Editorial DARI REDAKSI PEMBACA YANG BUDIMAN, Edisi triwulan III tahun 2012 ini, bule n pengawasan Inspektorat Jenderal KESDM hadir kembali kehadapan sidang pembaca. Itu berkat par sipasi kontributor (penulis). Oleh sebab itu, redaksi selalu berharap kepada penulis teruskan par sipasinya agar kelangsungan penerbitan bule n kesayangan kita dapat berlanjut. Pada periode triwulan III tahun 2012 ini bertepatan pula dengan hari keagamaan (ramadhan 1433 H) dan hari nasional bersejarah (kemerdekaan RI) yang dirayakan se ap tanggal 17 Agustus. Redaksi mengucapkan selamat melaksanakan ibadah puasa, dan selamat Iedul Fitri 1433 H. Mohon maaf lahir dan ba n. Sedangkan dengan hari kemerdekaan, redaksi mengucapkan Dirgahayu NKRI. Dengan bermodalkan semangat kefitrian dan kemerdekaan, semoga dapat meningkatkan kinerja sesuai
tugas dan fungsi masing-masing. Oleh sebab itu, daklah berlebihan apabila dikatakan berhasilnya kinerja satuan kerja/ organisasi didasari pada kinerja aparat/jajarannya. Kedua semangat tersebut hendaknya terpatri dalam sanubari kita masing-masing sehingga dapat melaksanakan tugas kedinasan secara maksimal hasilnya. PEMBACA YANG SETIA, Pada periode ini pula dapat disimak tulisan-tulisan diseputar masalah dunia pengawasan yang selalu hangat dibicarakan baik di ngkat nasional maupun regional. Dunia pengawasan memang banyak menarik perha an masyarakat, karenanya melalui media kesayangan kita ini, hendaknya kita isi dengan krea vitas tulisan. Media kita ini hadir dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Dengan mengembangkan krea vitas (tulisan), dak hanya akan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam rangkan pelaksanaan tugas. Namun juga
berpengaruh pada pengembangan karir melalui penambahan angka kredit pengembangan profesi. Sebagai penyeimbang penyajian materi, redaksi juga menerima tulisan non pengawasan dari kontributor. Oleh karena itu, par sipasi kontributor sangat diharapkan demi kelangsungan penerbitan media kesayangan kita. Kalau bukan kita yang memanfaatkan (mengisi) media ini, siapa lagi? Selamat bekerja dan berkarya. (MY)
Cover Volume 9 No.3 September 2012 Media Informasi dan Komunikasi Pengawasan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
INSPEKTORAT JENDERAL
Media Informasi Dan Komunikasi Pengawasan Sektor Energi Dan Sumber Daya Mineral
Surat Keputusan Inspektur Jenderal KESDM Nomor 857.K/73/IJN/2004 Semua naskah yang dikirim ke Redaksi dan diterbitkan menjadi milik Bule n Pengawasan. Semua ar kel /tulisan yang berasal dari luar sepenuhnya tanggung jawab penulis yang bersangkutan Alamat Redaksi : Gedung Inspektorat Jenderal KESDM Lantai 4, Jl. Patra Kuningan Raya No. 1B, Jakarta 12950, Telp : 021-5202441, Fax : 021-5264246. E-mail :
[email protected]
2
PENERBIT : Tim Buletin Pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral PELINDUNG : Inspektur Jenderal PEMBINA : Sekretaris Inspektorat Jenderal, Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV PEMIMPIN REDAKSI : Alimuddin Baso STAF AHLI : Para Kepala Bagian DEWAN REDAKSI : Burhani Anwar, Elieser Hutahaean, Sigit Setiadi, Agus Salim, Yuli Rachwati, Ngadirun, Sukirman, Syahroni, Marliwan, Agus Solihul Hadi, R Evie Sofianti, Sri Winarni, Ismiyati Sudarsih Limo, Alpha Febrianto, Punta Bonasalin, Barata Kusuma REDAKTUR PELAKSANA : Sahid Junaedi, Mohammad Yusuf, Pandu Ismutadi, Ahmad Syauqi SEKRETARIS REDAKSI : Wahyu Budiarti, Musa, Bayu Dewanto Sadono, Zulfikar Tanjung STAF REDAKSI : M Halim Sari Wardhana, Nana Sutisna, Woro Suci Wahyu Hendarini, Tamjani, Tangguh Matanggwan, Supandi, Darini Purwo Lestari, Mathelda Duma, Ardhani Meitasari, Sumardi, Santi Aisyah, Heriansyah TIM KREATIF : I Gede Yudistira Kusuma, Wahyudi Akbari, Dicky Muhamad, Rizkan Dwi Rahardjo FOTOGRAFER : Mujilan, Moh Syarifullah PETUGAS TATA USAHA/KEUANGAN : Paino, Sukoco, Syehan, Rini Alfiyanti, Marlyna PETUGAS SIRKULASI : Hamdani, Novita Chairiyarsi, Endah Tristyanti, Nurul Chasanah, Neka Sari.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
[02]
Editorial
04
Volume 9 No.3 September 2012
Daftar Isi 38
LAPORAN UTAMA
L A P OR A N U TA M A
BILAMANA ADA “KEBERATAN ATAS
TEMUAN AUDIT”
Oleh : Halim Sari Wardana - Marliwan Siregar
SARI
K
eƟka proses audit telah selesai dilakukan, Ɵm audit telah melakukan pemaparan hasil audit, yang kemudian disepakaƟ oleh auditee dengan membubuhkan tanda tangan pernyataan kesediaan untuk menindaklanjuƟ hasil audit, maka diterbitkan memorandum hasil pemeriksaan yang dikeluarkan pimpinan terƟnggi atas nama Menteri. Ya mau Ɵdak mau, diakui sebagian atau seluruhnya, semua rekomendasi harus diƟndaklanjuƟ mengingat tembusan laporan hasil pemeriksaan disampaikan juga ke Įhak eksternal BPKP dan BPK. Selama namanya manusia selalu saja ada unsur manusiawi dan auditor Ɵdak lepas dari faktor “human error”. Padahal hasil audit ini sudah terlanjur distempel “Įnal” dan “mengikat” kepada auditee dengan diterbitkan MHP. Bagaimana kalau hasil audit Itjen/ Pengawasan internal Ɵdak akurat atau salah prosedur, sedangkan dampaknya sudah terlanjur/bisa merugikan pihak terperiksa (Auditee). Adakah instrumen yang mampu meminimalkan dampak human error dari para Auditor ini ? Tidak ada pula “Komite Judicial” atau mahkamah audit yang akan menampung uji materi terhadap laporan hasil audit. Bagaimana mekanisme Auditee untuk berkeberatan dengan kesimpulan audit Itjen karena dipandang ada fakta-fakta yang Ɵdak ditampilkan di Laporan Audit. Perlu dikupas lagi runutan terdapat kinerja audit yang dilakukan auditor sehingga, dapat diketahui akar dari adanya suatu keberatan terhadap audit.
[16]
PROSEDUR BAKU APIP Lembaga pengawasan internal melakukan kegiatan audit sesuai dengan kaidah-kaidah, norma, serta prosedur yang telah ditetapkan. Semua auditor dari anggota Ɵm, ketua Ɵm, dan pengendali teknis harus memenuhi kelulusan serƟĮkasi yang dikeluarkan oleh Pusdiklatwas BPKP. Sedangkan dalam kegiatan pengawasan yang dilakukan aparat pengawasan internal pemerintah, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah menetapkan Standar Audit Aparat Pengawasan Internal Pemerintah untuk mengatur mekanisme pengawasan dari prinsipprinsip dasar dan standar umum yang dirinci dalam standar pelaksanaan, pelaporan dan standar Ɵndak lanjut. Hal-hal terpenƟng terkait Standar audit yang dilakukan aparat
pengawasan internal pemerintah yang perlu diketahui menyangkut alur dan munculnya temuan audit dan rekomendasi antara lain : 1. Angka 2230 _Sertifikasi Jabatan dan Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan Auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) dan mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan (continuing professional education). Auditor wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi jabatan fungsional auditor yang sesuai dengan jenjangnya. Pimpinan APIP wajib memfasilitasi auditor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan serta ujian sertifikasi sesuai dengan ketentuan. Dalam pengusulan auditor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jenjangnya, pimpinan APIP mendasarkan keputusannya
[18]
[23]
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
4
[04]
[08]
[12]
Bilamana ada “Keberatan atas Temuan Audit” Mereduksi Fenomena FRAUD dengan Audit FORENSIK Bahan Bukti pada Audit Investigasi
MEREDUKSI FENOMENA FRAUD DENGAN AUDIT FORENSIK
Oleh : Alimuddin Baso
Sari : Fraud dimaknai sebagai serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/illegal acts yang dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain; Mereduksi Fenomena Fraud dengan audit forensik yang memanfaatkan teknologi forensik untuk memperoleh alat bukƟ yang dapat diterima sistem hukum yang berlaku; Pelaksanaan audit forensik, diperlukan seorang/Ɵm auditor yang memiliki talenta yang lebih dan memiliki kompetensi yang spesial.
PENDAHULUAN
I
Implementasi Basis Akrual Penilaian Akuntansi Persediaan pada Kementerian
Pemeriksaan Atas Pelanggaran Disiplin PNS Pengendalian Beban dan Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas Dalam Negeri Memahami “Unsur dan Faktor pendorong Terjadinya Kecurangan “
P
enulis pada kesempatan edisi ini ingin mengulang dan menyegarkan pemahaman para pembaca yang budiman tentang unsur dan faktor kecurangan dalam instansi atau organisasi. Walaupun kami percaya bahwa tema ini sudah cukup luas dan berulang-ulang dibahas dalam berbagai forum diklat, in house training atau forum lainnya dalam upaya mencari solusi untuk mencegahnya.
Suatu kenyataan bahwa kondisi saat ini oleh media diinformasikan di satu/ dua lembaga/instansi masih terjadi penyimpangan : apakah itu korupsi, kolusi, nepoƟsme, penyalahgunaan wewenang, kecurangan dalam pelaporan, penggelapan dan lain sebagainya. Dalam bahasa pengawasan atau manajemen audit, dikenal dengan isƟlah Fraud.
cara langsung atau Ɵdak langsung merugikan pihak lain. Dari deĮnsi tersebut, dapat dikelompokkan unsur-unsur fraud sebagai berikut : perbuatan melawan atau melanggar hukum; dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau luar organisasi; untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya; langsung atau Ɵdak langsung merugikan pihak lain. Dari unsur-unsur tersebut, perbuatan fraud Ɵdak jauh berbeda dengan Ɵndak pidana korupsi (TPK), sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 bahwa seƟap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara. Sedangkan AudiƟng dalam pengerƟan
secara umum adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk meyakinkan Ɵngkat kesesuaian antara suatu kondisi (menyangkut kegiatan auditan) dengan kriterianya, yang dilakukan oleh auditor dengan menguji bukƟ-bukƟ pendukungnya secara sistemaƟs, analisƟs, kriƟs dan selekƟf guna memberikan pendapat atau simpulan dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepenƟngan. UNSUR-UNSUR FRAUD DAPAT DIKELOMPOKKAN SEBAGAI BERIKUT : 1. Fraud/kecurangan di tinjau dari sisi korban fraud Adalah pihak yang menjadi akibat atau korban dari perbuatan fraud. Fraud yang terjadi di lingkungan auditee yang menjadi korban adalah organisasi/instansi yang bersangkutan. Apapun modus operandinya (korupsi, kolusi,
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
PEMBAHASAN 1. Audit Forensik Audit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian akuntansi, audiƟng maupun bidang hukum/ perundangan dengan harapan bahwa hasil audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan maupun kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk memberikan dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam proses liƟgasi/liƟgaƟon. Audit forensik
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
yang sebelumnya dikenal dengan akuntansi forensik mengandung makna antara lain “yang berkenaan dengan pengadilan”. Selain itu, juga sesuatu yang berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada permasalahan hukum. D. Larry Crumbley (Editor senior dari Journal of Forensic AccounƟng) memberikan pengerƟan tentang akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, arƟnya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan atau proses peninjauan judisial atau administraƟf”. Secara makro cakupan audit forensik melipuƟ invesƟgasi
Perilaku
Kepemimpinan OPI N I
PERILAKU KEPEMIMPINAN Oleh : Gatot Iswantoro
PENDAHULUAN
K
epemimpinan menyentuh berbagai segi kehidupan manusia seperƟ cara hidup, kesempatan berkarya, bertangga, bermasyarakat bahkan bernegara. Oleh karena itu usaha sadar untuk semakin mendalami berbagai segi kepemimpinan yang efekƟf perlu dilakukan secara terus menerus. Hal ini disebabkan keberhasilan suatu organisasi yang baik sebagai keseluruhan maupun sebagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu sangat bergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan.
Oleh karena itu wajar apabila berbagai paham dalam bidang kepemimpinan menyatakan bahwa “Mutu Kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi yang memainkan peran yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut. Ini berarƟ bahwa seorang pemimpin harus dapat menganƟsipasi dan mengikuƟ perubahan-perubahan dalam yang ada dalam organisasi. Apabila dalam era reformasi yang idenƟk dengan perubahan. Ini berarƟ bahwa seorang pemimpin harus dapat menganƟsipasi dan mengikuƟ perubahan-perubahan yang ada dalam organisasi yang idenƟk dengan perubahan. PEMBAHASAN PengerƟan mengenai kepemimpinan ini ternyata Ɵdak terlalu mudah dirumuskan suatu diĮnisi yang baku karena biasanya pengerƟannya hanya diambil dari kamus umum dan dalam penerapannya selalu tercampur aduk dengan pengerƟan–pengerƟan lain. SeperƟ kekuasaan, manajemen,
38
tentu akan melibatkanunsurr pemimpin yakni orang yang akan mempengaruhi Ɵngkah laku pengikutnya (inŇiincee) dan pengikut-pengikutnyadalam suatu tertentu. Oleh karena itu Steephen Covey seorang guru dibidang manajemen menyatakan bahwa pemimpin yang berhasil di abad 21 adalah yang mempunyai visa, serta kerendahan haƟ untuk terus menerus belajar dan mengasah kecakapan dan emosionalnya. Hal ini disebabkan seorang pemimpin yang cerdas bukanlah suatu jaminan untuk dari pakar yaitu Prof. Dr. Buchari, MPA, Waluyo Ratam, dan Marwani, SH dan lain sebagainya.
kontrol, pengawasan dan wewenang yang semuanya merujuk gejala yang sama. Bahkan Stogdill (1974) menyatakan bahwa kepemimpinan telah diĮnisikan atas dasar bakat, sifat, perilaku pengaruh terhadap orang lain, pola interaksi, peran, jabatan, posisi dan persepsi orang lain mengenai keabsyahan kepemimpinan itu sendiri. Beberapa contoh diĮnisi kepemimpinan adalah sebagai berikut : Kepemimpinan terjemahan dari bahasa inggris’ Leadership” menurut ensiklopedi umum dalam tahun 1993 penerbit Yayasan Kanesius diarƟkan sebagai ”hubungan yang erat antaranya seorang dan kelomplok manusia karena ada kepenƟngan yang sama” hubungan tersebut ditandai oleh Ɵngkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pimpinan dan yang dipimpin. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam kepemimpinan
Pemimpin dapat memimpin suatu unit organisasi yang efekƟf dan eĮsien. Oleh karena itu seorang pemimpin selain memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk memimpin juga dituntut berperilaku sebagai panutan dan tauladan bagi karyawannya.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
42
Oleh : Alimuddin Baso
PENDAHULUAN
Fraud dalam pengerƟan sederhananya adalah kecurangan, isƟlah fraud lebih ditekankan pada bentuk kecurangan yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seperƟ penyimpangan tersebut diatas. Jadi Fraud adalah suatu perbuatan melawan atau melanggar hukum yang dilakukan orang atau sekelompok orang dari dalam atau luar organisasi dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompoknya yang se-
yang berlaku.
[38]
WASR I K
MEMAHAMI “UNSUR “UNSUR DAN FAKTOR PENDORONG TERJADINYA KECURANGAN/FRAUD KECURANGAN/FRAUD” ”
PEMBAHASAN
sƟlah atau bahkan Audit Forensik dalam 1,5 tahun belakangan ini kita dengar dan baca dalam berbagai media di ruang publik masyarakat Indonesia, setelah adanya permintaan dari DPR/lembaga legislaƟf ke Badan Pemeriksa Keuangan RI sebagai upaya Ɵndak lanjut hasil audit invesƟgaƟf/pemeriksaan khusus yang dilaksanakan sebelumnya terhadap kasus Bailout Bank Century. Terlepas dari berbagai agenda dan kepenƟngan poliƟk para anggota legislaƟf tersebut, kami ingin menyampaikan tentang konsep penanganannya atas fenomena tersebut dari aspek pengetahuan dan standar audit. Fenomena Fraud yang semakin marak saat ini terutama korupsi sebagaimana di laporkan oleh Wakil Ketua KPK (Bpk. Zulkarnain - Tempo 10 Juli 2012) bahwa dalam kurun waktu 2004 sampai Mei 2012, KPK telah berhasil membawa para koruptor kelas kakap ke Pengadilan Tipikor dan semuanya di vonis bersalah yaitu 50 anggota DPR, 6 pejabat seƟngkat menteri, 8 gubernur, 5 wakil gubernur, 29 walikota dan bupaƟ, seratus lebih pejabat pemerintah eselon I & II, 85 CEO, pemimpin perusahaan milik negara (BUMN), dan pihak swasta yang terlibat korupsi. Fraud merupakan kejahatan yang luar biasa, maka harus secara luar biasa pula penanganannya, dibongkar dan dituntaskan melalui teknologi forensik sehingga diperoleh alat bukƟ yang dapat diterima sistem hukum
[27]
OPINI
WASRIK
SeperƟ kita ketahui bersama seorang ahli (Jack Bologne) menyampaikan teori tentang penyebab penyimpangan yang mendekaƟ realitas kehidupan kita sehari-hari yaitu faktor greed/keserakahan; opportunity/kesempatan; need/kebutuhan; dan expossure/suka pamer.
L A P OR A N U TA M A
8
16
27
[30]
Independensi Individu
[32]
Strategi Pelayanan Prima
[36]
Pentingnya Diklat Teknis Bagi Auditor
ETALASE
[42]
Penundaan
[42]
Keputusan
43
LENSA PERISTIWA
[43]
Buka Puasa Bersama Pegawai ITJEN KESDM
[44]
Halal Bihalal ITJEN KESDM
[45]
Penilaian Inisiatif
[46]
Dirgahayu merdekaan RI
[47]
Lomba Gerak Jalan
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
Ke-
3
L A P OR A N U TA M A
BILAMANA ADA “KEBERATAN ATAS
TEMUAN AUDIT”
Oleh : Halim Sari Wardana - Marliwan Siregar
SARI
K
e ka proses audit telah selesai dilakukan, m audit telah melakukan pemaparan hasil audit, yang kemudian disepaka oleh auditee dengan membubuhkan tanda tangan pernyataan kesediaan untuk menindaklanju hasil audit, maka diterbitkan memorandum hasil pemeriksaan yang dikeluarkan pimpinan ter nggi atas nama Menteri. Ya mau dak mau, diakui sebagian atau seluruhnya, semua rekomendasi harus di ndaklanju mengingat tembusan laporan hasil pemeriksaan disampaikan juga ke fihak eksternal BPKP dan BPK. Selama namanya manusia selalu saja ada unsur manusiawi dan auditor dak lepas dari faktor “human error”. Padahal hasil audit ini sudah terlanjur distempel “final” dan “mengikat” kepada auditee dengan diterbitkan MHP. Bagaimana kalau hasil audit Itjen/ Pengawasan internal dak akurat atau salah prosedur, sedangkan dampaknya sudah terlanjur/bisa merugikan pihak terperiksa (Auditee). Adakah instrumen yang mampu meminimalkan dampak human error dari para Auditor ini ? Tidak ada pula “Komite Judicial” atau mahkamah audit yang akan menampung uji materi terhadap laporan hasil audit. Bagaimana mekanisme Auditee untuk berkeberatan dengan kesimpulan audit Itjen karena dipandang ada fakta-fakta yang dak ditampilkan di Laporan Audit. Perlu dikupas lagi runutan terdapat kinerja audit yang dilakukan auditor sehingga, dapat diketahui akar dari adanya suatu keberatan terhadap audit.
4
PROSEDUR BAKU APIP Lembaga pengawasan internal melakukan kegiatan audit sesuai dengan kaidah-kaidah, norma, serta prosedur yang telah ditetapkan. Semua auditor dari anggota m, ketua m, dan pengendali teknis harus memenuhi kelulusan ser fikasi yang dikeluarkan oleh Pusdiklatwas BPKP. Sedangkan dalam kegiatan pengawasan yang dilakukan aparat pengawasan internal pemerintah, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah menetapkan Standar Audit Aparat Pengawasan Internal Pemerintah untuk mengatur mekanisme pengawasan dari prinsipprinsip dasar dan standar umum yang dirinci dalam standar pelaksanaan, pelaporan dan standar ndak lanjut. Hal-hal terpen ng terkait Standar audit yang dilakukan aparat
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
pengawasan internal pemerintah yang perlu diketahui menyangkut alur dan munculnya temuan audit dan rekomendasi antara lain : 1. Angka 2230 _Sertifikasi Jabatan dan Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan Auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) dan mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan (continuing professional education). Auditor wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi jabatan fungsional auditor yang sesuai dengan jenjangnya. Pimpinan APIP wajib memfasilitasi auditor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan serta ujian sertifikasi sesuai dengan ketentuan. Dalam pengusulan auditor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jenjangnya, pimpinan APIP mendasarkan keputusannya
L A P OR A N U TA M A pada formasi yang dibutuhkan dan persyaratan administrasi lainnya seperti kepangkatan dan pengumpulan angka kredit yang dimilikinya. Auditor wajib memiliki pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi, prosedur, dan teknik audit. Pendidikan profesional berkelanjutan dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi profesi, pendidikan sertifikasi jabatan fungsional auditor, konferensi, seminar, kursuskursus, program pelatihan di kantor sendiri dan partisipasi dalam proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang audit. 2. Angka 2300 – KECERMATAN PROFESIONAL Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), meskipun dapat saja terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan dengan seksama. Due professional care dilakukan pada berbagai aspek audit, diantaranya: - Formulasi tujuan audit; - Penentuan ruang lingkup audit, termasuk evaluasi risiko audit; pemilihan pengujian dan hasilnya; pemilihan jenis dan ngkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan audit; penentuan signifikan daknya risiko yang diiden fikasi dalam audit dan efek/dampaknya; pengumpulan bukti audit; penentuan kompetensi, integritas dan kesimpulan yang diambil pihak lain yang berkaitan dengan penugasan audit.
3. 3200 – PENGUMPULAN DAN PENGUJIAN BUKTI Auditor harus mengumpulkan dan menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit kinerja. Secara umum, audit dapat didefinisikan sebagai proses pengumpulan dan pengujian bukti untuk melihat kesesuaian informasi yang terkandung dalam bukti tersebut dengan suatu kriteria yang mendasarinya. Oleh karena itu, proses pengumpulan dan pengujian buk merupakan in dari sebuah audit. 3210 – Pengumpulan Buk Auditor harus mengumpulkan buk yang cukup, kompeten, dan relevan. Buk yang dikumpulkan oleh auditor akan digunakan untuk mendukung kesimpulan, temuan audit serta rekomendasi yang terkait. Buk dapat digolongkan menjadi buk fisik, buk dokumen, buk kesaksian, dan buk analisis. Buk fisik yaitu buk yang diperoleh dari pengukuran dan perhitungan fisik secara langsung terhadap orang, proper atau kejadian. Buk fisik dapat berupa berita acara pemeriksaan fisik, foto, gambar, bagan, peta atau contoh fisik. Buk dokumen merupakan buk yang berisi informasi tertulis, seper surat, kontrak, catatan akuntansi, faktur dan informasi tertulis lainnya. Buk kesaksian merupakan buk yang diperoleh melalui wawancara, kuesioner, atau dengan meminta pernyataan tertulis. Buk analisis merupakan buk yang dikembangkan oleh auditor dari buk audit lainnya. Buk analisis ini dapat berupa perbandingan, nisbah, perhitungan dan argumen logis lainnya. Buk audit yang cukup berkaitan dengan jumlah buk yang dapat
dijadikan sebagai dasar untuk penarikan suatu kesimpulan audit. Untuk menentukan kecukupan buk audit, auditor harus menerapkan per mbangan keahliannya secara profesional dan obyek f. Buk audit disebut kompeten jika buk tersebut sah dan dapat diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya. Buk yang sah adalah buk yang memenuhi persyaratan hukum dan peraturan perundang-undangan. Buk yang dapat diandalkan berkaitan dengan sumber dan cara perolehan buk itu sendiri. Buk audit disebut relevan jika buk tersebut secara logis mendukung atau menguatkan pendapat atau argumen yang berhubungan dengan tujuan dan kesimpulan audit. Auditor dapat menggunakan tenaga ahli apabila pengetahuan dan pengalamannya dak memadai untuk mendapatkan buk yang cukup, kompeten dan relevan. Untuk memahami apakah hasil kerja tenaga ahli dapat mendukung kesimpulan auditnya, auditor harus mempelajari metode atau asumsi yang digunakan oleh tenaga ahli tersebut. 4. 3220 – Pengujian Buk Auditor harus menguji buk audit yang dikumpulkan. Pengujian buk dimaksudkan untuk menilai kesahihan buk yang dikumpulkan selama pekerjaan audit, yaitu kesesuaian antara informasi yang terkandung dalam buk tersebut dengan kriteria yang ditentukan. Teknik audit yang digunakan melipu konfirmasi, inspeksi, pembandingan, penelusuran hingga buk asal, dan bertanya (wawancara). Selain untuk mendukung simpulan auditor atas kinerja audi , buk yang dikumpulkan dan diuji
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
5
L A P OR A N U TA M A juga buk yang mendukung adanya kelemahan dalam sistem pengendalian intern serta buk yang mendukung adanya ke dakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ke dakpatutan (abuse). 5. 4200 – BENTUK DAN ISI LAPORAN Laporan hasil audit kinerja harus dibuat dalam bentuk dan isi yang dapat dimenger oleh audi dan pihak lain yang terkait. Bentuk laporan pada dasarnya bisa berbentuk surat atau bab. Bentuk surat digunakan apabila dari hasil audit tersebut dak diketemukan banyak temuan. Sedangkan bentuk bab digunakan apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan banyak temuan. Baik bentuk surat maupun bab, laporan hasil audit se daknya harus memuat: Dasar melakukan audit; Identifikasi auditi; Tujuan/sasaran, lingkup, dan metodologi audit; Pernyataan bahwa audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit; Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi; Hasil audit berupa kesimpulan, temuan audit, dan rekomendasi; Tanggapan dari pejabat auditi yang bertanggung jawab; Pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta pihak-pihak yang menerima laporan; Pelaporan informasi rahasia apabila ada. Adanya kelemahan dalam sistem pengendalian intern serta adanya ke dakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ke dakpatutan (abuse) disajikan sebagai bagian temuan.
6
4210 – Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas sistem pengendalian intern audi . Kelemahan atas sistem pengendalian intern yang dilaporkan adalah yang mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan kelemahan yang dak signifikan cukup disampaikan kepada audi dalam bentuk surat (management le er). 4220 – Ke dakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, Kecurangan dan Ke dakpatutan (Abuse) Auditor harus melaporkan adanya ke dakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ke dakpatutan (abuse). Apabila berdasarkan buk buk yang diperoleh auditor menyimpulkan bahwa telah terjadi ke dakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ke dakpatutan (abuse), auditor harus melaporkan hal tersebut. Peraturan perundang-undangan mungkin mengatur bahwa APIP harus segera melaporkan adanya ke dakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ke dakpatutan (abuse) segera setelah ditemukan langsung kepada pihak-pihak yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam kondisi demikian, auditor harus segera melaporkan sesuai dengan ketentuan internal APIP tanpa harus menunggu laporan hasil audit diselesaikan. Auditor bisa menggunakan bantuan konsultan hukum untuk menentukan apakah telah terjadi ke dakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan dan kecurangan serta mekanisme pelaporannya.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
6. 4400 – TANGGAPAN AUDITI Auditor harus meminta tanggapan/ pendapat terhadap kesimpulan, temuan, dan rekomendasi termasuk ndakan perbaikan yang direncanakan oleh audi , secara tertulis dari pejabat audi yang bertanggung jawab. Tanggapan tersebut harus dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan obyek f, serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil audit. Tanggapan yang diberikan, seper janji atau rencana ndakan perbaikan, harus dicantumkan dalam laporan hasil audit, tetapi dak dapat diterima sebagai pembenaran untuk menghilangkan temuan dan rekomendasi yang berhubungan dengan temuan tersebut. Auditor harus melaporkan tanggapan pejabat audi yang bertanggung jawab atas program yang diaudit mengenai kesimpulan, temuan, dan rekomendasi auditor, serta perbaikan yang direncanakan olehnya. Salah satu cara yang paling efek f untuk memas kan bahwa suatu laporan hasil audit dipandang adil, lengkap, dan obyek f adalah adanya reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang dak hanya mengemukakan temuan dan pendapat auditor saja, melainkan memuat pula pendapat dan rencana yang akan dilakukan oleh pejabat yang bertanggung jawab tersebut. Apabila tanggapan dari audi bertentangan dengan kesimpulan, temuan, dan rekomendasi dalam laporan hasil audit, dan menurut pendapat auditor tanggapan tersebut dak benar, maka
L A P OR A N U TA M A auditor harus menyampaikan ke daksetujuannya atas tanggapan tersebut beserta alasannya secara seimbang dan obyek f. Sebaliknya, auditor harus memperbaiki laporannya, apabila auditor berpendapat bahwa tanggapan yang disampaikan oleh auditee tersebut benar. KEBERATAN ATAS TEMUAN AUDIT Dalam standar Standar Audit Aparat Pengawasan Internal Pemerintah pada angka 4400 tentang tanggapan audi dijelaskan secara rinci kewajiban auditor APIP untuk meminta tanggapan/pendapat terhadap kesimpulan, temuan, dan rekomendasi termasuk ndakan perbaikan yang direncanakan oleh audi , secara tertulis dari pejabat audi yang bertanggung jawab. Apabila tanggapan dari audi bertentangan dengan kesimpulan, temuan, dan rekomendasi dalam laporan hasil audit, dan menurut pendapat auditor tanggapan tersebut dak benar, maka auditor harus menyampaikan ke daksetujuannya atas tanggapan tersebut beserta alasannya secara seimbang dan obyek f. Sebaliknya, auditor harus memperbaiki laporannya, apabila auditor berpendapat bahwa tanggapan yang disampaikan oleh auditee tersebut benar. Tim Audit APIP pada saat menjelang berakhirnya hari penugasan melakukan pemaparan kepada auditee mengenai temuan yang didapatkan selama audit. Temuan ini diklarifikasi manakala ada persepsi yang berbeda atau ke daklengkapan data atau buk -buk yang disampaikan oleh auditee. Hal ini merupakan salah satu cara yang paling efek f untuk memas kan bahwa suatu laporan hasil audit dipandang adil, lengkap, dan obyek f dengan reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, sehingga
dapat diperoleh suatu laporan yang dak hanya mengemukakan temuan dan pendapat auditor saja, melainkan memuat pula pendapat dan rencana yang akan dilakukan oleh pejabat yang bertanggung jawab tersebut. Forum pemaparan ini merupakan forum terakhir yang memberikan kesempatan kepada kedua belah fihak baik auditor maupun auditee mengenai temuan audit. Adanya keberatan dari fihak auditee dapat disampaikan dan dijelaskan pada forum ini disertai data-data dan fakta maupun aturan yang mendukung lemahnya temuan yang disajikan oleh auditor. Setelah ditemukan kesepakatan berdasarkan buk dan data yang ada maka laporan yang memuat temuan hasil audit dianggap FINAL dan telah memenuhi aspek keadilan, kelengkapan dan obyek fitas. Pimpinan ter nggi atas nama menteri akan menyampaikan Memorandum Hasil Pemeriksaan kepada Auditee untuk menindaklanju hasil audit. Namun pada kenyataannya, terdapat auditee yang menyampaikan keberatan atas temuan itjen setelah diterbitkannya MHP. Kondisi ini dak diatur dalam standar audit pengawasan aparat pengawasan internal pemerintah, mengingat penyampaian keberatan atas laporan audit telah diatur dalam angka 4400 tentang tanggapan audit.
Keberatan atas temuan hasil audit setelah diterbitkan MHP oleh Pimpinan Ter nggi APIP atas nama Menteri dak dapat di ndaklanjun mengingat forum keberatan atas laporan hasil audit telah diatur dalam Standar audit pengawasan aparat pengawasan internal pemerintah angka 4400. Auditee pada dasarnya tetap diberikan kesempatan untuk menyampaikan data-data baru dalam rangka melakukan koreksi dan tanggapan keberatan pada saat pemaparan/ ekspose terakhir sebelum berakhirnya hari penugasan sehingga bilamana tanggapan tersebut dak benar, maka auditor harus menyampaikan ke daksetujuannya atas tanggapan tersebut beserta alasannya secara seimbang dan obyek f. Sebaliknya, auditor harus memperbaiki laporannya, apabila auditor berpendapat bahwa tanggapan yang disampaikan oleh auditee tersebut benar DAFTAR PUSTAKA Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008 Tanggal 31 Maret 2008 tentang Standar Audit Pengawasan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah. Kode EƟk dan Standar Pusdiklatwas BPKP, 2008
Audit,
KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan audit, para auditor APIP wajib memiliki ser fikasi profesional yang dikeluarkan oleh Pusdiklatwas BPKP. Kegiatan Pengumpulan buk -buk dan pengujian buk merupakan in dari sebuah audit yang mana data maupun buk tersebut diperoleh dari buk fisik, buk dokumen, buk kesaksian, dan buk analisis yang sumbernya dari data-data yang disampaikan oleh fihak auditee.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
7
L A P OR A N U TA M A
MEREDUKSI FENOMENA FRAUD DENGAN AUDIT FORENSIK
Oleh : Alimuddin Baso
Sari : Fraud dimaknai sebagai serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/illegal acts yang dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain; Mereduksi Fenomena Fraud dengan audit forensik yang memanfaatkan teknologi forensik untuk memperoleh alat buk yang dapat diterima sistem hukum yang berlaku; Pelaksanaan audit forensik, diperlukan seorang/ m auditor yang memiliki talenta yang lebih dan memiliki kompetensi yang spesial.
PENDAHULUAN
I
s lah atau bahkan Audit Forensik dalam 1,5 tahun belakangan ini kita dengar dan baca dalam berbagai media di ruang publik masyarakat Indonesia, setelah adanya permintaan dari DPR/lembaga legisla f ke Badan Pemeriksa Keuangan RI sebagai upaya ndak lanjut hasil audit inves ga f/pemeriksaan khusus yang dilaksanakan sebelumnya terhadap kasus Bailout Bank Century. Terlepas dari berbagai agenda dan kepen ngan poli k para anggota legisla f tersebut, kami ingin menyampaikan tentang konsep penanganannya atas fenomena tersebut dari aspek pengetahuan dan standar audit. Fenomena Fraud yang semakin marak saat ini terutama korupsi sebagaimana di laporkan oleh Wakil Ketua KPK (Bpk. Zulkarnain - Tempo 10 Juli 2012) bahwa dalam kurun waktu 2004 sampai Mei 2012, KPK telah berhasil membawa para koruptor kelas kakap ke Pengadilan Tipikor dan semuanya di vonis bersalah yaitu 50 anggota DPR, 6 pejabat se ngkat menteri, 8 gubernur, 5 wakil gubernur, 29 walikota dan bupa , seratus lebih pejabat pemerintah eselon I & II, 85 CEO, pemimpin perusahaan milik negara (BUMN), dan pihak swasta yang terlibat korupsi. Fraud merupakan kejahatan yang luar biasa, maka harus secara luar biasa pula penanganannya, dibongkar dan dituntaskan melalui teknologi forensik sehingga diperoleh alat buk yang dapat diterima sistem hukum
8
yang berlaku. PEMBAHASAN 1. Audit Forensik Audit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian akuntansi, audi ng maupun bidang hukum/ perundangan dengan harapan bahwa hasil audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan maupun kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk memberikan dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam proses li gasi/li ga on. Audit forensik
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
yang sebelumnya dikenal dengan akuntansi forensik mengandung makna antara lain “yang berkenaan dengan pengadilan”. Selain itu, juga sesuatu yang berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada permasalahan hukum. D. Larry Crumbley (Editor senior dari Journal of Forensic Accoun ng) memberikan penger an tentang akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, ar nya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan atau proses peninjauan judisial atau administra f”. Secara makro cakupan audit forensik melipu inves gasi
L A P OR A N U TA M A kriminal, bantuan dalam konteks perselisihan pemegang saham, masalah gangguan usaha (business interups ons)/jenis lain dan klaim assuransi, maupun business/ employee fraud inves ga on. Berkaitan dengan is lah fraud dalam judul tersebut dapat dimaknai sebagai serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/ illegal acts yang dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain. Perbuatan yang merugikan tersebut antara lain bisa berbentuk korupsi, kolusi, dan nepo sme (KKN), kecurangan, penyelewengan, pencurian, penyogokan, manipulasi, penggelapan, penjarahan, penipuan, penyelundupan, salah saji. Perbuatan tersebut secara keseluruhan merupakan perbuatan yang menyimpang e ka dan kepatutan/ abuse 2. Audit Inves gasi Audit inves gasi mendahului forensik secara kontekstual, perlu di ngkatkan pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasuskasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi Kolusi, Korupsi dan Nepo sme (KKN). Audit inves gasi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan buk yang dapat diterima dalam sis m hukum yang berlaku dengan tujuan untuk mengungkapkan terjadinya kecurangan/fraud. Terdapat 10 (sepuluh) bentuk korupsi sebagaimana yang diekspose oleh Centre of Interna onal Crime Preven o (CICP) dan UN Office for Drug Control and Crime Preven on (UN-ODCCP) yaitu : a. Pemalsuan/fraud; b. Penyuapan/Bribery; c. Penggelapan/ Emblezzlement; d. Komisi/Commision;
e. f. g. h. i. j.
Pemerasan/Extor on; Pilih Kasih/Favori sm; Penyalahgunaan wewenang/ Abuse of Discre on; Nepo sme/Nepo sm; Bisnis orang dalam/Insider Trading; Sumbangan Illegal/Illegal contribu on
3. Fraud (Kecurangan) terkini Perilaku curang atau bahkan ndak pidana kecurangan selaras dengan dinamika kehidupan sosial masyarakat dan perkembangan teknologi informasi yang menjadi pendorong inteligensia Frauder. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK dalam berbagai kesempatan menyampaikan melalui media massa bahwa kecurangan dalam bentuk pencucian uang/money loundering dan penggelapan asset. Pelaku curang (Frauder) akan berusaha mengamankan hasil kejahatannya antara lain dengan merekayasa, menyamarkan dan menutupi /menyembunyikannya dari penegak hukum. Namun demikian, auditor forensik harus menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah disamarkan atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya sehingga diperoleh alat buk yang handal dan memadai dalam rangka proses li gasi. Upaya kamuflase hasil ndak pidana kecurangan bisa melalui money laundering maupun penggelapan aset. Berdasarkan Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bahwa Pencucian Uang/money laundering adalah “Perbuatan menempatkan, menstransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyampaikan,
meni pkan, membawa keluar negeri, menukarkan,atau perbuatan lainnya atas harta kekayaannya yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil ndak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Kecurangan/Tindak pidana kecurangan dilakukan atau melalui ga proses kegiatan yaitu : a. Penempatan/placement; Tahap Penempatan/ placement merupakan upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari ndak pidana kedalam sistem keuangan (finansial system) atau upaya menempatkan uang giral kembali kedalam sistem perbankan (Bank, asel mahal, barang an k dan perhiasan). b. Pelapisan/layering Tahap pelapisan/layering merupakan upaya untuk menstransfer harta kekayaan yang berasal dari ndak pidana/ dirty money yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (bank) sebagai hasil usaha penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain (menjual sekuritas yang lain). c. Integrasi/Integra on Tahap Integrasi/Integra on merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari ndak pidana yang telah berhasil masuk dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer, sehingga seolaholah menjadiharta kekayaan yang halal/clean money untuk kegiatan bisnis yang halal. Sebagaimana diketahui bahwa negeri ini telah memiliki lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
9
L A P OR A N U TA M A secara tugas fungsi menelusuri transaksi tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UU No. 15 Tahun 2002. . Penggelapan asset oleh frauder diretas dengan penelusuran dalam rangka recovery/pemulihan kerugian. Penelusuran asset/asset terracing merupakan “suatu teknik yang digunakan oleh seorang inves gator/auditor forensik dengan mengumpulkan dan mengevaluasi buk -buk transaksi keuangan dan non keuangan yang berkaitan dengan asset hasil perbuatan ndak pidana korupsi dan atau ndak pidana pencucian uang yang disembunyikan oleh pelaku untuk diiden fikasi, dihitung jumlahnya dan selanjutnya agar dapat dilakukan pemblokiran/pembekuan dan penyitaan untuk pemulihan kerugian akibat pelaku TPK dan atau ndak pidana pencucian uang. Memperoleh buk -buk transaksi keuangan, dilakukan melalui penggeledahan yang diawali dengan permintaan informasi dan koordinasi dengan pihak terkait yang kompeten. Setelah penggeledahan menganalisis buk dan wawancara dengan tersangka. Menyita buk -buk transaksi dan buk yang tersimpan dalam perangkat lunak maupun perangkat keras komputer, bahkan buk -buk dalam bentuk digitalis. Teknik Penelusuran asset dengan Net worth method/metode kekayaan bersih (penghasilan kena pajak yang dak dilaporkan; penghasilan yang dak sah/ melawan hukum, illegal income dari organized crime; dan penetapan net worth awal tahun). Rumusan Net Worth = Assets – Liabili es. Metode lainnya, Expenditure Methode untuk menentukan unreported taxeable income. Metode ini untuk wajib pajak yang dak mengumpulkan harta benda, tetapi mempunyai pengeluaran besar.
10
4. Kombinasi Audit Inves gasiForensik Audit inves gasi/forensik dapat merupakan pengembangan lebih lanjut atas hasil audit operasional, audit kinerja yang memuat adanya indikasi KKN dengan konsekuensi terjadinya kerugian keuangan negara, namun demikian audit inves gasi dapat juga didasarkan indikasi kerugian yang tertayang sebagai berita dalam media massa maupun dalam laporan atau pengaduan masyarakat. Meskipun merupakan audit yang bersifat khusus, namun demikian teknologi atau metodologi auditnya dapat menggunakan teknik audit secara umum sesuai dengan standar audit yang berlaku dengan menggunakan teknik audit yang sifatnya eksplora f melalui : b. Pengujian terhadap fisik/ physical examination yang meliputi penghitungan uang tunai, kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya; c. M e m i n t a k o n f i r m a s i / confirmation dalam investigasi bahwa tindakan konfirmasi harus dikolaborasi-padukan dengan sumber lain/substained; d. Mengaudit dokumen atau buril /documentation termasuk dokumen digital, electrical dan lainnya. Teknik audit selanjutnya adalah d) Reviu yang sifatnya anali s/analytical review yaitu teknik menjawab terjadinya kesenjangan atas perbandingan yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi, e) Meminta informasi lisan atau tertulis dari pihak yang diaudit/inquiry of the auditee untuk mendukung masalah, f) Menghitung kembali/reperformance yang mana penggunaan teknik ini dilakukan dengan menguji kebenaran perhitungan (perkalian, pembagian, penambahan, pengurangan) dalam rangka memberikan jami-
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
nan atas kebenaran secara aritmakal, g) Mengama /observa on ini lebih menggunakan intuisi auditor terhadap kemungkinan adanya hal-hal yang disembunyikan. Theodorus M. Tuanako a menyampaikan beberapa kondisi yang bisa mengiden fikasikan risiko terjadinya kecurangan yaitu : a. L e m a h n y a m a n a j e m e n yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau tidak bisa mengawasi proses pengendalian; b. P e m i s a h a n t u g a s y a n g tidak jelas, terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas pengendalian dan pengamanan sumberdaya; c. Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan; d. K a s u s d i m a n a p e g a w a i cenderung menolak liburan atau menolak promosi; e. D o k u m e n - d o k u m e n n y a hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda memberikan informasi tanpa alasan yang jelas; f. Informasi yang salah atau membingungkan, dan pengalaman audit atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai kegiatankegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal. Seper telah disinggung dalam uraian tersebut bahwa audit ini dak sama dengan pelaksanaan audit secara umum, audit forensik lebih menekankan pada hal-hal atau ndakan yang diluar kewajaran atau diluar kebiasaan maupun yang seringkali dikatakan pengecualian maupun keanehan (excep on, addi es, irregulari es) dan pola ndakan (pa ern of conduct) daripada hal-hal yang sifatnya norma f yaitu kesalahan (error) dan keteledoran (ommisions) seper audit umumnya. Dapat dikatakan bahwa audit forensik
L A P OR A N U TA M A merupakan suatu metodologi dan pendekatan khusus dalam menilisik kecurangan (fraud), atau audit yang bertujuan untuk membuk kan ada atau daknya fraud yang dapat digunakan dalam proses li gasi. 5. Kualifikasi SDM Auditor Untuk melaksanakan audit forensik maka sangatlah wajar bila seorang auditor harus memiliki talenta yang lebih dan memiliki kompetensi yang spesial. Berkaitan dengan hal tersebut auditor diwajibkan atau harus memiliki kompetensi akademis dan empiris sebagai buk proses li gasi atau memberikan keterangan ahli di pengadilan saat proses hukum berjalan. Kompetensi auditor forensik maupun akuntan forensik tersebut sangat berkait erat dengan ketersediaan kemampuan audit atas permasalahan yang spesifik antara lain audit inves gasi, kemampuan menghitung terjadinya kerugian keuangan Negara, kemampuan mengendus dan mencegah kejahatan pencucian uang, kemampuan penelusuran asset Negara, kemampuan mengiden fikasi, menyikapi terjadinya risiko penyimpangan atau fraud, kemampuan untuk memahami terjadinya penyimpangan transaksi keuangan dan dalam pengadaan barang-jasa pemerintah dan kemampuan lain yang mendukung dan relevan. Kualifikasi yang harus dimiliki seorang akuntan forensik menurut Robert J. Lindquist yang diku p Theodorus M. Tuanako a dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investga f, 2006 diantaranya : (i) Krea f-kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan memper mbangkan insterpretasi lain; (ii) rasa ingin tahu – keingin tahu untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam serangkaian peris wadan situasi, (iii) tak menyerah – kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta dak mendukung, (iv) akal sehat – kemampuan untuk mempertahankan persfek f
dunia nyata, (v) Business sense – kemampuan untuk memahami bisnis sesungguhnya berjalan dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat. Dan (vi) percaya diri – kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan di bawah cross examina on (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela) KESIMPULAN 1. Kapasitas, kompatibilitas dan keandalan auditor untuk melakukan audit forensik dalam rangka mereduksi fenomena tindak kecurangan (fraud) dalam audit forensik adalah syarat keberhasilan melaksanakan tugas ini. Auditor harus mendapatkan alat bukti sesuai ketentuan hukum yang berlaku dalam membedah fraud dan proses litigasi, mengingat domain auditor merupakan aparat pengawasan internal kementerian yang notabene merupakan mata dan telinga dari manajemen puncak. Tentunya kondisi demikian tidak dapat lepas dari etika organisasi yaitu kebijakan dan keputusan manajemen puncak sangat menentukan langkah selanjutnya. 2. Pemahaman atas kewenangan auditor hanya untuk mendapatkan bukti audit sesuai ketentuan, dan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan penetapan benartidaknya seseorang bersalah dan melanggar hukum acara merupakan wewenang Aparat Penegak Hukum (APH). 3. Harapan yang besar terhampar kedepan dengan dilakukannya audit forensik agar hasilnya dapat memberikan kunci masuk yang tepat dalam rangka dapat mereduksi dan membedah fraud secara legal dengan alat bukti yang dapat diterima sistem hukum pada litigasi di lembaga peradilan.
DAFTAR PUSTAKA Materi Pendidikan dan PelaƟhan Audit Forensik, BPKP Tahun 2012. Undang-Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Zulkarnain - Komisi Pemberantasan Korupsi Lembaga Permanen, Koran Tempo 10 Juli 2012. Standar Pelaksanaan Audit APFP – (SK Kepala Balai Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No Kep.378/K/1996) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Modul EƟka dan Fraud dalam audit yang dikeluarkan Pusdiklat BPKP Theodorus M. TuanakoƩa – Akuntansi Forensik dan Audit InvesƟgaƟf, 2006 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia bidang Audit Forensik Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 46/MEN/ II/2009.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
11
L A P OR A N U TA M A
BAHAN BUKTI AUDIT PADA AUDIT INVESTIGASI/FORENSIK Oleh : Alimuddin Baso
Sari : BukƟ yang dapat diterima oleh sistem hukum yang berlaku dalam menyelesaikan kecurangan (fraud) dengan mendorong penerapan audit invesƟgasi/forensik; Bahan buk audit adalah hal yang mendasar untuk menilai suatu kejadian atau proses pekerjaan dalam audit; Buk yang diperoleh auditor harus cukup; Auditor forensik untuk melaksanakan tugas harus didukung dengan kemampuan akademis; Auditor dapat menghadapi tuntutan hukum dari pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan auditor yang mengambil simpulan dari fakta-fakta yang dak lengkap.
PENDAHULUAN
B
ahan buk audit adalah hal yang mendasar untuk menilai suatu kejadian atau proses pekerjaan dalam audit. Oleh karena itu upaya penajaman atas permasalahan dari audit inves gasi melalui teknologi forensik, terutama untuk menguji bahan buk audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpanganpenyimpangan yang memiliki indikasi merugikan keuangan Negara. Tentunya dalam menilai indikasi kerugian negara, hal yang pen ng diuji dan ditelaah yaitu modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, peraturan perundangan yang dilanggar, kapan terjadinya kejadian, lokus kejadian, kerugian yang di mbulkan, dan alat buk perkara sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP berupa keterangan saksi, keterangan ahli, buk surat, petunjuk, maupun keterangan terdakwa. Selanjutnya seluruh runtutan kejadian perkara tersebut harus dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan (BAPK) dari pihak yang terkait dengan kejadian perkara dimaksud. PEMBAHASAN Alat BukƟ hasil Audit Forensik Dalam audit forensik ini secara norma f auditor dibebani tuntutan
12
untuk dapat memperoleh buk dan alat buk yang dapat mengungkap adanya ndak pidana fraud. Selain itu, alat buk hasil audit forensik dimaksud untuk digunakan oleh aparat penegak hukum (APH) untuk dikembangkan menjadi alat buk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seper tersebut pada uraian diatas dalam rangka mendukung li gasi peradilan. Alat buk yang cukup dikembangkan tersebut selanjutnya dilakukan analisis yang merupakan tanggungjawab auditor dalam upaya pembuk an sampai menemukan alat buk sesuai ketentuan, sedangkan penetapan terjadinya fraud maupun salah daknya seseorang merupakan wewenang APH, dalam hal ini alat buk dan keyakinan hakim pengadilan. Buk yang diperoleh auditor harus cukup, mengingat seringnya dampak yang akan dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat dan bertanggungjawab dalam kejadian kecurangan. Dan auditor dapat menghadapi tuntutan hukum dari pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan auditor yang mengambil simpulan dari faktafakta yang dak lengkap. Standar audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP) SK Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No Kep.378/K/1996 tentang Standar Pelaksanaan Audit APFP bahwa “ Buk Audit yang relevan,
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
kompeten dan cukup harus diperoleh sebagai dasar yang memadai untuk mendukung pendapat simpulan dan saran. Maknanya Relevan yaitu logis mendukung pendapat/kesimpulan; Kompeten yaitu sah dan dapat diandalkan menjamin kesesuaian dengan fakta, dan Cukup dalam ar jumlah buk untuk menarik kesimpulan. Mengumpulkan dan Evaluasi Alat BukƟ Tahapan mengumpulkan alat buk untuk mendapatkan keyakinan bahwa buk yang didapatkan/diiden fikasi dapat diandalkan (leading) atau dak dapat diandalkan (misleading). Bila dak, maka harus dievaluasi untuk menentukan apakah audit harus diselesaikan sebagaimana yang direncanakan. Buk dapat diperoleh dari saksi, korban dan pelaku; Pencarian dan penggeledahan; Penggunaan alat bantu (computer), dan tenaga ahli Evaluasi buk merupakan tahapan yang paling kri s sebab pada tahap ini akan ditentukan diperluas atau daknya untuk mendapatkan informasi tambahan sebelum simpulan diambil dan laporan disusun. Kegiatan mencakup evaluasi relevansi dapat diterima dan kompetensi. Evaluasi buk dilakukan bila seluruh buk terkait telah diperoleh. Hal ini dilakukan untuk : a. Menilai kasus terbukti atau tidak
L A P OR A N U TA M A
kebenarannya; b. Evaluasi berkala untuk menilai kesesuaian hipotesis dengan fakta yang ada, c. Perlu tidaknya pengembangan suatu bukti, d. An sipasi dengan urutan proses kejadian (sequence) dan kerangka waktu kejadian/ me frame). Sedangkan teknis analisis buk melipu (i) Find, (ii) Read and interpret documents, (iii) Determinate relevance, (iv) verify the evidence, (v) assemble the evidence, dan (vi) Draw conclusion. Pembuk an menurut KUHAP antara lain Pasal 183 menetapkan bahwa Hakim dak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat buk yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu ndak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Sedangkan jenis alat buk yang sah yaitu : a. Keterangan saksi (Pasal 185, Pasal 1 butir 27); b. Keterangan Ahli (Pasal 187, Pasal 1 butir 28). c. Surat (Pasal 187), d. Petunjuk (Pasal 186), e. Keterangan Terdakwa (Pasal 189). Keterangan terdakwa saja dak cukup untuk membuk kan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat buk yang lain. Prosedur Audit Forensik Prosedur audit forensik utamanya ditekankan pada analisis laporan analy cal review dan teknik wawancara mendalam/in depth interview walaupun demikin masih juga tetap menggunakan teknis audit secara umum pengecekan fisik, rekonsiliasi dan konfirmasi. Audit forensik difokuskan pada area tertentu yang telah dipindai atau didugatengarai telah terjadi ndak
kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang pihak ke ga/ p off atau petunjuk terjadinya kecurangan/ red flags, maupun dengan petunjuk lainnya. Audit forensik biasa dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yaitu auditor (i) memperoleh informasi awal fraud, (ii) memperoleh informasi tambahan bila diperlukan, (ii) melakukan analisis layak daknya diinves gasi dari data yang tersedia, (iii) Menciptakan dan mengembangkan hipotesis-hipotesis yang didasarkan pada hasil analisis, (iv) Melakukan pengujian terhadap hipotesis, (v) memperbaiki maupun mengubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian, (vi) mengumpulkan buk -buk fraud; (vii) evaluasi buk buk , (viii) menyusun laporan LHF. Teknologi auditnya dapat memilih menggunakan (i) Melakukan audit fisik forensik, (ii) Melakukan konfirmasi atas hasil forensik, (iii) Audit buril atau dokumen yang terkait dengan kasus yang diforensik, (iv) Melakukan reviu secara anali kal atas
kasus yang diforensik, (v) Meminta informasi lisan maupun tertulis atas kasus yang diforensik, (vii) Melakukan perhitungan ulang atas kasus forensik (reperformance), dan (viii) Melakukan pengamatan kasus forensik (observa on). Kertas Kerja dan Standar Audit InvesƟgasi Kertas Kerja Inves gasi (KKI) didokumentasikan secara baik. KKI berisi catatan, analisis, simpulan terhadap pelaksanaan/pelaksanaan inves gasi yang menyangkut : a. Penyimpangan dan penyebabnya; b. Pengujian yang telah dilaksanakan, c. Bukti informasi yang diperoleh, d. Hasil wawancara dan Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK), e. G a m b a r a n t e n t a n g m o d u s operandi; dan f. Simpulan audit investigasi dan rekomendasi. Laporan audit forensik yang utama adalah memuat informasi benar daknya fraud yang dipindai terjadi dengan dukungan barang buk
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
13
L A P OR A N U TA M A maupun alat buk yang memadai sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Laporan dimaksud nara sumber hanya menyebutkan simpulan benar daknya fraud telah terjadi. Standar Audi ng. Dalam pelaksanaan audi ng akuntan diikat dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yaitu Standar Umum yaitu audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pela han teknis cukup sebagai auditor; dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan independensi sikap mental harus dipertahankan oleh auditor, kemahiran professional-cermat dan seksama. Standar Pekerjaan Lapangan yaitu jika digunakan asisten harus disupervisi dengan sebaik-baiknya; kewajiban auditor memahami struktur pengendalian internal; dan harus diperoleh bahan buk kompeten dan cukup. Standar pelaporan yaitu pendapat tentang kesesuaian dengan standar/prinsip akuntansi umum; konsistensi sistem akuntansi; pengungkapan informa f laporan keuangan harus cukup; dan pernyataan pendapat auditor. Bagaimana dengan standar audit inves gasi/forensik? Theodorus M Tuanako a mengu p standar yang dirumuskan K.H. Spencer Picke dan Jennifer Picke dengan 7 (tujuh) standar untuk melakukan inves gasi terhadap fraud, yaitu : a. Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui/ accepted best practices) b. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian/due care sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan c. P a s t i k a n b a h w a s e l u r u h dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks; dan jejak audit tersedia. d. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak azasi pegawai dan senantiasa menghormatinya. e. Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan
14
kecurangan, dan pada “penuntut umum” yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana. f. Cakup seluruh subtansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. g. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tatacara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah “rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspeks pengetahuan, ketrampilan dan atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku” (Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 46/MEN/ II/2009 tanggal tentang penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Audit Forensik). Kompetensi kunci Audit Forensik yang melipu : a. Mengumpulkan, menganalisis, dan mengorganisasikan informasi; b. Mengkomunikasikan informasi dan ide-ide; c. M e r e n c a n a k a n dan mengorganisasikan aktivitasaktivitas; d. Bekerja dengan orang lain dan kelompok; e. Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis; f. Memecahkan masalah; dan g. Menggunakan teknologi. Standar kompetensi seorang auditor melipu bidang kemampuan untuk mencegah dan mendeteksi fraud
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
(kecurangan), kemampuan melaksanakan audit forensik, kemampuan memberikan pernyataan secara keahlian dan kemampuan melaksanakan penghitungan kerugian keuangan dan penelusuran asset. Kadar pemahaman dan kemampuan keahlian tersebut utamanya terhadap penguasaan bidang-bidang dimaksud diatas, dalam upaya untuk mempersiapkan pelaksanaan tugas sebagai pemberi keterangan ahli (liƟgator) saat penanganan kasus tersebut masuk proses hukum di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). Selain hal tersebut, juga berkaitan erat dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam menggali informasi pen ng melalui komunikasi dan wawancara baik pada saat pelaksanaan audit maupun saat memberikan keterangan ahli di pengadilan saat proses hukum li gasi (liƟgaƟon). Auditor dapat menghadapi tuntutan hukum dari pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan auditor yang mengambil simpulan dari fakta-fakta yang dak lengkap. Sehingga auditor dalam melaksanakan tugasnya harus berpegang teguh pada standar audit dan kode e k, serta memperha kan kerangka hukum formal yang berlaku, sehingga dak menjadi boomerang dikemudian hari. Dalam standar audit antara lain ditetapkan bahwa “audit dilaksanakan oleh auditor yang memiliki keahlian melaksanakan audit yang dibukƟkan dengan serƟfikat”. Dalam Modul E ka dan Fraud dalam audit yang dikeluarkan Pusdiklat BPKP bahwa pemilihan tenaga auditor perlu memperha kan (i) idealnya m audit terdiri dari orang-orang yang memahami budaya kegiatan/kebiasaan organisasi yang sedang diselidiki, (ii) tenaga auditor adalah orang-orang yang terla h dan menger ilmu audit/akuntan, dan (iii) dipilih secara obyek f, dak ada pilih kasih agar hasil audit maksimal Selain mengacu pada ketentuan
L A P OR A N U TA M A tersebut, auditor forensik harus memiliki Ser kat Audit Forensik atau CerƟfied Fraud Examiner (CFE) untuk ser fikasi dari Luar Negeri atau CerƟfied Fraud Examiner (CFr.E) untuk ser fikasi dari lembaga Dalam Negeri. Dengan ser fikasi tersebut menunjukkan seseorang dimaksud telah mempunyai kemampuan khusus atau spesialis dalam mencegah dan memberantas kejahatan perbankan atau fraud lainnya. Ser fikat CFE maupun CFr.E merupakan wujud sebuah pengakuan dengan standar ter nggi yang memiliki keahlian dalam semua aspek dari profesi an fraud. Paling dak sekurangkurangnya seorang auditor forensik memiliki bekal kapabilitas kompetensi yang bersumber dari lembaga yang memiliki kapasitas dan akreditasi dalam melegi masi kualitas SDM auditor forensik melalui pendidikan dan pela han pengembangan kompetensi dan kapabilitas auditor untuk melaksanakan tugas audit forensik yang dikeluarkan oleh Lembaga Ser fikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF). Untuk auditor inves gasi layak diper mbangkan untuk mendapatkan ser fikasi dimaksud. Tuntutan atas kemampuan auditor forensik untuk melaksanakan tugas harus didukung dengan kemampuan akademis (i) memiliki dasar akuntansi dan audit yang kuat, (ii) Mengenal perilaku manusia dan organisasi (human dan organizaƟon behavior), (iii) Pengetahuan aspek pendorong terjadinya fraud (incenƟves, pressure, aƫtude, raƟonalizaƟon, opportuniƟes), (iv) Pengetahuan tentang hukum dan perundangan terkait standar buk keuangan dan buk hukum, (v) Pengetahuan kriminologi dan vik mologi (profiling), (vi) Pengetahuan terhadap pengendalian internal dan, (vii) Kemampun “berfikir seperƟ pencuri” /think as a theŌ maupun kemampuan lain yang relevan. Semakin lengkap kemampuan auditor akan semakin lancar dalam pelaksanaan tugasnya.
Kualifikasi yang harus dimiliki seorang akuntan forensik menurut Robert J. Lindquist yang diku p Theodorus M. Tuanako a dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investga f, 2006 diantaranya (i) Krea f-kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan memper mbangkan insterpretasi lain; (ii) rasa ingin tahu – keingin tahu untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam serangkaian peris wadan situasi, (iii) tak menyerah – kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta dak mendukung, (iv) akal sehat – kemampuan untuk mempertahankan persfek f dunia nyata, (v) Business sense – kemampuan untuk memahami bisnis sesungguhnya berjalan dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat. Dan (vi) percaya diri – kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan di bawah cross examinaƟon (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).
sebelum simpulan laporan disusun
diambil
dan
Peran Auditor forensik/Inves gasi maupun akuntan forensik sangat dibutuhkan dalam rangka untuk mendeteksi dan membedah secara efek f terjadinya kecurangan (fraud) yang dapat memberikan hasil audit berupa alat buk yang merupakan rekaman jejak kejadian perkara yang dapat memenuhi syarat ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Auditor forensik/Inves gasi harus mampu untuk memberikan konstribusi pemberantasan ndak pidana korupsi atau Korupsi-Kolusi-Neposme melalui pemberian peran pada tahap pencegahan akan terjadinya fraud melalui kegiatan sosialisasi dan tahap penindakan melalui audit inves ga f. Auditor yang ditugaskan melaksanakan audit inves gasi/forensik harus didukung dengan kemampuan akademis DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN Audit Inves gasi/audit forensik secara norma f auditor dibebani tuntutan untuk dapat memperoleh buk dan alat buk yang dapat mengungkap adanya ndak pidana fraud. Bahkan alat buk hasil audit forensik dimaksud untuk digunakan oleh aparat penegak hukum (APH) untuk dikembangkan menjadi alat buk yang sesuai dengan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP Alat buk yang dikumpulkan harus dapat memberikan keyakinan bahwa buk yang didapatkan/diiden fikasi dapat diandalkan (leading) atau dak dapat diandalkan (misleading). Dan selanjutnya dilakukan evaluasi buk merupakan tahapan yang paling kri s sebab pada tahap ini akan ditentukan diperluas atau daknya untuk mendapatkan informasi tambahan
Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) Materi Pendidikan dan PelaƟhan Audit Forensik, BPKP Tahun 2012. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Modul EƟka dan Fraud dalam audit yang dikeluarkan Pusdiklat BPKP Theodorus M. TuanakoƩa – Akuntansi Forensik dan Audit InvesƟgaƟf, 2006 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia bidang Audit Forensik Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 46/MEN/ II/2009. Standar Pelaksanaan Audit APFP – (SK Kepala Balai Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No Kep.378/K/1996)
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
15
WASR I K
IMPLEMENTASI BASIS AKRUAL PENILAIAN AKUNTANSI PERSEDIAAN PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA Oleh : Punta Bonasalin dan Nana SuƟsna
PENDAHULUAN Untuk menyajikan persediaan di neraca, diperlukan metode untuk menilai persediaan tersebut. Metode penilaian persediaan yang selama ini digunakan dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat adalah berdasarkan inventarisasi fisik dan dinilai berdasarkan harga beli terakhir sesuai dimaksud Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 40 tahun 2006 tentang Pedoman Akuntansi Persediaan dan Lampiran II PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Berbasis Kas Menuju Akrual. Namun, penggunaan Basis Kas Menuju Akrual hanya diperkenankan untuk masa transisi karena PP Nomor 71 Tahun 2010 mengamanatkan bahwa Basis Akrual akan diterapkan selambatlambatnya pada tahun 2015. Akuntansi berbasis akrual perlu segera diimplementasikan untuk memenuhi amanat Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. yaitu: “ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.” KLASIFIKASI PERSEDIAAN Dalam Lampiran I PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan Berbasis Akrual, disebutkan bahwa persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah dan barang-barang yang dimaksudkan un-
16
tuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan dapat diklasifikasikan yaitu: Barang konsumsi; Amunisi; Bahan untuk pemeliharaan; Suku cadang; Persediaan untuk tujuan strategis/ berjaga-jaga; Pita cukai dan leges; Bahan baku; Barang dalam proses/ setengah jadi; Tanah/bangunan/peralatan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat PENGAKUAN Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal dan pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada akhir periode akuntansi catatan volume/kuan tas persediaan berdasarkan inventarisasi fisik. PENGUKURAN Nilai transaksi perolehan persediaan melipu seluruh belanja yang dikeluarkan sampai suatu barang persediaan tersebut dapat dipergunakan. Lampiran I.06 PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan Berbasis Akrual nilai perolehan persediaan disajikan sebesar: a. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. b. Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; meliputi biaya langsung
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis. c. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/ rampasan; meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar (arm length transaction). Pada akuntansi berbasis akrual untuk menyajikan nilai persediaan pada Laporan Operasional dan Neraca, dapat menggunakan : a. Metode sistematis yaitu FIFO dan rata-rata tertimbang Penilaian persediaan dengan menggunakan metode FIFO berarti bahwa persediaan dinilai berdasarkan urutan transaksi perolehannya. Barang yang dibeli pertama akan dikeluarkan juga pada kesempatan pertama (first in first out). Penilaian dengan metode ratarata tertimbang (weighted average), persediaan dinilai dengan harga rata-rata persediaan tersebut. b. Harga pembelian terakhir apabila setiap unit persediaan nilainya tidak material dan bermacammacam jenis. Contoh implementasi penilaian persediaan berbasis akural sebagai berikut: Satker X melakukan pembelian dan pendistribusian persediaan Kertas Jenis A-4 sebagai berikut : 1) 5 Maret 2012, dibeli dari PT. XYZ sebanyak 25 rim @ Rp36.000,2) 7 Maret 2012, didistribusikan 8 rim ke Bagian A. 3) 9 Maret 2012, didistribusikan 7 rim ke Bagian B 4) 12 Maret 2012, dibeli dari PT. ABC sebanyak 20 rim @ Rp37.000,-
WASR I K 5) 14 Maret 2012, didsitribusikan 12 rim ke Bagian C 6) 16 Maret 2012, didistribusikan 8 rim ke Bagian D 7) 19 Maret 2012, dibeli dari PT. TKC sebanyak 15 rim @ Rp40.000,8) 20 Maret 2012, didistribusikan 14 rim ke Subdit E 9) 22 Maret 2012, didstribusikan 7 rim ke Subdit F 10)27 Maret 2012, dibeli dari PT. JKT sebanyak 11 rim @ Rp38.000,a) Implementasi penilaian persediaan menurut metode FIFO sebagai berikut:
p
Tgl 05-Mar 07-Mar 09-Mar 12-Mar 14-Mar 16-Mar 19-Mar 20-Mar 22-Mar 27-Mar
p
Uraian PT.XYZ Bagian A Bagian B PT ABC Saldo Bagian C Bagian D PT TKC Saldo Subdit E Subdit F PT JKT Saldo Total
p
Unit 25
20
15
11
Pembelian Harga Satuan Jumlah 36.000
37.000
Unit
Pengeluaran Harga Satuan Jumlah
900.000 8 7
36.000 36.000
288.000 252.000
10 2 8
36.000 37.000 37.000
360.000 74.000 296.000
10 4 7
37.000 40.000 40.000
370.000 160.000 280.000
740.000
40.000
38.000
600.000
418.000
g Unit 25 17 10 20 30 20 18 10 15 25 15 11 4 11 15
Saldo Harga Satuan 36.000 36.000 36.000 37.000 37.000 37.000 37.000 40.000 40.000 40.000 40.000 38.000
Jumlah 900.000 612.000 360.000 740.000 1.100.000 740.000 666.000 370.000 600.000 970.000 600.000 440.000 160.000 418.000 578.000
2.080.000
Dari tabel diatas beban persediaan menurut metode FIFO yaitu total pemakaian/pengeluaran persediaan sebesar Rp.2.080.000,- dan akan disajikan pada Laporan Operasional sedangkan nilai saldo akhir persediaan di neraca adalah sebesar Rp 578.000,- terdiri dari (Rp160.000,- + Rp 418.000,-). b) Implementasi penilaian rata-rata ter mbang dapat dilihat dibawah ini : Pembelian Tgl
Uraian
05-Mar 07-Mar 09-Mar 12-Mar 14-Mar 16-Mar 19-Mar 20-Mar 22-Mar 27-Mar
PT.XYZ Bagian A Bagian B PT ABC Bagian C Bagian D PT TKC Subdit E Subdit F PT JKT Total
Unit
Harga Satuan
25
36.000
20
15
11
37.000
40.000
38.000
Pengeluaran Jumlah
Unit
Harga Satuan
Saldo Jumlah
900.000 8 7
36.000 36.000
288.000 252.000
12 8
36.500 36.500
438.000 292.000
14 7
38.250 38.250
535.500 267.750
740.000
600.000
418.000
Unit 25 17 10 30 18 10 25 11 4 15
Harga Satuan 36.000 36.000 36.000 36.500 36.500 36.500 38.250 38.250 38.250 38.125
Jumlah 900.000 612.000 360.000 1.095.000 657.000 365.000 956.250 420.750 153.000 571.875
2.073.250
Dari tabel diatas beban persediaan menurut metode rata-rata ter mbang (Wheighted Average) yaitu total pemakaian/ pengeluaran persediaan sebesar Rp2.073.250,- dan akan disajikan pada laporan Operasional sedangkan nilai saldo akhir persediaan di neraca sebesar Rp 571.875,-
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
17
WASR I K c) g Implementasi penilaian p persediaan dengan harga pembelian terakhir dapat digambarkan seper dibawah ini : Tgl 05-Mar 07-Mar 09-Mar 12-Mar 14-Mar 16-Mar 19-Mar 20-Mar 22-Mar 27-Mar
Uraian PT.XYZ Bagian A Bagian B PT ABC Bagian C Bagian D PT TKC Subdit E Subdit F PT JKT Total
Unit 25
20
15
11
Pembelian Harga Jumlah Satuan 36.000
37.000
40.000
38.000
Unit
Pengeluaran Harga Jumlah Satuan
900.000 8 7
36.000 36.000
288.000 252.000
12 8
37.000 37.000
444.000 296.000
14 7
40.000 40.000
560.000 280.000
740.000
600.000
418.000
Unit
Saldo Harga Satuan
Jumlah
25 17 10 30 18 10 25 11 4 15
36.000 36.000 36.000 37.000 37.000 37.000 40.000 40.000 40.000 38.000
900.000 612.000 360.000 1.110.000 666.000 370.000 1.000.000 440.000 160.000 570.000
2.120.000
Dari tabel diatas beban persediaan menurut metode harga beli terakhir adalah total pemakaian/pengeluaran persediaan sebesar Rp.2.120.000,- dan akan disajikan pada Laporan Operasional sedangkan nilai saldo akhir persediaan di neraca adalah sebesar Rp.570.000,Secara ringkas, pemakaian persediaan dan saldo akhir dari masing-masing metode penilaian persediaan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Metode penilaian persediaan
FIFO Weighted Average Harga beli terakhir
Beban Pemakaian persediaan pada Laporan Operasional 2.080.000 2.073.250 2.120.000
Saldo Akhir Persediaan Pada Neraca 578.000 571.875 570.000
Dari ke ga metode penilaian persediaan tersebut terlihat perbedaan nilai akhir persediaan tetapi dak signifikan dan memiliki kelebihan/kekurangan. Kelebihan menggunakan metode FIFO adalah penilaian persediaan ini lebih fair dalam penyajiannya karena memper mbangkan history transaksi persediaan yang terjadi sehingga metode ini selaras dengan pergerakan fisik barang dalam suatu en tas dimana persediaan yang dibeli terlebih dahulu akan dikeluarkan atau didistribusikan lebih awal. Sedangkan kelebihan menggunakan metode ter mbang rata-rata (weighted average) adalah dak membedakan harga masing-masing pembelian persediaan, namun untuk penerapannya memerlukan keteli an perhitungan harga rata-ratanya. Dan untuk metode harga beli terakhir rela f lebih mudah karena pemakaian dan saldo akhir persediaan dihitung berdasarkan harga beli terakhir, tetapi metode ini dak memper mbangkan history transaksi persediaan. KESIMPULAN Penggunaan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual hanya diperkenankan untuk masa transisi yaitu paling lama 4 (empat) tahun setelah tahun anggaran 2010 sesuai PP Nomor 71 Tahun 2010. Maka pada tahun 2015 pemerintah diwajibkan menggunakan SAP Berbasis Akrual. Untuk penilaian akuntansi persediaan dengan menggunakan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual maka penyajian persediaan dineraca berdasarkan hasil inventarisasi fisik pada tanggal pelaporan atau pada akhir periode akuntansi dan dinilai berdasarkan harga beli terakhir, metode tersebut terlihat lebih sederhana dan mudah untuk diimplementasikan pada En tas Akuntansi Kementerian Negara/ Lembaga.
18
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
Untuk penilaian akuntansi persediaan dengan menggunakan SAP Berbasis Akrual maka penyajian beban persediaan pada Laporan Operasional dan saldo akhir persediaan pada neraca, berdasarkan hasil inventarisasi fisik pada tanggal pelaporan atau pada akhir periode akuntansi dan dinilai dengan alterna v ga macam cara yaitu metode FIFO, weighted average dan harga pembelian terakhir. Untuk hal ini maka en tas pelaporan/akuntansi wajib mengimplementasikan metode penilaian akuntansi persediaan yang dipilih secara konsisten sesuai prinsip konsistensi dalam akuntansi dan pelaporan keuangan. DAFTAR PUSTAKA : Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
WASR I K
PEMERIKSAAN ATAS PELANGGARAN DISIPLIN PNS Oleh : IsmiyaƟ Sudarsih Limo
Kata Kunci : Disiplin, Pelanggaran Disiplin, Hukuman Disiplin, Sanksi Kata Pesan : Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
LATAR BELAKANG Dalam kehidupan manusia dan juga dalam kehidupan organisasi diperlukan pengawasan, karena pengawasan adalah sangat kodra . Dalam pelaksanaan pengawasan yang sering terjadi dan umumnya dilakukan adalah pengawasan terhadap kegiatan pengadaan barang dan jasa. Kita lupa bahwa pengawasan kepegawaian khususnya yang terkait masalah disiplin pegawai juga memegang peranan pen ng, ar nya jika ada pelanggaran disiplin yang dilakukan pegawai tentunya dapat mengganggu organisasi dan lingkungan kerja. Organisasi atau apapun namanya dapat berjalan baik jika sumber daya manusia yang berada di dalamnya berdisiplin serta sadar akan tanggung jawabnya. Terkait masalah disiplin PNS, undang-undang mengaturnya secara khusus karena PNS merupakan unsur aparatur negara dan abdi masyarakat tentunya harus patuh dan taat terhadap tata kerja yang ada. Sesuai ketentuan yang ada se ap PNS perlu disiplin, ar nya kesanggupan se ap PNS untuk menaa kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang apabila dak ditaa atau dilanggar akan dikenakan hukuman disiplin. Penjatuhan hukuman disiplin dimaksudkan untuk membina PNS yang telah melakukan pelanggaran, agar yang bersangkutan dak mengulangi dan memperbaiki diri dimasa yang akan datang. Sayangnya
belum semua pimpinan organisasi fokus terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS dilingkungannya. Untuk membantu pimpinan organisasi tersebut sesuai kewenangannya dalam surat tugas, Tim pemeriksa melakukan pemeriksaan operasional/kinerja, dengan k berat pada tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang melipu aspek keuangan, perlengkapan, kepegawaian dan aspek pembangunan. Namun demikian permasalahan disiplin dak akan terjadi jika semua pihak telah melaksanakan peran sesuai kewenangannya. PERMASALAHAN Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang pelanggaran disiplin, maka kita harus mendefinisikan dulu apa saja yang termasuk pelanggaran disiplin dan apa itu hukuman disiplin. Pelanggaran disiplin adalah se ap ucapan, tulisan atau se ap perbuatan PNS yang dak menaa kewajiban dan/ atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Sedangkan hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS. Terkait pelanggaran disiplin yang sangat tren dan umum terjadi adalah : - Tidak menaati jam kerja dan masuk kerja
- Hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah, dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya. - Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin - Melakukan pernikahan dengan menjadi isteri kedua/ketiga / keempat Permasalahan tersebut kerap terjadi dise ap unit kerja, untuk itu perlu ditanggapi secara serius oleh atasan langsung, pimpinan organisasi maupun pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi untuk menyelesaikannya. - Pelanggaran disiplin yang sering terjadi dilingkungan KESDM dapat diurai menjadi kelompok berikut : - Atasan yang serius, begitu mengetahui ada pelanggaran disiplinkan yang dilakukan bawahannya langsung mengambil langkah-langkah untuk menjatuhkan sanksi. - Atasan yang tidak peduli, yaitu mengetahui ada pelanggaran disiplin yang dilakukan bawahannya tetapi didiamkan tanpa ada sanksi apapun. - Atasan yang terlalu sibuk sehingga tidak mengetahui kalau pegawainya telah melakukan pelanggaran disiplin. Dari beberapa permasalahan pelanggaran disiplin baik yang sudah dijatuhkan sanksi dan sudah terbit surat keputusannya maupun yang sudah terjadi dan belum diambil ndakan apapun oleh atasannya menunjukkan bahwa tren pelanggaran disiplin cenderung meningkat.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
19
WASR I K PEMBAHASAN Berdasarkan Pasal 5 UU No. 8 tahun 1974, se ap pegawai negeri wajib menaa segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian. Kesadaran dan tanggungjawab. Ar nya se ap PNS adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, sehingga berkewajiban memberikan contoh yang baik dalam menaa dan melaksanakan segala peraturan yang berlaku. Pemberian tugas kedinasan kepada PNS seharusnya dilaksanakan sebaik-baiknya, karena merupakan kepercayaan dari atasan yang berwenang. Dalam pelaksanaan tugas kedinasan banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh PNS yang notabene sudah diketahui oleh PNS tersebut, bahwa akibat dari perbuatannya itu melanggar aturan dan berdampak kepada sanksi. Selain itu yang justru dituntut oleh ketentuan adalah pengawasan melekat dari atasan langsung terhadap pelaksanaan tugas bawahan, karena sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin se ap atasan langsung wajib memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
mencapainya. Sebab dengan keterbukaan terlihat jelas, yang salah nampak salah dan yang benar nampak benar, dengan keterbukaan, ingin diciptakan pula pengawasan luar dan dalam. Maksudnya diluar pengawasan yang dilakukan oleh APIP, pengawasan dalam lingkungan kerja oleh atasan terhadap bawahan juga sudah berlangsung. Dengan pengawasan ganda demikian, diharapkan bisa membawa kemajuan terhadap organisasi. Analisis Peraturan 1. Tidak menaaƟ jam kerja dan masuk kerja Berdasarkan Pasal 3 angka 11 PP Nomor 53 tahun 2012, se ap PNS antara lain wajib masuk kerja dan menaa ketentuan jam kerja. Banyak permasalahan yang terkait kewajiban PNS tersebut, antara lain : - PNS tidak pernah masuk kantor - PNS masuk kantor diluar jam kerja - PNS merangkap jabatan di swasta dan dilakukan pada saat jam kerja Perbuatan tersebut diatas merupakan pelanggaran disiplin, maka kepada ybs perlu dijatuhan hukuman disiplin ringan, sedang atau berat sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan dengan memper mbangkan latar belakang dan dampak dari pelangggaran yang dilakukan, seper terlihat pada tabel berikut : NO 1
TINGKAT HUKUMAN JENIS HUKUMAN DISIPLIN DISIPLIN Hukuman disiplin terguran lisan, dak masuk kerja tanpa ringan alasan yang sah selama 5 hari kerja. teguran tertulis, dak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 sd 10 hari kerja. pernyataan dak puas secara tertulis, dak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 s.d 15 hari kerja. Hukuman sedang
disiplin penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, dak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 s.d 20 hari kerja.
Pengawasan atasan langsung harus dilakukan dengan ter b serta ada keterbukaan atau kebersamaan atasan dan bawahan. Selain itu pelaku pengawasan (atasan langsung maupun auditor) sendiri harus bersih, ada kemampuan teknis dan keberanian moral untuk menindaknya dan dilakukan dengan konsisten tanpa pandang bulu. Keterbukaan pen ng agar semua jajaran jelas mengetahui apa yang ingin dicapai dan bagaimana
20
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, dak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 s.d 25 hari kerja. penurunan pangkat se ngkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun, dak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 s.d 30 hari kerja. penurunan pangkat se ngkat lebih rendah selama 3 ( ga) tahun, dak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 s.d 35 hari kerja
WASR I K
Hukum Disiplin berat
pemberhenƟan dari jabatan, dak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36 s.d 40 hari kerja pemberhenƟan dengan hormat Ɵdak atas permintaan sendiri, dak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 s.d 45 hari kerja pemberhenƟan sebagai PNS,
Ɵdak
dengan
hormat
dak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 hari kerja atau lebih.
Pasal 4, se ap PNS antara lain dilarang : - Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain, yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan negara; - Menghalangi berjalannya tugas kedinasan. Pasal 5, PNS yang Ɵdak menaaƟ ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 dan/ atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin. Sanksi terhadap atasan yang tidak menjatuhkan sanksi kepada pegawai yang telah melakukan pelanggaran disiplin sangat tegas, sebagaimana tersebut pada Pasal 21 : - Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin; - Apabila pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan hukuman displin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya; - Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama dengan jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin; - Atasan sebagimana dimaksud pada ayat (2) juga menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran. 2. Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PP Nomor 45 tahun 1990, PNS pria yang akan beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat. Selanjutnya se ap atasan yang menerima permintaan izin dari PNS, baik untuk melakukan perceraian, dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan per mbangan dan meneruskannya kepada pejabat melalui saluran hirarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 ( ga) bulan, sesuai pasal 5 ayat (2). Pejabat yang menerima wajib memperha kan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan per mbangan dari atasan PNS yang bersangkutan (pasal 9 ayat (1). Atasan dan pejabat yang melanggar ketentuan tersebut diatas dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat.
3. Melakukan pernikahan dengan menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) PP Nomor 45 tahun 1990, PNS wanita dak diizinkan menjadi isteri kedua/ke ga/keempat. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai isteri kedua/ke ga/keempat dilarang menjadi PNS. PNS wanita yang melanggar ketentuan tersebut dijatuhi “pemberhen an dak dengan hormat sebagai PNS”. 4. Hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah, dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya. Yang dimaksud hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah merupakan suatu rumah tangga. Se ap pejabat yang mengetahui atau menerima laporan adanya PNS dalam lingkungannya melakukan hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah, wajib memanggil PNS yang bersangkutan untuk diperiksa Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. Point 2, 3 dan 4 merupakan pelanggaran PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS. Bahwa PNS harus menjadi tauladan yang baik bagi masyarakat dalam ngkah laku, ndakan dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga, sehingga se ap PNS dalam melaksanakan tugasnya dak
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
21
WASR I K terhadap pelaksanaan tugas bawahannya; d. menimbulkan kecemburuan bagi pegawai lain dan tidak menimbulkan efek jera kepada yang bersangkutan. e. Terkena dampak mendapat sanksi salah satu hukuman disiplin berat DAFTAR PUSTAKA : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sebagaimana telah dirubah dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. akan banyak terganggu oleh masalah dalam keluarganya. Dalam rangka untuk menegakkan disiplin PNS serta memberikan kepas an hukum dan rasa keadilan telah dibuat rambu-rambu bagi PNS pria maupun wanita untuk dak melakukan perbuatan yang dapat merusak citra PNS, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1983 - Pasal 4 ayat (2) PNS wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat - Pasal 14 PNS dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah. - Pasal 15 ayat (2) PNS wanita yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) , dijatuhi hukuman disiplin “pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Sanksi Pejabat yang dak melakukan pemeriksaan dalam hal mengetahui adanya PNS dalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama diluar perkawinan yang sah, serta atasan yang dak segera memproses
22
izin perkawinan/ perceraian yang di ajukan bawahannya, dijatuhi sanksi salah satu hukuman disiplin berat. KESIMPULAN 1. P e l a n g g a r a n d i s i p l i n d a p a t dicegah jika ada Ketertiban dan Pengawasan, memang tidak mudah untuk menciptakan segala sesuatu serba tertib. Didalamnya tersirat makna penghayatan, kesadaran & kemauan. Ketertiban dan pengawasan bersangkut paut dengan unsur manusia. Dan berbicara masalah manusia terkait pula faktor “Idealisme & Moral”. 2. Pengawasan atasan langsung perlu ada tindak lanjutnya, baik penindakan yang bersifat preventif atau represif. Pengawasan atasan langsung dapat berjalan efektif, apabila setiap pimpinan organisasi mempunyai keberanian moral untuk menegakkan ketentuan yang berlaku, menerapkan sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran disiplin yang terjadi. 3. S i k a p a t a s a n y a n g t i d a k menjatuhkan sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran disiplin, dapat berakibat : b. menghalangi berjalannya tugas kedinasan; c. t i d a k b e r j a l a n n y a f u n g s i pengawasan melekat atasan
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaaan Jiwa Korps dan Kode EƟk PNS. PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Perceraian Bagi PNS.
dan
Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 48/SE/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1983. Tulisan ini untuk mengingatkan Penulis, teman-teman Auditor, Manajemen di Inspektorat Jenderal dan Pimpinan Unit Organisasi untuk menegakkan pengawasan atas pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS. Terima kasih
WASR I K
PENGENDALIAN BEBAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI Oleh : Punta Bonasalin
PENDAHULUAN
M
enteri/Pimpinan Lembaga menyelenggarakan pengendalian internal terhadap pelaksanaan Perjalanan Dinas. Kewajiban tersebut diamanatkan sesuai Pasal 37 pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.113/PMK.05/2012 tanggal 3 Juli 2012 Tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap. Walaupun peraturan tentang standar biaya yang berfungsi sebagai batas ter nggi dan es masi pembiayaan dalam penyusunan anggaran dan pelaksanaan RKAKL/ DIPA Tahun 2012 dan 2013 untuk kriteria penggolongan perjalanan dinas dalam negeri belum disesuaikan. Namun PMK tersebut berlaku sejak diterbitkan maka pengendalian perjalanan dinas dalam negeri pada pelaksanaan RKAKL/ DIPA sejak tanggal 3 Juli Tahun 2012 dan selanjutnya berpedoman pada PMK dimaksud dan PMK tentang standar biaya. Pelaksanaan Surat Perjalanan Dinas (SPD) wajib mengimplementasikan prinsip-prinsip yaitu: 1. S e l e k t i f a t a u h a n y a u n t u k kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas, berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; 2. K e t e r s e d i a a n a n g g a r a n d a n kesesuaian dengan pencapaian kinerja K/L; 3. Efisiensi penggunaan belanja negara; 4. Akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan perjalanan dinas dan pembebanan biaya perjalanan dinas.
Kewajiban dan Kewenangan Membuat Surat Perintah sebagai Dasar Penerbitan SPD. SPD adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Pegawai Tidak Tetap dan Pihak Lain. SPD diterbitkan oleh PPK didasarkan pada Surat Tugas yang memuat informasi tentang Pemberi tugas; Pelaksana tugas; Waktu pelaksanaan tugas; Tempat pelaksanaan tugas, Pembebanan biaya perjalanan dinas. Surat Tugas diterbitkan oleh: 1. K e p a l a S a t u a n K e r j a u n t u k Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Pelaksana SPD pada satuan kerja berkenaan; 2. Atasan Langsung Kepala Satuan Kerja untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja; 3. Pejabat Eselon II untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Pelaksana SPD dalam lingkup unit eselon II/setingkat unit eselon II berkenaan; atau 4. Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Pejabat Eselon I untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Pejabat Eselon I/ Pejabat Eselon II. Kewenangan penerbitan Surat Tugas dapat didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk. Surat Tugas tersebut menjadi dasar penerbitan SPD yaitu Perjalanan Dinas Jabatan yang melewa batas Kota; dan Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan di dalam Kota lebih dari 8 (delapan) jam. Sedangkan untuk Perjalanan Dinas Jabatan di dalam Kota yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam dapat dilakukan tanpa penerbitan SPD. Pejabat penerbit
Surat Tugas dapat memerintahkan pihak lain di luar Pejabat Negara/ Pegawai Negeri/Pegawai Tidak Tetap untuk melakukan Perjalanan Dinas untuk kepen ngan negara. Tingkat Golongan dan Kewenangan Penyetaraan Biaya Perjalanan Dinas Biaya Perjalanan Dinas Jabatan, digolongkan dalam 3 ( ga) ngkat, yaitu: 1. Tingkat A untuk Ketua/Wakil Ketua dan Anggota pada MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan Menteri, Wakil Menteri, Pejabat setingkat Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, Ketua/Wakil Ketua/ Anggota Komisi, Pejabat Eselon I, serta Pejabat lainnya yang setara; 2. Tingkat B untuk Pejabat Negara Lainnya, Pejabat Eselon II, dan Pejabat Lainnya yang setara; dan 3. Tingkat C untuk Pejabat Eselon III/ PNS Golongan IV, Pejabat Eselon IV/PNS Golongan III, PNS Golongan II dan I. Penyetaraan ngkat golongan biaya Perjalanan untuk Pegawai Tidak Tetap yang melakukan Perjalanan Dinas untuk kepen ngan negara ditentukan oleh KPA dan untuk Pihak Lain ditentukan oleh PPK dengan memper mbangkan ngkat pendidikan/kepatutan/ tugas yang bersangkutan. Komponen Biaya Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri: Batas ter nggi dan es masi satuan biaya perjalanan dinas diatur dalam PMK tentang Standar Biaya yang menjadi dasar perencanaan dan pelaksanaan RKAKL/ DIPA pada se ap Tahun Anggaran. Komponen biaya perjalanan dinas terdiri dari: 1. Uang harian (uang makan; uang
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
23
WASR I K
2.
3.
4.
5.
transpor lokal; dan uang saku) bersifat Lumpsum Uang representasi; dapat diberikan kepada Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, dan Eselon II selama melakukan Perjalanan Dinas. (Lumpsum) Biaya transpor (at cost) terdiri atas biaya transportasi dari tempat kedudukan sampai tempat tujuan keberangkatan dan kepulangan termasuk biaya ke terminal bus/ stasiun/ bandara/ pelabuhan keberangkatan; dan retribusi. Biaya penginapan (at cost); merupakan biaya yang diperlukan untuk menginap di hotel; atau di tempat menginap lainnya. Dalam hal Pelaksana SPD tidak menggunakan biaya penginapan, Pelaksana SPD diberikan biaya penginapan sebesar 30% dari tarif hotel di Kota Tempat Tujuan dibayarkan secara lumpsum. Sewa kendaraan dalam Kota (at cost); dapat diberikan kepada Pejabat Negara untuk keperluan pelaksanaan tugas di Tempat Tujuan. Sewa kendaraan dimaksud sudah termasuk biaya untuk pengemudi, bahan bakar minyak, dan pajak. Sesuai PMK 113/PMK.05/2012 yang dimaksud dengan Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Pelaksanaannya perlu per mbangan yang wajar dari KPA/PPK sesuai prinsip perjalanan dinas sehingga dapat diberikan uang harian, biaya penginapan dan transpor selama melaksanakan tugas. Pada standar biaya tahun 2012 dan 2013 untuk batas es masi perjalanan dalam kota melebihi 8 (delapan) jam pergi pulang termasuk pelaksanaan kegiatannya dapat diberikan transpor dalam kota dan uang harian sebesar 75% dari Satuan Biaya Uang Perjalanan Dinas Dalam Negeri kota berkenaan dan dak diberikan biaya penginapan. Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Kota sampai dengan 8 Jam tanpa SPD: Diberikan Biaya Transpor Kegiatan Dalam Kota dibayarkan secara lumpsum sesuai standar biaya. Biaya Transpor Kegiatan Dalam Kota dimaksud (bu r 2.a dan 2.b) dapat diberikan sepanjang dak menggunakan kendaraan dinas, disertai dengan surat tugas, dan dak bersifat ru n. Pengendalian Perjalanan Dinas Menghadiri Rapat, Seminar dan Sejenisnya. Pembebanan biaya Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengiku rapat, seminar, dan sejenisnya yang diselenggarakan Di Luar dan/atau Di Dalam Kantor dapat ditanggung oleh pani a penyelenggara. Apabila dak ditanggung oleh Pani a penyelenggara, maka biaya dimaksud dibebankan pada DIPA satuan kerja Pelaksana SPD. Untuk efek fitas pengendalian seharusnya Pani a penyelenggara menyampaikan pemberitahuan mengenai pembebanan biaya Perjalanan Dinas Jabatan dalam surat undangan mengiku rapat, seminar, dan sejenisnya. Dalam hal Perjalanan Dinas dimaksud dilakukan secara bersama-sama, seluruh Pelaksana SPD dapat menginap pada hotel/penginapan yang sama. Untuk hal ini Perjalanan Dinas Jabatan dapat dilakukan melalui perikatan dengan penyedia jasa. Komponen biaya Perjalanan Dinas yang dapat dilaksanakan dengan perikatan melipu biaya transpor termasuk pembelian/pengadaan ket dan/ atau biaya penginapan. Penyedia jasa dapat berupa event organizer, biro jasa perjalanan, perusahaan jasa transportasi, dan perusahaan jasa perhotelan/ penginapan. Penetapan penyedia jasa dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah. Komponen biaya perjalanan dinas jabatan tersebut yaitu:
Pengendalian Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Rangka Pelaksanaan Tupoksi yang melekat pada jabatan terdiri dari: 1. Perjalanan Dinas Jabatan Melewati Batas Kota dengan SPD; Diberikan biaya transpor untuk kedatangan dan kepulangan; biaya penginapan dan uang harian selama melaksanakan tugas sesuai satuan standar biaya. 2. Perjalanan Dinas Jabatan dalam Kota, dibagi menjadi dua kriteria: Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Kota Lebih dari 8 Jam dengan SPD.
24
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
WASR I K buk pengeluaran biaya Perjalanan Dinas dan berwenang untuk menilai kesesuaian dan kewajaran atas biayabiaya yang tercantum dalam da ar pengeluaran.
Pembayaran dan Pertanggungjawaban Biaya Perjalanan Dinas Pembayaran Biaya Perjalanan Dinas diberikan dalam batas pagu anggaran yang tersedia dalam DIPA satuan kerja berkenaan dan dibayarkan sebelum Perjalanan Dinas Jabatan dilaksanakan atau dapat dibayarkan setelah Perjalanan Dinas selesai melalui mekanisme sebagai berikut: Mekanisme Uang Persediaan (UP) dilakukan dengan memberikan uang muka kepada Pelaksana SPD oleh Bendahara Pengeluaran, berdasarkan persetujuan pemberian uang muka dari PPK dengan melampirkan dokumen Surat Tugas; fotokopi SPD; kuitansi tanda terima uang muka; dan rincian perkiraan biaya Perjalanan Dinas. Mekanisme Pembayaran Langsung (LS) dilakukan melalui transfer dari Kas Negara ke rekening Bendahara Pengeluaran atau Pelaksana SPD dan kepada penyedia jasa didasarkan atas prestasi kerja yang telah diselesaikan sesuai diatur dalam kontrak/ perjanjian. Kontrak/perjanjian dengan penyedia jasa dapat dilakukan untuk 1 (satu) paket kegiatan atau untuk kebutuhan periode tertentu dan Nilai satuan harga dalam kontrak/
perjanjian dak diperkenankan melebihi tarif ket resmi yang dikeluarkan oleh perusahaan jasa transportasi atau tarif penginapan/ hotel resmi yang dikeluarkan oleh penyedia jasa penginapan/hotel. Pelaksana SPD mempertanggungjawabkan pelaksanaan Perjalanan Dinas kepada Pemberi Tugas dan biaya Perjalanan Dinas kepada PPK paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah Perjalanan Dinas dilaksanakan. Pertanggungjawaban biaya dengan melampirkan dokumen berupa: Surat Tugas yang sah dari atasan Pelaksana SPD; SPD yang telah ditandatangani oleh PPK dan pejabat di tempat pelaksanaan Perjalanan Dinas atau pihak terkait yang menjadi tempat tujuan Perjalanan Dinas; ket pesawat, boarding pass, airport tax, retribusi, dan buk pembayaran moda transportasi lainnya; Da ar Pengeluaran Riil; bukpembayaran yang sah untuk sewa kendaraan dalam Kota berupa kuitansi atau buk pembayaran lainnya yang dikeluarkan oleh badan usaha yang bergerak di bidang jasa penyewaan kendaraan; dan buk pembayaran hotel atau tempat menginap lainnya. Selanjutnya PPK melakukan Perhitungan Rampung/mengesahkan seluruh
Tata cara pengajuan tagihan kepada PPK, pengujian SPP dan penerbitan SPM oleh PPSPM, pertanggungjawaban UP dan LS serta penerbitan SP2D oleh KPPN berpedoman pada PMK mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN. Pihak-pihak yang melakukan pemalsuan dokumen, menaikkan dari harga sebenarnya (mark up), dan/atau Perjalanan Dinas rangkap (dua kali atau lebih) dalam pertanggungjawaban Perjalanan Dinas yang berakibat kerugian yang diderita oleh negara, bertanggung jawab sepenuhnya atas seluruh ndakan yang dilakukan. Kelebihan Pembayaran Perjalanan Dinas: Dalam hal biaya Perjalanan Dinas Jabatan yang dibayarkan kepada Pelaksana SPD melebihi biaya yang seharusnya dipertanggungjawabkan atau jumlah hari Perjalanan Dinas kurang dari jumlah hari yang ditetapkan dalam SPD, maka Pelaksana SPD harus mengembalikan kelebihan uang harian, biaya penginapan, uang representasi, dan sewa kendaraan dalam Kota yang telah diterimanya kepada PPK untuk disetor ke Kas Negara. Penyetoran kelebihan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) untuk tahun anggaran berjalan; atau menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) untuk tahun anggaran lalu. Pengembalian kelebihan pembayaran perjalanan dinas dak berlaku untuk perjalanan dalam rangka menjemput/mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang meninggal dunia dari Tempat Kedudukan yang terakhir ke Kota tempat pemakaman.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
25
WASR I K Kekurangan Pembayaran Perjalanan Dinas Dalam hal biaya Perjalanan Dinas Jabatan yang dibayarkan melalui mekanise UP dan LS kepada Pelaksana SPD kurang dari yang seharusnya atau jumlah hari Perjalanan Dinas Jabatan melebihi jumlah hari yang ditetapkan dalam SPD dan dak disebabkan oleh kesalahan/ kelalaian Pelaksana SPD, dapat dimintakan kekurangannya atau diberikan tambahan uang harian, biaya penginapan, uang representasi, dan sewa kendaraan dalam Kota. Tambahan biaya dimaksud dapat dimintakan kepada PPK untuk mendapat persetujuan dengan melampirkan dokumen yaitu Surat keterangan kesalahan/ kelalaian dari Syahbandar/Kepala Bandara/ perusahaan jasa transportasi lainnya; dan/atau Surat keterangan perpanjangan tugas dari pemberi tugas. Berdasarkan dokumen tersebur PPK membebankan biaya tambahan tersebut pada DIPA satuan kerja berkenaan dan pembayaran kekurangan dapat dilakukan melalui mekanisme UP atau LS. Tambahan biaya perjalanan dinas jabatan, dak dapat diper mbangkan untuk perjalanan dinas dalam rangka pengujian kesehatan dan pengobatan pegawai Negeri; mengiku pendidikan setara Diploma/S1/S2/S3 dan Diklat; menjemput/ mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/ Pegawai Negeri yang meninggal dunia dalam melakukan Perjalanan Dinas; dan atau dari Tempat Kedudukan yang terakhir ke Kota tempat pemakaman. Pembatalan Perjalanan Dinas Dalam hal terjadi pembatalan pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan, biaya pembatalan dapat dibebankan pada DIPA satuan kerja berkenaan yaitu: biaya pembatalan ket transportasi atau biaya penginapan; atau sebagian atau seluruh biaya ket transportasi atau biaya penginapan yang dak dapat dikembalikan/ refund. Dokumen
26
yang harus dilampirkan dalam rangka pembebanan biaya pembatalan melipu : Surat Pernyataan Pembatalan Tugas Perjalanan Dinas Jabatan dari atasan Pelaksana SPD, atau paling rendah Pejabat Eselon II bagi Pelaksana SPD di bawah Pejabat Eselon III ke bawah,
Surat Tugas; Kewenangan Pejabat yang menandatangani validasi Berangkat (Lembar Belakang Form SPD) pada Unit Penerbit SPD; Kesetaraan Pegawai Tidak Tetap; Kesetaraan Pihak Lain dan sistem verifikasi untuk mencegah tumpangndih waktu dan beban perjalanan dinas.
Surat Pernyataan Pembebanan Biaya Pembatalan Perjalanan Dinas Jabatan dari PPK
DAFTAR PUSTAKA :
Pernyataan/Tanda Bukti Besaran Pengembalian Biaya Transpor dan/ atau biaya penginapan dari perusahaan jasa transportasi dan/atau penginapan yang disahkan oleh PPK.
Peraturan Menteri Keuangan No.113/PMK.05/2012 Tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap,
PENUTUP
Peraturan Menteri Keuangan No. 36/ PMK.02/2012 tentang perubahan PMK No.84/PMK.02/2011 tentang Standar Biaya Tahun 2012
Untuk mendapatkan keyakinan memadai bahwa Perjalanan Dinas Jabatan telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku maka Pengendalian Internal perjalanan dinas jabatan perlu di ngkatkan keandalannya; yaitu: Sistem dan prosedur pembebanan biaya mengiku ketentuan Standar Biaya Masukan yang berfungsi sebagai batas ter nggi dan es masi. Sebagai batas ter nggi merupakan besaran biaya yang dak dapat dilampaui (Lampiran I PMK Standar Biaya) yaitu: Uang Harian dan Representasi. Sebagai es masi merupakan besaran biaya yang dapat dilampaui disesuaikan dengan harga pasar dan ketersediaan alokasi anggaran dengan memperha kan prinsip ekonomis, efisiensi, efek fitas, serta mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan (Lampiran II PMK Standar Biaya) yaitu Biaya transpor; Penginapan; Sewa kendaraan dalam Kota dan Biaya uang transpor kegiatan dalam Kab/Kota. Kebijakan internal yang mendukung sistem dan prosedur sesuai PMK 113/PMK.05/2012 perlu dibuat yaitu komitmen melaksanakan prinsipprinsip perjalanan dinas jabatan; Pelimpahan wewenang menerbitkan
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
Peraturan Menteri Keuangan No.37/ PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Tahun 2013 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.02/2003 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, dan Pegawai Tidak Tetap; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/ PMK.05/2008.
WASR I K
MEMAHAMI “UNSUR “UNSUR DAN FAKTOR PENDORONG TERJADINYA KECURANGAN/FRAUD KECURANGAN/FRAUD”” Oleh : Alimuddin Baso
PENDAHULUAN
P
enulis pada kesempatan edisi ini ingin mengulang dan menyegarkan pemahaman para pembaca yang budiman tentang unsur dan faktor kecurangan dalam instansi atau organisasi. Walaupun kami percaya bahwa tema ini sudah cukup luas dan berulang-ulang dibahas dalam berbagai forum diklat, in house training atau forum lainnya dalam upaya mencari solusi untuk mencegahnya.
Seper kita ketahui bersama seorang ahli (Jack Bologne) menyampaikan teori tentang penyebab penyimpangan yang mendeka realitas kehidupan kita sehari-hari yaitu faktor greed/keserakahan; opportunity/kesempatan; need/kebutuhan; dan expossure/suka pamer. Suatu kenyataan bahwa kondisi saat ini oleh media diinformasikan di satu/ dua lembaga/instansi masih terjadi penyimpangan : apakah itu korupsi, kolusi, nepo sme, penyalahgunaan wewenang, kecurangan dalam pelaporan, penggelapan dan lain sebagainya. Dalam bahasa pengawasan atau manajemen audit, dikenal dengan is lah Fraud. PEMBAHASAN Fraud dalam penger an sederhananya adalah kecurangan, is lah fraud lebih ditekankan pada bentuk kecurangan yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seper penyimpangan tersebut diatas. Jadi Fraud adalah suatu perbuatan melawan atau melanggar hukum yang dilakukan orang atau sekelompok orang dari dalam atau luar organisasi dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompoknya yang se-
cara langsung atau dak langsung merugikan pihak lain. Dari definsi tersebut, dapat dikelompokkan unsur-unsur fraud sebagai berikut : perbuatan melawan atau melanggar hukum; dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau luar organisasi; untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya; langsung atau dak langsung merugikan pihak lain. Dari unsur-unsur tersebut, perbuatan fraud dak jauh berbeda dengan ndak pidana korupsi (TPK), sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 bahwa se ap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara. Sedangkan AudiƟng dalam penger an
secara umum adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk meyakinkan ngkat kesesuaian antara suatu kondisi (menyangkut kegiatan auditan) dengan kriterianya, yang dilakukan oleh auditor dengan menguji buk -buk pendukungnya secara sistema s, analis s, kri s dan selek f guna memberikan pendapat atau simpulan dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepen ngan. UNSUR-UNSUR FRAUD DAPAT DIKELOMPOKKAMN SEBAGAI BERIKUT : 1. Fraud/kecurangan di tinjau dari sisi korban fraud Adalah pihak yang menjadi akibat atau korban dari perbuatan fraud. Fraud yang terjadi di lingkungan auditee yang menjadi korban adalah organisasi/instansi yang bersangkutan. Apapun modus operandinya (korupsi, kolusi,
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
27
WASR I K nepo sme, penyalahgunaan wewenang, kecurangan dalam laporan/laporan fik f, penggelapan) yang menjadi akibat atau korbannya adalah organisasi itu sendiri. 2. Fraud ditinjau dari sisi pelaku fraud. Di njau dari sisi pelaku kecurangan di kalangan instansi/satuan kerja, berdasarkan hasil audit pelaku fraud ada 4 (empat) kategori yaitu : Kecurangan Manajemen (Management Fraud) Kecurangan yang dilakukan oleh pimpinan satuan organisasi. Dalam suatu organisasi/lembaga terdapat banyak ngkatan pimpinan berdasarkan struktur organisasi yang telah didesain untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi. Fraud yang bisa dilakukan dengan model struktur demikian ini adalah dalam membuat kebijakan yang menguntungkan diri pribadi, sikap otoriter kepada bawahan, sikap yang cenderung emosional, intervensi kepada pengelola atau pejabat anggaran untuk mendapatkan bagian/hasil dari kegiatan yang diselenggrakan tersebut, pungutan kepada instansi atau unit satuan kerja yang berada dibawak kewenangan dan tanggungjawabnya. Hal ini disebabkan mo f greed/serakah yang pada akhirnya merugikan kepen ngan dan tujuan organisasi atau masyarakat/publik yang harus dilayani. Dalam beberapa kasus yang terjadi instansi/lembaga, telah dilakukan ndakan koreksi dengan memberikan sanksi hukuman sesuai dengan jenis dan ngkat kesalahannya. Dalam management audit, fraud yang dilakukan oleh pimpinan unit satuan kerja/instansi atau kecurangan manajemen sering diar kan sebagai white collar crime atau kejahatan kerah pu h. Yaitu kejahatan yang dilakukan oleh orang dengan status sosial
28
yang nggi dan dihorma yang dilakukan dalam rangka pekerjaannya atau jabatanya. Kecurangan pegawai/karyawan Yaitu kecurangan dalam bentuk ke dakjujuran yang terjadi yang dilakukan oleh karyawan dengan berbagai kepen ngan (terutama greedy), modus operandi dan faktor pendorongnya. Yang sering dilakukan adalah fraud/ kecurangan dalam pembuatan laporan, dimana data data dan kondisi yang dilaporkan dak sesuai dengan kondisi riil yang ada, terutama dalam pengelolaan proyek pembangunan/anggaran instansi, pengadaan sarana dan prasarana, dan penyajian laporan keuangan (khususnya progress kegiatan). Kecurangan/fraud dari pihak luar organisasi Yaitu kecurangan yang dilakukan oleh pihak penyedia barang/jasa atau rekanan atau pemborong dalam kaitan pelaksanaan proyek pembangunan atau pengadaan barang/jasa. Contoh kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar organisasi adalah penggan an barang dengan kualitas rendah, kualitas pekerjaan proyek pembangunan infrastruktur/gedung/jalan dan sebagainya yang dak sesuai dengan perjanjian/kontrak bahkan terdapat penggan an spesifikasi barang dengan yang dak asli dan bentuk lainnya. Fraud/kecurangan yang dilakukan oleh orang dalam organisasi bekerja sama dengan orang luar organisasi. Kecurangan ini dilakukan melalui kerjasama dengan orang di luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan secara bersama. Contoh dari fraud ini adalah
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
pengelola kegiatan/proyek bersama dengan kontraktor/ rekanan/pemborong sepakat untuk menandatangani Berita Acara Serah Terima Pekerjaan yang akan dijadikan dasar untuk pembayaran lunas terhadap suatu pekerjaan yang tercantum dalam kontrak, padahal pekerjaan tersebut belum selesai (100%) tanpa didukung jaminan hukum untuk mereduksi risiko dari para pihak yang mungkin terjadi dalam bentuk contract discussion agreement sebagai alterna f risiko yang dapat diterima. FAKTOR PENDORONG JADINYA FRAUD
TER-
Faktor pendorong mbulnya kecurangan pada umumnya merupakan gabungan dari mo vasi dan kesempatan. Mo vasi dapat berbentuk kebutuhan ekonomi atau keserakahan dan kesempatan berawal dari lemahnya pengendalian intern atau sistem pengawasan yang melekat pada organisai yang bersangkutan atau bahkan paling mungkin disebabkan adanya pengabaian manajemen. Dari berbagai jenis pelaku fraud dapat dikelompokkan faktor dominan yang menjadi pendorong yaitu : 1) Faktor Individu yang merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku. Faktor ini adalah sifat keserakahan atau greed dan kebutuhan (need) serta suka pamer atau exposure. Faktor ini terdiri dari unsur moral, yang melipu karakter seseorang, kejujuran dan integritas diri pribadi dan faktor mo vasi yang berhubungan dengan mo vasi, seper memerlukan uang untuk keperluan pemenuhan biaya hidup dan keperluan lain serta gaya hidup bermewah-mewah; 2) Fakto Gene k yaitu faktor yang berhubungan dengan organisasi dimana dia bekerja. Faktor gene k melipu kesempatan atau opportunity.
WASR I K UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENCEGAH FRAUD Untuk mencegah terjadinya fraud/ kecurangan sebagaimana diuraikan diatas, dapat dilakukan dengan berbagai upaya dan cara yaitu : 1. Kebijakan Dalam membuat kebijakan harus dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk menghadapi ndakan- ndakan fraud. Dalam pencegahan kecurangan, seluruh pegawai dan pejabatnya harus mempunyai komitmen yang sama terhadap pencegahan fraud atau kecurangan, sehingga kebijakan yang ada akan dilaksanakan secara bersama. 2. Prosedur Adanya prosedur tertulis/Standar Opera onal Procedure sebagai media pendukung yang secara umum memuat pemisahan fungsi, sistem reviu dan sistem operasi yang memadai, adanya prosedur yang efek f dalam mendeteksi kecurangan. 3. Organisasi Adanya organisasi yang didalamnya membuat pembagian tugas pokok dan fungsi yang jelas untuk masing-masing pegawai, sehingga mempermudah pengawasan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas, serta akan mempermudah pendeteksian apabila terjadi fraud. 4. Personil Menyangkut dengan personil/ individu pejabat dan pegawai, maka diperlukan : 1) visi dan misi organisasi yang jelas; 2) Aturan perilaku dan e ka secara tertulis atau kode e k bagi kalangan jabatan profesi; 3) Memperlakukan pegawai secara wajar, komunika f dan transparan; 4) Adanya media pembinaan mental/rohani yang ru n dilakukan; 5) pemberian sanksi yang tegas dan terukur kepada pelaku fraud.
Adalah tugas seorang audiotor untuk melakukan pendeteksian terhadap terjadinya fraud. Karena dari sisi pelaku fraud, dia akan selalu menutup-nutupi ndakan fraud yang dilakukan. Dalam praktek audit khusus yang dilakukan biasanya sumber informasi adanya fraud berawal dari pengaduan, baik masyarakat maupun oleh pegawai dalam intansi/unit/satuan kerja yang menjadi auditee. Untuk melakukan audit khusus/riksus ini sangat dituntut profesionalisme dan obyek fitas auaditor sebagaimana yang ada dalam standar audit. Tidak sedikit riksus yang dilakukan yang hasilnya dak memberikan rekomendasi untuk memperbaiki tujuan organisasi bahkan dinyatakan gagal serta dinilai dak obyek f sehingga ada pihak yang dirugikan (khususnya organisasi itu sendiri).
DAFTAR PUSTAKA Diolah dari berbagai Materi Diklat APFP – BPKP dan sumber lain yang relevan Materi Pendidikan dan Pelatihan Audit Forensik, BPKP Tahun 2012. Standar Pelaksanaan Audit APFP – (SK Kepala Balai Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No Kep.378/K/1996) Modul EƟka dan Fraud dalam audit yang dikeluarkan Pusdiklat BPKP Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia bidang Audit Forensik Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 46/MEN/ II/2009.
KESIMPULAN Fraud adalah suatu perbuatan melawan atau melanggar hukum yang dilakukan orang atau sekelompok orang dari dalam atau luar organisasi dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompoknya yang secara langsung atau dak langsung merugikan pihak lain. Faktor pendorong mbulnya kecurangan pada umumnya merupakan gabungan dari mo vasi dan kesempatan. Auditorr dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya tersebut telah melakukan fraud audi ng harus selalu berpedoman pada prosedur audit, standar audit dan bekerja sesuai dengan kode e k audit. Alat buk yang dihimpun oleh seorang auditor juga harus memenuhi standar alat buk yang berlaku dalam jabatan fungsional auditor, yaitu apa yang disebut dengan REKOCUMA ( Relevan, Kompeten, Materiil, dan Cukup), maka dak ada peluang bagi pihak auditee/personil yang direkomendasikan untuk diberikan sanksi untuk mengajukan keberatan.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
29
WASR I K
INDEPENDENSI INDIVIDU (PRIBADI YANG BEBAS DAN OBYEKTIF) Oleh : Woro Suci W.H - Muhammad Halim SW
negara untuk kepen ngan negara, secara otoma s bekerja secara bebas obyek f untuk kepen ngan negara.
SARI
I
REALITA OBYEKTIF
ndependensi berar sikap mental yang bebas dari pengaruh, dak dikendalikan oleh orang lain, dak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diar kan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam memper mbangkan fakta dan adanya per mbangan yang obyek f dak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.Banyak teori dan pendapat bahwa lembaga pengawasan pemerintah mes independen, terlepas dari pengaruh unit yang diaudit. Problema akan berkembang ke ka kepen ngan sekelompok maupun individu baik individu level pimpinan maupun auditor level operator. Bisa jadi adanya sinergi nega f menyebabkan adanya berkurangnya independensi. Kejujuran semua lini sangat diperlukan baik level top, medium maupun bo om (anggota m auditor).
30
Secara ideal, internal auditor dikatakan independen apabila dapat melaksanakan tugasnya secara bebas dan obyek f. Dengan kebebasannya, memungkinkan internal auditor untuk melaksanakan tugasnya dengan dak berpihak. Tentu saja, hal ini bukanlah perkara mudah. Di sisi lain, internal auditor banyak menghadapi permasalahan dan kondisi yang menghadapkan internal auditor untuk ‘mempertaruhkan’ independensinya. Kata “auditor internal” saja sudah berbau dak independen. Sebagai pegawai bagian dari Kementerian, internal auditor mendapatkan penghasilan melalui organisasi di mana dia bekerja yang dikeluarkan oleh negara, hal ini berar internal auditor sangat bergantung kepada organisasinya sebagai pemberi kerja. Namun perlu diingat bahwa auditor disini digaji oleh
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
Internal auditor sebagai pegawai di dalam organisasi yang diauditnya sedikit banyak akan menghadapi dilema ke ka harus melaporkan temuan-temuan yang mungkin mempengaruhi atau dak menguntungkan kinerja dan karirnya. Namun pengaruh ini dak begitu signifikan mengingat dalam organisasi pemerintah dak hanya internal auditor saja yang melihat, mendengar dan merasakan adanya permasalahan dalam lingkup organisasinya tetapi fihak luar termasuk eksternal auditor maupun pemerha kinerja kegiatan dan anggaran di lingkungan pemerintah. Namun peranan auditor internal sebagai garda depan dalam melihat satu kejanggalan dapat menjadi bemper awal dalam menutupi kelemahan dan permasalahan di lingkungan organisasinya. Kondisi lain yang sangat mempengaruhi independensi internal auditor adalah banyaknya pihak yang berkepen ngan di dalam sebuah organisasi bisa jadi kepen ngan pribadi baik m secara keseluruhan maupun level individu sesuai perannya. Konflik dalam sebuah internal audit akan berkembang pada saat auditor level operator (anggota Ɵm), ketua, bahkan bisa jadi menemukan informasi tetapi informasi tersebut oleh level atasnya baik Ketua Tim maupun Pengendali Teknis Ɵdak ingin dipublikasikan baik kepada Pimpinan maupun Ɵdak dimuat dalam Laporan Hasil Audit dalam kata lain informasi tersebut dibatasi. Sinergi m dalam membatasi informasi merupakan sinergi nega f yang bisa saja terjadi. Independensi, integritas serta tang-
WASR I K gung jawab internal auditor terhadap profesi dan masyarakat akan dipertaruhkan mengingat internal auditor pemerintah sebagai bagian dari kepen ngan negara. Tidak dipungkiri, suatu temuan bisa menjadi alat fihak-fihak tertentu baik individu maupun pribadi m yang berwenang dalam menentukan “ya dan daknya” pengungkapan temuan tersebut. Adanya permintaan dan imbalan yang barangkali dapat mempengaruhi “nurani” auditor menyebabkan berkurangnya kejujuran dan obyek fitas auditor. Nurani semua level, baik anggota m, ketua m, pengendali maupun manajer audit menjadi rem yang barangkali bisa menahan terhadap ancaman, godaan dan pengaruh berkurangnya independen. Kepen ngan pribadi lebih berpengaruh terhadap kualitas dan obyek fitas hasil audit, sehingga perlu adanya kesadaran bahwa kepen ngan negara lebih utama dibandingkan kepen ngan pribadi. Kesadaran atas resiko bilamana terjadi penutupan informasi, baik resiko m auditor, resiko resiko individu maupun resiko kelembagaan. Keinginan sebagai makhluk individu memang tak terbatas, selama pribadi individu merasa cukup dengan reward dari negara melalui organisasi dimana Auditor itu bekerja dan mengabdi. UPAYA SEDERHANA Masalah-masalah di atas merupakan contoh bahwa dalam berbagai kondisi independensi internal auditor dapat terpengaruh. Oleh karena itu, membangunm independensi bukanlah perkara gampang semudah membalikkan telapak tangan. Banyak aspek yang harus diper mbangkan untuk membangun independensi internal audit. Cerminan independensi yang paling terlihat adalah status organisasi atau kedudukan internal audit dalam struktur organisasi. Sesuai dengan interprestasi standar internal audit, untuk mencerminkan independensi, kedudukan Internal Audit dalam organisasi harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga mampu mengungkap-
kan pandangan dan pemikirannya tanpa pengaruh ataupun tekanan dari manajemen ataupun pihak lain yang terkait dengan organisasi. Bukan hanya sekedar memenuhi tuntutan, kedudukan internal audit dalam struktur organisasi merupakan komitmen manajemen puncak terhadap fungsi internal audit yang independen. Kedudukan internal audit dalam struktur organisasi harus didukung dengan pernyataan mengenai kewenangannya. Oleh karena itu, komitmen manajemen puncak (menteri) terhadap kedudukan internal audit dalam struktur organisasi harus didukung dengan pernyataan tertulis mengenai wewenang dan independensi yang diberikan kepada internal auditor. Pernyataan ini banyak disebut dengan Internal Audit Charter. Dengan demikian, langkah awal dalam membangun independensi internal audit adalah komitmen serta dukungan dari Menteri sebagai manajemen puncak terhadap wewenang dan independensi internal audit yang tercermin dalam struktur organisasi dan Internal Audit Charter. Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dan internal auditornya mungkin menghadapi berbagai keadaan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap independensi. Oleh karena itu APIP harus mempunyai sistem pengendalian mutu internal yang dapat mengiden fikasi gangguan tersebut dan memas kan ketaatannya terhadap ketentuan independensi yang dituangkan dalam suatu piagam atau internal audit charter yang pada prinsipnya merupakan komitmen dari Menteri/Pimpinan LPNK/Kepala Daerah untuk memberikan jaminan bahwa penyelenggaraan pengawasan intern oleh APIP telah memenuhi prinsip independen dan obyek f. Sehingga dak ada lagi kesan Menteri/Pimpinan LPNK/Kepala Daerah melemahkan fungsi APIP secara struktural. Selain komitemen yang berasal dari manajemen puncak, komitmen yang besar dari pribadi auditor terhadap independensi yang harus dijaganya juga menjadi elemen pen ng dalam membangun independensi internal
auditor itu sendiri. Akan menjadi percuma apabila hanya mengungkapkan komitmen manajemen puncak namun auditor sebagai individu sendiri dak mampu bersikap independen dan obyek f dalam melaksanakan tugasnya. Komitmen dari pribadi auditor terhadap independensi ini harus dituangkan dalam tulisan dan dilaksanakan secara konsekwen. Internal auditor harus dak memiliki kepentingan terhadap obyek atau ak vitas yang diauditnya. Apabila pribadi auditor memiliki keterkaitan dengan obyek audit yang mengakibatkan secara fakta auditor dak independen, maka Pimpinan harus menghen kan peran serta keterlibatan dalam audit. Uraian di atas adalah upaya sederhana yang hanya berpengaruh sedikit dalam menjaga kebebasan dan keobyek fan auditor. Tidak dipungkiri kemampuan internal auditor dalam menetapkan metode, cara, teknik, dan pendekatan audit yang dilaksanakan sudah sangat mumpuni dan dak diragukan. Kebebasan dan sikap mental pribadi dan individu auditor inilah yang sangat diragukan mengingat auditor sebagai makhluk individu yang punya angan, keinginan maupun kemauan pribadi yang dibungkus dengan kebutuhan. Ini merupakan kata kunci yang barangkali akan selalu menjadi hal yang “menghantui” independensi auditor sebagai individu yang bebas dan obyek f. DAFTAR PUSTAKA : Arens, Alvin A and Loebbecke, James, 1995, AudiƟng: Suatu Pendekatan Terpadu Edisi ke empat, Jakarta: Erlangga.
Mulyadi. (2002). AudiƟng. Edisi Keenam. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Ruchjat Kosasih, 2000, Akuntan Publik Tidak Independen Bila Terlalu Lama Menjadi Auditor Suatu EnƟtas ?, Juni, Media Akuntansi, pp. 47 – 48. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (2008). Kode EƟk Dan Standar Audit. Edisi Kelima. Bogor : Pusdiklat BPKP.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
31
WASR I K
STRATEGI PELAYANAN PRIMA Oleh Gatot Iswantoro
PENDAHULUAN.
D
ituangkannya pelayanan prima dalam visi dan misi nasional Indonesia bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan prima aparatur pemerintah kepada masyarakat dak dapat diabaikan lana merupakan bagian dari tugas dan fungsi pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Selain itu pelayanan prima kepada masyarakat dipertegas oleh Presiden dalam Inpres No. I Tahun 1995
32
mengenai kualitas pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat, Keputusan MENPAN No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Pelayanan Umum, dan Surat Edaran Menko WASBANGPAN No.56 Tahun 1998 mengenai pelayanan prima kepada masyarakat serta INPRES No. 7 Tahun 1999 mengenai Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Kepedulian pemerintah kepada masyarakat seper tersebut di atas dapat dilihat dua demensi :
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
1. Dimensi Akademik, penyelenggaraan pemerintahan dikaitkan dengan paradigma pembaharuan manajemen pemerintahan seperti konsep pemikiran ” Reinventing Government ” oleh Osborne dan Plastrik, serta New Pradigma for Government; Issues for the Changing Public Service” Karya Patricia W. Ingraham. Dalam konsep pemikiran ini antara lain diketengahkan prinsip reformasi organisasi, sehingga organisasi pemerintah dapat berdaya guna, dan berhasil guna sesuai
WASR I K tuntutan reformasi disegala bidang dan reformasi pelayanan publik yang mengacu kepada keuntungan dan atau kepuasan total pelanggan. 2. Dimensi institusional merujuk pada peraturan yang berlaku sesuai jiwa visi, misi nasional dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. PEMBAHASAN Penger an dan unsur reformasi pelayanan publik berdasarkan litertaur dan pendapat berbagai ahli manajemen dapat kami uraikan sebagai berikut : Reformasi Sebelum mengkaji lebih jauh tentang kata reformasi perlu dikemukakan penger an reformasi yang dapat mengarahkan kita kepada penyamaan persepsi tentang ar , makna maupun tujuan dari reformasi itu sendiri. Reformasi berar perubaan radikal untuk perbaikan (bidang sosial, poli k dan lain-lain) di suatu masyarakat atau negara sedangkan reformis adalah orang yang menganjurkan adanya usaha perbaikan (bidang poli k, sosial dll) tanpa kekerasan (Kamus Besar bahasa Indonesia Departemen P & K 1990, 735) Radikalisme adala paham atau aliran yang radikal dalam poli k. Paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan poli k dengan cara keras atau dra s, sikap ekstrim di suatu aliran poli k (lihat Kamus Besar bahasa Indonesia Departemen P & K 1990, 718-719) selanjutnya An English-Indonesia Dic onary Echols dan Shadily, 1990, 473 menyebutkan bahwa reforma on berar penyatuan/ penyusunan kembali” Reformasi adalah suatu ndakan perbaikan dari sesuatu yang dianggap kurang/ dak baik tanpa melakukan pengrusakan pranata-pranata yang sudah ada. Pranata-pranata yang dimaksudkan disini adalah pranata/ sistem ngkah laku sosial yang bersifat
resmi serta adat is adat dan atau norma yang mengatur ngka laku dan seluruh perlengkapannya dalam berbagai kompleksitas manusia di dalam masyarakat (lihat Kamus Besar bahasa Indonesia Departemen P & K 1990, 699) Kata reformasi menjadi populer di kalangan masyarakat Indonesia sejak dijadikan dasar untuk menuntut pelaksanaan pemerintaan yang adil dan jujur, serta transparan untuk menuju pada pemerintaan yang selama ini telah melahirkan ; krisis kepercayaan, krisis poli k, krisis budaya, krisis sosial dan krisis ekonomi. Pelayanan dan Dukungan Kepada Pelanggan. Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi pemerintah baik pusat maupun Daerah, BUMN dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku (KEPMENPAN No. 81 Tahun 1993. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa pelayanan adalah suatu usaha membantu menyiapkan (pengurus) apa yang diperlukan orang lain. Yun Yong and Loh (1998) dalam karyanya The Quest For Global Quality” menyatakan bahwa pelayanan pelanggan adalah penghubung pertama dalam rantai ak vitas untuk sistem total quality management yang akan datang. Sejalan dengan hal tersebut`Cristopher (1992) berpendapat bahwa pelayanan dapat diar kan sebagai suatu sistem manajemen, diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinambungan antara waktu pemesanan dan waktu barang atau jasa itu diterima dan digunakan dengan tujuan memuaskan pelanggan
dalam jangka panjang. Layanan dan dukungan kepada pelanggan dapat diar kan sebagai suatu bentuk layanan yang memberikan kepuasan bagi pelangganya, selalu diingat oleh par pelangganya, memberikan citra posi f di mata pelangganya, pelayanan dengan biaya terkendali/ terjangkau sehingga pada gilirannya pelanggan dapat bekerja sama/ berperan ak f dalam pelaksanaan pelayanan yang prima. Tujuan dari pelayanan prima adalah memuaskan dan menguntungkan pihak pelanggan. Untuk mencapai hal itu, diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan Zeithaml et al (1990) seper diku f Yun Yong, dan Loh (1998) menyatakan bahwa mutu pelayanan didefisikan oleh pelanggan, mutu pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan atau keinginan dengan pelayanan. Sejalan dengan hal tersebut, maka demensi yang sangat melekat dengan mutu pelayanan adalah : 1. Tak nyata penampilan fasilitas fisik, peralatan, tenaga kerja, dan materi komunikasi. 2. Daya uji/Kemampuan menunjukkan sebagai jasa yang dapat diandalkan dan akurat seperti dijanjikan. 3. Daya tanggap : Kemauan membantu pelanggan dan menyediakan layanan dengan segera. 4. Ketrampilan : Memiliki keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan dimaksud. 5. K e r a m a h a n s o p a n s a n t u n , penghargaan, perhatian, dan persahabatan, dari orang yang menghubungi; 6. K r i d i b i l i t a s : K e t u l u s a n , kepercayaan, kejujuran dan pemberi layanan. 7. Keamanan : Kebebasan dari bahaya resiko atau keragu-raguan. 8. Akses : Kemudahan untuk didekati dan dihubungi. 9. K o m u n i k a s i : M e m b e r i k a n
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
33
WASR I K pengetahuan yang dapat dipahami oleh pelanggan dan mendengarkan mereka. 10.Pengertian : Berusaha mengenal pelanggan dan kebutuhannya. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Memperluas Kompetensi Pelayanan. Kompetensi pelayanan prima yang diberikan oleh Aparatur Pemerintah kepada masyarakat, selain dapat dilihat dalam penjelmaan Keputusan MENPAN Nomor : 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Pelayanan Umum juga dipertegas dalam Instruksi Presiden Nomor : 1 Tahun 1995 tentang Peningkatan kualitas pelayanan Aparatur Pemerintah kepada masyarakat dan Surat Edaran MENKO WASBANGPAN No. 56 Tahun 1998, tentang pelayanan Aparatur Pemerintah kepada ; Oleh karena itu, kualitas pelayanan kepada masyarakat dewasa ini dak dapat diabaikan lagi bahkan hendaknya disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan di era globalisasi. Dalam Keputusan MENPAN Nomor : 81 Tahun 1993 dijelaskan sendi-sendi pelayanan yang prima adalah : 1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. 2. Kejelasan dan kepastian, adanya kejelasan dan kepastian mengenai: b. Prosedur/tata cara pelayanan umum c. P e r s y a r a t a n p e l a y a n a n umum, baik teknis maupun administrasi. d. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum; e. Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tatacara pembayarannya. f. Jadwal waktu pen yelesaian
34
3.
4.
5.
6.
pelayanan umum. g. H a k d a n k e w a j i b a n b a i k dari pemberi maupun penerima pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan/ kelengkapannya sebagai alat untuk memastikan mulai dari proses pelayanan umum hingga kepenyelesaiannya. h. P e j a b a t y a n g m e n e r i m a keluhanmasyarakat apabila terdapat sesuatu yang tidak jelas atau tidak puas atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (pelanggan) Keamanan dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum. Keterbukaan dalam arti, Prosedur/ tatacara persyaratan satuan kerja pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif dan hal-hal lain yang berkaitannya dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat baik diminta maupun tidak diminta. Efisiensi dalam arti, a. Persyaratan pelayanan umum dibatasi hanya pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberikan. b. Dicegah adanya pengulangan kelengkapan persyaratan pada kontek yang sama, dalam proses pelayanannya, kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/ Instansi pemerintah. Ekonomis dalam arti, pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan secara wajar dengan
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
memperhatikan : a. Nilai barang dan jasa pelayanan umum/tidak menuntut biaya yang tinggi di luar kewajaran. b. K o n d i s i d a n k e m a m p u a n masyarakat untuk memebayar secara umum. c. K e t e n t u a n p e r a t u r a n perundang-undangan yang berlaku. 7. Keadilan yang merata dalam arti, cakupan/jangkauan pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi ysng merata dan diperlakukan secara adil. 8. Ketepatan waktu dalam arti, pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kualitas pelayanan pada masyarakat merupakan tuntutan kebutuhan di era globalisasi, sehingga dak ada jalan lain kecuali mendapat perha an yang serius dari pemerintah untuk itu MENKO WASBANGPAN dalam Surat Edaran No. 56 MK. WASPAN/6/98 yang ditujukan kepada semua Menteri, Gubenur Bank Indonesia, Para Gubenur KDH ngkat I seluruh Indonesia, para pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan para Bupa /Wali Kota madya KDH ngkat II seluruh Indonesia ditegaskan sebagai berikut : 1. Dalam waktu secepat-cepatnya mengambil langkah langkah perbaikan mutu pelayanan masyarakat pada masing-masing unit kerja /kantor pelayanan termasuk BUMN/BUMD. 2. Langkah- langkah perbaikan mutu pelayanan masyarakat tersebut diupayakan dengan : a. M e n e r b i t k a n p e d o m a n pelayanan yang antara lain memuat persyaratan, prosedur, biaya/tarif pelayanan dan batas waktu penyelesaian pelayanan, baik dalam bentuk
WASR I K buku panduan/pengumuman, atau melalui media informasi lainnya. b. Menempatkan petugas yang bertanggung jawab melakukan pengecekan kelengkapan persyaratan permohonan untuk kepastian mengenai diterima atau ditolaknya berkas permohonan tersebut pada saat itu juga. c. Menyelesaikan permohonan pelayanan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dan apabila batas waktu yang telah ditetapkan terlampaui, maka permohonan tersebut berarti disetujui. d. Melarang atau menghapus biayatambahan yang dititipkan/ pihak lain dan meniadakan segala bentuk pungutan liar, diluar biaya jasa pelayanan yang telah ditetapkan. e. Sedapat mungkin menerapkan pola pelayanan secara terpadu (satu atap atau satu pintu) bagi unit-unit kerja kantor pelayanan yang terkait dalam proses atau menghasilkan satu produk pelayanan. f. M e l a k u k a n p e n e l i t i a n secara secara berkala untuk mengetahui kepuasan pelanggan/masyarakat atas pelayanan yang diberikan antara lain, dengan cara menyebarkan konsioner kepada pelanggan/ masyarakat dan hasilnya perlu dievaluasi dan ditindak lanjuti. g. Menata dan prosedur pelayanan secara berkesinam-bungan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan dinamika masyarakat. 3. Pemerintah membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat baik langsung maupun melalui media massa untuk menyampaiakan saran atau pengaduan mengenai pelayanan masyarakat.
KESIMPULAN Reformasi pelayanan adalah suatu perbaikan pelayanan yang diarahkan pada keputusan total pelanggan atau keuntungan pelanggan. Pelayanan pelanggan dapat diar kan sebagai suatu sistem manajemen, diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan berkesinambungan antara waktu pemesanan dan waktu barang atau jasa itu diterima dan digunakan, dengan tujuan memuaskan pelanggan dalam jangka panjang. Layanan dan dukungan kepada pelanggan dapat diar kan sebagai suatu sebagai suatu bentuk layanan yang memberikan kepuasan bagi pelangganya, selalu diingat oleh par pelangganya, memberikan citra posi f di mata pelangganya, pelayanan dengan biaya terkendali/ terjangkau sehingga pada gilirannya pelanggan dapat bekerja sama/ berperan ak f dalam pelaksanaan pelayanan yang prima.
Akuntabilitas Instansi Pemerintah. pemikiran ” ReinvenƟng Government ” oleh Osborne dan Plastrik, Kamus Besar bahasa Indonesia Departemen P & K 1990, 735, Kamus Besar bahasa Indonesia Departemen P & K 1990, 718-719) An English-Indonesia DicƟonary Echols dan Shadily, 1990, 473 Yun Yong and Loh (1998) dalam karyanya The Quest For Global Quality” Christoper WS. 1992 The Service Quality” Amacom New York.
Tujuan yang ingin dicapai dari reformasi pelayanan adalah memuaskan dan menguntungkan pihak pelanggan. Untuk mencapai hal itu, diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Oleh karena itu, bahwa mutu pelayanan didefenisikan oleh pelanggan, sehingga mutu pelayanan merupakan kesesuaian antara harapan dan kenyataan DAFTAR PUSTAKA Keputusan MENPAN No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Pelayanan Umum, Inpres No. I Tahun 1995 mengenai kualitas pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat, Surat Edaran Menko WASBANGPAN No.56 Tahun 1998 mengenai pelayanan prima kepada masyarakat. INPRES No. 7 Tahun 1999 mengenai
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
35
OPI N I
PENTINGNYA DIKLAT TEKNIS BAGI AUDITOR Oleh : Burhani Anwar
PENDAHULUAN
P
endidikan dan La han (Diklat) dalam propesionalitas memiliki peran pen ng. Propesionalitas seorang pegawai dalam hal ini Auditor sangat ditentukan oleh bekal pengetahuan yang dimiliki baik teknis maupun administrasi. Berkenaan dengan judul tulisan di atas, Penulis akan menguraikan bahasan melalui pendekatan organisasi/unit kerja yang ada di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM)
36
dimana KESDM adalah kementerian teknisyang mengelola sektor ESDM. Sehubungan dengan itu, pembekalan pengetahuan teknis sektor ESDM bagi Auditor sangatlah dominan dalam rangka peningkatan propesionalisme pelaksanaan tugas mengingat disiplin ilmu yang dimiliki oleh Auditor saat ini beraneka ragam, persentasenya lebih banyak yang non teknis, untuk itu bagi auditor diperlukan Diklat teknis sehingga pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan dapat berjalan dengan baik.
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
Dengan terlaksananya Diklat teknis diharapkan kinerja pengawasan terhadap pengelolaan sektor ESDM dapat berkontribusi secara maksimal karena ditunjang oleh propesionalisme. Diklat teknis ini hendaknya diprogram secara berkesinambungan dan pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap. PEMBAHASAN Dalam konteks bahasan ini yang dimaksud dengan Diklat teknis
OPI N I adalah Diklat yang langsung berkaitan dengan kegiatan-kegiatan teknis di lingkungan KESDM antara lain sektor Migas, Ketenagalistrikan dan Energi Baru terbarukan serta Sumber Daya Mineral, disamping itu Diklat teknis yang berkaitan dengan kelitbangan maupun kediklatan itu sendiri harus juga di ketahui oleh auditor. Diklat teknis melalui pendekatan atau pemahaman terhadap organisasi/unit kerja ini merupakan candradimukanya berbagai teknis kegiatan. Berbekal pengetahuan teknis tersebut Auditor dapat mengenal dan memahami tugas dan fungsi masing-masing unit kerja yang menjadi auditan. Oleh karena itu pembekalan Diklat teknis semacam ini dapat mendorong auditor meningkatkan kinerja pengawasan. Kualitas hasil pengawasan sangatlah ditentukan oleh kepiawaian atas propesionalitas Auditor, propesionalitas ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki dan pengetahuan ini dapat diperoleh antara lain melalui Diklat. Karenanya daklah berlebihan apabila kebutuhan diklat teknis ini merupakan peningkatan kemapuan baik dalam bidang mmanagerial maupun teknis. Keperluan akan diklat teknis bagi Auditor dilatarbelakangi oleh semakin varia fnya kegiatan pengelolaan sektor ESDM sehingga sangat dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan kemapuan auditor dalam pelaksanaan tugas pengawasan. Keperluan tersebut di dasari paling dak pada : 1. Kebutuhan akan kualitas hasil pengawasan, mengingat tuntutan tugas yang semakin kompleks. 2. P e n i n g k a t a n S t a b i l i t a s d a n fleksibilitas organisasi, artinya organisasi akan berjalan teratur dan fleksibel dalam keadaan bagaimanapun karena selalu
tersedia kader-kader yang terlatih. Pergantian personil (auditor) dalam tim ataupun dalam organisasi tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas. 3. Peningkatan moral, sebab dengan bertambahnya pengetahuan dan keahlian yang diperoleh dalam diklat teknis diharapkan akan membawa seseorang menjadi lebih matang dalam melaksanakan tugas dan seperti ilmu padi semakin berisi semakin merunduk yang berdampak pada peningkatan moral. Sebelumnya telah disinggung bahwasanya dengan diklat teknis akan melahirkan propesionalitas auditor yang di dalamnya terkandung beberapa ciri antara lain : 1. Mempunyai keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dfalam pelaksanaan tugas. 2. Mempunyai ilmu pengetahuan serta kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah serta peka dalam membaca situasi, cepat, tepat dan cermat dalam mengambil keputusan terbaik. 3. M e m p u n y a i s i k a p y a n g berorientasi pada masa depan, sehingga mempunyai kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yanga ada. 4. M e m p u n y a i s i k a p m a n d i r i berdasarkan keyakinan akan kemapuannya dan terbuka terhadap kritik dan saran serta menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik.
2. Diklat Teknis sektor Geologi dengan Pusdiklat Geologi Bandung 3. Diklat Teknis Minerba dengan Pusdiklat Tekminerba Bandung 4. Diklat Teknis Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan dengan Pusdiklat EBTKE Jakarta. KESIMPULAN Dari uraian singkat dan sederhana ini dapat disimpulkan bahwasanya Diklat Teknis sangalah diperlukan oleh Auditor karena akan menghasilkan propesionalitas, oleh karena itu diklat teknis semacam itu hendaklah diprogramkan secara berkesinambungan dan bertahap tentunya oleh Bagian Hukum dan Kepegawaian Itjen KESDM.
Pelaksanaan Diklat teknis sektor ESDM tersebut dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan Badan Diklat ESDM yang ada di lingkungan KESDM yaitu: 1. Diklat Teknis sektor MIGAS dengan Pusdiklat Migas Cepu Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
37
OPI N I
PERILAKU KEPEMIMPINAN Oleh : Gatot Iswantoro
PENDAHULUAN
K
epemimpinan menyentuh berbagai segi kehidupan manusia seper cara hidup, kesempatan berkarya, bertangga, bermasyarakat bahkan bernegara. Oleh karena itu usaha sadar untuk semakin mendalami berbagai segi kepemimpinan yang efek f perlu dilakukan secara terus menerus. Hal ini disebabkan keberhasilan suatu organisasi yang baik sebagai keseluruhan maupun sebagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu sangat bergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu wajar apabila berbagai paham dalam bidang kepemimpinan menyatakan bahwa “Mutu Kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi yang memainkan peran yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut. Ini berar bahwa seorang pemimpin harus dapat mengan sipasi dan mengiku perubahan-perubahan dalam yang ada dalam organisasi. Apabila dalam era reformasi yang iden k dengan perubahan. Ini berar bahwa seorang pemimpin harus dapat mengan sipasi dan mengiku perubahan-perubahan yang ada dalam organisasi yang iden k dengan perubahan. PEMBAHASAN Penger an mengenai kepemimpinan ini ternyata dak terlalu mudah dirumuskan suatu difinisi yang baku karena biasanya penger annya hanya diambil dari kamus umum dan dalam penerapannya selalu tercampur aduk dengan penger an–penger an lain. Seper kekuasaan, manajemen,
38
kontrol, pengawasan dan wewenang yang semuanya merujuk gejala yang sama. Bahkan Stogdill (1974) menyatakan bahwa kepemimpinan telah difinisikan atas dasar bakat, sifat, perilaku pengaruh terhadap orang lain, pola interaksi, peran, jabatan, posisi dan persepsi orang lain mengenai keabsyahan kepemimpinan itu sendiri. Beberapa contoh difinisi kepemimpinan adalah sebagai berikut : Kepemimpinan terjemahan dari bahasa inggris’ Leadership” menurut ensiklopedi umum dalam tahun 1993 penerbit Yayasan Kanesius diar kan sebagai ”hubungan yang erat antaranya seorang dan kelomplok manusia karena ada kepen ngan yang sama” hubungan tersebut ditandai oleh ngkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pimpinan dan yang dipimpin. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam kepemimpinan
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
tentu akan melibatkanunsurr pemimpin yakni orang yang akan mempengaruhi ngkah laku pengikutnya (infliincee) dan pengikut-pengikutnyadalam suatu tertentu. Oleh karena itu Steephen Covey seorang guru dibidang manajemen menyatakan bahwa pemimpin yang berhasil di abad 21 adalah yang mempunyai visa, serta kerendahan ha untuk terus menerus belajar dan mengasah kecakapan dan emosionalnya. Hal ini disebabkan seorang pemimpin yang cerdas bukanlah suatu jaminan untuk dari pakar yaitu Prof. Dr. Buchari, MPA, Waluyo Ratam, dan Marwani, SH dan lain sebagainya. Pemimpin dapat memimpin suatu unit organisasi yang efek f dan efisien. Oleh karena itu seorang pemimpin selain memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk memimpin juga dituntut berperilaku sebagai panutan dan tauladan bagi karyawannya.
OPI N I Hasil peneli an para ahli dalam bidang psikologi menunjukkan bahwa seorang secara intelektual cerdas seringkali bukanlah orang paling berhasil dalam bisnis, memimpin maupun dalam kehidupan pribadi mereka. Namun ada unsur lain yaitu : kecerdasan emosional atau emosional Intelligence (EQ), Seorang ekseku f atau profesional yang secara teknik unggul dalam dan memiliki EQ nggi adalah orang yang mampu mengatasi konflik, , kesenjangan yang perlu dijembatani atau diisi, melihat hubungan yang tersembunyi yang menjanjikan peluang dan menempuh interaksi gelap, misterius yang menurut per mbangan paling bisa membuahkan emas secara lebih siap, lebih cekatan dan lebih cepat dibandingkan orang lain menurut ( Robert K. Cooper, Ph. D dan Ayman Sawaf, kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan organisasi, Jakarta 1998) untuk itu maka seoarang pemimpin selain cerdas secara Inteletual (IQ) juga cerdas secara emosional. Guna memahami siapa dirinya maka seorang pemimpin perlu menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya dan berla h untuk menyempurnakannya, sehingga mampu berperan sebagai seorang pemimpin yang berprinsip dan efisien. PENGERTIAN PEMIMPIN KEPEMIMPINAN.
DAN
Kepemimpinan merupakan in dari manejemen, ini berar bahwa manejemen akan dapat mencapai sasarannya apabila ada kepemimpinan. Sedangkan kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seoarang pemimpin. Karena pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, tanpa mengindahkan bentuk alasannya sedangkan menurut Panji Anoraga yang disebut pemimpin adalah seseorang yang ak f dalam membuat terlaksana, bertugas sebagai koordinator, men-
gusahakan dan melaksanakan suatu kerja untuk mencapai tujuab bersama (Panji Anoraga, Psikologi Kepemimpinan halaman 23). Lalu apa yang disebut kepemimpinan atau leadership . Menurut sejarah is lah Leadership. Adapun difinisi leadership bermacam-macam diantaranya adalah : 1. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah satu atau beberapa tujuan tertentu. Tannenbaum, Weschler dan Nassarik tahun 1961 halaman 24. 2. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (Shared goal (Hemhiel dan Coons 1957 halaman 7). 3. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitasaktifitas sebuah kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan bersama( Rauch dan behling tahun 1984 halaman 46. 4. Kepemimpinan adalah interaksi antar manusia dimana salah satunya menyajikan satu jenis informasi tertentu sedemikian rupa sehingga yang lain yakin bahwa hasilnya akan lebih baik jika ia berperilaku sesuai dengan cara-cara yang dianjurkan atau diharapkan (Jacobs 1970 halaman 232. 5. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (jacobs dan Jacques 1990 halam 281). 6. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas sebuah kelompok yang terorganisasi menuju pencapaian suatu tujuan (Katz & Kahn, 1978 hal 528). Kebanyakan
definisi
mengenai
kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur ak vitas-ak vitas serta hubungan-hubungan di dalam suatu kelompok atau organisasi . Dengan demikian wajar apabila John C. Maxwell mengatakan bahwa in dari kepemimpinan adalah pengaruh atau kemampuan memperoleh pengikut. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses, perilaku atau hubungan yang menyebabkan suatu kelompok dapat ber ndak secara bersama-sama atau secara bekerja sama atau sesuai dengan aturan atau sesuai dengan tujuan bersama sebaliknya yang dinamakan pemimpin adalah orang melaksanakan proses perilaku atau hubungan tersebut. TUGAS DAN PERAN PEMIMPIN Menurut James A.F. Stonen tugas pokok yang harus dikerjakan oleh seoarang pemimpin adalah sebagai berikut : 1. Managers work with and other people. Pemimpin bertanggung jawab untuk bekerjasama dengan orang lain. Baik dengan atasan, bawahan, teman sejawat atau pemimpin lain yang ada dalam unit organisasi tersebut. Demikian juga orang lain yang berada di luas unit organisasinya. 2. Managers are responsible and accountable. Pemimpin bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas sampai berhasil, melakukan evaluasi, mengatur tugas-tugas untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan anak buahnya. 3. Managers balance competing goal and set priority. Sumber daya yang ada pada
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
39
OPI N I
4.
5.
6.
7.
diri pemimpin sangat terbatas aleh karena itu pemimpin harus mampu mengatur tugas-tugas melalui urutan prioritasnya, oleh karena itu harus mampumengelola waktu secara efektif. Mampu mendelegasikan tugas sesuai dengan kemampuan anak buah serta mampu menyelesaikan komflik secara efektif. Managers must think analitically and conceptually. Pemimpin harus berpikir analisis dan konseptual, oleh karena itu harus mampu menjabarkan persoalan-persoalan secara tepat. Disamping itu harus mampu menempatkan seluruh pekerjaan ke dalam suatu abstraksi dan mengkait-kaitkan pekerjaan itu sama lain. Managers are mediators. Konflik-konflik selalu terjadi dalam suatu organisasi, oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu menjadi mediator . Managers are politicans and diplomats. Pemimpin harus mampu bertindak persuasi dan mampu berkompromi sebagai diplomat pemimpin harus mampu sebagai wakil organisasi. Managers makes difficult decisions. Seorang pemimpin harus mampu memecahkan masalah yang sulit.
Sedangkan peranan pemimpin yang diungkapkan dalam bahan diktat ini adalah yang diungkapkan oleh Henry Mintzberg. Peran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Peranan yang interpesonal, dalam hal ini berperan sebagai figurehead, leader dan liasion. 2. Peranan yang informal, berperan sebagai monitor, disseminator dan spoksman. 3. Peranan mengambil Keputusan, dalam hal ini berperan sebagai entrepreneur, disturbance, resource allocator dan negoisator.
40
PRINSIP DASAR KEPEMIMPINAN Prinsip dalam penger an ini adalah suatu paradigma yang terdiri dari beberapa pokok pikiran yang mendasari suatu sikap dan gerakan pribadi yang dianggap sangat berpengaruh didalam mendatangkan kemajuan bagi pembentukan pribadi maupun usaha membawa kemajuan suatu organisasi. Menurut Stephen R. Covey dalam bukunya The Principle Centered Leadership 1977 yang dimaksud dengan prinsip adalah merupakan bagian dari kondisi, kesadaran dan suara ha . Prinsip dapat menimbulkan kepercayaan dan merupakan kompas, panduan yang dak berubah. Prinsip juga merupakan pusat/sumber utama sistem penunjang hidup yang ditunjukkan oleh empat dimensi dasar yaitu rasa aman, panduan, sikap bijak dan kekuatan. Adapun ciri-ciri pemimpin yang berprinsip secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Selalu belajar (terus belajar) Belajar bukan ar an dalam pendidikan sekolah tetapi juga diluar sekolah. Sebagai contoh belajar dengan membaca, menulis maupun melihat dan mendengar. Bahkan dari pengalaman yang baik maupun yang buruk dapat dipakai sebagai sumber belajar. 2. Berorientasi pada pelayanan. Seorang pemimpin dak hanya dilayani tetapi mampu melayani berbagai pihak. Karena prinsip pemimpin yang berprisip bukan pada karier tujuan akhirnya tetapi pada pelayanan. Dalam melaksanakan pelayanan harus mengacu pada prinsip-prinsip pelayanan prima. 3. Memancarkan energi positif. Se ap orang memiliki suatu energi dan semangat penggunaan energi
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
4.
5.
6.
7.
yang posi f dilandasi dengan ha dan semangat mendukung keberhasilan seseorang. Untuk mencapai kepemimpinan yang baik diperluykan suatu energi yang posi f. Seorang pemimpin harus mampu/sanggup bekerja dalam jangka panjang dan dalam waktu dan kondisi yang dak menentu. Oleh karena itu seorang pemimpin harus memiliki energi yang posi f. Mempercayai orang lain.ampu memberikan kepercayaan pada rmasuk bawahannya, sehingga bawahan termotivasi untuk bekerja lebih baik. Namun dalam mempercayai orang lainpun perlu disertai unsur kewaspadaan. Hidup seimbang. Mampu membuat keseimbangan antara tugas dan berorientasi pada kemanusiaan serta keseimbangan diri antara pekerjaan dan kemampuan untuk berolah raga, is rahat dan represing. Keseimbangan juga berar keseimbangan hidup di dunia maupun kehidupan di akhirat. Melihat Hidup sebagai petualangan. Kata petualangan sering mendapat konotasi yang nega f. Petualangan dalam penger an ini adalah mampu menikma suatu petualangan mereka memiliki rasa aman yang datang dari dalam dirinya sendiri. Rasa aman terletak pada inisia f, keterampilan, krea vitas, kemauan, keberanian, dinamika dan kecerdikan. Orang-orang berprinsip selalu Sinergistik.dan merupakan s kedua bela pihak. Sedangkan menurut The New Brolier webeter International Dictionary yang disebut dengan sinergi adalah setiap usaha kerjasama dari berbagai instansi yang berlainan yang membawa hasil lebih efektif dari pada bekerja sendiri-sendiri. Seorang pemimpin harus mampu melaksanakan sinergi
OPI N I dengan siapa saja, baik dengan atasan, teman sejawat, maupun bawahannya. 8. S e l a l u b e r l a t i h u n t u k memperbaharui diri agar mampu mencapai prestasi yang tinggi. Oleh karena itu orientasinya bukan hanya produk saja tetapi juga berorientasi pada proses. Proses ini meliputi unsur-unsur yang berkaitan dengan : a. Pemahaman terhadap materi. b. Perluas cakrawala materi. c. Mengajar materi pada orang lain, d. Menerpkan prinsip-prinsip dan e. Pemantau hasil. Untuk mencapai kepemimpinan yang berprinsip ternyata dak mudah karena terdapat beberapa hambatanhambatan yang berupa kebiasaankebiasaan buruk diantaranya adalah : 1) Selera dqan nafsu. 2) Kesombongan dan kepura-puraan. 3) Aspirasi dan ambisi. disiplin, serta la han yang terus menerus untuk melawan agar dapat membuahkan kemenangan pribadi. Berla h sangat pen ng karena akan memperoleh prespek f baru yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Hukum alam dak dapat diabaikan di dalam proses pembentukan pribadi. Pertumbuhan daya intelektual seseorang seringkali lebih cepat dari perkembangan daya emosionalnya. Oleh karenanya perlu diupayakan agar perkembangannya dapat seimbang sehingga didalam pemanfaatkan daya intelektual ada faktor pengendali. Mela h daya emosionalnya dapat dimulai dari berla h mendengarkan . Mendengar berar kesaabaran, keterbukaan dan keinginan untuk mengert. Pela han dak dapat dipaksakan . Tahapannya adalah meminta, memberikan alasan, menjanjikan imbalan, mengancam dan memaksa. Untuk dapat melaksanakan pendekatan pela han semacam
ituseseorang perlu mengendalikan diri dan baru memberikan apa yang dikehendaki. Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih bermanfaat dari pada mengandalkan kekuatan dari luar seper jabatan atau kekuasaan. Sebab kekuatan atau kekuasaan yang hanya berupa legi masi, bukan berdasarkan pengakuan antar pribadi hanya akan menimbulkan ketakutan yang menumpulkan kepekaan, melemahkan hubungan. Untuk dapat mewujudkan sosok pemimpin yang berprinsip tentu saja diperlukan pembenahanpembenahan diri, baik menyangkut aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Karena seorang pemimpin dak hanya dituntut cerdas secara intelektual namun juga cerdas secara emosional. Aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh pemimpin akan lebih lanjut yaitu antara lain gaya kepemimpinan serta aplikasinyan dan kecerdasan emosional. KESIMPULAN Kepemimpinan merupakan in dari manajemen. Ini berar bahwa manajemen akan berhasil dengan baik apabila seorang pemimpin mampu melaksanakan tugas dan peranannya secara baik. Disamping itu juga menerapkan kepemimpinan berprinsip.
ke dalam pembangunan diri dan kelompok yang diwujudkan dalam bentuk selalu belajar, memperbaiki karakter dan mengarahkan visi ke depan. Sementara orientasi kebersamaan diwujutkan dalam sikap toleransi, sinergi dan melibatkan staf dan karyawan maupun mitra kerja di dalam pemecahan masalah-masalah yang ada. Orientasi pembangunan merupakan hal yang posi f sebagai landasan perjuangan suatu organisasi. DAFTAR KEPUSTAKAAN. Ensiklopedi Umum dalam tahun 1993 penerbit Yayasan Kanesius. Panji Anoraga, Psikologi Kepemimpinan halaman 23. Robert K. Coorper, Ph. D dan Ayman Sawaf, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi Jakarta 1998. John C. Maxwell Mengembangkan Kepemimpinan dalam diri anda, Binarupa Aksara Jakarta, 1987. James A.F Stonen Tugas Pokok yang harus dikerjakan oleh seorang Pemimpin. Stephen R. Covey, The Principle Centered Leadership th 1997.
Kepemimpinan berprinsip adalah suatu gagasan alterna f yang ditawarkan kepada para pemimpin untuk mengatasi problem-problem menajerial. Dalam hal ini lebih meni kberatkan pada perbaikan perilaku manusia yang berada di belakang kemudi organisasi sebagai tumpuan harapan perbaikan kinerja organisasi. Kepemimpinan berprinsip mempunyai ciri-ciri yang berorientasi kepada pembangunan dan kebersamaan orientasi pembangunan diterapkan
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
41
E TA L ASE
PENUNDAAN
P
enundaan sangatlah pandai menyamar dan menyusup kedalam kehidupan kita sehari-hari sehingga kita tidak menyadari bahwa kita sudah berteman dengan penundaan karena bersama penundaan segalanya terasa enak, santai, no pressure, semau gue, namun hasil akhirnya adalah fatal. Penundaan menjelma dalam berbagai bentuk seperti : zona nyaman, kesibukan yang tidak menentu, tidak mempunyai target waktu, hobi-hobi yang buang waktu misalnya main game, gossip, dan lain - lain. Hampir semua ini tidak menghasilkan sesuatu yang produktif dan bermanfaat. Sifat manusia memang suka melakukan sesuatu dengan irama tanpa ikatan dan desakan. Kita sering menunda pekerjaan hari ini sampai ke esokan harinya bahkan sampai berminggu-minggu lamanya. Kita pernah berkata besok saya mau sisihkan 30 menit untuk membaca, mengupgrade knowledge/ ilmu pengetahuan, besok saya mau berolahraga dan tidak tidur larut malam lagi supaya dapat hidup sehat, besok saya mau bersosialisasi, besok saya mau menyumbang buat fakir miskin dan golongan tidak mampu, besok saya mau ke tempat Ibadah, dan lain - lain. Mengapa kita harus menunggu besok kalau saat ini bisa kita lakukan? Kalaulah besok kita benar - benar bisa melakukannya, kalau tidak, itu semua menjadi
sekedar wacana, nafsu besar tenaga kurang, tidak bisa konsentrasi mengatasi penundaan yang sudah lama berakar dalam diri kita. Penyebab lain adanya penundaan adalah TAKUT GAGAL sehingga terjebak pada hal-hal yang itu-itu saja. Namun, mereka menundanya karena mereka takut bahwa jika mereka mencoba hal-hal yang lebih besar dan lebih baik, mereka mungkin gagal. Satu hal yang harus kita pupuk dalam diri kita supaya dapat mengatasi penundaan dan membenamkannya kedalam tanah adalah MULAI SAAT INI KITA BERTEKAD UNTUK MAU “BERDISPLIN” MELAKUKAN APA YANG TELAH KITA TETAPKAN.
KEPUTUSAN Apa yang terjadi pada keadaan kita saat ini sesungguhnya adalah hasil dari keputusan-keputusan yang telah kita lakukan pada waktu yang lalu. Baik itu keputusan kecil ataupun keputusan besar. Memutuskan untuk berbelok ke kiri atau ke kanan ketika sedang mengemudikan kendaraan itu juga adalah sebuah keputusan. Ukuran besar kecilnya sebuah keputusan dinilai dari kepentingan yang dapat diakomodir dalam keputusan tersebut. Contoh sederhananya adalah memutuskan untuk mengenakan baju berwarna apa ketika pergi berolahraga tentunya tidak serumit untuk memutuskan ketika kita harus menikah dengan siapa. Keputusan selalu berada ditengah-tengah pilihan, yaitu disaat kita harus memilih. Menghindar dari mengambil keputusan berarti menghindar dari kenyataan dan hanya membuat kita terombang-ambing tanpa kepastian. Banyak orang sulit atau malah takut untuk
42
mengambil keputusan karena sebuah keputusan mempunyai konsekwensi langsung pada apa yang akan terjadi kelak. Mengambil keputusan yg salah bisa berakibat sangat fatal...! Sebaliknya mengambil keputusan yg benar dan tepat bisa berdampak luar biasa. Berikut beberapa hal yang seharusnya diperhatikan untuk mengambil sebuah keputusan yang tepat dan benar :
Berdoalah agar Allah SWT membimbing langkah anda Perhitungkan dengan seksama, baik dan buruknya sebuah keputusan yang akan diambil. Jangan terburu-buru karena orang yang terburu-buru akan tersandung, sebaliknya tetaplah tenang dan berpikirlah dengan jernih Jika keputusan yang akan diambil cukup berat & menyangkut masa depan atau pilihan yang berat tanyakanlah kepada orang yang sudah pernah melaluinya dengan baik. Tanyakanlah kepada beberapa orang yangg tepat misalnya : sahabat, orang tua, suami atau istri, atau bahkan orang-orang sukses yang anda kenal dan dapat dipercaya sebagai perbandingan. Ambillah waktu seorang diri dan renungkan semua pilihan anda, saran dari teman, orang lain atau siapapun yang telah anda mintai pendapat untuk mengambil keputusan. Percayalah pada kata hati anda sendiri namun perimbangkan dampak yang paling buruk dari keputusan yang akan anda ambil dan sesuaikan dgn kemampuan anda untuk mengatasinya. Jangan memaksakan keadaan Ambillah keputusan dengan bijak, arif dan jujur. Sebuah keputusan yang baik tidak selalu menyenangkan semua orang bahkan diri kita sendiri. Keputusan yang baik terkadang tidak langsung memberikan hasil yang baik pada saat itu juga. Sebuah keputusan yang baik dan tepat akan teruji lewat waktu
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
L E N S A PE R I S T I WA
BUKA PUASA BERSAMA PEGAWAI ITJEN KESDM
1
Plt. Inspektur Jenderal menyampaikan santunan kepada anak ya m keluarga pegawai Itjen KESDM
2
Plt Irjen KESDM berfoto bersama dengan penerima santunan dan Ketua Pani a Pelaksana.
4
3
Plt. Irjen KESDM ( Bpk. M. Teguh Pamudji, SH., MH) menyampaikan sambutan dan arahah pada kegiatan Buka Puasa Bersama.
5
Peserta Buka Puasa
Peserta Buka Puasa
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
43
L E N S A PE R I S T I WA
HALAL BIHALAL ITJEN KESDM
44
1
Plt Irjen KESDM ( Bpk. M. Teguh Pamudji, SH., MH) ramah tamah dengan pegawai.
4
Plt. Irjen KESDM ( Bpk. M. Teguh Pamudji, SH., MH) menyampaikan sambutan dan harapan serta pesan kepada seluruh PNS
2
Para PNS, dan m OB Itjen KESDM
5
Plt. Irjen & Sekretaris Itjen KESDM
3
Para PNS, dan m OB Itjen KESDM
6
Plt Irjen, didampingi para pejabat Eselon II dan Para Inspektur)
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
( SIJ
L E N S A PE R I S T I WA
PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI (PIAK) TRIWULAN III TA.2012 YOGYAKARTA 27 SD 29 SEPTEMBER 2012
1
Sekretaris Itjen KESDM ( Bpk. Iman Rochendi AK) membuka secara resmi kegiatan PIAK Triwulan II Tahun 2012
4
Peserta PIAK
2
Para Peserta PIAK
5
Peserta PIAK
3
Sekretaris Balitbang mempaikan hasil kegiatan PIAK
6
Inspektur II (Bpk. Drs. Winarno) menutup secara resmi kegiatan PIAK di Jogyakarta
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
45
L E N S A PE R I S T I WA
DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI KE-67 (1945-2012) 1
46
Group Penggerek Bendera
2
Pengibaran Bendera Merah Pu h
4
Peserta Upacara
3
Sekretaris Itjen KESDM selaku Inspektur Upacara HUT RI ke 67
5
Peserta Upacara
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
L E N S A PE R I S T I WA
LOMBA GERAK JALAN KESDM DALAM RANGKA HARLAH RI KE-67 4
TIM gerak jalan puteri
1
TIM gerak jalan putera
5
TIM gerak jalan puteri
2
TIM gerak jalan putera
6
TIM gerak jalan puteri
3
Wakil Menteri ESDM bersama rombongan berjalan santai di Jl. MH. Thamrin - Jakarta
7
TIM gerak jalan puteri
Buletin Pengawasan Volume 9 No. 3 September 2012
47