentingan utama, mutunya juga sama pentingnya. Hasil benih yang tinggi tetapi dengan mutu yang rendah tidak akan memberikan keuntungan. Untuk menghasilkan benih bermutu baik dalam jumlah yang banyak memerlukan perencanaan yang matang. Lapang produksi harus dipersiapkan, tergantung skala produksinya, bahkan beberapa musim sebelumnya. Tanaman terdahulu harus tidak mengandung sumber tanaman voluntir, gulma, dan penyakit terbawa benih ( seed borne diseases), yang walaupun tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi hendaknya ditekan sekecil mungkin. Penanaman Penanaman dapat dilakukan langsung di lapangan maupun disemai dahulu di pembibitan, kemudian bibitnya dipindah ke lapangan. Apabila dilakukan penanaman langsung di lapangan maka benih dalam satu lubang jangan terlalu banyak, agar lebih mudah melakukan
roguing apabila ada tipe simpang. Sedangkan penanaman melalui penyemaian, penyiapan bedengan semai perlu mendapat perhatian, demikian juga halnya dengan prosedur semai dan mutu benih yang disemai untuk menjamin hasil benih yang bebas dari kontaminasi oleh gulma atau tipe simpang (off-type). Lahan harus bebas dari benih-benih terkubur dari spesies yang sama dan benih gulma yang akan menyulitkan saat panen. Penyiapan lahan yang baik akan memudahkan pemeliharaan tanaman dan panen. Kegagalan yang umum adalah menghasilkan bidang semai yang tidak menjamin kontak benih yang baik dengan tanah dan kedalaman tanam yang berlebihan. Isolasi Isolasi tanaman penghasil benih dari berbagai sumber kontaminasi merupakan persyaratan yang perlu untuk menumbuhkan tanaman penghasil benih. Isolasi tanaman yang baik
dapat
mengurangi
terjadinya
kemungkinan-kemungkinan
sebagai
berikut
:
(1)
tercampurnya benih dari varietas yang berbeda pada saat panen dilakukan; (2) penyerbukan silang antara pertanaman yang berbeda varietas, dan (3) penyebaran hama dan penyakit dari tanaman inang yang lain.
9 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pada dasarnya terdapat dua macam teknik isolasi, yaitu isolasi jarak dan isolasi waktu. a. Isolasi Jarak Isolasi jarak dimaksudkan agar dua varietas tanam yang berbeda dipisahkan bloknya satu sama lainnya dengan jarak tertentu (jarak minimal 3 meter untuk tanaman padi). Teknik isolasi ini dapat dilaksanakan dengan (1) mengosongkan tanah antara kedua blok jarak itu, (2) menanamnya dengan tanaman lain, atau (3) tanpa isolasi tapi tanaman yang selebar 3 meter dari kedua batas areal itu pada waktu panen dikeluarkan dari calon benih Jarak isolasi ditetakan tergantung pada cara penyerbukan tanaman, kemurnian genetik yang diinginkan dan kondisi lingkungan selama penyerbukan. Pertimbangan utama dalam menentukan jarak isolasi yang memadai bagi tanaman penghasil benih adalah apakah tanaman tersebut bersifat menyerbuk sendiri atau lebih bersifat menyerbuk silang. Jarak aktualnya tergantung pada apakah serbuk sari dibawa udara atau serangga, pelokasian tanaman dan tingkat resiko yang dapat diterima. Jarak yang aman tergantung pada arah angin dating. Isolasi jarak yang diperlukan juga dipengaruhi oleh kategori benih yang diperbanyak. Benih dengan kelas yang lebih tinggi mempunyai standar kemurnian yang lebih tinggi daripada benih dari kelas yang rendah. b. Isolasi Waktu Isolasi waktu dilaksanakan dengan memberikan selang waktu tanam yang berbeda antara dua varietas yang berbeda dengan blok/areal berdampingan sehingga saat pembungaan berbeda pula (minimum 30 hari). Dengan menerapkan isolasi waktu, produksi benih suatu jenis tanaman dengan varietas yang berbeda dapat dilaksanakan setiap tahunnya pada areal yang sama.
Pemupukan Dalam fase perkembangan vegetative tanaman, hara mineral yang cukup (terutama nitrogen, fosfor, dan kalium) diperlukan untuk membangun struktur tanaman dengan jumlah maksimum pada posisi tempat benih berkembang. Setelah pembungaan, luas daun yang aktif akan berkurang. Penggunaan pupuk yang benar sangat penting bagi produksi benih agar dapat diperoleh hasil yang maksimum. Dengan demikian maka perlu diidentifikasi kekurangan mineral dalam tanah
10 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dan menetapkan program pemupukan yang berimbang sehingga dapat menghindari keterbatasan hara bagi produksi benih di lingkungannya. Ketepatan pemupukan sangat penting karena menentukan keserempakan waktu pembungaan. Dalam hubungan ini maka penangkar benih harus dapat membedakan unsurunsur yang memiliki peran spesifik dalam produksi benih dan hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang normal. Pengairan Pengairan diberikan untuk menghindari masalah kekurangan air bagi tanaman. Tanaman memiliki tahap-tahap ktitis terhadap kadar air tanah selama siklus hidupnya. Tanaman-tanaman yang baru ditanam biasanya memerlukan pengairan yang lebih sering daripada tanaman yang sudah mantap pertumbuhannya. Harus diusahakan agar tidak terjadi kekurangan air antara saat pembungaan hingga terbentuknya bunga secara lengkap, demikian juga pada fase pematangan benih. Pengairan yang diberikan pada saat pembungaan pada umumnya dapat meningkatkan produksi benih. Pengairan yang teratur memungkinkan produksi benih di lingkungan yang paling sesuai untuk menghasilkan benih yang tinggi. Lingkungan yang kering dengan taraf irigasi yang tinggi dan teratur selama pembungaan dan pemasakan benih memiliki potensi hasil yang lebih tinggi. Pasokan air bagi pertanaman kemudian dapat dimanipulasi untuk menghasilkan sejumlah besar tempat pembungaan, merangsang pembungaan bagi tanaman, menjamin kelembapan yang cukup untuk pemasakan dan menyediakan kondisi yang sesuai. Manfaat lebih lanjut dari irigasi adalah memungkinkan penambahan luas tanam atau musim tanam dan pengendalian teknik budidaya tanaman yang rutin, misalnya pengendalian gulma prasemai, penanaman dan pemupukan yang tepat musim, dan perangsangan pertumbuhan gulma prasemai. Pengendalian Gulma Gulma perlu dikendalikan karena merupakan pesaing tanaman dalam memperoleh air, cahaya dan unsur hara, disamping dapat merupakan inang dari hama dan penyakit tertentu. Beberapa jenis gulma mungkin dapat menyerbuk silang dengan tanaman yang kita tanam. Pengendalian gulma pada pertanaman untuk menghasilkan benih dapat dilakukan dengan cara ekologis yaitu pengendalian gulma melalui pengelolaan tanaman yang baik, sedangkan pengendalian gulma
11 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
secara kimia memerlukan ketepatan jenis, dosis, dan waktu penggunaannya. Pengendalian gulma dengan tangan sering lebih selektif dan efektif daripada dengan cara kimia, terutama jika tenaga kerja berlimpah. Pengendalian Hama dan Penyakit Serangan oleh hama dan penyakit dalam pertanaman dipengaruhi sedikit banyak oleh iklim dan kehadiran mereka di dalam tanah. Serangan hama dan penyakit harus diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam pemilihan wilayah, atau lahan untuk perbanyakan benih. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan alternatif usaha : menggunakan varietas yang tahan atau toleran, menanam benih yang bebas hama dan penyakit yang dibawa benih, menggunakan bahan kimia untuk pemberantasan, atau melaksanakan rotasi tanaman.
Roguing /seleksi Roguing /seleksi merupakan teknik yang dilaksanakan dalam produksi benih untuk menjaga kemurnian varietas. Roguing dilakukan dengan cara mengadakan pemeriksaan dan membuang tanaman-tanaman yang memiliki cairi-ciri berbeda dengan varietas yang sedang diperbanyak.
Roguing harus dilakukan beberapa kali pada tahap pertumbuhan tanaman yang berbeda. Waktu terbaik adalah ketika penanaman berbunga penuh, dimana pada tahap ini sifat-sifat kultivar hampir ditampilkan sepenuhnya, dan perbedaan-perbedaan warna bunga terlihat dengan nyata. Dalam melaksanakan roguing diperlukan keterampilan dalam pelaksanaannya. Hal-hal yang perlu diketahui oleh pelaksana roguing adalah (1) karakteristik (deskripsi) varietas yang diusahakan; (2) karakteristik tipe simpang; (3) penyakit yang terbawa benih dan sulit dikendalikan dengan perawatan benih; (4) gulma yang berbahaya, kurang berbahaya, dan yang lazim tumbuh; (5) tanaman lain yang biasa ditemukan; (6) ketidaknormalan tanaman termasuk stress nutrisi, suhu, dan kelembaban tanah; dan
(7)
pengambilan contoh dan cara perhitungan yang berlaku untuk memenuhi persyaratan sertifikasi. Efektivitas roguing tergantung sebagian pada perbedaan rogue dan sebagian lagi pada keterampilan pembuangannya. Suatu rogue dapat dibuang hanya jika cukup berbeda untuk dikenali oleh petugas pembuang yang berpengalaman. Petugas ini berjalan perlahan-lahan di seluruh pertanaman sehingga gulma dan spesies tanaman lain dapat dilihat dengan mudah. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan roguing adalah : (1) tanaman hendaknya ditanam sedemikian rupa sehingga tanaman-tanaman yang ada dapat diamati/terlihat per individu; sering terjadi bahwa tanaman yang lebih kecil dan memiliki cirri-ciri yang
12 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
tidak dikehendaki tumbuh tersembunyi oleh tanaman normal yang lebih besar; (2) berjalan secara sistimatik melalui penanaman yang ada sehingga setiap tanaman dapat terlihat dan dapat dipertimbangkan sebagai rogue atau bukan; hendaknya tidak melakukan pemeriksaan pada wilayah pertanaman yang terlalu luas sekaligus; (3) seluruh bagian tanaman rogue atau tipe simpang hendaknya dicabut dan dibuang; jangan hanya membuang buah-buah yang menunjukkan cirri-ciri yang tidak dikehendaki saja; (4) sedapat mungkin pemeriksaan lapangan dilakukan dengan membelakangi matahari; pemeriksaan terhadap cirri-ciri tanaman lebih sulit dilakukan apabila matahari ada didepan pelaksana roguing, roguing hendaknya dilakukan sepagi mungkin sebelum tanaman mulai layu, serta sebelum matahari terlalu panas agar pengenalan terhadap cirri-ciri kritis yang ada dapat lebih mudah dilakukan; (5) pemeriksaan hendaknya tidak ditunda-tunda pelaksanaannya, semua tanaman yang memiliki cirri-ciri yang tidak dikehendaki, harus dicabut dan dibuang sebelum berbunga; (6) jumlah dan tipe tanaman-tanaman yang dicabut dan dibuang dari pertanaman penghasil benih hendaknya dicatat; (7) gulma dan tanaman-tanaman liar yang dapat menyerbuk silang yang mungkin berhasil lolos dari pengnedalian atau pengolahan tanah sebelumnya harus dicabut dan dibuang; dan (8) tanaman dan gulma yang terinfeksi oleh penyakit terbawa benih harus dicabut dan dibuang. Panen Waktu panen harus disesuaikan agar benih benar-benar masak, yang ditunjukkan oleh kadar air atau keragaannya. Jika panen terlalu dini, benih menjadi keriput ketika dikeringkan. Benih demikian walaupun tinggi daya berkecambahnya pada saat panen, tetapi dapat cepat mundur pada saat di penyimpanan, disamping banyak yang hilang disaat pembersihan. Sebaliknya, jika pemanenan terlalu lambat, sebagian benih mungkin rontoknya dan sebagian lagi terlalu kering untuk dirontok sehingga mengalami kerusakan. Kadar air benih padi yang aman dipanen yaitu berkisar antara 17-23 %, dimana pada pemanenan dalam selang kadar air ini dapat meminimumkan kerusakan mekanis ketika dirontok. Disamping dengan cara meraba benih dengan tangan dan mengukur kadarairnya, menekan benih dengan kuku ibu jari kadang-kadang dipakai sebagai cara untuk menetapkan waktu pemanenan. Keragaan tanaman atau benih dapat juga menjadi acuan waktu pemanenan, benih berubah warna jika telah masak. Pasca Panen Penanganan pasca panen benih adalah penanganan benih sejak selesai dipanen sampai siap disalurkan kepada penggunanya, baik sesama produsen benih maupun kepada petani.
13 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Penanganan pasca panen benih meliputi : kegiatan prontokan/ekstraksi, pengeringan, pembersihan, pemilahan, perawatan, pengambilan contoh, pengujian, pengemasan, dan pelabelan. 1.4. Temu Lapang Temu lapang ini melibatkan petani kooperator, non kooperator maupun kelompok FMA lainnya serta petugas penyuluhan setempat.
Untuk menghimpun umpan balik,
menggali tanggapan/komentar anggota kelompok maupun peserta lain maka dilakukan pembagian kuisioner yang kemudian diisi oleh masing-masing petani. Temu lapang menjelang panen, namun pertemuan/bimbingan tetap dilakukan serangkaian dengan aktivitas kegiatan demonstrasi. 1.5. Analisis data Analisis deskriptif untuk melihat tingkat kepuasan petani terkait preferensinya dan hasil karakterisasi teknologi yang didemonstrasikan Analisis respon petani berdasarkan nilai partisipasi yang dilakukan petani Analisis respon petani dalam FMA untuk mengetahui kesesuaian teknis, ekonomi, sosial, dan budaya petani dengan teknologi yang didemonstrasikan Analisis Porsi dana Non APBN/LOAN dalam Pembiayaan Kegiatan Demonstrasi Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan ekonomi teknologi kaitannya dengan input-output serta R/C ratio 1.6. Pelaporan Pelaoporan Kegiatan dilakukan dua tahap 1. Laporan pertengahan tahun 2. Laporan akhir kegiatan.
14 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kecamatan Suli Kabupaten Luwu terletak pada 2-30 LS serta 119-1200 BT dengan hamparan luas wilayah 81,75 km2 terdiri dari 13 desa, 1 kelurahan, Jumlah penduduk 18.665 jiwa terdiri dari laki-laki 8934 jiwa dan perempuan 9731 jiwa. Secara administrative berbatasan dengan : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Belopa Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Larompong Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Suli barat Topografi Kecamatan Suli adalah 87,35 % dataran rendah dengan ketinggian 0 - 100 meter dari permukaan laut dan 12,65 % pada ketinggian 100 – 500 dpl Eksistensi kelembagaan pertanian di wilayah ini meliputi kelembagaan petani yaitu kelompoktani dan Gapoktan, kelembagaan penyuluhan berupa Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan kelembagaan pemasaran berupa pasar tradisional tingkat kecamatan yang beroperasi 2 kali seminggu (Anonim, 2012) 5.2. Karateristik Petani Umur Petani Kemampuan fisik seorang petani dalam melaksanakan usahataninya sangat dipengaruhi oleh kemampuan fisik. Demikian juga dengan kinerja seseorang akan sejalan dengan pertambahan umur.
Semakin tinggi umur seseorang, maka kemampuan bekerja akan
meningkat sehingga produktivitasnya meningkat sampai mencapai batas umur tertentu. Secara detail akan diurai dan dibahas kemudian disajikan dalam tabel 1 berikut :
15 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 1.
Distribusi petani menurut umur pada kegiatan demonstrasi teknologi produksi benih padi di Desa Botta Kec. Suli Kabupaten Luwu, 2012
No.
Umur (thn)
Jumlah Petani
Prosentase (%)
2.
30 – 40
8
32,00
2.
41 - 50
14
56,00
3.
51 - 55
3
12,00
Jumlah
25
100
Sumber : Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani berada pada usia 41 – 50 tahun. produktif,
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya petani berada pada usia
sehingga secara fisik masih
melakukan aktivitas usahataninya.
memiliki kemampuan yang cukup baik untuk
Termasuk di dalamnya menerapkan
berbagai teknologi
yang tersedia untuk meningkatkan kinerja usahanya. Namun demikian masih perlu bimbingan lebih lanjut untuk menerapkan suatu komponen teknologi, karena tingkat ketrampilan seseorang akan dapat dicapai dengan meningkatkan frekuensi aktivitas yang sama. Tingkat Pendidikan Formal Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kapasitas sumberdaya manusia. Namun peningkatan kapasitas seseorang dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain dengan pendidikan formal, dimana makin tinggi tingkat pendidikan formal petani akan semakin rasional pola pikir dan daya nalarnya, sehingga akan lebih cepat memahami fenomena yang ada, yang selanjutnya akan menanamkan pengertian, sikap dan mempengaruhi kemampuan peternak untuk bertindak lebih tanggap terhadap suatu inovasi teknologi. Untuk lebih meyakini bahwa tingkat pendidikan formal seseorang sangat mempengaruhi pembentukan opini, pembentukan sikap, akan diuraikan dalam tabel 2 berikut.
16 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 2. Distribusi petani menurut tingkat pendidikan pada kegiatan demonstrasi teknologi produksi benih padi di Desa Botta, Kec. Suli Kabupaten Luwu, 2012.
No. 1.
Umur (thn) SD
Jumlah Petani
Prosentase (%)
2
8.00
2.
SMP
9
36,00
3.
SMA
12
48,00
2
8,00
25
100
4
Sarjana ( S1 ) Jumlah
Sumber : Analisis Data Primer,2012 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki tingkat pendidikan yang relatif baik, karena mayoritas sudah pada tingkat pendidikan menengah atas sehingga memberikan gambaran kapasitas yang cukup optimal untuk melakukan interaksi dengan dunia luar. Kapasitas tersebut salah satunya adalah kemampuan mengakses informasi dan teknologi relatif lebih baik.
Meskipun dalam
berkomunikasi masih sangat terpengaruh oleh kebudayaan setempat yang melekat kuat sehingga masih terdapat kendala dalam transfer teknologi. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan dialogis untuk berinteraksi sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik yang pada akhirnya akan memudahkan upaya transfer teknologi ke depan. Kualitas interaksi yang baik akan menghasilkan komunikasi yang timbal balik, dalam arti akan terjadi umpan balik secara alami. Pengalaman Berusahatani Pengalaman merupakan ujung tombak dari suatu proses penemuan, dimana pengetahuan yang diperoleh seseorang dalam hal ini petani akan menjadi referensi bagi pengembangan usahatani-ternaknya ke depan.
Oleh sebab itu sangatlah penting
menggambarkan pengalaman karena merupakan penggambaran tingkat ketrampilan teknis yang dimiliki, pemikiran rasional dan kemampuan untuk melakukan inovasi usahatani-ternaknya yang dapat memberikan nilai tambah. Hal tersebut akan diuraikan pada tabel 3 berikut :
17 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 3. Distribusi petani menurut pengalaman dalam berusaha tani pada kegiatan demonstrasi teknologi produksi benih padi di Desa Botta, Kec. Suli Kabupaten Luwu, 2012. No. 1.
Pengalaman Berusahatani (thn) < 5 tahun
Jumlah Petani
Prosentase (%)
2
8.00
2.
5 – 10 tahun
6
24,00
3.
11 – 20 tahun
14
56,00
3
12,00
25
100
4
> 20 tahun Jumlah
Sumber : Analisis Data Primer,2012
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar petani
memiliki
pengalaman yang sudah cukup banyak yaitu 11 – 20 tahun, yang menjadi indikator bahwa
banyak pengetahuan yang sudah dimiliki mereka dalam berusaha tani padi,
sehingga dengan melakukan interaksi dan komunikasi yang baik akan lebih mudah berlansungnya proses transfer teknologi.
Namun demikian teknologi produksi benih
padi merupakan hal baru bagi mereka sehingga
akan membawa dampak pada
peningkatan mutu benih padi sebagai suatu peluang usaha bisnis serta ketersediaan benih ditingkat petani sesuai dengan yang diinginkan dan tersedia secara lokal. Kondisi ketersediaan benih bermutu
yang dikelola petani
masih sangat
tradisional dan masih sangat tergantung pada benih bantuan dari pemerintah, sehingga peluang untuk meningkatkan produksi dan pendapatan masih terbuka lebar yang didukung dengan ketersediaan sumberdaya pertanian yang memiliki potensi lahan yang masih memadai. Kepemilikan lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi petani. Pada umumnya petani memiliki lahan usaha tani baik untuk pribadi maupun sebagai penggarap.
Lahan sebagai aset usahatani petani,
namun demikian untuk lebih
meningkatkan produktivitasnya perlu dikelola dengan optimal dan bijaksana.
Hal
18 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
tersebut terkait dengan kelestarian sumberdaya. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam tabel 4 : Tabel 4. Karakteristik petani menurut luas kepemilikan lahan pada kegiatan demonstrasi Teknologi Produksi Benih di Desa Botta Kab. Luwu, 2012 No.
Luas pemilikan (ha)
Jumlah Petani
Prosentase (%)
1.
0,1 – 0,5
12
48.00
2.
0,6 – 1,0
7
28,00
3.
1,1 – 2,0
4
16,00
2
8,00
4
>2 Jumlah
25
100
Sumber : Analisis Data Primer,12 Pada tabel 4 terlihat bahwa 48 % petani memiliki lahan seluas 0,1 – 0,5 ha dengan rata-rata kepemilikian 0.25 ha dan merupakan warisan secara turun temurun. Pada umumnya lahan ini ditanami 2 kali padi, namun pengelolaannya adalah usahatani subsisten yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Hal ini terjadi karena kurangnya intervensi teknologi terhadap sistem usahatani yang diterapkan petani. Oleh karena itu diperlukan introduksi teknologi dalam budidaya dan pendekatan usaha, sehingga dapat merubah pola pikir petani dari yang subsisten menjadi modern. Kondisi Awal Petani (Pengetahuan) Proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluransaluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem social, membutuhkan waktu yang relative cukup. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru. Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Keputusan inovasi tersebut dapat diperkuat oleh data awal yang diperoleh melalui
19 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
identifikasi pengetahuan awal yang dimiliki petani tentang teknologi yang akan di introduksi melalui kegiatan demonstrasi. Pengetahuan awal petani dalam kegiatan ini diuraikan secara jelas dalam tabel 5 berikut : Tabel 5 . Pengetahuan Awal Petani Tentang Teknologi Introduksi pada Demonstrasi Teknologi Produksi Benih Padi di Desa Botta, Kab. Luwu, 2012.
No
Komponen Teknologi
Pengetahuan Petani (N = 25) Ya Tidak 4 21
Prosentase (%) Ya 16
Tidak 84
1
Varietas Unggul Inpari 8
2
Perlakuan benih
6
19
24
76
3
Pemupukan berimbang
7
18
28
72
4
Pengendalian hama berdasarkan
20
5
80
20
konsep PHT 5
Rouging
0
25
0
100
6
Packing
3
22
12
88
Jumlah
40
110
160
440
6,67
18,33
26,67
73,33
Rata-rata
Sumber : Hasil Olahan Data Primer,2012 Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
relatif
rendah (73,33 %). Meskipun sebagian kecil teknologi sudah diterapkan, namun masih ada sebagian besar petani belum mengetahui apa manfaat dari penerapan komponen tersebut. Hal ini penting diketahui untuk dapat mengukur seberapa besar peluang penerapan komponen teknologi yang ada dan dapat diterima petani. Terlihat pula bahwa pada komponen rouging, 100% petani belum melakukannya. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan petani serta petani tidak mau repot dan enggang untuk mencabut tanamannya
20 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
5.3. Analisis Data a. Analisis Tingkat Kepuasan Petani Persentase tingkat kepuasan
petani pada setiap pelaksanaan kegiatan demonstrasi
teknologi produksi benih padi di Desa Botta, Kecamatan Suli Kabupaten Luwu dapat dilihat pada tabel 6 Tabel 6. Tingkat Kepuasan Petani pada pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Produksi Benih Padi di Desa Botta, Kec. Suli Kab.Luwu 2012 Tingkat Kepuasan (% petani) No
Jasa Litbang dan Pengkajian Sangat Puas
Puas
Kurang Puas
1
Narasumber sosialisasi
25
75
-
2
Penyediaan benih varietas Inpari 8
40
60
-
3
Bimbingan perlakuan benih
40
60
-
4
Bimbingan penanaman
90
10
5
Bimbingan pemupukan
75
25
6
Bimbingan rouging
80
10
7
Bimbingan tahapan pemberian air
90
10
8
Bimbingan pengendalian H & P
30
70
9
Bimbingan pasca panen ( Sortasi & packing)
20
75
5
80
20
10
10
Produksi
11
Temu lapang
40
60
-
Rata-rata
18,64
74,09
7,27
Sumber : Analisis data primer,2012
Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap pelayanan diseminasi yang dilakukan BPTP sangat baik dengan nilai sangat puas 18,64 %, puas
21 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
74,09 %, sebagai indikator bahwa tingkat kepuasan yang sangat baik tersebut merupakan garansi bagi BPTP bahwa teknologi yang di introduksikan memiliki progress yang baik pula dalam tingkat difusi dan adopsi ke depan.
Berdasarkan kepuasan yang
dirasakan pengguna akan menggiring masuk ke tahapan pengambilan keputusan yang lebih baik. Oleh karena terjadi alih pengetahuan dan keterampilan maka akan melibatkan peneliti sebagai sumber teknologi yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan teknologi.
Penyuluh
pertanian
sebagai
sasaran
antara
yang
dipercayakan
menyebarluaskan informasi teknologi dengan menerapkan sistem transfer teknologi yang efektif dan petani sebagai sasaran utama diharapkan memiliki motivasi yang dapat mendorong minat belajar mereka dan harus berorientasi pada masalah yang dihadapi sebagai jawaban kebutuhan inovasinya. Proses pembelajaran yang berlangsung mengharuskan terjadinya komunikasi yang efektif antara ketiganya. b. Analisis Tingkat Partisipasi Petani Anggota Kelompok Tingkat partisipasi petani anggota poktan dalam pelaksanaan demontrasi teknologi produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tingkat Partisipasi Petani Anggota Kelompok pada Kegiatan Demonstrasi Teknologi Produksi Benih Padi di Kabupaten Luwu 2012 (N = 25 orang). Wujud Keterlibatan Petani
Sosialisasi (ide/gagasan/pemikiran) FGD (Perencanaan, memutuskan) Penyediaan Lahan, Pengolahan tanah Menyediakan Saprotan Penanaman Pemeliharaan (Pemupukan, Pengarian dan Pengendalian gulma) Pengendalian Hama dan Penyakit Rouging Panen dan Pasca Panen Temu Lapang Jumlah
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.
n
% 3 2 2 1 2
12,00 8,00 8,00 4,00 8,00
2 2 4 2 2 22
8,00 8,00 16,00 8,00 8,00 88,00
Tabel 7, menunjukkan bahwa tingkat partisipasi petani dalam kegiatan demonstrasi teknologi produksi benih padi yang dilaksanakan oleh BPTP Sulawesi
22 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Selatan bekerja sama dengan kelompok tani Reso Temmangingi mencapai 88 %, nilai tingkat partisipasi tersebut telah mencapai
diatas angka minimun yang telah
ditentukan yaitu 60 % (R.Hendayana, 2010). Petani sebagai anggota dalam poktan mempunyai wilayah hamparan yang memperoleh introduksi teknologi produksi benih padi. Jumlah petani sebagai sample dalam
pelaksanaan kegiatan demonstrasi
teknologi produksi benih padi berjumlah 25 orang petani.Tingkat parisipasi yang paling tinggi yaitu penerapan teknologi rouging 4 orang petani, sementara yang paling rendah yaitu penyediaan sarana dan prasarana hanya 1 orang c. Analisis Respon Petani Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon/tanggapan petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan dalam produksi benih padi. Respon petani diperoleh melalui kuesioner, wawancara pada saat pertemuan di lapang dan temu lapang yang meliputi
teknologi
membutuhkan
produksi
partisipatif
benih
kelompok
benih
padi.
Penerapan
yang menjadi
suatu
teknologi
sasaran, karena indikator
keberhasilan penerapan teknologi adalah respon yang ditujukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal tersebut akan menunjukkan tingkat manfaat yang dirasakan dan akan diuraikan sebagai berikut : Aspek Teknis Secara teknis komponen teknologi yang menjadi bagian, penerapannya mudah dilakukan petani karena penerapan teknologi produksi tidak membutuhkan keahlian khusus dan pelaksanaannya hanya melatih petani sehingga dapat dilakukan dengan baik, begitu pula pada saat rouging
serta pengendalian hama dan penyakit
berdasarkan konsep PHT Aspek Ekonomi Manfaat secara ekonomi yang dapat diperoleh petani kooperator adalah peningkatan jumlah produksi sebesar 1850 kg dengan persentase peningkatan sebesar 36,27 %. Demikian juga dengan keuntungan yang di peroleh terdapat selisih sebesar Rp. 4.260.000, dengan persentase peningkatan 36,18%.
23 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Aspek Sosial Budaya Manfaat yang diperoleh dari aspek sosial budaya, adalah meningkatnya keakraban dan
kerjasama antar petani dalam satu kelompok dengan kelompok tani
lainnya, oleh karena penerapan teknologi produksi benih padi ini melibatkan anggota kelompok secara partisipatif. Berdasarkan hasil analisis dari beberapa aspek diatas, untuk mengetahui respon petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan pada umumnya baik setelah melihat, melakukan dan merasakan manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan komponen teknologi tersebut. Namun demikian,masih membutuhkan waktu untuk berlangsungnya proses pembelajaran yang meliputi pembentukan opini, penguasaan pengetahuan dan keterampilan/pembentukan sikap dan keputusan untuk mengadopsi. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 8: Tabel 8. Respon Petani Terhadap Demonstrasi Teknologi Produksi Benih Padi di Desa Botta, Kec. Suli Kabupaten Luwu,2012
No.
Komponen Teknologi
Respon
Persentase (%)
1
Varietas Inpari 8
- Menerima
100
Perlakuan benih
- Ragu-ragu - Menolak - Menerima
100
- Ragu-ragu - Menolak - Menerima
76
- Ragu-ragu
24
- Menolak
-
2
3
Pemupukan N (BWD)
Alasan Sesuai dengan kondisi wilayah Tidak khawatir, daya tumbuh benih 95 % Potensi hasilnya cukup tinggi Mudah dilakukan Bahan tersedia dipasaran Tanaman tahan terhadap penggerek batang - Mudah dilakukan - Sangat efisiensi biaya pupuk - Tanaman tidak mudah rebah - Kesulitan mendapatkan BWD - Belum terampil menggunakan BWD - Butuh waktu pengamatan -
24 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4
5
6
Pengendalian H & P - Menerima Sistim Ringtangan Perangkap Tikus (SRP) - Ragu-ragu
- 80
- Mudah dilakukan - Efektif mengendalikan tikus dalam jumlah besar
- 20
- Menolak - Menerima
- 88
- Ragu-ragu - Menolak
- 12
-Menerima
- 94
-Ragu-ragu
-6
- Kuatir tanaman gagal - Perlu dikelola secara berkelompok Pertumbuhan tanaman seragam, bagus. - Repot - Butuh waktu dan tenaga - Mutu gabah baik - Harga jual bagus - Masih mengikuti kebiasaan petani
-Menolak
-
Rouging 3 x
Pasca panen
-
Sumber: Data primer setelah diolah,2012 Pada Tabel 8, menunjukkan bahwa respon atau tanggapan petani cukup baik, dari ke 6 komponen teknologi yang mendapat tanggapan positif/menerima
100 % yaitu
varietas dan perlakuan benih dengan alasan secara teknis sesuai dengan kondisi wilayah, daya tumbuh bibit 95% dan potensi hasil cukup tinggi, serta tahan terhadap penggerek batang. Sementara ada satu komponen teknologi yaitu pengendalian hama dan penyakit berdasarkan konsep PHT dengan Sistim Ringtangan Perangkap Tikus (SRP) yang mendapat tanggapan ragu-ragu yang nilai persentasenya 20 %, dengan alasan kuatir tanamannya gagal, perlu dikelola secara berkelompok. Sedangkan yang menolak yaitu komponen teknologi
rouging mendapat tanggapan menolak yang nilai persentasenya 12 % dan
penanganan pasca panen (sortasi) dengan nilai persentasenya 6%, dengan alasan repot da butuh waktu dan tenaga serta masih mengikuti kebiasaan petani. d. Analisis
Porsi
dana
Non
APBN/LOAN
dalam
Pembiayaan
Kegiatan
Demonstrasi Konstribusi stakeholders pada Kegiatan demonstrasi teknologi produksi benih padi di Desa Botta , Kec. Suli Kabupate Luwu terlihat pada Tabel 9.
25 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 9. Porsi dana Non APBN/LOAN dalam Pembiayaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Produksi Benih Padi di Desa Botta Kec. Suli Kabupaten Luwu 2012.
Sumber Dana FEATI No 1.
Kegiatan BPTP Bahan:
BPTP
919.875
- Foto Copy dan
BPTP
919.750 Petani/Bapel
Penggandaan Laporan - Bahan Demonstrasi
- Temu Lapang
3.
4.
Nilai (Rp)
- ATK dan Komputer Suplies
2.
Institusi
Sumber Dana Non FEATI (APBD, Swasta, Masyarakat) Institusi Nilai (Rp)
Honor kegiatan; - Honor harian lepas - Honor ketua tim - Honor anggota tim Pertemuan Belanja Barang Operasional lainnya: - Biaya Peserta temu lapang Belanja Perjalanan lainnya; - Perjalanan Persiapan dan Pelaksanaan Jumlah Prosentase
Bapel
150.000 100.000
BPTP
11.000.000
Petani
3.850.000
BPTP
2.759.750
Petani
800.000
BPTP BPTP BPTP
2.400.000 231.750 1.112.500
-
-
BPTP
5.000.000
-
-
BPTP
24.000.000
Petani
48.343.625 100 %
925.000
5.825.000 12,05 %
Berdasakan Tabel 9, terlihat konstribusi petani sebesar 11,53 % sedangkan Pemerintah Daerah sebesar 0,52 %. Dapat disimpulkan bahwa, keberhasilan suatu kegiatan tidak hanya ditentukan oleh besarnya alokasi anggaran, melainkan adanya nilai kontribusi pihak lain yang turut perperan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.
26 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
e. Analisis Finansial Dalam analisis usahatani, nilai produksi yang diperhitungkan dalam bentuk gabah kering panen (kg/ha) dikalikan dengan gabah yang berlaku yaitu Rp. 3550/kg. Demikian juga biaya produksi dan biaya tenaga kerja termasuk biaya panen dan pasca panen, PBB. Analisis Usaha tani pada Demonstrasi Teknologi Produksi Benih padi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 : Analisa Usahatani Kegiatan Demonstrasi Teknologi Produksi Benih Padi, di Desa Botta Kabupaten Luwu 2012. Petani koopertor No
Uraian
Non Kooperator
Varietas Inpari 8
Varietas Ciliwung
A
Biaya Produksi (Rp)
5.537.500
4.630.000
B
Biaya Tenaga Kerja (Rp)
2.475.000
1.700.000
C
Total Biaya (A+B) (Rp)
8.012.500
6.330.000
D
Hasil (GKP) (kg/ha)
6.950
5.100
E
Pendapatan (Rp)
24.672.500
18.105.000
F
Keuntungan (E-C) (Rp)
16.035.000
11.775.000
G
RC-ratio
3,07
2,86
Pada Tabel 10. Hasil yang diperoleh petani kooperator adalah 6.950 kg/ha, sementara petani non kooperator 5100 kg/ha, produksi ada selisih produksi sebesar 1850 kg dengan persentase peningkatan sebesar 36,27%. Terlihat pula bahwa
selisih pendapatan yang
diperoleh antara petani kooperator dengan petani non kooperator sebesar Rp. 6.567.500, dengan persentase peningkatan pendapatan sebesar 36,27 %. Demikian juga dengan keuntungan yang di peroleh terdapat selisih sebesar Rp. 4.260.000, dengan persentase peningkatan 36,18%. Tingkat kelayakan teknologi yang diidikasikan dengan nilai R/C ratio masing-masing adalah petani Kooperator R/C ratio 3,07 dan non kooperator 2,86. Angka ini menunjukkan bahwa teknologi yang diintroduksi layak untuk dikembangkan, karena memenuhi kriteria adopsi teknologi baik secara teknis, ekonomi dan sosial.
27 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
Tingkat partisipasi petani dalam mengikuti kegiatan mulai dari sosialisasi hingga temu lapang akhir sangat baik (88%). Ini menunjukkan bahwa petani sangat antusias dengan teknologi yang diberikan. Tingkat kepuasan petani baik sebagai narasumber maupun terhadap bimbingan teknologi yang diintroduksi mulai dari penyediaan benih sampai hasil yang diperoleh mendapat tanggapan petani sangat puasa (18,64 %), puas (74,09 %), karena sesuai dengan kondisi wilayah serta mengacu kepada kebutuhan dan harapan petani. Namun masih ada petani kurang puas (7,27%), hal ini sangat wajar karena apa yang mereka lihat merupakan hal baru tidak sama dengan apa yang mereka lakukan dalam usaha taninya, Teknologi yang diintroduksi layak untuk dikembangkan, karena memenuhi kriteria adopsi teknologi baik secara teknis, ekonomi dan sosial. Kegiatan demonstrasi sangat besar manfaatnya sebagai tempat pembelajaran yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap petani untuk penerapan inovasi teknologi. 2. Saran Upaya yang ditempuh dalam transfer teknologi melalui demonstrasi teknologi membutuhkan proses yang sangat terkait dengan proses mental yang dilalui petani sehingga butuh pengetahuan sosio humanis dan pendekatan
dalam memahami
kondisi internal petani secara utuh agar mereka dapat membuka diri untuk kepentingan pengembangan wawasan.
Hal tersebut dapat ditempuh dengan jalan
melakukan kegiatan yang sifatnya partisipatif dengan memberikan ruang dan kesempatan petani melibatkan diri.
28 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012. Kabupaten Luwu Dalam Angka, 2012. Kerjasama BPS Kabupaten Luwu Anonim. 2011. Pengukuran Keberhasilan P3TIP/FEATI (Komponen C). Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor BPTP, 2008. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan P3TI/FEATI Sulawesi Selatan _____ , 2009. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan P3TI/FEATI Sulawesi Selatan. Budianto, J. 2001. Pengembangan Potensi Sumberdaya Petani Melalui Penerapan Partisipatif. Makalah Seminar regional BPTP Bengkulu, 31 Oktober – 1 Nopember 2001 di Bengkulu ; 10 hal. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, 2009, Petunjuk Pelaksanaan Demonstrasi Teknologi dan Gelar Teknologi Kegiatan P3TIP/FEATI, , Makassar.
Pusat Pengembangan penyuluhan Pertanian Badan Pengembangan SDM Pertanian. 2007. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Yang Dikelola Oleh Petani. Pasek Pertanian, 2008. Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di tingkat Petani Rachmat Hendayana, 2011. Metode Analisis Data Hasil Pengkajian, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The Free Press. Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree Press. Sudaryanto, T; I. W. Rusastra ; E. Jawal dan A. Syam 2001. Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Era Otonomi Daerah. Makalah Seminar Regional BPTP Bengkulu, 31 Oktober – 1 Nopember 2001 di bengkulu ; 19 hal.
29 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
LAMPIRAN
30 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Gambar 1. Koordinasi dengan Badan Pelaksana Penyuluhan
Gambar 2. Pertemuan dengan kelompok tani pelaksana
31 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Gambar 3. Kegiatan Sosialisasi
32 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
\ \ \ Gg
\\\
Gambar 4. Benih varietas Inpari 8 kelas SS dan perlakuan benih
\
Gambar 5. Pemasangan Sistim Ringtangan Perangkap Tikus (SRP)
33 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Gambar 6. Penampilan pertanaman dengan menggunakan ATABELA
34 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Gambar 7. Rouging dan penggunaan BWD
Gambar 8. Penampilan pertanaman menjelang panen
35 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Gambar 9. Penjelasan teknis pada saat temu lapang
Gambar 10. Diskusi/umpan balik
36 www.sulsel.litbang.deptan.go.id