kilasan Sengketa Informasi yang Menarik Perhatian Publik Dari 818 sengketa informasi terdapat beberapa cluster informasi strategis yang diselesaikan oleh KIP, antara lain: Laporan Keuangan Partai Politik Informasi program dan laporan keuangan partai politik diputuskan oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) serbagai informasi terbuka bagi publik. Pemohon informasi ini adalah ICW yang meminta kepada 9 parpol di parlemen. Melalui penyelesaian sengketa informasi dengan mediasi di KIP 3 Parpol langsung memberika informasi saat dimediasi, 3 lainnya sepakat untuk memberikan setelah laporan keuangan parpol selesai diaudit. Tiga parpol terakhir melalui mediasi diputuskan berdasarkan UU KIP dan UU Parpol (No. 2/ 2008 dan No. 2/ 2011) informasi program dan laporan keuangan parpol adalah terbuka dan wajib diberikan kepada pemohon informasi.
Sidang Ajudikasi ICW – DPP Partai Amanat Nasional
Peraturan Kepala BNN tentang Pemberantasan Narkoba LBH Masyarakat yang punya banyak klien korban penjebakan narkoba, dengan untuk tujuan pengawasan kinerja aparat pemberantasan narkoba meminta Informasi tiga Peraturan Kepala (Perka) BNN tentang penjebakan tersangka narkoba. Melalui sidang ajudikasi KIP memutus informasi 3 Perka BNN yang terkait administrasi pemberantasan narkoba merupakan informasi terbuka, sedangkan yang memuat teknik dan strategi penjebakan, penangkapan tersangka narkoba adalah informasi yang dikecualikan/ rahasia. BNN menerima putusan KIP.
1
Sidang Ajudikasi LBH Masyarakat - BNN
Informasi Pertanahan Sengketa tanah yang banyak terjadi di masyarakat, seperti surat tanah yang tumpang tindih, penyerobotan tanah, sampai sengketa tanah ulayat/ adat memunculkan berbagai sengketa informasi antara warga dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Berdasarkan permintaan warga akan informasi warkah(surat-surat dan riwayat status tanah) kepada BPN yang ditolak, dan kemudian dilaporkan dan dilesaikan melalui sengketa informasi KIP memutuskan informasi tentang warkah merupakan informasi yang terbuka hanya bagi pihak yang memiliki kepentingan terhadap tanah berdasarkan berdasarkan UU Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang mengatur pertanahan. Namun tidak terbuka bagi publik secara umum berdasarkan UU KIP yang mengecualikan informasi aset seseorang yang termasuk dalam kategori rahasia pribadi. Putusan KIP ini menjadi yurisprudensi BPN untuk dapat memberikan informasi status tanah kepada pemohon sepanjang yang bersangkutan terkait kepentingan yang diatur UU Pokok Agraria. Putusan ini diharapkan akan menjadi bagian dari solusi bagi sengketa tanah yang banyak terjadi. Nilai Ujian Seorang calon mahasiswa yang tidak lolos SNMPTN meminta informasi rincian nilainya hasil ujian seleksi masuk UGM kepada Kemendikbud untuk mengetahui kemampuan akademiknya, mengapa dia tidak lulus. Semula Kemendikbud dan Panitia SNMPTN tidak memberikan informasi tersebut dengan alasan termasuk informasi dikecualikan berdasarkan pasal 17h UU KIP. Namun setelah melalui mediasi di KIP, Kemendikbud bersedia memberikan nilai tersebut hanya kepada yang bersangkutan, berikut ranking calon mahasiswa yang lolos pada jurusan yang dilamar pemohon dengan menutup informasi nama dan nomor ujian peserta SNMPTN yang lolos. Hal ini berdasarkan pasal 18 UU KIP, yakni informasi rahasia pribadi dapat diungkap apabila yang bersangkutan memberikan izin tertulis. Setelah diberika informasinya diketahui bahwa yang bersangkutan memang tidak lolos dengan selisih nilai yang tipis.
2
Kinerja Komisi Informasi Pusat 2012 Jumlah permohonan informasi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, terdapat 818 permohonan penyelesaian sengketa informasi yang diajukan kepada Komisi Informasi Pusat. Jumlah permohonan sengketa informasi pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 11 % dibandingkan dengan tahun 2011, yakni dari 419 sengketa menjadi 323 sengketa.
Upaya keberatan hingga tahun 2012 hanya 2% (10 sengketa informasi), dari total 523 permohonan penyelesaian sengketa informasi yang telah selesai di Komisi Informasi Pusat.
Sebanyak 513 putusan sengketa informasi telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Target penyelesaian sengketa informasi Tahun 2012 adalah 60% perkara selesai.
Dari jumlah sengketa tersebut, 64% (523 sengketa informasi) telah selesai baik melalui proses mediasi dan/atau ajudikasi, permohonan ditolak dan dicabut. Sedangkan 36% sengketa informasi atau 295 kasus masih dalam proses.
3
pengantar Keterbukaan informasi publik di Indonesia, mulai mendapatkan pengakuan oleh masyarakat internasional. Sejak September 2012, Indonesia dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Perdana Menteri Inggris David Cameron menjadi ketua bersama (cochair) Gerakan Open Government Pertnership (OGP) periode 2012-2014. OGP adalah gerakan para pemerintahan yang menyatakan dirinya terbuka yang beranggotakan 58 negara, yang dideklarasikan 28 September 2011 di New York. Dalam data yang lain Freedom of Information Network (FOINetwork) lembaga international yang berpusat di Kanada menempatkan Indonesia dalam ranking 24 dunia (di atas Amerika dan Inggris) sebagai negara yang memiliki regulasi transparansi yang mengatur hak atas informasi (right to know) secara komprehenship dan efektif menerapkan undang-undang kebebasan informasi (Freedom of Information Act). Open Budget Index (OBI) indeks keterbukaan informasi anggaran yang diumumkan 2 tahun sekali pada 2012, Indonesia meraih skor 62 (naik dari skor tahun 2010 yakni 51). Berbagai kemajuan di bidang keterbukaan informasi ini tentu karena Indonesia memiliki Undangundang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang berupakan inisiatif DPR yang disahkan pada 30 April 2008 dan diberlakukan sejak 30 April 2010. UU KIP merupakan regulasi yang strategis guna mewujudkan proses demokratisasi dalam kerangka menuju kesejahteraan rakyat. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri dari kehidupan negara demokratis. Keterbukaan informasi memiliki makna yang luas bagi kehidupan bernegara dan berbangsa karena semua pengelolaan badan-badan publik dari proses penyelenggaraan negara dan pemerintahan wajib dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Badan publik tersebut antara lain lembaga legislatif, lembaga eksekutif, lembaga yudikatif, dan badan-badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan APBD; atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri. Semua badan publik menurut UU KIP berkewajiban menyampaikan informasi publik secara terbuka kepada masyarakat. Namun demikian dalam UU ini diatur pula informasi yang dikecualikan di mana informasi tersebut tidak dapat diberikan/diakses oleh publik (pemohon) sebagaimana diatur dalam pasal 17 UU ini, kecuali atas putusan Komisi Informasi. UU juga mengamanatkan pendirian Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU dan peraturan pelaksanaannya; menetapkan petunjuk teknis
4
standar layanan informasi publik; dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Komisi Informasi Pusat untuk periode pertama (2009-2013) yang beranggotakan 7 (tujuh) komisioner dibentuk berdasarkan Keppres No. 48/P Tahun 2009 setelah dilakukan yang uji kapatutan dan kelayakan oleh Komisi 1 DPR RI. Sementara hingga akhir 2012 Komisi Informasi Provinsi sudah terbentuk di 20 provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Gorontalo, Banten, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Bali, Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Riau. Di tahun 2012 atau tahun ketiga pemberlakuan UU KIP Komisi Informasi Pusat telah melakukan program kerja yang mengacu kepada Rencana Strategis 2010-2014, yaitu tahap Pemantapan. Kinerja Komisi Informasi Pusat 2012 pada tahap pemantapan kelembagaan inilah yang dituangkan dalam Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat Tahun Anggaran 2012 ini. Komisi Informasi Pusat menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak yang telah terlibat dan membantu terlaksananya program kerja ini. Semoga Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat Tahun Anggaran 2012 ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Ketua Komisi Informasi Pusat
Abdul Rahman Ma’mun
5
PENDAHULUAN Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mengamanatkan pembentukan Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Komisi Informasi Pusat untuk pertama kali dibentuk tahun 2009 untuk masa kerja 4 tahun. Komisi Informasi Pusat periode 2009-2013 kemudian menyusun Rencana Strategis Komisi Informasi Pusat 2010-2013 yang dirancang tahapan perkembangan dan komposisi program kerja sebagai berikut: Tahapan Pengembangan Komisi Informasi Pusat 2010-2013
Sumber: Rencana Strategis Komisi Informasi Pusat 2010-2013
Sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Komisi Informasi Pusat untuk 2010 – 2013, secara gradual program kerja KI Pusat dilaksanakan memenuhi 4 tahapan perkembangan dalam membangun kelembagaan KI Pusat, yakni: Tahap Pengembangan di tahun pertama, Tahap Penguatan di tahun kedua, Tahap Pemantapan di tahun ketiga, dan Tahap Pelayanan di tahun keempat. Di setiap tahapannya program kerja KI dikemas dalam 5 domain, yang mana di setiap domain diberikan bobot proporsi yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kebutuhan pemenuhan target di setiap tahap pengembangannya. Kelima domain itu meliputi: pelayanan (service), monitoring dan evaluasi (monitoring and evaluation), jaringan kerja (network), regulasi (regulation), dan organisasi (organization). Di tahun pertama (2010)tahap pengembangan organisasi, program kerja KI diberikan bobot proporsi: organisasi sebesar 50%, regulasi sebesar 30%, jaringan kerja 6
sebesar 10%, dan pelayanan sebesar 10%. Di tahun pertama ini, program monitoring dan evaluasi belum dilaksanakan mengingat masih di tahap set-up organisasi di tahun pertama. Di tahun kedua (2011)tahap penguatan kelembagaan, proprosi program digeser ke fokus penguatan sehingga komposisi program bergeser seperti berikut: Untuk program organisasi dari yang semula proporsinya 50% diturunkan menjadi 10%, program regulasi dinaikkan dari yang semula 30% menjadi 35%, program pelayanan dinaikkan dari yang semula 10% menjadi 20%, dan program monitoring dan evalusasi sudah mulai dilaksanakan di tahun kedua ini dengan proporsi sebesar 5%. Khusus untuk program jaringan proporsinya tetap, 10%, mengingat jaringan kerja sama-sama penting untuk pengembangan maupun penguatan organisasi. Di tahun ketiga (2012)tahap pemantapan, beda lagi, proporsi programnya bergeser pula mengikuti arah dan orientasi pengembangan lembaga. Fokus program di tahun ini adalah pemantapan sehingga program-program pun diarahkan untuk kepentingan itu. Karenanya proporsi program kembali digeser: program pengembangan organisasi turun 15% dari yang sebelumnya 30%, program regulasi diturunkan 20% dari yang semula 35%, program jaringan kerja tetap 10%, program pelayanan dinaikkan 35% dari yang sebelumnya 20%, dan progam monitoring dan evaluasi dinaikkan dari yang sebelumnya hanya 5%. Di tahun keempat (2013)tahap pelayanan, tahun di mana KI Pusat di periode pertama berakhir. Fokus program kembali diarahkan untuk benar-benar fokus pada penguatan fungsi pelayanan. Karenanya sejumlah program yang diturunkan di tahun ini pun proporsinya digeser menyesuaikan dengan kebutuhan penguatan fungsi pelayanan. Komposisi program ditetapkan, antara lain: pengembangan organsiasi sebesar 10%, regulasi sebesar 10%, jaringan kerja sebesar 10%, dan pelayanan sebesar 50%, serta monitoring dan evaluasi sebesar 20%. Tahun 2012 adalah tahun ketiga Komisi Informasi Pusat periode pertama. Laporan Tahunan 2012 merupakan laporan tahunan terakhir Komisi Informasi Pusat periode 20092013 kepada Presiden dan DPR sebelum masa kerjanya pada bulan Juni 2013. Pada fokus bergeser pada pelayanan (penyelesaian sengketa dan konsultasi bagi badan publik) dan penyusunan regulasi-reglasi pendukung untuk memperkuat fungsi pelayanan Komisi informasi Pusat berdasarkan perkembangan kebutuhan. Untuk menjalankan berbagai rencana kerja tersebut, Komisi Informasi Pusat mendistribusikannya ke dalam tiga bidang kerja, yakni: (i) Bidang Penyelesaian Sengketa; (ii) Bidang Kelembagaan, (iii) Bidang Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi Untuk mendukung kerja ketiga Bidang tersebut telah dibentuk sekretariat yang merupakan satuan kerja di kementerian Kominfo. Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris dan membawahi tiga bagian: (i) Bagian Administrasi Penyelesaian Sengketa, (ii) Bagian Perencanaan dan Program, (iii) Bagian Umum. Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat Tahun 2012 ini memuat kinerja Komisi Informasi Pusat tahun anggaran 2012, perkembangan pelaksanaan kegiatan selama periode 7
2011 berdasarkan masing-masing Bidang Kerja, Realisasi Anggaran 2011, dan Rencana Kerja dan Anggaran Kegiatan tahun 2012.
Indikator Kinerja Kegiatan 001
Persentase penyelesaian sengketa informasi publik Sejak pemberlakuan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, terdapat 818 permohonan penyelesaian sengketa informasi publik yang diajukan kepada Komisi Informasi Pusat. Jumlah permohonan sengketa informasi pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 11 % dibandingkan dengan tahun 2011, yakni dari 419 sengketa menjadi 323 sengketa.
Sumber: Data PSI per 26 Desember 2012
ari jumlah sengketa tersebut, 64% (523 sengketa informasi) telah selesai baik melalui proses mediasi dan/atau ajudikasi, permohonan ditolak dan dicabut. Sedangkan 36% sengketa informasi atau 295 Status Sengketa Informasi Hingga kasus Tahun 2012 masih 3.7% dalam proses Dalam Proses 32.5% 23.8%
Ditolak
Sedangkan persentase penyelesaian sengketa informasi di tahun 2012 meningkat Mediasi Selesai 34.4% jumlahnya sekitar 12% dibandingkan tahun 5.6% Ajudikasi Selesai 2011, yakni dari 54% menjadi 67 %. Sengketa informasi paling banyak diselesaikan melalui proses mediasi yakni 23,8% sedangkan selesai melalui proses ajudikasi sebanyak 3,7%. Dalam hal sengketa dinyatakan selesai karena ditolak menempati presentase 34,4%, dan terhadap sengketa yang dicabut oleh Pemohon berjumlah 5,6% di tahun 2012. Dicabut
8
Selama tahun 2012 permohonan sengketa informasi berjumlah 323 kasus, yang terbesar adalah di bulan Maret 2012 yakni sebanyak 81 permohonan penyelesaian sengketa. Namun jumlahnya kemudian semakin menurun, karena Jumlah Permohonan Penyelesaian cukup banyaknya kasus Sengketa Informasi Hingga Tahun 2012 permohonan penyelesaian 81 sengketa dengan Termohon Badan Publik tingkat provinsi yang dilimpahkan ke KI 42 38 Provinsi DKI Jakarta 29 29 23 23 yang telah dilantik pada 19 13 12 11 Maret 2012. 3
Dari total 323 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okto Nov Des permohonan penyelesaian sengketa informasi pada tahun 2012, jenis informasi yang paling banyak disengketakan adalah informasi mengenai laporan keuangan.
Dalam hal pengklasifikasian pemohon informasi yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ke Komisi Informasi Pusat pada tahun 2012, 78% pemohon merupakan pemohon yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat, sedangkan Pemohon individu hanya 22%.
Dalam klasifikasi Termohon atau Badan Publik yang paling banyak disengketakan di Komisi Informasi Pusat adalah Kementerian dan Lembaga (53%), Sekolah/Perguruan Tinggi (17%) dan pemerintah provinsi (13%)
9
Sebagaimana aturan dalam penyelesaian sengketa informasi publik, para pihak yang tidak puas dengan putusan Komisi Informasi dapat mengajukan keberatan melalui Pengadilan Negeri untuk Badan Publik Non Negara dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk Badan Publik Negara. Upaya keberatan hingga tahun 2012 hanya 2% dari total 519 permohonan penyelesaian sengketa informasi yang telah selesai di Komisi Informasi Pusat. Sedangkan di Tahun 2012 dari total 214 sengketa informasi yang selesai, sebanyak 97% sudah selesai, dan hanya 3% atas putusan KI Pusat yang diajukan keberatan. KI Pusat berupaya meningkatkan persentase penyelesaian sengketa informasi publik dari tahun ke tahun dengan memperbaiki proses penyelesaian sengketa informasi, serta memaksimalkan pelayanan teknis administrasi penyelesaian sengketa informasi melalui berbagai program dan kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah pelatihan mediator bersertifikat , pelatihan case management dan kepaniteraan, bimbingan teknis (Bimtek) ajudikasi, penyusunan Modul Mediasi dan Ajudikasi, Training of Trainers (ToT) Mediasi dan Ajudikasi, Pilot training mediasi dan ajudikasi, penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Bagian Administrasi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa (APPS) , legal review dan Uji Publik Perki tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dan diskusi Ahli tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
Indikator Kinerja Kegiatan 002
Persentase Badan Publik yang melaksanakan ketentuan keterbukaan informasi publik 2.1. Monitoring dan Evaluasi Badan Publik Sejak tahun 2011 KI Pusat melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) tiap tahun untuk melakukan pemantauan Badan Publik yang melaksanakan ketentuan keterbukaan informasi publik. Monev yang dilakukan tahun 2012 mengelompokkan badan publik ke dalam dua kategori/ kelompok, yaitu Pemerintah Provinsi dan Kementerian/Lembaga Negara.
10
Pemeringkatan Badan Publik terbaik dalam implementasi UU KIP
Jika pada tahun 2011 monev yang dilaksanakan hanya menggunakan satu parameter yaitu ketersediaan informasi berkala di website Badan Publik, maka tahun 2012 Komisi Informasi Pusat menggunakan dua parameter penilaian yaitu ketersediaan informasi berkala dan informasi yang wajib tersedia setiap saat. Secara umum, gambaran tentang Badan Publik yang melaksanakan ketentuan keterbukaan informasi publik sampai September 2012 masih belum begitu menggembirakan. Diukur dari ketersediaan informasi secara berkala, rata-rata masih berada di bawah capaian yang diharapkan. Untuk badan publik tingkat Kementerian atau Lembaga Negara, capaian rata-rata masih pada angka 40,13. Sementara untuk Pemerintah Provinsi capaian rata-ratanya masih pada angka 32,24 ( capaian angka ideal adalah 100). Di antara rentang angka di atas, nilai tertinggi dicapai Kementerian Perindustrian dengan capaian 95,31 serta Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan capaian 72,25. Walau belum begitu menggembirakan, dibanding tahun sebelumnya, perkembangan yang terjadi sampai September 2012 menunjukkan terjadinya apresiasi yang jauh meningkat. Hasil Monev tahun 2011 yang hanya mengukur keterbukaan berdasar Pasal 9 UU KIP (informasi yang diumumkan secara berkala) dengan memantau 82 Kementerian/ Lembaga Negara dan 33 Pemerintah Provinsi, menunjukkan capaian tertinggi hanya 65, 6 untuk provinsi dan 68,9 untuk Kementerian/ Lembaga Negara. 11
Untuk informasi yang tersedia setiap saat, Kementerian Sekretariat Negara menjadi badan publik pusat yang memperoleh capaian tertinggi, yaitu pada angka 92,5. Sementara untuk badan publik provinsi, capaian tertinggi diraih Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan capaian 73,5. Hasil penilaian monev tahun 2012 diumumkan dalam Peringatan Right to KnowDay atau Hari Hak untuk Tahu Sedunia pada tanggal 28 September 2012 yang berlangsung di Istana Wakil Presiden. Penghargaan disampaikan oleh Wakil Presiden RI, Boediono.
Aksi Simpatik dan Diskusi Publik Peringatan Hari Hak untuk Tahu Sedunia, 28 September 2012
2.2
Pembentukan PPID di Badan Publik Data yang dihimpun Komisi Informasi Pusat per tanggal 2 Januari 2013 menyebutkan bahwa seluruh Kementerian di Indonesia yang berjumlah 34 kementerian telah memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi. Kementerian Agama melengkapi daftar kementerian yang telah menunjuk PPID pada tanggal 18 Desember 2012. Sementara itu, untuk Lembaga Negara non Kementerian dari 129, tercatat 35 lembaga yang telah menunjuk PPID. PPID Pemerintah Provinsi telah tercatat 18 dari 33, Pemerintah Kabupaten 83 dari 399 dan Pemerintah Kota, 29 dari 98. Berikut jumlah PPID di Kementerian, Lembaga Negara, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota. No 1 2 3 4 5
Lembaga Kementerian Lembaga Negara Provinsi Kabupaten Kota TOTAL
Jumlah
Telah Menunjuk PPID
34 129 34 399 98 693
34 35 18 83 29 199
Persentase (%) 100,00% 27,13% 52,94% 20,80% 29,59% 28,72%
Sumber: diperbaharui dari data Dit.Komunikasi Publik, Ditjen IKP tanggal 2 Januari 2013
12
Mengingat saat ini telah terbentuk 20 Komisi Informasi Provinsi, monitoring dan evaluasi jumlah PPID di Badan Publik tingkat provinsi dilakukan oleh Komisi Informasi Provinsi masing-masing. Untuk itu, data yang disajikan berikutnya adalah perbandingan peningkatan jumlah PPID Badan Publik tingkat Pusat (kementerian dan non kementerian) dari tahun 2010, 2011, dan 2012. Jika perhitungannya digabungkan antara Badan Publik Kementerian dan Non Kementerian maka sebetulnya per Desember 2012 tidak sampai 50% Badan Publik Pusat yang telah memiliki PPID.
Bahwa jumlah Badan Publik di tingkat Pusat yang telah menunjuk PPID terus bertambah setiap tahun. Meskipun demikian, ada beberapa evaluasi terhadap peningkatan jumlah tersebut; 1) Bahwa Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP menetapkan bahwa PPID paling lambat dibentuk 1 (satu) tahun sejak PP Nomor 61 Tahun 2010 diundangkan. Artinya, paling lambat tanggal 20 Agustus 2011 seluruh Badan Publik seharusnya sudah membentuk PPID. Fakta yang ada menunjukkan PPID di tingkat Kementerian resmi lengkap terbentuk pada tanggal 18 Desember 2012 (Kementerian Agama). Sementara itu, masih banyak lembaga negara yang belum memiliki PPID. 2) Dari hasil monitoring Komisi Informasi Pusat yang diumumkan pada tanggal 18 September 2012 sekaligus peringatan Right to Know Day (Hari Hak untuk Tahu), dilihat dari nilai rata-rata informasi berkala yang wajib disediakan oleh Badan Publik baik tingkat pusat maupun provinsi, keberadaan PPID yang telah dibentuk belum sepenuhnya menjamin tersedianya informasi berkala dan informasi setiap saat, yang seharusnya berada di bawah tanggung jawab PPID.
13
2.2.
NO
1 2 3
4
5 6
7
Capaian Badan Publik dalam Layanan Informasi Publik
KEMENTERIAN/ LEMBAGA Kementerian Perindustrian Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Komunikasi dan Informatika Batan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Total
2.3.
JUMLAH PERMINTAAN INFORMASI
DIPENUHI
DITOLAK
DLM PROSES
82
137
133
4
0
182
505
501
1
3
13
47
40
0
6
111
511
496
9
19
1200
1170
14
28
JUMLAH PEMOHON INFORMASI
STATUS
5451
226
1299 7364
Sosialisasi kepada Badan Publik dan Masyarakat Advokasi, sosialisasi, dan edukasi telah dilakukan untuk mendukung pencapaian di atas yakni sosialisasi ke Badan Publik dan kemasyarakat. Sosialisasi dan edukasi ke Badan Publik meliputi kegiatan Bimbingan Teknis, Penyuluhan Penyebaran Standar Layanan Informasi kepada Badan Publik, pembuatan CD Audio Visual.
Sedangkan advokasi, sosialisasi dan edukasi ke masyarakat meliputi kegiatan: Pelaksanaan Aktivitas Edukasi dan Advokasi Pemanfaatan Informasi Publik ke Masyarakat, dialog Interaktif Televisi dan Radio, pemasangan advertorial, iklan layanan masyarakat, pengelolaan website www.komisiinformasi.go.id dan penerbitan newsletter “OpenHouse”. 14
2.4.
Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Badan Publik Sesuai amanat pasal 26 angka 2 huruf C Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), pasal 37 dan pasal 38 Peraturan Komisi Informasi Pusat No. 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (Perki SLIP) pada tahun 2012 Komisi Informasi Pusat melakukan keiatan Monitoring Evaluasi (Monev) Implementasi UU KIP di Badan Publik sebagaimana yang juga pernah dilakukan pada tahun sebelumnya. Monev dilakukan terhadap : 1) ketersediaan informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala (informasi berkala) di 134 situs resmi badan publik setingkat kementerian, dan lembaga negara serta 33 situs resmi Pemerintah Provinsi di seluruh Indonesia; 2) ketersediaan informasi yang wajib disediakan setiap saat (informasi tersedia setiap saat) melalui meja informasi di 10 Pemerintah Provinsi dan 20 Badan publik tingkat kementerian dan lembaga negara. Instrumen penilaian yang dipakai untuk melakukkan monitoring ketersediaan informasi berkala terdiri dari 4 konten informasi sebagai berikut : 1) Informasi terkait badan publik; 2) Ringkasan Informasi tentang Program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkup badan publik; 3) Informasi Mengenai Laporan Keuangan; dan 4) Informasi Lain Yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-Undangan. Ke-4 (empat) konten dinilai bersama dengan keberadaan SK PPID dan khusus untuk Badan Publik Pemerintah Provinsi ditambahkan dengan keberadaan Komisi Informasi Provinsi, dengan pembobotan sebagai berikut : 1) Badan Publik Pusat : 75 % untuk substansi (konten 1 s/d 4), 25 % untuk keberadaan PPID; 2) Badan Publik Pemerintah Provinsi : 60 % untuk substansi (konten 1 s/d 4), 20 % untuk keberadaan PPID, dan 20 % untuk keberadaan Komisi Informasi Provinsi. Hasil Monev tahun 2012 menunjukkan angka ketersediaan informasi berkala di situs resmi kementerian dan lembaga negara mencapai rata-rata 40.13 dari total angka 100 dengan nilai tertinggi 95.31 diperoleh Kementerian Perindustrian. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Nilai 72,25 menjadi yang tertinggi di kelompok Pemerintah Provinsi dengan angka rata-rata nilai 32.24. Jika dibandingkan dengan tahun 2011 terjadi peningkatan signifikan, hasil Monev menunjukkan pada tahun 2011 hanya 9 Kementerian dan Lembaga yang mencapai angka 50 dan meningkat menjadi 46 pada tahun 2012, hal serupa juga terjadi pada Pemerintah Provinsi yang awalnya hanya 7 menjadi 16 Provinsi yang memperoleh angka capaian 50. Monitoring informasi tersedia setiap saat dilakukan dengan melakukan kunjungan langsung (visitasi) 20 kementerian dan lembaga negara (terbaik hasil sementara penilaian informasi berkala) dan 10 Pemerintah Provinsi (terbaik hasil sementara penilaian informasi berkala) untuk melihat keberadaan meja layanan informasi dan ketersediaan dokumen yang termasuk dalam: 1) Daftar Seluruh Informasi Publik yang 15
Berada di Bawah Penguasaannya, tidak termasuk Informasi yang dikecualikan; 2) Seluruh Kebijakan yang Ada Beserta Dokumen Pendukungnya; 3) Perjanjian Badan Publik dengan Pihak Ketiga, 4) Laporan Mengenai Pelayanan Akses Informasi Publik; 5) Seluruh Informasi Lengkap yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala. Untuk ketersediaan informasi yang wajib tersedia setiap saat menjadi catatan dari hasil pelaksanaan monev banyak badan publik yang belum memiliki meja informasi baik di tingkat kementerian dan lembaga maupun Pemerintah Provinsi. Kementerian Sekretariat Negara menjadi badan publik pusat yang memperoleh nilai tertinggi sebesar 92,5 disertai dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan nilai 73,5 sebagai nilai tertinggi untuk kelompok Pemerintah Provinsi. Kegiatan Monev tahun 2012 diumumkan melalui kegiatan penaganugerahan penghargaan kepada Badan Publik terbaik hasil Monev yang diserahkan oleh Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia bertempat di Istana Wapres bertepatan dengan Hari Hak Untuk Tahu Internasional (International Right To Know Day) tanggal 28 September 2012. Rata-Rata dan Nilai Tertinggi Capaian Informasi Berkala di Situs Resmi Pemerintah Provinsi seluruh Indonesia 30 25 20 15
10 5 0
nilai Rata-rata Nilai Tertinggi
16
Rata-Rata dan Nilai Tertinggi Capaian Informasi Berkala di Situs Resmi Kementerian dan Lembaga 30 25 20 15 10 5
nilai Rata-rata
0
Nilai Tertinggi
Perbandingan Hasil Monev Ketersediaan Informasi Berkala di Situs Badan Publik Tahun 2011 dan 2012
17
2.5.
Memorandum of Understanding (MoU) Di tahun 2012, KI-Pusat masih menargetkan menyelenggarakan MoU dengan sejumlah lembaga untuk memperkuat KI mapun lembaga mitra yang memerlukan dukungan KI. MoU telah berhasil dilaksanakan dengan sejumlah lembaga, yang memiliki keterkaitan langsung dengan penanganan keterbukaan informasi, maupun yang tidak memiliki keterkaitan langsung, tetapi mereka membutuhkan keberadaan KI. MoU ini sangatlah penting dalam satu tujuan menguatkan dan mempercepat pelaksanaan keterbukaan informasi bagi badan publik. Ada sejumlah MoU yang berhasil dilaksanakan dengan insitiatif dari berbagai sisi untuk mendukung indikator persentase badan publik yang melaksanakan keterbukaan informasi publik, antara lain MoU dengan: (1) Arsip Nasional Indonesia (ANRI) dan Ditjen IKP Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tentang Percepatan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik Melalui Peningkatan Kualitas Pengelolaan Arsip Pada Badan Publik Negara; (2) KPI Pusat tentang Percepatan Pelaksanaan Keterbukaan Informasi dalam Penyelenggaran Pemerintahan melalui Peran UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran; dan (3) Badan Pengawas Pemilihan Umum Tentang Pengawasan Tahapan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 1. MoU KIP dengan ANRI – Ditjen IKP Kemenkominfo MoU KIP dengan ANRI dan Kementerian Kominfo diperlukan untuk menyelaraskan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang dari masing-masing institusi. KIP memliki kewenangan membuat standar layanan informasi publik bagi seluruh Badan Publik, dan menyelesaikan sengketa informasi melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Sementara, ANRI yang bekerja berdasarkan atas UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan peraturan pelaksanaannya, dan di dalam UU Kearsipan tersebut diatur mengenai jenis arsip (termasuk arsip informasi publik) statis, dinamis, aktif, inaktif, dan arsip vital yang tentu saja perlu diseleraskan dengan pengaturan tentang informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP. Sementara itu, Ditjend Kementerian Kominfo sebagai Direktorat yang menangani pembentukan dan standarisasi kompetensi PPID memerlukan kedalaman materi tentang tata kelola arsip itu. Maka dari itu, MoU tentang “Percepatan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik Melalui Peningkatan Kualitas Pengelolaan Arsip pada Badan Publik Negara” itu dilaksanakan dalam kerangka itu. Hal-hal yang disepakati dalam MoU antara lain tertera dalam tabel sebagai berikut.
18
HAL-HAL YANG DISEPAKATI DALAM MOU KIP DENGAN ANRI DAN KEMENKOMINFO Poin Pokok MoU antara Komisi Informasi Pusat dengan ANRI dan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Tentang Percepatan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik Melalui Peningkatan Kualitas Pengelolaan Arsip Pada Badan Publik Negara Ruang lingkup kesepahaman bersama meliputi: a. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria layanan informasi publik; b. Peningkatan kualitas pengelolaan arsip dinamis dalam rangka penyediaan akses informasi publik pada badan publik negara; c. Penyelenggaraan capacity building dalam rangka layanan informasi publik.
2. MoU KIP dengan KPI Pusat MoU KIP dengan KPI Pusat bermula dari keinginan KPI Pusat ikut membantu mengintensifkan pengenalan keterbukaan informasi kepada badan publik dan masyarakat melalui peran media penyiaran. KPI dalam pandangannya memiliki peran untuk kepentingan itu. Di sisi lain, KPI Pusat juga berkepentingan memperkuat institusinya dalam menjalankan fungsi pelayanannya sebagai regulator penyiaran. Terutama dalam hal memberikan layanan perizinan, pengawasan isi siaran, dan penjatuhan sanksi bagi lembaga penyiaran yang melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Terhadap layanan publik tersebut, KPI Pusat berkeinginan cara-cara pelayanannya tetap berpegang pada prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP dan peraturan pelaksanaannya. Begitupun terhadap lembaga penyiaran publik yang merupakan bagian dari badan publik; KPI Pusat berkeinginan lembaga penyiaran tersebut dapat menjalankan pelayanan siarannya dengan berpedoman pada prinsip keterbukaan informasi publik. Lain dari itu, dalam konteks Pemilu, KPI Pusat juga terlibat dalam kegiatan pemantauan dan pengawasan sebagian dari kegiatan pemilu, yakni pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye yang dilakukan parpol dan kandidat melalui media TV dan Radio. Dalam konteks itu, KPI Pusat punya kewenangan menjatuhkan sanksi bagi media TV/Radio yang melanggar aturan kampaye melalui media TV/Radio; sementara kewenangan untuk menjatuhkan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan parpol dan kandidat adalah dimiliki 19
KPU. Dalam melakukan kampanye, sudah barang tentu, parpol dan kandidat melakukan blocking-time dengan cara membayar ruang dan waktu. Untuk menciptakan akuntabilitas dalam pelaksanaan kampanye, dan prinsip-prinsip keadilan dalam berkampanye, transparansi tentang biaya kampanye melalui media TV/radio menjadi sangat penting. Sementara itu, KIP pun berpandangan bahwa transparansi anggaran dalam pelaksanaan kampanye melalui TV/Radio, dan juga transparansi dalam pelayanan publik bagi KPI dan bagi badan publik pada umumnya sangatlah penting. Karenanya KIP berkepentingan agar wacana tentang keterbukaan informasi makin berkembang menjadi kognisi dalam dunia penyiaran. Jika media telah memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang keterbukaan informasi, maka harapannya media dapat membantu mempercepat pelaksanaan keterbukaan informasi bagi badan publik, dan sebaliknya hak-hak masyarakat untuk memperjuangkan akses informasi makin meningkat sampai di pelosok tanah air. Maka dari itu, MoU antara KPI Pusat tentang Percepatan Pelaksanaan Keterbukaan Informasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan melalui dukungan Pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dilaksanakan, dengan halhal yang disepakati antara lain tertera dalam tabel sebagai berikut. HAL-HAL YANG DISEPAKATI DALAM MOU KIP DENGAN KPI-PUSAT Poin Pokok MoU antara Komisi Informasi Pusat dengan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Tentang Percepatan Pelaksanaan Keterbukaan Informasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan melalui Dukungan Pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Maksud Nota Kesepahaman: Nota Kesepahaman ini dimaksudkan untuk menegakkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui dukungan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran; Nota kesepahaman ini bertujuan untuk: (1) Memastikan prinsip-prinsip keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan penyiaran dapat disadari, dikenali, dan dilaksanakan Badan Publik melalui dukungan pelaksanaan Undang-Undang Penyiaran; (2) Memastikan pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan, dan pengawasan isi siaran didasarkan pada prinsip-prinsip keterbukaan informasi menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik; Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi kegiatan; 20
1. Edukasi, Advokasi, dan Sosialisasi; 2. Koordinasi, Komunikasi, dan Konsultasi. Edukasi, Advokasi, dan Sosialisasi: (1) Edukasi, Advokasi, Sosialisasi [ESA] tentang prinsip-prinsip pelaksanaan keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui pemanfaatan Ikatan Layanan Masyarakat di media TV/radio yang dilakukan secara bersama-sama atau masing-masing pihak. (2) Edukasi, Advokasi, Sosialisasi [ESA] tentang pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan, dan pengawasan isi siaran berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik; dilakukan secara bersama-sama atau masing-masing pihak; Koordinasi, Komunikasi, dan Konsultasi
(1) Para pihak sepakat akan saling melakukan koordinasi, komunikasi, dan konsultasi untuk menegakkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik melalui dukungan pelaksanaan Undang-Undang Penyiaran dalam bentuk surat edaran bersama, dan rekomendasi dan/atau bentuk lain yang disepakati para pihak; (2) Koordinasi dan komunikasi dalam pemantauan pelaksanaan kampanye pemilu melalui TV/Radio dari sisi transparansi anggaran kampanye.
3. MoU KIP dengan Bawaslu MoU KIP dengan Bawaslu bermula dari keinginan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan tahapan Pemilu. Bawaslu merasa memerlukan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, yang memiliki relevansi dan dapat dikaitkan dengan pelaksanaan pengawasan pemilu. Banyak lembaga yang diajak bekerjasama seperti KPI untuk pengawasan kampanye melalui media TV/Radio, Komnas HAM terkait dengan pengawasan untuk penjamin hak politik warga dalam pelaksanaan pemilu; LPSK yang terkait dengan penjaminan perlindungan saksi bila ada pelanggaran pemilu, dan lain-lain. KIP dipersepsi oleh Bawaslu sebagai institusi yang memiliki relevansi dengan pengawasan pemilu, ketika ditemukan ada pelanggaran yang memerlukan dukungan akses informasi ke peserta pemilu, penyelenggara pemilu, dan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan pemilu. KIP sebagai lembaga mandiri yang memiliki kepedulian dan komitmen terhadap penegakkan prinsip-prinsip transparansi, dalam konteks apapun, termasuk dalam penyelenggaraan pemilui, maka KIP dapat menerima keinginan kerjasama itu terkait dengan konsultasi dan koordinasi tentang status dan akses informasi dalam kegiatan pengawasan pemilu, serta sosialisasi keterbukaan informasi kepada stakeholder pemilu. 21
Karena MoU ini sifatnya memberikan dukungan atas kerja bawaslu nantinya agar efektif, maka hal-hal yang disepakati dalam MoU itu juga sebagain sama seperti sebagaimana yang disepakakati Bawaslu dengan lembaga lain. Poin-poin pokok yang dituangkan dalam MoU antara lain tertuang dalam tabel berikut:
HAL-HAL YANG DISEPAKATI DALAM MOU KIP DENGAN BAWASLU Poin Pokok Nota Kesepahaman Bersama antara Komisi Informasi Pusat dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum Tentang Pengawasan Tahapan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah a. Dalam pelaksanaan Nota Kesepahaman Bersama ini dibentuk Forum Koordinasi Pengawasan Pemilu yang dikoordinir oleh Bawaslu; b. Bentuk kerjasama dalam Nota Kesepahaman ini adalah: c. Para pihak melakukan pemantauan bersama dalam pengawasan tahapan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; d. Merumuskan langkah-langkah tindak lanjut atas hasil pemantauan bersama yang telah dilakukan para pihak untuk kemudian direkomendasikan; e. Sosialisasi bersama; f. Tukar menukar informasi antara pihak pertama dan pihak kedua dalam bentuk pemberian data dan informasi terkait pengawasan tahapan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Indikator Kinerja Kegiatan 003
Jumlah Kegiatan Pelaksanaan Program Pengembangan Peran dan Penguatan Kelembagaan Komisi Informasi Pusat Realisasi anggaran tahun 2012 mencapai 90,41%, naik 6,61 % dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah anggaran memang tidak mungkin terserap seluruhnya karena menyangkut sisa anggaran yang tidak mungkin direvisi. Beberapa anggaran tersebut adalah belanja pegawai, belanja perjalanan ke luar negeri, belanja modal, dan bimbingan teknis ajudikasi. 22
Belanja pegawai tidak bisa terserap penuh karena sebagian masih dibayarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan baru mulai penuh dibayar oleh Sekretariat Komisi Informasi Pusat pada triwulan kedua. Perjalanan ke luar negeri tidak dilaksanakan karena padatnya sengketa yang harus diselesaikan. Ada sisa anggaran belanja modal setelah realisasi total. Bimbingan teknis ajudikasi tersisa karena kegiatan dapat dilaksanakan dengan kerjasama dengan lembaga mitra strategis yakni Management Systems International (MSI) sebagai tindak lanjut MoU, sehingga dana yang ada tidak digunakan sepenuhnya. Secara keseluruhan kegiatan terlaksana sepenuhnya, kecuali benchmarking ke luar negeri. Pembayaran Gaji dan Tunjangan, Lembur, Honorarium dan Vakasi PSI melalui Mediasi /Ajudikasi Nonlitigasi di Luar Jakarta PSI melalui Mediasi/Ajudikasi Nonlitigasi di Jakarta Pelatihan Mediator Bersertifikat (oleh Pihak Ketiga) Forum Diskusi Reguler Ahli dalam Rangka Proses PSI Bimbingan Teknis Ajudikasi Bimbingan Teknis Regulasi Komisi Informasi Pusat Pelatihan Case Manajemen dan Panitera Penyuluhan dan Penyebaran Informasi tentang SLIP ke Badan Publik Iklan Layanan Masyarakat dan Publikasi Penyelesaian Sengketa Pembuatan CD Audio Visual tentang Komisi Informasi Pelaksanaan Aktivitas Edukasi & Advokasi Pemanfaatan Informasi Publik Fasilitasi Pembentukan Jarkum untuk Pendampingan masyarakat Pengembangan Website KIP dan Manajemen Pelayanan Online Penerbitan News Letter tentang KIP Dialog Interaktif/Talkshow di TV dan Radio secara berkala Audiensi dan FGD Pembentukan KI Provinsi (jambi, Palu, Manado) Monev dan Pemeringkatan Badan Publik Penyusunan Regulasi dan SOP Kelembagaan KI (1 regulasi dan 3 SOP) Legal review PUU KIP dan Kajian tentang Issue Penyelesaian Sengketa Kerjasama Kelembagaan dgn Lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah Benchmaking Keluar Negeri Untuk Pengembangan kapasitas KI Rapat Koordinasi Nasional Komisi Indonesia se-Indonesia Rapat Kerja Teknis Bidang PSI, ESA, dan Kelembagaan KI se-Indonesia Penyusunan Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat 2011
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
3.1. Penyusunan Regulasi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) Seluruh SOP yang direncanakan sudah diselesaikan pada akhir tahun. Sebagai sebuah lembaga yang menangani sengketa informasi publik, Komisi Informasi Pusat harus melengkapi proses kegiatan yang dilakukan dengan beberapa perangkat seperti standar operasional prosedur di semua bagian Sekretariat Komisi Informasi Pusat, tata tertib komisioner, serta atribut dan tata naskah kelembagaan. Proses penyusunan semua perangkat tersebut telah selesai dilakukan pada tahun 2012 dimana dalam proses 23
100
tersebut telah melibatkan berbagai unsur yang terkait dengan kinerja Komisi Informasi Pusat. Penyusunan regulasi untuk menetapkan standar prosedur operasional, tata naskah kelembagaan dan tata tertib komisioner tersebut saat ini berada dalam tahap akhir dimana diperlukan diskusi intensif untuk penetapan pokok-pokok yang diatur dalam regulasinya. Kelengkapan panduan kegiatan tugas komisioner dan Sekretariat Komisi Infomasi Pusat ini mengatur prosedur yang harus dipenuhi oleh komisioner dan para staf dalam menjalankan tugasnya untuk mendukung penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik. Ke depan semua prosedur dan tata naskah ini akan menjadi acuan bagi Komisi Informasi di provinsi untuk menjalankan tugasnya dalam mengelola lembaganya di daerah. Selain itu berbagai prosedur yang akan ditetapkan dalam peraturan ini memperkuat posisi Komisi Informasi Pusat sebagai badan publik yang harus transparan, yang harus menjadi contoh bagi lembaga lain dalam melaksanakan keterbukaan informasi publik. Regulasi-regulasi lain yakni SOP yang dibuat yakni, SOP Bagian Umum, SOP Bagian Perencanaan, Revisi Tata Tertib.
3.2. Rapat Kerja Teknis Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI); Advokasi, Sosialisasi, Edukasi (ASE), dan Kelembagaan Komisi Informasi Se-Indonesia Kegiatan ini bermaksud untuk membentuk persiapan menuju Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia, dan pasca Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia. Adapun tujuannya adalah untuk: (i) terbentuknya tim persiapan Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia; (ii) terbentuknya tim rapat kerja teknis pasca Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia; (iii) tersusunnya kebutuhan-kebutuhan menuju Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia; (iv) Review hasil pasca Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi SeIndonesia. Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah tim persiapan Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia beserta daftar permasalahan yang nantinya akan dibahas pada Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia. Sebagai peserta dalam kegiatan ini adalah komisioner Komisi Informasi Provinsi, adapun kegiatan ini menghasilkan tim persiapan dan rangkaian acara yang akan diadakan dalam rangka Rakornas, termasuk rencana penyusunan MoU dengan stakeholder terkait serta rencana penyusunan Komitmen Percepatan Keterbukaan Informasi Publik untuk ditandatangani Gubernur.
24
3.3. Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi Se-Indonesia (Rakornas) Dihasilkan keputusan Rakornas yang menyangkut: Struktur Sekretariat Komisi Informasi Provinsi dan Penyempurnaan Hukum Acara Komisi Informasi. Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Provinsi. Dikarenakan hal tersebut maka diadakan Rakornas yang mana merupakan ajang pertemuan dan konsolidasi tahunan antar Komisi Informasi Se-Indonesia. Oleh karena hubungan antara KI Pusat dan KI Daerah tidak bersifat vertikal maka diperlukan suatu instrumen koordinasi formal agar: (i) regulasi yang disusun mencerminkan kebutuhan bersama; (ii) menjaga kesatuan hukum dalam proses penyelesaian sengketa agar tidak terjadi perbedaan perlakuan dalam putusan KI Pusat maupun KI Provinsi; (iii) mempercepat perkembangan kapasitas Komisi Informasi yg baru tebentuk melalui forum konsultasi untuk berbagi pengalaman. Rakornas bermaksud untuk mengembangkan koordinasi untuk menjalankan tugas dan fungsi Komisi Informasi dan mensosialisasikan keberadaan Komisi Informasi dan isu strategis tentang keterbukaan informasi kepada publik luas. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk: (i) identifikasi masalah-masalah bersama yang dihadapi oleh seluruh Komisi Informasi di Indonesia; (ii) identifikasi langkah-langkah penyelesaian masalah dan isu strategis bersama; (iii) tersusunnya keputusan bersama. Rangkaian acara diawali dengan pembukaan di Gedung Sate, Kantor Gubernur Provinsi Jawa Barat kemudian dilanjutkan dengan diskusi, dan diakhiri dengan press conference dengan mengundang media lokal di Jawa Barat. Pada hari selanjutnya, dilakukan pelaporan kinerja dari masing-masing Komisi Informasi Provinsi dan sidang per komisi (Advokasi, Sosialisasi, Edukasi; Penyelesaian Sengketa Informasi; Kelembagaan dan Sekretariat) membahas mengenai permasalahan yang terjadi dalam internal masingmasing Komisi Informasi dan saran pemecahannya, untuk selanjutnya diturunkan dalam bentuk poin-poin rekomendasi hasil Rakornas. Rekomendasi hasil Rakornas tertuang pada poin-poin sebagai berikut: Berita Acara Rekomendasi Komisi I (Bidang Kelembagaan) Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi 2012 1. Memperjuangkan struktur Sekretariat KI Provinsi yang mandiri dengan meminta Kementerian Dalam Negeri membuat payung hukum berupa Permendagri; 2. Model struktur Organisasi Sekretariat KI
Berita Acara Rekomendasi Komisi II (Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi) Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi 2012 1. Perlu ada rumusan pasal tersendiri tentang surat kuasa/tugas/penunjuk an yang bisa diterima secara setara untuk beracara yang di dalamnya disebutkan
Berita Acara Rekomendasi Komisi III (Bidang Advokasi, Sosialisasi, dan Edukasi) Rapat Koordinasi Nasional Komisi Informasi 2012 1.
Right to Know Day : Menetapkan Bulan September sebagai Bulan Keterbukaan Informasi Publik. Tema Right to Know 25
3.
4.
5.
6.
Provinsi yang diharapkan (terlampir) dengan Kepala Sekretariat diusulkan eselon III A dan dibantu 3 (tiga) Kasubag (Umum, Perencanaan dan Program, Kepaniteraan); Memperjuangkan standardisasi kelembagaan Komisi Informasi Provinsi yang disetarakan dengan eselon II; Penjelasan: Agar Kemendagri merevisi Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mencantumkan dalam MAK: a. Nomenklatur honorarium anggota Komisi Informasi Provinsi; b. Besaran honorarium bagi anggota Komisi Informasi Provinsi minimal 50 % dari honorarium anggota Komisi Informasi Pusat; c. Pemberian tunjangan kinerja dan fasilitas lainnya bagi anggota Komisi Informasi Provinsi yang disetarakan setingkat eselon II/a. Kode Etik Komisi Informasi diusulkan ditetapkan sebagai Kode Etik yang berlaku secara nasional; Status Panitera KI Provinsi ditetapkan dengan SK Ketua Komisi Informasi Provinsi; Menetapkan standardisasi Tata Naskah Dinas dan Atribut Komisi Informasi secara nasional;
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
adanya pemberian mandat penuh atau kewenangan penuh untuk mengambil putusan, ditandatangani atasan PPID, dan sebagainya. Perlu pedoman uji konsekuensi bagi lingkungan Komisi Informasi. Komisi Informasi dapat mengeluarkan surat keterangan bahwa putusan ajudikasi bersangkutan sudah in kracht, jika Pemohon meminta. Komisioner adalah mediator otoritatif sehingga tidak ada tuntutan harus bersertifikat, tetapi tetap diperlukan pelatihan mediasi bagi komisioner. Pada prinsipnya mediasi tertutup dan melalui tatap muka kecuali dikehendaki lain oleh kedua belah pihak, misalnya pelaksanaan mediasi jarak jauh dapat dilakukan atas kesepakatan para pihak dan ditentukan oleh mediator. Diperlukannya adanya pengaturan tentang produk hukum Komisi Informasi yaitu putusan atau penetapan. Hak ingkar diatur dalam dibagian tersendiri dalam bab yang sama. Dalam mediasi permohonan dinyatakan gugur jika pemohon tidak hadir
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Day 2012 “Keterbukaan Informasi mendorong partisipasi masyarakat menuju Indonesia bersih”. Puncak Peringatan Right to Know Day dipusatkan di satu tempat dengan menghadirkan Presiden RI, Gubernur, Komisi Informasi, Perwakilan PPID Pemerintah Provinsi. Pelaksanaan di Provinsi diserahkan sesuai kreatifitas masing-masing (dalam bentuk Seminar, BIMTEK, Dialog Interaktif, Aksi Simpatik, dll.); Komisi Informasi Pusat menyusun dan mendesiminasikan Standart Materi Sosialisasi. Komisi Informasi mendorong terbentuknya SimpulSimpul Masyarakat Sadar Keterbukaan Informasi Publik. Komisi Informasi merancang modelmodel Advokasi dalam bentuk konsultasi kepada Masyarakat dan Badan Publik dalam rangka pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik. Komisi Informasi Pusat meningkatkan program Sosialisasi Peraturan Komisi Informasi (PERKI) di Provinsi. Komisi Informasi dapat menunjuk Juru Bicara. Komisi Informasi Pusat berkoordinasi dengan Kementerian 26
7. Menetapkan Tata Tertib Komisi Informasi Pusat dapat digunakan sebagai acuan Tata Tertib Komisi Informasi Provinsi dan dapat disesuaikan dengan kondisi lokal masingmasing; 8. Menetapkan Format minimal PPID Komisi Informasi beserta SPO – nya; 9. KI melaksanakan amanat Pasal 36 Perki No. 1 Tahun 2010 untuk meminta Laporan Tahunan Badan Publik mulai tahun 2012; 10. KI melaksanakan amanat Pasal 37 Perki No.1 Tahun 2010 untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Keterbukaan informasi publik di Badan Publik dan mengumumkan hasilnya kepada masyarakat mulai tahun 2012; 11. Menetapkan isu strategis untuk Right To Know day 2012 : Transparansi Anggaran Badan Publik Untuk Mencegah Korupsi. 12. Mendorong terlaksananya Nota Kesepahaman Komisi Informasi dengan Lembaga-lembaga lain dalam upaya meningkatkan peran, fungsi dan wewenang Komisi Informasi. 13. Membentuk Forum Bersama Komisi Informasi Provinsi dengan formatur 9 (sembilan) orang Komisioner (terlampir)
seperti yang disebut dalam Pasal 48 untuk mediasi. 9. Perlunya pengaturan tentang persyaratan atau kriteria kepaniteraan dan penambahan terminologi kepaniteraan dalam ketentuan umum. 10. Vexatious request akan diatur mekanisme penyelesaian sengketanya dalam Perki 2, yaitu muncul dalam putusan. 11. Alat bukti diatur dalam Perki dan beban pembuktian ada pada kedua belah pihak.
Kominfo untuk menentukan IKON Kampanye Keterbukaan Informasi Publik.
27
3.4. Audiensi dan FGD Pembentukan Komisi Informasi Provinsi Hingga tahun 2012 telah terbentuk 20 Komisi Informasi Provinsi. Inisiasi Pembentukan komisi Informasi Provinsi pada tahun 2012 dilakukan di enam provinsi: satu provinsi telah membentuk, dua provinsi sedang tahap persiapan, satu provinsi mengalami kendala administratif, dan dua provinsi belum melakukan persiapan. Kegiatan ini diadakan dengan maksud mendorong pembentukan Komisi Informasi Provinsi. Pada praktiknya, pembentukan ini sangat ditentukan oleh kemauan politik dari pimpinan di daerah. Untuk hal tersebut Komisi informasi melakukan kunjungan ke daerah dan melakukan pembahasan bersama stakeholder setempat baik dari eksekutif, legislatif, maupun masyarakat. Seleksi Komisi Informasi di provinsi secara umum terbagi menjadi tahapan-tahapan berikut : (i) Pembentukan tim seleksi oleh pemerintah daerah; (ii) Proses rekruitmen oleh tim seleksi, dihasilkan 10-15 nama; (iii) uji kepatutan dan kelayakan di DPRD; (iv) pelantikan oleh Gubernur. Dalam perkembangan terakhir, status pembentukan Komisi Informasi di daerah adalah sebagai berikut : Tahapan Telah terbentuk Komisi Informasi Provinsi Telah terpilih di tim seleksi Dalam persiapan pembentukan tim seleksi Belum melakukan upaya Total
Jumlah provinsi 20 1 2 11 34
Per Desember 2012 telah terbentuk 20 Komisi Informasi Provinsi. Yakni di DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Lampung, Gorontalo, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, NTB, Bali, Aceh. Yang menunggu pelantikan adalah Riau. Provinsi yang telah selesai melakukan seleksi di tim seleksi adalah Kalimantan Barat. Provinsi yang dalam tahap pembentukan tim seleksi adalah Papua dan Jambi, sedangkan provinsi yang belum melakukan upaya sama sekali sebanyak 10 provinsi. Sedangkan untuk tingkat Komisi Informasi Kabupaten/Kota telah terbentuk di Kabupaten Bangkalan dan Kota Cirebon. Kegiatan ini dilakukan sebanyak 6 (enam) kali di kota yang berbeda yaitu, Banjarmasin (28-30 Mei 2012), Jambi (20-22 Juni 2012), Pekanbaru (18-20 Oktober 2012), Pontianak (27-29 Desember 2012), Bengkulu (27-29 Desember 2012), dan Bangka Belitung (27-29 Desember 2012), dengan tema masing-masing Inisiasi Pembentukan Komisi Informasi. Peserta yang diundang di dalam acara ini sebanyak 30 (tiga puluh) orang dari unsur Lembaga Swadaya Masyarakat, unsur media, unsur perguruan tinggi, tokoh masyarakat, legislatif, dan SKPD Pemerintah Provinsi. Narasumber berasal dari Komisi Informasi Pusat. Hasil kegiatan ini adalah 28
terbentuknya tim persiapan pembentukan KI dan konsep rencana kerja tim seleksi anggota Komisi Informasi Provinsi berupa matrik jadwal kegiatan yang akan dilakukan oleh Panitia seleksi mulai dari tahapan pengumuman pendaftaran, seleksi administrasi hingga pengumuman hasil calon anggota yang lolos. Selain itu, Panitia seleksi juga merumuskan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi calon anggota Komisi Informasi Provinsi. 3.5.
Benchmark Penguatan Kelembagaan Komisi Informasi Kegiatan ini bertujuan melakukan kunjungan studi untuk mempelajari : (i) model penyelesaian sengketa di Komisi Informasi; (ii) mempelajari pola kerjasama antara Komisi Informasi dan civil society untuk mendorong implementasi keterbukaan informasi. Namun kegiatan ini tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2012 dikarenakan padatnya sengketa yang harus diselesaikan.
3.6.
Struktur Organisasi dan Personil Sekretariat Secara keseluruhan struktur sudah terisi, namun masih kekurangan SDM PNS, terutama untuk level staf mengingat setiap bagian masih membutuhkan tambahan 2 orang PNS. Dari sisi kompetensi, diperlukan tambahan 4 orang PNS yang bisa difungsikan sebagai panitera. Fungsi utama Komisi Informasi dalam melakukan penyelesaian sengketa membutuhkan dukungan tenaga kepaniteraan yang tidak tersedia di Kementerian Kominfo. Untuk mengatasi hal tersebut akan dilakukan 2 hal. Pertama, memberikan pelatihan kepaniteraan kepada personil yang tersedia. Kedua, mengajukan formasi baru untuk jabatan fungsional panitera ke Biro Kepegawaian dan Organisasi Kementerian Kominfo. (tambahkan gambar) 3.7. Laporan Keuangan a. Neraca 1.0.0 1.1.0 1.2.0 1.3.0 2.0.0 2.1.0 2.2.0 3.0.0 3.1.0 3.2.0
A S E T ASET LANCAR Belanja Dibayar Dimuka Bagian Lancar Tubtutan Ganti Rugi Persediaan ASET TETAP Peralatan dan Mesin Aset Tetap Lainnya ASET LAINNYA Aset Tak Berwujud Aset Lain-lain TOTAL
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
92.383.156 441.146 700.000 91.242.010 4.695.024.350 4.579.722.150 115.302.200 268.890.400 11.610.000 257.280.400 5.056.297.906
1.0.0 1.1.0 1.2.0 1.3.0 2.0.0 2.1.0 2.2.0
EKUITAS DANA EKUITAS DANA LANCAR Cadangan Piutang Cadangan Persediaan Belanja/Jasa Yang Harus Diterima EKUITAS DANA INVESTASI Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya TOTAL
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
92.383.156 700.000 91.242.010 441.146 4.963.914.750 4.695.024.350 268.890.400 5.056.297.906
29
b. Realisasi berdasarkan Mata Anggaran Kegiatan Realisasi per belanja NO
KODE JENIS BELANJA
3020
URAIAN
PAGU
Dukungan Manajemen Dukungan Teknis Lainnya Komisi Informasi Pusat
REALISASI
%
SISA
%
12.228.375.000
11.055.682.078
90,41
1.172.692.922
9,59
1
51
Belanja Pegawai
2.840.630.000
2.455.405.487
86,44
385.224.513
13,56
2
52
Belanja Barang
9.003.095.000
8.229.378.591
91,41
773.716.409
8,59
3
53
Belanja Modal
384.650.000
370.898.000
96,42
13.752.000
3,58
Realisasi per output NO
KODE OUTPUT
URAIAN
PAGU
3020
Dukungan Manajemen Dukungan Teknis Lainnya Komisi Informasi Pusat
1
001
2
3
REALISASI
%
SISA
%
12.228.375.000
11.055.682.078
90,41
1.172.692.922
9,59
Layanan Dukungan Teknis Administrasi dan Tata Kelola KIP
7.026.920.000
6.470.581.528
92,08
556.338.472
7,92
002
Penanganan Sengketa Informasi sesuai UU Nomor 14 tahun 2008
1.851.060.000
1.524.620.950
82,36
326.439.050
17,64
003
Penguatan Kelembagaan Komisi Informasi dan Badan Publik
3.350.395.000
3.060.479.600
91,35
289.915.400
8,65
Publik
c. Catatan atas laporan keuangan 1) Jumlah kenaikan aset yang hanya 7,18% yang didominasi oleh pengadaan alat pengolah data. 2) Adanya penghematan anggaran sebesar 10% dari pagu DIPA Tahun Anggaran 2012 3) Anggaran benchmarking tidak dapat terserap karena kegiatannya tidak dilaksanakan 4) Belanja pegawai tidak terserap seluruhnya karena sebagian gaji PNS masih di unit yang lama. Belanja honorarium juga tidak terserap seluruhnya karena adanya pegawai non PNS yang resign dan terlambatnya mengisi formasi yang ada. 3.8.
Rencana Kerja Komisi Informasi Pusat 2013 a. Perubahan Indikator Kinerja Indikator Kinerja Komisi Informasi Tahun 2012 adalah : - Persentase (%) penyelesaian sengketa informasi publik - Persentase (%) badan publik yang melaksanakan keterbukaan informasi publik
ketentuan 30
-
Jumlah kegiatan pelaksanaan program pengembangan peran dan penguatan kelembagaan KI Pusat
Terjadi perubahan untuk Indikator Kinerja Komisi Informasi Tahun 2013 sebagai berikut : -
Persentase (%) penyelesaian sengketa informasi publik Persentase (%) PPID yang melaksanakan ketentuan keterbukaan informasi publik
Perubahan dilakukan karena : - Adanya Rencana Strategis Komisi Informasi Pusat tahun keempat (2013) yang menekankan pada tahapan pelayanan. - Komitmen Komisi Informasi Pusat untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi. - Adanya kesepakatan dengan Kementerian Kominfo yang intinya : pembentukan PPID dilakukan oleh Kementerian Kominfo, sedangkan Komisi Informasi Pusat melakukan capacity building PPID. b. Tambahan anggaran untuk seleksi calon anggota Komisi Informasi Pusat periode 2013-2017. DIPA Sekretariat Komisi Informasi Pusat Tahun Anggaran 2013, terdapat kenaikan anggaran sebesar Rp.2.138.325.000,- (17,48%) dari jumlah sebelumnya pada tahun 2012 sebesar Rp.12.228.375.000,- menjadi Rp.14.366.700.000,-. Anggaran ini disediakan untuk pelaksanaan seleksi calon anggota Komisi Informasi Pusat periode 2013-2017, dilakukan oleh Panitia Seleksi yang ditetapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika. Kemudian disampaikan ke Presiden untuk diserahkan kepada DPR RI guna Uji Kelayakan dan Kepatutan.
31