EDITORIAL
Menuju Sistem Informasi, Pelaporan dan Koordinasi Terpadu
D
ata dan informasi di lingkungan Depnakertrans terdapat beberapa sistem informasi namun antara satu dengan lainnya belum merupakan satu kesatuan, sehingga belum dapat menyediakan kebutuhan data dan informasi secara tepat dan terpadu. Sejalan dengan kondisi tersebut pada pertengahan tahun 2006 dibangunlah sistem informasi terpadu yang dikenal OLIS (On Line Information System). Sistem informasi pengolahan data ketenagakerjaan dan ketransmigrasian akan terlaksana secara terintegrasi jika pemasokannya didukung oleh berbagai unit kerja di lingkungan Depnakertrans serta dikembangkan infrastruktur jaringan yang memadai, sehingga komunikasi data terkoneksi dengan cepat melalui jaringan internet pada web base OLIS yang diakses pada situs Depnakertrans yaitu www.nakertrans.go.id, dikelola secara kreatif agar teknologi informasi tersebut memberikan manfaat yang maksimal. PP No. 39/2006 merupakan tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan suatu program berbasis kinerja secara berjenjang, diwujudkan dalam Laporan Triwulanan, konsolidasi Program dirinci menurut Kegiatan disusun oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kepala Bappeda/ Menteri/Kepala Lembaga untuk disampaikan ke Bappenas. Berdasarkan penilaian Tim Bappenas terdapat beberapa kendala antara lain: keterbatasan dana, personil Tim monev kurang memadai, keterlambatan waktu penyampaian, tidak lengkapnya pengisian format laporan, indikator dan obyektivitas seringkali belum dirumuskan dengan baik. Mengatasi masalah tersebut Biro Perencanaan secara intensif akan melakukan sosialisasi baik ke unit kerja teknis pusat maupun daerah. Di era global ini kompetisi pekerja asing dengan lokal di Indonesia sangat terbuka, sebagian besar tenaga kerja asing menduduki level atas sementara level bawah diduduki oleh pekerja lokal. Mengatasi kompetisi tersebut kiranya pengetahuan yang dimiliki tenaga kerja lokal agar ditingkatkan kompetensinya. Akibat pasar bebas, jangan sampai bumi pertiwi ini menanggung akibat yang bukan karena ulahnya. Mengapa ada negara yang mengekspor kondom bekas? Peran koordinasi dalam fungsi perencanaan dalam desenteralisasi oleh kementerian lembaga yaitu Depnakertrans sebagai pengguna anggaran dirasa sangat perlu adanya penguatan untuk mewujudkan koordinasi yang efektif dan efisien serta diharapkan dapat menerbitkan dokumen anggaran yaitu DIPA terpadu, semoga terlaksana!
2
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
ISSN : 1978 - 3299 diterbitkan setiap bulan oleh Biro Perencanaan Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi RI (SK Sekjen No. KEP 331A/SJ/III/2007) Pelindung Pembina Pemimpin Redaksi Sekretaris Redaksi Redaktur
Editor: Pracetak Distribusi:
Sekretaris Jenderal Depnakertrans RI Kepala Biro Perencanaan Jadid M., Edison Ramses M., Musrifah M. H.P. Chandra A. Gultom Widyantoro R.M. Diyah N.
Alamat Redaksi: Biro Perencanaan Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi RI Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan Tel/fax: (021) 7973060, 7973082, 7992661 E-mail:
[email protected] Redaksi menerima kiriman karya tulis Anda. Materi seputar perencanaan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian baik di pusat maupun di daerah. Naskah yang dimuat akan diberi imbalan sepantasnya.
DAFTAR ISI EDITORIAL _____________________ 2 WAWASAN OLIS (OnLine Information System) Depnakertrans _________________ 3 Laporan Konsolidasi Triwulan merujuk Peraturan Pemerintah No. 39/2006 _ 5 REALITA Kompetisi Pekerja Asing dan Lokal di Indonesia ____________________ 7 Peran Koordinasi dalam Fungsi Perencanaan __________________
9
INFO Indonersia Oh Indonesia _________ 11 LENSA
______________________ 12
WAWASAN
Tati Juliati Perencana Muda di Bagian PP I Biro Perencanaan
OLIS (On Line Information System) DEPNAKERTRANS Agar data dan informasi dapat tersedia dengan baik dan benar yang merupakan alat bantu bagi para pengambil dan penyusun kebijakan terhadap ketepatan dan kecepatan data ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.
kecepatan data ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Dalam mendukung kebutuhan data dan informasi di lingkungan
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah ada beberapa sistem informasi, namun demikian sistem yang satu dengan sistem yang lainnya belum merupakan satu kesatuan sehingga belum dapat menyediakan kebutuhan data dan informasi secara tepat dan terpadu. Sejalan dengan hal tersebut maka dilaksanakan pembangunan sistem informasi terpadu atau yang lebih dikenal dengan OLIS (On Line Information System) Nakertrans terpadu pada
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
Dokumentasi Humas Depnakertrans RI
U
ntuk dapat menyediakan data dan informasi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang akurat dan benar sangat ditentukan oleh dukungan sistem informasi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang baik dan handal. Sistem informasi yang dimaksud adalah menyangkut arus data dan informasi dari sumber data ke tempat pengolahan dan seterusnya ke pengguna data dan informasi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian khususnya oleh para pengambil dan penyusun kebijakan, strategi dan program ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Memperhatikan hal tersebut di atas maka dibangun sistem informasi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian era baru dengan tujuan agar data dan informasi dapat tersedia dengan baik dan benar yang merupakan alat bantu bagi para pengambil dan penyusun kebijakan terhadap ketepatan dan
3
WAWASAN
pertengahan tahun 2006. Dengan sistem informasi tersebut pengolahan data dan informasi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian akan terintegrasi dalam satu aplikasi yang akan memudahkan dalam proses pengambilan kebijakan bagi para pengambil dan penyusun kebijakan serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan OLIS tersebut data dan informasi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian dari seluruh unit eselon I di lingkungan Depnakertrans dapat diakses satu pintu, sehingga dapat menyatukan data dan informasi yang telah dibangun oleh masing-masing unit kerja eselon I yang selama ini dilakukan atau dibangun secara tersebar (pulau-pulau) informasi. Disamping itu telah mengintegrasikan aplikasi-aplikasi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, membangun Data Warehouse, Sitem Informasi Eksekutif (SIE) untuk mendukung penetapan kebijakan berbasis pengetahuan, memperlancar pasokan data dan informasi kepada pimpinan secara berkesinambungan, distri-busi dan pertukaran informasi internal, mengembangkan infrastruktur jaringan komunikasi data,
4
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
memudahkan updating data dari lokasi yang berjauhan serta memperluas jangkauan publikasi melalui Portal Depnakertrans. Untuk menunjang kelancaran OLIS telah dikembangkan infrastruktur penunjangnya, antara lain meningkatkan kapasitas jaringan menjadi 1 Mbps, pengembangan jaringan komunikasi data antar gedung Depnakertrans Kalibata, Gatot Subroto, Cikoko, Kampung Makassar dan Ahmad Yani, pembangunan Data Center dan penambahan hardware jaringan internet. OLIS dirancang dengan konsep kemudahan (simplicity) dalam mengolah dan mendistribusikan data dan informasi, antara lain informasi yang tersedia dapat dilihat dari sudut pandang (perspektif) yang berbeda, model data dalam bentuk berbagai model grafik sesuai kebutuhan, menyusun data untuk menampilkan informasi yang dibutuhkan. Dengan aplikasi OLIS data akan dirubah menjadi informasi yang berharga, memberikan fasilitas untuk membuat laporan secara cepat dan mudah yang pada
gilirannya mempercepat dan memperingan serta mendukung tugas keseharian Depnakertrans. Diantaranya informasi dapat dilihat dari sudut pandang (perspektif) yang berbeda, pengguna dapat memilih model dalam bentuk grafik, informasi dalam tampilan mulai dari gambaran umum/terbesar menuju gambaran informasi paling detil (original transaction), aktifitas monitoring/ pengawasan yang direpresentasikan dengan visualisasi image dan indikasi warna (color coding) dan penggunaan indikator kinerja utama (key performance indicator), kemampuan mengekspor informasi ke dalam aplikasi lain, mengolah data menjadi informasi mutakhir secara real time dari database yang selalu diupdate. Data dan informasi aman dari pihak yang tidak diinginkan. Pelaksanaan pembangunan OLIS Nakertrans tanpa dukungan penuh dari berbagai unit kerja di lingkungan Depnakertrans dalam hal pemasokan data dan informasi akan sulit menghasilkan manfaat sesuai yang diharapkan. Dukungan web base OLIS dapat diakses melalui situs Depnakertrans yaitu www.nakertrans.go.id Pada akhirnya, OLIS adalah sebagai alat teknologi informasi. Kreatifitas manusialah yang akan menentukan sejauh mana teknologi informasi tersebut akan memberikan manfaat bagi perkembangan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Tanpa didukung kemampuan manusia yang memadai, pelaksanaan teknologi informasi tidak akan memberikan hasil yang maksimal. Referensi: 1. Warta Sistem Informasi Nakertrans, edisi 1 Juni 2007; 2. akbarzainudin.blogspot.com, juli 2005; 3. Warta Ketenagakerjaan, edisi 10, tahun 2004.
WAWASAN
Edy Saputra Munthe Kasubbag Evalap III Bagian Evalap Biro Perencanaan
LAPORAN KONSOLIDASI TRIWULAN MERUJUK PP No. 39/2006 Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 merupakan tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan suatu program berbasis kinerja secara berjenjang. 1. Pendahuluan Sesuai amanat Pasal 30 UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pemerintah RI telah menerbitkan peraturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. Kedua Peraturan Pemerintah pada dasarnya diarahkan pada prinsip-prinsip perencanaan dan pengendalian berbasis kinerja. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 merupakan tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan
suatu program berbasis kinerja secara berjenjang dengan cara pengisian Formulir A, B dan C, dimana Formulir A (merupakan Laporan Triwulan Pelaksanaan Kegiatan) disusun oleh Penanggung jawab Kegiatan, Formulir B (merupakan Laporan Triwulanan Konsolidasi Kegiatan Per Program) disusun oleh Penanggung jawab Program di unit kerja eselon II sedangkan Formulir C (merupakan Laporan Triwulan Konsolidasi Program Dirinci
Menurut Kegiatan) disusun oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Kepala Bappeda/Menteri/Kepala Lembaga untuk disampaikan ke Bappenas.
2. Kendala yang di hadapi dalam Penerapan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 Berdasarkan monitoring yang dilaksanakan oleh Tim Bappenas diketahui adanya beberapa kendala penerapan PP 39 tahun 2006 antara lain:
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
5
WAWASAN a. Dana: 1) Alokasi anggaran monev di tingkat Kementerian/Lembaga tersedia; sedangkan di beberapa Satker/SKPD tidak ada alokasi anggarannya; 2) Ada beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menggunakan APBD, namun nilainya sangat terbatas. b. Personil Tim Monitoring dan Evaluasi: 1) Jumlah personil umumnya kurang tidak cukup dibandingkan dengan jumlah kegiatan yang harus dimonitor; 2) Kapasitas/kemampuan pelaksana monev pada umumnya masih rendah dan jarang mendapatkan pelatihan; 3) Ada dua jenis Tim Monev yang melaksanakan kegiatan yaitu a) dibentuk berdasarkan SK dan b) sesuai dengan tupoksinya. c. Waktu: 1) Kegiatan monev umumnya dilaksanakan pada saat muncul masalah dalam pelaksanaan; 2) Data/laporan yang diterima oleh unit terkait umumnya terlambat. d. Format Pelaporan: 1) Masing-masing Kementerian/ Lembaga/SKPD/Satker membuat format laporan yang bervariasi, sesuai dengan kebutuhan masingmasing instansi yang bersangkutan; 2) Format yang ada umumnya hanya meliputi data keuangan dan fisik; kolom isian kendala/masalah sering diabaikan (kosong). e. Indikator dan Objektivitas: 1) Pelaksanaan monitoring masih sering dianggap suatu hal yang rutin dan pada umumnya belum ada tindak lanjut; 2) Evaluasi umumnya dilakukan tanpa membandingkan indikator yang terdapat di RKP dan RPJM; 3) Evaluasi belum dilaksanakan sebagaimana mestinya dan masih beranggapan bahwa monitoring sama dengan evaluasi; 4) Indikator yang terdapat pada DIPA dan indikator pencapaian yang
6
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
terdapat pada petunjuk operasional (OP) seringkali tidak dirumuskan dengan baik. f. Pengiriman Laporan dan Pengarsipan: 1) Pengiriman laporan umumnya masih bersifat manual/hard copy; 2) Belum semua K/L/SKPD/SATKER menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku/ tidak menyampaikan laporan. g. Feedback Monev: 1) Feedback atas laporan monitoring umumnya terjadi bilamana ada temuan atas ketertinggalan kemajuan fisik yang signifikan (dibandingkan dengan standar yang berlaku umum); 2) Feedback umumnya diperoleh pada saat dilakukan rapat monitoring (dalam forum SATKER/SKPD) pada Triwulan III; 3) Tidak pernah ada feedback atas laporan evaluasi di tingkat K/L/ SATKER/SKPD. h. Lainnya: 1) Masih ada SKPD penerima anggaran dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang tidak menyampaikan laporan kepada Pemerintah Daerah/BAPPEDA; 2) Masih ada beberapa instansi vertikal di daerah yang tidak menyampaikan laporan pelaksanaan rencana kepada BAPPEDA dimana kegiatan tersebut berlokasi; 3) Masih banyak BAPPEDA yang belum memperoleh data keuangan/ anggaran dari dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan akibat proses penyampaian DIPA dilakukan secara langsung kepada SATKER/ SKPD yang bersangkutan; 4) Tupoksi kegiatan monev di masingmasing Pemda berbeda, ada di BAPPEDA ada juga biro/bagian pembangunan; 5) Pada umumnya BAPPEDA KAB/ KOTA tidak menyampaikan laporan kegiatan Dana Tugas Pembantuan kepada Bappeda Provinsi; 6) Terdapat kegiatan Dana Tugas Pembantuan/Dekonsentrasi tidak
sesuai dengan kegiatan APBD dan menimbulkan double budget.
3. Tata Cara Pengisian Formulir A, Formulir B dan Formulir C Tata Cara pengisian secara berjenjang yang meliputi: a. Formulir A diisi oleh pelaksanaan teknis atau penanggung jawab kegiatan. Satu formulir A digunakan untuk menjabarkan satu kegiatan. Apabila terdapat lebih dari satu kegiatan dan berbeda mata anggarannya maka kegiatan tersebut harus dipisahkan dengan memperbanyak Formulir A tersebut sesuai jumlah kegiatan. Dalam pengisiannya menggunakan Bobot Tertimbang, selanjutnya diserahkan ke Unit Eselon II; b. Formulir B diisi oleh Penanggungjawab Program di Unit Kerja Eselon II, berdasarkan hasil pencapaian kinerja yang dicapai pada Formulir A; c. Formulir C diisi oleh Kepala SKPD/ Kepala Bappeda/Menteri/Kepala Lembaga, berdasarkan formulir B yang selanjutnya disampaikan ke Bappenas.
4. Sosialisasi PP No. 39 Tahun 2006 Untuk tahun 2008, Biro Perencanaan secara intensif akan melakukan sosialisasi PP No. 39 Tahun 2006 ke Unit kerja teknis Pusat maupun Daerah dalam rangka pengendalian pelaksanaan program bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.
REALITA
Widyantoro Mukti Perencana Muda di Bagian Renum Biro Perencanaan
KOMPETISI PEKERJA ASING DENGAN LOKAL DI INDONESIA Di era global ini, sudah menjadi fenomena yang tidak aneh jika pasar tenaga kerja Indonesia sangat terbuka bagi tenaga kerja dari negara manapun.
Globalisasi merupakan bentuk pasar antar negara yang memperdagangkan berbagai aspek kehidupan baik barang dan jasa. Pasar ini tidak boleh dibatasi, dalam perkembangannya disebut sebagai pasar bebas (free market). Dari adanya interaksi tersebut menyebabkan persaingan antara barang dan jasa semakin ketat. Di sektor perdagangan jasa kebutuhan tenaga kerja profesional sangat diperlukan, Perusahaan asing beranggapan bahwa untuk mengamankan aset maupun manajemennya harus diatasi dengan menggunakan tenaga kerja dari negaranya. Oleh karena itu keberadaan tenaga kerja asing semakin semarak keberadaannya seiring dengan datangnya investasi di Indonesia. Di era global ini, sudah menjadi fenomena yang tidak aneh jika pasar tenaga kerja di Indonesia sangat terbuka bagi tenaga kerja dari negara mana pun. Sehingga diharapkan tenaga kerja lokal harus selalu berkompetisi dengan tenaga kerja asing. Untuk bersaing tenaga kerja lokal harus selalu meningkatkan kompetensinya.
internet
Globalisasi Pasar Kerja di Indonesia
Data Pekerja Asing yang Menduduki Jabatan Berdasarkan data jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia mencapai 74.787 orang yang mengisi sejumlah jabatan. Dari jumlah tersebut tersebut, sebagian besar tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia menduduki jabatan level atas (pimpinan dan profesional) yaitu sebesar 92,33%. Sisanya men-
duduki level menengah (supervisor) yaitu sebesar 4,39%, level bawah (teknisi operator) sebesar 2,71% dan jabatan lainnya sebear 0,57%. (Sumber: BNP2TKI Tahun 2007).
Keberadaan Tenaga Kerja Asing Masuknya para investor ke dalam negeri sudah menjadi kebutuhan untuk pengembangan perekonomian di Indonesia saat ini. Akan tetapi permasalahan berikutVOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
7
REALITA kerja tanpa henti sehingga dapat meningkatkan keahlian dan nilai jual bagi tenaga kerja lokasl. Karena perlu diingat bahwa etos kerja para tenaga kerja asing biasanya sangat tinggi seperti contoh misalnya mengenai jam kerja biasanya mereka menyebut akstivitas rutin pada jam 08.00 s.d. 17.00 dan baru merasa mulai jam 17.00 s.d. 21.00 WIB dan perilaku ini hampir merata pada para tenega kerja asing.
Dokumentasi Humas Depnakertrans RI
www.asi.com.au
Saatnya pekerja lokal gantikan tenaga kerja asing
8
nya muncul yaitu investasi tersebut tidak diimbangi dengan kesempatan kerja bagi tenaga kerja yang ada. Datangnya investor ataupun investasi tersebut ternyata tidak membuka kesempatan bagi para tenaga kerja lokal pribumi ataupun tenaga kerja untuk semua lapisan pekerja sampai dengan tenaga kerja profesional. Ternyata para investor tersebut kedatangannya sudah sekalian membawa profesionalnya. Keberadaan tenaga kerja asing (ekspatriat) dapat dilihat dalam dua tipe (Ade Ahmad Rozy PH.D Managing Director, People Performance Consulting People and Organization Development Service) yaitu 1) Pekerja asing yang bekerja pada perusahaan yang merupakan cabang dari perusahaan di luar negeri. Jadi mereka merupakan kepanjangan dari perusahaan asing. Mereka direkrut di negara asal perusahaan dan ditempatkan di Indonesia untuk mengawasi dan memandu operasi bisnis yang telah ditentukan; 2) Yaitu pekerja asing yang benar benar secara sukarela melamar di Perusahaan Indonesia ataupun diajak perusahaan pencari pekerja asing (headhunters) untuk ditempatkan pada posisi strategis yang dibutuhkan perusahaan Indonesia. VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
Permasalahan yang Dihadapi Dengan semakin majunya teknologi informasi dan pengetahuan maupun kompetensi yang dimiliki tenaga kerja lokal, maka bagi para tenaga kerja dapat semakin meningkatkan kualitasnya. Hal ini menyebabkan tenaga kerja lokal mempunyai kualitas, kemampuan dan keahlian yang lebih baik dari pada tenaga kerja asing. Akan tetapi keberadaan mereka masih dipandang kelas dua oleh perusahaan. Akan tetapi masih banyak ditemui dilapangan bahwa perusahaan yang mempunyai manajer asing dan mempunyai kualitas di bawah manajer lokal, namun dari insentif gaji dan jabatan masih jauh di bawah dari tenaga kerja asing. Permasalahan yang muncul di kemudian hari yaitu adanya kecemburuan di tempat kerja.
Pemecahan masalah Untuk menyikapi permasalahan di atas kiranya tenaga kerja Indonesia tidak perlu risau. Hal itu dikarenakan keberadaan manajer dan eksekutif asing tidak dapat terhindarkan sekaligus membawa kesempatan bagi manajer lokal untuk selalu belajar dan meningkatkan kompetensi serta etos
Banyaknya manajer asing yang menduduki posisi level menengah ke atas pada saat ini, seharusnya menimbulkan semangat untuk bersaing bagi para manajer lokal. Persaingan ini diharapkan benarbenar persaingan kualitas dan kompetensi bukan karena manajer lokal menjadi pemenangnya karena kebijakan pemerintah yang berpihak pada mereka. Namun perlu diingat bahwa masuknya tenaga kerja asing dikalangan eksekutif di Indonesia sebenarnya lebih dikarenakan oleh kebutuhan sumber daya ahli di bidangnya terutama pada sektor sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang belum bisa memenuhi. Walaupun tenaga kerja asing mempunyai spesifikasi lebih, bukan berarti tenaga kerja Indonesia tidak mempunyai kemampuan bersaing dengan mereka. Banyak cerita bahwa para tenaga kerja Indonesiapun yang di luar negeri sebenarnya mempunyai semangat ataupun etos kerja yang tinggi ketika berada di luar negeri, hal itu disebabkan oleh karena para TKI tersebut ingin membuktikan bahwa mereka harus berhasil di luar negeri dengan meninggalkan sanak famili yang berada di kampung halaman.
REALITA
Jadid Malawi Perencana Muda di Bagian PP I Biro Perencanaan
PERAN KOORDINASI DALAM FUNGSI PERENCANAAN Kapankah rapat-rapat koordinasi nasional antara pusat dan daerah terlaksana secara terpadu.
Dokumentasi Puslattrans Depnakertrans RI
S
elama ini jalur penyusunan kegiatan program bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di provinsi dilakukan oleh Subdin Program/TU cq. Kasi Program. Penyusunan kegiatan program diawali dengan inventarisasi usulan program daerah (kabupaten/kota), melalui Raker tersusun menjadi usulan Dinas Provinsi dengan rekomendasi dan ditandatangani Gubernur atau Setda Pemprov diusulkan ke Menakertrans. Usulan daerah secara keseluruhan program-program ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di Setjen cq. Biro Perencanaan diinventarisasi sehingga terhimpunlah besaran usulan daerah. Namun di tingkat pusat tidak demikian halnya, tidak seluruh eselon I mengajukan usulan kegiat-an program bidang ketenaga-kerjaan dan ketransmigrasian kepada Menakertrans, sehingga Sekretaris Jenderal cq. Biro Perencanaan tidak dapat mela-kukan invetarisasi usulan tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh daerah. Nampaknya pemben-tukan Tim Pusat belum terlaksana, padahal dalam Permen
12/MEN/IV/2006 disebutkan bahwa perlu dibentuk Tim Pusat sebagai pelaksana dalam Tata Cara Pengajuan Usulan Program ketenagakerjaan dan ketransmigrasian tingkat nasional. Nampaknya Permen 12/2006 belum berfungsi dan belum dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kata-kata koordinasi itu mudah diucapkan namun sulit
untuk dilaksanakan, mengingat pelaksanaannya diperlukan beberapa unsur penguatan dan dukungan yaitu personality, regulasi dan budget sebagai berikut: * Personality, kadar manajerial dan komitmen pimpinan menentukan tindakan dan pelaksanaan kegiatan yang diputuskan. * Regulasi, pelaksanaan Permen 12/2006 secara konsekwen se-
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
9
REALITA
Dokumentasi Puslattrans Depnakertrans RI
Harapan yang diinginkan
bagai pedoman operasional penyusunan program ketenagakerjaan dan ketransmigrasian sesuai peran dan fungsi di masing-masing jenjang. * Budget, dukungan alokasi anggaran kegiatan koordinasi sebagaimana kebutuhan untuk mewujudkan pelaksanaan koordinasi terpadu.
Kondisi yang Terjadi Ketiga unsur tersebut nampaknya masih lemah dan belum diterapkan sebagaimana mestinya. Sampai dengan saat ini pelaksanaan rapat-rapat koordinasi baik dalam bentuk rapat kerja teknis regional/nasional maupun rapat koordinasi antar Unit Teknis pusat nampaknya berjalan sendiri-sendiri. Peserta daerah dalam rapat tersebut nampaknya terkelompok disesuaikan program dan kegiatan masing-masing unit teknis terkait, seperti: Ditjen Binalattas melaksanakan rakernis kegiatan pelatihan dengan peserta daerahnya adalah Subdin Pelatihan; Ditjen Binapenta melakukan rakernis kegiatan perluasan kesempatan kerja dengan memanggil peserta daerah
10
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
yaitu Subdin Pentakerja dan seterusnya pembahasan kegiatan ketenagakerjaan, begitupun rakor ketransmigrasian dilakukan oleh Ditjen P4T dan Ditjen P2MKT dengan mengundang peserta daerah Subdin yang terkait. Dari berbagai Rakernis yang diselenggarakan oleh masing-masing Unit Teknis terkait ini nampaknya tidak melibatkan Subdin Program/TU sehingga terkesan belum berfungsinya koordinator daerah. Hasil-hasil kesepakatan raker tersebut dituangkan dalam aplikasi RKA-KL, setelah dibaca POKnya ternyata terdapat kegiatan yang tidak sesuai dengan kesepakatan Rakernis, sedangkan Kantor Dinas adalah sebagai penyelenggara (implementasi) kegiatan-kegiatan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di daerah. Dengan adanya beberapa kegiatan yang tertuang di POK tidak sesuai usulan kebutuhan daerah sehingga dilakukan revisi. Melakukan revisi tersebut dalam prosesnya melalui prosedur yang cukup menyita waktu sesuai tingkat kekeliruannya.
“Koordinasi adalah usaha kerja sama antar badan/instansi/unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa sehingga terdapat saling pengertian, saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi”. (M. Idris Mansyur, Drs, Dasar-dasar Administrasi, Organisasi dan Manajemen, Jakarta 1978). Dari pendapat ini dapat diartikan pertama, perlu diwujudkan koordinasi yang terpadu dan peran aktif Subdin Program/TU di daerah, difasilitasi oleh kebijakankebijakan pusat agar daerah dapat melakukan peran koordi-nator dalam penyusunan kegiatan program bidang ketenagakerjaan dan bidang ketransmigrasian melalui Rakornas; kedua, kegiatan program yang sifatnya koordinatif agar melibatkan Subdin Program/TU daerah dan yang teknis dibahas antara Subdin Teknis dengan Unitunit Teknis terkait melalui Rakernis dengan mengakomodir hasil-hasil Rakornas yang selaras dengan kebijakan pusat. Salah satu penguatan untuk mewujudkan koordinasi yang efektif dan efisien penulis menyarankan agar kiranya perlu diterbitkan DIPA Terpadu, karena penerbitan DIPA suatu kementerian/lembaga negara itu ditentukan oleh kebijakan pimpinan Departemen sebagai pengguna anggaran bukan ditentukan oleh kebijakan DJA Depkeu. Olehkarena itu DIPA diterbitkan berdasarkan satker provinsi dan kabupaten/kota atau setingkat Eselon I dan II, bukan berdasarkan jumlah program yang selama ini dilakukan. Sehingga satker daerah dan pusat memperoleh dokumen DIPA sesuai jenjang dan nomenklaturnya, begitupun di Dinas Kabupaten/Kota.
INFO
Tuti Heriyanty Kiman Kasubbid Kerja Sama Regional PAKLN
INDONESIA OH INDONESIA
H
ari-hari ini media massa ramai membahas barang impor istimewa yang mungkin hanya diimpor oleh importir Indonesia. Barang yang menjadi pokok bahasan ini tidak lain dari “kondom bekas!” Mengapa kondom bekas diekspor? Mengapa dan untuk apa (importir) Indonesia mengimpor kondom bekas? Siapa yang menanggung dan apa akibat/kerugian impor kondom bekas? Mari kita telaah satu per satu. Mengapa ada negara yang mengekspor kondom bekas? Kondom bekas merupakan limbah karet yang tidak akan hancur terurai selama bertahun-tahun. Konsumsi kondom di suatu negara, utamanya negara-negara maju, sudah sedemikian tingginya, sehingga pemerintah negara tersebut kesulitan untuk mendapatkan lahan penimbunan akhir limbah tersebut. Jalan keluarnya adalah mencari tempat pembuangan akhir yang sudah tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Adalah suatu karunia, ada importir Indonesia yang “dengan senang hati” bersedia menampung limbah dimaksud. Mengapa dan untuk apa importir Indonesia membeli kondom bekas? Bagi importir Indonesia, sudah sangat jelas adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mempedulikan akibatnya. Limbah yang seharusnya dimusnahkan justru diterima dan “dimanfaatkan” oleh importir Indonesia, bahkan mungkin tanpa perlu membelinya.
Dengan berdalih kondom bekas tersebut sebagai bahan dasar produk barang-barang plastik, para importir ini jelas memperdaya dan membahayakan warga negara Indonesia; sebenarnyalah bahan dasar pembuatan kondom adalah karet. Salah-satu bukti yang ditemukan adalah adanya karetrambut (hairband buatan China) dengan mempergunakan kondom bekas sebagai bahan dasarnya. Masuknya limbah kondom bekas ini berarti masuk pula pencemaran ke Indonesia, tidak hanya pencemaran lingkungan tetapi yang justru lebih berbahaya lagi adalah pencemaran penyakit (HIV/AIDS, gonorrhea/ sipilis, herpes genital, dan lainnya). Mengingat masih rendahnya alokasi anggaran pembiayaan belanja negara (APBN) untuk layanan kesehatan dan buruknya sanitasi masyarakat Indonesia, sangatlah mengerikan apabila masyarakat Indonesia diberikan lagi asupan berupa kuman dan virus penyakit sangat berbahaya. Pencemaran penyakit ini tidak mungkin dapat teratasi dalam periode
Grafis: Gatot M Sutejo
Haruskah bumi pertiwi dan masyarakat yang hidup semata mengandalkan kemurahan hati sang Ibu harus menanggung akibat yang bukan karena ulahnya?
satu dekade bahkan dalam kurun waktu yang lama, berapa besar biaya yang harus dikeluarkan? Berapa banyak tenaga kerja produktif yang dilumpuhkan? Berapa besar kerugian dalam bentuk uang akibat terhambatnya laju kegiatan ekonomi? Semua ini harus ditanggung oleh rakyat Indonesia yang menurut data Bank Dunia sudah sekitar 49,5% rakyat Indonesia berada pada dan di bawah garis kemiskinan. Dari sekian kerugian yang harus ditanggung bangsa Indonesia, satu lagi beban terberat di dalam kehidupan bermasyarakat di dunia internasional. Indonesia tidak lagi mempunyai muka di forum internasional, karena Indonesia mungkin negara satusatunya, yang pernah ada di dunia, yang mengimpor limbah paling busuk dan menjijikkan: kondom bekas!
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
11
LENSA
Pengarahan Sekjen Depnakertrans pada acara Rapat Teknis Evaluasi Pelaksanaan Program.
Para peserta rapat teknis dari pusat maupun dari provinsi di Indonesia.
Pembahasan pada Desk I tentang evaluasi pelaksanaan program ketransmigrasian daerah.
Pembahasan pada Desk II tentang evaluasi pelaksanaan program ketenagakerjaan daerah.
Pelatihan OLIS (OnLine Information System) di lingkungan Unit Balitfo Depnakertrans.
Suasana pelatihan OLIS (OnLine Information System) di lingkungan Unit Balitfo Depnakertrans.
Rubrik LENSA berisi foto-foto aktifitas komunitas perencana. Redaksi menerima kiriman foto-foto dari seluruh komunitas perencana baik di pusat maupun di daerah untuk dimuat dalam rubrik ini.
12
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI KOMUNITAS PERENCANA
WAWASAN
REALITA
OLIS (On Line Information System) DEPNAKERTRANS
Kompetisi Pekerja Asing dan Lokal di Indonesia
Laporan Konsolidasi Triwulan Merujuk PP No. 39/2006
Peran Koordinasi dalam Fungsi Perencanaan
INFO Indonesia Oh Indonesia
VOLUME I NO. 8 - OKTOBER 2007
13