BERBAGAI METODA PENGOLAHAN PAKAN BERSERAT Oleh : Hesty Natalia Literatur : Berbagai sumber
Keberhasilan bisnis peternakan tidak bisa lepas dari kemampuan manajemen kecukupan pakan. Hampir 80% dari total biaya produksi dikeluarkan untuk keperluan penyediaan pakan. Sapi merupakan hewan herbivore yang secara alaminya adalah pemakan tumbuh-tumbuhan, sehingga jika ingin berternak sapi tentu upaya menyediakan rumput sebagai pakan utama adalah penting, dan keistimewaan sapi yang memiliki rumen adalah hal penting untuk dipahami sehingga mampu memanfaatkan pakan yang diberikan sesuai dengan fisiologis ternak itu sendiri. Kestabilan pakan merupakan factor penting, sehingga pilihan memberikan rumput olahan, bisa dalam bentuk silase, hay ataupun pengawetan lain harus dilakukan, karena tidak akan mungkin penyediaan rumput segar sepanjang tahun mengingat adanya kesenggangan musim, baik musim kemarau pada negara-negara tropis maupun adanya musim salju pada Negara-negara temperate. Jika kita melihat pada negara-negara yang peternakannya kuat…semua sangat familiar dengan teknologi ini. Mungkin Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang, tidaklah mudah adapted 100% teknologi tersebut sesuai seperti yang ada pada Negara-negara tersebut, mengingat peternak disana begitu dekat dengan mekanisasi untuk semua kegiatannya. Secara sederhana kita bisa mencoba menerapkan pemakaian teknologi pengawetan, hanya pada musim kemarau, dimana proses pembuatannya dilakukan pada saat kondisi rumput surplus yaitu pada musim penghujan dengan memanfaatkan kelebihan produksi. Sehingga diharapkan pada saat musim kemarau nutrisi intake tetap stabil dan produktivitas tidak drop. Karena efek dari dropnya kualitas pakan sangat cepat dan untuk memulihkan kembali butuh waktu yang justru lebih panjang dan cost yang dikeluarkan sangatlah mahal. Tapi tentu dalam penerapannya banyak hal yang harus dipelajari, baik bagaimana cara membuatnya, ciri-ciri hasil yang baik serta cara pemberiannya. Di satu sisi di Indonesia pemanfaatan limbah pertanian ataupun industry pertanian sangatlah popular, baik untuk campuran konsentrat maupun sebagai sumber serat. Jerami padi salah satunya yang sangat umum dipakai. Di Negara-negara berkembang lainnya juga pemakaian jerami padi sangat sering ditemukan, lain hal nya dengan Negara maju, mereka memanfaatakan whole of paddy, maize or shorgum..sebagai pakan ternak, yang di panen lalu di buat silase. Tetapi di Indonesia, pemanfaatan tanaman tersebut untuk manusia saja masih belum mampu dipenuhi sehingga harus impor dari Negara lain, meskipun ada informasi bahwa Indonesia mampu swasembada pada beras dan jagung, tapi kenyataannnya angka impor bahan tersebut masih sangatlah tinggi.
Jerami padi merupakan limbah hasil pertanian tanaman padi. Jerami padi biasa digunakan sebagai pakan ternak tetapi kendalanya sama dengan sumber serat lain yaitu berlimpah pada saat musim dan kosong ketika tidak musim dan kulitasnya semakin menurun seiring dengan waktu lamanya pemanenan. Oleh karena itu perlu diterapkan pengolahan lebih lanjut terhadap jerami padi tersebut agar nilai gizi, daya cernanya meningkat dan meningkat pula daya simpannya.
Tentunya banyak alasan pemakaian jerami padi menjadi sangat popular : 1. salah satunya adalah tidak perlu mengeluarkan biaya dan tenaga lagi untuk penanaman, perawatan dan pemanenan karena “nebeng” dari petani padi. 2. tersedia cukup besar, Perbandingan antara bobot gabah yang dipanen dengan jerami umumnya 2:3. Sehingga bisa dihitung dengan melihat produksi beras nasional anggap saja 40 juta ton, hitung mundur dengan asumsi produksi beras adalah 60% dari produksi gabah maka produksi gabah secara nasional dalam satu tahun 70 juta ton, berarti akan menghasilkan jerami sebesar 105 juta ton. Meski dalam pemanfaatannya tidak hanya dipakai sebagai pakan ternak, melainkan juga sebagai alas kandang, bahan industry lainnya. Juga yang terbanyak hanya dibakar saja. Tetapi disatu sisi banyak juga kelemahan yang harus diketahui, agar dapat dilakukan upaya mengurangi kelemahan tersebut, yaitu antara lain rendahnya daya cerna dan kualitas kandungan nutrisi, Berbagai upaya boleh dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi, baik dengan cara fisik, kimia maupun biologis. Pengolahan secara biologis dengan menggunakan media jamur atau mahluk hidup lainnya, sedangkan pengolahan menggunakan bahan kimia seperti urea, dan NaOH juga bisa diterapkan, dan pemotongan/pencacahan sudah dapat dikategorikan perlakuan fisik. Masing-masing cara memiliki kelemahan disamping mahal, juga hasilnya kurang memuaskan. Dengan cara fisik misalnya, memerlukan investasi yang mahal; secara kimiawi meninggalkan residu yang mempunyai efek buruk sedangkan dengan cara biologis memerlukan peralatan yang mahal dan hasilnya kurang disukai ternak (bau amonia yang menyengat). FERMENTASI JERAMI Fermentasi jerami dapat dipilih sebagai salah satu cara pengolahan yang relatif murah, praktis dan hasilnya sangat disukai ternak. Proses fermentasi terjadi akibat kinerja dari mikroba – mikroba pengurai seperti proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik dan ataupun bahan-bahan yang bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya: starbio, starbioplus, EM-4 dan lain-lain). Fungsi fermentasi adalah perlakuan oleh senyawa asam yang dihasilkan oleh mikroba diatas dan dilakukan diluar tubuh ternak, kualitas yang dihasilkan ditunjukan dari tingkat asamnya, semakin kuat tingkatan asamnya maka makin tinggi kualitas jerami padi yang dihasilkan. Namun dari beberapa kali percobaan hanya terjadi kenaikan 10-15% saja, selain itu juga factor ekonomis harus menjadi pertimbangan. Peranan mikroba adalah untuk memecahkan selulosa menjadi nutrisi yang mudah diserap oleh tubuh ternak. Bisa juga secara sederhana fermentasi diartikan sebagai proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia dan biologis sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, dan daya cerna ternak menjadi lebih efisien. Selain itu yang juga harus diketahui, proses fermentasi terjadi secara anaerobic sehingga keadaan hampa udara harus terus dijaga. Secara alami proses fermentasi tetap terjadi jika jerami padi tersebut ditumpuk, meski tanpa ditambah bahan additive lainnya, karena mikroba-mikroba tersebut akan terbentuk dengan sendirinya. Tetapi proses fermentasi tersebut akan terjadi secara lambat karena perkembangbiakan mikroba lamban dan penurunan kualitas terjadi semakin drastis karena nutrisi yang tersedia pada jerami dimanfaatkan oleh mikrobamikroba tersebut untuk proses perkembangbiakannya. Sehingga pada prinsifnya ada dua metoda pendekatan dalam pembuatan fermentasi jerami yaitu dengan menambahkan bahan pakan sebagai pakan bagi bakteri dalam proses pengembangbiakannya yaitu bahan pakan yang mengandung karbohidrat tinggi. Ataupun dengan menambahkan mikroba-mikroba itu sendiri seperti dengan memanfaatkan cairan rumen.
Resep yang telah popular dalam pembuatan fermentasi jerami adalah sebagai berikut : 1. Bahan. – Jerami : 1 ton – Urea : 6 kg – Starbio atau bahan sejenis : 6 kg – Air : Secukupnya – Seperti yang dijelaskan diatas bahwa bahan tersebut dapat diganti sesuai dengan bahan yang tersedia disekitar kita dengan tetap memperhatikan factor ekonomis. 2. Naungan Hindari sinar matahari langsung maupun terkena hujan sehingga harus berada didalam naungan/atap. 3. Proses Pembuatan – Jerami yang baru panen harus dilayukan terlebih dahulu sekitar 1-2 hari sampai kadar air jerami sekitar 60%, dengan tanda-tanda jerami kita remas, apabila air tidak menetes tetapi tangan kita basah berarti kadar air mendekati 60%. – Setelah layu, jerami dilakukan penumpukan, perlapisan setebal 20-30 cm (upayakan diinjak-injak agar padat) kemudian ditaburkan urea, bahan pemacu mikroorganisme (starbio atau bahan sejenis) dan air secukupnya. Lakukan berulang-ulang, tumpuk jerami secara menyilang, guna mempermudah pembongkaran untuk penjemuran, apabila jerami kering, sirami dengan air terutama pada minggu pertama. – Tumpukan jerami dibiarkan selama 21 hari (tidak perlu dibolak-balik). – Setelah 21 hari tumpukan jerami dibongkar lalu diangin-anginkan atau dikeringkan. 4. Ciri- Ciri fermentasi Jerami yang baik selama proses fermentasi jerami berbau asam khas fermentasi, jerami berwarna coklat, serat jerami menjadi lunak. 5. Pemberian pada ternak - Setelah jerami difermentasikan lalu dibongkar dan diangin-anginkan sebentar - Pemberiannya pada ternak seperti hal nya rumput, 10% dari berat badan. - Bagi ternak yang belum terbiasa, harus dibiasakan dengan pencampuran bertahap 25% , 50% hingga 100% ataupun dengan metoda terapi lapar atau dengan memuasakan ternak beberapa saat. 6. Cara penyimpanan - Untuk memudahkan dalam penyimpanan, sebaiknya hasil fermentasi jerami di gulung, ditumpuk atau dipadatkan lalu dipres dengan alat pres dan disimpan di gudang - Tahan disimpan selama 1 tahun 7. Keuntungan Fermentasi Jerami - Menghemat biaya pakan - Meningkatkan kualitas nutrisi dan daya cerna dari jerami - Menghemat lahan dan tenaga untuk pengembangan rumput AMONIASI JERAMI
Proses amoniasi ada dua cara, yaitu cara kering ataupun cara basah. Perbedaannya hanya terletak pada urea yang dilarutkan atau tidak dalam air. CARA KERING Bahan-bahan : - 100 kg jerami padi kering udara - 3-4 kg urea Peralatan : - Lembaran plastik sebagai alas - Timbangan Cara Pembuatan : 1. Jerami yang sudah terpilih dan ditimbang diikat dengan tali yang terbuat dari bambu. 2. Bungkus dengan plastic sebelum diikat taburi urea secara merata pada setiap ikatan/bal jerami. 3. Setelah merata, ikat bungkus secara rapat agar tidak ada udara yang masuk/aerob. 4. Simpan di tempat yang teduh dan tidak kena hujan/air. Sebaiknya di atas plastik pembungkus ini diberi beban agar ada tekanan ke bawah, sehingga gas amoniak yang terbentuk dimanfaatkan oleh jerami. Lama proses penyimpanan selama satu bulan. 5. Setelah satu bulan jerami olahan dapat dibuka, hasil yang baik ditandai dengan bau amoniak yang menyengat, oleh karena itu hati-hati ketika membuka karena dapat menyebabkan mata pedih. 6. Setelah bau yang menyegat berkurang pindahkan ke ruang penyimpanan. Simpan di tempat yang beratap dan tidak kena hujan. Perhatikan ventilasi gudang penyimpanan udara harus bebas mengalir. CARA BASAH Teknik yang digunakan dalam proses amoniasi cara basah ialah dengan : kantong plastik Bahan-bahan : - 15 kg jerami kering udara - 870 gram urea - 5 liter air Peralatan : - 2 lembar kantong plastik ukuran 100 x 150 cm dengan ketebalan 0,4 cm - 1 buah ember - 1 buah gembor - 1 timbangan - 1 alat pengaduk Cara pembuatan : 1. Kantong plastik langsung dilapis dua dengan cara memasukan lembar pertama ke dalam lembar kedua, agar lebih kuat dan menghindarkan bocor.
2. Seluruh jerami dimasukkan ke dalam plastik agak dipadatkan dengan cara menekan/mendorong jerami jangan diinjak dapat menyebabkan plastik sobek. 3. Larutkan 870 gram urea ke dalam ember yang berisi 5 liter air dengan cara diaduk sampai benarbenar larut hingga tidak ada lagi butir-butir urea yang terlihat. 4. Siramkan larutan urea tersebut ke dalam kantong plastik yang berisi jerami dengan gembor agar lebih mudah dan dapat merata, sampai seluruh larutan tersebut habis. 5. Tutup dahulu kantong plastik lapis dalam dengan cara mengikat bagian atasnya, kemudian baru kantong plastik bagian luarnya. Kantong plastik ini dapat disimpan di tempat yang telah disediakan dan cukup aman. 6. Setelah satu bulan kantong plastik dapat dibuka, ketika membuka plastik harus hati-hati karena selama proses amoniasi ini terjadi pembentukan gas, sehingga ketika plastik tersebut dibuka gas akan keluar dan dapat menyebabkan pedih di mata. Jerami hasil amoniasi kemudian diambil lalu dianginanginkan selama dua hari sebelum diberikan kepada ternak. Catatan : Untuk proses amoniasi dalam jumlah banyak maka jumlah kantong plastik harus disediakan dalam jumlah yang cukup. Bila pengolahan cara ini dilakukan dengan hati-hati, maka kantong plastik tersebut dapat dipakai ulang sampai tiga kali. Biasanya hanya dua kali pakai. Cara Penyimpanan Jerami Amoniasi 1. Jerami amoniasi cara basah dengan kantong plastik, drum, maupun silo dalam tanah sebagian besar terutama di bagian bawah sangat lembab bahkan basah. Jerami ini setelah diangin-anginkan selama 2 atau 3 hari masih tetap basah. 2. Jerami lembab ini sebaiknya langsung diberikan kepada ternak dan harus habis dalam jangka waktu satu minggu. 3. Pada daerah tertentu terutama dataran tinggi jerami amoniasi yang masih lembab akan menyebabkan tumbuhnya jamur kayu atau jamur putih yang halus pada permukaan jerami amoniasi. Jamurnya sendiri tidak berbahaya untuk ternak, tapi kurang estetik dan bagian permukaan itu agak menurun kualitasnya. Terutama bila jerami tersebut ditumpuk di udara terbuka dan terkena air hujan maka akan terjadi proses pelapukan (dekomposisi). 4. Untuk disimpan jangka lama maka jerami amoniasi tersebut harus dijemur dan dikeringkan di panas matahari selama kurang lebih satu minggu hingga kadar air mencapai 20 %. 5. Bila jerami tersebut sudah dijemur dan kering maka dapat disimpan di bawah atap dan tahan 6 bulan sampai satu tahun tanpa adanya penurunan kualitas. 6. Penjemuran dilakukan dengan cara sederhana yaitu dijemur di atas pelataran semen atau tanah dengan ketebalan 10 cm. Dengan cara ini penjemuran tidak memakan waktu lama, dalam waktu tiga hari sudah kering. 7. Bila di musim hujan dimana penjemuran tidak memungkinkan, jerami amoniasi tidak perlu dikeluarkan dari kantong plastik, drum bekas, ataupun silo. Dikeluarkan sedikit demi sedikit seperlunya untuk kebutuhan sehari-hari sampai habis. Cara Penyajian Jerami Amoniasi Yang dimaksud dengan cara penyajian adalah bagaimana memberikan jerami hasil amoniasi kepada ternak agar dimakan oleh ternak dan peternak memperoleh manfaat dari pemberian jerami tersebut. 1). Bentuk penyajian
Dalam penyajian jerami amoniasi ini tidak perlu dicincang, jadi dapat diberikan dalam bentuk utuh, karena dari hasil penelitian jumlah yang dikonsumsi oleh ternak baik yang dicincang maupun yang utuh akan sama saja, sehingga untuk ekonomisnya tidak perlu dicincang. Bila tersedia konsentrat, maka sebaiknya konsentrat diberikan terlebih dahulu kira-kira satu jam sebelum pemberian jerami, hal ini dimaksud untuk merangsang perkembangbiakan mikroorganisme dalam rumen karena karbohidrat siap pakai dan protein yang tersedia dalam konsentrat cukup sebagai pendorong perkembangbiakan mikroorganisme dalam rumen terutama bakteri selulolitik yang mencerna serat kasar jerami. 2) Air minum Dalam penyajian jerami padi sebagai makanan pokok, masalah air minum sangat perlu sekali diperhatikan. Seperti kita ketahui bila seekor sapi dewasa diberi rumput segar sebanyak 40 kg/ekor/hari, maka dalam rumput segar mengandung kadar air antara 80 – 85 %. Jadi wajar bila seekor sapi diberi rumput segar tidak banyak minum karena kebutuhan airnya telah dipenuhi dari rumput (rumput segar 40 kg = 8 kg bahan kering + 32 liter air). Lain halnya, bila ternak diberi makan jerami karena kadar airnya rendah hanya kira-kira 20 –30 persen saja. Misalnya dalam sehari seekor sapi menghabiskan 10 kg jerami maka berarti sapi tersebut akan memakan 8 kg bahan kering dan 2 liter air, dengan demikian maka sapi tersebut membutuhkan air minum kurang lebih sebanyak 30 liter air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, bila memberikan makan ternak dengan bahan pokok jerami hendaknya sepanjang sore dan malam hari terus tersedia air minum yang cukup. Jerami padi merupakan pakan hijauan yang sangat miskin mineral, oleh karena itu pada setiap pemberian pakan jerami jangan lupa diberikan mineral secara teratur.
SILASE Rumput lapang yang berlebih sebaiknya diproses ataupun diawetkan bisa menggunakan metoda silase untuk memenuhi kebutuhan di waktu kekurangan hijauan pada musim kemarau, dan rumput yang dipanen untuk pembuatan silase adalah rumput yang memiliki umur optimal untuk dipotong. Produksi hijauan di kebun rumput baik itu rumput Gajah ataupun rumput Raja bila melebihi atau melewati umur potong akan mengurangi kulitas hijauan tesebut, untuk mengoptimalkan produksi dan menjaga kualitas, pemotongan dilakukan harus tepat waktu. Umur potong rumput yang optimal pada 8 minggu atau 60 hari.
Proses silase terbentuk dalam silo, pada silo : bakteri asam laktat akan mengkonsumsi gula pada bahan material dan akan terjadi proses fermentasi asam laktat dalam kondisi anaerob. Terbentuknya silase sebagai akibat pengaruh fermentasi asam laktat yang bermanfaat, dan disimpan dalam jangka waktu yang lama dengan tingkat kehilangan nutrisi untuk fermentasi seperti : pH yang
rendah
dan
stabil,
asam
laktat,
gas
karbondioksida
(CO2),
gas
nitrogen,
dan
lain-lain.
Pada dasarnya, jika tanaman hijauan cacahan dibiarkan di udara terbuka akan mengakibatkan penurunan nilai karena adanya aktivitas mikroorganisme yang bersifat aerob. Salah satu jalan untuk mencegah penurunan ini dengan menyiapkan pembuatan silase dengan menggunakan fermentasi asam laktat pada kondisi anaerob. Fermentasi asam laktat dipengaruhi oleh hubungan antara faktormikro biologi, kimia, dan fisik Setelah disimpan selama 2-3 hari dan kandungan air berkurang cacah rumput tersebut dengan panjang cacahan 10-50mm.Dalam proses pembuatannya diperlukan : 1. Kandungan gula/starter dalam bahan .Kandungan gula yang larut dalam air pada bahan kering lebih dari 12% dan 3% pada bahan segar. Jika kandungan gula tidak cukup tersedia dalam bahan , maka perlu ditambahkan gula. Starter untuk mengoptimalkan fermentasi asam laktat, salah satu stater yang baik adalah dengan penambahan tetes + 10 % ataupun dedak murni (bahan yang merupakan sumber karbohirat misalnya : tetes atau gula pasir) ini diperlukan bila bahan dasarnya kurang mengadung karbohidrat, dapat pula dibantu dengan bahan kimia (asam formiat) bila kandungan air dari bahan cukup tinggi. 2. Kadar air rumput yang akan dibuat silase lebih kurang 60 %, sehingga sebaiknya dilakukan penjemuran atau diangin-anginkan beberapa jam, untuk mengurangi kandunganairnya. Pada waktu penjemurandilakukan pembalikan beberapa kali agar pengeringan terjadi secara merata. 3. Pengecilan ukuran partikel, dengan cara rumput dicacah dengan ukuran sekitar 6 cm dengan tujuan : a. Mempermudah proses pengompakan atau pemadatan b. Memperkecil peluang terbentuknya rongga-rongga udara sehingga proses anaerobic dapat tercapai 4. Drum atau kantong plastic 5. Vacumm machine 6. Tali pengikat Tahapan Kegiatan 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Panen rumput pada saat umur optimal Lakukan penjemuran ataupun pelayuan Rumput yang telah dijemur ditimbang sesuai dengan kebutuhan dalam pembuatan silase. Lakukan pencacahan Timbang tetes/molase yang diperlukan,untuk setiap 100 kg rumput lapang dibutuhkan tetes 10 kg (10 % dari berat bahan baku silase). Setelah ditimbang tetes dituangkan kerumput lapang yang telah kering udara sesuai dengan takaran. Campurkan kedua bahan tersebut secara merata agar hasil fermentasi baik,sehingga menghasilkan silase yang berkualitas baik. Sediakan plastik yang sesuai dengandrum yang akan digunakan, fungsi plastik disini untuk memudahkan penutupan sehingga tercipta kondisian-aerob dalam proses fermentasinya. Plastik harus dapat masuk ke dalam drum dan dapat ditutup dengan rapat agar kondisi silo tertutup dengan baik.
8.
Padatkan sepadat mungkin rumputdi dalam drum tersebut dengan cara ditekan atau diinjak-injak agar tidakada ruang untuk oksigen. Hal inidilakukan supaya silase yangdihasilkan kualitas silase yang baik. Masukkan bahan silase kedalamdrum yang telah dilapisi plastik. 8. Tutup dan tekan agar udara didalam keluar kemudian ikat plastik tersebut secara rapih, rapat dan tidak ada udara masuk ke dalam, serta jangan sampai bocor. Setelah rumput padat sebelum diikat dibagian atas dari tumpukan rumput dalam drum tersebut di beri tetes sedikit saja untuk membantu proses terjadi fermentasi lebih baik. Pemadatan atau penekanan perlu dilakukan untuk meningkatkan isi silase 9. Setelah ditutup diatasnya disimpan beban agar mendapat tekanan ke bawah serta tidak ada udara yang masuk. Udara dalam silo. Fermentasi silase adalah fermentasi asam laktat dalam kondisi anaerob, oleh karena itu pengisian bahan dilakukan dalam waktu yang singkat dan segera ditutup dengan baik. 10. Letakan ditempat yang beratap agar tidak kehujanan. Penyimpanan harus berada pada suhu yang serendah mungkin. Jangan lakukan diatas meja 11. Biarkan fermentasi terjadi, diamkan selama 21 hari untukmendapat silase yang baik. 12. Setelah disimpan 3 minggu (21 hari) dapat dibuka untuk diberikan kepada ternak, bila tidak jangan dibuka dan simpan dalam kondisi tertutup dapat disimpan 3 – 6 bulan. 13. Pada waktu pemberian kepada ternak jangansering dibuka-tutup dalam 1 hari cuma bolehdibuka 1 kali (untuk makan ternak pagi dansore dikeluarkan sekaligus) sebab kalausering dibuka tutup kualitas silase akan cepat rusak. 14. Sapi yang belum terbiasa makan silase diberikan sedikit demi sedikit,di campur dengan hijauan yang biasadimakan. Jika sudah terbiasa dapat seluruhnya diberikan silase sesuai dengan kebutuhan, hal ini sangat membantu dalampekerjaan di kandang dan sangat menghemat waktu.
JERAMI (HAY) Keadaan alam mempengaruhi ketersediaan hijauan, dimusim kering akan berkurang hasilnya. Hasil berlebih di musin basah dapat diawetkan dengan mengeringkan hijauan (hay). Hay adalah rumput, legume ataupun limbah hasil pertanian yang dikeringkan yang dijadikan bahan pakan bagi ternak ruminansia. Berikut ini beberapa karakteristik dari hay sebagai pakan ternak: 1. Hay pada sapi muda dapat meningkatkan perkembangan fungsi rumen, sedangkan pada sapi dewasa kandungan bahan kering pada hay dapat meningkatkan daya serap bahan makanan. 2. Kualitas hay sangat baik dimana palatabilitas ternak meningkat (sangat disukai ternak) 3. Kualitas hay menjadi bermacam-macam tergantung cuaca, pada cuaca yang sangat buruk (musim hujan) beberapa satuan nutrisi akan berkurang. 4. Hay dibandingkan dengan silase lebih ringan empat kalinya dengan kandungan bahan kering yang sama. Untuk mendapatkan nilai gizi yang tinggi dan palatabilitas yang tinggi, hijauan atau legum harus dipotong sebelum berbunga. Kemudian hijauan tersebut dibiarkan mengering di lapangan atau dengan pengeringan paksa. Bahan Kering Hay nilainya kurang dari 60%.
Sedangkan untuk limbah hasil pertanian seperti jerami, setelah pemanenan dilakukan pengikatan bagian ujung, kemudian dilakukan pengeringan dengan cara digantungkan pada bambu-bambu yang dibuat semacam berbentuk para-para atau jemuran, yang diberi teduhan sehingga tidak terkena hujan ataupun matahari secara lansung guna menghindari penurunan nutrisi secara drastic.