Forum Paedagogik Vol. 07 No.02 Juli 2015
92
ORIENTALIS DAN BAHASA ARAB Oleh: Sufrin Efendi Lubis1 Abstract No one khows concretely when and who fistly pays attention on eastern study. Even though orientalism is acquired by Eropa people by studing eastern wold on same aspects and it is supported by leaders or church directly, further. In Islamic glory periode, werstern conoly is going extended to eartern word. At the and all about eartern culture, science, history, realigion, especially language are re quired to study. So, their consciourness on Arabic language in Asia makes alla orientalist must master it. Moreover, an orientalist is not fully perfect defore he master Arabic language. Keywords: Bahasa, Arab, Orientalis
1
Penulis adalah Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Padangsidimpuan.
Orientalis dan Bahasa Arab..................Sufrin Efendi Lubis
93
Pendahuluan Bahasa dan ilmu pengetahuan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan; keduanya saling membutuhkan dan melengkapi. Karena bahasa adalah kunci utama pengetahuan. Memegang kunci utama pengetahuan berarti memegang kunci perkembangan dunia. Sebab, jutaan ilmu pengetahuan dan peradaban tertuang dalam bahasa. Bahkan sejarah tidak akan terwarisi sampai ke masa kita sekarang jika tidak ada bahasa sebagai media dalam pengkodifikasian berbagai informasi, ilmu pengetahuan dan perkembangan. Bahasa adalah satu di antara kunci utama untuk membuka jalan menuju masa depan yang gilanggemilang. Di antara bahasa dunia yang berperan penting sebagai kunci pengetahuan adalah bahasa Arab. Tidak diragukan, mempelajari bahasa Arab berarti mempelajari ilmu untuk sesuatu yang besar. Karena sumber pengetahuan banyak menggunakan bahasa Arab. Di samping bahasa Arab merupakan salah satu bahasa internasional yang banyak diminati, digunakan dan dipelajari, terutama di daerah Timur Tengah, sebagian negara Afrika dan beberapa negara Islam lainnya. Pada Abad Pertengahan bahasa Arab juga merupakan alat utama budaya, terutama dalam sains, matematik adan filsafah, yang menyebabkan banyak bahasa Eropa turut mengadopsi banyak kosakata dari bahasa Arab. Bahasa Arab satu di antara bahasa yang paling banyak digunakam umat manusia, dan merupakan bahasa yang tersebar di belahan dunia; lebih dari empat ratus juga pengguna bahasa Arab khususnya di negara arab sendiri, di samping masih banyak negara selain negara arab lainnya juga mempelajari bahasa Arab. Dan faktanya, bahasa Arab ini juga satu dari tujuh bahasa yang paling banyak digunakan di media sosial seperti internet.2 Bahasa Arab termasuk bahasa dunia yang telah berumur ribuan tahun, namun tidak mengalami perubahan-perubahan yang berarti. Ketangguhan bahasa Arab dapat dibuktikan dengan kemampuanya menampung berbagai perkembangan modern tanpa harus terkikis oleh arus globalisasi modern. Selama
Lihat Ali Ahmad Madkur, Tadris Funun al-Lughoh al-Arabiyyah, (Beirut; Dar al Fikr al Arabi, 2000), dan Majallatu al-Istisyraq, Bagdad, jld. 2, 1987, hlm. 57. 2
Forum Paedagogik Vol. 07 No.02 Juli 2015
94
14 abad bahasa Arab telah mampu menjadi wadah keagungan kebudanyaan dan peradapan agama Islam.3 Sejatinya bahasa Arab menjadi syarat kesempurnaan pemahaman Islam seorang. Dan tidak terlalu berlebihan apabila sekelompok orang tertentu diwajibkan menguasai bahasa Arab. Hal ini menunjukkan bahwa umat Islam dituntut untuk bisa mengerti bahasa Arab dengan baik, karena bagaimanapun kita tidak mungkin bisa mengaplikasikan isi kandungan al-Qur'an dan Hadits itu secara sempurna, tanpa memahami bahasa Arab dengan baik. Hal ini seperti yang disebutkan Ibn Taimiyah bahwa: ‚Bahasa Arab merupakan Allah untuk menjadi bahasa kita terakhir yang Allah turunkan; bahasa Arab ini merupakan bahasa Alquran, hadits, dengan bahasa juga seorang muslim melakukan ibadahnya dan menerapkan hukumhukum dalam agama. Bahkan mempelajarinya adalah sebuah keajiban karena Alquran dan al Hadits menggunakan bahasa Arab, dan sesuatu yang tidak dapat tercapai tampanya menjadi wajib juga.‛ Di sisi lain banyak di antara pemuka gereja yang menulis buku-buku mereka dengan menggunakan bahasa Arab ini, seperti Musa Ibn Maimun dan Sa’id al Fayyumi tentang filsafat, Ishaq al Fasi tentang tafsir taurat, dan Al Lawy tentang syair-syair keagamaan.4 Demikian pula dengan kaum orientalis. Mempelajari bahasa Arab dianggap sebagai modal dasar untuk sampai kepada tujuan. Mereka menyadari bahwa khazanah Islam tidak akan pernah digali sebelum menguasai bahasa pengantarnya yaitu bahasa Arab. Terlepas dari orientasi masing-masing dari mereka, akan tetapi mereka meyakini semuanya harus dimulai dari bahasa Arab. Rageb al Sirjani mengatakan ketika diwawancarai oleh salah satu stasiun TV swasta Mesir ‚dari sinilah Eropa yang gelap pada zaman pertengahan itu mulai terang, dan lahirlah zaman pembaruan setelah mengambil dan memindahkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dari kaum muslimin kedunia barat. Seorang orentalis belumlah lengkap rasanya, apabila ia belum mampu dan mengerti bahasa Arab. Bagi mereka bahasa Arab sangatlah penting. Karena untuk membaca dan mengetahui karya cendikiawan muslim tidaklah cukup bila hanya melalui terjemahan. Inilah yang mendorong mereka untuk mempelajari bahasa Arab
3
Anwar al-Jundi, Muqoddimaat al`ulum wal manaahij. (Kairo: Darul Anshoor, t.th), hlm.
4
Muhammad Abdu al-Mun’im, Majallatu al-Manhal, (Bagdad: t.p, 1989), hlm. 199.
9-10
Orientalis dan Bahasa Arab..................Sufrin Efendi Lubis
95
dengan sungguh-sungguh, sehingga bahasa Arab cepat berkembang dikalangan barat sejak abad pertengahan sampai sekarang.‛ Orientalis 1. Pengertian Orientalis Orientalisme dalam bahasa Arab adalah االستشراقinfinitif dari kata استشرق yang artinya mengarah ke Timur. Adapun kata orientalisme itu sendiri secara etimologi berasal dari kata Orient, bahasa Prancis dan isme, bahasa Belanda atau ism dari bahasa Inggris. Orient artinya timur merupakan lawan kata dari occident artinya barat dan isme artinya faham atau aliran.5 Tidak diragukan lagi bahawa orientalisme berarti hal-hal yang berhubungan dengan masalah ketimuran atau dunia timur. Kata Orientalisme adalah kata yang dilabelkan kepada sebuah studi/penelitian yang dilakukan selain orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik dalam bidang bahasa, agama, sejarah, dan permasalahanpermasalahan sosio-kultural bangsa timur.6 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ismail Jakub bahwa oriental artinya bersifat timur, dan isme adalah kata sambung yang menunjukkan suatu paham, ajaran, cita-cita, cara, sistem, atau sikap. Maka orientalisme dapat diartikan ajaran atau paham yang bersifat timur.7 Sedangkan menurut Ahmad Hanafi orientalis adalah segolongan sarjana barat yang mendalami bahasa dunia timur dan kesusasteraannya, dan mereka yang menaruh perhatian besar terhadap agama-agama dunia timur, sejarahnya, adat istiadatnya, dan ilmu-ilmunya.8 Dari beberapa definisi di atas dapat diapahami bahwa orientalisme bermakna suatu faham atau aliran yang berkeinginan untuk menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan ketimuran, sedangkan kata orientalis lebih tepatnya digunakan terhadap seorang yang melakukan kajian tentang masalah-masalah ketimuran, mulai dari sastra, bahasa sejarah antropologi, sosiologi, psikologi
Mannan Buchari, Menyingkap Tabir Orientalisme, (Jakarta: Amzah, 2006), hlm. 7. Moh Zaqzuq, Orientalisme dan Kemunduran Berpikir Mengahadapi Pergulatan Peradaban, (Al Ummah: t.p, 1404 H), hlm. 18. 7 Ismail Jakub, Orientalisme dan Orientalisten, (Surabaya: Faizan, 1970), hlm. 11. 8 Mannan Buchari, Menyingkap Tabir Orientalisme, (Jakarta: Amzah, 2006), hlm. 9. 5 6
Forum Paedagogik Vol. 07 No.02 Juli 2015
96
sampai agama dengan menggunakan paradigma konklusi yang distortif tentang objek kajian yang dimaksud. Pada dasarnya aktivitas kajian bahasa dan sastra ketimuran khususnya Islam, telah terjadi jauh sebelumt munculnyaderakan orientasli, baik karena benci, penasaran/sangsi, tertarik dan ingin menghancurkan Islam dengan cara halus. Dari beberapa definisi di atas dapat diapahami bahwa orientalisme bermakna suatu faham atau aliran yang berkeinginan untuk menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan ketimuran, sedangkan kata orientalis lebih tepatnya digunakan terhadap seorang yang melakukan kajian tentang masalah-masalah ketimuran, mulai dari sastra, bahasa sejarah antropologi, sosiologi, psikologi sampai agama dengan menggunakan paradigma konklusi yang distortif tentang objek kajian yang dimaksud. Meskipun aktivitas kajian bahasa dan sastra ketimuran khususnya Islam, telah terjadi jauh sebelumnya, akan tetapi tradisi orientalisme atau gerakan pengkajian ketimuran (oriental studies) ini diberi nama orientalisme baru abad ke 18. Sehingga dapat dipastikan bahwa istilah orientalis muncul lebih awal daripada istilah orientalisme. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Huwaidy bahwa tradisi orientalis atau gerakan pengkajian ketimuran ini diberi nama orientalisme baru abad ke 18. Sedangkan menurut al Shaghiry lebih awal, yaitu sekitar awal abad ke 17.9 2. Sejarah Perkembangan Orientalis Meskipun para sejarawan tidak mengetahui secara pasti kapan mulai munculnya orientalis, tetapi bisa diperkirakan bahwa orientalis muncul pada saat umat muslim mencapai puncak kegemilangan prestasi peradabannya khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Tidak dipungkiri adanya beragam pendapat tentang kapan kemunculan gerakan orientalisme ini secara resmi, ada yang mengatakan karena pergesekan orang Islam dan Romawi dalam perang Mu’tah dan perang Tabuk karena pada saat itu orang Islam sedang bermusuhan secara politik. Sedangkan sebagian lainnya menulis bahwa orientalisme lahir sebagai akibat dari perang Salib atau ketika dimulainya pergesekan politik dan agama antara Islam dan Kristen di Palestina.
Ahmad Mahmud Huwtaydi, al Istisyraq al Many Tarikhuhu wa Taujihaatuhu al Mustaqbaliyah (Kairo: t.p, 2000), hlm. 91. Muhammad Husei Ali Shaghir, al Mustasyriqun wa al Dirasaatu al Quraniyatu (Bairut: t.p, 1999), Dar al Mu’arrikh al Arabi, hlm. 11. 9
Orientalis dan Bahasa Arab..................Sufrin Efendi Lubis
97
Menurut sebagian sejarawan yang lain, orientalisme lahir karena kebutuhan barat menolak Islam dan untuk mengetahui penyebab kekuatan umat Islam terutama setelah jatuhnya konstantinopel pada perang Salib di tahun 857 H (1453 M)10 Apabila ditinjau dari rentetan sejarah orientalisme terdapat tidak fase atau periode perkembangan dan perubahan; yaitu periode sebelum perang salib, periode pada perang salib sampai masa pencerahan di Eropa, dan periode masa pencerahan hingga sekarang.11 Pada tahun 1873 digelar muktamar orientalis pertama di Paris. Muktamar serupa terus diselenggarakan sebagai wadah pertemuan para oreintalis dan wadah pengkajian timur atau isu-isu terhangat mengenai dunia timur baik dari sisi perkembangan keagamaan maupun peradaban dunia timur.12 Keinginan orang Barat untuk memperdalam dan menggalih pengetahuan dari timur semakin hari semakin gencar. Di sisi lain karena ada beberapa daerah tertentu sebagai pusat peradaban bangsa timur memiliki kelebihan dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini dapat kita buktikan di beberapa Negara Islam yang pernah jaya dimata dunia internasional seperti Cordova, Mesir, Turkey dan Negara lainnya. Rageb al Sirjany mengatakan bahwa banyak orang-orang Barat yang belajar pada ulama dan cendekiawan muslim pada saat itu terutama di wilayah Kepulauan Laut Putih (Andalusia) dan Sicilia daerah Eropa yang menjadi wilayah kekuasaan umat muslim. Dan banyak diantara mereka adalah pendeta-pendeta agama Nashrani dan Yahudi. Pandangan Rageb al Sirjany ini tentunya lebih luas dan mencakup semua masa; baik sebelum perang salib atau pun sesudahnya terutama di masa kejayaan Islamdi abah pertengahan. Hal yang sama juga disebutkan oleh Rageb al Sirjani ketika diwawancarai oleh salah satu stasiun TV swasta Mesir bahwa perkembangan Islam yang begitu pesat pada waktu itu berpusat di Cordova berhasil mencuri perhatian kalangan barat, sehingga memotivasi mereka untuk mendalami perbagai keistimewaan Islam yang diawali dengan mempelajari bahasa pengantarnya yaitu bahasa Arab.
Qasim Assamurai, Bukti-bukti Kebohongan Orientalis, Penj: Syuhudi Ismail (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 26. 11 Lihat Engsiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), 55-58. 12 Abdu ar Rahman bin Hasan Habannakh al Maydani, Ajnihatul mukr ats tsalatsah, (Damasyqus: Dar al Qalam, 2000), hlm. 89-90. 10
98
Forum Paedagogik Vol. 07 No.02 Juli 2015
Hubungan dunia Barat dengan dunia Timur sebenarnya telah dimulai sejak masa kejayaan Islam karena pada waktu itu orang-orang barat berbondongbondong untuk belajar segala ilmu pengetahuan dan kebudayaan dunia Timur, khususnya Islam. Hal ini terjadi sekitar abad ke 10 Masehi.13 Dari beberapa literatur kajian keorelientalisan penulis menemukan setidaknya ada dua gelombang penyelidikan yang dilakukan kaum orientalis terhadap dunia Islam: a. Mendalami berbagai macam disiplin ilmu yang dimiliki oleh kaum muslimin. Baik ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu matematika, ilmu astronomi, dan ilmu lainnya dalam bahasa Arab yang merupakan bahasa ilmu pengetahuan dan kesusasteraan pada waktu itu untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Pelopornya ialah para pemuka agama Masehi dibantu dengan orangorang Yahudi.14 b. Mempelajari bahasa-bahasa dunia Timur terutama bahasa Arab beserta kesusasteraannya.15 Menariknya adalah proses penerjemahan ilmu-ilmu Islam ini mendapatkan dukungan besar dari penguasa-penguasa saat itu, sehingga perkembangan yang begitu pesat pun dirasakan bangsa eropa. Sebenarnya gerakan penerjemahan ini juga merupakan hasil penyelidikan kaum orientalis terhadap kemajuan keilmuan Islam. Karna gerakan penerjemahan seperti ini juga pernah dilakukan oleh khalifah Al-Ma’mun yang pernah menerjemahkan sebagian besar kitab-kitab karya orang Yunani ke dalam bahasa Arab. Berita penerjemahan tersebut mulai tersebar luas di kalangan raja-raja Eropa sehingga mereka turut andil dalam mendorong penerjemahan ini. Di sisi lain adalah tekat dan kemauan barat kala itu untuk mempelajari apa yang ada pada Islam dan kaum muslimin, sehingga mereka mengesampikan rasa malu dan minder selama dapat menjadi jembatan keberhasilan dan sekarang hal itu sudah terbukti. Dapat dipastikan bahwa semangat mereka ini merupakan hasil awal dari penelitian mereka tentang rahasia keberhasilan dan kejayaan Islam di pertengahan abad pertama. Terobosan Khalifah Ma’mun untuk menterjemahkan berbagai disiplin ilmu dari bangsa Yunani dan Romawi ini menjadi pelajaran penting bagi kaum orientalis. Bermula dari inilah semangat mereka untuk A. Hanafi, Orientalisme, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1981), hlm. 9. Ibid., hlm. 10. 15 Lihat A. Muin Umar, Orientalisme dan Studi Tentang Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 9. 13 14
Orientalis dan Bahasa Arab..................Sufrin Efendi Lubis
99
menterjemahkan keilmuan kaum muslimin semakin kuat yang diawali dengan mempelajari bahasa Arab. Bahasa Arab 1. Bahasa Arab dan Perkembangannya Perbincangan seputar bahasa Arab dan proses perkembangannya adalah termasuk hal yang rumit, banyaknya pendapat di kalangan sejarawan kerap kali menjadi jurang pemisah antara satu pendapat dengan pendapat lain sehingga tidak ada titik temu antara pendapat-pendapat khususnya sejarah perkembangan bahasa arab, asal dan siapa yang pertama kali yang menerapkannya. Satu hal yang pasti, juga tidak dapat dipungkiri kalangan sejarawan muslim dan barat sekalipun bahwa bahasa arab adalah bahasa yang agung dalam agama Islam. Keagunagan yang dimaksud bermuara pada fungsi dan kedudukan bahasa arab di dalam sumber ajaran Islam, yang mana Alquran sebagai sumber pertama agama menggunakan bahasa arab, begitu juga dengan sumber-sumber lainnya seperti al hadits dan buku-buku yang telah dikodifikasi ulama terdahulu. Bahasa Arab memiliki kedudukan tersendiri di kalangan ilmuan Arab, tidak hanya karena bahasa Alquran, juga karena bahasa arab merupakan bahasa persatuan dan keagamaan. Banyak ritual keagamaan yang tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan menggunakan bahasa Arab, sehingga bahasa arab ini tidak hanya bahasa orang yang berketurunan dan berbangsa arab, namun bahasa arab ini mencakup semua umat yang beragama Islam tampa melihat garis keturunan dan negara kelahiran. Pada mulanya perkembangan bahasa Arab ini tidak jauh berbeda dengan bahasa-bahasa lainnya. Di dalam pewarisannya tentunya memiliki perubahan-perubahan yang menuju kesempurnaan. Namun, ada banyak hal yang ternyata sulit dikomunikasikan dengan dua cara tersebut, dan membutuhkan cara yang ketiga, yaitu bahasa tulis kemudian mengalami perkembangan pada fase berikutnya. Pada fase-fase selanjutnya, mulailah ditemukan berbagai macam inovasi; seperti penciptaan tanda huruf, pembuatan syakal (baris), pembeda huruf yang sama bentuk dengan garis, pemberian tanda titik sehingga sampai kepada titik kesempurnaan. Hal yang serupa juga disebutkan oleh Jurja Zaidan16 bahwa bahasa tulis tidak serta merta tersusun dari huruf-huruf seperti saat ini. Bahasa tulis Jurja Zaidan, Al-Falsafah Al-Lughawiyah Wa Al-Fadh Al-Arabiyah, (Kairo: Dar Al Hilal: ttp), hlm. 162. 16
100
Forum Paedagogik Vol. 07 No.02 Juli 2015
terlebih dahulu melalui beberapa fase perkembangan dan penyempurnaan untuk dapat menjadi seperti sekarang. Sejarah juga telah mencatat bahwa tulisan Alquran sendiri mengalami perubahan dan perkembangan yang cukup signifikan mulai dari awal pengkodifikasiannya hingga tersusunnya Alquran dengan bentuk sekarang ini. Khalil bin Ahmad al Farahidi mengatakan bahwa pembukuan Alquran juga melalui tahapan-tahapan penyempurnaan, mulai dari pemberian nuqthah, syakl, tanda baca hingga sampai tajwid juga merupakan proses yang tidak terlepaskan dari perkembangan bahasa Arab.17 Di sisi lain secara historis bahasa arab telah melalui periodesasi perkembangannya dari bahasa lokal menjadi bahasa internasional, dari bahasa komunikasi menjadi bahasa ilmu pengetahuan, tentu perkembangan bahasa Arab menjadi seperti sekarang ini tidak lah mulus, ia telah melalui berbagai pasang surut dari bahasa Arab Fusha berkembang menjadi bahasa komunikasi antar bangsa, politik, ilmu pengetatahuan dan agama. Sebagai yang dijelaskan dalam periodeisasi perkembangan bahsa Arab sebagai berikut:18 a. Periode Jahiliyah: Priode ini muncul nilai-nilai satandarisasi pembentukan bahasa Arab Fusha, dengan adanya kegiatan penting yang telah menjadi tradisi masyarakat Makkah. Kegiatan tersebut berupa festival syair-syair Arab yang di adakan di pasar Ukaz, Majanah, Zul Majah. Yang akhirnya mendorong tersiarnya dan meluasnya bahasa Arab. Dari tradisi ini akhirnya terbentuklah standarisasi bahasa Arab Fusha dan kesusasteraan. b. Periode Permulaan Islam: Turun al-Qur’an membawa kosa kata baru dengan jumlah yang sangat luar biasa banyaknya, menjadikan bahasa Arab sebagai suatu bahasa yang telah sempurna baik dalam kosa kata, makna, gramatikal dan ilmu-ilmu lainnya. c. Periode Bani Umayah: Dilanjutkan pada periode ini telah terjadi percampuran orang-orang Arab dengan penduduk asli, akibat perluasan kekuasaan islam. Adanya upaya orang Arab untuk menyebarkan bahasa Arab ke wilayah melalui akspansi yang beradab. Melakukan arabisasi dalam berbagai kehidupan, sehingga penduduk asli mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa Agama dan bahasa pergaulan dalam intraksi bermasyarakat. Jalalu al Din Abdu ar Rahman Al Suyuthy, al Itqan fi Ulum al Quran, (Bairut: Dar al Kutub al Ilmah, 2007), hlm. 219. 18 Zulfan Syuhansyah, Sejarah Perkembangan Bahasa Arab, (Online), http://djohar 1962. blogspot. com/2009/04/sejarah-perkembangan- bahasa-arab.html, di akses, 14 April 2015 17
Orientalis dan Bahasa Arab..................Sufrin Efendi Lubis
101
d. Periode Bani Abasiyah: Para penguasa daulah Abasiyah berkeyakinan bahwa kejayaan dan stabilitas pemerintahannya akan dapat bertahan, jika tetap bersandar kepada kemajuan agama Islam dan bahasa arab. Kemajuan agama Islam dipertahankan dengan cara melaksanakan kegiatan pembedahan alQur’an terhadap cabang-cabang disiplin ilmu pengetahuan agama dan lainnya. Bahasa Arab Badwi yang bersifat alamiah ini tetap dipertahankan dan dipandang sebagai bahasa yang bermutu tinggi dan murni yang harus dikuasai oleh putra putrid bani Abasiayah. Pada abad ke empat Hijrah bahasa Arab Fusha sudah menjadi bahasa tulisan untuk keperluan administrasi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan bahasa Arab mulai dipelajari melalui buku-buku sehingga bahasa Arab Fusha berkembang dan meluas keseluruh negeri kekuasaan daulah Abasiayah. e. Periode Stagnan: sesudah abad ke 5 H, bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa politik, administrasi pemerintahan, tetapi hanya diposisikan sebagai bahasa Agama. Kondisi ini terjadi disebabkan terpecahnya kekuatan Arab dalam sektor kekuasaan pemerintahan dan politik. Muncul kekuatan penguasa non Arab, seperti Bani Saljuk yang mendeklerasikan bahasa Persia sebagai bahasa resmi Negara Islam bagian Timur. Sementara Turki Usmani yang menguasasi dunia Arab bagian Barat mendeklerasikan bahasa Turki sebagai bahasa administrasi pemerintahan. Sejak saat itu sampai abad ke 7 H bahasa Arab semakin terdesak penggunaannya terutama dalam administrasi pemerintahan dan politik. f. Periode Kebangkitan kembali: Bahasa Arab bangkit kembali yang dilandasi upaya-upaya pengembangan dari kaum intelektual Mesir, yang mendapat pengaruh dari intelektual Eropa yang datang bersama dengan penyerbuan Napoleon ke Mesir. 2. Bahasa Arab sebagai Bahasa Internasional Pada mulanya bahasa arab hanya bahasa orang-orang tertentu, di tempat tertentu dan oleh kalangan tertentu hingga sampai diturunkannya Alquran sebagai dustur atau pedoman awal dalam agama Islam. Prose perluasan agama Islam mulai dari dunia timur, barat hingga asia memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan bahasa Arab. Sehingga bahasa Arab ini diminati dan dipelajari oleh banyak kalangan diberbagai tempat kehidupan. Di sisi lain masa kejayaan Islam juga menarik sorotan dari perbagai belahan dunia barat untuk mempelajari dan menggali kekayaan khazanah Islam yang tidak tercapai tampa
102
Forum Paedagogik Vol. 07 No.02 Juli 2015
mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa utama dan bahasa persatuan dalam agama Islam itu sendiri. Fakta yang ditemukan di lapangan, masyarakat yang bukan bangsa Arab pun tidak asing lagi dengan bahasa Arab, justru banyak di antara mereka ada yang tekun mempelajari dan tidak sedikit yang menjadi ahli. Di Indonesia misalnya, mempelajari bahasa Arab itu bukan hal yang asing; tidak hanya pada pesantrenperantren dan sekolah madrasah akan tetapi Sekolah Menengah Atas (SMA) pun ikut serta mempelajarinya meskipun tidak seperti di madrasah keislaman. Dan menariknya, sejak beberapa tahun terakhir ini, persyarata untuk terdaftar sebagai mahasiswa pascasarjana harus memiliki sertifikat lulus dua bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan bahasa Arab. Masih banyak lagi bukti yang menjelaskan ke-internasionalan bahasa Arab dan perkembangannya yang tidak kalah bila dibandingkan dengan bahasa dunia lainnya. Penyebarluasan bahasa Arab ini banyak dipengaruhi oleh kedudukan bahasa Arab di dalam agama Islam dan sumber ajaran agama itu sendiri. Dan ini merupakan pembeda antara bahasa Arab dengan bahasa dunia lainnya, yang menyebar luar karena keistimewaannya bukan karena bekas negara jajahannya. Keinternasionalan bahasa Arab ini juga dapat kita temukan banyaknya bahasa asing yang menyerap bahasa Arab jauh-jauh hari sebelum bahasa Inggris dijadikan sebagai kiblat bahasa international. Bahkan faktanya ditemukan bahwa bahasa Inggris saja menyerap beberapa istilah bahasa Arab. Kata ( كحولkuhul: al kohol) yang diserap ke dalam bahasa Inggris (alcohol), kata ( مسكينmiskiin: orang miskin) yang diserap ke dalam bahasa Prancis (mesquin), ( البرصal Barsh: Jenis Penyeakit) diserap ke bahasa Spanyol (albarazo), dan ( البدنal badan: Badan) diserap ke dalam bahasa Indonesia Badan dan lain sebagainya. Orientalis dan Bahasa Arab Istilah Orientalis seperti yang disebutkan pada alinea sebelumnya mempunyai pengertian yang sangat luas, karena langsung berkaitan dengan halhal yang menyangkut bangsa-bangsa di dunia timur beserta lingkungannya, sehingga meliputi seluruh bidang kehidupan dan sejarah bangsa-bangsa di dunia timur. Sehingga hemat penulis, hakikat orientalis itu tidak hanya penyelidikan dari bangsa Eropa terhadap dunia Timur, akan tetapi setiap orang yang memiliki tujuan untuk menggali kekayaan dunia Timur baik keilmuan, budaya atau sejarahnya
Orientalis dan Bahasa Arab..................Sufrin Efendi Lubis
103
meskipun dari luar eropa, seperti Cina, Jepang atau Negara lain yang di luar Timur. Dan kegiatan penyelidikan tersebut secara garis besar dilakukan pada berbagai bidang, yaitu bidang kepurbakalaan (archeology), sejarah (history), kesusasteraan (literatures), keturunan (ethnology), adat istiadat (customs), kekuasaan (politik), kehidupan (ekonomi), lingkungan (flora dan fauna) bahasa (linguistics), agama (religion), dan lain-lainnya. Maka dapat dibayangkan betapa luas ruang lingkup yang diliput oleh orientalis itu, yang betul-betul memerlukan ketekunan dan keahlian. Di antara factor terpenting yang menyebabkan kaum orientalis berupaya untuk mempelajari dunia ketimuran adalah factor agama (regilion). Hal ini seperti yang disampaikan oleh Hassan as-Syiba’i19 bahwa agama merupakan factor pertama dan yang paling utama, karena menurutnya pihak pendetalah yang mempropaganda secara meluas mengenai perlunya mengkaji dunia Timur terutama untuk misi agama kristen (missionaris). Di samping factor agama, bahasa juga memiliki peran yang sentral terhadap semua misi orientalis, karena semua bidang tidak dapat disentuh secara utuh dan maksimal tampa menguasai bahasa pengantar dasar dalam dunia timur yaitu bahasa Arab; baik sejarah, budaya, kehidupan khususnya agama. Tujuan Orientalis Mempelajari Bahasa Arab Sejarah telah mencatat betapa besarnya upaya kaum orientalisme di dalam mempelajari dunia ketimuran terutama bidang agama. Tekad ini jugalah yang menjadikan mereka begitu giat untuk mempelajari segala hal yang berhubungan dengan tujuan awal, bahkan akan menempu berbagai macam rintangan untuk menuju segala hal yang berhubungan dengan ketimuran. Hal ini seperti yang disebutkan oleh as-Syiba’i bahwa Akan tetapi, karena penuangan ajaran agama timur/Islam berbadasarkan kitab suci yaitu Alquran yang berbahasa Arab; sehingga dengan sendirinya kaum orientalisme harus mempelajari bahasa Arab sebagai modal utama untuk mencapai tujuan/mempelajari dunia ketimuran.20
Musthafa Hassan as-Syiba’i, Membongkar Kepalsuan Orientalis, penj: Ibnu Bardah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 21-27. 20 Ibid. 19
104
Forum Paedagogik Vol. 07 No.02 Juli 2015
Pada awalnya tidak semua kaum orientalis yang mempelajari bahasa Arab secara langsung dan dicukupkan oleh beberapa orang yang tekun saja, manuskrip-manuskrip ketimuran yang berbicara berbagai hal seperti agama, budaya dan lain sebagainya diterjemah ke dalam bahasa mereka. Sehingga mereka mampu mempelajari dan menggali apa yang terdapat dan tertuang pada buku tersebut tampa menguasai bahasa arab. Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan pengetahuan mereka, terjemahan ini tidak dapat mewakili ulasan seutuhnya yang ada di dalam teks aslin yang berbahasa arab. Bertolak dari titik inilah kaum orientalis menilia bahwa bahasa arab dan mempelajarinya merupakan modal dan kunci utama untuk mencapai tujuan yang seutuhnya. Dengan demikian, pada mulanya tujuan kaum orientalis mempelajari bahasa Arab tidak lebih dari sekedar sarana menuju tujuan, akan tetapi menjadi bagian terpenting dalam misi mereka sehingga mendapatkan informasi yang seutuhnya dan seakurat mungkin. Adapun yang melarat belakangi untuk mempelajari ini berbeda-beda, namun kesemuanya sepakat agar dapat mengantar untuk mempelajari dunia ketimuran di bidang-bidang tertentu setidaknya ada empat orientasi belajar bahasa Arab di modern ini. Pertama, orientasi religius, yaitu belajar bahsa Arab untuk tujuan memahami dan memahamkan ajaran Islam. Orientasi ini dapat berupa belajar keterampilan presentatif. Kedua, orientasi akademik ilmiah, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami ilmu dan keterampilan bahasa. Ketiga, orientasi profesional yaitu belajar bahasa Arab untuk keterampilan profesi, praktis atau pragmatis. Dan keempat, orientasi ideologis dan ekonomis, yaitu belajar bahasa Arab untuk memahami dan menggunakan bahasa Arab sebagai media untuk kepentingan orientalisme atau hegemoni sosial, politik, dan ekonomi.21 Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahasa Arab merupakan kunci utama untuk mengetahui pengetahuan dan kebudayaan Islam. Tanpa bahasa Arab ilmu pengetahuan dan literatur Arab sulit untuk dipahami. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Imam Ibnu Taimiyah: Bahasa Arab merupakan Allah untuk menjadi bahasa kita terakhir yang Allah turunkan; bahasa Arab ini merupakan bahasa Alquran, hadits, dengan bahasa juga seorang muslim melakukan ibadahnya dan menerapkan hukum-hukum dalam agama. Bahkan mempelajarinya adalah sebuah keajiban karena Alquran dan al Hadits 21
http://mustaqilli.com/mengapa-wajib-belajar-bahasa-arab/ diakses hari/tanggal: Kamis, 21 Mei 2015 Pukul 08.38
Orientalis dan Bahasa Arab..................Sufrin Efendi Lubis
105
menggunakan bahasa Arab, dan sesuatu yang tidak dapat tercapai tampanya menjadi juga menjadi wajib.22 Seperti yang disebutkan oleh ulama ushul: 23
ما ال يتم الواجب إال به فهو واجب
Sehingga mempelajari bahasa Arab menjadi sebuah keharusan bagi umat Islam, dan inilah yang mendorong kaum orientalis untuk lebih giat di dalam mempelajari bahasa Arab. Karena mereka menyadari bahwa tampa memahami bahasa Arab tujuan mereka untuk mendalami pengetahuan tentang dunia timur akan sia-sia dan tidak bida maksimal. Sehingga sebelum mempelajari apa yang terdapat di dalam dunia timur, terlebih dahulu mempelajari basa Arab sebagai modal utama di dalam pencapaian misi mereka. Dampak Positif dan Negatif Orientalis Terhadap Bahasa Arab Peranan kaum orientalisme dalam mempelajari bahasa Arab sedikit banyaknya menimbulkan berbagai dampak terhadap bahasa Arab itu sendiri, karena lazimnya sebuah keputusan pasti memiliki konsekwensi dan disetiap tindakan akan mengyisakan akibat. Di antara sekian banyak dampak dari peranan orientalisme ini dapat diklasifikasikan kepada dampak positif dan dampak negatif. 1. Dampak Positif Keseriusan orientalis di dalam mempelajari bahasa Arab setidaknya memberikan distribusi positif terhadap bahasa Arab, sehingga banyak penutur bukan Arab tidak merasa asing dengan bahasa tersebut, bahkan banyak di antara mereka yang memiliki kecakan dan penguasaan yang mendalam. Manariknya tidak sedikit dari kaum missonaris/orientalis di dalam pelaksanaan misinya malah mendapat hidayah dan masuk Islam. Di Universitas ‘Ain Syams Mesir misalnya, jurusan sastra arab banyak diminati mahasiswa dari berbagai Negara non muslim, seperti Jepang, Korea, Cina, dan tidak sedikit dari Negara Eropa. Poin yang tidak kalah pentingnya adalah peranan orientalis di dalam menyusun pensistematisan metode dan pembelajaran bahasa Arab untuk penutur yang bukan Arab. Banyak sudah inovasi pembelajan bahasa Arab yang ditemukan
Ibn Taimiyah, Majmu’ Fatawa, (Bairut: Damasyqus. t.th), hlm. 15. Jalalu al Din Abdu ar Rahman al Suyuthy, al Asyabaahu wa an Nazhaairu, (Dar al Kutub al Ilmiah: 1983), hlm. 125. 22 23
106
Forum Paedagogik Vol. 07 No.02 Juli 2015
kaum orientalis dan motedo ini banyak diterapkan di berbagai Negara muslim yang bukan penutur asli bahasa Arab. Markaz An Nil di Mesir adalah salah satu pusat pembelejaran bahasa Arab yang mengadopsi sistem pembelajaran efektif beberapa pusat bahasa Inggris dan disesuaikan dengan kebutuahan penutur yang bukan asli, hal yang sama juga dilakukan Markaz Lisanul Arab dan beberapa lembaga bahasa Arab di Timur Tengah dan negara lainnya. Dengan demikian dapat dipastikan kontribusi orientalis terhadap perkembangan dan penyebaranluasan bahasa Arab tidak sedikit, dan tidak semua orientalis menyebarkan syubhat terhadap ajaran Islam, bahkan tidak sedikit dari mereka yang mempelajari dunia ketimuran didorong niat baik dan ketulusan dalam mendalami keunikan agam Islam. Ibnu Khalli Khan dan Carl Brokchelman adalah dua di natara orientalis yang memiliki niat baik dari penyelidikan mereka terhadap kekayaan dunia Timur, Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh salah satu guru besar manuskrip Mesir (Institut Liga Arab Mesir) oleh Prof. Isham Syanthy ketika penulis tanya sejauh apa peranan kaoum orientalis terhadap bahasa Arab dan manuskrip Arab Islam ‚tidak dipungkiri dalam beberapa hal koum orientalis adalah guru kita, khususnya pada pensistematisan penulisan; fungtuasi dan tanda baca Arab banyak berkembang karena kontribusi orientalis.‛ 2. Dampak Negatif Upaya orientalis di dalam mempelajari bahasa Arab dan dunia ketimuran tidak dapat dipungkiri meninggalkan berbagai dampak negatif terhadap bahasa Arab itu sendiri. Hal ini karena kebanyak penyelidik ketimuran dari kalangan orientalis didominasi sisi miring dan tujuan buruk, seperti pendangkalan pemahana agama, pemerpecah kesatuan dan lain sebagainya. Bahasa Arab memiliki kemunduran di kalangan orang Arab. Tidak sedikit orang Arab yang tidak memahami bahasa fushah (baku) dan lebih memilih bahasa ‘ammiyah (pasaran) yang tentunya jauh berbeda dengan bahasa asli arab. Di sisi lain, terdapat bahasa ‘ammiyah (sehari-hari) yang berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Ironisnya bahasa Arab malah lebih digemari dan diminati orang yang bukan penutur asli. Percampuran antara berbagai wawasan kebahasaan ini menjadikan bahasa Arab berubah dari habitat aslinya, adopsitas dari bahasa asing khususnya di bidang sainstik dan kepopuleran kalah dibandingan dengan bahasa internasional lainnya. Apabila diawal kejayaan Islam banyak bahasa dunia mengadopsi bahasa
Orientalis dan Bahasa Arab..................Sufrin Efendi Lubis
107
Arab, namun sekarang bahasa Arab lah yang mengadopsi berbagai istilah dari bahasa asing, baik bahasa inggris, prancis dan bahasa eropa lainnya. Tidak hanya sampai di sini, pengorietalisan juga sampai pada hembusan miring terhadap popularitas dan kegunaan bahasa Arab . Sehingga keinginan para generasi muslim untuk mempelajari bahasa Arab sangat minim, justru mereka lebih gemar dan giat mempelajari selain bahasa Arab seperti Inggris, Jerman, Jepang dan bahasa yang internasional lainnya. Kesimpulan Hubungan dunia Barat dengan dunia Timur sebenarnya telah dimulai sejak masa kejayaan Islam karena pada waktu itu orang-orang barat berbondongbondong untuk belajar segala ilmu pengetahuan dan kebudayaan dunia Timur, khususnya Islam. Hal ini terjadi sekitar abad ke 10 Masehi. Adapun pada tahapan selanjutnya hingga sekarang kaum orientalis tidak hanya berkeinginan untuk menguasai keilmuan dunia timur, akan tetapi mereka mengehembuskan berbagai syubhat keagamaan dan propaganda perpolitikan dan ekonomi, bahkan mereka berambisi untuk menguasai dunia timur dari seluruh sisi. Dari beberpa literatur kajian keorelientalisan penulis menemukan setidaknya ada dua gelombang penyelidikan yang dilakukan kaum orientalis terhadap dunia Islam: 1. Mendalami berbagai macam disiplin ilmu yang dimiliki oleh kaum muslimin. Baik ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu matematika, ilmu astronomi, dan ilmu lainnya dalam bahasa Arab yang merupakan bahasa ilmu pengetahuan dan kesusasteraan pada waktu itu untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Pelopornya ialah para pemuka agama Masehi dibantu dengan orangorang Yahudi. 2. Mempelajari bahasa-bahasa dunia Timur terutama bahasa Arab beserta kesusasteraannya. Menariknya adalah proses penerjemahan ilmu-ilmu Islam ini mendapatkan dukungan besar dari penguasa-penguasa saat itu, sehingga perkembangan yang begitu pesat pun dirasakan bangsa eropa. Sebenarnya gerakan penerjemahan ini juga merupakan hasil penyelidikan kaum orientalis terhadap kemajuan keilmuan Islam. Karna gerakan penerjemahan seperti ini juga pernah dilakukan oleh khalifah Al-Ma’mun yang pernah menerjemahkan sebagian besar kitab-kitab karya orang Yunani ke dalam bahasa Arab. Berita penerjemahan
108
Forum Paedagogik Vol. 07 No.02 Juli 2015
tersebut mulai tersebar luas di kalangan raja-raja Eropa sehingga mereka turut andil dalam mendorong penerjemahan ini.
Referensi Al Maydani, Abdu ar Rahman bin Hasan Habannakh, Ajnihatu al Mukr ats Tsalatsah, Damasyqus: Dar al Qalam, 2000. Al Suyuthy, Jalalu al Din Abdu ar Rahman. al Itqan fi Ulum Alquran, Bairut: Dar al Kutub al Ilmah, 2007. Al-Jundi, Anwar. Muqoddimaat al`ulum wal manaahij. Kairo: Darul Anshoor, t.th. Al-Mun’im, Muhammad Abdu, Majallatu al-Manhal, Bagdad: Bairut, 1989. Assamurai, Qasim, Bukti-bukti kebohongan Orientalis, Penj: Syuhudi Ismail, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. As-Syiba’i, Musthafa Hassan, Membongkar Kepalsuan Orientalis, penj: Ibnu Bardah, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997. Buchari, Mannan, Menyingkap Tabir Orientalisme Jakarta: Amzah, 2006. Engsiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. Hanafi, A. Orientalisme, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1981. Huwtydi, Ahmad Mahmud. al Istisyraq al Many Tarikhuhu wa Taujihaatuhu al Mustaqbaliyah, Kairo: t.tp, 2000. Jakub,Ismail, Orientalisme dan Orientalisten Surabaya: Faizan, 1970. Madkur, Ali Ahmad, Tadris Funun al-Lughoh al-Arabiyyah, Bairut: Dar al-Fikr alArabi, 2000. Shaghir, Muhammad Husei Ali, al Mustasyriqun wa al Dirasaatu Alquraniyatu Bairut: Dar al Mu’arrikh al Arabi, 1999. Syuhansyah, Zulfan, Sejarah Perkembangan Bahasa Arab, (Online), http://djohar 1962. blogspot. com/2009/04/sejarah-perkembangan- bahasa-arab.html. Umar, A. Muin, Orientalisme dan Studi Tentang Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. Zaidan, Jurja. Al-Falsafah Al-Lughawiyah Wa Al-Fadh Al-Arabiyah, Kairo: Dar Al Hilal, t.th. Zaqzuq, Moh, Orientalisme Dan Kemunduran Berpikir Mengahadapi Pergulatan Peradaban. Cairo: Al Ummah, 1404 H.