BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam melihat ketahanan pasar nagari di Minangkabau dalam menghadapi ekonomi dunia/supra lokal pada kasus pasar kayu manis di pedalaman Minangkabau, dan mengacu kepada uraian analisis yang telah dilakukan dengan peralatan analisis yang telah dikemukakan pada kerangka teori dan kerangka pemikiran, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Aktor yang ikut bermain di pasar nagari khususnya pasar kayu manis adalah: a). Petani kayu manis, yang dikelompokkan berdasarkan aktifitas panen mereka yakni dengan waktu panen tidak menentu, dan waktu panen tahunan yang memperlihatkan perilaku ekonomi yang berbeda dalam berinteraksi di pasar nagari. Petani kayu manis yang disebut pertama pada umumnya pola mukimnya berada di pinggiran wilayah nagari, memiliki lahan sawah dan perkebunan kayu manis yang sempit, menjadikan tanaman kayu manis sebagai penopang ekonomi rumahtangga (livelihood strategies). Sedangkan petani kayu manis yang disebut kedua pada umumnya berasal dari orang ”asa nagari”, memiliki lahan sawah dan ladang yang lebih luas, menjadikan tanaman kayu manis sebagai tanaman budaya, tanaman tabungan untuk kepentingan pengeluaran yang besar seperti: biaya kenduri, biaya haji, biaya membangun dan memperbaiki rumah, serta biaya sekolah anak. b). Pedagang pengumpul pasar nagari, yang dikelompokkan kepada pedagang tanpa modal/pemberi isyarat dengan sumber modal pedagang besar kabupaten dan Inang-inang. Pedagang modal kuat,
yang berasal dari
kelompok elite nagari, memiliki jaringan bisnis ke supra nagari, dan menjadi anggota kelompok clique members
dari satu jaringan kerja tertentu
(klientisasi). c). Pedagang Besar Kabupaten sebagai pembeli dalam jumlah besar (wholesale); mereka pada umumnya berasal dari wilayah supra nagari. Memiliki jaringan bisnis ke pasar nagari, menjadi Patron clique members dari
satu
jaringan
klientisasi,
mengarah
kepada
terbentuknya
monopsoni
tersembunyi perdagangan kayu manis, untuk mempertahankan ekonomi rasionalnya. Regulasi yang terbentuk di pasar nagari lebih memperlihatkan pada bentuk akomodasi atau formasi dari tiga kepentingan yang berbeda, yaitu negara, masyarakat dan pasar (aktor), sehingga regulasi yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh berbagai pihak yang terlibat baik secara politik, ekonomi dan sosial budaya. 2.
Pola perilaku aktor ekonomi yang bermain di pasar nagari dalam melakukan tindakan ekonomi adalah berbeda diantara kedua kelompok pedagang kayu manis. Pedagang kayu manis yang bermodal besar dan berasal dari supra nagari semakin mengarahkan perilaku ekonominya kepada ekonomi rasional dengan motif utama mencari keuntungan semata dan cenderung melakukan tekanan pada hirarki di bawahnya. Sedangkan pedagang kayu manis tanpa modal (cingkariak), semakin mengarahkan perilaku ekonomi mereka kepada ekonomi moral, dengan motif utama menjaga hubungan baik dengan petani kayu manis agar menjadi pelanggannya. Semakin jauh aktor ekonomi dari lingkungan sosial budayanya, maka perilaku ekonominya semakin rasional.
Sebaliknya
semakin dekat aktor ekonomi dari lingkungan sosial budayanya, maka semakin kuat ekonomi moralnya. 3. Perdagangan kayu manis di pasar nagari melekat (embeddedness) dalam sistem kekerabatan di tengah masyarakat nagari karena pada umumnya pedagang kayu manis adalah kelompok elite nagari seperti penghulu (40 persen), ulama (55 persen), dan tokoh terkemuka nagari lainnya. 4. Proses pembentukan harga di pasar nagari sangat ditentukan oleh: 1). Tipe petani, kuantitas, kualitas kayu manis dan bentuk hubungan dengan pedagang. 2). Jumlah clique member yang hadir di pasar nagari. 3). Jumlah anggota dalam sebuah clique members. 5. Interrelasi antara pasar nagari dengan pasar supra lokal dapat dilihat dari lima institusi ekonomi perdagangan kayu manis di pasar nagari, yakni pedagang pengumpul pasar nagari, pedagang besar kabupaten, ADP/KPRR, CV SAS, pasar lelang lokal (PLL).
Kelima institusi ekonomi ini relatif bertahan dalam
perjalanan waktu, namun selalu berubah dan berganti atau cenderung beradaptasi secara dinamis seiring dengan perkembangan perdagangan kayu
268
manis. Interrelasi diantara sesama institusi ekonomi ini yang membuat pasar nagari mampu bertahan sampai sekarang. Artinya pasar nagari akan tetap persisten ketika model transaksi yang dikembangkan oleh pedagang pengumpul pasar nagari dengan petani kayu manis dengan prinsip ekonomi moral. Intervensi ekonomi supra lokal yang cenderung menganut prinsip ekonomi rasional yang mengutamakan keuntungan semata telah merugikan petani dan pedagang pengumpul pasar nagari. Oleh karena itu, keberlangsungan pasar nagari akan tetap ada karena adanya keterlibatan kepentingan ekonomi masyarakat nagari itu sendiri yakni petani kayu manis dan pedagang pengumpul pasar nagari.
8.2. Kesimpulan di Tataran Teoritik Realitasnya ditemukan bahwa pertukaran yang terjadi di pasar nagari (pasar kayu manis) belum memperlihatkan sebagai sebuah kompromi minat pada masingmasing pihak, dan belum mengarah kepada terciptanya kepuasan timbal balik (reciprocal competition). Sebagaimana yang disinyalir Weber (1964, 1978), perjuangan atas harga antar pesaing (struggle between competitor) dalam proses pertukaran memperlihatkan dinamika hubungan sosial yang cenderung berbentuk “tertutup”. Ini terlihat terutama pada aktor tipe pemberi isyarat (tree node) yang dipasar nagari disebut “cingkariak”. Dari sudut pandang Grannovetter (1992) yang melihat bahwa tingkah laku ekonomi aktor melekat dalam jaringan kerja sosial dari saling hubungan inter personal yang sedang berlangsung. Namun Granovetter tidak melihat sejauhmana melekatnya. Granovetter tidak membedakan konsep keterlekatan tindakan ekonomi aktor. Fakta di lapang menunjukkan bahwa keterlekatan tindakatan aktor memiliki derajat yang berbeda dari setiap tindakan ekonominya, artinya tindakan ekonomi yang diambil didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan moral tertentu oleh aktor (ekonomi moral). Keterlekatan yang ditemukan di lapang berbeda di setiap lini/berhierarkhi, dan keterlekatan itu bisa dalam bentuk vertikal maupun horisontal (soft
and
hard
embedded).
Antara
pedagang
dan
petani
tidak
melekat
(disembedded) atau sangat tipis derajat keterlekatannya. Sedangkan antara petani dengan pedagang perantara cenderung mempertimbangkan ekonomi moral (embedded vertikal satu arah). Antara pedagang besar dengan pedagang besar
269
embedded horisontal. Antara pedagang besar ke petani dissambedded (rational choice). Antara pedagang besar ke pedagang perantara dissambedded bila bukan clik-nya (boundedly rationality/embedded tipis) dalam patronnya (clique membernya). Hubungan antara pedagang perantara dengan pedagang perantara embedded horisontal sangat kental karena mereka ”dikontrol” kode etik tertentu, jaringan kerja tertentu yang sangat mempertimbangkan keberlanjutan reciprositas ekonomi dan sosial diantara mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pada kasus pasar kayu manis, keterlekatan tersebut tidak dapat diterima untuk tiap aras. Ini hanya terjadi pada aras-aras tertentu atau dalam bentuk hubungan horizontal tidak dalam bentuk hubungan aktor secara vertikal. Dari segi tindakan ekonomi aktor yang dikatakan sebagai suatu bentuk tindakan sosial (Swedberg, 1998, 2003) ini hanya terlihat pada aktor pada hirarki yang paling bawah dalam struktur sosial pedagang di pasar nagari. Sedangkan untuk hubungan secara vertikal, masing-masing level pedagang punya konstruksi sosial tertentu. Jika tindakan ekonomi “melekat” atau keterlekatannya lebih kuat tertanam dalam kelompok atau level tertentu dan keterlekatannya “berbeda” diantara para aktor. Perbedaan keterlekatan itu sangat dipengaruhi oleh sejumlah aspek antara lain: aspek kekerabatan, kesukuan (culture), religi, kode etik yang mereka sepakati, dan derajad ketertanaman aktor dalam komunitas tersebut. Dalam kaitan dengan ketahanan pasar nagari, yang mengacu pada perumuman empirik dapat disimpulkan bahwa: analisis di aras mikro menunjukkan bahwa persistensi pasar nagari dari waktu ke waktu disebabkan adanya unsur keterlekatan: 1). Tindakan ekonomi aktor dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung. 2). Tindakan ekonomi dengan sistem sosial budaya masyarakat. Keterlekatan ini ternyata memiliki makna yang berbeda pada masingmasing aktor ekonomi (bagi petani, pedagang pengumpul, dan pedagang besar kabupaten). Analisis di aras meso menunjukkan bahwa: persistensi pasar nagari khususnya pasar kayu manis di Minangkabau adalah merupakan strategi bertahan pedagang lokal terhadap penetrasi ekonomi supra lokal (ekonomi kapitalis). Strategi yang dipilih ini berdampak pada petani menjadi pihak yang paling besar menanggung biaya untuk ketahanan pasar nagari dari waktu ke waktu. Artinya,
270
petani kayu manis adalah pihak yang paling besar mensubsidi pasar dunia, karena mereka menerima margin pemasaran yang paling rendah. Analisis di aras makro menjelaskan bahwa dalam konteks ekonomi lokal dengan sistem perekonomian kapitalis, (melalui pasar nagari) menunjukkan gejala peminggiran petani yang sekaligus merupakan implikasi dari kebijakan negara yang lebih berorientasi pada peningkatan produksi tanpa diikuti oleh kebijakan pasar produk pertanian.
8.3. Kesimpulan di Tataran Metodologis Faktor kedekatan emosional, sosial, kultural (seperti bahasa, sesuku, sekampung) antara tineliti dengan peneliti, tidak selamanya memberikan kemudahan dalam mendapatkan/mengungkapkan realitas yang sesungguhnya. Untuk kasus pasar, ”perjuangan” aktor ekonomi atau perdagangan dan jaringan kerja sosial personal yang ada di dalamnya, semakin dekat ikatan emosional, sosial, dan kultural peneliti dengan tineliti semakin sulit mendapatkan data. Peneliti semakin dicurigai dan tineliti semakin tertutup pada peneliti dan sangat berhati-hati dalam memberikan informasi dan bersikap, sehingga sulit untuk diketahui realitas bathin si tineliti. Ternyata sikap curiga, kehati-hatian atau tidak mau (sangat tertutup) memberikan informasi tineliti disebabkan karena tineliti tidak mau rahasia dagangnya di tiru orang lain atau diketahui oleh peneliti sebagai seorang putera daerah (sekampung). Disamping itu erat kaitannya dengan ketakutan akan berkurangnya akumulasi modal sosial-budaya, termasuk didalamnya derajad kepercayaan (trust) terhadap tineliti di dalam masyarakat. Ternyata strategi mendatangkan/menggunakan orang luar (outsider), untuk mengatasi kondisi dan ketersendatan data, berhasil digunakan, dan data dengan mudah dapat digali. Keberhasilan menggunakan orang luar (outsider) dalam mendapatkan data dari tineliti (terutama kelompok pedagang), lebih disebabkan adanya rasa aman si tineliti yang merasa tidak akan membahayakan rahasia perdagangannya. Mereka menganggap orang luar setelah penelitian akan pergi dan tidak akan bertemu dengan mereka lagi. Jadi mereka tidak perlu menganggap orang luar sebagai saingan atau pihak yang harus ditakuti. Berarti anggapan melakukan penelitian di daerah sendiri, tidak selamanya memberikan kemudahan dalam berkomunikasi atau menggali informasi dan mendapatkan data, malah untuk data-
271
data tertentu yang dibutuhkan mereka sangat tertutup terhadap peneliti yang dianggap “orang dalam”. Dengan demikian apa yang disarankan Geertz (1992), untuk kasus/penelitian ini tidak sepenuhnya dapat diterima.
8.4. Saran dan Implikasi Kebijakan Berdasarkan temuan penelitian yang diperoleh dari ketahanan pasar nagari di Minangkabau dalam menghadapi ekonomi dunia/supra lokal, maka dapat dikemukakan beberapa saran kebijakan untuk membangun perekonomian nagari dengan berbasis pasar nagari adalah sebagai berikut: 1. Membangun kembali perekonomian masyarakat nagari, hanyalah dapat dilakukan dengan mengembangkan pasar nagari dengan segala atribut yang melekat padanya selama ini. Persistensi pasar nagari justru terletak pada memberikan kesempatan untuk mengembangkan terjadinya perilaku ekonomi moral dalam menghadapi perilaku ekonomi rasional yang dibawa dan diterapkan oleh pedagang besar kabupaten sebagai orang luar (out sider) yang melakukan intervensi terhadap sistem ekonomi masyarakat nagari. Membangun dan mempertahankan keberadaan pasar nagari sebagai outlet bagi produksi pertanian rakyat dalam arti luas, akan mempertahankan aliran keuntungan (benefit flow) pada petani kayu manis sebagai mata rantai awal dalam sistem perdagangan kayu manis. 2. Jika unsur-unsur budaya dan struktur sosial selalu terbina dalam masyarakat dan menjadi moral kolektif sepanjang sejarah ekonomi Minangkabau, maka pasar nagari akan persisten dari waktu ke waktu. 3. Kehadiran pasar nagari sebagai batas antara tindakan ekonomi moral dengan tindakan ekonomi rasional sangat diperlukan, agar mendatangkan keuntungan bagi semua pihak yang melakukan pertukaran. Semakin dominan peran pasar nagari dalam proses transaksi perdagangan kayu manis, akan semakin mendorong kuatnya perilaku ekonomi moral. Sebaliknya, apabila pasar nagari tidak lagi aktif sebagai outlet komoditi pertanian rakyat dalam arti luas, maka perilaku ekonomi rasional akan semakin dominan dalam transaksi antara pedagang dengan petani kayu manis. Oleh karena itu, pilihan untuk meningkatkan pendapatan petani kayu manis terletak kepada pilihan kebijakan
272
untuk mengembangkan pasar nagari yang mampu menciptakan/memberikan sharing keuntungan kepada petani kayu manis—melalui pasar nagari.
8.5. Peluang untuk Penelitian ke Depan Pertama; penelitian ini telah mencoba mengungkapkan dan menjelaskan keterkaitan sosial budaya masyarakat Minangkabau dengan ketahanan pasar nagari dalam menghadapi pengaruh ekonomi supra lokal, peluang bagi penelitian ke depan adalah mengkaji aspek integrasi vertikal dari perdagangan tanaman ekspor dikaitkan dengan kelembagaan ekonomi lainnya seperti sistem julo-julo di tengah masyarakat Minangkabau. Kedua; perlu pengkajian sistem perdagangan tanaman ekspor lainnya seperti, kopi, dan gambir yang juga merupakan tanaman perkebunan rakyat. Tingginya permintaan kopi dan gambir oleh negara seperti Singapura dan Malaysia, dan India belum memberikan dampak bagi ekonomi petani gambir dan kopi. Ketiga; perlu pengkajian terhadap keterkaitan ekonomi nagari di wilayah pedalaman dengan perekonomian nagari di wilayah pesisir Minangkabau (daerah rantau). Sehingga diperoleh gambaran holistik terhadap perekonomian masyarakat Minangkabau sebenarnya.
******
273