Daya Serap Anggaran bagian intern Biro Keuangan Kementrian Perindustrian Aubrey Yanarto Petrus & Roy Valiant Salomo Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial & Politik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Jurnal ini bertujuan menguak siklus penganggaran internal dari Kementrian Perindustrian yang mana, sebagian besar, dilaksanakan oleh Biro Keuangannya. Siklus penganggaran adalah sebuah kegiatan pengelolaan dana terpola yang dilakukan oleh sebuah organisasi sejak dana tersebut sudah cair / mulai bisa digunakan, bermula dari tahap awal-perencanaan hingga tahap akhir-pelaporan. Salah satu model siklus ini, yang mana dianjurkan oleh dua pakar teori administrasi negara yang paling terkenal di planet ini; Waylon Jones dan Maurice Pendlebury, terdiri dari empat fungsi yang saling terkait – Perencanaan, Penganggaran, Pengawasan, and Pelaporan – yang mana masing-masing diwujudkan dalam bentuk empat organisasi intern dari Kementrian itu sendiri – Biro Perencanaan, Biro Keuangan, Inspektorat Jendral, Pusat Data dan Informasi – berfungsi sebagai pembuka jalan ke dalam lingkungan internal Sekretariat Jendral Kementrian Perindustrian dan dengan demikian, memusatkan perhatian terhadap Biro Keuangan. Lalu, setelah menerima data-data keuangan dalam jumlah yang memadai dan mempelajari teori yang teruji, didukung oleh pernyataan, konfirmasi dan perspektif dari beberapa staf yang sangat berpengalaman dan cukup berpengaruh melalui metode kualitatif, penelitian - yang dilaksanakan oleh jurnal ini - berhasil menemukan sebuah anomali, penyebab yang mana, diduga secara teoritis, telah melemahkan siklus anggaran intern Biro Keuangan Kementrian Perindustrian selama beberapa tahun belakangan. Kata kunci: Fungsi Penganggaran; Fungsi Pengawasan; Siklus Anggaran.
The Internal Budget Absorption by the Monetary Bureau of the Ministry of Industry Abstract This Journal aims to uncover the cycle of internal budgetting of the Ministry of Industry which, by a large extent, performed by its Monetary Bureau. The budgetting cycle is a patterned fund procession which is carried out by an organization once the fund itself had been „liquified‟ or reached „usable‟ status, started from the first phase of planning to the final one of reporting. One of the models for the Cycle, suggested by two of the Earth‟s most reknown public administration theorists; Waylon Jones and Maurice Pendlebury, consists of four intertwined functions – Planning, Budgetting, Controlling, and Evaluation – which respectively embodied by the Ministry very own‟s four internal organizations – Plan Bureau, Monetary Bureau, General Inspectorate, Evaluation and Data Center – serve as „the Cruiser of the Fleet‟, opening the path to the internal realm of General Secretariate of the Ministy of Industry and thus, put the bulk of the concern to the Monetary Bureau. Then, by having received sufficient monetary data and learned proven theory, backed up by the statement, confirmation and perspectives of some very experienced and quite influental staff through qualitative methode, the research - carried out by this journal - successfuly found an anomaly, the culprit that, theoratically presumed, has been the cause of the weakened internal budget absorption for the Monetary Bureau‟s necessities these last few years. Key words: Budgeting Cycle; Budgetting Function; Controlling Function
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Secara teknis dan praktis, pemerintahan Indonesia telah mulai menata kembali manajemen keuangan negara sejak tahun 2003, didukung dengan diluncurkannya beberapa undangundang seperti UU nomor 17 tahun 2003 menyangkut Keuangan Negara, UU nomor 1 tahun 2004 menyangkut Perbendaharaan Negara, serta UU nomor 15 tahun 2004 menyangkut Pertanggungjawaban
Pengelolaan
Keuangan
Negara.
Peraturan-peraturan
tersebut
menimbulkan titik balik yang sedikit banyak sempat menggetarkan bidang penganggaran dalam bentuk verifikasi anggaran yang disempurnakan dan sistem akuntabilitas yang terintegrasi, disertai dengan perubahan sistem penganggaran pemerintah Indonesia, yang mana sebelumnya diterapkan pada berbagai kementerian dan lembaga secara inkremental, menjadi berdasarkan kinerja / kualitas kerja, ditegaskan dalam pasal 14 dan 19 UU nomor 17 tahun 2003. Guna mendukungnya lebih jauh, pemerintah lalu mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 20 dan 21 tahun 2004 menyangkut Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Lembaga. Alhasil, sejak tahun 2005, sirnalah pemisahan anggaran rutin dengan pembangunan dan keduanya melebur perlahan-lahan menjadi satu diiringi dengan dimulainya penggunaan pendekatan berdasarkan kinerja. Target penyerapan anggaran Kementrian Perindustrian yang tak tercapai sudah pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. M. S. Hidayat bahkan menyatakan bahwa pada tahun 2011, target yang tercapai hanyalah 14, 9 persen dari yang seharusnya 26 persen. Serapan-AnggaranKementerian-Perindustrian-Rendah. Kemudian pada tahun 2013 yang baru saja berlalu, pagu Kementrian Perindustrian menjadi sedikit kurang dari 2, 7 triliun rupiah yang mana terdiri dari rupiah murni sebesar sekitar 2, 6 triliun rupiah, dan sisanya dari Penerimaan Negara Bukan Pajak yang hanya sebesar sekitar 134 miliar Rupiah dan bantuan atau hibah dari luar negeri yang hanya berjumlah kurang dari 1 miliar rupiah. Haruslah diakui bahwa berdasarkan teori Anggaran Tak Bersisa, kinerja setiap intansi pemerintah di Indonesia seringkali ( atau bahkan selalu ) diukur melalui tingkat penyerapan anggarannya. Anggapannya adalah bahwa anggaran yang terserap dengan efektif dan efisien dapat mengoptimalkan perkembangan dan kemajuan pembangunan atas negara ini, dalam aspek apapun. Ini mengarah kepada pandangan bahwa suatu instansi pemerintah dikatakan bagus kinerjanya bila anggarannya habis, begitu pula sebaliknya. Meskipun saat ini sistem
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
anggaran yang berlaku di Indonesia adalah Anggaran berbasis Kinerja, ada beberapa aspek sistem anggaran terdahulu yang masih tetap terkandung di dalam sistem penerusnya.
Grafik Perbandingan Realisasi Anggaran Intern yang dikelola oleh Sekretariat Jendral Kemenperin melalui Biro Keuangannya antara tahun 2012 dan 2013 – telah diolah kembali
Setelah melakukan analisa terhadap grafik perbandingan tersebut, ternyata memang semakin jelas bahwa terdapat sesuatu hal yang mengherankan. Ternyata, realisasi anggaran Sekretariat Jenderal Kemenperin s/d tanggal 27 Desember 2013 justru mengalami penurunan sebesar 12,37% bila dibandingkan dengan realisasi anggaran pada periode yang sama pada tahun anggaran 2012. Unit Eselon II yang mengalami kenaikan realisasi anggaran adalah Biro Umum ( 2,36% ), Atase Perindustrian ( 9,39% ), PUSKOM Publik ( 0,39% ) dan ULP ( 9,80% ). Sedangkan unit eselon II yang mengalami penurunan realisasi anggaran adalah Biro Perencanaan ( 4,40% ), Biro Kepegawaian ( 4,54% ), Biro Keuangan ( 6,91% ), PUSDATIN ( 6,81% ), Staff Ahli ( 5,89% ) dan KDEI Taipei ( 23,49% ). Dari data tersebut diketahui bahwa Biro Keuangan, sebagai sebuah Biro yang berada tepat di bawah kendali langsung Sekretariat Jendral Kemenperin, adalah salah satu yang mengalami penurunan daya serap anggaran terbesar dan dengan demikian berkontribusi melebarkan celah antara realisasi pagu dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kantor Dagang Ekonomi Indonesia di Taipei memang terlihat mengalami penurunan yang lebih besar, namun sebagai sebuah instansi yang secara hirarkis berada di dalam domain Kementrian Perdagangan dan secara geografis berada di negeri asing, penelitian ini memandang Biro Keuangan Kemenperin sebagai sebuah obyek penelitian yang lebih feasible dan realistis untuk ditelusuri. Lebih lanjut, Biro Keuangan
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
Kemenperin, tanpa bermaksud menyudutkan, adalah badan yang bertugas mengatur segala kebutuhan dapur Kemenperin itu sendiri dan tak diayal lagi merupakan salah satu ( bila bukan satu-satunya malah ) sasaran ideal untuk diselidiki. Lebih lanjut, secara keseluruhan ini berarti, dan aman untuk berkata, bahwa target pengelolaan dan realisasi pengelolaan anggaran pada Kementrian Perindustrian tidak pernah selaras selama beberapa tahun belakangan. Bila ini terus berlangsung, dampaknya akan terasa dalam pengembangan dan kinerja dari seluruh instansi tersebut, keterlambatan apalagi ketidaktercapainya target penyerapan anggaran akan ( atau mungkin sudah ) secara lambat namun pasti mempengaruhi Sektor Industri yang notabene merupakan domain dari Kementrian ini. Namun, bukan pengaruh realisasinya terhadap lingkungan ekstern yang penelitian ini ingin kuak, melainkan wilayah intern dalam badan instansi itu sendiri. Penelitian, yang dilaksanakan oleh Jurnal ini, dengan demikian ingin menyelidiki dan dengan demikian menggali lebih dalam akan seberapa baikkah pengelolaan anggaran selama ini pada Kementrian Perindustrian, instansi yang bertugas membimbing berbagai bentuk usaha, dari kecil hingga besar, yang tersebar luas di khalayak yang juga luas, dan itu berarti, secara spesifik, badan yang bertugas secara penuh mengaturnya, Biro Keuangan Kementrian Perindustrian. Apakah, untuk bagian intern mereka sendiri, sudah optimal? Apa yang salah di dalamnya? Penelitian ini berdasarkan pada asumsi bahwa masalah sebenarnya tidak akan terkuak di muara, ketika sudah berbentuk tangible dan tersebar pada berbagai sektor industri negara ini, namun di hulu, asal muasal di mana penggunaan anggaran belum berwujud, sedang ditetapkan dan baru akan diimplementasikan, yaitu di bagian intern Biro itu sendiri. B. Permasalahan Pokok permasalahan dalam penelitian ini, yang mana akan dikaitkan dengan teori yang menjadi pedoman penelitian jurnal ini, adalah; Bagaimana proses daya serap anggaran bagian intern Biro Keuangan Kementrian Perindustrian yang terjadi di dalamnya sehingga realisasinya tidak mencapai target selama beberapa tahun ini? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, dapat diketahui tujuan dari penelitian ini yaitu mengungkap proses penyerapan anggaran bagian intern Biro Keuangan Kementrian Perindustrian – dan dengan demikian menyusun asumsi penyebab ketidaktercapaiannya target realisasi anggaran berdasarkan teori dan perspektif para anggota aparatur pemerintahan.
Tinjauan Teoritis
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
A. Konsep Siklus Anggaran Jones & Pendlebury
Revisi Perencanaan Tujuan Dan Susunan & Dasar 1. Perencanaan Tujuan dan Susunan & Dasar
5. Pelaporan Analisis dan Umpan Balik
Revisi Perencanaan Operasional Hubungan Erat
2. Perencanaan Operasional
4. Pengawasan dan Pengukuran
Revisi Penganggaran
3. Penganggaran
Bagan Siklus Anggaran - Sumber dari Rowan Jones dan M. Pendlebury ( 1996 ) Public Sector Accounting, dikutip oleh Mardiasmo ( 2009 ) Akuntansi Sektor Publik – telah diolah kembali
Mardiasmo mengelompokkan proses perencanaan dan pengendalian yang bersifat manajemen atas organisasi sektor publik ke dalam lima tahap yang saling terkait, mendukung, hingga tampak seperti membentuk sebuah siklus kehidupan: 1. Perencanaan tujuan demi mencapai sasaran dasar 2. Perencanaan yang bersifat operasional 3. Penganggaran itu sendiri 4. Pengawasan untuk mengukur 5. Pelaporan dalam bentuk analisa untuk umpan balik. Penelitian ini menggunakan teori Rowan Jones dan M. Pendlebury yang dikutip oleh Mardiasmo dalam hasil karya beliau yang berjudul Akuntansi Sektor Publik ( 2009 ) dan telah tergambar dalam bagan di atas untuk mencoba mengetahui apa yang mempengaruhi daya serap anggaran Biro Keuangan Kementrian Perindustrian. Dalam siklus tersebut terlihat bahwa setiap tahap dipengaruhi langsung oleh fungsi perencanaan yang, seyogyanya, bersifat melekat dan terlibat secara cukup mendalam dari awal hingga akhir. Bila dikaitkan dengan keadaan dalam lingkungan internal Sekretariat Jendral Kementrian Perindustrian, fungsi
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
pengawasannya dilaksanakan oleh Inspektorat III, sub bagian Inspektorat Jendral yang mengawasi seluruh komponen Sekretariat Jendral tak terkecuali Biro Keuangannya. B. Konsep Pengawasan yang melekat dan terlibat mendalam Sebelum menyinggung lebih jauh tentang fungsi ini, berikut adalah sebuah bagan asumsi tentang bagaimana sebuah fungsi pengawasan yang terlaksana dengan baik menjadi sebuah inti dari sebuah siklus anggaran yang ideal ( dan tidak mustahil ) dalam Sekretariat Jendral Kementrian Perindustrian:
Asumsi pelaksanaan fungsi pengawasan yang baik yang berpedoman pada teori Rowan Jones dan M. Pendlebury ( 1996 ) Public Sector Accounting yang didapatkan dari hasil pengamatan dan data internal Kemenperin – telah diolah kembali
Tahap pengawasan, sebagai salah satu fungsi dasar manajerial, yang dapat mengetahui apakah suatu kegiatan yang sedang berjalan sesuai dengan perencanaan awal demi tujuan yang diharapkan. Apabila ternyata tidak sesuai, fungsi ini berguna untuk membuka jalan agar koreksi dapat dilaksanakan atasnya, dapat disatupadukan dengan fungsi pelaporan sehingga dapat memberikan masukan dan pembelajaran untuk masa depan. Proses pengawasan memerlukan sebuah standarisasi demi berdampak optimal pada organisasi dan mencapai tingkatan kinerja yang diinginkan, sebagaimana yang Lewis ( 2000: 7 ) utarakan. Guna mencapainya, kegiatan-kegiatan seperti supervisi ( untuk pelaksanaan koordinasi pengawasan yang sesuai dengan prosedur suatu organisasi terkait ), inspeksi ( untuk pemeriksaan atas hasil
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
kegiatan berkualitas sesuai dengan tujuan awal ), hingga koreksi ( untuk pembenahan agar kembali selaras atau penyesuaian terhadap kondisi pelaksanaan terkini ) dapat dilakukan. Sukoco ( 2007: 129 ), seraya mengutip Brown dan Gulyc ( 2002 ), dalam hasil karyanya berpendapat bahwa selain pengawasan internal yang dapat dikembangkan secara eksternal, terdapat pula organisasi-organisasi yang dapat diminta mengawasi kinerja para pegawai dengan memanfaatkan standar yang disusun oleh suatu lembaga profesi atau asosiasi independent. Jones dan Pendlebury telah mengemukakan bahwa proses pengawasan, sebagaimana yang terdapat dalam bagan siklus anggaran mereka, adalah salah satu fungsi manajerial yang berperan sebagai penjamin pelaksanaan kegiatan sesuai standar yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan. Asumsinya adalah bahwa sebuah perencanaan yang tersusun dengan baik bahkan yang mencapai suatu taraf kesempurnaan sekalipun masih tidak dapat terjamin sepenuhnya akan memberikan hasil yang didambakan. Pengawasan adalah penjaminnya. Sukoco dalam hasil karyanya ( 2006: 129 dan 2007: 130 ), seraya mengutip Odgers dan Quibe, berpendapat bahwa beberapa manfaat pengawasan administrasi adalah sebagai berikut: 1. Memperkuat keterkaitan setiap individu terhadap tujuan bersama organisasi. 2. Menilai ukuran pencapaian rencana kerja dengan hasil aktual yang telah diraih. 3. Meningkatkan kinerja organisasi secara terus menerus, memastikannya terus bertambah dan mencegah penurunan kualitas. 4. Mengidentifikasikan hal-hal yang membuat rencana tidak sesuai dengan hasil aktual yang telah dicapai, dan memungkinkan penyesuaian dengan keadaan terkini. 5. Mengkoordinasikan beberapa unsur kegiatan yang sedang dijalankan. 6. Memberikan alat ukur tingkat produktivitas pegawai di dalam suatu organisasi. Namun, hal-hal tersebut tidaklah mutlak adanya karena Quible, seperti yang dikutip oleh Sukoco ( 2007: 130 ), proses pengawasan tetap bisa berjalan tanpa unsur-unsur berikut ini meskipun itu akan berarti tingkat optimalisasi tertinggi tidak dapat diraih: 1. Pengukuran kinerja dalam bentuk hasil aktual hingga perbandingan dengan sasaran awal bisa dilakukan. 2. Pembenahan yang teralokasi dan tersusun untuk mempersempit celah antara dambaan dan kenyataan. 3. Pemahaman internal tentang hal apa saja yang akan diawasi. 4. Pengidentifikasian hasil yang didambakan demi pengawasan yang efektif.
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
Seyogyanya, proses pengawasan sudah dilakukan sejak tahap awal suatu kegiatan, proses perencanaan pun sudah mulai berjalan seirama dengan proses pengawasan karena penyimpangan dan rintangan, sebagaimana yang disinggung sebelumnya, bisa muncul sewaktu-waktu bahkan sejak permulaan. Maksud aktivitas ini adalah: 1. Proses pengendalian ikut disertakan dalam proses perencanaan, bahkan langsung dilaksanakan atas proses perencanaan itu sendiri sebelum proses tersebut selesai demi kesempurnaan. 2. Proses pengawasan baru dapat dilaksanakan apabila perencanaan atasnya telah selesai dan tersusun rapi pada suatu tahap dalam proses perencanaan sebelum tahapan lain di dalamnya dibahas. 3. Proses perencanaan, seperti yang telah disinggung persis di atas, akan baik adanya apabila proses pengawasan juga dilakukan dengan baik. 4. Tujuan proses perencanaan baru dapat diketahui telah tercapai atau tidak setelah proses pengawasan dan penilaian dilakukan. Banyak pihak memandang miring proses pengawasan sebagai proses pencari kesalahan, dan walaupun itu memang benar adanya, tidak berarti sesederhana itu karena proses ini juga memberikan jalan bagi koreksi yang diperlukan terhadap penyimpangan yang terjadi. Singkat kata, proses pengawasan diterapkan terhadap suatu kegiatan yang sedang berlangsung saja dan semua pendapat para ahli di atas, pada dasarnya, adalah semacam pedoman atas sebuah proses pengawasan yang ideal demi mempersempit koridor penyimpangan atau bahkan meniadakannya sekaligus. C. Model Analisa Dari penjelasan tersebut, maka penelitian ini akan menggunakan bagan siklus anggaran teori Rowan Jones dan M. Pendlebury, yang juga dikutip oleh Mardiasmo dalam hasil karya beliau yang berjudul Akuntansi Sektor Publik ( 2009 ), sebagai pembuka jalan dan untuk mengetahui proses yang seyogyanya terjadi dalam lingkungan Sekretariat Jendral Kementrian Perindustrian:
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
Revisi Perencanaan Tujuan Dan Susunan & Dasar 1. Perencanaan Tujuan dan Susunan & Dasar oleh PPK dan KPA kemudian melalui rembukan dengan Biro Perencanaan dan Keuangan
5. Pelaporan Analisis dan Umpan Balik oleh Pusat Data & Informasi, dengan sedikit penyertaan Inspektorat III
Revisi Perencanaan Operasional 2. Perencanaan Operasional oleh Biro Perencanaan
Hubungan Erat
4. Pengawasan dan Pengukuran oleh Inspektorat III
Revisi Penganggaran
3. Penganggaran oleh Biro Keuangan
Model analisa alur kerja siklus penganggaran yang sebenarnya ideal dalam lingkungan intern SekJen Kementrian Perindustrian berdasarkan pengamatan yang kemudian dikaitkan dengan teori Rowan Jones dan M. Pendlebury ( 1996 ) Public Sector Accounting – telah diolah kembali
Metode Penelitian A. Paradigma dan Pendekatan Penelitian Cara pandang penelitian ini dalam memahami kerumitan ruang lingkup Biro Keuangan Departemen Perindustrian beraliran post-positivisme di mana penelitian ini akan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Jones dan Pendlebury pertama-tama sebagai alat untuk membuka jalan menuju dunia intern Sekretariat Jendral Biro Keuangan Kementrian Perindustrian, kemudian sebagai tolak ukur terhadap tata kerja lingkungan kerja intern SekJen Kemenperin. Hasil tinjauan seputar pelaksanaan kegiatan praktis yang dilakukan oleh Biro Keuangan Kementrian Perindustrian serta adanya interaksi antara para staf sebagai subyek penelitian ini dengan dana anggaran Kementerian Perindustrian yang dipercayakan kepada Biro tersebut sebagai obyek penelitian akan didukung oleh pernyataan dari beberapa aparatur pemerintahan yang terlibat di dalamnya dan penyesuaian dengan teori yang penelitian ini rujuk. Penelitian ini menggunakan pendekataan kualitatif untuk menguak dan mengerti halhal tak kasat mata dalam fenomena realisasi penyerapan dana anggaran Biro Keuangan Kementrian Perindustrian yang tidak mencapai targetnya, yang bila dilihat sekilas, pastilah
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
merupakan sesuatu yang sukar diketahui apalagi dipahami. Pendekatan ini mengandalkan faktor manusia sebagai suatu perangkat penelitian dan mengarahkan sasaran penelitian ini pada usaha mengkaitkan teori dengan keadaan ruang lingkup penelitian. B. Variabel dari Penelitian Sebelumnya, penelitian ini telah melakukan penerjunan awal untuk meninjau sekilas keadaan lapangan. Secara teoritis, penelitian ini memang menggunakan beberapa variabel, yang mana menurut teori Rowan Jones dan M. Pendlebury yang dikutip oleh Mardiasmo dalam hasil karya beliau yang berjudul Akuntansi Sektor Publik ( 2009 ), mempengaruhi proses penyerapan di berbagai organisasi sektor publik tak terkecuali Kementrian Perindustrian; Perencanaan, Penganggaran, Pengawasan dan Pengukuran serta Pelaporan dan Umpan Balik. Namun, penerjunan awal yang dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2014 memperlihatkan bahwa terdapat keanehan, katakanlah suatu anomali dari variabel - variabel tersebut; fungsi pengawasan yang dilakukan terhadap Biro Keuangan Sekretariat Jendral oleh Inspektorat Jendral sub bagian Inspektorat III. Dengan demikian orientasi adalah seputar fungsi Penganggaran dan Pengawasan - bukan berarti melupakan kedua fungsi yang lain, namun hanya disinggung sekilas. C. Narasumber / Informan Penelitian Sumber data penelitian ini; para narasumber yang juga merupakan para pegawai Biro Keuangan Kementrian Perindustrian. Penggunaan kata informan juga cocok digunakan dalam penelitian ini mengingat sudut pandang dan pemahaman mereka sendiri turut memberikan wawasan ( insight ) mendalam terhadap apa yang menjadi rutinitas mereka. Penelitian ini menggunakan metode non-random informant selection dengan jenis purposive informant selection untuk menunjuk para narasumber, sebagaimana purposive selection berorientasi pada pemilihan individu yang diyakini memiliki suatu informasi tertentu yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian sekaligus diperkaya oleh wawasan mereka. Beberapa dari mereka adalah: a.) Wahyu Hardono, Biro Keuangan. b.) Tri Martini, Biro Keuangan. c.) Jahnnis Marlin Meidiwan, Biro Perencanaan. d.) Nirna, Inspektorat Jendral. e.) Sumarni, Pusat Data dan Informasi. D. Metode Pengumpulan Data Data yang diperlukan penelitian ini berupa data primer yang diperoleh melalui proses wawancara terhadap para pelaksana kegiatan dalam Biro Keuangan Kementrian Perindustrian
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
serta penyerahan data informatif dari dalam Biro tersebut yang dipercayakan terhadap penelitian ini dan data sekunder yang diperoleh melalui pengkajian terhadap berbagai literatur, terutama menurut teori Rowan Jones dan M. Pendlebury dalam buku Public Sector Accounting dan juga yang dikutip oleh Mardiasmo dalam hasil karyanya yang berjudul Akuntansi Sektor Publik ( 2009 ). Demi memperoleh informasi tentang makna subyektif yang dimengerti oleh para narasumber terkait topik yang terpilih maka dilakukanlah wawancara kualitatif. Metode yang terpilih adalah in-depth interview, di mana wawancara antara seorang penanya dan seorang ( atau beberapa ) penjawab dilakukan berkali-kali demi mendapatkan pemahaman mendalam tentang sudut pandang para narasumber / informan tentang pekerjaan, ruang wewenang, dan pengalaman mereka semua selama ini. Lebih jauhnya, penelitian ini memakai pedoman wawancara semi terstruktur ( semi-structured interview guide ) di mana beberapa pertanyaan yang diajukan seringkali terbentuk saat suatu pertanyaan yang lain sedang dijawab, suatu pertanyaan seringkali memberikan jalan bagi pertanyaan yang lain untuk muncul dan membuat daftar pertanyaan tidak perlu diajukan sesuai urutan tertulis sebelumnya. E. Batasan Penelitan Dengan mempertimbangkan luas ruang lingkup wilayah kekuasaan Biro Keuangan Kementrian Perindustrian yang juga turut mengatur perkembangan dan pertumbuhan semua sektor industrial di nusantara, penelitian ini hanya akan mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap anggaran Biro Keuangan untuk keperluan pribadi Kementrian Perindustrian itu sendiri secara intern pada suatu masa tertentu – mengingat selama beberapa tahun terakhir, realisasi penyerapan dana anggaran tidak menemui targetnya sehingga penelitian ini berasumsi bisa membentangkan suatu benang merah dari dalam instansi ini. Penelitian ini juga hanya akan fokus pada keterkaitan pola siklus anggaran dalam lingkungan intern Sekjen Kemenperin dengan teori Jones & Pendlebury. F. Instrumen Penelitian Sebuah daftar isu atau bisa saja pertanyaan yang mesti ditelusuri melalui para narasumber / informan selama proses wawancara dan digunakan dalam penelitian yang melibatkan beberapa atau lebih dari anggota mereka ( multiple-informant studies ). Penelitian ini menggunakan jenis pedoman wawancara bersifat umum yang dapat menjadi pintu gerbang melakukan wawancara yang mendalam ( in-depth interview ). Wawancara seyogyanya direkam yang kemudian nantinya dapat ditranformasi menjadi verbatim demi memperoleh keakuratan data, dengan demikian alat perekam seperti recorder, baik yang berdiri sendiri dengan menggunakan kaset ataupun melalui sebuah telepon genggam yang setelah mana
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
programnya bisa disesuaikan sesuai kebutuhan. Terkait dengan norma kesopanan dan kode etik yang berlaku, sebuah pemberitahuan dan permohonan akan ijin untuk perekaman seyogyanya dilakukan sebelum proses wawancara berlangsung. Sebuah kesepakatan juga bisa dilakukan demi menjamin kembali ketenangan semua pihak bahwa semua kegiatan ini hanyalah demi kepentingan akademik.
HASIL ANALISIS A. Penjabaran Perbedaan Pola Siklus Anggaran dengan Teori Penelitian ini telah melakukan pengamatan secara langsung di lapangan selama beberapa hari dalam kurun waktu 3 bulan; dari Februari hingga April, dengan penambahan beberapa kunjungan pada bulan Mei dan Juni guna memperkuat asumsi dan konfirmasi ulang perspektif para nara sumber. Selama terjun ke lapangan penelitian memang tidak ikut bekerja dengan para pegawai di lingkungan kerja SekJen Kementrian Perindustrian, namun dengan menjaga jarak demikianlah penelitian berhasil menjaga jarak dan mempertahankan kenetralitasan sembari masuk ke dalam pola pikir para individu yang terlibat sehari-hari.
*Tahap Perencanaan Anggaran yang ideal menurut teori Jones dan Pendlebury
Alur Penyampaian Rencana Penyusunan Anggaran dikaitkan dengan Teoir Sumber dari data internal Sekretariat Jendral Kementrian Perindustrian – telah diolah kembali
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
Dalam Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Perindustrian yang mana berlandaskan pada PerMen Perindustrian No. 105/M-IND/PER/10/2010, memang tidak dikatakan dengan eksplisit bahwa Inspektorat III sudah harus terlibat dari awal, namun pada pasal 653 tertulis kalimat yang berbunyi bahwa Inspektorat III bertanggung jawab atas “...penyusunan rencana dan program pengawasan intern” dan “Pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya”, ini berarti secara implisit Inspektorat III juga sudah dieskpekstasikan mulai terlibat sejak suatu siklus penganggaran bermula. Penelitian ini menemukan bahwa secara praktis, hal ini adalah benar adanya berdasarkan konfirmasi beberapa narasumber seperti bapak Jahnnis Marlin dan ibu Sumarni yang mengatakan bahwa walau tidak atau belum tertulis dalam penjabaran tugas resmi, Inspektorat III seyogyanya sudah ikut serta dari saat Rencana Penyusunan Anggaran. Jones dan Pendlebury, senada dengan pakar lain seperti Lewis ( 1999: 49 ), pernah mengutarakan bahwa sebuah proses perencanaan haruslah melibatkan partisipasi berbagai pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan, dalam hal Penyusunan Anggaran. Di sini terlihat bahwa setelah membuat rancangan ( konsep ) penganggaran dalam suatu masa yang akan berlangsung, Pejabat Pembuat Komitmen meneruskannya kepada Biro-biro yang berada di bawahnya – dan meskipun ini masih berada dalam konteks Perencanaan, Biro Keuangan sudah dilibatkan dan mereka bersama-sama membuat Rencana Penyusunan Anggaran. Pola ini relatif sama untuk siklus Penganggaran Kemenperin baik dalam kurun waktu mingguan, bulanan, hingga tahunan. Namun ini tidak berarti semuanya akan dan harus seragam. Siagian ( 1985: 79 ) berpendapat bahwa perencanaan mingguan dan bulanan sebagai perwujudan konkrit dari perencanaan tahunan memerlukan suatu proses pengukuran dan pengawasan yang juga tidak kalah pentingnya. Ini memungkinkan adanya suatu peninjauan ulang agar selaras dengan perkembangan keadaan sekitar bilamana perencanaan tahunan yang lebih awal ditetapkan ternyata tidak bila semulus yang diharapkan. Teori ini selaras dengan pernyataan para informan, seperti Bapak Wahyu Hardono dari Biro Keuangan, Ibu Dewi Mulyana, Ibu Nirna dari Inspektorat III, dan Ibu Sumarni dari Pusat Data dan Informasi. Mereka semua mengkonfirmasikan – secara eksplisit dan implisit - kebaikan kerja Biro Perencanaan selama ini, hubungan baik Biro Perencanaan dan Keuangan, serta tingkat keterlibatan dan tupoksi Inspektorat III menurut Tata Kerja Kemenperin dalam pelaksanaan praktis di lingkungan internal Sekjen. Dalam petikan pernyataan Bragg ( 2004: 1 ) bahwa sebuah pelaksanaan fungsi pengawasan haruslah dilakukan secara langsung di lapangan ( real time ) guna memastikan keselarasan dalam berbagai keputusan oleh berbagai pihak dalam suatu kegiatan.
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
Sukoco ( 2006: 129 ) juga berkata bahwa salah dua fungsi pengawasan adalah memperkuat keterkaitan tiap individu yang terlibat dalam suatu kegiatan organisatorial sekaligus mengkoordinasikan mereka semua dalam tupoksi mereka tersebut. Agenda Inspektorat III yang terlalu padat karena juga memegang tanggung jawab atas Direktorat Jendral Industri Agro - ini menjadi kombinasi mematikan dengan kondisi geografis Indonesia di mana sebagai negara agraris nan tropis, banyak ( dan dengan banyak maksudnya nyaris semua ) daerah menjadikan sektor agraria sebagai salah satu tumpuan hidup perkembangan daerahnya masing-masing, ini berarti membutuhkan perhatian dan intervensi langsung oleh para staf Inspektorat III dan mengharuskan mereka berpergian dari satu daerah ke daerah yang lain – membuat nyaris semua stafnya tidak selalu ada di tempat bersama dengan Biro-biro Sekjen yang lain, sebagaimana yang dikonfirmasikan oleh beberapa informan penelitian ini.
* Tahap Pelaksanaan Anggaran Pola Siklus Pengganggaran Intern atas Biro Keuangan Kementrian Perindustrian secara praktis di lapangan berdasarkan pengamatan:
Keterangan Gambar: Kotak bergaris putus-putus atas: - Melibatkan Biro Perencanaan secara mayoritas, melibatkan Biro Keuangan secara sebagian.
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
- Pejabat Pembuat Komitmen dan beberapa anggota Inspektorat III hadir namun pasif, hanya menerima laporan dan tidak terlibat secara mendalam. Kotak bergaris putus-putus bawah: - Kotak bertuliskan perbaikan menggambarkan keterlibatan Inspektorat III, dan bukan berupa pengawasan dan pemantauan seperti yang dijelaskan dalam Tata Kerja Kementrian Perindustrian, apalagi melekat seperti yang diharapkan berdasarkan teori. - Analisis Perbandingan semata-mata dilaksanakan oleh Biro Keuangan sendiri membuat hasil bersifat subyektif dan rentan akan manipulasi, padahal Inspektorat III sangat perlu terlibat di dalamnya. Seperti yang telah Bragg dan Sukoco kemukakan pada point sebelumnya, fungsi pengawasan seyogyanya menjadi suatu penjamin pelaksana kegiatan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu dan bukan hanya sebagai “pengoreksi” di akhir suatu kegiatan. Keterlibatan langsung sangatlah dibutuhkan dan meskipun Sukoco membenarkan bahwa pengawasan tetap bisa dilaksanakan semacam itu, namun beliau mengatakan bahwa adalah suatu keniscayaan bahwa suatu tingkat keoptimalan tertinggi tidak akan pernah bisa diraih akibat tidak dipenuhinya beberapa point seperti pemahaman internal akan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan dan pembenahan segera guna mengecilkan jurang pemisah antara realisasi dan sasaran. Hal lainnya adalah ketidakjelasan makna pengawasan intern dalam penjabaran tupoksi pasal 653 menyangkut fungsi Inspektorat III sebagai pengawas intern terhadap segala kegiatan menyangkut keuangan dalam lingkungan Sekretariat Jendral, sebagaimana yang dikonfirmasikan melalui beberapa pernyataan para informan dari Biro Keuangan Kementrian Perindustrian. Pengulangan yang sudah berlangsung bertahun-tahun membuat ketidakbenaran pelaksanaan praktis ini menjadi suatu hal yang lumrah dan bahkan sepenuhnya mengubah sudut pandang beberapa informan kendati mereka sendiri tahu bahwa apa yang mereka yakini benar sesungguhnya salah menurut tata kerja Kementrian Perindustrian itu sendiri. Konfirmasi Berdasarkan Tata Kerja yang sesungguhnya sudah selaras dengan pedoman teori: * Melihat Pasal 622: Inspektorat Jendral mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern (terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, pemantauan, penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan/perbaikan.dan kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan untuk tujuan tertentu serta penyusunan laporan hasil pengawasan) di lingkungan Kementrian Perindustrian. * Melihat Pasal 623:
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 622, Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kementrian Perindustrian. b. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementrian Perindustrian terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan/perbaikan.dan kegiatan pengawasan lainnya. c. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri Perindustrian. d. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementrian Perindustrian. e. Pelaksanaan Administrasi Inspektorat Jendral. *Tahap Pengawasan Anggaran disusul Pelaporan Anggaran
Alur Keterlibatan Inspektorat III dalam Proses Penganggaran yang ideal menurut teori Jones dan Pendlebury Hasil pengamatan langsung didukung dengan sumber dari Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Perindustrian – berlandaskan pada PerMen Perindustrian No. 105/M-IND/PER/10/2010 – telah diolah kembali
Pada alur ini terlihat betapa sesungguhnya memang benar adanya bahwa berdasarkan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Perindustrian, alur pelaksanaan fungsi penganggaran sudah memegang semangat ( spirit ) dan falsafah beberapa teori yang telah disinggung sebelumnya seperti Bragg yang mengutarakan konsep keterlibatan langsung dalam lingkungan internal, Odgers dan Quibe melalui Sukoco tentang pengkoordinasian melalui pengawasan, hingga yang dikemukakan oleh Jones dan Pendlebury bahwa fungsi pengawasan
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
bertugas sebagai penjamin pelaksanaan kegiatan yang sesuai standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Konfirmasi Berdasarkan Tata Kerja: * Melihat Pasal 653: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 652, Inspektorat III menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana dan program pengawasan intern. b. Pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. c. Tindak lanjut berbentuk koordinasi secara rutin dan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Mentri. d. Penyusunan laporan hasil pengawasan. e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan manajemen kinerja Inspektorat III Sayangnya, terkait dengan alasan teknis yang disinggung dalam point pertama, fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat III lebih menyerupai fungsi pengoreksian karena hanya dilakukan pada akhir proses. Menurut sumber yang didapat dari lingkungan internal, jumlah staf Inspektorat III yang terbatas menyulitkan instansi ini untuk ikut serta secara mendalam dalam suatu siklus masa penganggaran, baik secara bulanan maupun tahunan – ini dipadukan dengan penjadwalan mereka yang lebih mendahulukan daerah lain ketimbang lingkungan intern Sekjen itu sendiri membuat mereka seringkali tidak hadir dalam tahaptahap suatu siklus masa penganggaran. Kembali, Penjabaran tupoksi dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/PER/10/2010 yang menyangkut Inspektorat III itu sendiri tidaklah jelas pada bagian penjadwalan dan seberapa jauh prioritas yang harus diberikan Inspektorat III kepada ketiga instansi yang berada di dalam wewenang pengaturannya, yang mana kemudian membawa kepada keadaaan di mana tampaknya Biro Keuangan terkena salah satu getah terbesar akibat beberapa aspek di atas karena beban kerjanya menjadi bertambah dan kewalahan pula karena mengalami masalah yang sama dengan Inspektorat III – kekurangan sumber daya manusia, semua ini disertai konfirmasi dari para nara sumber.
Simpulan Siklus Penganggaran internal dalam lingkungan kerja Sekretariat Jendral Kementrian Perindustrian sangat mirip dengan teori yang mana menjadi pedoman penelitian ini;
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
kesalingterkaitan antar fungsi dari pelaksanaan Perencanaan oleh Biro Perencanaan pada awal hingga Pelaporan oleh Pusat Data dan Informasi pada akhir. Namun sayangnya menurut konfirmasi dari para narasumber dan proses triangulasi penelitian ini, ketidakterlibatan Inspektorat III - pelaksana fungsi Pengawasan, yang mendalam terhadap fungsi Penganggaran oleh Biro Keuangan membuat tingkat daya serap Biro tersebut tidak optimal dalam beberapa tahun terakhir akibat penjadwalan dinas Inspektorat III ke berbagai daerah di Indonesia yang sangat padat. Permasalahan yang dihadapi oleh pihak pengawas dan pihak yang diawasi sama; beban kerja yang terlalu banyak dan tenaga kerja yang terbatas.
Rekomendasi Berdasarkan gagasan siklus anggaran Jones dan Pendlebury serta masukan perspektif dari para informan maka penelitian ini memiliki beberapa saran yang bila mau bisa dipertimbangkan oleh Sekretariat Jendral Kementrian Perindustrian: - Meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab Inspektorat III bahwa selain sebagai pengawas ekstern Direktorat Jendral Industri Agro, mereka juga adalah pengawas intern seluruh Sekretariat Jendral beserta semua Biro di dalamnya dengan menegaskan kembali, bila perlu secara eksplisit dengan huruf tebal dan diulang-ulang, tupoksi yang tertera dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/PER/10/2010. - Setelah kesadaran meningkat, diharapkan komitmen juga meningkat dengan memberikan penyuluhan kepada para staf Inspektorat III agar bisa mengatur beberapa aspek praktis seperti penjadwalan guna terlibat lebih dalam dan melekat dalam siklus masa anggaran yang sedang berlangsung. - Sebuah pertemuan antara Biro Perencanaan, Keuangan, dan Inspektorat III ( yang juga bisa disertai oleh Pusat Data dan Informasi ) seyogyanya diatur secara rutin untuk menaikkan hubungan ( relationship ) antara para pelayan masyarakat ini, apalagi mereka berada dalam ruang lingkup yang sama dan pada lantai gedung Kementrian yang sama pula, bisa juga dalam bentuk yang lebih menyenangkan, katakanlah, seperti Outbond Bersama. - Dari pertemuan semacam itu, suatu diskusi bisa dilakukan oleh ketiga / keempat instansi itu guna membicarakan kemungkinan pembuatan proposal bersama untuk penambahan personel, di bagian mana yang paling banyak membutuhkan sumber daya manusia secara mendesak dll, dan / atau menyinggung serta membicarakan revisi tentang perihal beban kerja yang terlalu
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
banyak sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/MIND/PER/10/2010.
Referensi Buku-buku: Arif, Bahtiar, Muchlis dan Iskandar. (2002). Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat. Bastian, Indra. (2001). Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta: BPFE. Bryson, John M. (2004). Strategic Planning for Public and Non Profit Organizations. San Fransisco: John Wiley & Sons. Choi, Hyun – Deok. (2009). Budgeting in Indonesia. Jakarta. Due, John F. (1985). Keuangan Negara. Terjemahan: Iskandarsyah dan Arief Janin, cetakan ke-10. Jakarta: UI – Press. Gaspersz, Vincent. (2004). Perencanaan Strategik untuk Peningkatan Kerja Sektor Publik. Jakarta: Gramedia. Goedhart. Garis-garis Besar Ilmu Keuangan Negara terjemahan Ratmoko. Jakarta. Irawan, Prasetya. (2006). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Dep. Ilmu Administrasi. FISIP UI. Depok. Jones, Rowan dan Pendlebury, Maurice. Public Sector Accounting. Pitman. Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi. Moleong, Alex J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Munandar, M. (2000). Budgetting. Yogyakarta: BPFE. Musgrave, Richard A. dan Musgrave, Peggy B. (1993). Keuangan Negara, Dalam Teori dan Praktek. Terjemahan: Alfonsus Sirait dkk. Jakarta: Erlangga. Nawawi, H. Hadari. (1995). Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintahan. Jakarta: Erlangga. Nutley, Sandra dan Osborne, Stephen P. (1994). The Public Sector Management Handbook. Harlow, Essex: Longman.
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014
Redburn, Stevens dan Shea, Robert dan Buss, Terry. Performance Management and Budgeting – How Governments Can Learn from Experience. Salim, Agus. (2006). Teori Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. Schiavo – Campo, Salvatore dan Tommaso, Daniel. (1999). Managing Goverment Expenditure. Manila: Asian Development Bank. Siagian, Sondang P. (1989). Fungsi-fungsi Manajemen. Jakarta: Bina Aksara. Soefihara, Endin AJ. (2005). Reformasi Pengelolaan Anggaran Negara, Sistem Penganggaran Berbasis Kinerja. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Soewartojo, Junaidi. (1999). Keuangan Negara. Jakarta: STIA-LAN Press. Sujamto. (1986). Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta: Grafika Indonesia. Sutedi, Adrian. (2012). Hukum Keuangan Negara. Edisi 1, Cetakan 2. Jakarta: Sinar Grafika. Syamsi, Ibnu. Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara. Ticoalu, G. A. (2008). Dasar-dasar Manajemen. Tjandra, Riawan. (2006). Hukum Keuangan Negara. Jakarta: PT Grasindo. Peraturan Perundangan: Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jendral Kementrian Perindustrian. (2010). Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Perindustrian. Kementerian Keuangan RI. Data Pokok APBN Tahun 2005-2012. Republik Indonesia. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. Republik Indonesia. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor: PER-119/K/SU/2010 tentang Rencana Jangka Panjang Pengembangan Budaya Kerja BPKP Tahun 2010-2014. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Republik Indonesia. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Daya serap..., Aubrey Yanarto Petrus, FISIP UI, 2014