A. Alas Kata
BAHASA INDONESIA: ILMU DAN SENI OLEH ZULKIFLI LUBIS, S.Pd., M.Pd. GURU BAHASA INDONESIA SMAN 1 PEKANBARU
Dalam kehidupan di dunia ini, orang tidak akan lepas dari bahasa.
Apapun objek kajian yang dibahasnya tetap memakai bahasa. Sebagai contoh, salah seorang guru mengajarkan mata pelajaran “sejarah “ , dan “
Matematika “, dan lain-lain. Gagalnya hasil pembelajaran yang diperoleh
oleh siswa disebabkan bahasa yang dipergunakan oleh guru itu kebanyakan tidak tahu tentang makna kata yang diucapkan sehingga dipaksa siswa untuk
mengaminkannya. Padahal, kata-kata itu bukan sebatas arti saja tetapi maju selangkah menyangkut tentang makna. Kalaulah digabungkan pemahaman
oleh guru dalam menyampaikan sebuah topik/tema pembelajaran pasti pembelajaran yang diterima oleh siswa itu menjadi berkesan malahan siswa menjadi kreatif, inovatif, konstruktif, dan santun.
Kebanyakan kita dalam menyampaikan sebuah topik hanya sebatas
pengertian saja. Sebatas pengertian saja, artinya sebatas pengetahuan
saja/kognitif tetapi kita terhenti kepada sikap/Afektif/keterampilan berbahasa. Padahal, sasaran pembelajaran itu merujuk kepada sikap berbahasa itu sendiri. Dengan kata lain, sebatas mengingat/ pengetahuan saja. Cobalah
1
kita renungkan! Yang kita buat sampai hari ini hanya sebatas mengingatmengingat saja. Dari segi bahasa, pada umumnya siswa dan mahasiswa
kurang terampil berbahasa khususnya bahasa Indonesia. Bukan soal bahan,
metode, startegi, dan pendekatan pembelajaran yang lemah/kurang tetapi soal ucapan/bahasa itu sendirilah menjadi pusat permasalahan. Semantap
apapun silabus dan RRP pembelajaran kalau cara berbahasa guru itu tidak
mantap tunggu sajalah tanggal kehancurannya terhadap siswa. Contoh kita punya Honda baru tetapi kita tidak pandai memakainya, maka Honda itu tidak dapat dibawa kemana-mana. Kurikulum itu benda mati, maka gurulah
yang harus pandai merekayasa tema-tema yang dipaparkan oleh pembuat kebijakan kurikulum secara nasional. Guru harus kaya makna bukan kaya arti saja.
Bahasa Indonesia dianggap oleh semua pelajar maupun kalangan
masyarakat lainnya dikatakannya, “ Bahasa Indonesia itu tidak perlu
dipelajari karena dari kecil kita sudah belajar bahasa Indonesia”. “
Untuk apa lagi, dipelajari bahasa Indonesia itu “. Pendapat-pendapat inilah yang merasuk setiap pelajar itu. Lemahnya minat pelajar memahami/ menyimak bahasa Indonesia itu karena bahasa Indonesia tidak laku dijual ke
pasar kalau bahasa Inggris laku dijual ke pasar. Padahal, tata bahasanya
2
ejaan bahasa Inggris kacau balau. Harimurti Kridaklaksana dalam Kumpulan Kolom Bahasa Kompas mengatakan,
“ Memang tidak adanya akademi bahasa Inggris membuat bahasa Inggris salah satu bahasa yang paling kacau ejaannya. Karena itu, sampai sekarang pun orang Inggris dan Amerika dewasa menghadapi kesulitan dalam mengeja ( tahun 1992 Wakil Presiden Amerika Serikat dan Quayle diolok-olok orang karena menyatakan bahwa kata kentang harus ditulis potatoe, padahal yang betul ialah potato ). Akibat lain kacaunya ejaan bahasa Inggris ialah adanya penderita buta huruf sebanyak lebih dari 20 juta orang Amerika Serikat. Yang menarik mengenai perkembangan bahasa Inggris ialah walaupun tidak ada akedemi bahasa dan ejaannya kacau, bahasa itu mantap dan mampu berkembang ke seluruh dunia. Ternyata, dewasa ini yang berperanan besar dalam pemantapan bahasa Inggris ialah organisasi propfesi guru bahasa Inggris dan media massa. Atas dasar kesepakatan para gurulah keraguan-keraguan dalam bahasa Inggris diatasi; dan bila masih ada yang kurang percaya akan aturan bahasa, orang selalu merujuk pada kamus dan buku tata bahasa ( 2003: 5 ). Kesimpulannya, bahasa itu dapat berkembang ke seluruh dunia
bukanlah karena tata bahasanya yang teratur, melainkan karena kekuatan politik dan ekonomi negara pendukungnya. Secara kosa kata, kata sampan
(boat ) pada dalam bahasa Indonesia lebih banyak, sampan, tongkang, jalur,
rakit ( rakit pisang, rakit kayu, rakit buluh) dan Jempatan, titian, taratak ). Kalau bahasa Inggris menyebutkan (satu) ucapannya (wan ) padahal tulisan
(one ) secara ilmiah tak dapat dijawab alasannya karena huruf (o) diucapkan menjadi (w) dan huruf (n) diucapkan (a), serta huruf (e) diucapkan (n). Kebenaran
ejaan
bahasa
Inggris
itu
disebabkan
oleh
kesepakatan/konvesional saja secara kajian ilmiah masih dapat diperdebatkan 3
Masing-masing
akedemi
menghargai
penutur secara
bahasa
ilmiah
Indonesia
maka
khususnya
bahasa
kalangan
Indonesia
dapat
berkembang pula ke seluruh dunia. Kiasannya adalah baju kita itu wool tetapi baju orang itu teteron namun kita lebih suka memakai buju yang
tetoron itu daripada memakai baju wool kita sendiri. Padahal, lebih banyak
kita berbahasa Indonesia daripada berbahasa Inggris baik secara non ilmiah
maupun secara ilmiah. Sesuai dengan Sumpah Pemuda, “ Kami putra-putri bangsa Indonesia menjunjung tinggi bahasa Indonesia “. B. Permasalahannya
1. Bahasa Indonesia sebagai Ilmu Bahasa
merupakan
sarana
komunikasi
manusia
sejak
awal
penciptaannya sebagaimana dalam Al-Quran surah Al- Rahman ayat 4 yang
berbunyi, “Allamahu al bayan “. Artinya, Allah mengajarkan (manusia) pandai berbicara.
Dalam bahasa dan berbahasa ini, antara lain dahlan dalam bukunya,
menegaskan bahwa Al – Quran menampilkan enam prinsip yang seyogianya dijadikan pegangan saat berbicara.
Pertama, Qaulan Sadida, QS An – Nisa (4):9, yaitu berbicara dengan benar, yang arti surat tersebut adalah: “ Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. 4
Kedua, Qaulan Ma rufa, QS An – Nisa (4): 8, yaitu berbicara dengan menggunakan bahasa yang menyedapkan hati tidak menyinggung atau menyakiti perasaan, sesuai dengan kriteria kebenaran, jujur, tidak mengandung kebohongan, dan tidak berpura-pura. Yang arti surat tsb: “
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu ( sekedarnya ) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. Ketiga, Qaulan Baligha, QS An – Nisa (4): 63, yaitu berbicara dengan menggunakan ungkapan yang mengena, mencapai sasaran dan tujuan atau membekas, bicaranya jelas, terang, dan tepat. Yang arti surat tsb: “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di
dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka “. Keempat, Qaulan Maysura, QS Al – Isra (17): 28, yaitu berbicara dengan baik dan pantas, agar orang tidak kecewa. Yang arti surat tsb, “Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas”. Kelima, Qaulan Karima, QS AL – Isra (17): 23, yaitu berbicara kata-kata
mulia yang menyiratkan kata yang isi, pesan, cara, serta tujuannya selalu baik, teruji, penuh hormat, mencerminkan akhlak terpuji dan mulia. Yang arti ayat tersebut, “ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepadanya perkataan “ ah “ dan janganlah kamu membentuk mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia “ Keenam, Qaulan Layyina, QS Thaha (20): 44, yaitu berbicara dengan lembut. Yang arti ayat tersebut, “ Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut “. Hal inilah yang diisyaratkan Nabi dalam ungkapannya, “ Muslim yang baik adalah jika muslim lain merasa tentram dari perkataan dan perbuatannya” .
Keenam prinsip tersebut di atas ini menggambarkan kepada kita
bahwa betapa penting bercakap-cakap/ berkata-kata/ berbicara terhadap
5
kawan berbicara dalam rangka mencapai tujuan komunikasi tertentu. Kita
lebih banyak berbicara daripada menulis. Berbicara lebih melihat ke dalam hati dan pikiran sedangkan menulis menukik kepada bentuk fisik. Kalaulah
pandai, dan santun dalam berbicara dengan sendirinya pasti pandai menulis. Sebab Allah SWT lebih melihat ke dalam hati seseorang kalau mantap mata hati itu maka mantap pulalah seluruh hasil karya munusia itu.
Sehubungan dengan itu, UU Hamidy mengatakan, “ Bahasa yang baik
dan benar itu. Kalau bahasa Indonesia yang baik itu menekankan kepada
pengucapan yang tidak dipengaruhi oleh dialek daerah. Pengucapan bahasa hendaklah bersesuaian dengan maksud dan tujuan. Contoh katanya, /air mani /
diucapkan / air mani /, / ubah / diucapkan / rubah /, / pakai/
diucapkan /pakek/, /kerbau/ diucapkan /kerbo/, /pekan/ diucapkan /pakan/ ( 1998: 27-28). Semua kata diucapkan itu sudah menyimpang dari maknanya
sehingga orang mendengarnya menjadi salah tafsir. Tujuan berkomunakasi
pada hakekatnya agar orang menyimaknya cepat tahu bukan sebaliknya, menjadi pusing.
Kesalahannya adalah terletak pada sistem kurikulum bahasa Indonesia
yang hanya pandai membingkai kata menjadi kalimat secara grammar / tatabahasa. Kata Pak Guru, “ Itu sudah baku”. Cobalah dibayangkan dari SD,
SMP, SMA, dan sampai ke Perguruan Tinggi pembelajaran bahasa Indonesia
6
masih djejal kepada pola sabjek –predikat-objek- keterangan. Cara berpikir
seperti itu dalam mengajar masih bergaya ortodok. Di sisi lain, siswa dan mahasiswa tidak pandai berbicara, menyimak, membaca, dan menulis.
Untuk membuktikan benar atau tidaknya mohon diamati setiap
ruangan yang ada pembelajarannya tetap tidak melahirkan siswa/ mahasiswa
pandai bertanya, pandai menjawab, pandai berdebat, pandai berdiskusi,
pandai membaca, menyimak, dan menulis. Ketidakpandaian itu guru/dosen
bahasa Indonesia tidak oreintasikan kepada sikap berbahasa Indonesia.
Seperti apa yang dikatakan oleh Masnur Muslich, “ Guru lebih banyak mengajarkan teori daripada praktek berbahasa” ( 2010: 23).
Dari segi ilmu pengucapan bahasa Indonesia sudah menyimpang maka
kembali kepada pola pengucapan bahasa Melayu. Sebab bahasa Indonesia antara bahasa tulis dengan ucapan hampir sama. Contohnya, lambang /1/
bacanya adalah /satu/ artinya tetap /satu/. Bahasa Indonesia kalau
diucapkan haruslah baik. Gara-gara bahasalah kita bisa bersatu, dan gara-
gara bahasa juga kita bisa bercerai maka pandai menjaga keseimbangannya. Tali ikatannya tetap bahasa khususnya bahasa Indonesia. Gara-gara ucapan juga kita tidak menegur kawan.
7
Seolah-olah bahasa Indonesia tidak mempunyai makna. Dengan kata
lain, tidak ada ilmunya sehingga dianggap oleh remeh masyarakat pemakainya.
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang
beroreintasi kepada makna bukan sebatas arti saja. Betapa banyak pemakai
bahasa Indonesia yang sudah rusak. Khususnya dikalangan siswa dan mahasiswa yang tidak bisa dia membedakan antara kata /tunggu/ dengan
kata /nanti/, kata /siap/ dengan /selesai/, kata /beda/ dengan /selisih/, kata
/masak/ dengan kata /ranum/, kata /guna/ dengan kata /fungsi/, kata /Ahad/ dengan kata /Minggu/.
Contoh seperti di atas, mengajak para pelajar untuk mengembangkan
pola pikir/logika bahasa yang tajam, aktual, dan terpecaya. Jangan dianggap sama arti/maknanya perlu ada argumentasi yang jelas sehingga melahirkan konsep yang dapat dipertanggungjawabkan.
Mari kita uraian salah satu kata /guna/ dengan kata /fungsi/. Orang
banyak menyamakan dengan artinya/makna,padahal makna berbeda. Sebab
kata kata /guna/ maknanya adalah menititikberatkan kepada manfaat sedangkan kata /fungsi/ maknanya adalah lebih menititikberatkan kepada
peranan/peran/ penghubung terhadap sesuatu. Contoh secara filsafat, “ Jika
nyawa orang itu tidak berfungsi lagi maka tidak ada gunanya lagi
8
orang tersebut”. Binatang mati, manusia mati mana yang lebih berguna? “Tentu binatang “. Umpamanya, harimau mati, dapat
digunakan bulu, gigi, taring, tulang, kumis, kulit, kuku, dll. Kalau manusia
mati,
tidak
gunanya
lagi
maka
orang
bergegas
mengantarkan mayat tersebut ke kubur untuk dikebumikan.
Dengan kata lain, sama-sama posisinya mati lebih bermanfaat
binatang/hewan daripada kita. Kita baru berguna apabila kita masih berfungsi
nyawa dibadan. Itupun kalau berjalan akal dan pikiran kita kepada jalan Allah
SWT barulah berguna bagi orang lain. Jangan kita merasa bangga/sombong
di muka bumi Allah SWT. Mentang-mentang diberi julukan menjadi khalifah di
muka bumi Allah SWT. Itu –kan kalau kita berbuat dengan baik sesama manusia.
Coba pikirkan ! Apa yang kita ciptakan? Ternyata tidak ada. Lebih hebat lagi, lebah dapat membuat madu, kita hanya memakan madu. Lebih hebat jarum nyamuk untuk menusuk kulit kita agar mengambil darah daripada telunjuk kita. Maka Allah SWT dalam AL –Quran paling banyak membuat perumpamaan terhadap manusia agar manusia berpikir tajam menyimak hasil ciptaan Allah SWT. Seperti tertuang dalam Al-Quran Surah AlBaqarah 2: 26 yang artinya, “ Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Aadapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “ Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini ?” Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik”.
9
Mainkanlah akal yang sudah ditiupkan oleh Allah ke dalam tubuh kita
supaya kamu jangan tinggal jabatan saja atau mengagung-agungkan peranan/jabatan kita padahal kita tidak melakukan apa yang disindir oleh
Allah Swt maka termasuk orang yang fasik. Maka Allah paling muak melihat orang fasik daripada orang munafik. Al-Baqarah 2: 28 yang artinya, “
Bagaimana kamu ingkar kepada Allah. Padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian, kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.
Maka fungsi bahasa Indonesia tidak sebagai alat komunikasi, tidak
sebagai alat ekspresi diri, tidak
sebagai control sosial saja, tidak hanya
sebagai alat pemersatu bangsa, tidak hanya sebagai alat adaftasi, tetapi sasaran yang paling inti adalah fungsi bahasa Indonesia sebagai alat untuk berpikir. Inilah
yang
tidak
ada dikalangan
kampus-kampus
pendidikan. Seharusnya, diajarkan kepada anak didik supaya anak didik
menjadi tajam berpikir. Agar anak didik tajam berpikir, guru/dosenlah yang harus
tajam
berpikir
dengan
modal
banyak
membaca-membaca-
membaca dan langkah terakhir menulis – menulis – menulis. Inilah
bahasa Indonesia yang dianggap sebagai ilmu. Sebab dengan ilmu hidup jadi mudah, dengan agama hidup jadi teratur, dengan seni hidup jadi indah.
Inilah bahasa Indonesia menurut penulis sebagai ilmu. Dengan satu kata kita
10
uraikan sudah menjadi menjadi lima lembar hasil tulisan yang kita tulis. Contoh, coba jelaskan perbedaan fasik dengan kafir, cobaan dengan siksaan. Kalau bisa, berarti kita sudah mulai terampil berbahasa Indonesia. Gejala
yang terlihat pada mahasiswa tidak mampu mengembangkan topik untuk
menjadi skripsi, ini disebabkan oleh guru/dosen menggunakan metode pengajaran berpola menghafal. Padahal, dosen/ guru tugasnya hanya
membawa tema-tema pembelajaran dan mahasiswa/siswa membahasnya terakhir barulah digabungkan antara guru/dosen dgn mahasiswa/siswa. Itulah
sekarang
kurikulum
2013
menititikberatkan
kepada
tematik
integratik. Mohon maaf ! Bapak UU Hamidy –lah yang sejak dulu
mengembangkan sistem pengajaran bahasa Indonesia yang berpola tematik supaya mahasiswa tajam menangkap informasi-informasi. 2. Bahasa Indonesia Sebagai Seni
Hidup dengan seni menjadi indah. Seni adalah usaha untuk
menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan atau indah. Naluri asasi manusia mengarah kepada keselamatan dan kesenangan, yang diistilahkan
dalam Islam dengan salam. Masalah keindahan (indah, bagus, cantik) adalah kata-kata yang paling banyak dan yang paling umum diucapkan, tapi paling
sukar untuk diberikan pengertian. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati
11
bahwa orang lebih tertarik kepada keindahan dari kebaikan, juga daripada kebenaran.
Indah sebagai nilai bersifat ideal. Ia bukan fakta., karena itu tidak ada eksistensinya di luar diri manusia. Suatu karya atau barang yang dikatakan indah adalah keindahannya tidak terletak pada karya atau barang itu sendiri. Tetapi ia adalah perasaan yang dihayati, ketika kita mengalami karya atau barang itu. Indah adalah sebutan yang kita berikan kepada sifat-sifat tertentu objek, karena ia menimbulkan dalam diri kita kesenangan khas tertentu, yang disebut estetika (Sidi Gazalba, 1980: 235). Kesenangan adalah suasana yang berpengaruh, menyertai proses
rohaniah dan jasmaniah, manakala keduanya itu normal dan sehat, apabila
kehidupan penuh di hati, ketika semuanya berjalan lancar, dan tujuan-tujuan penting terwujud. Kesenian adalah usaha untuk membentuk kesenangan.
Kesenangan merupakan salah satu naluri asasi atau keperluan asasi manusia. Dengan demikian, kesenian terkait dengan kemanusian, seperti juga agama, sosial, ekonomi, berfikir, pengetahuan kerja.
Bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai sarana untuk men-
ekspresikan perasaan dan pikiran menjadi indah/ seni. J.S. Badudu dalam bukunnya
tentang
ungkapan
atau
kiasan
terhadap
sesuatu
dengan
menggunakan bahasa Indonesia, “ Sekali air dalam, sekali pasir berubah “ ( 2008: 209). Arti sebenarnya: Air laut mengalami pasang dan surut. Maksud peribahasa di atas mengatakan apabila air pasang (naik), maka pasir
di dasar laut akan berubah lagi. Umpamakanlah pasir di tepi pantai yang
12
karena dijalani orang memberikan bekas-bekas kaki di atasnya. Tetapi, bila air pasang, maka bekas-bekas kaki itu akan disapu oleh air itu sehingga
hilang lagi. Arti kiasannya: Air yang disebutkan dalam peribahasa di atas
dikiaskan dengan pemerintah; pasir diumpamakan dengan peraturan. Sekali
air dalam maksudnya tiap kali yang memerintah (menteri) berganti, sekali pasir berubah maksudnya tiap kali pula peraturan berubah.
Maksudnya, tiap kali menteri yang baru membuat lagi peraturan atau
ketetapan baru sehingga yang sudah ditetapkan oleh menteri yang lama dianggap tidak berlaku lagi. Hal itu lumrah bukan hanya di negara kita, melainkan di negara lain juga.
Model itulah kekuatan kata-kata bahasa Indonesia yang disusun
menjadi kiasan/ungkapan penuh dengan makna yang luar biasa. Hanya
sekalimat saja tetapi penjabaran sangat luas. Kalau kita mendengarnya
menjadi Indah, bagus, baik di dengar oleh telinga manusia. Seperti apa yang
dikatakan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Surah Ya Sin, 36: 69, artinya, “
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan
bersyair itu tidaklah layak baginya. Quran itu tidak lain hanyalah pengajaran/peringatan dan kitab yang nyata”. Selanjutnya seni sebagai lantunan agama Nabi Muhammad bersabda, “ Hendaklah kamu
baguskan akan Quran dengan suaramu, karena suara yg bagus itu
13
menambah kebagusan Al-quran (hadis riwayat Imam Al-Hakim, Ad-Darimy dan Ibnu Nasar dari Al- Bara bin Azib dalam Sidi Gazalba (1980: 240). 3. Simpulan
Di dalam berbahasa Indonesia kita harus memperhatikan enam prinsip
yaitu: (1) berbicara dengan benar, (2) berbicara dengan menyenangan hati, (3) berbicara dengan mengena, sasaran, dan tujuan atau membekas/ tajam, (4) berbicara dengan baik dan pantas, (5) berbicara dengan kata-kata yang mulia, (6) berbicara dengan lemah lembut
Di samping itu, dalam berbahasa Indonesia kita harus menempatkan
diri sesuai dengan fungsi bahasa itu sendiri. Fungsi bahasa itu, yaitu (1) bahasa sebagai alat komunikasi, (2) bahasa sebagai alat ekspresi diri (3) bahasa sebagai alat adaftasi (4) bahasa sebagai alat control sosial (5) bahasa sebagai alat pemersatu (6) bahasa sebagai alat untuk berpikir.
Bahasa Indonesia sebagai ilmu itu berorientasi kepada perbedaan
makna suatu kata. Jadi kita dalam menggunakan kata-kata dalam ucapan maupun tulisan harus memperhatikan makna. Semakin dalam makna kata itu semakin banyak pula orang menggunakannya. Maka dengan ilmu hidup jadi mudah mengerjakan sesuatun karena kita tahu makna kata itu.
Bahasa Indonesia sebagai seni itu beroreintasi kepada tiga nilai:
benar, baik, dan bagus. Ketiga itu menunjukkan kepada keindahan kata-kata
14
Daftar Rujukan
Alatas, Syed Hussein, dkk. 1980. Kesusastraan Melayu dan Islam Suatu Pertembungan Pemikiran. Kuala Lumpur: Sarjana Enterpress Badudu, J.S.. 2008. Kamus Peribahasa Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan Ungkapan. Jakarta: Kompas Dahlan, Moh. Djawad. 2006. Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: Grasindo. Hamidy, UU. 1998. Dari Bahasa Melayu Sampai Bahasa Indonesia. Pekanbaru: Unilak Press. Hasan, A. 2006. Al-Furqan Tafsir Al-Quran. Jakarta: Universitas Al-Azhar Indonesia. Nuraji, 2003. Dari Katabelece Sampai Kakus. Jakarta: Kompas Muslich, Masnur. 2010. Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara
15