Analisis Kebijakan Kenaikam Tarif Cukai dan Penyesuaian Batasan Harga Jual Eceran Hasil Tembakau (Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 179/PMK.011/2012) Deacy Maya dan Prof. Dr. Azhari Aziz Samudra, M.Si Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indomesia Email :
[email protected] Abstrak Melihat dampak positif dan negatif tembakau di Indonesia, maka dari itu pemerintah menetapkan kebijakan atas kenaikan tarif cukai tembakau. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis dasar pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kenaikan tarif cukai dan batas harga jual eceran hasil tembakau berdasarkan PMK179/PMK.011/2012. (2) Menganalisis perubahan – perubahan yang terjadi berdasarkan PMK179/PMK.011/2012 dengan sebelumnya. (3) Menganalisis dampak kenaikan tarif cukai tembakau. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan pemerintah dalam menciptakan kebijakan kenaikan tarif tembakau adalah untuk penerimaan negara, untuk menciptakan sistem administrasi sederhana, faktor - faktor kesehatan, untuk dapat menekan peredaran rokok ilegal, untuk mengurangi konsumsi rokok. Perubahan – perubahan yang terjadi adalah kenaikan tarif cukai dan batasan harga eceran, penyederhanaan lapisan tarif. Dampak dari kenaikan tarif cukai tembakau adalah meningkatknya penerimaan negara, untuk mengurangi konsumsi rokok, rokok ilegal, berkurangnya pabrikan industri tembakau dan tenaga kerja. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat ke depannya agar pembuat kebijakan dapat merumuskan suatu kebijakan yang efektif sesuai dengan filosofi pengenaan cukai berdasarkan undang - undang, dan untuk menambah pengetahuan di bidang cukai hasil tembakau .
Analysis of Policies and Excise Tariff Increase Margin Adjustment retail prices of tobacco products (Regulation of the Minister of Finance Number. 179/PMK.011/2012) Abstract Looking at the positive and negative impacts of tobacco in Indonesia, and therefore the government established a policy on tobacco tax increase. This study aims to: (1) analyze basic considerations Government set rate increase tobacco excise and simplification retail price of tobacco products based PMK 179/PMK.011/2012.(2) to analyze changes that take place based on the previous PMK179/PMK.011/2012. (3) analyze the impact the increase in tobacco excise rates. From the results of the study found that government policy in creating tobacco tariff policy is to state revenue, to create a simple administration system, factors - health factors, in order to suppress the circulation of illegal cigarettes, to reduce cigarette consumption. Changes - the change is the increase in excise tax rates and retail price restrictions, tariff simplification layer. The impact of the increase in tobacco tax rates is the increasing state revenues, to reduce the consumption of cigarettes, illegal cigarettes, reduced tobacco manufacturing industry and labor. This research is expected to be useful in the future so that policy makers can formulate an effective policy in accordance with the philosophy of the imposition of excise duty by legislation rule, and to increase knowledge in the field of tobacco excise. Keywords: Excise Tariff Increase - Retail Selling Price Adjustment Limits
1. Pendahuluan Penerimaan negara dari sektor perpajakan merupakan cara yang tepat dilakukan pemerintah untuk menciptakan pembangunan yang mandiri menuju masyarakat yang adil dan makmur, agar terlepas dari ketergantungan penerimaan dari sektor migas. Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Dalam kurun waktu 2007- 2012
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
penerimaan perpajakan berkontribusi rata-rata 70% terhadap total pendapatan negara dan hibah. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya. Cukai merupakan salah satu sumber penerimaan negara dan berkontribusi sangat penting dalam APBN, terutama sektor Penerimaan dalam negeri. Cukai merupakan salah satu pungutan tidak langsung, namun ternyata pungutan cukai memilik karakteristik yang berbeda, yang memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki pajak lainnya, bahkan tidak serupa dengan jenis pajak tidak langsung lainnya.Pengenaan cukai terhadap (tiga) jenis barang kena cukaidiantaranya etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol,hasil tembakau.Penerimaan cukai tembakau merupakan penerimaan yang paling besar diantara pungutan cukai lainnya (Kementrian Keuangan). Berdasarkan kementrian keuangan perkembangan cukai tembakau terjadi setiap tahunnya diantaranya tahun 2012 - 2013, penggolongan pengusaha pabrik hasil tembakau, dua golongan untuk jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SPM (Sigaret Putih Mesin) serta tiga golongan untuk jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan). Adanya penyederhanaan struktur tarif dari 15 layer menjadi 13 layer, dengan penggabungan layer tiga dengan layer dua untuk tembakau SKM golongan I dan SPM golongan II, sedangkan untuk jenis SKT tidak mengalami perubahan (Kementrian Keuangan). Kebijakan tarif cukai tahun 2013 sedikit demi sedikit akan mengarah kepada kebijakan tunggal spesifik, yaitu kebijakan tarif cukai tembakau yang menyamaratakan cukai antar setiap golongan industri hasil tembakau baik itu Sigaret Putih Mesin (SPM), Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT). Industri tembakau memberikan kontribusi besar bagi pemerintah dengan memperoleh dana dari masyarakat bagi kas negara untuk pembiayaan belanja pemerintah. Penerimaan cukai tembakau hampir setiap tahunnya mengalami kenaikan karena tembakau memberikan eksternalitas negatif. Industrihasil tembakau, selain sebagai sumber penerimaan negara juga memiliki sumbangan yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja.menurut Abdillah Ahsan di Detik.Com berdasarkan data BPS “ Jumlah pekerja tidak langsung untuk industri tembakau berjumlah sekitar 300 ribuan se – Indonesia dan petani tembakau di Indonesia berjumlah 500 ribuan”. Meskipun industri hasil tembakau memberikan kontribusi positif bagi ekonomi nasional, akan tetapi industri hasil tembakau juga memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyrakat dan kondisi lingkungan, hal tersebut yang menjadikan alasan produk hasil tembakau dikenakan cukai untuk pengurangan konsumsi rokok dan perbaikan taraf kesehatan sehingga dapat mengurangi eksternalitas negatif yang secara tidak langsung akan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Kebijakan atas kenaikan batasan harga jual eceran dan kenaikan tarif cukai juga dilakukan pemerintah untuk menangani maraknya rokok ilegal. Rokok ilegal merupakan rokok yang tidak dilekati pita cukai, rokok yang dilekati pita cukai palsu, pelekatan pita cukai yang tidak sesuai dengan golongan tembakau. Hal ini seperti yang terjadi di kota Jepara dan Kudus, Jawa Tengah Kegiatan operasi 1.204 pabrik rokok dihentikan karena tidak mengantongi izin nomor pokok pengusaha barang kena cukai atau NPPBKC. Pemerintah ingin menertibkan pabrik rokok yang berbisnis tanpa membayar cukai (Sumber ; Kompas 15 Agustus 2008). Berdasarkan penjelasan latar belakang penulis mengemukakan permasalahan pokok penelitian ini ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Pemerintah dalam menetapkan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau PMK No.179/PMK.011/2012 dan formulasi kenaikan batasan HJE dalam Tahun2013 ? 2. Apakah perubahan – perubahan apakah yang terjadi pada kebijakan PMK No.179/PMK.011/2012 dengan PMK terdahulu? 3. Akibat yang ditimbulkan dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau? 2. Tinjauan Teoritis Landasan Teori yang digundakan dalam penelitian ini adalah : 2.1 Teori Kebijakan Kebijakan berasal dari kata yunani Polis akar katanya masuk kedalam bahasa latin menjadi politea (negara) dan akhirnya Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa Inggris. Kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan tertentu (Friedrick, 2005; 1-5). Proses analisis kebijakan merupakan serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis (Dunn William N terjemahan Darwis, Muhadjir, 1998; 22). 2.2 Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal sering juga disebut dengan “politik fiskal” atau “fiscal policy”, kebijakan fiskal diartikan sebagai tindakan pemerintah dalam bidang anggaran perekonomiandengan tujuan untuk dapat mempengaruhi jalannya pembiayaan pemerintah melalui anggaran negara.Anggaran belanja negara kita lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang disingkat dengan APBN.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Tujuan Kebijakan Fiskal menurut John F. Due sebagai berikut: a) untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi atau memperbaiki keadaan ekonomi; b) untuk memperluas lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran atau mengusahakan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran), dan menjaga kestabilan harga – harga secara umum; c) Untuk menstabilkan harga – harga secara umum, khususnya mengatasi inflasi. Cukai merupakan salah satu dari kebijakan fiskal, sehingga diberikan definisi kebijakan fiskal. Menurut Nurmantu “ Kebijakan fiskal adalah alternatif keputusan yang dipilih pemerintah dalam mengelola pendapatan dan pengeluaran negara” (Nurmantu, 2003). 2.3 Fungsi Pajak Fungsi Pajak adalah: 1. Menurut Soemitro dalam Marsuni, fungsi budgeter dititik beratkan pada sektor publik, yang mengandung makna bahwa: a. Upaya pemerintah untuk menghimpun dana dari masyarakat. b. Dana yang dihimpun digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. c. Sisa atau surplus dari dana tersebut digunakan untuk membiayai investasi pemerintah (publik investment atau publik saving) (Marsuni : 2006,57 ). Pajak sebagai sumber penerimaan negara merupakan salah satu penafsiran budgeter pajak. Maka apabila membicarakan mengenai fungsi
dari fungsi
budgeter pajak, dapat
dikaitkan dengan pernyataan Thomas R. Dye (kutipan Marsuni 2006, 58) yaitu: “The budgeter is the single most important policy statement of any government” (anggaran adalah merupakan suatu rumusan kebijakan yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh pemerintah). 2. Fungsi reguleren atau fungsi mengatur disebut juga fungsi tambahan, yaitu suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu (Mansury:2007, 36). Cukai di Indonesia lebih mengedepankan fungsi budgeter dan reguleren, dilihat dari perubahan - perubahan kebijakan tarif, pengawasan terhadap penggunaan, dan adanya pembatasan produksi rokok untuk rencana jangka
panjang
pemerintah. 2.4 Kebijakan Cukai Samuelson dalam Arsjad menjelaskan terlebih dahulu 3 instrumen pokok yang dimiliki pemerintah yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat:
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
1) Pajak yang bisa mengurangi konsumsi atau investasi masyarakat dan oleh karena itu ada sejumlah sumber dana yang sekarang bebas dipergunakan untuk pengeluaran nergara; pajak juga dapat menggalakkan atau menghalang-halangi (discourage) sejumlah macam kegiatan ekonomi tertentu. 2) Pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bisa mendorong perusahaan dan para pekerja memproduksi barang-barang dan jasa tertentu, dan juga salahsatu jenis pengeluaran yang disebut “transfer payments” bisa mendukung pendapatan. 3) Peraturan-peraturan atau pengawasan pemerintah yang langsung
mengarahkan
masyarakat untuk berbuat sesuatu (perform) atau tidak berbuat sesuatu (desist). Dengan adanya instrumen tersebut maka dikeluarkan kebijakan cukai didalam masyarakat (Nurdjaman Arsjad, et.al, 1992). 2.5 Konsep Cukai a) Pengertian Cukai Menurut Crumbley, cukai adalah pajak yang dikenakan pada kegiatan, pekerjaan, privilege, manufaktur, penjualan atau konsumsi. Belakangan pengertian ini dimasukkan ke dalam semua pajak kecuali pajak penghasilan dan pajak properti.Pajak atas barang-barang seperti tembakau, bensin, tidak dapat dikurangkan dari pajak perorangan (Crumbley, et.al, 1994; 13). b) Karakteristik Cukai Terdapat tiga konsep dasar cukai (Cnossen; 7) yang bersifat universal, sebagaimana diutarakan oleh Cnossen, karakteristik cukai ialah : 1) Selectivity in coverage (Selektivitas dalam cakupan) Karakteristik Selectivity in coverage ini mengharuskan agar barang yang dikenakan cukai tersebut harus dilihat secara selektif. 2) Discrimination in intens (Diskriminasi dalam inten) Pungutan cukai ditujukan untuk maksud - maksud tertentu yang diinginkan oleh otoritas pemerintah agar suatu produk tidak secara bebas dikonsumsi masyarakat. 3) Some form of quantitative measurement (Beberapa bentuk pengukuran kuantitatif) Ciri khas yang membedakan cukai dengan pajak lainnya adalah bahwa pemungutan cukai pada umumnya berimplikasi pada pengawasan fisik atau pengukuran oleh otoritas cukai untuk menentukan kewajiban pajak dan untuk memastikan peraturan cukai ditaati. 2.6 Alasan Pengenaan Cukai Alasan adanya pemungutan cukai adalah untuk dapat mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat dimungkinkan dengan pajak - pajak penjualan atau pajak-pajak yang lain (Due, 1985 ; 495). Cukai merupakan penggantian-penggantian untuk pungutan bagi kegiatankegiatan pemerintah yang memberikan keuntungan-keuntungan yang langsung, jika konsumsi Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
barang-barang tertentu mempunyai hubungan yang berarti dengan keuntungan-keuntungan yang telah diterima dari kegiatan-kegiatan ini. Cukai juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi konsumsi dari barang-barang yang merugikan masyarakat. 3. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, peneliti berusaha untuk memberikan gambaran secara jelas tentang bagaimana kebijakan penetapan kenaikan tarif cukai dan penyesuain batasan harga jual eceran hasil tembakau yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai, perubahan yang terjadi dalam peraturan sekarang dengan peraturan terdahulu dan akibat apa yang ditimbulkan dari kenaikan tarif cukai tembakau. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif (Khusus – Umum), yaitu peneliti memulai penelitian dengan topik yang umum dan sejalan dengan pengumpulan data awal dan analisis sementara, penelitian kualitatif dapat memformulasikan pertanyaan penelitian hingga fokus. Jenis Penelitian dapat digolongkan / dibagi ke dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria – kriteria tertentu, antara lain berdasarkan: Tujuan Penelitian ; Manfaat Penelitian; Dimensi Waktu ; Teknik Pengumpulan Data yang digunakan Sedangkan untuk menganalisis kebijakan kenaikan tarif cukai
dan penyesuain batasan harga jual eceran hasil tembakau, dilakukan dengan
menggunakan studi literatur , Studi lapangan dan Wawancara. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Dasar Pertimbangan Pemerintah untuk Menetapkan Kebijakan Tarif Cukai dan Formulasi Penetapan Kenaikan Batasan Harga Jual Eceran Hasil Tembakau Undang – undang No. 39 tahun 2007 tentang cukai di Indonesia merupakan perubahan dari Undang – undang No. 11 tahun 1995.Dalam merumuskan kebijakan cukai pemerintah harus memperhatikan keseimbangan antara tujuan ekonomis seperti penerimaan negara, lapangan pekerjaan untuk masyarakat, dan tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat.Instansi pemerintahan dibantu dari berbagai pihak yang ikut berperan untuk memperoleh ide – ide baru membuat perumusan kebijakan dalam rangka memperbaharui kebijakan sebelumnya agar memperoleh kebijakan yang lebih baik dari sebelumnya.Hal – hal yang menjadi dasar pertimbangan pemerintah atas kebijakan kenaikan tarif dan Formulasi Penetapan Kenaikan batasan harga jual eceran cukai hasil tembakau yang tertuang dalam PMK No.179/PMK.011/2012 adalah sebagai berkut : a)
Kebijakan Jangka Menengah Roadmap Industri Hasil Tembakau Tahun 2012 PMK No.179/PMK.011/2012 yang dilakukan pemerintah dalam memberlakukan kenaikan
tarif dan cukai hasil tembakau dengan mempertimbangkan Roadmap industri hasil tembakau jangka waktu untuk jangka menengah pada 2010 - 2015, prioritas industri tersebut adalah Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
penerimaan negara, aspek kesehatan, dan penerimaan tenaga kerja. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan tarif cukai tembakau harus tetap melihat dan mempertimbakan Roadmap Industri Hasil Tembakau (IHT) .Roadmap Industri Hasil Tembakau (IHT) telah disahkan oleh kementrian perindustrian dan Roadmap tersebut dijadikan dasar pemikiran yang tertuang dalam PMK No.179/PMK.011/2012 oleh Pemerintah. Menurut penulis dengan pemberlakuan PMK No.179/PMK.011/2012 pemerintah melihat pada Roadmap industri hasil tembakau, dimana pemberlakukan kebijakan kenaikan tarif dan kenaikan batasan harga jual eceran tahun 2013 pada jangka menengah tujuan utamanya masih mengedepankan penerimaan negara. b)
Semakin Banyaknya Rokok Ilegal
Produksi rokok Ilegal merupakan produksi rokok yang melanggar hukum perizinan dan pembatasan produksi rokok.Rokok ilegal adalah rokok polos atau yang tidak mengenakan pita cuka, rokok yang mengenakan cukai palsu dan masih banyak lagi berbagai bentuk peredaran rokok ilegal di Indonesia.Menurut peneliti maksud dari pernyataan tersebut adalah rokok sebelum dikeluarkan dari pabrikan atau gudang harus dilekatkan dengan pita cukai yang dikeluarkan oleh kementrian keuangan dan dicetak oleh BUMN dan / atau institusi yang diberi kewenangan oleh kementrian keuangan.Cukai harus dibayar oleh produsen yang dalam hal ini, sebelum rokok dikeluarkan ke pasaran maka pabrikan harus menanggungnya terlebih dahulu. Beredarnya rokok ilegal dan pita cukai palsu yang merupakan hambatan dari penerimaan negara.Selain penerimaan negara berkurang, persaingan bisnis hasil tembakau juga menjadi tidak sehat karena produk tembakau ilegal bisa menjual dengan harga lebih murah dari yang legal.Diharapkan dengan dikeluarkannya PMK No.179/PMK.011/2012 dilakukan melalui kebijakan adminstrasi dan pengawasan dari pihak Direktorat Jendral Bea dan Cukai dengan pihak Kepolisian untuk mengurangi praktek rokok ilegal yang berkembang di negara ini. c)
Penyederhanaan Sistem Administrasi Dalam pemungutan cukai perlunya penyederhanaan sistem dan adminitrasi, untuk
mempermudah pengenaan tarif cukai tembakau dilakukan upaya dengan penyeragaman dan penyederhanaan sistem tarif cukai tembakau.Penyeragaman dan penyederhanaan hal ini tidak terlepas dengan ketentuan dalam undang – undang cukai hasil tembakau yaitu kelayakan administrasi.Usaha yang dilakukan pemerintah dalam penyeragaman dan penyederhanaan sistem tarif cukai tembakau adalahdengan pengelompokan jenis tarif cukai
hasil tembakau dengan
menentukan batasan harga jual eceran tembakau untuk menentukan industri tembakau masuk kelompok dan golongan cukai tembakau. Pemberlakuan penyeragaman dan penyederhanaan yang dilakukan pemerintah dilakukan dengan melihat dari berbagai sisi, salah satu prinsip yang dianut dalam penyeragaman dan Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
penyederhanaan adalah prinsip pemungutan pajak (cukai) ease of administration.prinsipease of administration dinamakan simplicity. Dalam PMK No.179/PMK.011/2012 mulai diberlakukan penyederhanaan sistem administrasi dengan diberlakukannya tarif spesifik walaupun tidak tunggal dengan tujuan untuk mempermudah para pengusaha industri hasil tembakau dalam menentukan tarif cukai melalui pengelompokan berdasarkan jenis tembakau, batasan harga jual eceran dan penyederhanaan lapisan tarif. d)
Pendapatan Negara
Perubahan kebijakan penetapan tarif cukai tembakau ditahun 2013 ini memiliki beberapa tujuan yaitu meningkatkan pendapatan negara atas cukai hasil tembakau yang
ditetapkan
pemerintah dalam APBN dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kenaikan beban cukai yang rata – rata sebesar 8,5% dalam tahun 2013 ini dilakukan pemerintah terhadap semua pengusaha tembakau dengan mempertimbangkan asumsi makro dan harga jual eceran yang berlaku sebelumnya dengan melihat inflasi yang terjadi pada negara tahun ini. Penerimaan yang diperoleh dari Cukai Hasil Tembakau (HT) s/d 12 Mei 2013 cukup tinggi yaitu sebesar Rp 33,68 T atau 95,64% dari total penerimaan cukai yang sebesar Rp 35,21 T (Data Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan). Untuk tahun 2013, diperkirakan target penerimaan cukai dapat menembus Rp 103,73 triliun, dengan besar pertumbuhan 22,90 %. Sebagaimana terjadi setiap tahun, penerimaan cukai hasil tembakau paling tinggi terjadi di bulan Februari 2013 yang mencapai Rp 10,65 T yang terjadi karena pengusaha hasil tembakau melunasi cukai rokok yang dipesan pada Desember tahun sebelumnya (dengan mendapatkan fasilitas penundaan 2 bulan). Berikut data penerimaan cukai tembakau di Indonesia dari tahun 2006 – Mei 2013 adalah (Grafik 5.1). (Grafik 5.1) Perbandingan Realisasi Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Terhadap Penerimaan Negara Tahun 2006 – Mei 2013
*) realisasi hingga 14 November 2012 (98% dari target APBNP 2012) **) data APBNP 2012 ***) data APBN 2013 Sumber : Kementerian Keuangan, diolah.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Dari grafik 5.1 dapat kita lihat total penerimaan dari cukai hasil tembaku ditahun 2012 berdasarkan PMK No.167/PMK.011/2011 sebesar 114,1 % dari target penerimaan cukai hasil tembakau yang ditetapkan APBN. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari pihak Direktorat Jendral Bea dan Cukai target penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp 83,3 triliun sedangkan realisasinya sebesar Rp. 90,54 T. Kondisi yang terjadi pada tahun berjalan dalam PMK No.179/PMK.011/2012 penerimaan yang diperoleh dari Cukai Hasil Tembakau (HT) s/d 12 Mei 2013 cukup tinggi yaitu sebesar Rp 33,68 T atau 95,64% dari total penerimaan cukai yang sebesar Rp 35,21 T (Data Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan), target yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 senilai Rp 92 triliun, presentase pencapaian sampai Mei 2013 mencapai 38,27 %, untuk tahun 2013, diperkirakan target penerimaan cukai dapat menembus Rp 103,73 triliun. e)
Melindungi Industri Hasil Tembakau Cukai adalah salah satu instrumen fiskal yang cukup penting bagi otoritas negara.Sebagai
sumber penerimaan negara, cukai (terutama cukai hasil tembakau) memiliki peran yang cukup penting karena penerimaan cukai hasil tembakau lebih besar dibandingkan pungutan cukai lainnya, maka konsentrasi terhadap kebijakan cukai hasil tembakau ini terlebih-lebih intensif. Penetapan tarif cukai sebagai bagian dari strategi, fiskal nasional pun harus dengan baik dalam memahami sifat, karakteristik dan struktur industri tembakau nasional.Kebijakan fiskal tersebut haruslah bersifat melindungi usaha kecil - menengah (protektif), industri kecil dan menengah harus mendapatkan perlakuan yang berbeda (diskriminatif) dengan perusahaan besar untuk memajukan industri, menciptakan kesempatan kerja dalam rangka mengurangi kemiskinan. Usaha yang dilakukan pemerintah dalam melindungi industri hasil tembakau dalam negeri adalah salah satunya untuk mengurangi masuknya rokok impor ke Indonesia yang dijual dengan harga murah sehingga bisa mematikan kondisi pasar industri hasil tembakau dalam negeri.Usaha yang dilakukan pemerintah dalam membuat kebijakan PMK No.179/PMK. 011/2012 dalam melindungi industri tembakau adalah dengan tarif spesifik yang didalamnya terdapat pengklasifikasian tarif cukai yang dilihat berdasarkan jenis tembakau, golongan cukai dan batasan harga jual eceran. f)
Kebijakan Jangka Panjang Roadmap Industri Hasil Tembakau Dasar pertimbangan lahirnya PMK No.179/PMK. 011/2012 merupakan sebagai langkah
pemerintah yang menjadikan awal untuk pemindahan fungsi dari fungsi yang mengedepankan fungsi budgeter menjadi fungsi reguleren, sama seperti karakteristik Discrimination in intents (maksud-maksud diskriminasi) menurut cnossen cukai dipungut bukan semata – mata untuk penerimaan negara tetapi untuk tujuan – tujuan tertentu yang ditetapkan negara.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Penyederhanaan penggolongan pengusaha industri hasil tembakau dan batasan harga jual eceran dan pemberlakuan kenaikan tarif cukai hasil tembakau dilakukan pemerintah untuk mengarah ke jangka panjang mejadi tarif cukai yang spesifik tunggal untuk semua jenis golongan industri
untuk
tujuan
pembatasan
konsumsi
dan
produksi
rokok
demi
alasan
kesehatan.Penyesuaian terhadap harga dasar dan tarif dilakukan pemerintah pada PMK No.179/PMK.011/2012 dengan melakukan kenaikan batasan harga jual eceran tarif cukai.Inti dari PMK No.179/PMK. 011/2012 adalah membawa pemerintah untuk jangka panjangnya menjadi fungsi reguleren seperti yang diatur dalam Roadmap industri hasil tembakau jangka panjang untuk tahun 2015 – 2020. B. Perubahan Kebijakan PMK No.179/PMK.011/2012 dengan PMK Sebelumnya Kebijakan kenaikan tarif cukai tersebut hampir setiap tahunnya dibuat dengan tujuan untuk dapat membatasi konsumsi dan produksi rokok. Undang – undang tentang cukai No. 39 tahun 2007 merupakan perubahan dari Undang – undang No. 11 tahun 1995 yang dibuat oleh pemerintah. Undang – undang cukai tidak dapat berdiri sendiri, oleh karena itu pemerintah membuat peraturan untuk melengkapi dan memperbaharui peraturan sebelumnya. Didalam undang – undang cukai pemerintah membuat peraturan untuk melengkapi Undang – undang No. 39 tahun 2007 apabila terjadi perubahan maka akan diatur dalam peraturan pemerintah. Perubahan peraturan yang terjadi dalam cukai adalah seperti perubahan PMK No.179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang akan dibahas oleh peneliti: a) Kenaikan dan Penyederhanaan Batasan Harga Jual Eceran Kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang berlaku pada tahun 2013 diatur dalam PMK Nomor 179/PMK.011/2012 semakin membawa negara kita untuk menuju kearah sistem tarif cukai spesifik tunggal dengan kenaikan dan penyederhanaan batasan Harga Jual Eceran (HJE). Sistem tarif cukai spesifik secara teoritis akan mengurangi harga antara harga jual eceran penetapan pemerintah dengan harga transaksi pasar. Perubahan kebijakan kenaikan minimum harga jual eceran dilakukan pemerintah dengan tujuan sumber penerimaan negara dan mengurangi konsumsi rokok. Kebijakan cukai tahun 2013 berdasarkan PMK Nomor 179/PMK.011/2012 juga menaikkan batasan HJE per batang dan gram untuk 10 (sepuluh) layer tarif cukai.Sejak pemberlakuan tarif spesifik tahun 2006, tercatat baru tahun ini saja Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap HJE. Berikut perbandingan Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 179/PMK.011/2012 dibandingkan PMK Nomor 167/PMK.011/2011 (Tabel 5.2):
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Tabel 5.2 Perbandingan Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram PMK 179/PMK.011/2012 dibandingkan PMK Nomor 167/PMK.011/2011: No. Urut
1.
Golongan Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau SKM
I
II
2.
SPM
I
Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram
Tarif Cukai per batang Tahun 2012
> Rp 660
Rp355
Rp 630 - Rp 660
Rp345
Rp 600 - Rp 630
Rp325
> Rp 430
Rp270
Rp 380 - Rp 430
Batasan Harga Jual Eceran per batang atau gram
Tarif Cukai per batang Tahun 2013
> Rp 669
Rp375
Rp 631 - Rp 669
Rp355
Rp235
> Rp 549
Rp285
Rp 374 - Rp 380
Rp235
Rp 440 - Rp 549
Rp245
> Rp 600
Rp365
≥ Rp 680
Rp380
> Rp 300
Rp235
> Rp 444
Rp245
Rp 254 - Rp 300
Rp190
Rp 217 - Rp 254
Rp125
Rp 345 - Rp 444
Rp195
> Rp 590
Rp255
> Rp 749
Rp275
Rp 550 - Rp 590
Rp195
Rp 520 - Rp 550
Rp195
Rp 550 - Rp 749
Rp205
> Rp 379
Rp125
> Rp 379
Rp130
> Rp 349 - Rp 379
Rp115
> Rp 349 - Rp 379
Rp120
Rp 336 - Rp 349
Rp105
Rp 336 - Rp 349
Rp110
Rp234
Rp75
≥ Rp 250
Rp80
Rp 450 - Rp 600 Rp 375 - Rp 450 II
3.
SKT atau SPT
I
II
III
Sumber : Badan Kebijakan Fiskal
Dari Tabel 5.2 terdapat perubahan kenaikan dan penyederhanaan batasan harga jual eceran rokok perbatang, pada PMK Nomor 167/PMK.011/2011 terdapat batasan harga jual eceran rokok masih sama dengan tahun 2011 tetapi setalah diterbikan PMK 179/PMK.011/2012 terdapat kenaikan dan penyederhanaan batasan harga jual eceran. Dari tabel diatas terdapat perubahan atas kenaikan dan penyederhanaan batasan harga jual eceran : 1) Kelompok SKM : terdapat perubahan kenaikan tarif dari golongan I terdapat 3 batasan harga jual eceran menjadi 2 batasan harga jual eceran. kenaikan tarif dari golongan II terdapat 3 batasan harga jual eceran menjadi 2 batasan harga jual eceran. 2) Kelompok SPM : terdapat perubahan kenaikan tarif dari golongan I terdapat 3 batasan harga jual eceran menjadi 1 batasan harga jual eceran. kenaikan tarif dari golongan II terdapat 3 batasan harga jual eceran menjadi 2 batasan harga jual eceran.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
3) Kelompok SKT atau SPT : terdapat perubahan kenaikan tarif dari golongan I terdapat 3 batasan harga jual eceran menjadi 1 batasan harga jual eceran. kenaikan tarif dari golongan III terdapat kenaikan batasan harga jual eceran. b) Kenaikan Tarif Cukai Kenaikan tarif dibuat oleh pemerintah dengan ketentuan Undang-undang Cukai Pasal 5 ayat 1 (a) no 2 yang mengatur barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi 57% (lima puluh tujuh %) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. Tetapi seperti kita liat di Tabel 5.2 kenaikan cukai yang terjadi pada tahun 2011 ke 2012 mengalami kenaikan yang melebihi 57%,
sehingga PMK Nomor
167/PMK.011/2011 dianggap telah melanggar ketentuan Undang-undang Cukai karena telah melebihi angka tarif maksimum 57% dari harga jual eceran. Tahun 2013 pemerintah memberlakukan kenaikan tarif cukai tembakau dengan mengacu tarif terdahulu (Tabel 5.2). Rata kenaikan tarif cukai untuk tahun 2013 adalah sekitar 8,5%. Berikut disajikan kenaikan tarif cukai tembakau dengan perbandingan PMK Nomor 167/PMK.011/2011 melebihi 57% dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 yang kurang dari 57%. (Tabel 5.3) Tabel 5.3 Perbandingan Perhitungan Kenaikan Tarif Cukai Tembakau PMK No. 167/PMK.011/2011 dan PMK No. 179/PMK.011/2012. Jenis SPM golongan I
PMK No. 167/PMK.011/2011 Tarif cukai sebesar Rp. 365 dengan batasan harga jual eceran 440 terdapat Kenaikkan tarif yang terjadi sebesar 60,8%. (enam puluh koma delapan %) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
PMK No. 179/PMK.011/2012. Perubahan kenaikan tarif cukai pada tahun 2013 Tarif cukai sebesar Rp. 380 dengan batasan harga jual eceran Rp. 681 terdapat Kenaikkan tarif yang terjadi sebesar 55,8% dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
Sumber : Kementrian Keuangan di olah peneliti
Kenaikan tarif yang terjadi berdasarkan PMK No. 167/PMK.011/2011 dilakukan perubahan tarif oleh pemerintah yang diatur menjadi PMK No.179/PMK.011/2012, hal itu dikarenakan menimbulkan permasalahan. Permasalahan yang ada dalam PMK No. 167/PMK.011/2011 adalah adanya kenaikan tarif yang melebihi dari 57% berdasarkan harga jual ecera karena di dalam undang – undang cukai Pasal 5 ayat 1 (a) no 2 yang mengatur barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi 57% (lima puluh tujuh %) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. Para pengusaha mengadakan protes kepada pemerintah, sehingga putusan Mahkamah Agung pada akhirnya menerima gugatan uji Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
materi dari Formasi tersebut. Sebagai konsekuensinya, pemerintah diharuskan untuk segera mencabut pemberlakuan PMK 167/PMK.011/2011 dan terjadi perubahan dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi 57% yang diatur dalam PMK No.179/PMK.011/2012. c)
Penyederhanaan Lapisan Tarif Cukai Dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 167/PMK.011/2011 terdapat perubahan
dalam
penyederhanaan
lapisan
tarif
cukai
dari
15
layer
dibandingkan
PMK
No.179/PMK.011/2012 menjadi 13 layer yaitu dengan menggabungkan layer tiga dengan layer dua untuk jenis hasil tembakau SKM golongan I dan SPM golongan II. (seperti yang kita lihat dalam tabel 5.3). Tabel 5.5 Perbandingan Penyederhanaan Lapisan Tarif PMK No. 167/PMK.011/2011 Untuk SKM golongan I :
PMK No.179/PMK.011/2012 Untuk SKM golongan I perubahan :
Tier 2 Rp. 630 – Rp. 660 Tarif Rp. 345 Tier 3 Rp. 600 – Rp. 630 Tarif Rp. 325
Pemerintah melakukan penggabungan antara Tier 2 dan 3 menjadi Rp. 631 dengan Tarif Rp.355
Untuk SPMgolongan II :
Untuk SPMgolongan II :
Tier 2 Rp 254 - Rp 300 Tarif Rp.190
Pemerintah melakukan penggabungan antara Tier 2 dan 3 menjadi Rp 345dengan Tarif Rp. 195
Tier 3 Rp 217 - Rp 254Tarif Rp. 125 Sumber : Kementrian Keuangan di olah peneliti
Penyederhanaan lapisan tarif dilakukan pemerintah untuk mempermudah dalam pengenaan tarif cukai tembakau. Pemberlakuan penyeragaman dan penyederhanaan yang dilakukan pemerintah dilakukan dengan melihat dari berbagai sisi, salah satu prinsip yang dianut dalam penyeragaman dan penyederhanaan adalah prinsip pemungutan pajak (cukai) ease of administration. prinsip ease of administration dinamakan simplicity. Penyederhanaan lapisan tarif untuk SKM golongan I danSPMgolongan II sebagai salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk memberlakukan tarif spesifik tunggal kedepannya sesuai dengan Roadmap industri hasil tembakau. C. Akibat Yang di Timbulkan dari Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau a) Akibat Bagi Penerimaan negara Kontribusi yang diterima dari pungutan cukai hasil tembakau adalah lebih dari 90% dari seluruh penerimaan cukai. Target dan realisasi penerimaan atas cukai tembakau hampir setiap tahunnya tercapai bahkan mengalami peningkatan , bahkan realisasi melampaui yang ditargetkan. Menurut Bank Dunia, peningkatan harga riil rokok 10% akan meningkatkan penerimaan pemerintah dari sektor cukai tembakau sebesar 7%. Jadi dengan adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau akan memberikan akibat positif bagi penerimaan negara untuk pembiayaan APBN.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
b) Akibat Munculnya Rokok Ilegal Dengan adanya Kenaikan tarif cukai tembakau untuk tahun 2013 dengan besaran tarif ratarata sekitar 8,5% terdapat kekhawatiran akan mengakibatkan munculnya kenaikan perdaran rokok Ilegal. Hal ini karena kenaikan cukai rokok akan membebankan harga jual eceran rokok di pasaran. Produksi rokok Ilegal merupakan produksi rokok yang melanggar hukum perizinan dan pembatasan produksi rokok. Rokok ilegal terjadi karena kenaikan tarif cukai yang tinggi sehingga banyak pengusaha nakal yang bermain dengan memasukkan rokok ilegal, mereka tidak membayar cukai sehingga harga rokok dipasaran menjadi murah. Negara akan mengalami kerugian dengan munculnya rokok ilegal, khususnya dari sektor perpajakan yang nilainya diperkirakan mencapai ratusan milyar rupiah. Estimasi kerugian negara berkisar 412 hingga 596 milyar rupiah, atau sekitar 0,52 hingga 0,75 % dari target penerimaan 80 triliun rupiah di tahun 2012 (Warta Bea dan Cukai). Rokok ilegal ini mengakibatkan jumlah produk hasil tembakau di pasaran meningkat, dan masyarakat dapat memperoleh dengan mudah akibatnya berdampak pada kesehatan masyarakat karena konsumsi tembakau yang meningkat (Roadmap Industri Pengolahan Tembakau ; Kementrian Perindustrian Republik Indonesia). Rokok ilegal menganggu pasar hasil tembakau , karena hasil tembakau ilegal dijual dengan harga murah hingga dapat menganggu pasar hasil tembakau legal. c)
Akibat yang ditimbulkan bagi kesehatan Tembakau merupakan penyebab tunggal kematian utama yang dapat dicegah. Pemberlakuan
cukai spesifik yang seragam diharapkan akan meminimumkan perbedaan harga antar produk rokok sehingga akan menyelamatkan nyawa akibat berkurangnya konsumsi rokok. Disamping itu, mereka juga memprediksi bahwa jika tingkat cukai maksimal diberlakukan (57% dari Harga Jual Eceran untuk semua jenis produk tembakau) maka masih ada 50 juta penduduk dewasa yang merokok (turun dari 56,9 juta perokok), hal ini berlangsung dalam jangka panjang. Ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok bersifat adiktif (menimbulkan kecanduan).Oleh karena itu, peningkatan cukai tembakau adalah win-win solution.Penulis berpendapat bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai tembakau dengan menaikkan tarif cukai tembakau yang melebihi 57% dari harga jual eceran dengan alasan agar para masyarakat dapat mengurangi konsumsi rokok dengan alasan kesehatan. Hal ini sama dengan pendapat Barber et al bahwa “Jika tingkat cukai tembakau ditingkatkan sampai menjadi 57% dari harga jual eceran maka diperkirakan jumlah perokok akan berkurang sebanyak 6,9 juta orang, jumlah kematian yang berkaitan dengan konsumsi rokok akan berkurang sebanyak 2,4 juta kematian, dan penerimaan negara dari cukai tembakau akan bertambah sebanyak Rp. 50,1 Trilliun” (Barber et al;2008). Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Harapan kedepannya dari hasil estimasi supaya Kebijakan “cost-effective” untuk mengendalikan tembakau harus dilaksanakan secara efektif dalam mengedepankan fungsi reguleren, pemerintah melakukan kenaikan cukai diatas 57% sampai dengan kenaikan 70 % dari harga jual supaya dapat mencegah kematian sebanyak 2,5 juta sampai 5,9 juta, atau sekitar 9 % sampai 21 % kematian yang akan terjadi pada kelompok perokok saat ini (Ekonomi Tembakau di Indonesia; 2008). d) Akibat yang ditimbulkan bagi produksi rokok Dalam
3
tahun
terakhir
tahun
2007
–
2009
mengalami
penurunan
tingkat
produksi.Sedangkan Produksi dari tahun 2011 – 2013 mengalami kenaikan. (dalam tabel 5.4 diatas ). Produksi rokok tersebut didominasi oleh rokok jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) sebesar rata-rata 57,7% per tahunnya, kemudian diikuti oleh SKT (Sigaret Kretek Tangan) sekitar 35,5% per tahunnya dan SPM (Sigaret Putih Mesin) rata-rata 6,8% per tahunnya. Tahun 2013 menurut Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia, memiliki total target mencapai 301,2 miliar batang rokok, meningkat 32,8 % jika dibandingkan dengan tahun 2012 dimana produksi rokok sebesar 268,4 miliar batang. Bila dibandingkan dengan total produksi rokok pada tahun 2008 yang mencapai 249,7 miliar batang, total produksi rokok pada tahun 2009 turun sebesar 2,92% dari tahun 2010, 2012 dan Tahun produksi rokok mengalami kenaikan dari 249,1 miliar batang menjadi 301,2 miliar batang. Kenyataan dilihat dari tabel diatas kenaikan tarif cukai tembakau tidak mempengaruhi pengurangan produksi rokok di Indonesia.Kenaikan tarif cukai di Indonesia yang dilakukan pemerintah untuk tujuan mengurangi batasan produksi rokok nyatanya belum berjalan, nyatanya sampai tahun 2013 ini Indonesia masih mengalami peningkatan batasan produksi. e)
Akibat yang Ditimbulkan Bagi Tenaga Kerja Tenaga kerja industri rokok sebagian besar merupakan tenaga kerja industri rokok kretek
yang terdiri dari SKM dan SKT.Dilihat dari penyerapan tenaga kerja, industri rokok kretek menyerap 92% dari total tenaga kerja industri rokok.Sisanya adalah industri rokok putih yang merupakan penghasil rokok putih (SPM) dan industri rokok lainnya. (Tabel 5.7 Jumlah Tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau 2004 – 2010 dan Jumlah industri rokok berdasarkan jenis rokok, 2011).
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Tabel 5.7 Jumlah Tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau 2004 - 2010
2004
Jumlah Tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau 258,678
2005
272,343
683.603
2006
316,991
512.338
2007
334,194
597.501
2008
346,042
595.653
2009
331,590
640.998
2010
327,865
689.360
Subsektor Tembakau
Jumlah Tenaga Kerja Petani Tembakau 693.551
Sumber: a) Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia (Sakernas) 1996-2011, BPS, Jakarta
Jumlah Industri Rokok Berdasarkan Jenis Rokok Tahun 2011 Jenis HT
Jumlah pabrik
Jumlah tenaga kerja
SKT
871
579.000
SKM
242
20.400
SPM
19
600
1.132
600.000
JUMLAH
Sumber: Direktorat Cukai, 2011
Masyarakat banyak yang bermata pencaharian dalam pabrikan rokok, dengan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau banyak perusahaan yang mengalami kemerosotan dalam menjalankan usahanya karena tidak mampunya mereka bersaing dengan industri besar.Kita disini dapat melihat dalam kelompok SKT biaya yang dikeluarkan 12% biaya produksi adalah lebih tinggi dibandingkan rokok mesin.Kecenderungan industri tembakau dengan mesin lebih maju dibandingkan dengan tangan, hal ini ditandai dengan adanya mesin – mesin baru.Dengan kenaikan tarif cukai dan HJE yang tinggi juga menyebabkan banyak kelompok yang bangkrut dan habis, sehingga para tenaga kerja banyak yang mengalami pemutusan hubungan kerja.Kenaikan tarif cukai yang tinggi saat ini mengakibatkan banyak terjadinya pengurangan tenaga kerja, akibat industri hasil tembakau khususnya industri tembakau kecil yang mengalami kebangkrutan dan tidak dapat bersaing dengan pasar. f)
Akibat yang Ditimbulkan Bagi Penerimaan Perusahaan Rokok Menurut seorang peneliti di Lembaga Demografi FEUI Abdillah Ahsan: “Dengan kenaikan
cukai hasil tembakau sebesar 38-44 % dapat menurunkan konsumsi rokok hingga 4,7 %, Pemerintah menaikan cukai tembakau sebesar 44-46 % dapat menurunkan konsumsi rokok sebesar 2,7 %, perubahan total pada penerimaan pajak sebesar 11,2 % dan pengaruhnya terhadap penerimaan perusahaan rokok turun sebesar 2,20 persen. Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Penulis berpendapat kenaikan cukai yang tinggi memberikan beban berat bagi kelompok industri hasil tembakau khusunya industri kecil dengan modal terbatas sehingga pengurangan tingkat pendapatan perusahaan tembakau.Perusahaan rokok harus menanggung terlebih dahulu cukai tembakau tersebut agar rokok turun ke pasaran. Perusahaan sudah mengeluarkan biaya untuk ongkos produksi rokok, dan penanggungan terlebih dahulu terhadap tarif cukai tembakau, tetapi karena tingginya tarif cukai tembaku tersebut sehingga menyebabkan rokok dipasaran harus dinaikkan sehingga banyak rokok mahal yang tidak laku dipasaran, sedangkan industri hasil tembakau besar masih dapat menanggulangi kenaikan tarif tersebut. Masyarakat khususnya kalangan bawah pindah konsumsi ke rokok yang memiliki harga jual rendah.Hal tersebut membuat banyak perusahaan yang tadinya mengalami keuntungan 50% menjadi turun keuntungannya. g) Akibat Pada Rumah Tangga Menegah Ke bawah Rokok hampir menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat yang mengkonsumsinya setiap hari. Pada umumnya kelompok masyarakat menengah ke bawah memiliki relevansi merokok lebih tinggi daripada golongan masyrakat atas. Masyarakat masyarakat menengah ke bawah banyak yang mengkonsumsi rokok jenis SKT, karena harganya yang murah. Dampak peningkatan harga terhadap konsumsi rokok menurut kelompok pengeluarandengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 mengestimasi penelitian mereka menyimpulkan bahwa peningkatan 10% harga rokok akan menurunkan konsumsi rokok perokok masyarakat menengah ke bawah sebanyak 16%. Sementara itu, konsumsi rokok perokok masyarakat berpenghasilan besar hanya akan turun 6%. Hasil estimasi ini menunjukkan bahwa perokok berpenghasilan menengah ke bawah lebih sensitif terhadap harga dibandingkan dengan perokok terkaya. Sehingga kebijakan peningkatan harga rokok melalui peningkatan cukai tembakau akan melindungi penduduk termiskin dari kecanduan dan perangkap akibat konsumsi rokok. (Ahsan dan Tobing ;2008) Persentase pengeluaran untuk membeli rokok bagi keluarga menengah ke bawah ternyata lebih besar dibandingkan dengan keluarga berpenghasilan tinggi. Hasil Susenas (2006) menemukan fakta bahwa pengeluaran untuk mengkonsumsi rokok bagi keluarga miskin mencapai 11,9 %, sementara oleh keluarga berpenghasilan tinggi hanya 6,8 %. Ironisnya, pengeluaran keluarga menengah ke bawah khusus untuk membeli rokok yang sebesar 11,9 % itu menempati urutan kedua setelah pengeluaran untuk beras. Fenomena ini memperlihatkan bahwa konsumsi rokok pada kelompok keluarga menengah ke bawah mampu menggeser kebutuhan akan konsumsi makanan bergizi dan bagi pendidikan.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
4. Simpulan Berdasarkan hasil temuan dan analisis pokok permasalahan pada bab sebelumnya serta didukung oleh teori-teori yang ada, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: 1) Dasar pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan kenaikan tarif cukai dan formulasi penetapan kenaikan batasan harga jual eceran hasil tembakau berdasarkan PMK 179/PMK.011/2012 pemerintah mengacu pada Roadmap industri hasil tembakau dalam jangka menengah tahun 2010 – 2015 dengan tujuan untuk penerimaan negara, mengurangi konsumsi rokok dengan alasan kesehatan, dilakukanpenyederhanakan sistem administrasi, pemerintah juga tetap melindungi kondisi industri hasil tembakau dalam negeri khususnya industri kecil dengan diberlakukannya tarif spesifik yang penentukan tarif cukai berdasarkan
golongan
jenis
tembakau
dan
produksi
hasil
tembakau.
PMK
179/PMK.011/2012 merupakan alasan pemerintah menuju sistem tunggal untuk menuju fungsi regurelen dalam jangka panjang Roadmap industri hasil tembakau. 2) Perubahan – perubahan yang ditimbulkan dari PMK 179/PMK.011/2012 dengan PMK No.167/PMK.011/2011
pada
dasarnya
adalah
adanya
perubahan
kenaikan
dan
penyederhanaan batasan harga jual eceran, adanya kenaikan tarif cukai sebesar 8.5%. Terdapat perubahan dalam pentuan kenaikan tarif cukai hasil tembakau dari PMK 179/PMK.011/2012 dengan PMK No.167/PMK.011/2011 berdasarkan UU cukai tidak boleh melebih 57% dari harga jual eceran dan adanya perubahan dalam penyederhanaan lapisan tarif dari 15 layer menjadi 13 layer untuk menuju tarif spesifik tunggal.] 3) Akibat yang ditimbulkan dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau ada sisi positif dan negatif, yaitu : a. Sisi positif pemerintah dan masyarakat banyak yang dirasakan pemerintah dan masyarakat salah satunya dari sisi penerimaan negara karena menambah pendapatan negara, serta dari sisi kesehatan berkurangnya konsumsi rokok oleh masyarakat . b. Sisi negatif juga dirasakan oleh pemerintah, pengusaha pabrikan yaitu akibat yang ditimbulkan dari sisi pabrikan dan masyarakat yang bermata pencaharian dalam bidang industri hasil tembakau menyebabkan banyak pabrikan yang bangkrut karena tidak dapat bersaing dengan pasar, sehingga terjadinya pengurangan tenaga kerja, dan juga akibat yang ditimbulkan bagi masyarakat khususnya masyarakat golongan menengah kebawah adalah pengeluaran mereka jadi meningkat dengan naiknya cukai hasil tembakau dan banyak munculnya peredaran rokok ilegal .
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA I. BUKU Atmosudirdjo, Prajudi. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia, Cetakan ke – 10. 1994. Ahsan dan Tobing. Ekonomi Tembakau di Indonesia, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2008. Anshari, Tunggul. Pengantar Hukum Pajak. Malang : Banyumedia Publishing,2006. Asri, Istyastuti Wuwuh. Kebijaksanaan Pajak Tak Langsung Cukai Studi Kasus Cukai Tembakau Indonesia ;1969-1992. Barber, S., Adioetomo, S.M., Ahsan, A., dan Setyonaluri, D. Ekonomi Tembakau di Indonesia. Paris: International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease. 2008. Brotodihardjo R.Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : Eresco,1995. Cnossen, Sijbren. Excise Sistem : A Global Study of the Selective Taxation of Goods and Services. London : The John Hopkins University Press. Crumbley, D. Larry, et.al. Dictionary of Tax Terms. New Jersey: Barron’s Educational series, inc.1994. Darwis, Muhadjir. Analisa Kebijaksanaan Publik. Yoyakarta: PT Hanindita.1988. Due, John F. Keuangan Negara : Perekonomian Sektor Pemerintah, Terjemahan Iskandarsyah & Arif Janin.Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.1985. Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik .Terjemahan Samodra Wibawa. Yogyakarta : Gajah Mada University Pers. 2013. Islamy , Irfan. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Penerbit Bumi Aksara. 2004. Jha, Prabhat, dan J, Frank terjemahan Adioetomo, Murtianingsih, Sri. Meredam wabah : pemerintah dan aspek ekonomi: pengawasan tehadap tembakau: Indonesia. 2008. John W. Creswell.Research Design :Qualitative and Quantitative Approach, California : Sage Publication. 1994. Lasswell, Harold D. and Abraham Kaplan. Power and Society: A Framework for Political Inquiry. Paperback : Yale University Press, 1963. Mansury, R. Kebijakan Fiskal. Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4), Jakarta : Cetakan Pertama. 1999. _______, R. Kebijakan Perpajakan. Jakarta: yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4). 2000.
Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan. Jakarta : Penerbit Granit, edisi 3.2005 Nurdjaman Arsjad, et.al., Keuangan Negara, Intermedia, Jakarta ; 1992, hal 3, dikutip dari Paul A. Samuelson (1985). Rimsky K. Judisseno. Pajak dan Strategy Bisnis : Suatu Tinjauan Tentang Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama. 1997. Ross, H. & Chaulopka, K. Economic Policies For Tobacco Control In Developing Countries. Salud Publica de Mexico. 2006. Sommerfeld, Ray M, et. Al. An Introduction to Taxtation. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013
Sukandarrumidi, Haryanto. Dasar-Dasar Penulisan Proposal Penelitian.Yogyakarta; Gadjah Mada University Press. 2008. Subiyantoro, Heru dan Riphat, Singgih.Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Konsep, dan Implementasi.Jakarta : Penerbit Kompas.2004. Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI). Bunga Rampai Fakta Tembakau dan Permasalahannya di Indonesia Tahun 2012 ; 2012. Umar , Husein. Metode Riset Ilmu Administrasi. Gramedia Pustaka Utama. 2004. W. Lawrence Neuman. Author of Social Research Methods. 2005. Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik.Yogyakarta : Media Pressindo. 2002. II PERUNDANG - UNDANGAN Republik Indonesia, Undang – undang No. 39 tahun 2007.Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Kementrian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan No.191/PMK.04/2010 Perubahan Atas Peraturan Menteri No. 200/PMK.04/2008 Tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencatatan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai Untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau.Kementrian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan No. 179/PMK.011/2012.Perubahan ke empat Atas Peraturan Menteri No. 167/PMK.11/2011 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Kementrian Keuangan, Peraturan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor : P-43/BC/2009 Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau Pemberian Identitas Pabrik dan Pita Cukai. IV Sumber Lainnya Abdillah Ahsan di www. Detik.com ,Jumlah tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau. Agung , Permana.“Optimalisasi Tarif Cukai Tembakau Suatu Analisis dengan Kurva Laffer”, Jakarta 1999. Antariksa,Y.,2010.
Blog
Strategi
+
Manajemen.http://strategimanajemen.net/2010/03/15/industri-
rokokindonesia- sedang-menjemput-kematian/. Direktur Cukai, Drs. Bachtiar M. Si di Warta Bea Cukai. Santoso,S.. Pengawasan di Bidang Cukai. Jakarta. Artikel pada majalah bulananWarta Bea Cukai. Edisi 395. Oktober 2007 Wawancara dengan Bapak H. Muhaimin Moeftie, Senin, 13 May 2013 di Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia. Wawancara dengan Bapak YusmanJuandi , Rabu, 22 May 2013 di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Wawancara dengan Bapak Zairil, Rabu, 22 May 2013 di Pusdiklat Bea dan Cukai. Wawancara dengan Bapak David S, Yandiho N, Ihsanul Fikri, Rabu, 5 Juni2013 di Pabrikan Rokok. Wawancara dengan Bapak Nazzrudin Djoko, Selasa, 11 Juni 2013 di Badan Kebijakan Fiskal. www.anggaran.depkeu.go.id. www.bps.go.id. www.djbc.go.id.
Analisis Kebijakan..., Deacy maya, FISIP UI, 2013