DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP SUSU KAMBING DI KABUPATEN BOGOR
Oleh : MAHPUZ HIDAYAT A 14105681
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN MAHPUZ HIDAYAT. Daya Saing Dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Susu Kambing Di Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS. Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu bagian utama hak asasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian yang sangat penting dari ketahanan nasional. Hak atas pangan seharusnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha menegakkan bagian-bagian hak asasi manusia lain. Manfaat dari susu kambing adalah untuk pengobatan, pemeliharaan kesehatan dan membantu penyembuhan berbagai jenis penyakit. Survei United Departement of Agriculture (USDA) menyebutkan bahwa susu kambing baik untuk berbagai keadaan terutama mencegah penyakit. Bahkan dianjurkan untuk penderita penyakit TBC, asma, anemia, hepatitis, kram otot dan tukak lambung. Bahkan tidak sedikit kalangan medis yang melakukan terapi kepada pasiennya dengan menggunakan susu kambing. Meningkatnya tingkat pendidikan atau pengetahuan masyarakat membawa dampak pada semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya gizi yang menyebabkan terjadinya pergeseran pola konsumsi rumah tangga ke arah peningkatan konsumsi protein hewani seperti daging, susu dan telur. Perubahan pola konsumsi yang menyertai peningkatan jumlah penduduk Negara Indonesia ini, merupakan penyebab utama peningkatan laju kebutuhan dalam negeri akan produk peternakan terutama susu seperti ditunjukkan oleh peningkatan konsumsi susu dalam negeri. Laju pertumbuhan rata-rata konsumsi susu mencapai 7.0 persen per tahun lebih tinggi dari laju pertumbuhan produksi susu nasional yang hanya 3.29 persen per tahun. Artinya jumlah produksi susu sapi masih belum mencukupi kebutuhan konsumsi susu. Berdasarkan data tersebut, jumlah produksi susu sapi masih belum mencukupi permintaan susu, hal ini dapat menjadi peluang bagi pengusaha susu kambing untuk memenuhinya. Jumlah rata-rata pemeliharaan kambing perah yang lebih besar dari pemeliharaan sapi dapat menghasilkan susu yang hampir berimbang dengan jumlah susu yang dihasilkan dari sapi perah. Selain jumlah produksi, susu kambing memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan susu sapi. Namun pengusahaan ternak kambing perah masih belum optimal, dapat dilihat dengan masih sedikitnya jumlah peternak yang mengusahakan ternak kambing perah. Pengusahaan kambing perah yang masih sedikit disebabkan oleh pengetahuan masyarakat akan usaha susu kambing masih rendah dan usahatani kambing perah membutuhkan biaya yang mahal. Meningkatnya permintaan akan susu dalam negeri akibat peningkatan daya beli dan pola konsumsi masyarakat merupakan tantangan bagi pemerintah untuk meningkatkan produksi bukan hanya dalam segi jumlah tetapi juga kualitas. Perkembangan permintaan susu dalam negeri menyebabkan terbentuknya segmensegmen permintaan berdasarkan kualitas produk terutama terjadi di kota-kota besar. Populasi rata-rata ternak kambing perah di Kabupaten Bogor 139 ekor. Jumlah tersebut hanya dapat memproduksi susu yang sedikit, sehingga permintaan
susu belum dapat terpenuhi. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berdampak pada meningkatnya harga-harga input usaha peternakan. Sehingga para peternak yang memiliki keterbatasan modal, sulit untuk mengembangkan usahanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) tingkat keuntungan pengusahaan susu kambing secara finansial dan ekonomi di Kabupaten Bogor; (2) daya saing susu kambing di Kabupaten Bogor melalui keunggulan kompetitif dan Keunggulan komparatif; (3) dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing susu kambing di Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor yang meliputi Bogor Barat (Dramaga, Cikampak dan Leuwi Liang), Bogor Selatan (Cijeruk) dan Bogor Timur (Cinagara). Pemilihan lokasi dilakukan dengan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi yang potensial di Jawa Barat. Penelitian menggunakan data primer dan data sekunder, sampel dipilih dengan metode snowball sampling. Sesuai dengan tujuan penelitian, metode analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Penelitian dilakukan bulan September – Desember tahun 2008. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani susu kambing dikedua skala menguntungkan baik secara finansial maupun secara ekonomi. Tingkat keuntungan finansial usahatani susu kambing di Kecamatan Cijeruk (Skala 400 ekor) lebih besar dibandingkan usahatani susu kambing rata-rata di empat peternak (Skala rata-rata 80 ekor). Usahatani susu kambing dikedua skala memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Berdasarkan kriteria keunggulan komparatif usahatani susu kambing skala 400 ekor relatif lebih memiliki keunggulan komparatif dibandingkan skala 80 ekor. Begitu juga dengan kriteria keunggulan kompetitif, usahatani susu kambing skala 400 ekor lebih memiliki keunggulan kompetitif dibanding skala 80 ekor. Dampak kebijakan output menyebabkan usahatani susu kambing dikedua skala menerima harga aktual output lebih kecil dari harga sosialnya. Berdasarkan kebijakan pemerintah terhadap output, produsen susu kambing skala 80 ekor relatif lebih diuntungkan dibanding produsen susu kambing skala 400 ekor. Sedangkan berdasarkan analisis terhadap kebijakan input menunjukkan bahwa pemerintah menetapkan pajak atas input asing (tradable), sehingga petani menerima harga aktual input tersebut lebih tinggi dari yang seharusnya dibayarkan jika tanpa adanya kebijakan. Penerapan kebijakan pemerintah terhadap input-output pada susu kambing skala 80 ekor lebih memberikan insentif jika dibandingkan pada pengusahaan susu kambing skala 400 ekor. Terjadinya peningkatan biaya produksi, penurunan harga output dan penurunan produksi yang dilakukan baik secara parsial maupun gabungan menyebabkan tingkat keuntungan yang semakin kecil dan nilai PCR dan DRC yang semakin besar mendekati satu. Namun perubahan tersebut tidak sampai merubah keuntungan menjadi negatif (rugi) maupun merubah keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif menjadi tidak berdaya saing sehingga usahatani susu kambing dikedua skala ini masih tetap layak untuk terus dikembangkan.
DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP SUSU KAMBING DI KABUPATEN BOGOR
Oleh : MAHPUZ HIDAYAT A 14105681
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
JUDUL :
DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP SUSU KAMBING DI KABUPATEN BOGOR
NAMA
:
MAHPUZ HIDAYAT
NRP
:
A 14105681
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Muhammad Firdaus Ph.D NIP : 19730105 199702 1 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP : 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP SUSU KAMBING DI KABUPATEN BOGOR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor,
Desember 2009
MAHPUZ HIDAYAT A14105681
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Desember 1982 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Bapak H. Atjim dan Ibu Ni’mawati. Penulis memulai studi di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda Jakarta dan lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Jakarta dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 38 Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Program Diploma III Supervisor Jaminan Mutu Pangan, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus pada tahun 2004. Setelah lulus program diploma III, tahun 2004-2005 penulis bekerja sebagai Supervisor produksi di PT. Macroprima Panganutama Tangerang. Tahun 2005-2006 penulis bekerja di PT. Madusari Nusaperdana Cikarang sebagai Kepala Pilot Plant Research and Development. Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan Strata-1 tahun 2006 pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selain kuliah, awal tahun 2007 penulis juga mengajar di sekolah swasta di Jakarta.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan karunia Nya, sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Alhamdulillahirobbilalamin penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Susu Kambing di Kabupaten Bogor”. Banyak sekali kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.
Bogor,
Desember 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, diawali dengan ucapan syukur kepada Allah SWT penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada kedua orang tua tercinta yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, perhatian dan dukungan baik moril maupun materil tanpa ada batasnya, semoga terselesaikannya skripsi ini dapat menjadi bagian dari tanda bakti penulis. Bapak Muhammad Firdaus Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatiannya yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini. Serta banyak pihak yang telah turut berperan dalam penyelesaian skripsi ini : 1. Rahmat Yanuar, S.P M.Si atas kesediaannya menjadi dosen evaluator dalam seminar rencana penelitian yang telah memberikan saran dan masukan dalam perencanaan penelitian ini. 2. Ratih Tanjungsari M atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar skripsi 3. Dr. Ir. Suharno, MA.dev atas kesediaannya menjadi dosen penguji yang banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini. 4. Arif Karyadi, S.P atas kesediaannya menjadi dosen penguji komdik pada sidang skripsi. 5. Adik-adik ku tercinta : Nur Aini; Fauzia Agustiani dan Nur Aziz yang selalu menjadi penyemangat penulis.
6. Bpk H. Dwi Santoso; Bpk Bangun; Bpk H. Imam; Bpk. Maulana; Bpk. Sugiyono dan Bpk.Saripudin yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi tentang kondisi usahatani susu kambing. 7. Saudara Encep Zacky, S.P; Restu Edianur Rohman, S.P dan Hastuti M.M yang selalu memberikan masukan dan kritikannya. 8. Teman-temanku Dian Heryanto, S.P; Nora Meryani, S.P; Sandra, S.P; Hamid, S.P; Edi Maulana, Indra Setiawan, M Arfan Faqih, S.P, Heru Subekti, Ary, Arif, Ryan, Hary dan Enda yang selalu bersama dalam mengisi hari dengan keceriaan. 9. Teman-teman ekstensi angkatan 14; Wildan, Ola, Kiki, Sony, Faisal, Yayan, Awit dan Habib yang telah melalui kebersamaan selama kuliah. 10. Seluruh Staf dan Karyawan Sekretariat Ekstensi MAB; Mba Nur, Kang Agus, Kang Aji yang telah banyak membantu selama penulis melaksanakan kuliah. 11. Semua guru ALJIFS yang selalu memberikan semangat pada penulis dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah turut serta membantu demi terselesaikannya skripsi ini.
Semoga segala amal kebaikan yang telah dilakukan mendapat balasan dari Allah SWT, Amin.
Bogor,
Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI Nomor
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................
5
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..............................................................
8
1.3.1 Tujuan Penelitian .............................................................................
8
1.3.2 Kegunaan Penelitian ........................................................................
9
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 10 2.1 Populasi Kambing ..................................................................................... 10 2.2 Pemeliharaan Kambing Perah ................................................................... 10 2.3 Jenis Kambing Perah Unggul .................................................................... 11 2.4 Keunggulan Susu Kambing....................................................................... 13 2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 14 2.5.1 Daya Saing Dengan Domestic Resource Cost (DRC/BSD) .............. 16 2.5.2 Daya Saing Dengan Policy Analysis Matrix (PAM) ......................... 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 18 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................................. 18 3.1.1 Konsep Daya Saing ......................................................................... 18 3.1.1.1 Keunggulan Komparatif .......................................................... 19 3.1.1.2 Keunggulan Kompetitif........................................................... 23 3.1.2 Kebijakan Pemerintah ..................................................................... 26 3.1.2.1 Kebijakan Pemerintah Pada Harga Output ............................. 32 3.1.2.2 Kebijakan Pemerintah Pada Harga Input ................................ 34
3.1.3 Teori Matrik Kebijakan (Policy Analysis Matrix) ........................ 37 3.1.4 Analisis Sensitivitas ....................................................................... 39 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 40
IV. METODE PENELITIAN........................................................................... 43 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 43 4.2 Data dan Sumber Data ............................................................................ 43 4.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 44 4.4 Metode Analisis ...................................................................................... 44 4.4.1 Penentuan Input Dan Output ........................................................... 46 4.4.1.1 Pengalokasian Komponen Biaya Domestik Dan Asing ............ 46 4.4.1.2 Metode Penentuan Harga Sosial (Shadow Price) .................... 48 4.4.2 Analisis Indikator Matriks Kebijakan .................................................. 52 4.4.2.1 Analisis Keuntungan ..................................................................... 52 4.4.2.2 Analisis Daya Saing Melalui Keunggulan Komparatif Dan Keunggulan Kompetitif ................................... 54 4.4.2.3 Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah ...................................... 55 4.4.3 Simulasi Kebijakan .............................................................................. 61
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ....................................................... 64 5.1 Karakteristik Responden ......................................................................... 64 5.2 Gambaran Ternak Kambing Perah di Kabupaten Bogor ........................ 64 5.2.1 Perkandangan .................................................................................. 64 5.2.2 Pemberian Pakan ............................................................................. 65 5.2.3 Perkawinan ...................................................................................... 66 5.2.4 Kesehatan Kambing PE .................................................................. 67 5.2.5 Pemerahan dan Penanganan Susu ................................................... 68 5.2.6 Pemasaran Susu............................................................................... 68
VI. DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP SUSU KAMBING ................................................................ 69 6.1 Analisis Keuntungan Usahatani Susu Kambing .................................... 69
6.1.1 Keuntungan Finansial/Privat Usahatani Susu Kambing ................. 69 6.1.2 Keuntungan Ekonomi/Sosial Usahatani Susu Kambing ................. 71 6.2 Analisis Daya Saing Susu Kambing ......................................................... 72 6.2.1 Keunggulan Komparatif .................................................................. 73 6.2.2 Keunggulan Kompetitif ................................................................... 74 6.3 Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah .................................................. 75 6.3.1 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Output ................ 76 6.3.2 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Input .................. 77 6.3.3 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Input-Output ...... 80
VII. DAMPAK PERUBAHAN HARGA OUTPUT DAN INPUT TERHADAP DAYA SAING SUSU KAMBING .................................... 84 7.1 Penurunan Harga Output ..................................................................... 84 7.2 Peningkatan Biaya Produksi ............................................................... 86 7.3 Penurunan Produksi ........................................................................... 87 7.4 Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi ............... 88 7.5 Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi ....................... 90 7.6 Kombinasi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi Dan Penuruan Produksi ........................ 91
VIII KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 93 8.1 Kesimpulan ......................................................................................... 93 8.2 Saran.................................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 95
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Produksi dan Konsumsi Susu Sapi Tahun 2005-2007 (Ton)........................ 3 2. Produksi Susu Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2007 (Ton) ....................... 4 3. Populasi Ternak Kambing Perah Kabupaten Bogor tahun 2007 ………… 8 4. Produksi (output) per unit tenaga kerja per periode waktu ........................ 20 5. Spesialisasi Produksi .................................................................................. 21 6. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditas ………………………………… 27 7. Responden Peternak Kambing Perah di Kabupaten Bogor………………. 43 8. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) .............................................................. 45 9. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Komponen Biaya Domestik dan Asing ………………………………………………………………… 48 10. Klasifilasi Jenis Penyakit, Ciri dan Obat yang digunakan ………………. 67 11. Nilai Keuntungan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor dan Skala 400 ekor (Juta Rupiah) ............................................................... 69 12. Nilai Indikator Daya Saing Susu Kambing pada Skala rata-rata (80 ekor) dan skala 400 ekor per 3 masa laktasi .......................... 72 13. Nilai Transfer Output (TO) dan Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) Susu Kambing Skala 80 ekor dan 400 ekor di Kabupaten Bogor …………………………………………………….. 76 14. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Input Terhadap Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor dan 400 ekor Di Kabupaten Bogor per 3 masaLaktasi ………………………………………………… 78 15. Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) Pengusahaan Susu Kambing di Kabupaten Bogor per dua tahun …………………………………………………………….. 80 16. Sensitivitas Susu Kambing Skala 80 ekor dan 400 ekor Akibat Terjadi Penurunan Harga Output 20 persen …………………….. 85 17. Sensitivitas Susu Kambing Skala 80 ekor dan 400 ekor Akibat Peningkatan Biaya Produksi .......................................................... 86 18. Sensitivitas Susu Kambing Akibat Penurunan Produksi ........................... 87
19. Sensitivitas Susu Kambing Akibat Penurunan Harga Output Dan Peningkatan Biaya Produksi ………………………………... 88 20. Sensitivitas Susu Kambing Akibat Peningkatan Biaya Produksi Dan Penurunan Produksi ............................................................ 90 21. Sensitivitas Susu Kambing Akibat Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi ………… 91
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Dampak Subsidi Positif Pada Produsen Barang Impor Dan Subsidi Positif Pada Konsumen Barang-Barang Impor ..................... 33 2. Hambatan Perdagangan Pada Produsen Untuk Barang Impor .................. 34 3. Subsidi dan Pajak pada Input Tradable ..................................................... 35 4. Dampak Subsidi dan Pajak pada Input Non Tradable ............................... 36 5. Kerangka Pemikiran Operasional .............................................................. 42
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Perhitungan Standard Convertion Faktor Dan Shadow Price Exchange Rate Tahun 2001-2006 ................................................. 97 2. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor ................................................................................ 98 3. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor ................................................................................ 99 4. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor ................................................................................ 100 5. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor ................................................................................ 101 6. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor ................................................................................ 102 7. Alokasi Biaya Input dan Output dalam Komponen domestik dan Asing ................................................................................. 103 8. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor ......................................................... 104 9. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor ......................................................... 105 10. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor ....................................................... 106 11. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor ....................................................... 107 12. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output ........................................................................................... 108 13. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output ........................................................................................... 109
14. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output ........................................................................................... 110 15. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output ........................................................................................... 111 16. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi ................................................................... 112 17. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi ........................................................................................ 113 18. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi ................................................................... 114 19. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi ................................................................... 115 20. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Produksi ................................................................................ 116 21. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Produksi ................................................................................ 117 22. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Produksi ................................................................................ 118 23. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Produksi ................................................................................ 119
24. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi.................... 120 25. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi.................... 121 26. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi.................... 122 27. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi.................... 123 28. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi ........................... 124 29. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi ........................... 125 30. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi ........................... 126 31. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi ........................... 127 32. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi .......................................................... 128 33. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi .......................................................... 129
34. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi .......................................................... 130 35. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi .......................................................... 131 36. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi .......................................................... 132 37. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi.......................................................................... 133 38. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi.......................................................................... 134 39. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi .......................................................... 135
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu bagian utama hak asasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian yang sangat penting dari ketahanan nasional. Hak atas pangan seharusnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha menegakkan bagian-bagian hak asasi manusia lain. Pendekatan ketahanan pangan kini bukan lagi swasembada pangan atau pendekatan dari sisi produksi saja. Konsep ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi dalam negeri, memperbaiki distribusi pangan dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang dilakukan dengan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Kondisi ini membuat Indonesia akan mengimpor produk-produk yang tidak kompetitif untuk diproduksi di dalam negeri, tetapi akan mengekspor produk yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Pangan di sini bukan hanya berarti, tetapi semua produk tanaman pangan, perikanan, perkebunan dan peternakan. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan pembangunan salah satu sub sektor pertanian yang sangat strategis dalam upaya ketahanan pangan dan mencerdaskan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu masalah pokok yang dihadapi sub sektor peternakan adalah penyediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat. Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu melebihi kebutuhan anaknya dan dapat mempertahankan produksi susu sampai jangka waktu tertentu walaupun anaknya
sudah disapih atau lepas susu. Jenis ternak perah yang ada antara lain sapi perah, kambing perah dan kerbau perah. SK Dirjen Peternakan No. 17 Tahun 1983 menjelaskan definisi susu adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi dan susu sterilisasi1. Susu segar adalah susu murni yang tidak mengalami proses pemanasan. Susu murni adalah cairan yang al dari ambing2 sapi sehat. Susu murni diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tanpa mengurangi atau menambah sesuatu komponen atau bahan lain. Secara biologis, susu merupakan sekresi fisiologis kelenjar ambing sebagai makanan dan proteksi imunologis (immunological protection) bagi bayi mamalia. Sejarah manusia mengkonsumsi susu sapi telah dimulai sejak ribuan tahun sebelum masehi, ketika manusia mulai mendomestikasi ternak penghasil susu untuk dikonsumsi hasilnya. Image susu bukan sekedar penyempurna menu sehari-hari. Dilihat dari manfaatnya, seharusnya susu menjadi bagian wajib dari susunan menu keluarga. Susu, baik segar maupun bubuk, mempunyai kandungan gizi yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Susu kambing digunakan untuk pengobatan, pemeliharaan kesehatan dan membantu penyembuhan berbagai jenis penyakit. Survei United Departement of Agriculture (USDA) menyebutkan bahwa susu kambing baik untuk berbagai keadaan terutama mencegah penyakit. Bahkan dianjurkan untuk penderita penyakit TBC, asma, anemia, hepatitis, kram otot dan tukak lambung. Bahkan
1
http://www.google.co.id.ilmupedia.com/non‐akademik/520‐manfaat‐susu‐sapi.html
2
ambing adalah tempat kelenjar susu membuat air susu
tidak sedikit kalangan medis yang melakukan terapi kepada pasiennya dengan menggunakan susu kambing3. Banyak media massa menyebutkan bahwa susu kambing memiliki berbagai manfaat dan khasiat bagi kesehatan manusia serta teruji mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hasil penelitian menunjukkan gizi susu kambing mendekati komposisi sempurna Air Susu Ibu (ASI). Setiap 100 gram susu kambing mengandung 3-4 persen protein, 4-7 persen lemak, 4,5 persen karbohidrat, 134 gram kalsium, dan 111 gram fosfor (CAB International, 2004). Meningkatnya tingkat pendidikan atau pengetahuan masyarakat membawa dampak pada semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya gizi yang menyebabkan terjadinya pergeseran pola konsumsi rumah tangga ke arah peningkatan konsumsi protein hewani seperti daging, susu dan telur. Perubahan pola konsumsi yang menyertai peningkatan jumlah penduduk Negara Indonesia ini, merupakan penyebab utama peningkatan laju kebutuhan dalam negeri akan produk peternakan terutama susu seperti ditunjukkan oleh peningkatan konsumsi susu dalam negeri. Laju pertumbuhan rata-rata konsumsi susu mencapai 7,0 persen per tahun lebih tinggi dari laju pertumbuhan produksi susu nasional yang hanya 3,29 persen per tahun seperti tercantum pada Tabel 1. Artinya jumlah produksi susu sapi masih belum mencukupi kebutuhan konsumsi susu. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Susu Sapi Tahun 2005-2007 (Ton) Keterangan
Tahun 2005
Pertumbuhan
2006
2007*)
2006-2007 (%)
Produksi
535.960
616.548
636.859
3,29
Konsumsi
845.744
1.854.939
1.984.875
7,00
Sumber : Keterangan :
Direktorat Jenderal Peternakan (diolah) *) Angka Sementara
3 http://www.mail‐archive.com/
[email protected]/msg13223.html
Jawa Barat adalah daerah penghasil komoditas susu kedua terbesar di Indonesia setelah Jawa Timur, dengan tingkat produksi rata-rata 212,4 ribu ton per tahun. Selain itu, Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki persentase pertumbuhan produksi tertinggi keempat dengan tingkat pertumbuhan produksi sebesar 5,5 persen pertahun (Tabel 2). Salah satu sentra produksi susu kambing di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor4.
Table 2. Produksi Susu Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2007 (Ton) Tahun Pertumbuhan No Provinsi 2006-2007 2005 2006 2007*) (%) 1 Sumatera Barat 899 930 959 3,1 2 Lampung 104 197 303 53,8 3 DKI Jakarta 5.061 6.365 6.561 3,0 4 Jawa Barat 201.885 211.889 223.548 5,5 5 DI Yogyakarta 8.812 11.063 11.174 1,0 6 Jawa Timur 239.908 244.300 250.383 2,4 7 Kalimantan Selatan 123 177 203 14,6 8 Sulawesi Selatan 90 1.184 2.139 80,6 Indonesia 456.882 476.105 495270 4,0 Sumber : Keterangan :
Direktorat Jenderal Peternakan (diolah) *) Angka Sementara
Berdasarkan Tabel 1, jumlah produksi susu sapi masih belum mencukupi permintaan susu, hal ini dapat menjadi peluang bagi pengusaha susu kambing untuk memenuhinya. Jumlah rata-rata pemeliharaan kambing perah yang lebih besar dari pemeliharaan sapi dapat menghasilkan susu yang hampir berimbang dengan jumlah susu yang dihasilkan dari sapi perah. Selain jumlah produksi, susu kambing memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan susu sapi. Namun pengusahaan ternak kambing perah masih belum optimal, dapat dilihat dengan masih sedikitnya jumlah peternak yang mengusahakan ternak kambing perah. 4 hasil wawancara langsung dengan dengan beberapa peternak kambing perah di Bogor
Pengusahaan kambing perah yang masih sedikit disebabkan oleh pengetahuan masyarakat akan usaha susu kambing masih rendah dan usahatani kambing perah membutuhkan biaya yang mahal. 1.2 Perumusan Masalah Di negara maju maupun negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, umumnya pemerintah melakukan intervensi baik dalam hal produksi maupun
perdagangan
komoditas
pertanian,
yang
pada
akhirnya
dapat
menyebabkan pasar komoditas pertanian terdistorsi. Harga komoditas pertanian termasuk susu di pasar internasional dan domestik tidak semata-mata digerakkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan, melainkan juga dipengaruhi oleh hambatan-hambatan baik berupa tarif maupun non tarif (Novianti, 2003). Beberapa kebijakan penting yang dapat dilakukan pemerintah untuk membantu peternak diantaranya adalah (1) kebijakan kredit investasi yang bertujuan untuk mengembangkan usaha peternakan rakyat melalui pemberian kredit kepada peternak. (2) kebijakan rasio impor susu, bertujuan untuk melindungi peternak kecil dan meningkatkan produksi susu segar dalam negeri. Kebijakan ini dapat dikategorikan sebagai kebijakan non-tariff barriers, yaitu keharusan bagi industri pengolah susu untuk menyerap susu segar produksi dalam negeri sebagai syarat dalam menentukan jumlah volume impor yang diperbolehkan. (3) kebijakan tarif impor, kebijakan ini dikenakan pada impor bahan baku susu impor dan produk susu olahan. (4) kebijakan lisensi impor, yaitu pemberian ijin untuk melaksanakan impor yang diberikan Pemerintah pada beberapa importir. (5)
kebijakan pembatasan investasi, investasi baru dapat
disetujui jika terkait dengan usaha peternakan rakyat.
Meningkatnya permintaan susu dalam negeri akibat peningkatan daya beli dan pola konsumsi masyarakat merupakan tantangan bagi pemerintah untuk meningkatkan produksi bukan hanya dalam segi jumlah tetapi juga kualitas. Perkembangan permintaan susu dalam negeri menyebabkan terbentuknya segmensegmen permintaan berdasarkan kualitas produk terutama terjadi di kota-kota besar. Berdasarkan data yang ada, kebutuhan susu di Indonesia masih sangat kurang. Populasi sapi perah di Indonesia baru bisa memenuhi 25-30 persen kebutuhan bahan baku susu dalam negeri. Sisa kekurangan harus terpaksa diimpor. Sedangkan konsumsi susu di Indonesia tergolong masih rendah hanya 7,7 liter per kapita dibanding negara Asia lainnya seperti Vietnam, Filipina dan Cina yang masing-masing mencapai 8,5 liter perkapita, 11 liter per kapita dan 13,2 liter per kapita. Kondisi tersebut dapat memberikan peluang bagi pengusaha susu kambing untuk memenuhi kekurangan kebutuhan susu di masyarakat, selain itu beberapa keunggulan yang dimiliki susu kambing diantaranya susu kambing memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan harga susu sapi segar. Harga susu sapi adalah 6.000 rupiah per liter, sedangkan susu kambing memiliki harga 25.000 rupiah per liter. Bahkan ada yang menjual susu kambing dengan harga mencapai 50.000 rupiah per liter. Dengan harga yang lebih tinggi, seharusnya banyak pengusaha yang tertarik untuk mengusahakan kambing perah. Dengan harapan akan memiliki keuntungan yang besar. Pemerintah juga dapat berperan dalam membantu pengusahaan susu kambing.
Permasalahan yang sering dihadapi berkaitan dengan kinerja Perusahaan Nasional (PN) dalam melaksanakan upaya pengembangan ternak kambing perah adalah persoalan efisiensi dan proses alokasi input serta rendahnya tingkat daya saing dari produk yang dihasilkan. Ditambah lagi dengan makin banyak beredarnya produk-produk susu olahan yang mengklaim mengandung gizi tinggi seperti produk susu bubuk yang ada. Terkait dengan tingkat daya saing, perlu dicermati kemampuan dari usaha peternakan kambing perah untuk memproduksi susu dengan mutu yang baik dan biaya produksi yang rendah atau menghasilkan produk susu dengan harga yang bersaing serta berkelanjutan. Sehingga susu kambing mampu bersaing dengan produk susu yang beredar di pasaran terutama di Kabupaten Bogor. Karena pada era perdagangan bebas dimasa yang akan datang akan mendorong alokasi sumber daya yang lebih efisien pada aktivitas ekonomi yang paling tinggi tingkat daya saingnya. Populasi rata-rata ternak kambing perah di Kabupaten Bogor 139 ekor (Tabel 3.). Jumlah tersebut hanya dapat memproduksi susu yang sedikit, sehingga permintaan susu belum dapat terpenuhi. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berdampak pada meningkatnya harga-harga input usaha peternakan. Sehingga para peternak yang memiliki keterbatasan modal, sulit untuk mengembangkan usahanya.
Tabel 3. Populasi Ternak Kambing Perah Kabupaten Bogor tahun 2007 No. Kecamatan Populasi 1. Nanggung 12 2. Pamijahan 243 3. Cibungbulang 11 4. Ciampea 282 5. Ciomas 11 6. Tamansari 51 7. Cijeruk 404 8. Cigombong 222 9. Caringin 341 10. Ciawi 74 11. Cariu 203 12. Tajur Halang 102 13. Rumpin 104 14. Sukajaya 14 15. Jasinga 13 Jumlah 2.087 Sumber: Dinas Peternakan Bogor (diolah)
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah usaha susu kambing di Kabupaten Bogor menguntungkan? 2. Apakah usaha susu kambing di Kabupaten Bogor berdaya saing? 3. Apakah usaha susu kambing di Kabupaten Bogor sensitif terhadap perubahan harga input dan output? 4. Apakah pengaruh kebijakan pemerintah terhadap daya saing susu kambing? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap susu kambing di Kabupaten Bogor.
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis tingkat keuntungan pengusahaan susu kambing secara finansial dan ekonomi di Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis daya saing susu kambing di Kabupaten Bogor melalui Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif. 3. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah dan sensitivitas terhadap daya saing susu kambing di Kabupaten Bogor. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini merupakan hasil analisis daya saing dengan mempertimbangkan intervensi kebijakan pemerintah baik dalam produksi maupun perdagangan susu kambing. Analisis ini dihasilkan dari tingkat usahatani susu kambing dari salah satu kecamatan sentra produksi susu kambing di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berguna khususnya bagi petani yang terkait langsung, maupun bagi investor yang akan mengembangkan usahatani susu kambing. Sementara hasil analisis dampak kebijakan dan simulasi kebijakan, diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam hal ini pemerintah daerah dalam merumuskan dan mengimplementasikan instrumeninstrumen kebijakan yang lebih efektif dan efisien bagi pengembangan susu kambing khususnya maupun peternakan pada umumnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Populasi Kambing Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang memiliki kedudukan tersendiri di kalangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Jumlah populasi kambing di Asia diperkirakan sekitar 225 juta ekor atau 49 persen dari total populasi dunia. Peran ternak ruminansia kecil ini telah memberi sumbangan yang sangat berarti bagi kesehatan dan gizi penduduk di negara-negara berkembang, terutama mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kambing termasuk salah satu jenis ternak yang biasa dikenal dengan sistem usahatani di pedesaan. Hampir setiap rumah tangga memelihara kambing. Sebagian dari mereka memang menjadikannya sebagai salah satu sumber penghasilan keluarga. Saat ini pemeliharaan kambing bukan hanya di pedesaan, tetapi sudah menyebar ke berbagai tempat. Semakin banyaknya peternak kambing yang muncul disebabkan oleh permintaan daging dan susu kambing yang terus mengalami peningkatan. 2.2 Pemeliharaan Kambing Perah Kambing perah merupakan miniatur (bentuk kecil) dari sapi perah. Kedua ternak perah ini memiliki banyak persamaan, tetapi juga memiliki perbedaan yang menonjol. Seperti sapi perah, kambing perah dikembangbiakkan dan diseleksi sejak zaman kuno untuk menghasilkan susu dalam jumlah banyak. Konformasi tubuh pada sapi perah, juga diinginkan pada kambing perah. Struktur kelenjar ambing alveoli, saluran susu, sinterva kelenjar, fungsi anatomi dan fungsi puting dalam memproduksi susu pada kambing perah sama dengan sapi. Penyebaran atau
konversi pakan menjadi susu juga sama antar keduanya. Periode laktasi selama 305 hari dengan 60 hari periode kering kandang, juga merupakan sarana yang berlaku untuk kambing dan sapi. Disamping persamaan, kambing perah memiliki karakteristik unik dalam memproduksi susu yang berbeda dengan sapi. Sapi memiliki 4 puting dan 4 ambing yang terpisah. Sedangkan kambing hanya memiliki dua ambing saja. Pada umumnya, 7 ekor kambing dapat menghasilkan susu yang sama banyaknya dengan produksi 1 ekor sapi. Tetapi, jumlah pakan 10 ekor kambing baru sama dengan jumlah pakan 1 ekor sapi. Kambing betina dengan berat 55 kg/ekor akan menghasilkan susu sekitar 2000 kg dalam sekali laktasi selama 305 hari, sedangkan sapi dengan bobot 540 kg menghasilkan susu 16.725 kg selama laktasi 305 hari. Ukuran kambing perah rata-rata hanya sepersepuluh sapi. Oleh karena itu, kambing perah lebih mudah dipelihara dibandingkan sapi perah. Kambing lebih mampu mengkonsumsi bermacam-macam bahan pakan dibandingkan sapi. Volume pakan yang dibutuhkan kambing pun lebih sedikit dibandingkan sapi. Kambing perah dapat dipelihara dalam skala kecil untuk keperluan rumah tangga dan dapat pula diusahakan sebagai peternakan besar atau skala industri. 2.3 Jenis Kambing Perah Unggul Kambing perah unggul adalah kambing yang dapat menghasilkan susu dalam jumlah banyak, yaitu melebihi kebutuhan susu untuk anaknya. Kelebihan susu itulah yang diambil untuk dikonsumsi. Selain secara genetik, potensi kambing perah untuk menghasilkan susu dengan mutu dan jumlah banyak juga sangat ditentukan oleh perlakuan perawatan yang baik. Induk yang menerima
pakan hijauan bermutu dan cukup serta diberi pakan tambahan konsentrat akan menghasilkan susu yang melebihi kebutuhan anaknya. Berikut beberapa jenis kambing perah yang telah dikenal sebagai ternak penghasil susu yang produktif. 1. Kambing Jamnapari Kambing jamnapari lebih dikenal sebagai kambing ettawa. Ternak ini terkenal sebagai penghasil susu, selain itu banyak dimanfaatkan juga sebagai ternak pedaging. Menghasilkan susu rata-rata 3,8 kg dalam satu masa laktasi 261 hari. Jumlah susu maksimum yang dihasilkan setiap masa laktasi mencapai 568 kg. Di Indonesia kambing ini disilangkan dengan ternak lokal dan menghasilkan kambing jawa randu dan PE (peranakan ettawa). Ternak ini bertubuh besar serta bertelinga panjang dan menggantung. Hidungnya melengkung cembung. Kambing jantan berjenggot dan rahang bawah menonjol. Berat pejantan bisa mencapai 68-91 kg dengan tinggi 91-127 cm. Induk betina melahirkan sekali setahun dan umumnya tunggal. 2. Kambing PE Kambing peranakan ettawa (PE) adalah hasil persilangan antara kambing ettawa dengan kambing kacang. Bentuk fisiknya lebih mirip kambing ettawa. Jika bentuknya lebih mirip kambing kacang dan ukuran badannya lebih kecil dari kambing PE, maka disebut kambing bligon, gumbolo atau jawa randu. Keberadaan kambing PE sudah beradaptasi dengan kondisi indonesia, diternak terutama untuk menghasilkan daging dan susu. Bobot kambing jantan dewasa rata-rata 35-50 kg untuk kambing jantan dan 30-35 kg untuk kambing betina.
3. Kambing Saanen Kambing saanen banyak diternak di daerah Switzerland Barat, Swiss. Dipelihara sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing ini sudah tersebar luas di seluruh dunia. Kambing ini bisa menghasilkan susu 800 kg per ekor per masa laktasi yang berlangsung selama 250 hari. Bobot saat dewasa kelamin sekitar 65 kg. 2.4 Keunggulan Susu Kambing Susu kambing adalah susu yang diperoleh dengan jalan pemerahan seekor kambing perah atau lebih yang dilakukan secara teratur, terus menerus dan hasilnya berupa susu segar murni tanpa dicampur, dikurangi atau ditambah sesuatu. Berat jenis susu minimal 1,027 pada suhu 27,50C dengan kadar lemak minimal 2,8 persen. Susu terdiri dari 7/8 bagian air dan 1/8 bagian bahan kering. Susunan susu masing-masing individu kambing tidak sama dan selalu berubah tergantung berbagai faktor yang mempengaruhi. Kandungan nutrisi susu kambing juga dipengaruhi oleh bangsa ternak, waktu pemerahan, musim, pakan, umur dan kesehatan ternaknya. Susu kambing PE maupun Ettawa mengandung lebih banyak lemak dibandingkan saanen dan toggenburg. Warna susu kambing yang sehat adalah putih bersih, kekuning-kuningan dan tidak tembus cahaya serta tidak menggumpal. Bau dan rasa susu kambing murni sangat spesifik yaitu sedikit berbau kambing. Adakalanya bau susu agak tajam karena pengaruh pakan. Susu kambing murni rasanya enak, sedikit manis dan berlemak. Susu kambing memiliki kandungan gizi lebih unggul dibanding susu sapi.
Beberapa keunggulan yang dimiliki susu kambing adalah sebagai berikut: 1. Lemak dan protein lebih mudah dicerna daripada susu sapi 2. Protein memiliki efek laksatif yang lembut 3. Kandungan vitamin B1 susu kambing lebih tinggi daripada susu sapi 4. Susu kambing baik sekali dikonsumsi anak-anak dan orang lanjut usia yang tidak dapat minum susu sapi karena gangguan pencernaan 5. Minum segelas susu kambing setiap hari membantu penyembuhan penderita asma dan radang paru-paru kronis 6. Minum segelas susu secara rutin bagi wanita dapat meningkatkan kehalusan kulit 7. Minum secara teratur 2-3 gelas per hari dapat membantu mengatasi impotensi pada pria 8. Sebagai sumber gizi serta mencegah atau menyembuhkan TBC pada balita 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang susu kambing telah dilakukan oleh Hertati Manalu dengan judul Analisis Strategi Pemasaran Produk Susu Segar Kambing Farm P4S Citarasa di Desa Ciherang Pondok Kecamatan Caringin bogor. Metode pengolahan dan analisis yang digunakan adalah analisis lingkungan internal dan ekternal (IFE dan EFE), matriks internal-eksternal (IE), dan matriks SWOT. Hasil penelitian berdasarkan matriks IFE yaitu perusahaan telah memiliki strategi yang baik untuk mengurangi kelemahan internal yang ada. Kualitas produk yang baik merupakan kekuatan utama perusahaan, serta pembagian segmentasi, target dan posisi pasar yang belum fokus menjadi kelemahan utama perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis matriks EFE, diketahui bahwa kemampuan perusahan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh perusahaan berada pada posisi rata-rata. Ancaman utama perusahaan adalah strategi pesaing intensif dan proaktif. Hasil matriks IE didapatkan posisi perusahaan berada pada sel V yaitu dipertahankan dan pelihara (Hold and Maintain), sehingga strategi yang paling tepat untuk digunakan adalah penetrasi pasar dan perkembangan produk. Matriks SWOT yang merupakan perpaduan dari IFE dan EFE, diperoleh alternatif strategi yaitu melakukan pengembangan produk susu kambing dengan mengembangkan produk hasil olahan susu, meningkatkan kembali promosi secara intensif dan berkesinambungan, memfokuskan segmentasi, target dan posisi produk di pasar, mengoptimalkan jaringan distribusi, meningkatkan kualitas produk, mempertahankan pelanggan, melakukan niche marketing dan promosi below the line. Selanjutnya Wilujeng yang meneliti tentang Analisis Prospek dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Kambing Peranakan Ettawah di Pondok Pesantren Modern Sahid Gunung Menyan Bogor. Hasil yang diperoleh adalah bahwa kondisi usaha susu kambing tidak layak, hal ini disebabkan harga jual susu kambing di Peternakan Sahid yang rendah. Alternatif yang paling cocok untuk Peternakan Sahid adalah strategi W-O. Dengan strategi ini, Peternakan Sahid diharapkan dapat mengatasi kelemahannya dengan memanfaatkan peluang yang tersedia. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu untuk menganalisis daya saing diantaranya:
2.5.1 Daya Saing Dengan Domestic Resources Cost (DRC/BSD) Penelitian yang dilakukan oleh Kridiarto (2003) tentang analisis daya saing dan efisiensi tataniaga pisang ambon lumut menunjukan bahwa usahatani pisang pada semua pola menghasilkan nilai R/C rasio diatas biaya total. Hasil analisis keunggulan komparatif menunjukan bahwa ketiga pola pengusahaan pisang seluruhnya memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukan oleh nilai KBSD yang lebih kecil dari satu. Pola usahatani lahan garapan dengan budidaya semi intensif memiliki nilai KBSD terkecil baik pada tingkat efisiensi maupun keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Hal ini menunjukan bahwa usahatani lahan garapan dengan budidaya semi intensif memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dan dengan pola usaha tersebut mampu menghasilkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dibandingkan pola usahatani lahan milik dengan budidaya semi intensif atau pola usahatani lahan garapan dengan budidaya non intensif. 2.5.2 Daya Saing Dengan Policy Analysis Matrix (PAM) Kuraisin (2006) menganalisis daya saing dan dampak perubahan kebijakan pemerintah terhadap komoditi susu sapi. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa usahatani sapi perah pada tiga skala usaha di Desa Tajurhalang menguntungkan secara finansial dan secara ekonomi. Artinya komoditas susu layak untuk diusahakan dan dikembangkan di Desa Tajurhalang baik dengan atau tanpa kebijakan
pemerintah.
Kebijakan
pemerintah
terhadap
komoditas
susu
menyebabkan surplus produsen berkurang. Dengan demikian secara keseluruhan kebijakan
pemerintah
tidak
memberikan
insentif
bagi
produsen
untuk
berproduksi. Kebijakan pemerintah berupa pengurangan subsidi pakan ternak dan
obat-obatan
menyebabkan
peternak
tidak
memperoleh
intensif
untuk
peningakatan skala usaha. Begitu juga kebijakan tarif impor susu sebesar lima persen sangat rendah sehingga meningkatkan jumlah impor. Berdasarkan analisis sensitivitas dengan peningkatan harga pakan 30 persen dan penurunan harga susu sebesar lima persen usahatani tetap menguntungkan. Hasil penelitian terdahulu yang melakukan analisis daya saing diperoleh kesimpulan bahwa analisis daya saing dengan menggunakan alat analisis PAM, selain dapat menganalisis tingkat daya saing suatu sistem usahatani, perhitungannya juga dapat mengidentifikasi dampak intervensi atau kebijakan pemerintah terhadap sistem usahatani. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menganalisis tingkat daya saing suatu komoditas dengan memperhitungkan dampak dari kebijakan pemerintah lebih tepat jika menggunakan alat analisis PAM.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Daya Saing Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar, komoditas tersebut dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi sehingga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya (Simanjuntak dalam Novianti, 2003). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditi tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditi dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Kajian mengenai daya saing berawal dari pemikiran Adam Smith mengenai konsep penting tentang “spesialisasi” dan “perdagangan bebas” melalui teori keunggulan absolut (absolute advantage). Teori keunggulan absolut menyatakan bahwa sebuah negara dapat melakukan perdagangan jika relatif lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dibanding negara lain, keuntungan akan diperoleh jika negara tersebut melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut tersebut. Selanjutnya pada tahun 1817 David Ricardo melalui bukunya yang berjudul “Principles of Political Economy and Taxation” memperluas teori keunggulan absolut Adam Smith menjadi teori keunggulan komparatif (comparative advantage) (Salvatore, 1997).
3.1.1.1 Keunggulan Komparatif
David Ricardo mengatakan, meskipun suatu negara mengalami kerugian absolut (absolute disadvantage) atau tidak mempunyai keunggulan absolut dalam memproduksi kedua jenis barang (komoditi) bila dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan internasional yang saling menguntungkan kedua belah pihak masih dapat dilakukan, jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi terhadap barang yang memiliki “harga relatif” yang lebih rendah dari negara lain.
Negara yang dapat menghasilkan barang yang memiliki harga relatif yang lebih murah dari negara lain disebut memiliki keunggulan komparatif.
Asumsi dari teori keunggulan komparatif (David Ricardo) :
1. Hanya ada dua negara yang melakukan perdagangan internasional. 2. Hanya ada dua barang (komoditi) yang diperdagangkan. 3. Masing-masing negara hanya mempunyai dua unit faktor produksi. 4. Skala produksi bersifat “contant return to scale” artinya harga relatif barangbarang tersebut adalah sama pada berbagai kondisi produksi. 5. Berlaku labor theory of value (teori nilai tenaga kerja) yang menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu barang (komoditi) adalah sama dengan atau dapat dihitung dari jumlah waktu (jam kerja) tenaga kerja yang dipakai dalam memproduksi barang (komoditi) tersebut.
Keunggulan komparatif (Comparative Advantages) adalah keuntungan yang memperoleh suatu negara dari melakukan spesialisasi produksi terhadap
suatu barang yang memiliki harga relatif (relative price) yang lebih rendah dari produksi negara lain. Tabel 4. Produksi (output) per unit tenaga kerja per periode waktu Negara
Beras
Jagung
Harga Relatif (TOT)
Jepang
20
250
1 beras = 12,5 jagung
Amerika Serikat
40
300
1 beras = 7,5 jagung
Berdasarkan data pada Tabel 4. dapat diketahui bahwa :
1. Harga relatif beras di AS lebih murah bila dibandingkan dengan harga relatif di Jepang. Harga relatif beras di AS adalah 1 beras = 7,5 jagung, sedangkan di Jepang harganya adalah 1 beras = 12,5 jagung. Dengan demikian AS memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam produksi beras bila dibandingkan dengan Jepang. 2. Sebaliknya harga relatif jagung di Jepang lebih murah bila dibandingkan dengan harga relatif di AS. Harga relatif jagung di Jepang adalah 1 jagung = 1/12,5 beras, sedangkan di AS harganya adalah 1 jagung = 1/7,5 beras. Jadi Jepang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi jagung bila dibandingkan dengan AS.
Agar perdagangan bebas menguntungkan kedua belah pihak, maka AS berspesialisasi dalam produksi beras dan Jepang harus berspesialisasi dalam produksi jagung.
AS yang memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi beras, maka AS harus menggunakan seluruh faktor produksi yang dimilikinya sebanyak
2 unit (lihat asumsi no. 3) untuk menghasilkan beras. Dengan demikian AS akan menghasilkan beras sebanyak 80 beras, karena setiap unit faktor produksi dapat menghasilkan 40 beras.
Sedangkan Jepang yang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi jagung, maka harus berspesialisasi dalam produksi jagung dan produksi yang akan dihasilkan sebanyak 500 jagung. Karena tiap unit faktor produksi di Jepang dapat menghasilkan 250 jagung, sehingga seluruh faktor produksi sebanyak 2 unit yang dimiliki Jepang dapat menghasilkan 500 unit.
Tabel 5. Spesialisasi Produksi Negara
Produksi Beras
Produksi jagung
Jepang
-
500
Amerika Serikat
80
-
Sedangkan model Hechkscer-Ohlin (H-O) lebih menekankan pada keseimbangan perdagangan antara dua kutub ekonomi neoclassic. Ide dasar model H-O adalah wilayah yang mempunyai tenaga kerja melimpah, secara relatif akan memanfaatkan kemampuan dirinya untuk memproduksi barang dengan faktor produksi padat karya yang relatif lebih murah. Dengan demikian, wilayah tersebut akan mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi barang tersebut. (Salvatore, 1997). Daya saing suatu komoditi ditentukan oleh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dalam produksi dan perdagangan. Ada pendapat dari beberapa kelompok teknokrat mengenai keunggulan komparatif yaitu suatu wilayah dapat memiliki keunggulan komparatif jika memiliki kekayaan alam
melimpah, tenaga kerja yang banyak (padat karya), dengan muatan teknologi yang rendah sehingga faktor produksi menjadi murah, dan merupakan andalan untuk berkompetisi dalam perdagangan maupun terhadap masuknya barang-barang sejenis dari luar negeri dalam jangka pendek (Prihartanti, 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa keunggulan komparatif dapat dibagi menjadi dua, yaitu keunggulan komparatif natural (alami) dan keunggulan komparatif buatan (terapan). Sumber keunggulan komparatif alami ditunjukan dengan kondisi iklim yang cocok, upah tenaga kerja yang murah dan ketersediaan sumberdaya alam. Sedangkan keunggulan komparatif terapan telah diaplikasikan dan telah disesuaikan dengan adanya faktor pendukung seperti teknologi, permintaan skala ekonomi, dan struktur pasar. Pada awalnya keunggulan komparatif digunakan untuk melihat tingkat efisiensi produksi dari dua jenis produk yang dihasilkan oleh suatu negara dimana biaya produksinya dinyatakan dalam penggunaan tenaga kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa keunggulan komparatif digunakan untuk mengkaji efisiensi relatif penggunaan tenaga kerja dalam memproduksi barang yang sama antar wilayah. (Salvatore, 1997). Dalam perkembangan selanjutnya, keunggulan komparatif tidak hanya untuk mengkaji efisiensi tenaga kerja (sumber daya manusia) saja, tapi juga digunakan untuk sumber daya lainnya. Bila suatu wilayah mempunyai kelebihan dalam permodalan maka dapat dikatakan bahwa wilayah tersebut memiliki keunggulan komparatif dibidang faktor produksi modal. Demikian juga jika suatu wilayah mempunyai kelebihan dalam sumber daya alam maka dapat dikatakan bahwa suatu wilayah tersebut mamiliki keunggulan komparatif dalam faktor produksi alam. Cara tersebut dikenal dengan melihat
keunggulan komparatif dari sisi input. Disamping dari sisi input, cara melihat keunggulan komparatif juga dapat dilihat dari sisi output yaitu dari realisasi ekspornya, keunggulan komparatif dipengaruhi oleh alam, kombinasi dari faktor produksi, pertimbangan lokasi, transportasi dan dukungan kelembagaan (Prihartanti, 2005). Keunggulan komparatif mengukur efisiensi pengusahaan suatu komoditi berdasarkan analisis ekonomi dengan memakai harga bayangan atau harga sosial yang menggambarkan opportunity cost dari unsur biaya maupun penerimaan. Analisis ekonomi menilai suatu proyek atau aktivitas ekonomi atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa memperhatikan siapa yang menyumbang dan menerima manfaat tersebut. Dengan demikian suatu komoditi yang memiliki keunggulan komparatif menunjukan bahwa kegiatan dalam menghasilkan komoditi tersebut efisien secara ekonomi. Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Asumsi perekonomian yang tidak mengalami distorsi atau hambatan sama sekali sulit ditemukan pada dunia nyata. Oleh karena itu, konsep keunggulan komparatif tidak dapat dipakai untuk mengukur daya saing suatu kegiatan produksi pada kondisi perekonomian aktual. Dari sudut badan atau orang yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek, konsep yang lebih cocok digunakan untuk mengukur kelayakan secara finansial adalah keunggulan kompetitif. 3.1.1.2 Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif merupakan pengukur daya saing suatu aktivitas ekonomi pada kondisi harga pasar atau harga aktual, dimana harga yang terjadi
telah terpengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang ditunjukkan oleh suatu negara atau daerah dalam daya saing produk yang dihasilkan dibandingkan dengan negara atau daerah lain. Sebagai contoh, jika suatu daerah mempunyai kelebihan dalam komoditi tertentu (mempunyai keunggulan komparatif) namun hal tersebut tidak terlihat dalam prestasi ekspornya maka dapat dikatakan komoditi yang dimiliki negara tersebut tidak mampu bersaing di pasar dunia (tidak memiliki keunggulan kompetitif). Keunggulan kompetitif merupakan perluasan dari konsep keunggulan komparatif yang diajukan oleh Michael Porter sebagai kesuksesan suatu perusahaan dalam beroperasi pasar. Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur daya saing komoditi suatu wilayah dengan wilayah lain. Keunggulan ini dapat dihitung berdasarkan harga pasar, dan nilai uang yang berlaku atau berdasarkan analisis finansial, sehingga konsep keunggulan kompetitif bukan merupakan suatu konsep sifatnya yang menggantikan atau mensubstitusi terhadap konsep keunggulan komparatif, akan tetapi merupakan suatu konsep yang sifatnya saling melengkapi (Prihartanti, 2005) Porter dalam bukunya The Competitive Advantage of Nation, 1990 mengemukakan tentang tidak adanya korelasi langsung antar dua faktor produksi (sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara, yang dimanfaatkan sebagai keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional. Banyak negara di dunia yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar yang proporsional dengan luas negerinya, tetapi terbelakang dalam daya saing perdagangan internasional. Begitu juga dengan tingkat upah relatif murah dari pada negara lain, justru berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi
bekerja keras dan berprestasi. Porter menyebutkan bahwa peran pemerintah sangat penting dalam peningkatan daya saing selain faktor produksi. Pemerintah memainkan peran sentral dalam pembentukan keunggulan kompetitif, contoh kebijakannya adalah antitrust, regulasi, deregulasi, dan kondisi konsumen. (Halwani dalam Prihartanti, 2005). Porter dalam Prihartanti (2005) mengembangkan model yang dikenal sebagai model berlian, menerangkan bahwa suatu negara secara internasional dapat meraih keunggulan kompetitif, apabila dipenuhi empat syarat yang saling terkait dan membentuk empat titik sudut dari poin yang dinamakan bangunan intan yaitu: a. Keadaan faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau prasarana b. Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk hasil industri tertentu c. Eksistensi industri terkait dan pendukung yang kompetitif secara internasional d. Strategi perusahaan itu sendiri, dan struktur serta sistem persaingan antar perusahaan Selain karena empat faktor di atas, Porter menjelaskan bahwa ada faktor luar yang sangat penting dan sangat menentukan sekali secara aksternal, adalah faktor manusia (human recource factor) dari suatu negara. Dimana faktor manusia tersebut dibagi menjadi dua, yaitu sistem pemerintahan (goverment) dan terdapat kesempatan dalam melakukan sesuatu hal. Dalam hal ini, keunggulan kompetitif dapat diciptakan antara lain melalui implementasi kebijakan pemerintah sehingga dapat tercipta efisiensi penggunaan sumberdaya.
Suatu
komoditas
dapat
mempunyai
keunggulan
komparatif
dan
keunggulan kompetitif sekaligus, yang berarti komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat bersaing di pasar internasional. Akan tetapi apabila komoditas yang diproduksi hanya mempunyai keunggulan komparatif namun tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka dapat diasumsikan telah terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan-hambatan yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen seperti prosedur administrasi, perpajakan dan lain-lain. Hal sebaliknya juga dapat terjadi bila suatu komoditas hanya memiliki keunggulan kompetitif dan tidak memiliki keunggulan komparatif. Kondisi ini akan terjadi apabila pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditas tersebut seperti misalnya melalui stabilisasi harga, kemudahan perizinan dan kemudahan berbagai fasilitas lainnya. Analisis ekonomi atau sosial menilai suatu proyek (aktivitas ekonomi) atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, tanpa memperhatikan siapa yang menyumbang dan menerima manfaat tersebut, sedangkan analisis finansial melihat manfaat suatu aktivitas dari sudut lembaga atau individu yang melibatkan diri dalam aktivitas ekonomi tersebut (Gray dalam Novianti, 2003). 3.1.2 Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antar harga input dan output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya tejadi jika dalam keadaan perdagangan bebas (harga sosial). Terdapat dua bentuk kebijakan pemerintah yang bisa ditetapkan pada suatu komoditas, yaitu kebijakan subsidi dan hambatan
perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota. Pengaruh intervensi pemerintah pada harga output diterangkan oleh Monke dan Pearson (1989) yang membagi kedalam delapan tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan. Pada Tabel 6. Monke dan Pearson (1989) menjelaskan, bahwa kebijakan harga (price policies) dibedakan menjadi tiga tipe kriteria. Ketiga tipe kriteria tersebut adalah tipe instrumen (subsidi atau kebijakan perdagangan), penerimaan atau keuntungan yang akan diperoleh (produsen dan konsumen) dan tipe komoditi (impor atau ekspor). Implementasi dari kebijakan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan suatu negara untuk memanfaatkan peluang ekspor suatu komoditi. Tabel 6. Klasifikasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Komoditi Dampak Pada Produsen Subsidi pada produsen Kebijakan Subsidi • Tidak merubah harga • Pada barang-barang substitusi impor pasar dalam negeri (S+PI; S-PI) • Merubah harga pasar • Pada barang-barang dalam negeri orientasi ekspor (S+PE; S-PE) Kebijakan perdagangan Hambatan pada barang (merubah harga pasar impor (TPI) dalam negeri) Sumber : Monke and Pearson, 1989 Instrumen
Keterangan : S+ SPE PI CE CI TCE TPI
: : : : : : : :
Dampak Pada Konsumen Subsidi Pada Konsumen • Pada barang-barang substitusi impor (S+CI; SCI) • Pada barang-barang orientasi ekspor (S+CE; SCE) Hambatan pada barang ekspor (TCE)
Subsidi Pajak Produsen Barang Orientasi Ekspor Produsen Barang Substitusi Impor Konsumen Barang Orientasi Ekspor Konsumen Barang Substitusi Impor Hambatan Barang Ekspor Hambatan Barang Impor
1. Tipe Instrumen Di dalam kriteria yang pertama ini terdapat perbedaan antara kebijakan subsidi (subsidy policy) dan kebijakan perdagangan (Trade policy). Salvatore (1997) menjelaskan bahwa subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Kebijakan subsidi terdiri dari dua kebijakan yaitu subsidi positif dan subsidi negatif. Kebijakan subsidi positif adalah subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah, sedangkan kebijakan subsidi negatif yaitu pembayaran kepada pemerintah. Tujuan dari diberlakukannya kebijakan subsidi adalah untuk melindungi konsumen dan produsen dengan menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga luar negeri. Kebijakan pedagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau ekspor suatu komoditi (Monke dan Pearson, 1989). Kebijakan perdagangan yang bisa diterapkan dapat berupa harga komoditi yang diperdagangkan (tarif) atau dengan membatasi jumlah komoditi yang diimpor (kuota). Tujuan diterapkannya kedua kebijakan tersebut adalah untuk menurunkan kuantitas komoditi impor dan untuk menciptakan perbedaan harga (meningkat) di pasar internasional dan domestik. Komponen utama yang menjadi dasar dalam diterapkannya salah satu kebijakan perdagangan adalah perbedaan harga komoditi di pasar internasional dan domestik. Jika harga suatu komoditi di pasar dunia lebih murah dibandingkan dengan harga domestik, maka kebijakan yang tepat untuk dilakukan adalah kebijakan perdagangan impor. Kebijakan impor ini bertujuan untuk melindungi produsen domestik.
Pengenaan tarif impor maupun kuota impor dilakukan agar produk impor yang dijual dalam negeri harganya menjadi lebih mahal dan jumlahnya terbatas. Keadaan tersebut akan menyebabkan produk domestik tetap dapat bersaing dengan produk impor dan dengan sendirinya akan menguntungkan produsen dalam negeri. Kebijakan perdagangan ekspor dimaksudkan untuk melindungi konsumen dalam negeri karena harga domestik yang lebih rendah bila dibandingkan dengan harga di pasar dunia. Monke dan Pearson (1989), menjelaskan bahwa kebijakan perdagangan berbeda dengan kebijakan subsidi dalam tiga aspek. Perbedaan tersebut adalah: a. Implikasi terhadap anggaran pemerintah
Kebijakan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah, sedangkan kebijakan subsidi akan berpengaruh pada anggaran pemerintah. Subsidi negatif akan menambah anggaran pemerintah berupa pajak, sedangkan subsidi positif akan mengurangi anggaran pemerintah. b. Tipe alternatif kebijakan
Terdapat delapan tipe subsidi bagi produsen dan konsumen pada barang orientasi ekspor dan barang subsitusi impor, yaitu : a. Subsidi positif kepada produsen barang subsitusi impor (S+PI) b. Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor (S+PE) c. Subsidi negatif kepada produsen barang subsitusi impor (S-PI) d. Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor (S-PE) e. Subsidi positif kepada konsumen barang subsitusi impor (S+CI) f. Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S+CE) g. Subsidi negatif kepada konsumen barang subsitusi impor (S-CI) h. Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S-CE)
Kebijakan subsidi dilakukan pada dasarnya akan berpengaruh pada harga yang diterima oleh konsumen atau produsen domestik. Subsidi positif yang diterapkan pada produsen maupun konsumen akan menyebabkan harga yang diterima produsen menjadi lebih tinggi dan lebih rendah bagi konsumen. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan tanpa ada kebijakan subsidi positif. Sedangkan pembebanan subsidi negatif (pajak) akan membuat harga yang diterima produsen lebih rendah dan jika diterapkan pada konsumen akan menyebabkan harga yang lebih tinggi. Kondisi ini bagi produsen dan konsumen menjadi lebih buruk jika dibandingkan dengan kondisi sebelum subsidi negatif diterapkan. Berbeda dengan kebijakan subsidi, pada kebijakan perdagangan hanya terdapat dua tipe, yaitu hambatan perdagangan pada barang impor (TPI) dan hambatan perdagangan pada barang ekspor (TPE). Menurut Monke dan Pearson (1989), aliran impor atau ekspor dapat dibatasi oleh pajak perdagangan atau kebijakan kuota sepanjang pemerintah dapat memiliki mekanisme yang efektif untuk mengontrol penyelundupan. c. Tingkat kemampuan penerapan
Kebijakan subsidi bisa diterapkan pada komoditi tradable dan komoditi non tradable, sedangkan kebijakan perdagangan hanya bisa diberlakukan pada komoditi tredable. 2. Kelompok Penerimaan Klasifikasi kelompok penerimaan adalah kebijakan yang dikenakan pada produsen dan konsumen. Suatu kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan menyebabkan terjadinya transfer antara produsen, konsumen, dan anggaran pemerintah. Jika tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan,
pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer ketika produsen mendapatkan keuntungan dan konsumen mengalami kerugian, atau konsumen mengalami keuntungan dan produsen mengalami kerugian. Keadaan yang terjadi adalah keadaan zero sum game, dimana keuntungan yang dialami satu pihak akan menjadi pengganti dari kerugian yang dialami pihak lain. Akan tetapi dengan adanya transfer yang diikuti efisiensi ekonomi yang hilang, maka keuntungan yang akan diperoleh akan lebih kecil dari pada kerugian yang diterima (Monke dan Pearson,1989). 3. Tipe Komoditi Klasifikasi tipe komoditi bertujuan untuk membedakan antara komoditas yang dapat diekspor dan komoditas yang dapat diimpor. Harga domestik akan sama dengan harga pasar internasional, jika tidak ada kebijakan harga, dimana untuk ekspor yang digunakan adalah harga fob (harga di pelabuhan) dan untuk impor digunakan harga cif (harga di pelabuhan ekspor). Namun, bila diberlakukannya kebijakan untuk barang ekspor dan impor, maka harga yang terjadi di pasar domestik akan berbeda dengan harga fob dan cif. Jika kebijakan tersebut diterapkan maka akan mempengaruhi produsen dan konsumen. Kebijakan pemerintah dapat diterapkan pada input maupun output komoditas pertanian. Penerapan kebijakan (subsidi ataupun hambatan perdagangan) yang tepat mampu memperbaiki kesejahteraan produsen (petani) maupun konsumen. Umumnya yang menjadi indikator untuk diberlakukannya kebijakan pemerintah adalah harga, baik harga input maupun harga output.
3.1.2.1. Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Output Kebijakan terhadap harga output baik berupa pajak maupun subsidi, dapat diterapkan pada produsen barang impor dan barang ekspor. Kebijakan subsidi pada harga output menyebabkan harga barang, jumlah barang, surplus produsen dan surplus konsumen berubah. Diberlakukannya subsidi positif pada produsen barang impor dan konsumen barang-barang impor dapat dilihat secara grafis pada Gambar 1. Gambar 1(a) adalah subsidi positif untuk produsen barang impor dimana harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga dipasaran dunia (Pw ke Pd). Perubahan harga tersebut menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat dari Q1 ke Q2, sementara konsumsi tetap di Q3. Harga yang diterima konsumen tetap sama dengan harga dipasaran dunia. Subsidi dapat dilakukan jika produsen dan konsumen dapat dipisahkan berdasarkan wilayah ekonomi yang jauh dari kontrol administrasi yang ketat sehingga perbedaan harga antara produsen (karena diberi subsidi) dan konsumen (tanpa subsidi) dapat terjadi. Subsidi ini menyebabkan jumlah impor turun dari Q3 – Q1 menjadi Q3 – Q2. Tingkat subsidi per output sebesar (Pd - Pw) pada output Q2, maka transfer total dari pemerintah ke produsan sebesar PdABPw. Subsidi menyebabkan barang yang tadinya diimpor diproduksi sendiri dengan biaya yang dikorbankan sebesar Q1CBQ2, sehingga efisiensi yang hilang sebesar CAB. Gambar 1 (b) menunjukan subsidi positif pada konsumen untuk output yang diimpor. Kebijaksanaan subsidi sebesar Pw - Pd yang menyebabkan produksi turun dari Q1 ke Q2 dan konsumsi naik dari Q3 ke Q4. Impor meningkat dari Q3 Q1 menjadi Q4 – Q2. Transfer yang terjadi terdiri dari dua yaitu transfer dari
pemerintah ke konsumen sebesar ABGH dan transfer dari produsen ke konsumen sebesar PwAPd. Dengan demikian kehilangan efisiensi ekonomi terjadi diproduksi dan konsumsi. Di sisi produksi terjadi penurunan output dari Q2 ke Q1 dan terjadi kehilangan pendapatan sebesar Q2AFQ1. sehingga efisiensi ekonomi yang hilang sebesar AFB. Dari sisi konsumsi, opportunity cost dari peningkatan konsumsi adalah sebesar Q1EGQ4, sedangkan kemampuan membayar konsumen sebesar Q3EGQ4, sehingga efisiensi yang hilang sebesar EGH.
P
A
Pd PW
S
S
P
C
PW B
Pd
A
F
E
B
G
H
D
D Q
Q1
Q2
(a) S+PI
Q3
Q2
Q1
Q3
Q4
(b) S + CI
Gambar 1. Dampak Subsidi Positif Pada Produsen Barang Impor Dan Subsidi Positif Pada Konsumen Barang-Barang Impor Sumber : Monke and Pearson, 1989
Selain kebijakan subsidi, kebijakan hambatan perdagangan pun dapat diterapkan pada output. Contoh dari diterapkannya kebijakan hambatan terhadap output adalah hambatan perdagangan terhadap barang ekspor. Secara grafis dapat dilihat pada gambar 2.
Q
S P
Pd PW
E
A
F
B
C
G
D Q Q1 Q2
Q4
Q3
Gambar 2. Hambatan Perdagangan Pada Produsen Untuk Barang Impor Sumber: Monke and Pearson, 1989
Gambar 2. menunjukan adanya hambatan pada barang impor dimana terdapat tarif sebesar (Pd - Pw) sehingga meningkatkan harga didalam negeri baik untuk produsen maupun konsumen. Output domestik meningkat dari Q1 ke Q2 dan konsumsi turun dari Q3 ke Q4, sehingga impor turun dari Q3 – Q1 menjadi Q4 – Q2. Terjadi transfer pendapatan dari konsumen kepada produsen sebesar PdEFPw dan terjadi transfer dari anggaran pemerintah kepada produsen sebesar FEAB. Efisiensi ekonomi yang hilang dari sisi konsumen adalah perbedaan antara opportunity cost dari perubahan konsumsi Q4BCQ3 dengan willingness to pay Q4ACQ3, sehingga efisiensi yang hilang pada konsumen adalah sebesar daerah ABC dan pada produsen sebesar EFG. 3.1.2.2. Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Input Kebijakan pemerintah bisa diterapkan pada input, baik input yang dapat diperdagangkan (tradable) maupun input yang tidak dapat diperdagangkan (non tradable).
Intervensi pemerintah berupa hambatan perdagangan tidak akan
tampak pada input non tradable, karena dalam input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri saja.
Kebijakan subsidi (positif atau negatif) dan kebijakan hambatan perdagangan dapat diaplikasikan pada input tradable. Kedua kebijakan ini dapat diterapkan karena input tradable yang diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri maupun diluar negeri. Dampak diterapkannya kebijakan subsidi dan kebijakan pajak dapat dilihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3a, menunjukkan efek pajak terhadap input tradable. Pajak menyebabkan biaya produksi meningkat menyebabkan kurva supply bergeser kekiri atas, sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2. ABC adalah besarnya efisiensi ekonomi yang hilang, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang (Q1CAQ2) dengan biaya produksi output (Q2BCQ1).
S'
P
S
P S
PW
A
C
B
'
S
C
PW
B
A
D
D Q
Q2
Q
Q1
Q1
(a)
Q2
(b)
Gambar 3. Subsidi dan Pajak pada Input Tradable Sumber : Monke and Pearson, 1989
Dampak dari subsidi input tradable dapat dilihat pada Gambar 3b. Kebijakan subsidi menyebabkan harga input menjadi murah yang berdampak pada penurunan biaya produksi. Penurunan biaya produksi tersebut menyebabkan kurva supply bergeser ke bawah, sehingga output yang dihasilkan akan meningkat
dari dari Q1 ke Q2. Besarnya efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang (Q1ACQ2)dengan biaya produksi output (Q1ABQ2). Kebijakan input non tradable dapat berupa kebijakan pajak dan subsidi. Dampak kebijakan pajak dan subsidi pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4a, harga yang berlaku sebelum diberlakukannya kebijakan pajak pada input non tradable berada pada Pd dengan tingkat output Q1. Adanya pajak sebesar Pc-Pp menyebabkan produksi yang dihasilkan turun menjadi Q2. Harga ditingkat produsen turun menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen naik menjadi Pc. Besaran efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen sebesar BDA dan dari konsumen yang hilang sebesar BCA.
P PC
S
PP
C A
B
Pd
P
S
C
A
Pd
B
PC
D
D
PP '
PP
D
D Q3
Q2
Q1
Q
a
Q2
Q1
Q
b
Keterangan : Pd : Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi Pc : Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pp : Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi
Gambar 4. Dampak Subsidi dan Pajak pada Input Non Tradable Sumber : Monke and Pearson, 1989
Dampak subsidi pada input non tradable dapat dilihat pada Gambar 4b. Sebelum diberlakukannya kebijakan subsidi, tingkat harga keseimbangan yang
terjadi adalah pada Pd dengan tingkat output keseimbangan Q1. Subsidi menyebabkan terjadinya perubahan harga di tingkat produsen menjadi Pp, sedangkan harga yang dibayarkan konsumen menjadi lebih rendah yaitu Pc. Efisiensi yang hilang dari produsen sebesar ACB dan dari konsumen sebesar ABD. 3.1.3 Teori Matrik Kebijakan (Policy Analysis Matrix) Policy Analysis Matrix (PAM) atau matrik kebijakan digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Sistem komoditas yang dapat dipengaruhi meliputi empat aktivitas, yaitu tingkat usahatani, penyampaian dari usahatani ke pengolahan, pengolahan maupun pemasaran (Monke and Pearson, 1989). Metode PAM merupakan suatu analisis yang dapat mengidentifikasikan tiga analisis yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial atau ekonomi, analisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) serta analisis dampak kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem komoditas. Dibandingkan dengan perhitungan efisiensi ekonomi (benefit cost analysis) yaitu perhitungan yang digunakan untuk memutuskan layak atau tidaknya suatu proyek, perhitungan dengan menggunakan matrik PAM dapat dilakukan secara keseluruhan dan sistematis. Pada analisis PAM, kemampuan analisis tidak hanya untuk memantau keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif atau efisiensi finansial dan ekonomi, tetapi sekaligus melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan pemerintah. Analisis ini dapat digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai wilayah, tipe usahatani dan teknologi. Matrik terdiri dari tiga baris dan empat
kolom, dimana baris pertama adalah perhitungan dengan harga privat atau harga aktual untuk mengestimasi keuntungan privat. Keuntungan privat dihitung berdasarkan selisih antara pendapatan dan biaya berdasarkan harga aktual yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh semua kebijakan dan kegagalan pasar. Keuntungan privat dalam angka absolut atau rasio merupakan indikator keuntungan atau daya saing (keunggulan kompetitif) dari usahatani berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Baris kedua merupakan perhitungan keuntungan ekonomi berdasarkan harga sosial atau harga bayangan yaitu harga yang menggambarkan nilai ekonomi yang sesunguhnya bagi unsur-unsur biaya dan hasil, dimana efek kebijakan distorsif dan kegagalan pasar tidak ada. Baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan baris kedua yang menggambarkan divergensi. Suatu divergensi akan menyebabkan perbedaan hasil perhitungan antara perhitungan berdasarkan harga privat dan perhitungan berdasarkan harga sosial, divergensi dapat disebabkan oleh adanya kegagalan pasar atau kebijakan pemerintah. Kegagalan pasar terjadi apabila pasar gagal menciptakan suatu competitif outcome dan harga efisiensi. Jenis kegagalan pasar yang umum adalah monopoli, externality dan pasar faktor (produksi) domestik yang tidak sempurna. Kebijakan pemerintah adalah intervensi pemerintah yang menyebabkan harga pasar berbeda dengan harga efisiensinya. Kebijakan pemerintah yang dapat menyebabkan divergensi antara lain pajak/subsidi, hambatan perdagangan atau regulasi harga. Jika diasumsikan bahwa kegagalan pasar sebagai faktor yang tidak berpengaruh, maka perbedaan tersebut lebih banyak disebabkan adanya kebijakan pemerintah (Pearson, S et. Al, 2005).
Matrik PAM memiliki empat kolom, kolom pertama merupakan kolom penerimaan, kolom kedua merupakan kolom biaya input asing (tradable), kolom ketiga merupakan kolom biaya input domestik (non tradable) dan kolom keempat merupakan kolom keuntungan dari selisih antara penerimaan dan biaya. Penggunaan harga privat dan sosial dalam analisis PAM mengambarkan bahwa metode tersebut mengandung analisis finansial dan ekonomi. Dalam analisis ekonomi akan meninjau aktivitas dilihat dari sudut masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan analisis finansial dilihat dari individu yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi yaitu petani. 3.1.4 Analisis Sensitivitas Menurut Gittinger (1986) pada bidang pertanian, proyek-proyek Sangat sensitif terhadap empat faktor perubahan yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya dan perubahan hasil. Untuk melihat dampak yang terjadi akibat perubahan faktor tersebut maka perlu dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisa untuk menguji perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis, bila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan. Analisis ini bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan hasil analisis suatu kegiatan ekonomi, bila ada suatu kesalahan dalam perhitungan biaya atau manfaat (Kadariah et al, 1978). Analisis sensitivitas memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah : 1. Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah suatu parameter pada suatu saat tertentu.
2. Analsis sensitivitas hanya mencatatkan apa yang terjadi jika variable berubahubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Meningkatnya tingkat pendidikan atau pengetahuan masyarakat membawa dampak pada semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya gizi yang menyebabkan terjadinya pergeseran pola konsumsi rumah tangga ke arah peningkatan konsumsi protein hewani seperti daging, susu dan telur. Perubahan pola konsumsi yang menyertai peningkatan jumlah penduduk Negara Indonesia ini, merupakan penyebab utama peningkatan laju kebutuhan dalam negeri akan produk peternakan terutama susu seperti ditunjukkan oleh peningkatan konsumsi susu dalam negeri. Laju pertumbuhan rata-rata konsumsi susu mencapai 7.0 persen per tahun lebih tinggi dari laju pertumbuhan produksi susu nasional yang hanya 3.29 persen per tahun. Artinya jumlah produksi susu sapi masih belum mencukupi kebutuhan konsumsi susu. Jawa Barat adalah daerah penghasil komoditas susu kedua terbesar di Indonesia setelah Jawa Timur, dengan tingkat produksi rata-rata 212.4 ribu ton pertahun. Selain itu, Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki persentase pertumbuhan produksi tertinggi keempat dengan tingkat pertumbuhan produksi sebesar 5,5 persen per tahun. Salah satu sentra produksi susu kambing di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Komoditi yang mampu bersaing diera globalisasi adalah komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif (memiliki daya saing) serta mampu mengenali pasarnya. Upaya peningkatan usahatani kambing perah masih memiliki banyak kendala diantaranya adalah minimnya lahan yang ada, produksi
susu yang dihasilkan masih sedikit dan masih kurang efisiennya manajemen usaha yang dilakukan. Kegiatan usahatani kambing perah juga dipengaruhi oleh adanya intervensi pemerintah melalui pemberian subsidi terhadap komponen input maupun output serta pemerintah berperan dalam penyediaan infrastruktur yang dapat mempermudah kegiatan pemasaran. Kebijakan pemerintah untuk membantu peternak kambing perah dalam berproduksi dapat dilakukan dengan menciptakan situasi terbaik diantaranya dalam hal penerapan pajak, perbaikan sarana dan prasarana pemasaran serta insentif terhadap nilai tukar rupiah. Analisis yang dapat dilakukan untuk menganalisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah adalah analisis Policy Analysis matrix (PAM). Metode PAM menganalisis keuntungan baik secara privat maupun sosial, analisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) dan analisis dampak kebijakan yang mempengaruhi sistem komoditas. Hasil analisis tersebut dapat menggambarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dari pengusahaan kambing perah. Setelah melakukan analisis PAM, selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas. Tujuan analisis sensitivitas adalah untuk mengetahui apakah susu kambing masih tetap memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif jika terjadi perubahan pada harga output dan adanya perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta perubahan pada harga input. Kerangka pemikiran yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
• • • •
Pertumbuhan tingkat konsumsi susu Produksi susu kambing yang masih rendah Potensi Kabupaten Bogor sebagai sentra produksi susu kambing Peranan kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan susu kambing
Usahaternak kambing perah
Policy Analysis Matrix (PAM)
Keunggulan Komparatif • Keuntungan Sosial • Rasio Sumber Daya Domestik (DRC)
Analisis Dampak Kebijakan • Kebijakan Output TO, NPCO • Kebijakan Input IT, NPCI, TF • Kebijakan Input‐Output EPC, TB, PC, SRP
Keunggulan Kompetitif • Keuntungan Privat • Rasio Biaya Privat (PCR)
Daya Saing Susu Kambing di Kabupaten Bogor
Analisis Sensitivitas • Perubahan Harga Output • Perubahan Harga Input • Sensitivitas Gabungan
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor yang meliputi Bogor Barat (Dramaga, Cikampak dan Leuwi Liang), Bogor Selatan (Cijeruk) dan Bogor Timur (Cinagara). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan atas populasi ternak kambing perah terbanyak dan sebagai daerah sentra produksi susu di Kabupaten Bogor. Pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan bulan September - Desember 2008. 4.2 Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari usahatani susu kambing. Data usahatani al dari wawancara dengan petani yang mengusahakan komoditas kambing perah dengan jumlah populasi di atas 70 ekor yaitu sebanyak 5 responden peternak kambing perah. Seperti tercantum pada Tabel 7. Tabel 7. Responden peternak kambing perah di Kabupaten Bogor Responden
Jumlah Ternak
Lokasi Peternakan
1
74 ekor
Pamijahan
2
85 ekor
Cikampak
3
80 ekor
Dramaga
4
80 ekor
Cinagara
5
400 ekor
Cijeruk
Sedangkan data sekunder al dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Departemen
Pertanian,
Dirjen
Peternakan,
BPS,
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, perpustakaan IPB dan dinas-dinas lain yang terkait yang dapat membantu untuk ketersediaan data. 4.3 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, sampel dipilih dengan teknik snowball sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari Pelaku bisnis peternakan kambing perah awal di Desa Cibuntu Batas Cikampak - Ciampea Bogor yang kemudian menyampaikan informasi mengenai peternak kambing perah lain yang berada di Kabupaten Bogor. Kemudian peternak kedua yang ditemui juga menyampaikan informasi lokasi atau daerah peternak kambing perah lainnya dan begitu seterusnya. 4.4 Metode Analisis Metode analisis dalam penelitian ini meliputi analisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing susu kambing. Analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing susu kambing ini dilakukan dengan menggunakan metode PAM. Tabel matrik analisis kebijakan (PAM) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Matrik Analisis Kebijakan (PAM) Penerimaan Harga Privat Harga Sosial Dampak Kebijakan dan Distorsi Pasar
A E I
Biaya Input Input Input Non Tradable Tradable B C F G J K
Sumber : Monke and Paerson (1989) Keterangan : 1. Keuntungan Privat 2. Keuntungan Sosial 3. Transfer Output 4. Transfer Input Tradable 5. Transfer Input Non Tradable 6. Transfer Bersih 7. Rasio Biaya Privat 8. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik 9. Koefisien Proteksi Output Nominal 10. Koefisien Proteksi Input Nominal 11. Koefisien Keuntungan
(D) (H) (I) (J) (K) (L) (PCR) (DRC) (NPCO) (NPCI) (PC)
= = = = = = = = = = =
Keuntungan D H L
A – (B + C) E – (F + G) A–E B–F C–G I – (K + J) C/(A – B) G/(E – F) A/E B/F D/H
Asumsi yang digunakan dalam analisis PAM ini adalah : 1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani yang didalamnya terdapat kebijakan pemerintah (distorsi pasar). 2. Harga bayangan adalah harga pada kondisi pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditi tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar dunia (internasional). 3. Output bersifat tradable sedangkan input dapat dipisahkan berdasarkan faktor asing (tradable) dan faktor domestik (non tradable). 4. Eksternalitas dianggap sama dengan nol. Tahapan penyusunan tabel PAM adalah sebagai berikut : 1. Penentuan komponen fisik untuk faktor input dan output secara lengkap dari aktivitas ekonomi usahatani susu kambing. 2. Pemisahan seluruh biaya ke dalam komponen domestik dan asing.
3. Penentuan harga finansial (privat) dan penafsiran harga bayangan (ekonomi) input-output. 4. Tabulasi dan analisis indikator-indikator yang dihasilkan tabel PAM. 4.4.1 Penentuan Input Dan Output Input yang dimaksud dalam rencana penelitian ini adalah input untuk usahatani susu kambing seperti: kambing perah, lahan (pajak dan sewa lahan), pakan ternak (ampas tahu dan hijauan), tenaga kerja, obat-obatan (vitamin, antibiotik dan desinfektan), peralatan dan input lainnya. Sedang yang dimaksud output adalah susu kambing. 4.4.1.1 Pengalokasian Komponen Biaya Domestik Dan Asing Menurut
Monke
and
Pearson
(1989),
terdapat
dua
pendekatan
mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya domestik dan asing yaitu pendekatan langsung (Direct Approach) dan pendekatan total (Total Approach). Pendekatan
langsung
mengasumsikan
seluruh
biaya
input
yang
dapat
diperdagangkan (input tradable) baik impor maupun produksi dalam negeri dinilai sebagai komponen biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permintaan
input
Tradable
tersebut
dapat
dipenuhi
dari
perdagangan
internasional. Input non tradable yang sumbernya dari pasar domestik ditetapkan sebagai komponen domestik dan input asing yang dipergunakan dalam proses produksi barang non tradable tetap dihitung sebagai komponen biaya asing. Sementara pada pendekatan total, setiap biaya input tradable dibagi kedalam komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi dari produksi domestik jika input tersebut mempunyai
kemungkinan untuk diproduksi di dalam negeri. Dengan demikian pendekatan ini lebih tepat digunakan apabila produsen lokal dilindungi, sehingga tambahan input didatangkan dari produsen lokal atau pasar domestik. Pendekatan langsung akan sesuai dilakukan apabila analisis yang dilakukan adalah keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dengan metode BSD. Pendekatan total lebih sesuai digunakan dalam analisis dampak kebijakan atau memperkirakan biaya ekonomi (sosial) dari struktur proteksi yang dilakukan pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut, maka pendekatan yang digunakan dalam mengalokasikan biaya ke dalam komponen biaya domestik dan asing dalam penelitian ini menggunakan pendekatan total. 1. Alokasi Biaya Produksi Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu komoditi atau produk baik secara tunai maupun diperhitungkan. Biaya tersebut dipergunakan untuk membeli sejumlah input. Penentuan alokasi biaya produksi ke dalam komponen asing (tradable) dan domestik (non tradable) didasarkan atas jenis input, penilaian biaya input tradable dan non tradable dalam biaya total input. Input tradable dalam penelitian ini adalah kambing perah, obat-obatan (vitamin, antibiotik dan desinfektan) dan peralatan, sedangkan input non tradable yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan (pajak dan sewa lahan), pakan ternak (ampas tahu dan hijauan), tenaga kerja dan bunga modal.
2. Alokasi Biaya Tataniaga Biaya tataniaga adalah tambahan biaya akibat adanya perubahan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Biaya tataniaga dihitung dari
seluruh biaya tataniaga dari daerah produsen sampai ke konsumen atau dari daerah produsen sampai ke pelabuhan ekspor atau dari daerah pelabuhan impor sampai ke konsumen. Biaya tataniaga terbagi atas biaya pengangkutan (transportasi) dan biaya penanganan. Alokasi biaya tataniaga kedalam komponen biaya domestik dan asing didasarkan pada Tabel 9. Tabel 9. Alokasi Biaya Tataniaga Atas Komponen Biaya Domestik dan Asing No Jenis Biaya Domestik (%) Asing (%) 1 Transportasi 90.00 10.00 2 Penanganan 90.00 10.00 Sumber: Tabel Input-Output (2003)
4.4.1.2 Metode Penentuan Harga Sosial (Shadow Price) Squire dan Van der Tak dalam Novianti (2003) mendefinisikan harga bayangan sebagai harga yang menggambarkan peningkatan dalam kesejahteraan dengan adanya perubahan marjinal dalam persediaan komoditas dan faktor produksi. Dalam kenyataannya sulit menemukan pasar dalam kondisi persaingan sempurna terlebih lagi di Indonesia, karena berbagai gangguan akibat kebijakan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum dan sebagainya. Gittinger (1986) menjelaskan bahwa nilai ekonomi atau nilai yang ditentukan berdasarkan harga bayangan akan sama dengan nilai finansial atau harga pasar apabila pasar yang terjadi berada dalam kondisi persaingan sempurna Menurut Haryanto dalam Novianti (2003) alasan penggunaan harga sosial atau bayangan dalam menganalisis ekonomi adalah: 1. Harga yang berlaku di masyarakat tidak mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh oleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari suatu aktivitas
2. Harga pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah pilihan sumberdaya digunakan dalam aktivitas tertentu, tetapi tidak digunakan pada aktivitas lain yang masih memungkinkan bagi masyarakat Harga pasar yang terjadi belum tentu dapat dipakai langsung dalam analisis ekonomi karena sering sekali tidak mencerminkan biaya imbangan sosial (opportunity cost) suatu komoditi akan mempunyai biaya imbangan yang sama dengan biaya pasar jika berada pada pasar persaingan sempurna, sehingga untuk memperoleh suatu nilai yang mendekati nilai biaya imbangan sosial atau harga bayangan, perlu dilakukan penyesuaian. Harga sosial atau bayangan dapat dianggap sebagai penyesuaian yang dapat dibuat oleh peneliti proyek terhadap harga pasar dari beberapa faktor produksi karena hasil tersebut tidak mencerminkan biaya atau nilai sosial yang sebenarnya (opportunity cost) dari unsur-unsur hasil produksi tersebut (Kadariah et al, 1988). 1. Harga Sosial Output Harga bayangan output yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga border price yaitu harga FOB (free on board) untuk output yang diekspor, sedangkan untuk output yang diimpor dipakai harga CIF (cost insurance freight). Dalam penelitian ini, posisi Indonesia terhadap output yang dianalisis yaitu susu kambing berada dalam posisi dimana volume komoditi tersebut lebih tinggi dibanding dengan volume impor ekspornya
2. Harga Sosial Input Pada prinsipnya dalam menentukan harga sosial atau bayangan input dan peralatan yang termasuk komoditas tradable, tidak berbeda dengan menentukan harga sosial output. Harga sosial ditentukan berdasarkan harga border price. Sedangkan untuk input non tradable digunakan harga pasar domestik. a. Kambing perah Harga bayangan benih didekati dengan harga aktualnya, karena harga CIF kambing tidak tersedia. b. Obat-obatan Penentuan harga sosial obat-obatan didasarkan pada harga yang terjadi dipasar masing-masing tempat penelitian. c. Peralatan Harga sosial untuk peralatan digunakan harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati persaingan sempurna. d. Tenaga kerja Bila pasar tenaga kerja bersaing sempurna, maka upah yang berlaku mencerminkan nilai produk marjinal. Hal ini tidak berlaku untuk sektor pertanian karena tingkat upah di pedesaan cenderung lebih tinggi sehingga tidak mencerminkan nilai produk marjinalnya. Hal ini disebabkan karena adanya share proverty instituton seperti gotong royong dan sambatan (Suryana dalam Novianti, 2003). Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menghitung harga upah harus disesuaikan dengan tingkat produktivitasnya. Oleh karena itu, harga bayangan
upah didasarkan pada harga upah finansialnya setelah memperhitungkan produkktivitasnya. Dalam penelitian ini, harga sosial upah ditentukan dengan memakai perhitungan Rusastra et. al dalam Novianti (2003) yaitu sebesar 80 persen dari tingkat upah yang berlaku. e. Lahan Lahan merupakan faktor produksi utama dalam usahatani susu kambing dan merupakan input non tradable. Namun penentuan harga sosial lahan sulit ditentukan. Gittinger (1986) menentukan harga bayangan lahan dengan memakai nilai sewa yang diperhitungkan setiap musim. Dalam penelitian ini, penentuan harga sosial mengacu pada uraian di atas yaitu memakai nilai sewa yang diperhitungkan setiap musim. f. Modal kerja Harga sosial bunga modal merupakan tingkat bunga tertentu atau tingkat pengembalian riil atas proyek-proyek pemerintah. Tingkat pengembalian riil yang merupakan harga sosial modal dapat ditentukan setelah menyesuaikan tingkat bunga riil dengan kebijakan pajak atau subsidi yang dilakukan oleh pemerintah. Pada analisis ekonomi, pajak dan subsidi modal tidak diperhitungkan sehingga harga bayangan modal diperoleh dari tingkat bunga riil. Bunga untuk analisis finansial ditaksir dengan memperhitungkan tingkat bunga yang berlaku umum pada bank pemerintah. 3. Harga Sosial Nilai Tukar Penentuan harga bayangan nilai tukar uang menggunakan rumus seperti yang dikemukakan oleh Rosegrant et. al dalam Rusono (1999), yaitu:
OER SER = SCF Dimana: SER = Shadow Excange Rate (Nilai Tukar Bayangan) OER = Official Exchange Rate (Nilai Tukar Resmi) SCF = Standart Convertion Factor (Faktor Konversi Standar) Nilai SCF ditentukan berdasarkan formulasi sebagai berikut, (M + X) CSF = (M + Tm) + (X ‐ Tx) Dimana, SCF M X Tm Tx 4.4.2
= Faktor Konversi Standar/Baku = Nilai Impor = Nilai Ekspor = Pajak Impor = Pajak Ekspor
Analisis Indikator Matriks Kebijakan
4.4.2.1 Analisis Keuntungan Keuntungan dapat dianalisis berdasarkan harga finansial yang akan menghasilkan keuntungan finansial dan keuntungan ekonomi yang dihitung berdasarkan harga ekonomi. 1. Keuntungan Privat (PP) PP (D) = A – B – C Dimana : A B C
= Peneriamaan Privat = Biaya Input Tradable Privat = Biaya Input Non Tradable Privat
Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan (nilai penjualan komoditi yang diterima) dengan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani. keuntungan Privat (PP) menunjukan selisih antara penerimaan dengan biaya yang
sesungguhnya diterima dan dibayarkan petani. Keuntungan privat merupakan indikator daya saing dari sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Apabila keuntungan privat lebih besar dari nol (KP>0) maka sistem komoditas memperoleh keuntungan diatas normal yang berarti pada kondisi adanya intervensi kebijakan pemerintah (kondisi pasar
terdistorsi)
komoditi
tersebut
menguntungkan
untuk
diusahakan.
Sebaliknya, jika keuntungan privat kurang dari nol (PK<0) maka usahatani tersebut mengalami kerugian sehingga tidak layak untuk diteruskan, jika keuntungan privat sama dengan nol (KP=0) berarti dalam jangka pendek usaha tersebut dapat diteruskan. 2. Keuntungan Ekonomi/Sosial (SP) SP Dimana : E F G
=
= = =
E–F–G
Penerimaan Sosial Biaya Input Tradable Sosial Biaya Input Non Tradable Sosial
Keuntungan sosial menunjukan selisih antara seluruh penerimaan dengan biaya yang dihitung dengan harga sosial atau harga bayangan yang terjadi di tingkat usahatani. Keuntungan sosial merupakan indikator daya saing (keunggulan komparatif) pada kondisi tidak ada divergensi atau tidak ada intervensi pemerintah dan distorsi pasar. Jika keuntungan sosial lebih besar dari nol (KS>0), maka sistem usahatani telah berjalan efisien dan memiliki keunggulan komparatif sehingga layak untuk dikembangkan. Semakin tinggi nilai KS semakin tinggi daya saing (keunggulan komparatif) yang dimiliki. Sebaliknya, jika keuntungan sosial kurang dari nol (KS<0), maka sistem usahatani tidak mampu berjalan dengan baik tanpa bantuan intervensi pemerintah.
4.4.2.2 Analisis Daya Saing Melalui Keunggulan Kompetitif Dan Keunggulan Komparatif 1. Rasio Biaya Privat Rasio biaya privat (PCR) merupakan rasio antara biaya faktor domestik dengan nilai tambahan output dan biaya input domestik yang diperdagangkan pada harga privat (finasial). Nilai PCR menunjukan berapa banyak sistem produksi komoditas tersebut dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif. Rasio Biaya Privat dihitung dengan rumus sebagai berikut : C PCR =
Biaya Input Non Tradable Privat =
A–B
Penerimaan Privat – Biaya Input Tradable Privat
Seorang petani akan berusaha untuk meminimumkan rasio PCR dengan meminimumkan biaya faktor domestik atau memaksimalkan nilai tambah sehingga keuntungan yang didapat maksimum. Apabila nilai rasio biaya privat kurang dari satu (PCR<1), maka sistem komoditas tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat. Nilai PCR ini merupakan indikator dari daya saing (keunggulan kompetitif) dari suatu komoditas. Semakin kecil nilai PCR maka komoditas tersebut semakin memiliki daya saing (keunggulan kompetitif). 2. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik Rasio biaya sumberdaya domestik (DRC) menunjukan rasio biaya input yang tidak dapat diperdagangkan pada harga sosial atau bayangan yaitu harga yang tidak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Nilai DRC ini merupakan indikator kemampuan sistem komoditas membiayai faktor domestik pada harga
sosial. Nilai DRC ini merupakan indikator dari daya saing (keunggulan komparatif). Rasio Biaya Sumberdaya Domestik dihitung dengan rumus: G DRC =
Biaya Input Non Tradable Sosial =
E–F Penerimaan Sosial – Biaya Input Tradable Jika rasio biaya sumberdaya domestik kurang dari satu (DRC<1) berarti sistem komoditas efisien. Dengan kata lain, komoditas tersebut mempunyai daya saing (keunggulan komparatif) yang tinggi dan mampu hidup tanpa bantuan atau intervensi pemerintah, sehingga lebih efisien apabila diproduksi di dalam negeri dibanding dengan impor (untuk komoditas substitusi impor) atau memiliki peluang ekspor yang tinggi (untuk komoditas orientasi ekspor). Sebaliknya jika biaya sumberdaya domestik lebih besar dari satu (DRC>1), maka sistem produksi tidak efisien dalam menggunakan sumberdaya domestik artinya tidak memiliki daya saing (keunggulan komparatif) sehingga lebih baik mengimpor komoditas tersebut dibandingkan dengan memproduksi sendiri. 4.4.2.3 Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Dampak kebijakan pemerintah yang teridentifikasi dari analisis PAM meliputi dampak kebijakan pemerintah terhadap output, input dan dampak kebijakan terhadap input-output secara keseluruhan. Hasil matriks kebijakan yaitu baris ketiga akan menunjukan divergensi dimana apabila terdapat perbedaan nilai dari baris pertama dan baris kedua mengindikasikan adanya intervensi atau kebijakan pemerintah sehingga pasar terdistorsi.
1. Kebijakan Output Dampak kebijakan pemerintah terhadap output dapat dijelaskan oleh nilai transfer output (OT) dan koefisien proteksi output nominal (Nominal Protection Coefficient Output atau NPCO). a. Transfer Output Nilai OT merupakan selisih antar penerimaan privat dengan penerimaan sosial dari ativitas produksi. Jika OT lebih besar dari nol atau bernilai positif (OT >0) hal ini menunjukan terdapat kebijakan pemerintah berupa subsidi output yang menyebabkan harga privat output yang diterima oleh produsen lebih tinggi dari harga sosialnya. Nilai OT positif tersebut memperlihatkan besarnya transfer dari masyarakat ke produsen karena masyarakat harus membeli output dengan harga yang lebih tinggi dari seharusnya sehingga masyarakat dirugikan. Sebaliknya, Jika OT bernilai negatif berarti terdapat kebijakan subsidi negatif pada output yang membuat harga privat lebih rendah dari harga sosialnya. Untuk output ekspor, angka negatif menunjukan bahwa kebijakan menyebabkan harga output yang diterima produsen di dalam negeri lebih kecil dari harga di pasar dunia, dalam hal ini produsen yang dirugikan. Nilai transfer output dihitung dengan rumus: OT (I)
=
A–E
= Penerimaan Privat – Penerimaan Sosial
b. Koefisien Proteksi Output Nominal Koefisien proteksi output nominal (NPCO) adalah rasio antara penerimaan berdasarkan harga finansial dan penerimaan berdasarkan harga sosial/bayangan. NPCO menunjukan besarnya dampak kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pebedaan nilai output antara harga privat dan harga sosial. Apabila nilai NPCO
lebih kecil dari satu (NPCO<1) berarti terjadi pengurangan penerimaan petani akibat adanya kebijakan output seperti pajak. Sebaliknya, apabila nilai NPCO lebih besar dari satu (NPCO>1), maka yang terjadi adalah produsen menerima subsidi atas output dari pemerintah, karena pemerintah menaikan harga output dipasar domestik di atas harga dunia (harga efisiennya). Koefisien proteksi output nominal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : A NPCO =
Penerimaan Privat =
E
Penerimaan Sosial
2. Kebijakan Input Dampak kebijakan pemerintah terhadap input tradable dijelaskan dengan nilai transfer input (IT), koefisien proteksi input nominal (NPCI) dan tingkat proteksi input nominal, sedangkan dampak kebijakan input domestik dijelaskan oleh transfer faktor. a. Transfer Input Transfer Input (IT) menunjukan selisih antara biaya berdasarkan harga finansial dan biaya input pada harga sosial atau harga bayangan. Nilai IT menunjukan adanya kebijakan pemerintah pada input tradable, seperti benih, obat-obatan dan yang lainnya. Jika nilai transfer input positif (IT>0) hal ini menunjukan harga sosial input asing yang lebih rendah. Akibatnya produsen harus membayar input lebih mahal. Sebaliknya jika transfer input kurang dari nol (IT<0) hal ini menunjukan adanya subsidi pemerintah terhadap input asing, sehingga petani tidak membayar penuh korbanan sosial yang seharusnya dibayarkan.
Subsidi yang diberikan pemerintah menyebabkan keuntungan yang diterima secara privat lebih besar dibanding tanpa adanya kebijakan. Nilai transfer input dihitung berdasarkan rumus : IT = B – F = Biaya Input Tradable Privat – Biaya Input Tradable Sosial b. Koefisien Proteksi Input Nominal Koefisien proteksi input nominal (NPCI) adalah rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga sosial atau harga bayangan dan harga finansial/privat. Perbedaan antara kedua biaya tersebut menunjukan adanya kebijakan yang mengakibatkan harga finansial input tradable berbeda dengan harga sosial input tradable. Apabila nilai Koefisien proteksi input nominal lebih besar dari satu (NPCI>1) berarti pemerintah menaikan harga input asing tradable dipasar domestik diatas harga dunia (harga efisiennya). Akibatnya, biaya produksi menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya. Sebaliknya, jika Koefisien proteksi input nominal kurang dari satu (NPCI<1) maka petani menerima subsidi atas input asing tradable sehingga petani dapat membeli input asing tradable dengan harga yang lebih rendah. Koefisien proteksi input nominal dihitung berdasarkan rumus : B NPCI =
Biaya Input Tradable Privat =
F
Biaya Input Tradable sosial
c. Transfer Faktor Transfer faktor (FT) adalah perbedaan harga sosial dengan harga finansial yang diterima oleh produsen untuk pembayaran faktor produksi yang tidak diperdagangkan (input domestik). Nilai TF menunjukan adanya kebijakan
pemerintah terhadap input domestik. Kebijakan atau intervensi pemerintah untuk input domestik biasanya dilakukan dalam bentuk subsidi (Positif atau negatif). Jika nilai transfer faktor positif (TF>0) berarti ada kebijakan pemerintah yang melindungi produsen input domestik dengan pemberian subsidi. Transfer faktor dihitung berdasarkan rumus : FT = C – G = Biaya Input Non Tradable Privat – Biaya Input Non Tradable Sosial 3.
Kebijakan Input-Output Pengaruh kebijakan input-output dapat dijelaskan melalui analisis
Koefisien Proteksi Efektif (Effective Protection Coefficient atau EPC), Transfer bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) a. Koefisien Proteksi Efektif Koefisien proteksi efektif (EPC) merupakan indikator dari dampak keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi komoditas dalam negeri. Nilai EPC menggambarkan sejauhmana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik. EPC dihitung berdasarkan rumus : A-B EPC =
Penerimaan Privat – Biaya Input Tradable Privat =
E-F
Penerimaan Sosial – Biaya Input Tradable Sosial
Nilai koefisien proteksi efektif yang lebih besar dari satu (EPC>1) menunjukan bahwa dampak kebijakan pemerintah memberikan dukungan terhadap aktivitas produksi dalam negeri, misalnya dengan cara menaikan harga output atau input asing (tradable) di atas harga dunia (harga efisiennya). Artinya terdapat kebijakan pemerintah yang bertujuan melindungi produksi dalam negeri
telah berjalan efektif. Sebaliknya, jika nilai koefisien proteksi efektif kurang dari satu (EPC<1) menunjukan bahwa kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif. b. Transfer Bersih Transfer bersih (NT) adalah selisih antara keuntungan bersih yang benarbenar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilai NT mencerminkan dampak kebijakan pemerintah secara keseluruhan terhadap penerimaan petani apakah merugikan petani atau sebaliknya. Nilai transfer bersih dihitung berdasarkan rumus : NT = D – H = Keuntungan Privat – Keuntungan sosial Jika nilai transfer bersih lebih besar dari satu (NT>1) hal ini menunjukan terdapat tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output. c. Koefisien Keuntungan Koefisien Keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosial. Koefisien keuntungan merupakan indikator yang menunjukan dampak insentif dari semua kebijakan output, kebijakan input asing (tradable) dan input domestik. Koefisien keuntungan dihitung berdasarkan rumus : D PC =
Keuntungan Privat =
H
Keuntungan sosial
Jika koefisien keuntungan lebih besar dari satu (PC>1) hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen. Sebaliknya, jika koefisien keuntungan kurang dari satu (PC<1)
berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan. d. Rasio Subsidi Bagi Produsen Rasio subsidi bagi produsen (SRP) menunjukan proporsi penerimaan produsen pada harga sosial yang dapat menutupi subsidi dan pajak sehingga melalui nilai SRP memungkinkan membuat perbandingan tentang besarnya subsidi perekonomian bagi suatu sistem komoditas. Apabila nilai rasio subsidi bagi produsen kurang dari satu (SRP<1) hal ini menunjukan bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya sosialnya. Nilai rasio subsidi bagi produsen dihitung berdasarkan rumus : L SRP = A–B 4.4.3
Transfer Bersih = Penerimaan Sosial
Simulasi Kebijakan Simulasi merupakan suatu proses yang menerangkan jalur masa (time
path) yang ditempuh oleh peubah-peubah (ekonomi) menurut perubahan waktu dengan suatu teknik tertentu. Penentuan waktu simulasi didasarkan pada tujuan simulasi. Tujuan simulasi terdiri atas tiga yaitu : (1) pengujian dan evaluasi model, (2) analisis kebijakan historis, dan (3) peramalan. Simulasi kebijakan dilakukan pada periode sampel tertentu dengan maksud untuk membantu dalam menjelaskan perilaku pasar komoditas bila suatu kebijakan baru diterapkan. Simulasi kebijakan digunakan karena mampu memberikan berbagai tipe informasi yang cukup bagi pihak-pihak tertentu dalam pengambilan keputusan (Salman, 1993).
Simulasi kebijakan dilakukan berdasarkan perubahan harga-harga input, harga output maupun faktor lainnya yang berpengaruh seperti produksi. Hal ini bertujuan untuk menganalisis dampak simulasi kebijakan pemerintah terhadap daya saing susu kambing yang dianalisis melalui analisis keuntungan dan analisis keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Dalam penelitian ini simulasi kebijakan dilakukan dengan mengubah suatu variabel atau mengkombinasikan beberapa variabel yang dianggap berpengaruh diantaranya: (1) perubahan harga pakan, (2) perubahan harga obat-obatan, (3) tingkat upah tenaga kerja sebagai komponen penting dalam usahatani yang bersifat padat karya, (4) harga output sebagai faktor yang menentukan penerimaan dan (5) tingkat produksi komoditas yang dianalisis. Simulasi kebijakan yang dilakukan adalah penurunan harga output sebesar 20 persen, peningkatan biaya produksi sebesar 30 persen dan penurunan produksi sebesar 13 persen. Masing-masing perubahan ini didasarkan pada data time series dan pendekatan terhadap produktivitas susu sapi. Tetapi untuk menentukan perubahan harga pakan dan obat-obatan diperoleh melalui wawancara dengan toko yang menjual sarana produksi pertanian ditempat penelitian, hal ini dilakukan mengingat sulitnya mencari data sekunder harga pakan dan obatobatan. Pada penelitian ini dilakukan enam simulasi kebijakan, yaitu kenaikan biaya produksi, penurunan produksi, penurunan harga output yang dilakukan secara parsial. Kemudian dilakukan simulasi secara simultan yaitu peningkatan biaya produksi dan penurunan harga output, peningkatan biaya dan penurunan produksi serta yang terakhir adalah peningkatan biaya yang disertai dengan
penurunan harga output dan produksi. Selain simulasi tersebut, penelitian ini juga menghitung sejauh mana usaha susu kambing berdaya saing dengan melihat nilai PCR dan DRC, jika nilai PCR dan DRC = 1, maka usaha susu kambing tersebut tidak berdaya saing.
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden yang dianggap penting dalam penelitian ini meliputi tingkat pendidikan, status kepemilikan dan status usaha. Jumlah responden dalam penelitian ini terdiri dari lima responden (empat responden dengan skala usaha rata-rata 80 ekor kambing dan satu responden dengan skala usaha 400 ekor kambing). Semua responden memiliki latar belakang pendidikan sarjana. Status kepemilikan usaha adalah milik pribadi dan merupakan usaha sampingan. 5.2 Gambaran Ternak Kambing Perah di Kabupaten Bogor 5.2.1 Perkandangan Sistem pemeliharaan ternak kambing di Kabupaten Bogor dilakukan secara intensif yaitu kambing Peranakan Etawa (PE) dipelihara dengan cara dikandangkan tanpa penggembalaan. Penggembalaan hanya diterapkan pada anak kambing yang dilakukan pada pagi hari setiap jam 07.00-09.00 karena jika kambing laktasi digembalakan maka produksi susunya akan turun yang dikarenakan banyak energi yang terbuang. Kandang merupakan salah satu bagian terpenting dalam peternakan kambing PE. Hal ini menyangkut pada pengawasan dan kesehatan ternak. Tipe kandang kambing PE yang digunakan peternak kambing adalah kandang panggung. Hal ini sesuai dengan pendapat Williamson dan Payne (1993) bahwa kandang kambing yang baik berbentuk panggung.
Kandang kambing PE pada peternakan kambing di Kabupaten Bogor memiliki ventilasi yang cukup sehingga sinar matahari cukup didapat oleh ternak. Keberhasilan kandang selalu terjaga karena dibersihkan setiap hari. Konstruksi kandang terbuat dari asbes untuk atap, kayu dan bambu untuk dinding, kayu untuk lantai, bambu untuk pintu. Struktur atas lantai terbuat dari kayu sedangkan struktur bawah dengan pondasi batu kali dengan lantai dasar semen. Hal ini sesuai dengan pendapat Devendra dan Burns (1994), bahwa apapun tipe kandangnya, kandang harus mendapat cukup sinar matahari, ventilasi baik dan mudah dibersihkan. Bahan kandang dapat terbuat dari rumbia dan bambu yang murah. Namun, agar lebih kokoh dapat menggunakan bahan-bahan seperti semen dan atap logam. Lokasi kandang terletak cukup jauh dari jalan raya sehingga baik untuk ketenangan ternak kambing PE. 5.2.2 Pemberian Pakan Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan kambing PE adalah pemberian pakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah mengetahui berapa jumlah pakan dan jenis pakan apa yang tepat diberikan untuk kambing PE. Jenis pakan yang diberikan untuk kambing PE pada peternakan Kabupaten Bogor adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan adalah rumput dan dedaunan. Jenis rumput yang diberikan adalah rumput gajah sedangkan jenis dedaunan yang biasa diberikan adalah daun nangka, kaliandra dan daun singkong. Pakan konsentrat berupa konsentrat dan ampas tahu. Pakan ternak kambing PE
berupa hiajauan diperoleh dari ladang dan halaman sekitar sedangkan untuk konsentrat dan ampas tahu dibeli dari koperasi. Pemberian hijauan dalam sehari sebanyak 3 kali pada pukul 07.00, 12.00 dan 16.00 sedangkan untuk ampas tahu dan konsentrat sebanyak 2 kali pada pukul 09.00 dan 14.00. Atabany (2002) mengungkapkan bahwa satu ekor kambing dengan berat badan 40 kg dan berproduksi 2 liter per hari diberikan 5 kg hijauan dan 0,5 kg konsentrat per hari. Mineral
diberikan
setiap
hari
dengan
jumlah
pemberian
2,3
gram/ekor/hari. Mineral diberikan merata untuk semua ternak. Kambing PE dipeternakan Kabupaten Bogor tidak diberi minum agar produksi susunya kental. Kebutuhan air minum diperoleh kambing dari ampas tahu karena kadar airnya tinggi. Vitamin untuk kambing tidak diberikan secara rutin, disesuaikan dengan kondisi ternak. 5.2.3 Perkawinan Perkawinan adalah upaya untuk melanjutkan keturunan dan meningkatkan populasi kambing PE sehingga dapat meningkatkan produksi susu. Pengaturan perkawinan
merupakan
faktor
yang
sangat
penting
dalam
tatalaksana
pemeliharaan kambing perah PE. Metode perkawinan yang diterapkan adalah metode alamiah dengan menggunakan kambing PE jantan yang dikawinkan dengan kambing PE betina yang sedang birahi. Kambing PE jantan mulai dikawinkan umur 18 bulan sedangkan kambing PE betina pada umur 10 bulan, dengan harapan dapat beranak pada umur 15 bulan dengan masa kebuntingan 5 bulan. Siklus birahi kambing PE betina adalah 21 hari dengan lama birahi 16-20 jam. Kambing PE betina akan
dikawinkan lagi pada 3-4 bulan setelah beranak tergantung dari produksi susu. Tiga bulan pertama setelah kebuntingan susu masih dapat diperah. Memasuki umur kebuntingan tiga bulan pemerahan dihentikan. Dengan metode seperti ini, maka jarak beranak pertama ke beranak berikutnya adalah 8 bulan. Rata-rata jumlah anak yang lahir per induk pada kambing PE adalah 2 ekor 5.2.4 Kesehatan Kambing PE Tingkat kematian anak kambing di peternakan Kabupaten Bogor mencapai 40 persen dari jumlah kelahiran. Oleh karena itu, kesehatan ternak harus dijaga dan diperhatikan oleh peternak. Jika tidak, dapat menyebabkan kerugian yang amat besar. Cara untuk menjaga kesehatan ternak kambing PE adalah dengan pembersihan kandang yang dilakukan setiap hari dan vaksinasi yang diberikan oleh pihak dinas. Penyakit yang biasa menyerang kambing PE antara lain scabies, flu, kembung, kejang perut, mata bengkak dan mastitis. Jenis penyakit dan yang menyerang kambing PE di peternakan tempat penelitian beserta ciri dan obat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Klasifikasi Jenis Penyakit, Ciri dan Obat yang digunakan Jenis Penyakit Ciri-Ciri Obat Scabies Kulit kasar Antibiotik, Avimez Flu Seperti flu biasa Antibiotik (vetoxy, injektamin dan injektafit) Kembung Perut kembung di sebelah Antangin kiri Mata bengkak Mata merah dan bengkak Air garam dan air kelapa Mastitis Ambing bengkak Obat mastitis Kejang Perut kembung di bagian Tidak bisa diobati kiri dan kanan
Kesehatan ternak kambing selalu diperiksa setiap harinya oleh kepala kandang. Kambing PE yang sakit akan segera diobati kepala kandang. Jika kepala kandang tidak sanggup menangani, maka tenaga medis akan dipanggil untuk menanganinya. 5.2.5 Pemerahan dan Penanganan Susu Hasil produksi susu rata-rata peternakan di Kabupaten Bogor adalah 0,8 liter/ekor/hari. Aktivitas pemerahan dilakukan dua kali sehari pada pukul 05.30 dan pukul 17.30. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan Blade (1998) bahwa kambing perlu diperah paling sedikit dua kali sehari untuk menghilangkan kembalinya tekanan di dalam ambing. Pemerahan dilakukan secara manual. Sebelum diperah, ambing kambing dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air hangat. Pemerahan harus dilakukan sampai air susu di dalam ambing habis. Setelah diperah, ambing dicelupkan dengan desinfektan untuk menghindari terjadinya mastitis pada kambing PE. Setelah pemerahan, susu langsung dikemas di plastic dalam kondisi segar tanpa pengolahan lalu dimasukkan ke dalam freezer. 5.2.6 Pemasaran Susu Daerah pemasaran susu kambing dari Kabupaten Bogor adalah Bogor, Jakarta, Bekasi dan Tangerang. Tujuan utama pemasaran susu kambing adalah Jakarta, berdasarkan hasil wawancara permintaan tertinggi al dari daerah Jakarta. Jumlah produksi susu dari skala usaha ternak kambing perah 400 ekor adalah 360 liter per hari, sedangkan jumlah produksi susu dari skala usaha ternak 70 – 80 ekor adalah 65 liter per hari.
VI. DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP SUSU KAMBING 6.1 Analisis Keuntungan Usahatani Susu Kambing Hasil analisis keuntungan privat dan keuntungan sosial susu kambing yang dianalisis adalah skala kambing rata-rata dari empat peternak di Kabupaten Bogor dengan jumlah rata-rata kambing 80 ekor dan satu peternak kambing di Kecamatan Cijeruk dengan jumlah kambing 400 ekor. Dimana masa laktasi yang digunakan dari semua peternak adalah 3 kali masa laktasi atau per dua tahun. Tabel 11. Nilai Keuntungan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor dan Skala 400 ekor Per 2 tahun (Juta Rupiah) Per liter (Rp) Keuntungan
Skala ratarata (80 ekor)
Skala 400
Skala rata-
Skala 400
ekor
rata (80 ekor)
ekor
Finansial/Privat
228,16
1.061,80
14.477,94
12.289,35
Ekonomi/Sosial
387,71
2.366,89
24.603,02
27.394,66
Sumber : Data Primer (diolah)
Secara umum usahatani susu kambing pada dua skala menguntungkan secara finansial maupun ekonomi. Tingkat keuntungan finansial usahatani susu kambing di Kecamatan Cijeruk (skala 400 ekor) lebih besar dibandingkan keuntungan usahatani susu kambing di lima peternak (skala rata-rata 80 ekor). Sedangkan setelah dikonversi per liter, skala 80 ekor memiliki keuntungan finansial yang lebih tinggi dibandingkan skala 400 ekor. 6.1.1 Keuntungan Finansial/Privat Usahatani Susu Kambing Keuntungan finansial usahatani susu kambing pada skala 80 ekor sebesar 228,16 juta rupiah per dua tahun sementara pada skala 400 ekor adalah 1.061,80
juta rupiah per dua tahun. Tingkat keuntungan usahatani susu kambing sangat dipengaruhi oleh tingkat produktivitas, harga output dan biaya usahatani. Berdasarkan analisis usahatani (Lampiran 6) terlihat bahwa produktivitas susu pada skala 400 (86.400 liter per dua tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan skala rata-rata 80 ekor yang hanya menghasilkan 15.759 liter per dua tahun. Dengan demikian, tingkat produktivitas susu kambing yang tinggi selalu diikuti dengan meningkatnya keuntungan usahatani yang tinggi juga. Hal ini disebabkan oleh harga jual susu kambing yang tidak berbeda jauh dari kedua petani tersebut. Biaya usahatani susu kambing pada skala 400 ekor (1.133,35 juta rupiah per dua tahun) lebih tinggi dibandingkan usahatani susu kambing pada skala 80 ekor (252,34 juta rupiah). Rata-rata biaya usahatani susu kambing pada skala 400 ekor adalah 52,46 persen dari total penerimaan, sementara pada skala 80 ekor adalah 53,37 persen dari total penerimaan. Dari struktur biaya usahatani tersebut, biaya sarana produksi susu kambing pada skala 400 ekor mencapai 1.068,73 juta rupiah lebih tinggi dibanding pada skala 80 ekor yang hanya sebesar 212,65 juta rupiah. Tingginya biaya sarana produksi pada skala 400 ekor terutama disebabkan oleh pembelian kambing yang jumlahnya sangat banyak jika dibandingkan dengan skala rata-rata. Biaya yang digunakan untuk membeli kambing 725 juta rupiah atau sebesar 68 persen dari total biaya sarana produksi. Namun dengan jumlah kambing yang banyak akan berbanding lurus dengan jumlah output yang dihasilkan. Selain dipengaruhi oleh tingkat produktivitas dan biaya usahatani seperti disebutkan di atas, keuntungan juga dipengaruhi oleh harga output. Harga jual susu kambing yang diterima peternak pada skala 400 ekor adalah 25.000 rupiah
per liter lebih murah dibandingkan harga susu kambing yang diterima peternak pada skala rata-rata 80 ekor sebesar 30.000 rupiah per liter. Dengan harga 25.000 yang tidak berbeda jauh dengan harga susu kambing di pasaran membuat peternak dengan skala 400 sudah mencapai keuntungan yang tinggi, karena jumlah susu yang dihasilkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kambing skala 80. Selain itu, skala 400 juga lebih dapat memenuhi keinginan konsumen secara berkesinambungan. 6.1.2 Keuntungan Ekonomi/Sosial Usahatani Susu Kambing Perhitungan keuntungan ekonomi pada penelitian ini didasarkan pada kondisi tidak ada kebijakan pemerintah dalam usahatani susu kambing atau tanpa adanya distorsi pasar, sehingga harga input-output yang berlaku mencerminkan harga sosial yang sebenarnya. Secara umum, keuntungan ekonomi susu kambing lebih besar dari nol, berarti usahatani susu kambing memperoleh keuntungan atas biaya normal yang dihitung berdasarkan harga sosial. Tingkat keuntungan ekonomi usahatani susu kambing skala rata-rata 80 ekor adalah 387,72 juta rupiah per dua tahun atau sebesar 82,01 persen dari total penerimaan. Sementara pada skala 400 di Kecamatan Cijeruk sebesar 2.366,89 juta rupiah per dua tahun atau 109,6 persen dari total penerimaan. Keuntungan ekonomi usahatani susu kambing yang jauh lebih besar dari keuntungan finansialnya disebabkan harga sosial susu kambing Rp 40.000/liter lebih besar dari harga aktual pada skala rata-rata 80 ekor (Rp 30.000/liter) dan skala 400 ekor (Rp 25.000/liter).
Dari hasil analisis diketahui bahwa keuntungan ekonomi susu kambing dikedua skala menghasilkan keuntungan ekonomi lebih besar dari keuntungan privat. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani susu kambing memberikan keuntungan lebih besar bagi masyarakat secara keseluruhan dibandingkan secara individu. Dengan kata lain, adanya kebijakan atau intervensi pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima peternak menjadi lebih kecil dari keuntungan yang seharusnya diterima apabila tanpa adanya kebijakan atau intervensi pemerintah. 6.2 Analisis Daya Saing Susu Kambing Matriks Analisis Kebijakan (PAM) merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi dan besarnya insentif atau dampak intervensi pemerintah pada pengusahaan berbagai aktivitas usahatani, pengolahan maupun pemasaran hasil pertanian secara keseluruhan dan sistematis. Hasil analisis PAM pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis PAM yang digunakan untuk mengukur tingkat daya saing adalah nilai PCR dan DRC yang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai Indikator Daya Saing Susu Kambing pada Skala rata-rata (80 ekor) dan skala 400 ekor per 2 tahun. Indikator Skala rata-rata (80 ekor) Skala 400 ekor PCR 0,51 0,50 DRC 0,37 0,30 Sumber : Data Primer (Diolah)
Untuk mengukur tingkat daya saing suatu komoditas dalam kaitannya dengan efisiensi penggunaan sumber daya, maka digunakan dua pendekatan yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Indikator yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif adalah Rasio Biaya Sumberdaya
Domestik (DRC), sedangkan untuk mengukur keunggulan kompetitif digunakan indikator Rasio Biaya Privat (PCR). 6.2.1 Keunggulan Komparatif Berdasarkan nilai DRC pada Tabel 12. terlihat bahwa susu kambing dikedua skala menghasilkan nilai DRC yang kurang dari satu, kondisi tersebut sejalan dengan hasil keuntungan sosial pada Tabel 11. yang bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan susu kambing pada skala 80 ekor dan skala 400 ekor memiliki tingkat efisiensi ekonomi yang relatif tinggi dalam menggunakan sumber daya ekonomi yang langka. Sumber daya ekonomi yang langka yang dimaksud adalah lahan yang cocok untuk pengembangan usaha susu kambing dan ketersediaan tenaga kerja. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tanpa adanya kebijakan atau intervensi, secara ekonomi usahatani susu kambing dikedua skala memiliki keunggulan komparatif dan berpotensi untuk dikembangkan, sehingga akan lebiih menguntungkan apabila diproduksi sendiri di dalam negeri dibandingkan dengan mengimpor karena untuk menghasilkan atau memproduksi satu satuan nilai tambah memerlukan pengorbanan sumber daya ekonomi yang lebih kecil dari satu satuan. Dengan membandingkan nilai indikator tersebut, dengan skala 400 ekor lebih efisien dalam menggunakan sumberdaya ekonomi untuk menghasilkan komoditas tersebut dibandingkan dengan skala rata-rata 80 ekor. Hal tersebut dapat dicermati dari nilai DRC pada skala 400 ekor adalah 0,30 lebih kecil dibandingkan pada skala rata-rata 80 ekor sebesar 0,37. Semakin kecil nilai DRC maka komoditas tersebut semakin memiliki keunggulan komparatif atau semakin
memiliki daya saing yang tinggi dalam kondisi tanpa adanya kebijakan atau intervensi pemerintah atau dalam kondisi pasar persaingan sempurna. 6.2.2 Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif suatu komoditi dapat dilihat dari bagaimana alokasi sumber daya diarahkan untuk mencapai efisiensi privat dalam usahatani susu kambing. Efisiensi privat dapat diukur dengan menggunakan Rasio Biaya Privat (PCR). PCR merupakan rasio antara biaya faktor domestik dengan nilai tambah output dan biaya input yang diperdagangkan pada harga aktual atau pada kondisi dibawah kebijakan pemerintah. Nilai PCR menunjukkan kemampuan suatu sistem usahatani dalam membiayai faktor domestik pada harga aktual. Semakin kecil nilai PCR, maka semakin tinggi tingkat keunggulan kompetitif dari pengusahaan susu kambing tersebut. Berdasarkan nilai PCR pada Tabel 12. terlihat bahwa kedua skala yang dianalisis memiliki keunggulan kompetitif atau mempunyai daya saing dibawah kebijakan pemerintah yang ada. Hal ini dapat dilihat dari nilai PCR yang kurang dari satu. Hasil ini sejalan dengan keuntungan privat yang dihasilkan dikedua skala yang bernilai positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk memproduksi atau menghemat satu unit nilai tambah memerlukan faktor domestik lebih kecil dari satu unit, dengan kata lain komoditas tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat. Apabila dibandingkan, keunggulan kompetitif susu kambing pada skala rata-rata 80 ekor relatif lebih kecil dibandingkan pada skala 400 ekor. Nilai PCR susu kambing pada skala rata-rata 80 ekor 0,51 lebih besar dibandingkan pada
skala 400 ekor yang hanya 0,50 hal ini sejalan dengan hasil keuntungan privat yang dihasilkan sebelumnya, dimana usahatani susu kambing pada skala 400 ekor menghasilkam keuntungan lebih besar dibandingkan dengan skala rata-rata 80 ekor. 6.3 Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Suatu kebijakan pemerintah dalam suatu aktivitas ekonomi dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif terhadap pelaku ekonomi yang terlibat didalamnya. Kebijakan pemerintah pada sektor peternakan dapat menentukan keberhasilan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan devisa atau menghemat devisa. Kebijakan pemerintah dalam sektor peternakan dapat diterapkan baik dalam produksi maupun pemasaran susu kambing yang pada akhirnya akan berdampak baik pada produsen maupun konsumen. Dampak dari kebijakan tersebut bisa saja berpengaruh positif maupun negatif terhadap masing-masing pelaku ekonomi. Tujuan dari kebijakan pemerintah dalam perdagangan adalah untuk melindungi produsen maupun konsumen dalam negeri. Kebijakan yang dibuat dapat membuat harga yang terjadi di dalam negeri berbeda dengan harga di pasar internasional, besarnya harga yang ditentukan nantinya tergantung dari siapa yang dilindungi apakah konsumen atau produsen dalam negeri. Untuk itu pemerintah telah memiliki instrumen-instrumen kebijakan yang dapat diimplementasikan untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan tersebut dapat berdampak terhadap input maupun output.
6.3.1 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Output Indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap output dapat dilihat dengan menggunakan nilai TO (Transfer Output) dan NPCO (Nominal Protection Coefficient on Output). Nilai TO dan NPCO untuk susu kambing dapat di lihat pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai Transfer Output (TO) dan Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) Susu Kambing Skala 80 ekor dan 400 ekor di Kabupaten Bogor No. Skala TO (Rp) NPCO 1. 80 ekor -157.590.000 0,75 2. 400 ekor -1.296.000.000 0,63 Sumber : Data Primer (Diolah)
Berdasarkan Tabel 13. diketahui bahwa nilai Transfer Output dari usahatani susu kambing dikedua skala bernilai negatif. Artinya harga output di pasar domestik pada pengusahaan komoditas susu kambing tersebut lebih rendah dibanding harga pasar internasional. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kebijakan atau intervensi pada output terhadap susu kambing tersebut lebih menguntungkan konsumen dengan kata lain telah terjadi pengalihan surplus dari produsen ke konsumen, sehingga distorsi pasar yang terjadi mengakibatkan harga aktual susu kambing lebih rendah dari harga sosialnya. Kenyataan tersebut membuat produsen dirugikan karena tidak memperoleh tingkat harga yang seharusnya dapat mereka terima dalam kondisi tanpa adanya intervensi atau kebijakan pemerintah. Sebaliknya konsumen menerima surplus dari produsen. Kerugian terbesar dialami oleh peternak kambing dengan skala 400 ekor. Terjadi peralihan surplus dari produsen kepada konsumen hingga Rp. 1.296.000.000. Hal tersebut terjadi karena selisih antara harga privat output dan harga sosial output yang cukup tinggi. Selisih antara harga privat dan harga sosial
susu kambing mencapai Rp. 15.000. Sedangkan untu skala 80 ekor selisih antara harga privat output dan harga sosial output hanya sebesar Rp. 10.000, sehingga pengurangan penerimaan produsen susu kambing tidak terlalu besar. Berdasarkan Tabel 13, nilai NPCO untuk susu kambing skala 400 ekor adalah 0.63, ini berarti produsen susu kambing skala 400 ekor menerima harga 63 persen dari harga yang seharusnya diterima. Sedangkan nilai NPCO untuk susu kambing skala 80 ekor adalah 0.75, yang berarti produsen susu kambing skala 80 ekor menerima 75 persen harga yang seharusnya diterima. Berdasarkan nilai NPCO tersebut, ternyata produsen susu kambing skala 80 ekor relatif lebih diuntungkan bila dibandingkan dengan produsen susu kambing skala 400 ekor. Kedua skala pengusahaan memiliki nilai NPCO yang bernilai kurang dari satu. Artinya perlindungan dari pemerintah untuk produsen susu kambing belum berjalan secara efektif, sehingga terjadi pengurangan penerimaan produsen. 6.3.2 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap input Kebijakan pemerintah tidak saja berlaku untuk harga output namun berlaku pula untuk harga input. Bentuk kebijakan pemerintah terhadap input seperti subsidi atau hambatan perdagangan diterapkan dengan harapan agar produsen dapat memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan dapat melindungi produsen dalam negeri (Indriyati, 2007). Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat intervensi pemerintah terhadap input produksi adalah nilai Transfer Input (TI), Transfer Faktor (TF) dan Koefisien Proteksi Nominal pada Input (NPCI). Nilai indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi dampak kebijakan input terhadap ushatani susu kambing dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai Indikator Dampak Kebijakan Input Terhadap Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor dan 400 ekor Di Kabupaten Bogor per 3 masa Laktasi No. Skala usaha TI (Rp) NPCI TF (Rp) 1. Skala 80 ekor 85.904,88 1,007 1.885.184,69 2. Skala 400 ekor 716.725 1,014 8.381.890,00 Sumber : Data Primer (Diolah)
Nilai Transfer Input (TI) menggambarkan kebijakan (subsidi atau pajak) yang terjadi pada input produksi tradable. Nilai TI untuk skala 80 ekor adalah Rp. 85.904,88 per dua tahun, sedangkan nilai TI untuk skala 400 ekor adalah Rp. 716.725,00 per dua tahun. Nilai TI yang bernilai positif untuk kedua skala menunjukan bahwa terdapat kebijakan pajak terhadap input produksi tradable (obat-obatan) dalam pengusahaan susu kambing. Hal tersebut merugikan bagi produsen, karena terdapat kebijakan pemerintah berupa pajak atas input tradable (obat-obatan) yang menyebabkan harga yang dibayarkan oleh petani terhadap input tersebut lebih tinggi dari pada harga yang sebenarnya. Bila dicermati nilai TI kedua skala pengusahaan susu kambing tersebut, ternyata skala pengusahaan susu kambing dengan jumlah kambing 400 ekor relatif lebih besar membayar pajak dibandingkan dengan skala pengusahaan susu kambing dengan jumlah kambing 80 ekor. Pengusahaan susu kambing dengan skala 400 ekor membayar pajak input tradable sebesar Rp. 716.725,00 per dua tahun, sedangkan pengusahaan susu kambing dengan skala 80 ekor membayar pajak input tradable sebesar Rp. 85.904,88 per dua tahun. Hal tersebut disebabkan karena jumlah kambing yang dipelihara lebih banyak, sehingga membutuhkan sumber daya obat-obatan (input tradable) yang lebih besar dari skala pengusahaan susu kambing dengan jumlah kambing yang dipelihara 80 ekor.
Koefisien proteksi input nominal (NPCI) merupakan rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga sosial dengan harga bayangan. Nilai NPCI menunjukkan seberapa besar insentif yang diberikan pemerintah terhadap input produksi tradable. Berdasarkan Tabel 14, nilai NPCI untuk skala 80 ekor adalah 1,007 dan skala 400 ekor adalah 1,014. Nilai NPCI pada kedua output yang dianalisis memiliki nilai lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah menaikkan harga input asing tradable diatas harga dunia atau kebijakan pemerintah menyebabkan harga finansial input lebih tinggi dibandingkan harga bayangannya / biaya produksi menjadi mahal. Produsen susu kambing di Kabupaten Bogor menerima harga input tradable yang lebih mahal sebesar 0,007 persen dari harga yang seharusnya. Nilai NPCI yang hamper sama untuk kedua output tersebut terjadi karena input obatobatan (input tradable) yang digunakan pada pengusahaan kedua skala pengusahaan tersebut sama. Selain
menggunakan
input
tradable,
produsen
susu
kambing
menggunakan input non tradable (domestik) seperti tenaga kerja, pakan, peralatan, lahan, dan input domestik lainnya. Nilai Transfer Faktor (TF) mampu menggambarkan intervensi pemerintah terhadap input non tradable. Berdasarkan Tabel 14. nilai Transfer Faktor untuk skala usaha 80 ekor dan 400 ekor per dua tahun secara berturut-turut adalah Rp. 1.885.184,69 dan Rp. 8.381.890,00. Nilai Transfer Faktor yang bernilai positif tersebut menggambarkan bahwa harga input non tradable yang dikeluarkan pada harga finansial lebih tinggi dibandingkan dengan input non tradable pada harga sosial.
Pada pengusahaan susu kambing dengan skala 80 ekor, produsen harus membayar input non tradable lebih tinggi dari yang seharusnya dibayarkan, mereka mengalami kerugian sebesar Rp. 1.885.184,69 per dua tahun. Hal itu pun berlaku pula pada pengusahaan susu kambing dengan skala 400 ekor, produsen mengalami kerugian sebesar Rp. 8.381.890,00 per dua tahun. Jika diperhatikan, nilai TF susu kambing dengan skala pengusahaan 400 ekor lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai TF dengan skala pengusahaan 80 ekor. Ini menunjukan bahwa produsen susu kambing dengan skala 400 ekor mengalami kerugian yang lebih besar jika dibandingkan dengan skala 80 ekor dari segi penggunaan biaya input non tradable. 6.3.3 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) merupakan nilai-nilai yang menjadi indikator dari dampak kebijakan input-output. Hasil perhitungan indikator dampak kebijakan terhadap input-output terhadap pengusahaan susu kambing yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) Pengusahaan Susu Kambing di Kabupaten Bogor per 3 masa Laktasi No. Skala Usaha TB (Rp) EPC SRP PC 1. Skala 80 ekor -159.561.089,56 0,75 -0,25 0,59 2. Skala 400 ekor -1.305.098.615,00 0,62 -0,38 0,45 Sumber : Data Primer (Diolah)
Di dalam alat analisis PAM, indikator yang mampu menjelaskan pengaruh dampak kebijakan terhadap surplus produsen adalah nilai Tranfer Bersih (TB). Nilai Transfer Bersih merupakan selisih dari nilai keuntungan privat dengan nilai
keuntungan sosial. Pada Tabel 15 terlihat bahwa nilai Transfer Bersih untuk kedua skala pengusahaan susu kambing yang di analisis bernilai negatif. Nilai TB untuk pengusahaan susu kambing skala 80 ekor adalah negatif Rp 159.561.089,56 per dua tahun, sedangkan untuk susu kambing skala 400 ekor mencapai nilai negatif Rp. 1.305.098.615,00 per dua tahun. Nilai TB yang negatif tersebut menunjukkan bahwa surplus produsen pada output yang dianalisis berkurang. Dalam dua tahun surplus produsen susu kambing skala 400 ekor berkurang hingga Rp. 1.305.098.615,00, sedangkan untuk skala 80 ekor Rp. 159.561.089,56. Surpus produsen yang hilang untuk susu kambing skala 400 ekor relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan skala 80 ekor. Tingginya surplus yang hilang pada komoditas susu kambing disebabkan oleh harga sosial output yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga privat outputnya. Nilai EPC menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi produksi domestik secara efektif. Jika nilai EPC kurang dari satu, maka kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif atau menghambat produsen untuk berproduksi. Hal itulah yang terjadi pada pengusahaan kedua skala yang dianalisis. Nilai EPC untuk susu kambing skala 80 ekor adalah 0,75 dan untuk skala 400 ekor adalah 0,62. Penerapan kebijakan pemerintah terhadap inputoutput pada susu kambing skala 80 ekor lebih memberikan insentif jika dibandingkan pada pengusahaan susu kambing skala 400 ekor. Hal tersebut terlihat dari nilai EPC komoditas susu kambing skala 80 ekor yang mendekati nilai satu.
Indikator dampak kebijakan terhadap input-output selanjutnya adalah SRP atau Rasio Subsidi bagi Produsen. Berdasarkan Tabel 15. nilai SRP kedua skala pengusahaan yang dianalisis bernilai negatif. Nilai SRP untuk susu kambing skala usaha 80 ekor adalah negatif 0.25 dan nilai SRP untuk susu kambing skala usaha 400 ekor adalah negatif 0,38. Nilai SRP yang negatif menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah berpengaruh negatif terhadap struktur biaya produksi, karena biaya yang diinvestasikan produsen lebih besar dari pada nilai tambah keuntungan yang dapat diterimanya. Berdasarkan nilai SRP, dampak kebijakan pemerintah lebih berpengaruh negatif pada output susu kambing skala usaha 400 ekor jika dibandingkan dengan susu kambing skala usaha 80 ekor. Kondisi tersebut disebabkan oleh selisih keuntungan yang cukup besar antara keuntungan privat dan keuntungan sosial yang dialami oleh output susu kambing skala 400 ekor. Bila diperhatikan, selisih tersebut salah satunya disebabkan oleh faktor perbedaan harga jual output, dimana harga jual output sosial lebih tinggi dari harga jual output privatnya. Melalui Koefisien Keuntungan (PC) mampu menjelaskan dampak insentif dari seluruh kebijakan output, kebijakan input asing (tradable) dan input domestik (net policy transfer). Berdasarkan nilai PC pada Tabel 15. bahwa kedua skala pengusahaan susu kambing memilki nilai PC kurang dari satu. Ini berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih rendah jika dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai PC untuk masing-masing skala usaha adalah 0,59 untuk susu kambing skala 80 ekor dan 0,45 untuk susu kambing skala usaha 400 ekor. Nilai PC tersebut berarti keuntungan yang diterima produsen susu kambing skala usaha
400 ekor lebih rendah jika dibandingkan dengan produsen susu kambing skala usaha 80 ekor. Produsen susu kambing skala usaha 80 ekor memperoleh 59 persen dari keuntungan yang seharusnya diterima tanpa adanya kebijakan sedangkan produsen susu kambing skala usaha 400 ekor hanya 45 persen dari keuntungan yang seharusnya diterima tanpa adanya kebijakan.
VII. DAMPAK PERUBAHAN HARGA OUTPUT DAN INPUT TERHADAP DAYA SAING SUSU KAMBING Perubahan-perubahan yang terjadi dalam pengusahaan susu kambing skala 80 ekor dan 400 ekor, akan berpengaruh pada daya saing kedua skala pengusahaan komoditas tersebut. Untuk mengamati perubahan yang terjadi, digunakan analisis sensitivitas. Analisis Sensitivitas digunakan untuk mengetahui daya saing komoditi susu kambing skala usaha 80 ekor dan 400 ekor apabila terjadi perubahan-perubahan pada variabel biaya maupun variabel penerimaan. 7.1. Penurunan Harga Output Simulasi pertama yang dilakukan adalah penurunan harga output susu kambing skala usaha 80 ekor dan 400 ekor, dengan asumsi faktor-faktor lainnya tetap (cateris paribus). Melalui pendekatan harga susu kambing terhadap harga susu sapi, di Kabupaten Bogor pernah terjadi penurunan harga susu. Hal tersebut terjadi karena peternak mengurangi pakan ternak yang digunakan, sehingga kualitas susu yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Pengurangan jenis pakan tersebut karena tingginya harga pakan yang berkualitas akibat adanya kenaikan harga BBM. Penurunan harga output yang terjadi yaitu penurunan harga susu kambing sebesar 20 persen, akan berdampak pada keuntungan dan daya saing susu kambing seperti dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Sensitivitas Susu Kambing Skala 80 ekor dan 400 ekor Akibat Terjadi Penurunan Harga Output 20 persen Indikator KP PCR DRC
Skala 80 ekor Sebelum Setelah perubahan perubahan 228.157.838,09 133.603.838,09 0,51 0,64 0,37 0,37
Skala 400 ekor Sebelum Setelah perubahan perubahan 1.061.800.234,50 629.800.234,50 0,50 0,62 0,30 0,30
Sumber : Data primer (diolah)
Penurunan harga output menyebabkan menurunnya keuntungan dan daya saing. Usahatani susu kambing skala 80 ekor memperoleh keuntungan 133.603.838,09 rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 94.554.000 juta rupiah atau 41,44
persen dari kondisi awal, sementara usahatani susu
kambing skala 400 ekor memperoleh keuntungan sebesar 629.800.234,50 rupiah, terjadi penurunan sebesar 432.000.000 rupiah atau 40,68 persen dari kondisi awal. Penurunan harga output menyebabkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif usahatani susu kambing dikedua tempat penelitian mengalami penurunan, hal ini terlihat dari nilai PCR dan DRC setelah penurunan harga output yang lebih besar dibanding kondisi awal. Harga susu kambing pada skala rata-rata 80 ekor adalah 30.000 rupiah, jika terjadi penurunan harga output sebesar 48,5 persen menjadi 15.450 rupiah. Sedangkan harga susu kambing pada skala 400 ekor adalah 25.000 rupiah, jika terjadi penurunan harga output sebesar 49 persen menjadi 12.750 rupiah. Penurunan harga output ini akan menyebabkan nilai PCR berubah menjadi 1,00. Hal ini menunjukkan usaha susu kambing sudah tidak berdaya saing. Sedangkan jika terjadi penurunan harga output sosial sebesar 61,4 persen (Rp. 40.000 menjadi Rp. 15.450) untuk skala 80 ekor dan sebesar 68,5 persen (Rp. 40.000 menjadi Rp. 12.600) untuk skala 400 ekor. Perubahan ini akan menyebabkan
usaha susu kambing pada kedua skala tidak berdaya saing, sehingga lebih baik mengimpor komoditi tersebut. 7.2. Peningkatan Biaya Produksi Peningkatan biaya produksi yang terdiri dari kenaikan harga pakan, obatobatan dan kenaikan upah sebesar 30 persen akan berdampak pada perubahan keuntungan dan daya saing susu kambing seperti dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sensitivitas Susu Kambing Skala 80 ekor dan 400 ekor Akibat Peningkatan Biaya Produksi Indikator KP PCR DRC
Skala 80 ekor Skala 400 ekor Sebelum Setelah Sebelum Setelah perubahan perubahan perubahan perubahan 228.157.838,09 200.367.046,02 1.061.800.234,50 961.762.484,25 0,51 0,56 0,50 0,54 0,37 0,38 0,30 0,31
Sumber : Data Primer ( Diolah)
Peningkatan biaya produksi menyebabkan penurunan keuntungan yang terjadi pada kedua skala pengusahaan susu kambing yang dianalisis di tempat penelitian seperti dapat dilihat pada Tabel 17. Usahatani susu kambing skala 80 ekor memperoleh keuntungan sebesar 200.367.046,02 rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 27.790.792,07 rupiah atau 12,18 persen dari kondisi awal, sementara usahatani susu kambing skala 400 ekor memperoleh keuntungan sebesar 961.762.484,25 rupiah, mengalami penurunan keuntungan sebesar 100.037.750,25 rupiah atau sebesar 9,42 persen dari kondisi awal. Seperti telah diuraikan di atas, peningkatan biaya produksi menyebabkan tingkat keuntungan privat dan daya saing menjadi lebih kecil dari kondisi awal. Namun demikian, kedua skala usaha masih memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, hal ini dapat diketahui dari nilai PCR dan DRC yang nilainya masih lebih kecil dari satu.
Apabila terjadi peningkatan biaya produksi sebesar 245 persen untuk skala 80 ekor dan 320 persen untuk skala 400 ekor maka diperoleh nilai PCR sebesar 1,00. Hal ini menunjukkan usaha susu kambing sudah
tidak berdaya saing.
Sedangkan nilai DRC sebesar 1,00 tercapai jika terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 450 persen untuk skala 80 ekor dan 730 persen untuk skala 400 ekor. 7.3 Penurunan Produksi Apabila produksi susu kambing yang dianalisis mengalami penurunan sebesar 13 persen, maka usahatani di kedua skala pengusahaan akan mengalami penurunan keuntungan dan daya saing. Perubahan keuntungan dan daya saing tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Sensitivitas Susu Kambing Akibat Penurunan Produksi Indikator KP PCR DRC
Skala 80 ekor Skala 400 ekor Sebelum Setelah Sebelum Setelah perubahan perubahan perubahan perubahan 228.157.838,09 166.687.838,09 1.061.800.234,50 781.000.234,5 0,51 0,58 0,50 0,57 0,37 0,43 0,30 0,35
Sumber : Data Primer ( Diolah)
Berdasarkan nilai keuntungan setelah terjadi penurunan produksi, keuntungan usahatani dikedua skala pengusahaan mengalami penurunan. Usahatani susu kambing skala 80 ekor memperoleh keuntungan sebesar 166.687.838,09 rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 61.470.000 rupiah atau 26,94 persen dari kondisi normal, sementara usahatani susu kambing skala 400 ekor memperoleh keuntungan sebesar 781.000.234,5 rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 280.800.000 rupiah atau 26,44 persen dari kondisi normal.
Terjadinya penurunan produksi seperti disebutkan diatas menyebabkan daya saing susu kambing dikedua skala menjadi lebih rendah dibanding kondisi normal. Hal ini dapat dicermati dari nilai PCR dan DRC yang nilainya lebih besar dari kondisi normal. Namun demikian, kedua skala tersebut masih tetap memiliki daya saing karena nilai PCR dan DRC masih lebih kecil dari satu. Apabila terjadi penurunan produksi sebesar 48,5 persen untuk skala 80 ekor dan 49 persen untuk skala 400 ekor maka diperoleh nilai PCR sebesar 1,00. Hal ini menunjukkan usaha susu kambing sudah tidak berdaya saing. Sedangkan nilai DRC sebesar 1,00 tercapai jika terjadi penurunan produksi sebesar 61 persen (volume produksi 15.759 liter menjadi 6.146 liter) untuk skala 80 ekor dan sebesar 69 persen (volume produksi 86.400 liter menjadi 26.784 liter) untuk skala 400 ekor. 7.4 Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi Hasil analisis keuntungan privat dan daya saing susu kambing dari kedua skala pengusahaan tempat penelitian setelah adanya penurunan harga output dan peningkatan biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Sensitivitas Susu Kambing Akibat Penurunan Harga Output Dan Peningkatan Biaya Produksi Indikator KP PCR DRC
Skala 80 ekor Sebelum Setelah perubahan perubahan 228.157.838,09 105.813.046,02 0,51 0,71 0,37 0,38
Skala 400 ekor Sebelum Setelah perubahan perubahan 1.061.800.234,50 529.762.484,25 0,50 0,68 0,30 0,31
Sumber : Data Primer ( Diolah)
Berdasarkan
Tabel 19. diketahui bahwa keuntungan usahatani susu
kambing skala 80 ekor adalah 105.813.046,02 rupiah atau mengalami penurunan keuntungan sebesar 122344792,07 rupiah atau 53,62 persen dari kondisi normal,
keuntungan lebih besar diterima petani susu kambing skala 400 ekor yaitu sebesar 529.762.484.25 rupiah atau turun sebesar 532.037.750,25 rupiah atau 50,10 persen dari kondisi normal. Dengan demikian, walaupun terjadi kombinasi perubahan penurunan harga output dan peningkatan biaya produksi komoditas yang bersangkutan, usahatani susu kambing dikedua skala tempat penelitian masih menguntungkan baik secara finansial maupun secara ekonomi. Penurunan harga output dan peningkatan biaya produksi menyebabkan nilai PCR dan DRC dari kedua komoditas yang dianalisis dikedua tempat penelitian menjadi lebih besar, namun masih bernilai kurang dari satu. Hal tersebut menunjukan bahwa walaupun terjadi peningkatan biaya produksi dan penurunan harga output, kedua skala pengusahaan tersebut masih tetap memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif sehingga masih tetap layak untuk dikembangkan. Apabila terjadi penurunan harga output dan peningkatan biaya produksi sebesar 41 persen untuk skala 80 ekor dan 42,5 persen untuk skala 400 ekor maka diperoleh nilai PCR sebesar 1,00. Hal ini menunjukkan usaha susu kambing sudah tidak berdaya saing. Sedangkan jika terjadi penurunan output dan peningkatan biaya produksi sebesar 55 persen untuk skala 80 ekor dan 63 persen untuk skala 400 ekor maka diperoleh nilai DRC sebesar 1,00.
7.5 Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Hasil analisis keuntungan privat dan daya saing susu kambing dari kedua skala pengusahaan tempat penelitian setelah adanya peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Sensitivitas Susu Kambing Akibat Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Indikator KP PCR DRC
Skala 80 ekor Sebelum Setelah perubahan perubahan 228.157.838,09 138.897.046,02 0,51 0,65 0,37 0,44
Skala 400 ekor Sebelum Setelah perubahan perubahan 1.061.800.234,50 680.962.484,25 0,50 0,62 0,30 0,35
Sumber : Data Primer ( Diolah)
Berdasarkan Tabel 20. diketahui bahwa keuntungan usahatani susu kambing skala 80 ekor sebesar 138.897.046,02 rupiah atau menurun sebesar 39,12 persen dari keuntungan normal, sementara usahatani susu kambing skala 400 ekor memperoleh keuntungan sebesar 680.962.484,25 rupiah atau terjadi penurunan sebesar 35,86 persen dari kondisi normal. Walaupun kedua skala pengusahaan mengalami penurunan keuntungan akibat peningkatan biaya produksi yang disertai dengan penurunan produksi, namun kedua skala pengusahaan tersebut masih memiliki daya saing baik secara kompetitif maupun komparatif. Hal ini dapat dicermati dari nilai PCR dan DRC kedua skala pengusahaan tersebut di tempat penelitian yang bernilai kurang dari satu, tetapi nilai PCR dan DRC setelah terjadi peningkatan biaya produksi yang disertai dengan penurunan produksi lebih besar dari kondisi awal. Hal tersebut menunjukan bahwa peningkatan biaya produksi yang disertai dengan penurunan produksi telah mengakibatkan daya saing kedua komoditas dikedua skala pengusahaan di tempat penelitian menjadi berkurang.
Apabila terjadi peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi sebesar 41 persen untuk skala 80 ekor dan 42,5 persen untuk skala 400 ekor maka diperoleh nilai PCR sebesar 1,00. Hal ini menunjukkan usaha susu kambing sudah tidak berdaya saing. Sedangkan jika terjadi peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi sebesar 60 persen untuk skala 80 ekor dan 69 persen untuk skala 400 ekor maka diperoleh nilai DRC sebesar 1,00.
7.6 Kombinasi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi Dan Penuruan Produksi Hasil analisis keuntungan privat dan daya saing susu kambing dari kedua skala pengusahaan di tempat penelitan setelah adanya penurunan harga output, peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Sensitivitas Susu Kambing Akibat Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Indikator KP PCR DRC
Skala 80 ekor Sebelum Setelah perubahan perubahan 228.157.838,09 56.637.046,02 0,51 0,82 0,37 0,44
Skala 400 ekor Sebelum Setelah perubahan perubahan 1.061.800.234,50 305.122.484,25 0,50 0,79 0,30 0,35
Sumber : Data Primer ( Diolah)
Apabila terjadi penurunan harga output, peningkatan biaya produkdi dan penurunan produksi membuat keuntungan usahatani susu kambing kedua skala pengusahaan di tempat penelitian semakin kecil. Keuntungan terkecil diperoleh usahatani susu kambing skala 80 ekor yang memperoleh keuntungan sebesar 56.637.046,02 rupiah atau terjadi penurunan keuntungan sebesar 75,17 persen dari
keuntungan awal, sementara usahatani susu kambing skala 400 ekor memperoleh
keuntungan sebesar 305.122.484,25 rupiah atau turun sebesar 71,26 persen dari kondisi awal. Penurunan harga output dan peningkatan biaya produksi yang disertai dengan penurunan produksi membuat usahatani susu kambing dikedua skala tempat penelitian semakin tidak efisien atau dengan kata lain daya saing kedua komoditas
tersebut
menjadi
rendah.
Walaupun
demikian,
kedua
skala
pengusahaan di tempat penelitian masih tetap berdaya saing, hal tersebut tergambarkan dari nilai keuntungan privat dan keuntungan sosial yang lebih besar dari nol dan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil dari satu. Hal tersebut menunjukan bahwa walaupun terjadi penurunan harga output dan peningkatan biaya produksi yang disertai dengan penurunan produksi, kedua skala pengusahaan di tempat penelitian tetap layak untuk dikembangkan baik secara finansial maupun ekonomi. Apabila terjadi penurunan harga output, peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi sebesar 25 persen untuk skala 80 ekor dan 26,5 persen untuk skala 400 ekor maka diperoleh nilai PCR sebesar 1,00. Hal ini menunjukkan usaha susu kambing sudah
tidak berdaya saing. Sedangkan jika terjadi
peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi sebesar 65 persen untuk skala 80 ekor dan 70 persen untuk skala 400 ekor maka diperoleh nilai DRC sebesar 1,00.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis keuntungan per dua tahun menunjukkan bahwa usahatani susu kambing skala 80 ekor dan 400 ekor di tempat penelitian menguntungkan baik secara finansial maupun ekonomi. Skala usaha 400 ekor memiliki keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan skala usaha 80 ekor. 2. Hasil analisis daya saing menunjukan bahwa kedua skala usaha yang dianalisis di tempat penelitian menghasilkan nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu, kedua usaha memiliki keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. 3. Kebijakan pemerintah terhadap input dan output secara keseluruhan berdampak menghambat produsen untuk berproduksi atau kebijakan yang ada belum berjalan secara efektif tercermin dari nilai EPC kedua skala yang kurang dari satu. 4. Hasil analisis perubahan kebijakan menunjukan bahwa terjadinya penurunan harga output, peningkatan biaya produksi dan penurunan produksi yang dilakukan baik secara parsial maupun gabungan menyebabkan tingkat keuntungan yang semakin kecil dan nilai PCR dan DRC yang semakin besar mendekati satu. Namun, perubahan tersebut tidak sampai merubah keuntungan menjadi negatif (rugi) maupun merubah keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif menjadi tidak berdaya saing.
5. Usaha susu kambing akan tidak berdaya saing, jika terjadi (1) penurunan harga output asing sebesar 61,4 persen untuk skala 80 ekor dan 68,5 persen untuk skala 400 ekor, (2) peningkatan biaya produksi asing sebesar 450 persen untuk skala 80 ekor dan 730 persen untuk skala 400 ekor (3) penurunan hasil produksi sebesar 61 persen untuk skala 80 ekor dan 69 persen untuk skala 400 ekor. 8.2 Saran Kabupaten
Bogor
memiliki
potensi
yang
sangat
tinggi
untuk
pengembangan susu kambing. Agar potensi tersebut maksimal maka perlu dikembangkan tehnik beternak yang baik agar susu yang dihasilkan memiliki kualitas dan jumlah yang banyak. Sehingga diharapkan pendapatan petani pun meningkat. Karena berdasarkan hasil analsis kedua skala usaha tersebut memiliki daya saing dan layak diusahakan baik secara ekonomi maupun finansial. Peternak kambing perah di Kabupaten Bogor dengan skala usaha yang lebih sedikit sebaiknya mengembangkan skala usahanya agar keuntungan financial dan ekonomi yang diperoleh menjadi lebih besar sehingga meningkatkan pendapatan.
Untuk penelitian lanjutan disarankan untuk menganalsis daya saing
susu kambing dengan berbagai produk susu olahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Atabany, A. 2001. Studi kasus produktivitas kambing Peranakan Etawah dan kambing Saanen pada peternakan kambing perah Barokah dan PT. Taurus Dairy Farm. Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Blakely, J dan D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan: B. Srigandono. UGM Press, Yogyakarta. CAB International. 2004. Dairy Sheep Nutrition (ed. 6. Puline). Devendra, C dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan: H. Putra. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI. Statistik Peternakan 2007. Indonesia. Gittinger, J. P. 1986 Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Terjemahan Universitas Indonesia Press. Jakarta. Kadariah, et al. 1988. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Edisi I. Lembaga Penerbit Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Kuraisin, V. 2006. Analisis daya Saing dan dampak Perubahan Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditi Susu sapi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Monke, E. A dan S.R. Pearson. 1989. The Policy Analysis Matrix For Agricultural Development. Cornell University Press: Itacha and London Novianti, T. 2003. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Unggulan Sayuran. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Pearson, S, Carl Gotsch dan Sjaiful Bahri. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Prihartanti, Y. 2005. Analisis Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Dalam Pembangunan Wilayah Pada Masa Otonomi Daerah di Kabupaten Kudus. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rusono, N. 1999. Analisis Daya saing Beberapa Komoditi Tanaman Pangan Pada Beberapa Lokasi Pengembangan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Salman, M. 1993. Analisis Ekonomi Komoditas Kapas Indonesia: Pendekatan Simulasi Kebijakan Dengan Model ekonometrika. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Williamson, G dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: D. Darmaja. UGM Press, Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Standard Convertion Tahun 2001-2006 (Milyar Rupiah) Tahun Xt Mt Txt 2001 585.737,4 322.005,8 397,0 2002 510.954,9 279.722,8 349,0 2003 516.857,6 275.541,7 438,0 2004 524.436,0 340.489,3 315,0 2005 785.501,0 529.117,1 317.9 2006 539.400,0 559.300,0 377.7 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2007
SCFt=
Faktor Dan Shadow Price Exchange Rate Tmt 9.975,0 12.249,0 11.960,0 11.636,0 14.927,1 12,141.7
OERt 10.400,0 8.940,0 8.465,0 9.042,0 9.170,0 9.020,0
SCFt 0,989 0,985 0,986 0,987 0,989 0,989
SERt 10.515,67 9.075,14 8.585,19 9.161,09 9.271,86 9.120,32
Mt + Xt (Mt + Tm) + (Xt − TX )
559.300 + 539.400 1.098.700 SCF2006 = = = 0,989 (559.300 + 12.141,7) + (559.300 – 377,7) 1.110.463,3
OER2006 SER = SCF2006
9.020,0 =
= 9.120,32 0,989
Lampiran 2. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor (Sugiyono - Abdan Sukibakri Km. 6, Pamijahan) Data lapangan (74 ekor) Konversi ke 80 ekor No
Uraian
A 1
Sarana Produksi Kambing Jantan
ekor
6
3,500,000
21,000,000.00
6
3,500,000
22,702,702.70
Kambing Betina
ekor
68
1,500,000
102,000,000.00
74
1,500,000
110,270,270.27
2
3
Satuan
Volume
H. Privat
Volume
H. Privat
Jumlah
Pakan " Konsentrat
kg
16,206
1,100
17,826,600.00
17,520.00
1,100
19,272,000.00
" Ampas tahu
kg
194,472
238
46,284,336.00
210,240.00
238
50,037,120.00
" Hijauan
kg
491,582
26
12,781,132.00
531,440.00
26
13,817,440.00
" Vitamin
ml
300
1,335
400,500.00
324.32
1,320
428,108.11
" Antibiotik
ml
200
1,115
223,000.00
216.22
1,100
237,837.84
" Desinfektan
ml
2000
59
118,000.00
2,162.16
44
95,135.14
Obat
Jumlah A
200,633,568.00
216,860,614.05
Tenaga kerja
B 4 5 6
7
" Pencari pakan
HKP
456.25
16,450.00
7,505,312.50
493.24
16,450.00
8,113,851.35
" Pemberi pakan
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
98.65
16,450.00
1,622,770.27
" Pembersihan kandang
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
98.65
16,450.00
1,622,770.27
" Perbaikan kandang
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
98.65
16,450.00
1,622,770.27
" Pemerahan susu
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
98.65
16,450.00
1,622,770.27
" Pengemasan susu
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
98.65
16,450.00
1,622,770.27
" Pengiriman susu
HKP
456.25
16,450.00
7,505,312.50
493.24
16,450.00
8,113,851.35
" Pengobatan kambing
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
98.65
16,450.00
1,622,770.27
Jumlah B C 8 9
24,017,000.00
25,964,324.32
Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen
kg
12,240
100.00
1,224,000.00
13,232
100.00
1,323,243
liter
12,240
200.00
2,448,000.00
13,232
200.00
2,646,486
Jumlah C
3,672,000.00
3,969,730 2,659,459
Biaya lain-lain
D 10
Listrik
Rp
2,460,000.00
11
Penyusutan alat
Rp
3,632,667
3,927,207
12
Penyusutan kandang
Rp
2,250,000
2,432,432
13
Pajak
Rp
680,000
735,135
14
Sewa lahan
Rp
0
0
15
Bunga modal
Rp
0
0
9,022,666.67
9,754,234
Jumlah D Total Biaya Produksi
Rp
Total Produksi
liter
Harga Setempat
Rp
237,345,235 12,240
256,548,902 0.8
25,000
13,232 25,000
Nilai Total Produksi
Rp
306,000,000
330,810,811
Pendapatan Usahatani
Rp
68,654,765
74,261,908
1.289
1.289
R/C
Jumlah
Lampiran 3. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor (H.Dwi Santoso - Desa Cibuntu Batas, Ciampea) Data lapangan (85 ekor) Konversi ke 80 ekor No
Uraian
A 1
Sarana Produksi Kambing Jantan
ekor
7
4,000,000
28,000,000.00
7
4,000,000
26,352,941.18
Kambing Betina
ekor
78
1,500,000
117,000,000.00
73
1,500,000
110,117,647.06
2
3
Satuan
Volume
H. Privat
Volume
H. Privat
Jumlah
Pakan " Konsentrat
kg
18,615
900
16,753,500.00
17,520.00
900
15,768,000.00
" Ampas tahu
kg
186,150
175
32,576,250.00
175,200.00
140
24,528,000.00
" Hijauan
kg
465,375
75
34,903,125.00
438,000.00
75
32,850,000.00
" Vitamin
ml
400
1,330
532,000.00
376.47
1,320
496,941.18
" Antibiotik
ml
200
1,110
222,000.00
188.24
1,100
207,058.82
" Desinfektan
ml
2000
54
108,000.00
1,882.35
44
82,823.53
Obat
Jumlah A
230,094,875.00
210,403,411.76
Tenaga kerja
B 4 5 6
7
" Pencari pakan
HKP
456.25
16,450.00
7,505,312.50
429.41
16,450.00
7,063,823.53
" Pemberi pakan
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
85.88
16,450.00
1,412,764.71
" Pembersihan kandang
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
85.88
16,450.00
1,412,764.71
" Perbaikan kandang
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
85.88
16,450.00
1,412,764.71
" Pemerahan susu
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
85.88
16,450.00
1,412,764.71
" Pengemasan susu
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
85.88
16,450.00
1,412,764.71
" Pengiriman susu
HKP
456.25
16,450.00
7,505,312.50
429.41
16,450.00
7,063,823.53
" Pengobatan kambing
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
85.88
16,450.00
1,412,764.71
Jumlah B C 8 9
24,017,000.00
22,604,235.29
Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen
kg
18,720
100.00
1,872,000.00
17,619
100.00
1,761,882
liter
18,720
200.00
3,744,000.00
17,619
200.00
3,523,765
Jumlah C
5,616,000.00
5,285,647 2,315,294
Biaya lain-lain
D 10
Listrik
Rp
2,460,000.00
11
Penyusutan alat
Rp
3,632,667
3,418,980
12
Penyusutan kandang
Rp
2,250,000
2,117,647
13
Pajak
Rp
680,000
640,000
14
Sewa lahan
Rp
0
0
15
Bunga modal
Rp
0
0
9,022,666.67
8,491,922
Jumlah D Total Biaya Produksi
Rp
Total Produksi
liter
Harga Setempat
Rp
268,750,542 18,720
246,785,216 1
50,000
17,619 50,000
Nilai Total Produksi
Rp
936,000,000
880,941,176
Pendapatan Usahatani
Rp
667,249,458
634,155,961
3.483
3.570
R/C
Jumlah
Lampiran 4. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor (Rahmad Maulana - Jl.Cikarawang Dramaga Bogor) Data lapangan (80 ekor) Konversi ke 80 ekor No
Uraian
A 1
Sarana Produksi Kambing Jantan
ekor
7
4,000,000
28,000,000.00
7.00
4,000,000
28,000,000.00
Kambing Betina
ekor
73
1,500,000
109,500,000.00
73.00
1,500,000
109,500,000.00
2
3
Satuan
Volume
H. Privat
Volume
H. Privat
Jumlah
Pakan " Konsentrat
kg
17,520
900
15,768,000.00
17,520.00
900
15,768,000.00
" Ampas tahu
kg
175,200
150
26,280,000.00
175,200.00
140
24,528,000.00
" Hijauan
kg
467,200
50
23,360,000.00
467,200.00
75
35,040,000.00
" Vitamin
ml
300
1,330
399,000.00
300.00
1,320
396,000.00
" Antibiotik
ml
200
1,110
222,000.00
200.00
1,100
220,000.00
" Desinfektan
ml
2000
54
108,000.00
2,000.00
44
88,000.00
Obat
Jumlah A
203,637,000.00
213,540,000.00
Tenaga kerja
B 4 5 6
7
" Pencari pakan
HKP
456.25
16,450.00
7,505,312.50
456.25
16,450.00
7,505,312.50
" Pemberi pakan
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Pembersihan kandang
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Perbaikan kandang
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Pemerahan susu
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Pengemasan susu
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Pengiriman susu
HKP
456.25
16,450.00
7,505,312.50
456.25
16,450.00
7,505,312.50
" Pengobatan kambing
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
Jumlah B C 8 9
24,017,000.00
24,017,000.00
Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen
kg
15,768
100.00
1,576,800.00
15,768
100.00
1,576,800
liter
15,768
200.00
3,153,600.00
15,768
200.00
3,153,600
Jumlah C
4,730,400.00
4,730,400
Biaya lain-lain
D 10
Listrik
Rp
2,460,000.00
2,460,000
11
Penyusutan alat
Rp
3,632,667
3,632,667
12
Penyusutan kandang
Rp
2,250,000
2,250,000
13
Pajak
Rp
680,000
680,000
14
Sewa lahan
Rp
0
0
15
Bunga modal
Rp
0
0
9,022,666.67
9,022,667
Jumlah D Total Biaya Produksi
Rp
Total Produksi
liter
Harga Setempat
Rp
241,407,067 15,768
251,310,067 0.9
25,000
15,768 25,000
Nilai Total Produksi
Rp
394,200,000
394,200,000
Pendapatan Usahatani
Rp
152,792,933
142,889,933
1.633
1.569
R/C
Jumlah
Lampiran 5. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor (Imam Basyar Sidiq - kp.Cibeling Desa Cinagara) Data lapangan (80 ekor) Konversi ke 80 ekor No
Uraian
A 1
Sarana Produksi Kambing Jantan
ekor
8
4,000,000
32,000,000.00
8.00
4,000,000
32,000,000.00
Kambing Betina
ekor
72
1,500,000
108,000,000.00
72.00
1,500,000
108,000,000.00
2
3
Satuan
Volume
H. Privat
Volume
H. Privat
Jumlah
Pakan " Konsentrat
kg
17,520
900
15,768,000.00
17,520.00
900
15,768,000.00
" Ampas tahu
kg
175,200
175
30,660,000.00
175,200.00
140
24,528,000.00
" Hijauan
kg
408,800
75
30,660,000.00
408,800.00
75
30,660,000.00
" Vitamin
ml
200
1,335
267,000.00
200.00
1,320
264,000.00
" Antibiotik
ml
100
1,115
111,500.00
100.00
1,100
110,000.00
" Desinfektan
ml
2000
59
118,000.00
2,000.00
44
88,000.00
Obat
Jumlah A
217,584,500.00
211,418,000.00
Tenaga kerja
B 4 5 6
7
" Pencari pakan
HKP
456.25
16,450.00
7,505,312.50
456.25
16,450.00
7,505,312.50
" Pemberi pakan
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Pembersihan kandang
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Perbaikan kandang
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Pemerahan susu
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Pengemasan susu
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
" Pengiriman susu
HKP
456.25
16,450.00
7,505,312.50
456.25
16,450.00
7,505,312.50
" Pengobatan kambing
HKP
91.25
16,450.00
1,501,062.50
91.25
16,450.00
1,501,062.50
Jumlah B
24,017,000.00
24,017,000.00
Biaya pengolahan
C 8
Kemasan
9
Ongkos angkut ke konsumen
kg
16,416
100.00
1,641,600.00
16,416
100.00
1,641,600
liter
16,416
200.00
3,283,200.00
16,416
200.00
3,283,200
Jumlah C D 10
4,924,800.00
4,924,800
Biaya lain-lain Listrik
Rp
2,370,000.00
2,370,000
11
Penyusutan alat
Rp
10,142,667
10,142,667
12
Penyusutan kandang
Rp
2,250,000
2,250,000
13
Pajak
Rp
1,090,900
1,090,900
14
Sewa lahan
Rp
0
0
15
Bunga modal
Rp
0
0
15,853,566.67
15,853,567
Jumlah D Total Biaya Produksi
Rp
Total Produksi
liter
Harga Setempat
Rp
262,379,867 16,416
256,213,367 1
25,000
16,416 25,000
Nilai Total Produksi
Rp
410,400,000
410,400,000
Pendapatan Usahatani
Rp
148,020,133
154,186,633
1.564
1.602
R/C
Jumlah
Lampiran 6. Analisis Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor (Bangun Karso Farm - Desa Palasari Cijeruk) Data lapangan (400 ekor) No A 1 2
3
Uraian Sarana Produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan
7
Jumlah A Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing
8 9
Jumlah B Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen
B 4 5 6
C
D 10 11 12 13 14 15
Satuan ekor ekor
Volume
H. Privat 50 350
4,000,000 1,500,000
200,000,000.00 525,000,000.00
kg kg kg
73,000 876,000 2,044,000
900 140 75
65,700,000.00 122,640,000.00 153,300,000.00
ml ml ml
1000 500 5000
1,320 1,100 44
1,320,000.00 550,000.00 220,000.00 1,068,730,000.00
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
456.25 91.25 91.25 91.25 91.25 91.25 456.25 91.25
16,450.00 16,450.00 16,450.00 16,450.00 16,450.00 16,450.00 16,450.00 16,450.00
7,505,312.50 1,501,062.50 1,501,062.50 1,501,062.50 1,501,062.50 1,501,062.50 7,505,312.50 1,501,062.50 24,017,000.00
kg liter
Jumlah C Biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal
86,400 86,400
100.00 200.00
8,640,000.00 17,280,000.00 25,920,000.00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
13,090,800.00 1,050,000 13,832,667 1,090,900 0 0
Jumlah D
29,064,366.67
Total Biaya Produksi Total Produksi Harga Setempat
Rp liter Rp
Nilai Total Produksi
Rp
2,160,000,000
Pendapatan Usahatani
Rp
1,012,268,633
R/C
Jumlah
1,147,731,367 86,400 25,000
1.882
Lampiran 7. Alokasi Biaya Input dan Output dalam Komponen domestik dan Asing No Uraian Domestik Asing Pajak A. Penerimaan Susu 100% 0% 0% kotoran ternak basah 100% 0% 0% B.
C.
Biaya Produksi Sewa Lahan Pakan Ternak Obat-obatan Biaya Air Tenaga Kerja Penyusutan peralatan Penyusutan Kandang Bunga Modal
100% 75% 78% 100% 100% 100% 100% 100%
0% 15% 16% 0% 0% 0% 0% 0%
0% 10% 5.93% 0% 0% 0% 0% 0%
Biaya Tataniaga Pengangkutan Susu Pengangkutan Pakan
85% 85%
10% 10%
5% 5%
Lampiran 8. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor No
Komponen
Satuan
Analisis Finansial
Volume H. Privat
A
Penerimaan (susu kambing)
Liter
15.759,00
30.000,00
Jumlah 472.770.000,00
Domestik
Analisis Ekonomi Asing
H.sosial
Jumlah
472.770.000,00
0,00
40.000,00
630.360.000,00
Domestik 630.360.000,00
Asing 0,00
Komponen biaya: B
Sarana produksi 1 2
3
Kambing Jantan
ekor
7,00
3875000
27.125.000,00
27.125.000,00
0,00
3.800.000,00
26.600.000,00
26.600.000,00
0,00
Kambing Betina
ekor
73,00
1500000
109.500.000,00
109.500.000,00
0,00
1.500.000,00
109.500.000,00
109.500.000,00
0,00
Pakan " Konsentrat
kg
17520
950
16.644.000,00
12.483.000,00
2.496.600,00
940,00
16.468.800,00
12.351.600,00
2.470.320,00
" Ampas tahu
kg
183960
176
32.376.960,00
24.282.720,00
4.856.544,00
176,00
32.376.960,00
24.282.720,00
4.856.544,00
" Hijauan
kg
461360
57
26.297.520,00
19.723.140,00
3.944.628,00
55,00
25.374.800,00
19.031.100,00
3.806.220,00 103.125,00
Obat " Vitamin
ml
300
1.333
399.900,00
313.721,55
62.484,38
2200
660.000,00
517.770,00
" Antibiotik
ml
176
1.113
195.888,00
153.674,14
30.607,50
2500
440.000,00
345.180,00
68.750,00
" Desinfektan
ml
2011
57
114.627,00
89.924,88
17.910,47
60
114.627,00
89.924,88
17.910,47
212.653.895,00
193.671.180,57
11.408.774,34
211.535.187,00
192.718.294,88
11.322.869,47
sub total Biaya C
Tenaga kerja 4 5 6
7
" Pencari pakan
HKP
459
16.450,00
7.550.550,00
7.550.550,00
0,00
13.160,00
6.040.440,00
6.040.440,00
0,00
" Pemberi pakan
HKP
92
16.450,00
1.513.400,00
1.513.400,00
0,00
13.160,00
1.210.720,00
1.210.720,00
0,00
" Pembersihan kandang
HKP
92
16.450,00
1.513.400,00
1.513.400,00
0,00
13.160,00
1.210.720,00
1.210.720,00
0,00
" Perbaikan kandang
HKP
92
16.450,00
1.513.400,00
1.513.400,00
0,00
13.160,00
1.210.720,00
1.210.720,00
0,00
" Pemerahan susu
HKP
92
16.450,00
1.513.400,00
1.513.400,00
0,00
13.160,00
1.210.720,00
1.210.720,00
0,00
" Pengemasan susu
HKP
92
16.450,00
1.513.400,00
1.513.400,00
0,00
13.160,00
1.210.720,00
1.210.720,00
0,00
" Pengiriman susu
HKP
459
16.450,00
7.550.550,00
7.550.550,00
0,00
13.160,00
6.040.440,00
6.040.440,00
0,00
" Pengobatan kambing
HKP
92
16.450,00
13.160,00
Sub Total tenaga kerja D
1.513.400,00
0,00
24.181.500,00
0,00
1.575.900,00
1.575.900,00
0,00
100,00 200,00
1.210.720,00
1.210.720,00
0,00
19.345.200,00
19.345.200,00
0,00
1.575.900,00
1.575.900,00
0,00
Biaya pengolahan 8 9
Kemasan Ongkos angkut ke konsumen
kg
15759
100,00
liter
15759
200,00
sub total biaya pengolahan D
3.151.800,00
2.679.030,00
315.180,00
4.727.700,00
4.254.930,00
315.180,00
3.151.800,00
2.679.030,00
315.180,00
4.727.700,00
4.254.930,00
315.180,00
biaya lain-lain
10
Listrik
Rp
2451188
2.451.188,00
0,00
3750042
3750042
3.750.042,00
0,00
11
Penyusutan alat
Rp
5280380
5.280.380,00
0,00
6364425
6364425
6.364.425,00
0,00
12
Penyusutan kandang
Rp
2262520
2.262.520,00
0,00
3446379
3446379
3.446.379,00
0,00
13
Pajak
Rp
786509
786.509,00
0,00
1123752
1123752
1.123.752,00
0,00
14
Sewa lahan
Rp
Bunga modal
Rp
subtotal biaya lain-lain
Rp
15
1.513.400,00 24.181.500,00
10.780.597,00
10.780.597,00
0,00
14.684.598,00
14.684.598,00
0,00
TOTAL BIAYA
252.343.692,00
232.888.207,57
11.723.954,34
250.292.685,00
231.003.022,88
11.638.049,47
PENDAPATAN
220.426.308,00
380.067.315,00
Lampiran 9. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 472.770.000,00 11.723.954,34 232.888.207,57 228.157.838,09 Harga Sosial 630.360.000,00 11.638.049,47 231.003.022,88 387.718.927,65 Dampak Kebijakan 157.590.000,00 85.904,88 1.885.184,69 159.561.089,56 Hasil Analisis Matriks No Indikator 1 KP 2 KS 3 TB 4 PCR 5 DRC 6 TO 7 NPCO 8 TI 9 NPCI 10 TF 11 EPC 12 SRP 13 PC
Nilai 228.157.838,09 387.718.927,65 -159.561.089,56 0,51 0,37 -157.590.000,00 0,75 85.904,88 1,007 1.885.184,69 0,75 -0,25 0,59
Lampiran 10. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor No A B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Volume
Analisis Finansial Jumlah Domestik 2.160.000.000,00 2.160.000.000,00
Komponen
Satuan
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
86.400
H. Privat 25.000,00
ekor ekor
50,00 350,00
4000000 1500000
200.000.000,00 525.000.000,00
kg kg kg
73000 876000 2044000
900 140 75
ml ml ml
1000 500 5000
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 3.456.000.000,00 3.456.000.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
4.000.000,00 1.500.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
65.700.000,00 122.640.000,00 153.300.000,00
49.275.000,00 91.980.000,00 114.975.000,00
9.855.000,00 18.396.000,00 22.995.000,00
940,00 176,00 55,00
68.620.000,00 154.176.000,00 112.420.000,00
51.465.000,00 115.632.000,00 84.315.000,00
10.293.000,00 23.126.400,00 16.863.000,00
1.320 1.100 44
1.320.000,00 550.000,00 220.000,00 1.068.730.000,00
1.035.540,00 431.475,00 172.590,00 982.869.605,00
206.250,00 85.937,50 34.375,00 51.572.562,50
2200 2500 60
2.200.000,00 1.250.000,00 220.000,00 1.063.886.000,00
1.725.900,00 980.625,00 172.590,00 979.291.115,00
343.750,00 195.312,50 34.375,00 50.855.837,50
456,25 91,25 91,25 91,25 91,25 91,25 456,25 91,25
16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00
7.505.312,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 7.505.312,50 1.501.062,50 24.017.000,00
7.505.312,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 7.505.312,50 1.501.062,50 24.017.000,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00
6.004.250,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 6.004.250,00 1.200.850,00 19.213.600,00
6.004.250,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 6.004.250,00 1.200.850,00 19.213.600,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
86.400 86.400
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
14.684.598,00 1.044.899.203,00
0,00 53.300.562,50
14.684.598,00 1.036.517.313,00
0,00 52.583.837,50
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.133.351.598,00 1.026.648.402,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.123.704.198,00 2.332.295.802,00
Asing 0,00
Lampiran 11. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala Bogor Biaya Input Uraian Penerimaan Tradable Non Tradable Harga Privat 2.160.000.000,00 53.300.562,50 1.044.899.203,00 Harga Sosial 3.456.000.000,00 52.583.837,50 1.036.517.313,00 Dampak Kebijakan 1.296.000.000,00 716.725,00 8.381.890,00 Hasil Analisis Matriks No Indikator 1 KP 2 KS 3 TB 4 PCR 5 DRC 6 TO 7 NPCO 8 TI 9 NPCI 10 TF 11 EPC 12 SRP 13 PC
Nilai 1.061.800.234,50 2.366.898.849,50 -1.305.098.615,00 0,50 0,30 -1.296.000.000,00 0,63 716.725,00 1,014 8.381.890,00 0,62 -0,38 0,45
400 ekor di Kabupaten Keuntungan 1.061.800.234,50 2.366.898.849,50 1.305.098.615,00
Lampiran 12. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output No A B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Komponen Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Analisis Finansial Jumlah Domestik 378.216.000,00 378.216.000,00
Satuan
Volume
Liter
15.759,00
H. Privat 24.000,00
ekor ekor
7,00 73,00
3875000 1500000
27.125.000,00 109.500.000,00
kg kg kg
17520 183960 461360
950 176 57
ml ml ml
300 176 2011
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 630.360.000,00 630.360.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
27.125.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
3.800.000,00 1.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
16.644.000,00 32.376.960,00 26.297.520,00
12.483.000,00 24.282.720,00 19.723.140,00
2.496.600,00 4.856.544,00 3.944.628,00
940,00 176,00 55,00
16.468.800,00 32.376.960,00 25.374.800,00
12.351.600,00 24.282.720,00 19.031.100,00
2.470.320,00 4.856.544,00 3.806.220,00
1.333 1.113 57
399.900,00 195.888,00 114.627,00 212.653.895,00
313.721,55 153.674,14 89.924,88 193.671.180,57
62.484,38 30.607,50 17.910,47 11.408.774,34
2200 2500 60
660.000,00 440.000,00 114.627,00 211.535.187,00
517.770,00 345.180,00 89.924,88 192.718.294,88
103.125,00 68.750,00 17.910,47 11.322.869,47
459 92 92 92 92 92 459 92
16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00
7.550.550,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 7.550.550,00 1.513.400,00 24.181.500,00
7.550.550,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 7.550.550,00 1.513.400,00 24.181.500,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00
6.040.440,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 6.040.440,00 1.210.720,00 19.345.200,00
6.040.440,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 6.040.440,00 1.210.720,00 19.345.200,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
15759 15759
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
2.451.188,00 5.280.380,00 2.262.520,00 786.509,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
10.780.597,00 232.888.207,57
0,00 11.723.954,34
14.684.598,00 231.003.022,88
0,00 11.638.049,47
2451188 5280380 2262520 786509
10.780.597,00 252.343.692,00 125.872.308,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 250.292.685,00 380.067.315,00
Asing 0,00
Lampiran 13. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 378.216.000,00 11.723.954,34 232.888.207,57 133.603.838,09 Harga Sosial 630.360.000,00 11.638.049,47 231.003.022,88 387.718.927,65 Dampak Kebijakan 252.144.000,00 85.904,88 1.885.184,69 254.115.089,56 Hasil Analisis Matriks No Indikator 1 KP 2 KS 3 TB 4 PCR 5 DRC 6 TO 7 NPCO 8 TI 9 NPCI 10 TF 11 EPC 12 SRP 13 PC
Nilai 133.603.838,09 387.718.927,65 -254.115.089,56 0,64 0,37 -252.144.000,00 0,60 85.904,88 1,007 1.885.184,69 0,59 -0,40 0,34
Lampiran 14. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output Komponen
Satuan
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
86.400
H. Privat 20.000,00
ekor ekor
50,00 350,00
4000000 1500000
200.000.000,00 525.000.000,00
kg kg kg
73000 876000 2044000
900 140 75
ml ml ml
1000 500 5000
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Volume
Analisis Finansial Jumlah Domestik 1.728.000.000,00 1.728.000.000,00
No
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 3.456.000.000,00 3.456.000.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
4.000.000,00 1.500.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
65.700.000,00 122.640.000,00 153.300.000,00
49.275.000,00 91.980.000,00 114.975.000,00
9.855.000,00 18.396.000,00 22.995.000,00
940,00 176,00 55,00
68.620.000,00 154.176.000,00 112.420.000,00
51.465.000,00 115.632.000,00 84.315.000,00
10.293.000,00 23.126.400,00 16.863.000,00
1.320 1.100 44
1.320.000,00 550.000,00 220.000,00 1.068.730.000,00
1.035.540,00 431.475,00 172.590,00 982.869.605,00
206.250,00 85.937,50 34.375,00 51.572.562,50
2200 2500 60
2.200.000,00 1.250.000,00 220.000,00 1.063.886.000,00
1.725.900,00 980.625,00 172.590,00 979.291.115,00
343.750,00 195.312,50 34.375,00 50.855.837,50
456,25 91,25 91,25 91,25 91,25 91,25 456,25 91,25
16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00
7.505.312,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 7.505.312,50 1.501.062,50 24.017.000,00
7.505.312,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 7.505.312,50 1.501.062,50 24.017.000,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00
6.004.250,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 6.004.250,00 1.200.850,00 19.213.600,00
6.004.250,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 6.004.250,00 1.200.850,00 19.213.600,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
86.400 86.400
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
14.684.598,00 1.044.899.203,00
0,00 53.300.562,50
14.684.598,00 1.036.517.313,00
0,00 52.583.837,50
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.133.351.598,00 594.648.402,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.123.704.198,00 2.332.295.802,00
Asing 0,00
Lampiran 15. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1.728.000.000,00 53.300.562,50 1.044.899.203,00 629.800.234,50 Harga Sosial 3.456.000.000,00 52.583.837,50 1.036.517.313,00 2.366.898.849,50 Dampak Kebijakan 1.728.000.000,00 716.725,00 8.381.890,00 1.737.098.615,00 Hasil Analisis Matriks No Indikator 1 KP 2 KS 3 TB 4 PCR 5 DRC 6 TO 7 NPCO 8 TI 9 NPCI 10 TF 11 EPC 12 SRP 13 PC
Nilai 629.800.234,50 2.366.898.849,50 -1.737.098.615,00 0,62 0,30 -1.728.000.000,00 0,50 716.725,00 1,014 8.381.890,00 0,49 -0,50 0,27
Lampiran 16. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi
Analisis Finansial Jumlah Domestik 472.770.000,00 472.770.000,00
Komponen
Satuan
Volume
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
15.759,00
H. Privat 30.000,00
ekor ekor
7,00 73,00
3875000 1500000
27.125.000,00 109.500.000,00
kg kg kg
17520 183960 461360
1235 228,8 74,1
ml ml ml
300 176 2011
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 630.360.000,00 630.360.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
27.125.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
3.800.000,00 1.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
21.637.200,00 42.090.048,00 34.186.776,00
16.227.900,00 31.567.536,00 25.640.082,00
3.245.580,00 6.313.507,20 5.128.016,40
940,00 176,00 55,00
16.468.800,00 32.376.960,00 25.374.800,00
12.351.600,00 24.282.720,00 19.031.100,00
2.470.320,00 4.856.544,00 3.806.220,00
1.733 1.447 74
519.900,00 254.672,00 148.814,00 235.462.410,00
407.861,55 199.790,18 116.744,58 210.784.914,32
81.234,38 39.792,50 23.252,19 14.831.382,66
2200 2500 60
660.000,00 440.000,00 148.814,00 211.569.374,00
517.770,00 345.180,00 116.744,58 192.745.114,58
103.125,00 68.750,00 23.252,19 11.328.211,19
459 92 92 92 92 92 459 92
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
15759 15759
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
2.451.188,00 5.280.380,00 2.262.520,00 786.509,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
10.780.597,00 257.256.391,32
0,00 15.146.562,66
14.684.598,00 236.833.402,58
0,00 11.643.391,19
2451188 5280380 2262520 786509
10.780.597,00 282.406.657,00 190.363.343,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 256.130.432,00 374.229.568,00
Asing 0,00
Lampiran 17. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi Uraian Harga Privat Harga Sosial Dampak Kebijakan
Biaya Input Tradable Non Tradable 472.770.000,00 15.146.562,66 257.256.391,32 630.360.000,00 11.643.391,19 236.833.402,58 157.590.000,00 3.503.171,48 20.422.988,73 Penerimaan
Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 200.367.046,02 381.883.206,23 -181.516.160,21 0,56 0,38 -157.590.000,00 0,75 3.503.171,48 1,301 20.422.988,73 0,74 -0,29 0,52
Keuntungan 200.367.046,02 381.883.206,23 181.516.160,21
Lampiran 18. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi Komponen
Satuan
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
86.400
H. Privat 25.000,00
ekor ekor
50,00 350,00
4000000 1500000
200.000.000,00 525.000.000,00
kg kg kg
73000 876000 2044000
1170 182 97,5
ml ml ml
1000 500 5000
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Volume
Analisis Finansial Jumlah Domestik 2.160.000.000,00 2.160.000.000,00
No
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 3.456.000.000,00 3.456.000.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
4.000.000,00 1.500.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
85.410.000,00 159.432.000,00 199.290.000,00
64.057.500,00 119.574.000,00 149.467.500,00
12.811.500,00 23.914.800,00 29.893.500,00
940,00 176,00 55,00
68.620.000,00 154.176.000,00 112.420.000,00
51.465.000,00 115.632.000,00 84.315.000,00
10.293.000,00 23.126.400,00 16.863.000,00
1.716 1.430 57
1.716.000,00 715.000,00 286.000,00 1.171.849.000,00
1.346.202,00 560.917,50 224.367,00 1.060.230.486,50
268.125,00 111.718,75 44.687,50 67.044.331,25
2200 2500 60
2.200.000,00 1.250.000,00 286.000,00 1.063.952.000,00
1.725.900,00 980.625,00 224.367,00 979.342.892,00
343.750,00 195.312,50 44.687,50 50.866.150,00
456,25 91,25 91,25 91,25 91,25 91,25 456,25 91,25
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
86.400 86.400
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
14.684.598,00 1.129.465.184,50
0,00 68.772.331,25
14.684.598,00 1.042.333.170,00
0,00 52.594.150,00
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.243.675.698,00 916.324.302,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.129.534.278,00 2.326.465.722,00
Asing 0,00
Lampiran 19. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi Uraian Harga Privat Harga Sosial Dampak Kebijakan
Biaya Input Tradable Non Tradable 2.160.000.000,00 68.772.331,25 1.129.465.184,50 3.456.000.000,00 52.594.150,00 1.042.333.170,00 1.296.000.000,00 16.178.181,25 87.132.014,50 Penerimaan
Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 961.762.484,25 2.361.072.680,00 -1.399.310.195,75 0,54 0,31 -1.296.000.000,00 0,63 16.178.181,25 1,308 87.132.014,50 0,61 -0,40 0,41
Keuntungan 961.762.484,25 2.361.072.680,00 1.399.310.195,75
Lampiran 20. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Produksi Komponen
Satuan
Volume
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
13.710,00
H. Privat 30.000,00
ekor ekor
7,00 73,00
3875000 1500000
27.125.000,00 109.500.000,00
kg kg kg
17520 183960 461360
950 176 57
ml ml ml
300 176 2011
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Analisis Finansial Jumlah Domestik 411.300.000,00 411.300.000,00
No
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 548.400.000,00 548.400.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
27.125.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
3.800.000,00 1.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
16.644.000,00 32.376.960,00 26.297.520,00
12.483.000,00 24.282.720,00 19.723.140,00
2.496.600,00 4.856.544,00 3.944.628,00
940,00 176,00 55,00
16.468.800,00 32.376.960,00 25.374.800,00
12.351.600,00 24.282.720,00 19.031.100,00
2.470.320,00 4.856.544,00 3.806.220,00
1.333 1.113 57
399.900,00 195.888,00 114.627,00 212.653.895,00
313.721,55 153.674,14 89.924,88 193.671.180,57
62.484,38 30.607,50 17.910,47 11.408.774,34
2200 2500 60
660.000,00 440.000,00 114.627,00 211.535.187,00
517.770,00 345.180,00 89.924,88 192.718.294,88
103.125,00 68.750,00 17.910,47 11.322.869,47
459 92 92 92 92 92 459 92
16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00
7.550.550,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 7.550.550,00 1.513.400,00 24.181.500,00
7.550.550,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 1.513.400,00 7.550.550,00 1.513.400,00 24.181.500,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00
6.040.440,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 6.040.440,00 1.210.720,00 19.345.200,00
6.040.440,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 1.210.720,00 6.040.440,00 1.210.720,00 19.345.200,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
15759 15759
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
2.451.188,00 5.280.380,00 2.262.520,00 786.509,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
10.780.597,00 232.888.207,57
0,00 11.723.954,34
14.684.598,00 231.003.022,88
0,00 11.638.049,47
2451188 5280380 2262520 786509
10.780.597,00 252.343.692,00 158.956.308,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 250.292.685,00 298.107.315,00
Asing 0,00
Lampiran 21. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Produksi Uraian Harga Privat Harga Sosial Dampak Kebijakan
Biaya Input Tradable Non Tradable 411.300.000,00 11.723.954,34 232.888.207,57 548.400.000,00 11.638.049,47 231.003.022,88 137.100.000,00 85.904,88 1.885.184,69 Penerimaan
Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 166.687.838,09 305.758.927,65 -139.071.089,56 0,58 0,43 -137.100.000,00 0,75 85.904,88 1,007 1.885.184,69 0,74 -0,25 0,55
Keuntungan 166.687.838,09 305.758.927,65 139.071.089,56
Lampiran 22. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Produksi Komponen
Satuan
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
75.168
H. Privat 25.000,00
ekor ekor
50,00 350,00
4000000 1500000
200.000.000,00 525.000.000,00
kg kg kg
73000 876000 2044000
900 140 75
ml ml ml
1000 500 5000
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Volume
Analisis Finansial Jumlah Domestik 1.879.200.000,00 1.879.200.000,00
No
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 3.006.720.000,00 3.006.720.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
4.000.000,00 1.500.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
65.700.000,00 122.640.000,00 153.300.000,00
49.275.000,00 91.980.000,00 114.975.000,00
9.855.000,00 18.396.000,00 22.995.000,00
940,00 176,00 55,00
68.620.000,00 154.176.000,00 112.420.000,00
51.465.000,00 115.632.000,00 84.315.000,00
10.293.000,00 23.126.400,00 16.863.000,00
1.320 1.100 44
1.320.000,00 550.000,00 220.000,00 1.068.730.000,00
1.035.540,00 431.475,00 172.590,00 982.869.605,00
206.250,00 85.937,50 34.375,00 51.572.562,50
2200 2500 60
2.200.000,00 1.250.000,00 220.000,00 1.063.886.000,00
1.725.900,00 980.625,00 172.590,00 979.291.115,00
343.750,00 195.312,50 34.375,00 50.855.837,50
456,25 91,25 91,25 91,25 91,25 91,25 456,25 91,25
16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00 16.450,00
7.505.312,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 7.505.312,50 1.501.062,50 24.017.000,00
7.505.312,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 1.501.062,50 7.505.312,50 1.501.062,50 24.017.000,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00 13.160,00
6.004.250,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 6.004.250,00 1.200.850,00 19.213.600,00
6.004.250,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 1.200.850,00 6.004.250,00 1.200.850,00 19.213.600,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
86.400 86.400
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
14.684.598,00 1.044.899.203,00
0,00 53.300.562,50
14.684.598,00 1.036.517.313,00
0,00 52.583.837,50
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.133.351.598,00 745.848.402,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.123.704.198,00 1.883.015.802,00
Asing 0,00
Lampiran 23. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Produksi Uraian Harga Privat Harga Sosial Dampak Kebijakan
Biaya Input Tradable Non Tradable 1.879.200.000,00 53.300.562,50 1.044.899.203,00 3.006.720.000,00 52.583.837,50 1.036.517.313,00 1.127.520.000,00 716.725,00 8.381.890,00 Penerimaan
Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 781.000.234,50 1.917.618.849,50 -1.136.618.615,00 0,57 0,35 -1.127.520.000,00 0,63 716.725,00 1,014 8.381.890,00 0,62 -0,38 0,41
Keuntungan 781.000.234,50 1.917.618.849,50 1.136.618.615,00
Lampiran 24. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi Komponen
Satuan
Volume
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
15.759,00
H. Privat 24.000,00
ekor ekor
7,00 73,00
3875000 1500000
27.125.000,00 109.500.000,00
kg kg kg
17520 183960 461360
1235 228,8 74,1
ml ml ml
300 176 2011
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Analisis Finansial Jumlah Domestik 378.216.000,00 378.216.000,00
No
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 630.360.000,00 630.360.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
27.125.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
3.800.000,00 1.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
21.637.200,00 42.090.048,00 34.186.776,00
16.227.900,00 31.567.536,00 25.640.082,00
3.245.580,00 6.313.507,20 5.128.016,40
940,00 176,00 55,00
16.468.800,00 32.376.960,00 25.374.800,00
12.351.600,00 24.282.720,00 19.031.100,00
2.470.320,00 4.856.544,00 3.806.220,00
1.733 1.447 74
519.900,00 254.672,00 148.814,00 235.462.410,00
407.861,55 199.790,18 116.744,58 210.784.914,32
81.234,38 39.792,50 23.252,19 14.831.382,66
2200 2500 60
660.000,00 440.000,00 148.814,00 211.569.374,00
517.770,00 345.180,00 116.744,58 192.745.114,58
103.125,00 68.750,00 23.252,19 11.328.211,19
459 92 92 92 92 92 459 92
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
15759 15759
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
2.451.188,00 5.280.380,00 2.262.520,00 786.509,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
10.780.597,00 257.256.391,32
0,00 15.146.562,66
14.684.598,00 236.833.402,58
0,00 11.643.391,19
2451188 5280380 2262520 786509
10.780.597,00 282.406.657,00 95.809.343,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 256.130.432,00 374.229.568,00
Asing 0,00
Lampiran 25. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 378.216.000,00 15.146.562,66 257.256.391,32 105.813.046,02 Harga Sosial 630.360.000,00 11.643.391,19 236.833.402,58 381.883.206,23 Dampak Kebijakan 252.144.000,00 3.503.171,48 20.422.988,73 276.070.160,21 Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 105.813.046,02 381.883.206,23 -276.070.160,21 0,71 0,38 -252.144.000,00 0,60 3.503.171,48 1,301 20.422.988,73 0,59 -0,44 0,28
Lampiran 26. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi Komponen
Satuan
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
86.400
H. Privat 20.000,00
ekor ekor
50,00 350,00
4000000 1500000
200.000.000,00 525.000.000,00
kg kg kg
73000 876000 2044000
1170 182 97,5
ml ml ml
1000 500 5000
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Volume
Analisis Finansial Jumlah Domestik 1.728.000.000,00 1.728.000.000,00
No
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 3.456.000.000,00 3.456.000.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
4.000.000,00 1.500.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
85.410.000,00 159.432.000,00 199.290.000,00
64.057.500,00 119.574.000,00 149.467.500,00
12.811.500,00 23.914.800,00 29.893.500,00
940,00 176,00 55,00
68.620.000,00 154.176.000,00 112.420.000,00
51.465.000,00 115.632.000,00 84.315.000,00
10.293.000,00 23.126.400,00 16.863.000,00
1.716 1.430 57
1.716.000,00 715.000,00 286.000,00 1.171.849.000,00
1.346.202,00 560.917,50 224.367,00 1.060.230.486,50
268.125,00 111.718,75 44.687,50 67.044.331,25
2200 2500 60
2.200.000,00 1.250.000,00 286.000,00 1.063.952.000,00
1.725.900,00 980.625,00 224.367,00 979.342.892,00
343.750,00 195.312,50 44.687,50 50.866.150,00
456,25 91,25 91,25 91,25 91,25 91,25 456,25 91,25
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
86.400 86.400
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
14.684.598,00 1.129.465.184,50
0,00 68.772.331,25
14.684.598,00 1.042.333.170,00
0,00 52.594.150,00
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.243.675.698,00 484.324.302,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.129.534.278,00 2.326.465.722,00
Asing 0,00
Lampiran 27. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output dan Peningkatan Biaya Produksi Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1.728.000.000,00 68.772.331,25 1.129.465.184,50 529.762.484,25 Harga Sosial 3.456.000.000,00 52.594.150,00 1.042.333.170,00 2.361.072.680,00 Dampak Kebijakan 1.728.000.000,00 16.178.181,25 87.132.014,50 1.831.310.195,75 Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 529.762.484,25 2.361.072.680,00 -1.831.310.195,75 0,68 0,31 -1.728.000.000,00 0,50 16.178.181,25 1,308 87.132.014,50 0,49 -0,53 0,22
Lampiran 28. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Komponen
Satuan
Volume
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
13.710,00
H. Privat 30.000,00
ekor ekor
7,00 73,00
3875000 1500000
27.125.000,00 109.500.000,00
kg kg kg
17520 183960 461360
1235 228,8 74,1
ml ml ml
300 176 2011
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Analisis Finansial Jumlah Domestik 411.300.000,00 411.300.000,00
No
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 548.400.000,00 548.400.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
27.125.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
3.800.000,00 1.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
21.637.200,00 42.090.048,00 34.186.776,00
16.227.900,00 31.567.536,00 25.640.082,00
3.245.580,00 6.313.507,20 5.128.016,40
940,00 176,00 55,00
16.468.800,00 32.376.960,00 25.374.800,00
12.351.600,00 24.282.720,00 19.031.100,00
2.470.320,00 4.856.544,00 3.806.220,00
1.733 1.447 74
519.900,00 254.672,00 148.814,00 235.462.410,00
407.861,55 199.790,18 116.744,58 210.784.914,32
81.234,38 39.792,50 23.252,19 14.831.382,66
2200 2500 60
660.000,00 440.000,00 148.814,00 211.569.374,00
517.770,00 345.180,00 116.744,58 192.745.114,58
103.125,00 68.750,00 23.252,19 11.328.211,19
459 92 92 92 92 92 459 92
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
15759 15759
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
2.451.188,00 5.280.380,00 2.262.520,00 786.509,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
10.780.597,00 257.256.391,32
0,00 15.146.562,66
14.684.598,00 236.833.402,58
0,00 11.643.391,19
2451188 5280380 2262520 786509
10.780.597,00 282.406.657,00 128.893.343,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 256.130.432,00 292.269.568,00
Asing 0,00
Lampiran 29. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 411.300.000,00 15.146.562,66 257.256.391,32 138.897.046,02 Harga Sosial 548.400.000,00 11.643.391,19 236.833.402,58 299.923.206,23 Dampak Kebijakan 137.100.000,00 3.503.171,48 20.422.988,73 161.026.160,21 Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 138.897.046,02 299.923.206,23 -161.026.160,21 0,65 0,44 -137.100.000,00 0,75 3.503.171,48 1,301 20.422.988,73 0,74 -0,29 0,46
Lampiran 30. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Komponen
Satuan
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Liter
75.168
H. Privat 25.000,00
ekor ekor
50,00 350,00
4000000 1500000
200.000.000,00 525.000.000,00
kg kg kg
73000 876000 2044000
1170 182 97,5
ml ml ml
1000 500 5000
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Volume
Analisis Finansial Jumlah Domestik 1.879.200.000,00 1.879.200.000,00
No
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 3.006.720.000,00 3.006.720.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
4.000.000,00 1.500.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
85.410.000,00 159.432.000,00 199.290.000,00
64.057.500,00 119.574.000,00 149.467.500,00
12.811.500,00 23.914.800,00 29.893.500,00
940,00 176,00 55,00
68.620.000,00 154.176.000,00 112.420.000,00
51.465.000,00 115.632.000,00 84.315.000,00
10.293.000,00 23.126.400,00 16.863.000,00
1.716 1.430 57
1.716.000,00 715.000,00 286.000,00 1.171.849.000,00
1.346.202,00 560.917,50 224.367,00 1.060.230.486,50
268.125,00 111.718,75 44.687,50 67.044.331,25
2200 2500 60
2.200.000,00 1.250.000,00 286.000,00 1.063.952.000,00
1.725.900,00 980.625,00 224.367,00 979.342.892,00
343.750,00 195.312,50 44.687,50 50.866.150,00
456,25 91,25 91,25 91,25 91,25 91,25 456,25 91,25
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
86.400 86.400
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
14.684.598,00 1.129.465.184,50
0,00 68.772.331,25
14.684.598,00 1.042.333.170,00
0,00 52.594.150,00
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.243.675.698,00 635.524.302,00
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
14.684.598,00 1.129.534.278,00 1.877.185.722,00
Asing 0,00
Lampiran 31. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1.879.200.000,00 68.772.331,25 1.129.465.184,50 680.962.484,25 Harga Sosial 3.006.720.000,00 52.594.150,00 1.042.333.170,00 1.911.792.680,00 Dampak Kebijakan 1.127.520.000,00 16.178.181,25 87.132.014,50 1.230.830.195,75 Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 680.962.484,25 1.911.792.680,00 -1.230.830.195,75 0,62 0,35 -1.127.520.000,00 0,63 16.178.181,25 1,308 87.132.014,50 0,61 -0,41 0,36
Lampiran 32. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Komponen
Satuan
Volume
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain
Liter
13.710,00
H. Privat 24.000,00
ekor ekor
7,00 73,00
3875000 1500000
27.125.000,00 109.500.000,00
kg kg kg
17520 183960 461360
1235 228,8 74,1
ml ml ml
300 176 2011
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Analisis Finansial Jumlah Domestik 329.040.000,00 329.040.000,00
No
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Asing
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 548.400.000,00 548.400.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
27.125.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
3.800.000,00 1.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
21.637.200,00 42.090.048,00 34.186.776,00
16.227.900,00 31.567.536,00 25.640.082,00
3.245.580,00 6.313.507,20 5.128.016,40
940,00 176,00 55,00
16.468.800,00 32.376.960,00 25.374.800,00
12.351.600,00 24.282.720,00 19.031.100,00
2.470.320,00 4.856.544,00 3.806.220,00
1.733 1.447 74
519.900,00 254.672,00 148.814,00 235.462.410,00
407.861,55 199.790,18 116.744,58 210.784.914,32
81.234,38 39.792,50 23.252,19 14.831.382,66
2200 2500 60
660.000,00 440.000,00 148.814,00 211.569.374,00
517.770,00 345.180,00 116.744,58 192.745.114,58
103.125,00 68.750,00 23.252,19 11.328.211,19
459 92 92 92 92 92 459 92
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
15759 15759
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
2451188 5280380 2262520 786509
2.451.188,00 5.280.380,00 2.262.520,00 786.509,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3750042 6364425 3446379 1123752
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
10.780.597,00
10.780.597,00
0,00
14.684.598,00
14.684.598,00
0,00
282.406.657,00 46.633.343,00
257.256.391,32
15.146.562,66
256.130.432,00 292.269.568,00
236.833.402,58
11.643.391,19
3750042 6364425 3446379 1123752
Asing 0,00
Lampiran 33. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Uraian Penerimaan Biaya Input Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 329.040.000,00 15.146.562,66 257.256.391,32 56.637.046,02 Harga Sosial 548.400.000,00 11.643.391,19 236.833.402,58 299.923.206,23 Dampak Kebijakan 219.360.000,00 3.503.171,48 20.422.988,73 243.286.160,21 Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 56.637.046,02 299.923.206,23 -243.286.160,21 0,82 0,44 -219.360.000,00 0,60 3.503.171,48 1,301 20.422.988,73 0,58 -0,44 0,19
Lampiran 34. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Komponen
Satuan
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain
Liter
75.168
H. Privat 20.000,00
ekor ekor
50,00 350,00
4000000 1500000
200.000.000,00 525.000.000,00
kg kg kg
73000 876000 2044000
1170 182 97,5
ml ml ml
1000 500 5000
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Volume
Analisis Finansial Jumlah Domestik 1.503.360.000,00 1.503.360.000,00
No
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 3.006.720.000,00 3.006.720.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
4.000.000,00 1.500.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
85.410.000,00 159.432.000,00 199.290.000,00
64.057.500,00 119.574.000,00 149.467.500,00
12.811.500,00 23.914.800,00 29.893.500,00
940,00 176,00 55,00
68.620.000,00 154.176.000,00 112.420.000,00
51.465.000,00 115.632.000,00 84.315.000,00
10.293.000,00 23.126.400,00 16.863.000,00
1.716 1.430 57
1.716.000,00 715.000,00 286.000,00 1.171.849.000,00
1.346.202,00 560.917,50 224.367,00 1.060.230.486,50
268.125,00 111.718,75 44.687,50 67.044.331,25
2200 2500 60
2.200.000,00 1.250.000,00 286.000,00 1.063.952.000,00
1.725.900,00 980.625,00 224.367,00 979.342.892,00
343.750,00 195.312,50 44.687,50 50.866.150,00
456,25 91,25 91,25 91,25 91,25 91,25 456,25 91,25
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
86.400 86.400
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
14.684.598,00
14.684.598,00
0,00
14.684.598,00
14.684.598,00
0,00
1.243.675.698,00 259.684.302,00
1.129.465.184,50
68.772.331,25
1.129.534.278,00 1.877.185.722,00
1.042.333.170,00
52.594.150,00
3750042 6364425 3446379 1123752
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
Asing 0,00
Lampiran 35. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1.503.360.000,00 68.772.331,25 1.129.465.184,50 305.122.484,25 Harga Sosial 3.006.720.000,00 52.594.150,00 1.042.333.170,00 1.911.792.680,00 Dampak Kebijakan 1.503.360.000,00 16.178.181,25 87.132.014,50 1.606.670.195,75 Hasil Analisis Matriks No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator KP KS TB PCR DRC TO NPCO TI NPCI TF EPC SRP PC
Nilai 305.122.484,25 1.911.792.680,00 -1.606.670.195,75 0,79 0,35 -1.503.360.000,00 0,50 16.178.181,25 1,308 87.132.014,50 0,49 -0,53 0,16
Lampiran 36. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Komponen
Satuan
Volume
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain
Liter
11.031,30
H. Privat 21.000,00
ekor ekor
7,00 73,00
3875000 1500000
27.125.000,00 109.500.000,00
kg kg kg
17520 183960 461360
1235 228,8 74,1
ml ml ml
300 176 2011
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Analisis Finansial Jumlah Domestik 231.657.300,00 231.657.300,00
No
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Asing
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 441.252.000,00 441.252.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
27.125.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
3.800.000,00 1.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
26.600.000,00 109.500.000,00
0,00 0,00
21.637.200,00 42.090.048,00 34.186.776,00
16.227.900,00 31.567.536,00 25.640.082,00
3.245.580,00 6.313.507,20 5.128.016,40
940,00 176,00 55,00
16.468.800,00 32.376.960,00 25.374.800,00
12.351.600,00 24.282.720,00 19.031.100,00
2.470.320,00 4.856.544,00 3.806.220,00
1.733 1.447 74
519.870,00 254.654,40 149.015,10 235.462.563,50
407.838,02 199.776,38 116.902,35 210.785.034,74
81.229,69 39.789,75 23.283,61 14.831.406,65
2200 2500 60
660.000,00 440.000,00 149.015,10 211.569.575,10
517.770,00 345.180,00 116.902,35 192.745.272,35
103.125,00 68.750,00 23.283,61 11.328.242,61
459 92 92 92 92 92 459 92
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
9.815.715,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 1.967.420,00 9.815.715,00 1.967.420,00 31.435.950,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
7.852.572,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 1.573.936,00 7.852.572,00 1.573.936,00 25.148.760,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
15759 15759
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
100,00 200,00
1.575.900,00 3.151.800,00 4.727.700,00
1.575.900,00 2.679.030,00 4.254.930,00
0,00 315.180,00 315.180,00
2451188 5280380 2262520 786509
2.451.188,00 5.280.380,00 2.262.520,00 786.509,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3750042 6364425 3446379 1123752
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
10.780.597,00
10.780.597,00
0,00
14.684.598,00
14.684.598,00
0,00
282.406.810,50 -50.749.510,50
257.256.511,74
15.146.586,65
256.130.633,10 185.121.366,90
236.833.560,35
11.643.422,61
3750042 6364425 3446379 1123752
Asing 0,00
Lampiran 37. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 80 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 2.160.000.000,00 53.300.562,50 1.044.899.203,00 1.061.800.234,50 Harga Sosial 3.456.000.000,00 52.583.837,50 1.036.517.313,00 2.366.898.849,50 Dampak Kebijakan 1.296.000.000,00 716.725,00 8.381.890,00 1.305.098.615,00 Hasil Analisis Matriks No Indikator 1 KP 2 KS 3 TB 4 PCR 5 DRC 6 TO 7 NPCO 8 TI 9 NPCI 10 TF 11 EPC 12 SRP 13 PC
Nilai -40.745.798,38 192.775.017,04 -233.520.815,43 1,19 0,55 -209.594.700,00 0,53 3.503.164,04 1,301 20.422.951,39 0,50 -0,53 -0,21
Lampiran 38. Analisis Finansial dan Ekonomi Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Komponen
Satuan
A
Penerimaan (susu kambing) Komponen biaya: Sarana produksi Kambing Jantan Kambing Betina Pakan " Konsentrat " Ampas tahu " Hijauan Obat " Vitamin " Antibiotik " Desinfektan sub total Biaya Tenaga kerja " Pencari pakan " Pemberi pakan " Pembersihan kandang " Perbaikan kandang " Pemerahan susu " Pengemasan susu " Pengiriman susu " Pengobatan kambing Sub Total tenaga kerja Biaya pengolahan Kemasan Ongkos angkut ke konsumen sub total biaya pengolahan biaya lain-lain Listrik Penyusutan alat Penyusutan kandang Pajak Sewa lahan Bunga modal subtotal biaya lain-lain
Liter
60.480
H. Privat 17.500,00
ekor ekor
50,00 350,00
4000000 1500000
200.000.000,00 525.000.000,00
kg kg kg
73000 876000 2044000
1170 182 97,5
ml ml ml
1000 500 5000
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP
kg liter
B 1 2
3
C 4 5 6
7 D 8 9 D 10 11 12 13 14 15
TOTAL BIAYA PENDAPATAN
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Volume
Analisis Finansial Jumlah Domestik 1.058.400.000,00 1.058.400.000,00
No
Analisis Ekonomi Jumlah Domestik 2.419.200.000,00 2.419.200.000,00
0,00
H.sosial 40.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
4.000.000,00 1.500.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
200.000.000,00 525.000.000,00
0,00 0,00
85.410.000,00 159.432.000,00 199.290.000,00
64.057.500,00 119.574.000,00 149.467.500,00
12.811.500,00 23.914.800,00 29.893.500,00
940,00 176,00 55,00
68.620.000,00 154.176.000,00 112.420.000,00
51.465.000,00 115.632.000,00 84.315.000,00
10.293.000,00 23.126.400,00 16.863.000,00
1.716 1.430 57
1.716.000,00 715.000,00 286.000,00 1.171.849.000,00
1.346.202,00 560.917,50 224.367,00 1.060.230.486,50
268.125,00 111.718,75 44.687,50 67.044.331,25
2200 2500 60
2.200.000,00 1.250.000,00 286.000,00 1.063.952.000,00
1.725.900,00 980.625,00 224.367,00 979.342.892,00
343.750,00 195.312,50 44.687,50 50.866.150,00
456,25 91,25 91,25 91,25 91,25 91,25 456,25 91,25
21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00 21.385,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
9.756.906,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 1.951.381,25 9.756.906,25 1.951.381,25 31.222.100,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00 17.108,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
7.805.525,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 1.561.105,00 7.805.525,00 1.561.105,00 24.977.680,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
86.400 86.400
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
100,00 200,00
8.640.000,00 17.280.000,00 25.920.000,00
8.640.000,00 14.688.000,00 23.328.000,00
0,00 1.728.000,00 1.728.000,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
3.750.042,00 6.364.425,00 3.446.379,00 1.123.752,00
0,00 0,00 0,00 0,00
14.684.598,00
14.684.598,00
0,00
14.684.598,00
14.684.598,00
0,00
1.243.675.698,00 -185.275.698,00
1.129.465.184,50
68.772.331,25
1.129.534.278,00 1.289.665.722,00
1.042.333.170,00
52.594.150,00
3750042 6364425 3446379 1123752
Asing
3750042 6364425 3446379 1123752
3750042 6364425 3446379 1123752
Asing 0,00
Lampiran 39. Matriks Analisis Kebijakan Usahatani Susu Kambing Skala 400 ekor di Kabupaten Bogor Jika Terjadi Penurunan Harga Output, Peningkatan Biaya Produksi dan Penurunan Produksi Biaya Input Uraian Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1.058.400.000,00 68.772.331,25 1.129.465.184,50 -139.837.515,75 Harga Sosial 2.419.200.000,00 52.594.150,00 1.042.333.170,00 1.324.272.680,00 Dampak Kebijakan 1.360.800.000,00 16.178.181,25 87.132.014,50 1.464.110.195,75 Hasil Analisis Matriks No Indikator 1 KP 2 KS 3 TB 4 PCR 5 DRC 6 TO 7 NPCO 8 TI 9 NPCI 10 TF 11 EPC 12 SRP 13 PC
Nilai -139.837.515,75 1.324.272.680,00 -1.464.110.195,75 1,14 0,44 -1.360.800.000,00 0,44 16.178.181,25 1,308 87.132.014,50 0,42 -0,61 -0,11