KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN ORANG MELAYU RIAU DISUSUN OLEH ZULKIFLI LUBIS, S.Pd.,MPd. GURU BAHASA INDONESIA SMAN 1 PEKANBARU
Alas Kata
Sebelum menguraikan fenomena yang terjadi di daerah Riau ini terlebih dahulu,
penggagas secara mata batin, yaitu “ Kalau ilmu belum setampuk jagung, kalau
akal belum selilit tunjuk, kok berjalan belum melampaui bendul rumah, kok makan belum habis sepiring, kok berguru dapat dihitung dengan jari”. Dengan kata lain, kalau ilmu pengetahuan dan pemahaman sebelum seberapa tetapi
sebagai manusia yang berpikir dan berperasaan yang dianugerahkan oleh Allah SWT maka sepatutnyalah menyampaikan pandangan yang baik. Sebab apapun yang
diciptakan Allah SWT semua mempunyai makna dalam kehidupan khususnya bagi
pemimpin. “ Kok yang buta penghembus lesung, kok yang lumpuh penghalau ayam, kok pekak pembunyi bedil”. Fungsi kita di dunia ini, hanyalah sebagai
menyampaikan yang benar. Soal dilaksanakan atau tidak bagi orang yang sudah
mengetahui, itu urusan pribadi. Oleh sebab itu, penggagas meminta maaf kepada manusia baik kaum yang tua maupun kepada kaum yang muda dan meminta ampun kepada Allah SWT.
Dilihat dari nilai kepemimpinan Melayu dalam rangka meningkatkan budaya
Melayu Riau ada yang perlu diubah, ada yang tak perlu diubah. Penggagas mengajak
kita untuk merenung kembali tentang nilai kepemimpinan. Sebab ada pekerjaan rumah, yaitu apa yang disebut pemimpin? dan untuk apa pemimpin? serta bagaimana cara
memimpin?. Karena nabi Muhammad SAW dalam memimpin bukan mempengaruhi 1
orang lain untuk mencapai tujuan tertentu tetapi orang lain yang terpengaruh oleh tunjuk ajar-Nya. Dengan kata lain, nabi Muhammad SAW lebih menampakan akhlak-
Nya bukan style-Nya atau gaya-Nya. Sebab merenung sesaat sebanding dengan sholat 70 tahun. Maksudnya, mengingat atau zikir kepada Allah SWT sesaat lebih bermakna
kalau sholat tidak khusuk tetapi merenung sesat itu bukan meninggalkan sholat. Sholat
itu tiang agama Islam. Allah SWT menilai amalan seseorang bukan dilihat dari bentuk orang tetapi keikhlasan seseorang dalam mendirikan sholat. Zaman sekarang, ujian atau musibah beruntun datangnya karena kalau mau berkiblat kepada Allah SWT adalah sholatnya tidak khusuk. Sebab fungsi sholat adalah mencegah kemungkaran dan
maksiat. Kemungkaran itu adalah melanggar aturan-aturan atau janji Allah SWT dan maksiat adalah orang sekarang pada umumnya atau kecenderungan ingin membuka
auratnya. Berjanji dengan Allah SWT tidak dapat ditawar-tawar seperti barang di pasar. Resikonya buka hanya di dunia saja diterima tetapi ada lagi resikonya di akhirat nanti.
Masalah kepemimpinan, terpulang kepada kita semua jawabannya. Sebab tunjuk
ajar leluhur kita yaitu, “ Raja yang alim disembah dan raja yang zholim disanggah”. Maksudnya, kalau raja yang bekerja berdasarkan ilmu agama Islam oleh
orang Melayu paling dihormati, dihargai, ditaati, dipatuhi. Sebaliknya, bagi pemimpin yang tidak menyimak dan tidak melaksanakan amanah dari Allah SWT menjadi caci maki oleh orang Melayu Riau.
Kebanyakan pemimpin jatuh dari kursinya kekuasaan itu bukanlah disebabkan
oleh uang yang tidak ada. Kalau uang tidak ada masih dapat meminjam dan kalau beras untuk makan tida ada masih dapat meminta kepada orang (bangsa) tetapi 2
kalaulah unsur kepercayaan sudah hilang, lambat laun atau cepat atau lambat
pemimpin itu pasti tidak berguna oleh rakyatnya untuk masa yang akan datang. Karena Allah SWT yang Mahatahu tentang alam yang nyata dan alam yang
ghaib. Oleh sebab itulah, kita jangan terlalu latah terhadap ucapan karena dalil sudah dikodimkan oleh Allah SWT maka kita dalam ucapan haruslah melibatkan nama-Nya agar kita dalam kehidupan di dunia ini tidak terjadi kegelisahan dan ketakutan. Betapa
banyak orang yang galau menghadapi kehidupan ini. Hidup ini, jangan takut menghadapinya. “Kalau takut digelombang jangan berumah di tepi pantai”. Menurut kajian ilmu filsafat, jangan gelombang itu yang dikritik tetapi cara kita membuat rumah di tepi pantai tersebut. Contoh, supaya tahan gelombang kita aduk
semen dengan pasir satu banding satu ( 1:1 ) supaya tahan jangan ( 10:1). Gelombang
buatan Allah SWT dan rumah itu hasil karya budaya kita. Jadi, ada hak Allah dan ada hak kita. Tidak selalu diserahkan semata-mata kepada takdir. Karena sudah Aku (Allah) tiupkan sebagian Ruhku ke dalam hatimu maka pergunakan dengan dengan baik. Karakteristik Pemimpin Menurut Pandangan Orang Melayu Riau
Karakteristik pemimpin saat ini ada 3 macam golongan, yaitu (1) Pemimpin
sebagai penerus (2) Pemimpin sebagai terus-menerus, dan (3) Pemimpin tunggu terus. Artinya, pemimpin yang dinantikan rakyatnya adalah pemimpin sebagai
penerus, maksudnya adanya regenerasi pemimpin. Sebab pola pemimpin yang tidak mau perubahan berarti tidak ada kemajuan. Untuk memilih pemimpin janganlah dilihat
orangnya atau penampilannya tetapi lihatlah konsepnya. Dengan kata lain, janganlah dilihat manqolanya tetapi lihatlah makalahnya. 3
Pemimpin sebagai terus-menerus merupakan pemimpin yang tak mau mundur
atau mengalah, kalau perlu sudah berpisah nyawa dengan tubuh barulah mencari
penggantinya. Padahal, rakyatlah yang sebenarnya yang berkuasa bukan pemimpin
karena pemimpin hanyalah mengkoordinir apa diperbuat oleh rakyat. Dulu, mencari dukungan suara dengan rakyat sekarang rakyat di dalam proses ditinggalkan. Hasilnya,
rakyat tetap tidak menguntungkan. Jangan hanya tinggal slogan, “ Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat “,
Menjadi pemimpin belum tentu menjamin berpendidikan tinggi tetapi pandai
member nasihat, pendapat untuk mengatasi masalah sehingga berhikmah bagi masyarakatnya. UU. Hamidy dan Muktar Ahmad (1986), “ Walau banyak orang
sukses sebagai intlektual setelah menjadi sarjana, tetapi sedikit sekali sarjana setelah jadi orang. Kenyataan, tujuannya hanya sekadar untuk
kekuasaan dan kekayaan materi saja”. Dengan kata lain, “ Berapa banyak orang sarjana tetapi belum tentu menjadi orang”. Maka orang tua-tua
mengatakan, “ Hati-hati sekolah Nak ! supaya menjadi orang “. Artinya, kalau tamat sekolah dapat berguna bagi masyarakat.
Pemimpin tunggu terus adalah pemimpin yang bernafsu untuk menduduki kursi
yang diidolakannya. Sehingga dia berusaha memperoleh dukungan dari berbagai pihak
serta sanggup terjun ke pelosok-pelosok kampung dalam rangka memenangkan
kekuasannya tersebut. Inilah yang paling berbahaya dalam mengelola bangsa ini. Sebenarnya, secara praktis biarlah rakyat yang menetapkan keinginannya janganlah
4
digiring atau dipandu oleh pendukungnya. Akibatnya, kurang baik terhadap pemimpin itu.
Satu sisi, rakyat masih dalam suasana miskin, tugas pemimpin untuk mengurangi
orang miskin itu bukan mengentaskan kemiskinan, ini tidak menyelesaikan masalah karena sifat orang miskin tidak akan hilang di muka bumi ini. Contohnya, di kota Pekanbaru masih banyak orang hidupnya meminta-minta di jalan-jalan raya baik yang dianggap layak hidupnya pun seolah-olah meminta juga kepada rakyat. Para pemuka masyarakat di kampung pun sudah mulai pudar nilainya dipandang oleh masyarakatnya
karena tanah ulayat di jual kepada pemimpin zholim. Pemimpin zholim mendekati orang yang berpengaruh di kampung itu seperti kepala dusun, ninik mamak, orang bagak, dan ulama yang zholim pula.
Padahal, pancang orang Melayu Riau dalam bersikap dan bertindak berdasarkan,
“Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah. Apapun aktivitas orang Melayu haruslah membasahi bibirnya dengan menyebut nama Allah SWT. Kalau
paham makna membaca bismillah dijamin tidak akan hilang barang, tanah, kayu, air, angin, api, minyak, rotan, dan seluruh hasil bumi yang diciptakan Allah SWT
untuk kebahagian dan kesejahteraan manusia. Kalau terjadi kehilangan sesuatu berarti tidak pernah melibatkan Allah SWT dalam segala kegiatan.
Maju atau tidak maju pembangunan di Riau ini, bergantung kepada niat baik
pemimpin. Kata kuncinya adalah masalah nilai kepemimpinan seseorang. Orang tua
kita, Bapak Tenas Effendy mengatakan, “ Bila pemimpin tahu diri ummat binasa rusaklah negeri. Ungkapan ini maksudnya apabila pemimpin tida tahu diri, tidak tahu 5
hak kewajibannya, tidak tahu tanggung jawabnya dan beban yang dipikulnya, tidak
memiliki kemampuan untuk memimpin atau berbuat sewenang-wenang maka binasalah rakyat dan rusaklah negerinya.
Betapa besar pengaruh dan peranan pemimpin dalam menentukan nasib bangsa
dan negara. Oleh karena itu, orang Melayu amatlah berhati-hati, hemat dan cermat dalam memilih dan menilai seseorang untuk dijadikan pemimpin orang Melayu memegang amanah nabi Muhammad SAW, yaitu menjadi pemimpin tidak boleh menonjolkan diri, biarlah rakyat yang menentukannya dan ambillah contoh pada diri
Abu Nawas, setelah meninggal orang tuanya berarti kerajaan pastilah jatuh ketangan Abu Nawas, ternyata Abu Nawas tidak mau menerimanya karena tugas menjadi
pemimpin itu berat maka Abu Nawas pura-pura gila sehingga digantikan oleh orang lain.
Nilai kepemimpinan sekarang adalah orang mendapat jabatan baru maka dia
mengadakan syukuran, tidak seperti zaman dahulu, orang yang memegang jabatan
itu menjadi menangis. Pejabat sekarang pada umumnya kaya duhulu barulah dia masuk penjara berbeda zaman dahulu masuk penjara dahulu baru kaya
atau bahagia. Seperti Buya Hamka, Nelson Mandela(hadiah novel), Ir. Sukarno, Bung Hatta. Percaya atau tidak lihat sajalah di pengadilan itu satu demi
satu sudah mulai bermunculan kepermukaan hukum Allah SWT. Padahal, jabatan itu hanya titipan Ilahi kepada manusia tetapi manusia menyalahgunakan titipan itu. UU. Hamidy (1986) ada tiga golongan kaum cerdik cendikia, yaitu (1) Kaum cerdik-
cendikiawan dalam hidup dunia (2) Kaum cerdik-cendikiawan ilmu-ilmu 6
rahasia (dukun), (3) Kaum cerdik-cendikiawan yang berdasarkan ajaran Islam.
Dalam ungkapan adat Melayu dikatakan, “ Bila memilih tidak semenggah
alamat ummat akan punah ranah”. Maksudnya adalah apabila yang dipilih adalah pemimpin yang tidak sempurna, tidak tepat, apalagi kelakuan tidak senonoh akan mengalami kebinasaan.
Pemimpin yang lazimnya disebut “ Orang yang dituakan “ adalah tokoh yang
terpilih dan di tanam oleh masyarakatnya ( puak, kaum, suku, atau bangsanya) untuk
memegang tali teraju pemerintah atau menjadi pucuk atau induk dalam kehidupan bermasyarakatnya, bangsa dan bernegara Pancasila. Sekarang pemimpin hanya dipakai istilah diangkat tentu maknanya tidak tumbuh dan berkembang untuk bangsanya tetapi
kalau dipakai istilah ditanam maka hasilnya pasti tumbuh dan berkembang karena
dicucuk kakinya ke bumi. Oleh sebab itu, orang tua-tua kita memakai istilah ditanam dalam memilih pemimpin selama lima tahun.
Dalam budaya Melayu, pemimpin itu banyak modelnya seperti pemimpin rumah
tangga, dusun, kampung sampai pemimpin bangsa dan negara. Bidang kepemimpinan ini, bermula dari kekeluargaan, adat, agama, dan organisasi pemerintahan. Dalam
ungkapan Melayu dikatakan, “ Yang disebutkan pemimpin banyaklah ragamnya, ada kecil dan ada besarnya, ada yang rendah, ada yang tinggi, ada pula letak
tempatnya, yang rumah ada tiangnya, yang kampung ada pucuknya, yang negeri ada rajanya, bagai ayam ada induknya, bagaikan serai ada rumpunya”.
7
Betapa pentingnya pengaruh pemimpin dalam kehidupan orang Melayu maka
pemimpin diberi kepercayaan, kekuasaan, dan tanggung jawabnya dalam
memimpin umatnya tergambar dalam ungkapan dalam adat, “ Tangan diberi melenggang, kakinya diberi melangkah, lidahnya diberi berkata, supaya
melangkah tidak terpepas, supaya melangkah tidak terdedat, supaya bercakap tidak terpekap”. Kepercayaan , kekuasaan, kebebasan itu tidaklah
sewenang-wenang atau dipergunakan dengan cara yang tidak benar tetapi haruslah sesuai menurut acuan syarak ( ajaran Islam) , adat, budaya, dan norma-norma social yang dianut oleh masyarakatnya.
Dalam ungkapan adat dikatakan, “Kepercayaan jangan disia-siakan,
kekuasaan
jangan
disalahgunakan,
kebebasan
jangan
lantas
angan.
Kebebasan ada 2 macam yaitu kebebasan yang berbasis nilai Allah SWT dan kebebasan yang berbasis nilai nafsu/ setan bagi pemimpin hanya tinggal pilih saja. Jalannya sudah dibentangkan dua, kalau ke kanan menjadi selamat dan kalau belok ke kiri menjadi celaka.
Antara pemimpin dengan masyarakatnya tidaklah ada jurang pemisah, dan harus
selalu bersebati, menyatu hidup bersama-sama pula. Dari sinilah diharapkan terwujudnya perpaduan persatuan dan kesatuan antara pemimpin dengan ummatnya
yang disebut, “ Bersebati bagaikan mata putih dengan mata hitam, bersatu bagaikan air dengan tebing, berpadu bagaikan kuku dengan isi”.
Orang Melayu yakin bahwa pemimpin yang berkepribadian mulia maka akan
mampu membawa ummatnya kepada kebahagian dan kesejahteraan. Sebaliknya 8
pemimpin yang rusak akhlaknya tentulah akan merusakan masyarakatnya dan negerinya, seperti ungkapan Melayu ( 2002: 2-5), “ Tuah ayam pada kakinya, tuah
manusia pada baiknya, tuah kain pada tenunnya, tuah pemimpin pada santunnya, tuah Melayu elok marwahnya”. Dengan mengacu kepada akhlak baik atau buruk itu, orang Melayu membedakan pemimpin yang dapat ditaati atau diikuti.
Dari sisin lain, orang tua-tua memantangkan “ Menjilat ludah “. Maksudnya
apa yang sudah dikrarkan dengan lidah dan dikukuhkan dalam hati, tanam melalui
musyawarah/ mufakat , dikukuhkan dengan lidah dan perbuatan yaitu dalam upacara tertentu dan disaksikan oleh orang banyak.
Ungkapan Bapak Tennas Effendy tentang pakaian pemimpin terlihat dalam
ungkapan Melayunya, yaitu:
Memakai syarak lahir dan batin. Imannya tebal adat pun kental
Takwanya nampak ilmu pun banyak. Berdada lapang berfikiran panjang Bermuka jernih berlidah fasih. Berpendirian kukuh berakal senonoh Berpijak tidak berkisar. Berpijak tidak berkisar
Bercakap tidak beralih. Beranisnya manahan uji Setianya tahan dicuba. Taatnya tahan dilipat
Tegaknya pada yang hak. Duduknya pada yang elok
Berbekal pada yang halal. Berpetua pada yang berfaedah. Berwasiat pada yang bermanfaat Bercakap pada yang beradab. Berkata pada yang bermakna
Memakai pada yang sesuai. Makan pada yang sepadan. Bergaul pada yang betul
9
Berkawan pada yang sejalan. Bersahabat pada yang bersifat Berguru pada yang tahu. Menuntut pada yang patut
Mencotoh pada yang senonoh. Meniru pada yang sejudu. Meneladan pada yang sepadan
Adil menjadi hakim. Bijak dalam bertindak. Cermat dalam melihat. Teliti dalam berjanji. Amanah dalam bersumpah
Tahu diri dengan perinya. Tahu duduk dengan tegaknya.Tahu alur dengan patutnya. Tahu berbudi arif memberi menenggang. Tahu merasa bijak berbicara Tahu membaca dalam isi. Tahu merasa bijak berbicara
Tahu membaca dalam gelita. Tahu menyimak dalam kemak. Tahu memandang masa datang. Tahu menengok hari esok Tahu memelihara harta pusaka. Tahu menjaga harta soko
Tahu membela segala rakyatnya. Tahu menjaga kampung halamannya Tahu menyukat sama pepat. Tahu membagi sama isi
Tahu berjalan tidak melendan. Tahu melangkah tidak melapah Rela berlapang dalam sempit. Rela berbagi walau sedikit
Menjalankan tugas tahan beragas. Menjalankan amanah tahan dilapah.Menjalankan yang hak tahan diinjak.Menunaikan janji tahan dikeji. Membela rakyat tahan dikerat. Membela bangsa tahan berseteru. Rajin beramal pantang menyesal. Rajin menolong pantang disanjung.
Sepadan amal dengan iman. Sepadan ilmu dengan kelakuan. Sepadan lidah dengan perbuatan. Sepadan takah dengan pakaian. Sepadan tokoh dengan bawaan.
Sepadan janji dengan isi. Sepadan kerja dengan upah. Sepadan harga dengan faedah. Sepadan tua dengan karenah. Sepadan muda dengan takah. Di dalam majlis bermuka manis. Didalam helat duduk bersifat. Di dalam rumah beramah-tamah. Di dalam dusun tuntun- menuntun. Di dalam kampung tolong – menolong. Di dalam negeri beri – memberi. Di dalam kota rasam – merasa. 10
Selanjutnya, UU. Hamidy mengatakan dalam bukunya, “ Sebab itu pemimpin
Melayu handaklah orang yang bermalu, sehingga dia mempunyai harga diri dalam pandangan masyarakatnya. Di Riau ini tidak ada ungkapan, “ Jangan malu-malu “ . Yang dipelihara ialah ungkapan, “ tidak bermalu “ ( 2003: 33 ).
Pemimpin zaman sekarang pada umumnya, kalau tersungkut kasus pidana atau
dugaan pidana apabila diwawancara wajahnya tidak menampakan rasa bersalah atau
rasa berdosa. Seolah-olah dia tidak ada masalah/ berdosa. Berarti dia lebih hebat dari para Nabi, yaitu nabi Adam sampai nabi Muhammad SAW semuanya mengakui adanya
kezholiman terhadap Allah SWT. Maka doa-Nya para Nabi pasti terkabul. Sebab konsep
Laa ilaaha illallaah untuk mengakui ada-nya Allah SWT itu, yang itu tidak ada. Betul-
betul mengakui ada-Nya Allah itu dalam semua kegiatan kita tidak akan terjadi penyelewengan uang dan perkataan, dan tindakan. Allah SWT berfirman dalam Al-
Quranul Karim Surah An-nisa 4:103 yang artinya, “ Apabila kamu telah selesai
sholat, maka hendaklah kamu mengingat Allah, baik ketika berdiri, duduk, maupun ketika kamu (berbaring ) di atas rusuk-rusukmu. Apabila kamu telah merasa aman, maka hendaklah kamu mendirikan sholat ( seperti biasa ),
karena sesungguhnya sholat adalah suatu kewajiban yang telah ditentukan waktunnya bagi orang-orang yang beriman”.
Demikianlah tulisan dari orang awam ini, mudah-mudahan apa yang disampaikan
ini membawa manfaat bagi kita semua. Akhirnya, hanya kepada Allah Swt juga kita
memulangkan segala persoalannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan ridhonya-Nya bagi bangsa kita dalam menatap hari depan yang lebih maju. “ 11
Pekanbaru kota bertuah, kota Bangkinang kota serambi mekah, kalau ada kata yang salah, marilah kita minta ampun dan minta maaf dengan Allah Yang Maha Pemurah” Amin ya Rabbal-alamin. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Daftar Rujukan
Hasan, A. 2006. Al-Furqan Tafsir Al-quran. Jakarta: Universitas Al-Azhar Indonesia.
Effendy, Tenas. 2002. Pemimpin dalam Ungkapan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hamidy, UU, dkk. 1986. Orang Patut. Pekanbaru: Bumi Pustaka.
______. 1997. Kebudayaan sebagai Amanah Tuhan. Pekanbaru: UIR Press
______. 2003. Jagad Melayu Dalam Lintasan Budaya di Riau. Pekanbaru: Bilik Kreatif
Mahdini. 2000. Etika Politik Pandangan Raja Ali Haji dalam Tsamarat Al-Muhimmah. Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau
12