BAB V ANALISIS
V.1 Analisis Demografi Responden Analisis ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sampel penelitian yang digunakan. Melalui Gambar IV.1 terlihat bahwa terdapat proporsi seimbang antara responden pria dan wanita. Hal ini mengindikasikan bahwa agen asuransi bukan pekerjaan yang dibatasi oleh gender. Dari sisi usia, mayoritas responden merupakan angkatan kerja produktif dengan usia 27-46 tahun (lihat Gambar IV.2). Pilihan agen asuransi sebagai bidang kerja di usia produktif mengisyaratkan bahwa pekerjaan ini mampu memenuhi kebutuhan agen asuransi dari sisi ekonomi maupun psikologi. Pada rentang usia tersebut, seseorang juga dihadapkan pada tuntutan untuk membagi waktu dan energi untuk kepentingan keluarga dan masyarakat. Pekerjaan agen asuransi, dengan sisi fleksibilitas yang dimiliki, memungkinkan pekerja untuk mengatur waktu dan tempat kerja sesuai kebutuhan perusahaan, nasabah dan pribadi. Gambar IV.3 menunjukkan proporsi yang cukup sebanding antara agen asuransi yang memiliki pendidikan terakhir SMU sederajat dan Sarjana (S1). Dari informasi ini terlihat bahwa persyaratan pendidikan tinggi untuk menjadi seorang agen asuransi tidak dibutuhkan. Lulusan SMU pun sebenarnya dapat berkiprah dalam dunia asuransi apabila memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Hal ini juga dapat dimanfaatkan guna mengurangi masalah pengangguran, terlebih kebutuhan asuransi di Indonesia di tahun-tahun mendatang akan meningkat (Assegaff, 2006; Berutu, 2007). Banyaknya lulusan sarjana yang memilih bekerja sebagai agen asuransi mengindikasikan bahwa pekerjaan ini merupakan ladang yang cukup menjanjikan bagi kelangsungan hidup serta memberi kesempatan pekerja untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Selain itu, tingkat pendidikan tinggi juga berdampak pada harapan kepuasan dan kehidupan kerja yang semakin besar. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan sarjana
93
94
responden beragam, baik dari bidang teknik maupun sosial. Hal ini mengindikasikan bahwa latar belakang pendidikan bukan penentu apakah seseorang dapat menjadi agen asuransi atau tidak. Informasi mengenai masa kerja responden terlihat pada Gambar IV.4. Mayoritas responden penelitian yang digunakan memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun. Informasi ini menguatkan indikasi awal bahwa bidang kerja ini memberi kenyamanan kepada agen asuransi sehingga mampu bertahan cukup lama dan enggan untuk meninggalkan pekerjaan. Masa kerja responden yang cukup lama akan memberi keyakinan bagi akurasi hasil penelitian ini, karena diasumsikan responden telah mengetahui dengan baik karakteristik pekerjaan yang dilakukan serta merasakan berbagai hal yang diukur sebagai indikator kualitas kehidupan kerja. Dari sisi pendapatan, mayoritas responden memiliki rata-rata pendapatan per bulan Rp 1-5 juta (lihat Gambar IV.5). Besar kecilnya nilai pendapatan sangat relatif bagi responden, karena bergantung pada kebutuhan serta gaya hidup responden. Berdasarkan literatur (Hoyt, Dumm dan Carson, 2006; Laverty dan Prakash, 2007; MAIA, 2008) serta didukung oleh hasil wawancara, agen asuransi memiliki pendapatan per bulan yang tidak tetap. Pendapatan seorang agen asuransi ditentukan oleh banyak polis yang mampu terjual, besar paket produk yang terjual serta jumlah nasabah yang dimiliki. Artinya, pendapatan yang diterima agen asuransi bergantung pada kinerja yang ditunjukkan dalam bekerja. Namun, melalui Gambar IV.6, terlihat bahwa sekitar 50% agen asuransi tidak menempatkan pekerjaan ini sebagai satu-satunya sumber penghasilan. Fakta ini dapat memunculkan dua pemikiran. Pertama, fleksibilitas pekerjaan ini memungkinkan pekerja untuk bekerja pula di bidang pekerjaan lain, tanpa mengganggu atau merugikan salah satu bidang kerja. Kedua, pendapatan yang ditawarkan pada salah satu bidang kerja belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sehingga dibutuhkan penghasilan tambahan. Pemikiran kedua tentu perlu dikaji lebih lanjut, apakah agen asuransi menempatkan pekerjaan ini sebagai pekerjaan utama atau pekerjaan sampingan.
Bab V Analisis
95
Gambar IV.7 menunjukkan status perkawinan responden penelitian. Melalui gambar tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden telah menikah dan memiliki anak. Status perkawinan menjadi sesuatu yang penting pada penelitian yang mengangkat masalah pekerjaan dan kehidupan kerja, karena menyangkut pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada kondisi responden sudah menikah dan memiliki anak diasumsikan kebutuhan hidup akan lebih besar dibandingkan pekerja yang belum menikah. Kebutuhan keluarga tidak hanya ditinjau dari aspek ekonomi, namun juga perhatian terhadap keluarga. Memperhatikan informasi yang ditunjukkan pada Gambar IV.8, jenis pekerjaan pasangan beragam antara pegawai negeri/swasta, wiraswasta serta tidak bekerja. Fleksibilitas yang dimiliki pekerjaan agen asuransi memungkinkan pekerja untuk menyesuaikan waktu dan tempat kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan, nasabah dan keluarga. Terlebih, melalui Gambar IV.9 terlihat bahwa mayoritas usia anak terkecil yang dimiliki responden adalah balita serta 5-15 tahun. Pada usia tersebut, anak masih sangat membutuhkan perhatian dan arahan yang besar dari orang tua. Dari Gambar IV.10 tampak bahwa mayoritas responden memilih pekerjaan agen asuransi didasarkan pada fleksibilitas waktu yang ditawarkan. Hal ini menunjukkan bahwa informasi mengenai asuransi sebagai suatu bentuk kerja fleksibel sudah diketahui agen asuransi sejak awal dan menjadikan alasan utama saat menentukan pilihan pekerjaan. Alasan tersebut didukung pula oleh kondisi status perkawinan serta usia anak terkecil responden pada Gambar IV.7 dan Gambar IV.9, yang mengindikasikan adanya kebutuhan keseimbangan kehidupan pada agen asuransi. Alasan lain yang juga banyak diajukan responden adalah kesadaran bahwa asuransi merupakan kebutuhan masyarakat di masa depan. Beberapa literatur (Anonim, 2004; Hoyt, Dumm dan Carson, 2006; Berutu, 2007; MAIA, 2008) menyatakan prospek pekerjaan agen asuransi di masa mendatang mengingat semakin besar kesadaran masyarakat terhadap perlindungan asuransi. Kondisi ini berdampak pada perasaan aman agen asuransi dalam hal jaminan pekerjaan. Selain itu, kondisi ini juga mengindikasikan kesadaran agen asuransi bahwa pekerjaan yang dilakukan memiliki dampak besar bagi masyarakat yang
Bab V Analisis
96
membutuhkan produk asuransi. Respon terkecil didapatkan untuk alasan ketiga yaitu menjadikan pekerjaan agen asuransi sebagai kegiatan mengisi waktu luang. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan ini menawarkan hal-hal yang menarik bagi pekerja sekaligus menunjukkan keseriusan responden untuk bekerja sebagai agen asuransi.
V.2 Analisis Faktor Pengolahan data dengan Analisa Faktor menghasilkan sejumlah variabel yang digunakan untuk mengetahui karakteristik pekerjaan agen asuransi. Hasil ekstraksi 43 variabel manifes awal menjadi 5 faktor atau variabel laten dimensi karakteristik pekerjaan memberikan tingkat kontribusi faktor sebesar 54.491%. Nilai ini mengandung arti bahwa masih terdapat 45.509% informasi variansi dari variabel manifes yang belum dapat dijelaskan oleh kelima variabel laten tersebut. V.2.1 Variabel Laten Otonomi Berdasarkan hasil analisis faktor, variabel laten otonomi disusun oleh variabel manifes OT4, OT6, OT8, OT9, OT10 dan OT11. Berdasarkan bobot faktor seperti dirangkum dalam Tabel IV.11 (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada bagian Lampiran), OT8 memberikan pengaruh yang paling besar pada variabel laten yang terbentuk, yaitu 0.751. Hal ini berarti kebebasan yang diberikan perusahaan kepada agen asuransi dalam menentukan cakupan geografis wilayah kerja merupakan ukuran yang paling mempengaruhi tingkat otonomi pekerjaan. Kondisi ini didukung pula oleh hasil wawancara dengan sejumlah responden sebelum penyebaran kuisioner penelitian dilakukan. Sebagian besar responden menyatakan perusahaan membebaskan agen asuransi untuk menjaring nasabah dari luar kota bahkan luar negeri. Variabel manifes lain yang juga berpengaruh besar terhadap otonomi adalah OT9, yaitu item yang mengukur kebebasan agen asuransi dalam menentukan referal yang digunakan. Referal merupakan sumber informasi yang dapat digunakan oleh agen asuransi untuk mendeteksi
calon
nasabah.
Pada
perusahaan
asuransi
yang
berbasis
bancassurance, referal biasanya berasal dari pihak bank yang menjadi mitra perusahaan, yaitu dengan mengirimkan daftar nama-nama nasabah bank yang
Bab V Analisis
97
dapat dihubungi dan potensial menjadi nasabah asuransi. Dengan otonomi yang dimiliki, agen asuransi memiliki kebebasan untuk menindaklanjuti atau mengabaikan referal yang diberikan. Tanpa menggunakan referal tersebut, agen asuransi dapat menggunakan sumber informasi lain dalam menjaring nasabah seperti berdasarkan referensi rekan kerja ataupun keluarga. Pada variabel laten yang terbentuk ini, otonomi agen asuransi dalam menentukan cara kerja diukur dengan variabel manifes OT6 yaitu item yang mengukur kebebasan dalam menentukan cara yang akan digunakan untuk menjaga hubungan baik dengan nasabah. Sebagai penjual jasa, agen asuransi dituntut harus mampu memberikan pelayanan personal kepada setiap nasabah yang dimiliki. Terlebih, jasa yang dikonsumsi merupakan jasa yang memiliki jangka waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Hal ini menuntut adanya hubungan baik yang terjalin antara agen asuransi sebagai penjual serta pihak nasabah sebagai konsumen. Berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah responden, agen asuransi biasanya melakukan komunikasi telepon atau kunjungan periodik terhadap nasabah yang dimiliki. Terkait hal tersebut, OT4 merupakan item yang digunakan untuk mengukur otonomi tempat yang dimiliki agen asuransi, yaitu kebebasan agen asuransi dalam melakukan pekerjaan di luar kantor. Saat ini, peran agen asuransi lebih dari sekedar pemasar jasa. Agen asuransi dituntut pula berperan sebagai konsultan keuangan bagi nasabah (MAIA, 2008). Dengan peran ini, agen asuransi berkewajiban membantu nasabah dalam memproyeksikan keuangan, termasuk memberikan sejumlah saran mengenai produk asuransi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan nasabah. Hal ini diukur oleh OT10 sebagai salah satu variabel manifes dalam variabel laten otonomi. Nasabah juga memiliki kebebasan untuk berkunjung ke perusahaan asuransi bila ada hal yang perlu ditanyakan mengenai produk asuransi. Bahkan pada beberapa perusahaan asuransi, nasabah dapat mengikuti pelatihan mengenai produk asuransi yang sering diselenggarakan perusahaan. Melalui kesempatan tersebut, nasabah mendapatkan lebih banyak pengetahuan mengenai produkproduk asuransi yang ditawarkan.
Bab V Analisis
98
Aspek otonomi lain yang diukur dalam variabel ini adalah kebebasan agen asuransi dalam menentukan pendapatan yang diperoleh. Secara umum, pendapatan yang diperoleh seorang agen asuransi ditentukan berdasar output yang dihasilkan, yaitu jumlah produk asuransi yang berhasil dijual, jumlah nasabah serta premi yang diperoleh dari nasabah (Anonim, 2004; Leverty dan Prakash, 2007). Hal ini berarti besar pendapatan yang diperoleh seorang agen asuransi akan tergantung pada seberapa baik kinerja pribadi berhasil dicapai. Meskipun target penjualan yang diberikan perusahaan kepada agen asuransi dapat digunakan untuk memicu pekerja untuk bekerja giat, namun pada umumnya para agen asuransi menentapkan target penjualan pribadi yang ingin dicapai. Menurut hasil wawancara, target tersebut ditentukan secara pribadi dan disesuaikan dengan kebutuhan serta keinginan agen asuransi. Dalam variabel laten otonomi, variabel manifes yang mengukur otonomi pekerja dalam menetapkan target penjualan pribadi adalah OT11. Merujuk pada Gambar IV.7 mengenai status perkawinan responden penelitian, agen asuransi yang sudah menikah dan memiliki anak diasumsikan akan memiliki tuntutan penghasilan yang lebih besar. Pada kondisi ini agen asuransi menetapkan target penjualan pribadi sesuai kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga serta keinginan pribadi akan mendorong agen asuransi bekerja lebih giat. V.2.2 Variabel Laten Makna Tugas Variabel manifes yang memberikan pengaruh paling besar terhadap variabel laten makna tugas adalah MT3, yaitu item yang mengukur makna pekerjaan bagi nasabah dari sisi kemampuan membantu perencanaan keuangan masa depan nasabah. Hal ini sesuai dengan peran agen asuransi sebagai konsultan keuangan bagi nasabah. Item ini memberikan kontribusi sebesar 0.629 terhadap variabel laten makna tugas. Terkait ukuran tersebut, variabel manifes lain yang mengukur makna tugas terhadap nasabah adalah MT4 yaitu item kemampuan pekerjaan dalam membantu mewujudkan cita-cita dan keinginan nasabah. Item ini memberikan kontribusi sebesar 0.601. Item MT10 dan MT11 juga merupakan item yang mengukur makna tugas terhadap nasabah. Dengan memperhatikan nilai kontribusi variabel MT3, MT4, MT10 dan MT11 terhadap variabel laten makna
Bab V Analisis
99
tugas, terlihat bahwa sebenarnya pekerjaan ini memberikan makna yang sangat besar kepada nasabah. Makna tugas tidak hanya ditinjau dari sisi konsumen eksternal yang merasakan dampak pekerjaan yang dilakukan, namun juga dari sisi pihak lain yang memproses hasil kerja serta dari sisi perusahaan. Variabel laten MT8 dan MT9 merupakan item yang digunakan untuk mengukur hal tersebut. Besarnya kontribusi item-item tersebut terhadap variabel makna tugas menunjukkan adanya keterkaitan antar pekerjaan dalam aktivitas perusahaan. Pekerja akan merasakan pekerjaan yang dilakukan memiliki makna apabila pekerjaan mempengaruhi kualitas dan mekanisme pekerjaan lain dalam aktivitas perusahaan. Selain dari sisi nasabah dan pihak rekan kerja, makna tugas juga ditentukan berdasar dampak yang dihasilkan pekerjaan terhadap perusahaan. Item MT12 mengukur pengaruh kualitas pekerjaan terhadap citra perusahaan. Banyaknya rumor yang beredar di masyarakat mengenai perusahaan asuransi utamanya disebabkan oleh ulah sebagian oknum agen asuransi yang tidak bertanggung jawab. Kondisi demikian tidak akan terjadi apabila agen asuransi memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaan. Sebaliknya, apabila agen asuransi mampu memberikan kinerja yang baik sehingga meningkatkan pendapatan perusahan, tentu akan berdampak pada citra perusahaan yang semakin baik (Agus dan Ayyi, 2008). V.2.3 Variabel Laten Variasi Keterampilan Berdasarkan hasil analisa faktor, variabel manifes yang memberikan pengaruh paling besar terhadap variabel laten variasi keterampilan adalah VK4 yaitu kemampuan agen asuransi dalam memahami seluruh produk yang ditawarkan. Sebagai agen asuransi yang juga bertugas memberikan layanan konsultasi keuangan kepada nasabah, pemahaman yang mendalam terhadap seluruh produk asuransi yang ditawarkan perusahaan merupakan hal mutlak yang dibutuhkan. Dengan pengetahuan tersebut, agen asuransi dapat memberikan saran yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan nasabah. Selain itu, pengetahuan ini berguna untuk meyakinkan nasabah agar membeli produk
Bab V Analisis
100
asuransi yang ditawarkan, dengan cara menjelaskan keunggulan produk serta manfaat yang akan didapatkan nasabah. Hal ini diukur dalam VK3. Variabel manifes lain yang berpengaruh besar terhadap variabel laten variasi keterampilan adalah VK6 yaitu item yang mengukur keragaman konsumen yang dihadapi agen asuransi setiap hari. Jasa asuransi yang diberikan kepada nasabah disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan nasabah, sehingga jenis pelayanan yang diberikan kepada nasabah pun dapat berbeda-beda. Dengan keragaman tersebut, maka agen asuransi dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang baik kepada seluruh nasabah yang dimiliki. Namun dalam memberikan pelayanan tersebut, agen asuransi juga dituntut untuk mampu menempatkan diri pada segala situasi pelanggan seperti saat nasabah sedang berduka atau sedang sibuk dan tidak dapat diganggu. Tuntutan atas kemampuan tersebut diukur melalui VK5. Terkait perannya sebagai konsultan keuangan, agen asuransi pun harus memiliki keterampilan untuk menganalisa kebutuhan dan keinginan pelanggan. Terlebih apabila nasabah yang ditemui kurang dapat menjelaskan secara rinci keinginan yang ingin dicapai di masa depan. Pada situasi demikian, agen asuransi harus dapat menggali informasi yang dibutuhkan sebanyak-banyaknya agar dapat melakukan analisa kebutuhan dan keinginan masa depan keuangan nasabah dengan baik. Berdasarkan hasil analisa tersebut, maka agen asuransi dapat memberikan saran yang tepat kepada nasabah mengenai produk asuransi yang sesuai. Item mengenai kemampuan agen asuransi dalam menganalisa kebutuhan dan keinginan nasabah ini diukur melalui VK2. Hasil analisa faktor juga menunjukkan bahwa bobot yang diberikan VK1 terhadap variabel laten variasi keterampilan relatif rendah. Namun menurut MAIA (2008), modal utama seorang agen asuransi adalah kemampuan berkomunikasi. Selain itu, item lain dalam variabel laten variasi keterampilan ini memperlihatkan bahwa komunikasi sebagai sarana utama dalam bekerja, seperti saat agen asuransi harus menganalisa kebutuhan pelanggan, mempengaruhi pelanggan serta ketika harus menempatkan diri pada segala situasi nasabah. Sehingga item VK1 tetap diikutkan dalam instrumen penelitian.
Bab V Analisis
101
V.2.4 Variabel Laten Identitas Tugas Berdasarkan hasil analisa faktor, variabel manifes yang memiliki pengaruh terbesar terhadap variabel laten identitas tugas adalah IT2. Item ini mengukur kemampuan pekerja dalam mendeteksi seluruh aktivitas yang dilakukan dalam bekerja. Selain itu terdapat IT1, yaitu item yang mengukur kemampuan agen asuransi dalam mendeteksi input pekerjaan seperti referal, keinginan calon nasabah dan lain-lain. Dari sisi output, variabel manifes yang digunakan dalam pengukuran adalah IT4, yaitu perubahan besar antara input dan output pekerjaan yang dihasilkan. Penggunaan ketiga variabel ini menunjukkan bahwa instrumen penelitian dapat digunakan untuk mendeteksi identitas pekerjaan. Variabel manifes lain yang digunakan untuk mengukur variabel laten identitas tugas adalah IT8, yaitu item mengenai status nasabah. Kejelasan status kepemilikan nasabah agen asuransi akan memudahkan pekerja dalam memberikan layanan yang maksimal kepada nasabah. V.2.5 Variabel Laten Umpan Balik Pekerjaan Berdasarkan hasil analisa faktor, variabel laten umpan balik pekerjaan hanya diukur melalui dua variabel manifes yaitu UB4 dan UB6. Kedua item ini mengukur umpan balik yang diperoleh pekerja dari rekan kerja serta nasabah. Seperti terlihat pada variabel laten makna tugas, suatu pekerjaan selayaknya memiliki keterkaitan dengan pekerjaan lain. Dalam variabel laten umpan balik pekerjaan ini, ukuran keterkaitan tersebut tampak melalui ukuran informasi kualitas pekerjaan yang diberikan oleh bagian yang selanjutnya memproses hasil pekerjaan agen asuransi. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, informasi yang diberikan unit kerja lain biasanya berupa kelengkapan dokumen polis dan klaim nasabah. Penerbitan polis serta persetujuan pembayaran klaim umumnya dilakukan oleh bagian underwriting di kantor pusat (Jakarta). Sehingga bagian administrasi kantor cabang (Bandung) akan mengirimkan dokumen kerja agen asuransi ke kantor pusat untuk diproses selanjutnya. Demi efisiensi dan efektivitas kerja, bagian administrasi harus selalu memastikan bahwa dokumen kerja yang dikirim telah lengkap. Pada kondisi demikian umpan balik
Bab V Analisis
102
pekerjaan agen asuransi diberikan oleh unit kerja lain, yaitu bagian administrasi perusahaan. Ukuran umpan balik pekerjaan juga ditinjau dari sisi nasabah. Ukuran yang digunakan untuk hal tersebut adalah kritik yang dapat disampaikan nasabah secara langsung kepada agen asuransi apabila layanan yang diterima kurang memuaskan, seperti terukur pada variabel UB6. Beragamnya jenis nasabah yang dihadapi agen asuransi serta tuntutan untuk memberikan layanan yang berbedabeda, berpotensi menimbulkan layanan yang kurang sesuai dengan keinginan nasabah. Untuk itu dibutuhkan umpan balik dari nasabah demi meningkatkan kualitas layanan yang diberikan. Tentunya hal tersebut dapat diwujudkan dengan komunikasi yang terjalin baik antara nasabah dan agen asuransi.
V.3 Analisis Dimensi Karakteristik Pekerjaan Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan seperti terlihat pada Tabel IV.11, secara umum rata-rata nilai setiap dimensi karakteristik pekerjaan agen asuransi berada diatas skor 5 (skala 1-7). Hal ini berarti, secara umum agen asuransi menganggap bahwa pekerjaan yang dilakukan memiliki tingkat karakteristik agak tinggi. Nilai rata-rata dimensi karakteristik pekerjaan yang paling tinggi adalah variabel variasi keterampilan, yaitu 6.23. Nilai ini berada di antara skor 6 (tinggi) dan 7 (sangat tinggi). Saat ini peran agen asuransi tidak dapat dipandang hanya sebagai tenaga pemasar suatu jasa asuransi. Lebih dari itu, agen asuransi bertindak sebagai konsultan keuangan bagi nasabah asuransi (MAIA, 2008). Melalui peran ini, agen asuransi bertugas membantu nasabah dalam mewujudkan harapan keuangan di masa depan, seperti jaminan biaya kesehatan, biaya pendidikan anak ataupun perlindungan aset pribadi dan perusahaan. Pada beberapa perusahaan asuransi, jasa asuransi yang ditawarkan disertai paket investasi. Produk tersebut saat ini dikenal dengan nama unit link. Karakteristik produk unit link adalah memungkinkan
nasabah
untuk
mendapatkan
jasa
asuransi
sekaligus
menginvestasikan uang yang disetorkan sebagai premi setiap periode ke dalam bentuk reksadana. Dari sisi nasabah, unit link memberikan berbagai kemudahan
Bab V Analisis
103
karena nasabah tidak perlu mengurus segala keperluan dalam menginvestasikan uang di reksadana, selain manfaat peningkatan jumlah pengembalian uang di masa depan. Disamping unit link, setiap produk asuransi yang ditawarkan memiliki karakteristik tersendiri seperti manfaat yang akan diterima nasabah serta premi yang harus dibayarkan nasabah setiap periode. Dengan kenyataan tersebut, kemampuan seorang agen asuransi dalam mengkomunikasikan segala aspek yang berhubungan dengan karakteristik suatu produk merupakan hal yang mutlak diperlukan. Terbukti bahwa responden memberikan penilaian yang tinggi (diatas skor 6) terhadap penggunaan komunikasi dalam bekerja, seperti diukur melalui VK1. Demikian pula terhadap item yang mengukur penggunaan keterampilan menganalisa
kebutuhan
nasabah,
pemahaman
produk,
keterampilan
mempengaruhi nasabah, terampil dalam menempatkan diri pada situasi pelanggan serta terampil dalam menghadapi berbagai pelanggan. Menurut Hani (2004), pada dasarnya pekerja fleksibel memang memerlukan berbagai keterampilan untuk melakukan pekerjaan atau sebagai tuntutan atas pekerjaan yang dilakukan. Namun sejauh mana tingkat variasi keterampilan yang dibutuhkan suatu pekerjaan fleksibel, tergantung dari jenis pekerjaan fleksibel itu sendiri. Dalam kasus ini, variasi tugas, produk dan konsumen yang dilayani mengharuskan agen asuransi untuk menggunakan berbagai keterampilan dalam bekerja. Tingginya nilai rata-rata masing-masing variabel yang digunakan untuk mengukur variasi keterampilan menunjukkan bahwa pekerjaan yang dijalani sebagai agen asuransi memiliki variasi keterampilan yang tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, pihak perusahaan memahami tuntutan variasi keterampilan yang harus dimiliki oleh agen asuransi. Oleh sebab itu, perusahaan memberikan pelatihan secara periodik kepada seluruh agen asuransi. Jenis pelatihan yang diberikan beragam seperti komunikasi, pengetahuan produk, tata karma saat telepon atau menemui pelanggan dan lain sebagainya. Upaya lain yang dilakukan pimpinan perusahaan adalah dengan mendampingi agen asuransi saat prospek ke calon nasabah. Menurut Yammarino dan Dubinsky (1988), tindakan ini merupakan salah satu
Bab V Analisis
104
cara pimpinan dalam mewujudkan tanggung jawab terhadap kinerja agen asuransi yang dipimpinnya. Melalui hal ini diharapkan agen asuransi dapat mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam menawarkan produk kepada calon nasabah.
Dimensi karakteristik pekerjaan kedua yang memiliki nilai rata-rata tinggi adalah otonomi, yaitu 6.1. Nilai ini dikatakan tinggi karena berada di antara skor 6 (tinggi) dan 7 (sangat tinggi). Pada umumnya memang pekerja fleksibel memiliki sejumlah keleluasaan dan kesempatan untuk menentukan sendiri cara dalam bekerja, demikan pula terhadap waktu dan tempat untuk melakukan pekerjaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat otonomi yang diberikan pekerjaan kepada pekerja fleksibel memang cukup banyak. Untuk tingkat otonomi yang tinggi, pekerja dituntut untuk memiliki rasa tanggung jawab pribadi terhadap pekerjaan. Hal ini terjadi karena baik tidaknya hasil kerja yang diraih tergantung bagaimana usaha yang dilakukan pekerja dalam bekerja. Demikian pula yang dirasakan oleh agen asuransi. Tingginya nilai rata-rata otonomi yang diberikan responden menunjukkan bahwa responden merasakan kebebasan yang dimiliki dalam menentukan cara, tempat serta wilayah kerja. Kebebasan dalam menentukan target penjualan pribadi serta berusaha mewujudkannya, juga merupakan salah satu ukuran otonomi agen asuransi. Karakteristik otonomi agen asuransi yang ditunjukkan melalui hasil penelitian ini sekaligus menguatkan literatur (Olmsted dan Smith, 1997; Anonim, 2004) yang menyatakan agen asuransi sebagai salah satu bentuk kerja fleksibel. Nilai tinggi yang ditunjukkan karakteristik ini juga diperkuat oleh pernyataan bahwa fleksibilitas waktu merupakan alasan utama responden dalam memilih pekerjaan sebagai agen asuransi (lihat Gambar IV.10). Dengan terpenuhinya harapan fleksibilitas waktu dari suatu pekerjaan, diharapkan pekerja dapat menjadi lebih produktif dalam bekerja. Nilai rata-rata terbesar variabel manifes pembentuk variabel otonomi terdapat pada OT10, yaitu item yang mengukur pemberian saran agen asuransi kepada nasabah mengenai produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan. Nilai item yang tinggi ini menunjukkan bahwa sebagian besar agen asuransi telah
Bab V Analisis
105
menjalankan peran sebagai konsultan keuangan dengan baik. Saran yang diberikan kepada nasabah diharapkan mampu membantu nasabah untuk memutuskan produk asuransi yang tepat untuk digunakan. Pilihan produk yang tepat dan disertai dengan kelengkapan informasi yang diterima nasabah mengenai karakteristik produk dapat meningkatkan kepuasan nasabah terhadap produk asuransi
yang
digunakan.
Melalui
hal
ini
diharapkan
tidak
terdapat
kesalahpahaman antara nasabah dan agen asuransi, misalnya harapan nasabah yang terlalu tinggi terhadap manfaat yang diterima dari produk asuransi hingga berujung pada ketidakpuasan nasabah terhadap layanan asuransi serta citra buruk bagi seluruh agen asuransi. Nilai rata-rata terbesar berikutnya adalah OT11. Tingginya nilai tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar agen asuransi menetapkan target penjualan pribadi serta berusaha mewujudkannya. Hal ini mengindikasikan kesadaran agen asuransi bahwa besar pendapatan yang akan diterimanya bergantung pada usaha yang dilakukan dalam bekerja. Otonomi untuk menetapkan dan mewujudkan target penjualan pribadi dilengkapi dengan otonomi yang dimiliki agen asuransi dalam menentukan wilayah geografis pekerjaan, seperti diukur oleh OT8. Dengan kebebasan untuk menjaring nasabah hingga ke luar kota bahkan ke luar negeri, perusahaan memberi kesempatan kepada agen asuransi untuk mewujudkan target penjualan perusahaan ataupun target penjualan pribadi. Seperti dinyatakan dalam www.ec.europa.eu oleh Anonim (2001), keleluasaan seperti ini memungkinkan pekerja
memperluas
fungsinya
sehingga
berdampak
pada
penciptaan
kesejahteraan. Demikian pula otonomi yang dimiliki agen asuransi dalam menentukan tempat dan cara kerja, sebagaimana diukur oleh OT4 dan OT6. Beberapa perusahaan asuransi tidak mengharuskan agen asuransi untuk selalu hadir di kantor setiap hari kerja, sehingga agen asuransi dapat melakukan prospek dan pelayanan kepada nasabah dari rumah, kantor nasabah atau dari tempattempat lain. Otonomi waktu memang tidak termasuk ukuran yang digunakan dalam variabel otonomi ini. Namun dengan memperhatikan pola kerja fleksibel dari sisi tempat dan cara kerja yang dijalani agen asuransi, terlihat bahwa agen asuransi memiliki waktu kerja yang fleksibel pula. Hal ini didukung pula oleh
Bab V Analisis
106
pernyataan beberapa responden saat wawancara dilakukan bahwa agen asuransi memiliki kebebasan dalam menentukan waktu kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabah dan pribadi. Untuk jenis pekerjaan dengan tingkat otonomi tinggi seperti agen asuransi ini, perlu diperhatikan bahwa terkadang kebebasan yang terlalu besar dapat menimbulkan efek negatif, misalnya pekerja menjadi bekerja semaunya dan tidak memperhatikan peraturan atau kebijakan yang ada. Untuk itu, otonomi memang perlu diimbangi dengan adanya tanggung jawab dari dalam diri pekerja atau peraturan yang mengatur otonomi apa saja yang relevan dengan pekerjaan. Di Indonesia saat ini belum ada peraturan yang memberi petunjuk dalam mengatur otonomi pekerjaan secara khusus. Pengaturan otonomi lebih diserahkan kepada perusahaan sehingga pihak manajemen perusahaan perlu mempertimbangkan sejauh mana kebebasan diberikan kepada pekerja. Hal ini diharapkan agar pekerja memiliki kebebasan dalam bekerja namun tetap sesuai dengan proporsi yang seharusnya serta tidak mengganggu kegiatan operasional perusahaan.
Nilai rata-rata yang diperoleh variabel makna tugas adalah 5.981. Nilai ini berada di antara skor 5 (agak tinggi) dan 6 (tinggi). Nilai tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan pekerjaan yang dilakukan sebagai agen asuransi memiliki dampak yang besar dan bermakna bagi pihak lain, baik nasabah, bagian kerja lain maupun perusahaan secara keseluruhan. Kesadaran yang dimiliki tersebut akan memotivasi agen asuransi untuk bekerja lebih baik sehingga memberikan pengaruh positif terhadap pihak lain. Seperti terlihat pada item MT10, yaitu dampak kualitas pekerjaan terhadap kepuasan nasabah, makna pelayanan yang diberikan agen asuransi kepada nasabah sangat menentukan kepuasan nasabah. Nasabah yang puas terhadap pelayanan yang diberikan diharapkan mampu menjadi nasabah loyal serta memberikan referensi yang baik menyangkut agen atau perusahaan asuransi. Seperti diungkapkan Hoyt, Dumm dan Carson (2006), agen asuransi berperan membantu nasabah dalam memilih produk asuransi yang sesuai. Kesadaran akan kebutuhan asuransi masyarakat juga menjadikan alasan agen asuransi dalam memilih bidang pekerjaan yang dijalani,
Bab V Analisis
107
seperti dilihat pada hasil pengolahan data demografi responden. Adanya kesadaran ini mendorong agen asuransi untuk melakukan pekerjaan lebih baik agar dapat membantu masyarakat yang membutuhkan produk asuransi. Responden juga menyatakan bahwa kualitas pekerjaan yang dilakukan berdampak pada citra perusahaan. Hal ini menunjukkan kesadaran tinggi dalam diri agen asuransi terhadap tanggung jawab yang diemban sebagai bagian dari anggota perusahaan. Diharapkan kesadaran seperti ini dapat menghindarkan agen asuransi untuk memberikan janj-janji yang tidak sesuai kepada nasabah sehingga menimbulkan citra buruk bagi pekerjaan dan perusahaan. Terkait peran agen asuransi terhadap perusahaan, Hoyt, Dumm dan Carson (2006) menyatakan agen asuransi berperan dalam memberikan informasi menyangkut kondisi pasar. Bila informasi ini ditindaklanjuti dengan serius oleh pihak perusahaan, dapat diciptakan suatu produk asuransi yang sesuai dengan tuntutan pasar sehingga meningkatkan kemampuan perusahaan untuk berkompetisi dengan perusahaan asuransi lain. Kesadaran akan makna pekerjaan terhadap citra perusahaan juga muncul dari perasaan pekerja bahwa dirinya ikut memiliki perusahaan. Masa kerja responden penelitian yang mayoritas berada diatas 5 tahun turut mempengaruhi tingginya nilai yang diperoleh variabel makna tugas ini. Makna pekerjaan terhadap pihak atau bagian lain dalam perusahaan juga dirasakan oleh responden. Hal tersebut menunjukkan bahwa agen asuransi merasakan keterkaitan pekerjaan yang dilakukan dengan pekerjaan lain dalam perusahaan. Sehingga diharapkan agen asuransi menjadi termotivasi untuk memberikan kualitas pekerjaan yang baik agar memberi pengaruh positif pada kualitas pekerjaan bagian lain. Meskipun secara alamiah pekerjaan yang dilakukan agen asuransi memiliki makna tugas yang besar bagi pihak lain, namun harus pula diimbangi dengan kesadaran dalam diri agen asuransi terhadap makna pekerjaan bagi pihak lain. Oleh karena itu, peran pihak perusahaan menjadi penting dalam memberikan pemahaman mengenai makna pekerjaan yang sedang dilakukan agen asuransi. Beberapa hal yang dapat dilakukan manajemen perusahaan, misalnya memberikan petunjuk yang jelas mengenai misi pekerjaan, tanggung jawab yang dimiliki serta
Bab V Analisis
108
pengaruh atau peran pekerjaan agen asuransi pada unit kerja, orang lain, nasabah maupun perusahaan. Disamping itu pihak manajemen diharapkan selalu memantau dan memberikan masukan kepada agen asuransi dalam bekerja.
Dimensi karakteristik pekerjaan lainnya adalah umpan balik pekerjaan. Dengan menggunakan skala 7, nilai rata-rata sebesar 5.83 pada karakteristik ini menunjukkan bahwa umpan balik yang diberikan pekerjaan kepada agen asuransi cukup tinggi. Umpan balik pekerjaan akan memberi pengaruh langsung pada tingkat pengetahuan pekerja mengenai hasil aktual aktivitas kerja yang dilakukan. Bentuk umpan balik pekerjaan dapat bermacam-macam. Biasanya pihak manajemen perusahaan menyediakan sistem umpan balik pekerjaan yang terpadu dengan umpan balik orang. Demikian pula halnya sistem umpan balik yang terdapat pada perusahaan asuransi. Asuransi merupakan sebuah jasa yang bersifat personal, sehingga umpan balik pekerjaan yang diperoleh agen asuransi banyak berasal dari konsumen yang merasakan jasa tersebut serta unit kerja lain yang akan memproses dokumen hasil kerja. Berdasarkan hasil analisa faktor, hanya terdapat dua variabel manifes yang digunakan untuk mengukur dimensi karakteristik umpan balik pekerjaan agen asuransi. Namun penggunaan kedua variabel tersebut dianggap sudah cukup mewakili ukuran umpan balik pekerjaan agen asuransi karena mengukur dari dua aspek yang berbeda yaitu nasabah dan bagian kerja lain. Kedua variabel tersebut memberikan nilai skor yang tinggi pada umpan balik pekerjaan yang berasal dari nasabah serta skor cukup tinggi pada umpan balik yang berasal dari bagian kerja lain. Masih dengan menggunakan skala 7, kriteria tinggi ditunjukkan apabila nilai variabel diatas 6, serta cukup tinggi apabila nilai variabel diatas 5. Kinerja pekerjaan seorang agen asuransi umumnya diukur melalui jumlah polis terjual, jumlah nasabah yang dimiliki serta pendapatan premi yang diperoleh. Dengan ukuran hasil ini, pengukuran kinerja lebih banyak dilakukan secara individu. Pimpinan dan unit kerja lain hanya berperan dalam memantau dan mendokumentasikan bukti hasil kerja agen asuransi.
Bab V Analisis
109
Keluhan atau respon nasabah atas pelayanan yang diberikan merupakan umpan balik yang tepat karena berasal dari pihak yang merasakan langsung layanan yang diberikan agen asuransi. Demikian halnya, informasi kualitas hasil kerja yang diberikan oleh rekan kerja. Dalam pengurusan polis dan klaim, agen asuransi tidak dapat bekerja sendiri. Terutama pada perusahaan asuransi yang melakukan penerbitan polis dan pembayaran klaim secara terpusat, bagian administrasi merupakan pihak yang akan memproses dokumen hasil kerja agen asuransi. Bagian ini akan memberikan informasi kelengkapan dokumen kerja sebelum diproses lebih lanjut oleh bagian underwriting di kantor pusat. Dengan tingkat umpan balik yang cukup tinggi ini, agen asuransi menjadi termotivasi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerjanya karena cepat menerima umpan balik mengenai seberapa baik performansi kerja yang dihasilkan. Tingginya nilai umpan balik ini juga menunjukkan bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting untuk diwujudkan dalam menjalani pekerjaan sebagai agen asuransi.
Meskipun memiliki nilai rata-rata yang paling rendah di antara keempat dimensi karakteristik pekerjaan lainnya, dimensi identitas tugas masih berada pada tingkat cukup tinggi. Nilai rata-rata yang diberikan responden untuk karakteristik ini adalah 5.27. Nilai ini menunjukkan bahwa responden merasa pekerjaan yang sedang dijalani sebagai agen asuransi memiliki identitas yang cukup jelas. Merujuk pada indikator kejelasan identitas pekerjaan yang disampaikan oleh Turner dan Lawrence dalam Teori Requisite Task Attribute (RTA), pekerjaan agen asuransi merupakan pekerjaan dengan identitas yang cukup jelas. Ukuran yang memberikan skor tinggi untuk dimensi karakteristik ini adalah IT2, yaitu item yang mengukur kejelasan aktivitas yang harus dilakukan agen asuransi dalam bekerja. Skor IT2 yang tinggi menunjukkan bahwa responden telah memahami aktivitas yang harus dilakukan dalam bekerja. Sebagai tenaga pemasar produk asuransi, aktivitas utama yang harus dilakukan agen asuransi adalah (Scott, O’Shaughnessy dan Cappelli, 1994; Yammarino dan Dubinsky, 1988):
Bab V Analisis
110
1. Menawarkan produk, hingga terjadi transaksi. 2. Membina hubungan baik dengan nasabah, terutama mengkomunikasikan apabila terjadi perubahan pasar reksadana yang signifikan atau pada saat nasabah harus mencairkan klaim asuransi. 3. Pada beberapa perusahaan, agen asuransi memiliki tugas untuk merekrut agen asuransi baru yang akan menjadi anggota unit kerjanya. Terkait dengan aktivitas dalam pekerjaan, responden juga merasakan adanya kejelasan terhadap input pekerjaan. Input pekerjaan dalam hal ini merupakan segala hal yang dapat menggerakkan agen asuransi untuk memulai pekerjaan, seperti referal yang diterima dari pihak lain ataupun kebutuhan produk asuransi yang disampaikan nasabah. Pada perusahaan asuransi dengan sistem bancassurance, referal banyak berasal dari bank yang menjadi mitra perusahaan. Pada perusahaan asuransi non-bancassurance, agen asuransi lebih diberi kebebasan untuk mendapatkan referensi calon nasabah dari segala sumber. Dengan sistem demikian, terlihat bahwa komunikasi dan kesungguhan agen asuransi dalam memperluas jejaring pergaulan merupakan sumber referensi utama bagi pekerjaan agen asuransi. Sementara output pekerjaan agen asuransi merupakan segala hal yang dihasilkan dari aktivitas kerja agen asuransi, seperti nasabah yang dimiliki, dokumen polis dan klaim serta kepuasan nasabah yang dihasilkan dari aktivitas pelayanan yang diberikan agen asuransi. Seperti halnya pekerjaan lain, input suatu pekerjaan akan diproses melalui serangkaian aktivitas menjadi output pekerjaan. Perbedaan yang sangat mendasar dari pekerjaan agen asuransi dengan pekerjaan lain adalah sifat input dan output pekerjaan yang tak berwujud sehingga sulit dideteksi. Namun demikian, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa responden cukup memahami input, aktivitas maupun output pekerjaan. Secara spesifik, responden juga merasakan bahwa terjadi perubahan besar antara input pekerjaan dan output yang dihasilkan, seperti telah diukur pada IT4. Hal ini menunjukkan aktivitas yang dilakukan dalam pekerjaan telah mampu mengubah input pekerjaan menjadi sesuatu yang berbeda wujud dan sifatnya. Dengan perubahan besar antara input dan output pekerjaan ini, agen asuransi akan merasa
Bab V Analisis
111
bahwa pekerjaannya memiliki arti, dan bukan sekedar melengkapi bagian pekerjaan pihak lain dalam perusahaan. Variabel manifes lain yang digunakan untuk mengukur identitas tugas pekerjaan adalah IT8, yaitu item pertanyaan yang menanyakan status kepemilikan nasabah bagi agen asuransi. Pada umumnya, satu orang nasabah hanya akan menjadi konsumen dari satu orang agen asuransi. Hal ini dilakukan untuk memberikan kejelasan tugas bagi agen asuransi. Namun pada prakteknya, beberapa perusahaan asuransi menerapkan sistem jejaring dan mewajibkan agen asuransi untuk melakukan perekrutan nasabah serta agen asuransi yang akan menjadi bagian dari unit kerjanya. Sistem yang diterapkan beberapa perusahaan asuransi ini sebenarnya mengadopsi sistem pada Multi Level Marketing, sehingga dikenal istilah upline dan downline bagi agen asuransi yang membawahi dan direkrut oleh agen asuransi lain. Dengan sistem ini konsumen yang menjadi nasabah seorang agen asuransi secara otomatis juga menjadi nasabah upline agen asuransi tersebut. Rendahnya skor yang ditunjukkan variabel manifes ini dibanding variabel manifes lain dalam dimensi identitas tugas ditengarai terjadi karena responden berasal dari perusahaan dengan sistem jejaring dan sistem perekrutan nasabah asuransi murni. Faktor lain yang dapat menyebabkan nilai karakterstik ini rendah adalah kemampuan pekerjaan ini untuk dilakukan bersamaan dengan aktivitas personal atau keluarga. Hal ini dapat menyulitkan agen asuransi untuk membedakan apakah dirinya sedang bekerja atau bentuk sosialisasi diri pada masyarakat. Dari sisi perusahaan, dimensi identitas tugas hendaknya juga mendapat perhatian, terlebih respon atas variabel ini paling rendah dibanding variabel karakteristik pekerjaan lain. Hal-hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan nilai identitas tugas agen asuransi ini misalnya memberikan uraian yang jelas mengenai ruang lingkup tugas, saat awal dan akhir tugas serta kualitas hasil kerja yang diharapkan. Informasi-informasi tersebut dapat disampaikan sejak seorang agen asuransi mulai bergabung dengan perusahaan serta dapat dimasukkan sebagai materi pelatihan periodik bagi agen asuransi. Informasi
Bab V Analisis
112
tersebut penting agar tugas-tugas agen asuransi benar-benar dipahami sehingga pekerja termotivasi untuk bekerja lebih giat.
V.4 Regresi Linier Berganda Metode regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dimensi pekerjaan terhadap kualitas kehidupan kerja. Berdasarkan Hair et al. (1998) terdapat dua tujuan utama penggunaan regresi linier berganda, yaitu alat untuk memprediksi nilai variabel dependen serta alat untuk menjelaskan kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen. Namun penerapan kedua tujuan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan. Dalam penelitian ini variabel-variabel karakteristik pekerjaan digunakan sebagai variabel indepeden sementara variabel kualitas kehidupan kerja merupakan variabel dependen. Teknik regresi linier berganda didahului dengan pengujian asumsi untuk memastikan bahwa secara statistik regresi linier berganda merupakan teknik yang tepat untuk menggambarkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Hair et al. (1998) menyatakan asumsi yang harus dipenuhi dalam regresi linier berganda adalah: 1. Hubungan linier Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui sifat hubungan setiap variabel independen yang akan digunakan dalam model regresi dengan variabel dependen. Seperti terlihat pada Gambar IV.10 sampai IV.14, seluruh variabel independen memiliki hubungan yang linier terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama (multivariat), variabel-variabel independen memiliki hubungan linier dengan variabel dependen. Hal ini memberikan indikasi kuat bahwa pengolahan data menggunakan teknik regresi linier berganda tepat digunakan. 2. Eror berdistribusi normal Pengujian distribusi eror digunakan untuk memastikan bahwa eror yang terjadi memiliki distribusi normal. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Gambar IV.15 dan IV.16. Merujuk pada Hair et al. (1998) bahwa plot residu
Bab V Analisis
113
yang mendekati garis diagonal menunjukkan distribusi normal, asumsi normalitas eror pada penelitian ini telah terpenuhi. Demikian pula Gambar IV.16 yang menunjukkan histogram dengan bentuk mendekati kurva normal. 3. Pengujian homoskedastisitas Uji homoskedastisitas dilakukan untuk memastikan bahwa eror yang terjadi memiliki variansi yang sama sepanjang variabel dependen. Gambar IV.17 menunjukkan bahwa eror yang terjadi pada setiap nilai prediksi relatif menyebar
dan
tidak
membentuk
pola
tertentu.
Sehingga
asumsi
homoskedastisitas pada penelitian ini telah terpenuhi. Merujuk pada Hair et al. (1998), koefisien korelasi antar variabel bernilai > 0.90 mengindikasikan adanya kolinearitas antar variabel. Ditambahkan Supranto (2004), untuk memprediksi nilai variabel dependen dengan tepat maka tidak boleh terjadi korelasi sempurna, dengan koefisien korelasi sebesar 1, antara variabel independen dan variabel dependen. Matriks korelasi antar variabel pada Tabel IV.12 menunjukkan tidak ada hubungan antar variabel independen yang memiliki korelasi > 0.90, sehingga persamaan regresi yang akan dibentuk diharapkan mampu menjelaskan variansi yang terdapat pada variabel dependen. Dengan terpenuhinya seluruh asumsi dalam regresi linier berganda maka estimasi model regresi dapat dilakukan. Pemilihan variabel prediktor yang akan digunakan dalam pembentukan model regresi dilakukan dengan metode stepwise. Hair et al. (1998) menyatakan bahwa metode stepwise memungkinkan peneliti hanya memasukkan variabel yang benar-benar memberi kontribusi dalam memprediksi dan menjelaskan variabel dependen. Tujuan utama penggunaan metode ini adalah untuk meningkatkan kemampuan prediksi dan eksplanasi variabel dependen dengan menggunakan sejumlah kecil variabel independen. Variabel independen pertama yang akan masuk ke dalam model regresi merupakan variabel independen yang memiliki korelasi paling besar terhadap variabel dependen. Berdasarkan matriks korelasi pada Tabel IV.12, secara statistik korelasi terbesar variabel independen dengan variabel dependen terdapat pada variabel MT. Maka model regresi pertama yang terbentuk menggunakan variabel
Bab V Analisis
114
MT sebagai prediktor, seperti terlihat pada Tabel IV.15. Karakteristik dari model regresi pertama yang terbentuk adalah: a. Koefisien korelasi (R) menunjukkan korelasi antara variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R yang ditunjukkan pada model regresi ini adalah 0.526, seperti terlihat pada Tabel IV.13. Karena model ini hanya berisi satu buah variabel prediktor, yaitu variabel MT, maka R memiliki nilai yang sama dengan nilai korelasi yang ditunjukkan pada matriks korelasi. b. Koefisien determinasi (R2) menunjukkan kemampuan model regresi untuk menjelaskan variansi yang terdapat pada variabel dependen. Nilai R2 model ini adalah 0.277, seperti terlihat pada Tabel IV.13. Nilai ini menunjukkan bahwa penggunaan MT sebagai prediktor mampu menjelaskan sebanyak 27.7% variansi yang terdapat pada variabel dependen. Sementara terdapat 72.3% variansi variabel dependen yang belum mampu dijelaskan oleh variabel MT. c. Adjusted R2 menunjukkan kebaikan model regresi apabila dibandingkan dengan model regresi lain. Nilai Adjusted R2 untuk model ini adalah 0.270. d. Standard Error of the Estimate (SEE) SEE merupakan salah satu ukuran keakuratan model regresi yang biasa digunakan. SEE menunjukkan deviasi standar dari error prediksi sehingga dapat dijadikan suatu ukuran perkiraan nilai absolut kesalahan estimasi (Hair, 1998). Berdasarkan Tabel IV.13, nilai SEE yang diperoleh model ini adalah 0.487. e. Hasil uji ANOVA pada Tabel IV.14 menunjukkan nilai F hitung sebesar 40.610 dengan tingkat signifikansi 0.000. Nilai ini menunjukkan bahwa secara statistik model regresi yang terbentuk dengan menggunakan variabel prediktor MT dapat digunakan untuk menjelaskan variansi pada variabel dependen. f. Koefisien regresi (r) yang ditunjukkan dalam model regresi ini adalah 2.903 untuk variabel intersept serta 0.021 untuk variabel MT. Nilai t pada Tabel IV.15 menunjukkan bahwa secara statistik koefisien korelasi yang terdapat pada model ini mampu memberikan pengaruh yang signifikan untuk menjelaskan variabel dependen.
Bab V Analisis
115
g. Koefisien Beta, merupakan koefisien regresi parsial yang diperoleh apabila semua variabel independen dan dependen telah dibuat standar sehingga mempunyai rata-rata nol dan standar deviasi satu (Supranto, 2004). Koefisien Beta, seperti terdapat pada Tabel IV.16, dapat digunakan untuk menentukan variabel prediktor yang memiliki pengaruh terbesar dalam menjelaskan variabel dependen. Karena model ini hanya menggunakan MT sebagai variabel prediktor, maka perbandingan pengaruh variabel prediktor terhadap variabel dependen tidak dapat dilakukan. Nilai korelasi parsial variabel independen yang tidak digunakan pada model regresi pertama dapat digunakan untuk menentukan variabel prediktor mana yang selanjutnya akan masuk ke dalam model. Tabel IV.16 menunjukkan variabel VK memiliki korelasi parsial yang terbesar pada model regresi pertama. Selain itu terlihat bahwa variabel VK memiliki tingkat signifikansi nilai t yang < 0.05 yang mengindikasikan bahwa melibatkan variabel VK dalam model akan memberikan pengaruh signifikan dalam menjelaskan variabel dependen. Maka variabel VK digunakan sebagai prediktor dalam model regresi kedua, seperti terlihat pada Tabel IV.15. Berdasarkan hasil pengolahan data, karakteristik yang terdapat pada model regresi kedua adalah: a. Koefisien korelasi (R) model regresi kedua adalah 0.558 (lihat Tabel IV.13). Nilai ini menunjukkan korelasi antara variat MT dan VK, sebagai variabel independen, dengan kualitas kehidupan kerja sebagai variabel dependen. Dibandingkan dengan model regresi pertama, koefisien korelasi (R) model regresi kedua memiliki nilai yang lebih besar. Peningkatan nilai ini menunjukkan penggunaan variat MT dan VK sebagai prediktor variabel kualitas kehidupan kerja lebih memberikan gambaran atas hubungan dependensi yang terjadi. b. Koefisien determinasi (R2) model regresi kedua adalah 0.311 (lihat Tabel IV.13). Nilai ini memberikan arti bahwa secara statistik, penggunaan variat MT dan VK sebagai prediktor mampu menjelaskan sebanyak 31.1% variansi yang terdapat pada variabel kualitas kehidupan kerja. Dari Tabel IV.13 tampak bahwa terjadi peningkatan nilai R2 melalui penggunaan model regresi
Bab V Analisis
116
kedua dibandingkan model regresi pertama. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik, model regresi kedua yaitu dengan menggunakan prediktor MT dan VK, mampu menjelaskan lebih banyak variansi yang terdapat pada variabel kualitas kehidupan kerja. Hair et al. (1998) dan Supranto (2004) menyarankan penggunaan R2 sebagai salah satu indikasi kebaikan model regresi. Nilai R2 yang diperoleh model regresi ini relatif rendah menandakan bahwa ada pengaruh variabel lain, selain dimensi pekerjaan, dalam menentukan kualitas kehidupan kerja. Variabel tersebut dapat berupa pengaruh personal serta lingkungan pekerja. Namun dalam penelitian ini, masalah hanya dibatasi pada aspek pekerjaan semata. c. Nilai Adjusted R2 model regresi kedua adalah 0.298. Nilai ini dapat digunakan untuk membandingkan kebaikan model regresi apabila terdapat perbedaan jumlah variabel independen yang terlibat (Hair et al., 1998). Berdasarkan Tabel IV.13 terjadi peningkatan nilai Adjusted R2 antara model regresi pertama dan model regresi kedua, meskipun besar peningkatan yang terjadi tidak cukup signifikan. Dengan indikator ini, maka model regresi kedua, yaitu dengan prediktor berupa variat MT dan VK, memiliki kebaikan model yang lebih tinggi dibandingkan dengan model regresi pertama. d. Standard Error Estimate (SEE) model regresi kedua adalah 0.478 (lihat Tabel IV.13). Hair et al. (1998) menyatakan bahwa penurunan nilai SEE menunjukkan kebaikan suatu model regresi karena berarti semakin kecil kesalahan prediksi variabel dependen yang terjadi. Dari Tabel IV.13 terlihat bahwa nilai SEE model regresi kedua lebih rendah daripada nilai SEE pada model regresi pertama. Hal ini menunjukkan penggunaan variat MT dan VK sebagai prediktor memberikan kesalahan prediksi yang lebih kecil daripada apabila hanya menggunakan variabel MT untuk memprediksi nilai kualitas kehidupan kerja. e. Hasil uji ANOVA model regresi kedua menunjukkan tingkat signifikansi nilai F < 0.05. Seperti halnya model regresi pertama, tingkat signifikansi ini menunjukkan bahwa penggunaan variat MT dan VK secara statistik mampu menjelaskan variansi yang terdapat pada variabel kualitas kehidupan kerja.
Bab V Analisis
117
Supranto (2004) menyatakan bahwa uji F merupakan uji terhadap pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen serta pengujian kemampuan variansi dependen terjelaskan oleh variabel independen. f. Koefisien regresi (r) model regresi yang ditunjukkan pada Tabel IV.15 digunakan
untuk
membentuk
persamaan
regresi.
Berdasarkan
hasil
pengolahan data tersebut, persamaan regresi yang terbentuk adalah: Y = 1.99 + 0.111 MT + 0.07 VK Supranto (2004) menyatakan bahwa koefisien regresi parsial pada suatu persamaan regresi majemuk mengukur perubahan nilai variabel dependen yang diharapkan apabila salah satu variabel independen berubah satu unit dan variabel independen lain bernilai tetap. Dalam model regresi yang didapatkan, koefisien regresi variabel MT bernilai +0.111. Hal ini berarti peningkatan nilai variabel MT sebesar 0.111 unit, sementara variabel VK bernilai tetap, akan meningkatkan nilai variabel dependen sebesar 0.111 unit. Demikian halnya terjadi untuk variabel VK. Nilai t persamaan regresi model kedua memiliki tingkat signifikansi < 0.05 (lihat Tabel IV.15). Hair et al. (1998) menyatakan bahwa pengujian statistik t dalam regresi linier menunjukkan bahwa secara statistik variabel-variabel independen tersebut dapat digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen. Namun Tabel IV.16 menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen diluar model yang memiliki nilai signifikansi t < 0.05. Dengan kata lain, model regresi linier berganda yang terbentuk hanya melibatkan dua variabel independen sebagai prediktor yaitu variabel MT dan VK. Nilai Koefisien Beta untuk kedua variabel tersebut (lihat Tabel IV.15) menunjukkan bahwa variabel MT memiliki pengaruh terbesar dalam menjelaskan variabel dependen.
Hair et al. (1998) menyarankan hal-hal yang harus dilakukan setelah model regresi terbentuk adalah identifikasi outlier, multikolinearitas serta validasi model. Identifikasi outlier dilakukan untuk memastikan apakah ada observasi yang akan mempengaruhi hasil analisa model. Hasil pengujian outlier dapat dilihat pada
Bab V Analisis
118
Tabel IV.17 serta diilustrasikan dalam plot studentized residu pada Gambar IV.18. Kedua hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa sebaran nilai residu berada di dalam batas nilai minimum dan maksimum studentized residual. Dengan demikian, tidak ditemukan adanya outlier dalam model regresi yang dihasilkan. Kehadiran multikolinieritas dalam model regresi akan mengurangi kemampuan variabel independen dalam memprediksi dan menjelaskan variabel dependen (Hair et al., 1998). Tabel IV.18 menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas dalam model regresi yang terbentuk sehingga variabel MT (makna tugas) dan VK (variasi keterampilan) secara statistik merupakan ukuran yang tepat dalam memprediksi nilai variabel dependen (Kualitas Kehidupan Kerja). Validasi hasil dilakukan untuk meyakinkan bahwa model regresi dapat merepresentasikan populasi secara umum. Ada beberapa pendekatan empiris yang dapat dilakukan untuk memvalidasi hasil regresi (Hair et al., 1998): a. Menambah atau membagi dua sampel b. Menghitung statistik press c. Membandingkan model regresi d. Memprediksi dengan model Dalam penelitian ini validasi model regresi dilakukan dengan membandingkan model regresi yang terbentuk dengan menggunakan metode enter/confirmatory. Hasil validasi ditunjukkan pada Tabel IV.19 – Tabel IV.21. Ditinjau dari model regresi yang dihasilkan, persamaan regresi dengan metode enter lebih mampu menjelaskan variansi yang terdapat pada variabel dependen daripada model regresi dengan metode stepwise. Hal ini dilihat dari nilai Adjusted R square yang lebih besar. Akan tetapi, apabila ditinjau lebih jauh terhadap variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam persamaan terlihat bahwa hanya variabel MT yang secara statistik memiliki kontribusi signifikan untuk dimasukkan ke dalam model persamaan regresi. Sehingga model regresi dengan menggunakan metode stepwise seperti telah dilakukan sebelumnya lebih tepat digunakan. Terlebih, perubahan nilai Adjusted R square yang terjadi apabila metode enter digunakan relatif kecil. Dengan demikian model regresi yang diperoleh dalam penelitian telah valid.
Bab V Analisis
119
V.5 Analisis Pengaruh Dimensi Karakteristik Pekerjaan Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja Model regresi linier berganda yang terbentuk menunjukkan bahwa hanya terdapat dua variabel dimensi karakteristik pekerjaan yang dapat digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan kualitas kehidupan kerja agen asuransi. Kedua variabel tersebut adalah Makna Tugas dan Variasi Keterampilan. Makna tugas dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu dampak yang ditimbulkan pekerjaan bagi kehidupan seseorang dalam organisasi atau masyarakat (Hackman dan Oldham, 1980). Berdasarkan hasil analisa faktor, pihak yang merasakan dampak pekerjaan agen asuransi adalah nasabah, unit kerja lain serta perusahaan. Hackman dan Oldham (1980), seperti diutarakan dalam Teori Karakteristik Pekerjaan, menyatakan bahwa makna suatu pekerjaan akan menimbulkan perasaan dalam diri pekerja bahwa pekerjaan tersebut memiliki arti sehingga berdampak pada kepuasan kerja yang tinggi (lihat Gambar II.1). Hal ini didukung oleh Adler (1991) serta Greenberg dan Baron (1997) yang menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan merupakan salah satu ukuran yang menentukan tingkat kepuasan kerja. Di lain pihak, seperti dilakukan dalam penelitian ini, kepuasan kerja merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas kehidupan kerja (Jamal dan Baba, 1991; Carayon et al., 2003; Beasley et al., 2005). Seperti diutarakan Fiermonte dan Bruning (2005), pekerja yang merasakan bahwa pekerjaan yang dilakukannya bermakna cenderung akan memiliki persepsi yang baik terhadap organisasi serta pimpinan. Sehingga pekerjaan dengan makna tugas tinggi akan memberikan kepuasan kerja tinggi dan berdampak pada kualitas kehidupan kerja yang tinggi pula. Secara spesifik untuk kasus pekerjaan agen asuransi, makna pekerjaan bagi nasabah, unit kerja lain serta perusahaan memberikan kepuasan kerja serta kehidupan kerja yang berkualitas bagi agen asuransi. Dengan masa kerja mayoritas responden diatas 5 tahun (lihat Gambar IV.4), agen asuransi menjadi lebih memahami dampak yang dihasilkan pekerjaan terhadap pihak lain. Salah satu alasan yang mendasari responden untuk memilih pekerjaan sebagai agen asuransi adalah kesadaran bahwa asuransi
Bab V Analisis
120
merupakan kebutuhan masyarakat. Kesadaran ini menunjukkan bahwa responden memahami makna pekerjaan bagi masyarakat yang membutuhkan jasa asuransi. Igbaria, Parasuraman dan Badawy (1994) menyatakan bahwa keterlibatan pekerja mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja karena pekerja diberi kesempatan untuk memberikan kontribusi yang bermakna bagi perusahaan melalui pekerjaan yang dilakukannya. Nielsen et al. (2004) serta Leverty dan Prakash (2007) menambahkan, sebagai perwakilan perusahaan kepada konsumen, agen asuransi berperan dalam memahami, menyaring dan menginterpretasikan seluruh informasi dari dan kepada perusahaan. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa pekerjaan agen asuransi memiliki makna yang besar bagi nasabah, unit kerja lain serta bagi citra dan pencapaian target pendapatan perusahaan. Dengan keterlibatan ini, makna pekerjaan menjadi suatu hal yang penting dalam menentukan kualitas kehidupan kerja agen asuransi. Pada seluruh perusahaan asuransi yang digunakan sebagai sampel penelitian ini, agen asuransi selalu dilibatkan dalam penentuan target penjualan perusahaan dalam suatu periode. Hal ini dilakukan agar target penjualan realistis terhadap kemampuan agen asuransi serta dapat memicu kinerja agen asuransi. Disamping itu, keterlibatan agen asuransi dalam penentuan target penjualan juga akan meningkatkan rasa memiliki pekerja terhadap perusahaan. Rasa memiliki terhadap perusahaan yang tinggi akan mendorong agen asuransi untuk bekerja lebih giat agar penjualan jasa asuransi perusahaan meningkat. Shamir dan Salomon (1985) menyatakan keseimbangan kehidupan sebagai salah satu indikator kualitas kehidupan kerja. Secara spesifik, Shamir dan Salomon juga menyatakan bahwa tekanan yang dirasakan pekerja atas lingkungan pekerjaan seperti rekan kerja dan pimpinan akan memicu kehidupan kerja yang tidak berkualitas. Dengan memperhatikan makna yang ditimbulkan pekerjaan agen asuransi, tampak bahwa pekerjaan ini memiliki keterkaitan dengan pekerjaan unit kerja lain dalam perusahaan. Sehingga apabila kualitas pekerjaan yang dihasilkan agen asuransi baik, tidak ada konflik yang akan terjadi dalam lingkungan kerja tersebut. Seperti disebutkan Marks dan Grzywacz (2000) serta Skinner (2005) bahwa kerja merupakan suatu bagian kehidupan yang akan
Bab V Analisis
121
mempengaruhi sisi kehidupan lain, ketidakhadiran konflik dalam kehidupan pekerjaan agen asuransi akan menciptakan keseimbangan kehidupan. Dimensi pekerjaan lain yang secara statistik terbukti memiliki pengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja adalah variasi keterampilan. Dalam penelitian ini variasi keterampilan didefinisikan sebagai suatu tingkat keragaman keterampilan yang dibutuhkan pekerja untuk melaksanakan beragam kegiatan dalam suatu pekerjaan (Hackman dan Oldham, 1980). Nilai variasi keterampilan yang dimiliki agen asuransi tergolong tinggi, yaitu 6.23 (lihat Tabel IV.11). Keragaman keterampilan yang dibutuhkan agen asuransi dalam bekerja menimbulkan perasaan dalam diri agen asuransi bahwa pekerjaan yang dilakukan memiliki makna yang besar. Berdasarkan Teori Karakteristik Pekerjaan yang diutarakan Hackman dan Oldham (1980), perasaan bahwa pekerjaan bermakna akan berdampak pada kepuasan kerja yang tinggi. Dengan menggunakan kepuasan kerja sebagai salah satu indikator dalam kualitas kehidupan kerja, maka variasi keterampilan memiliki pengaruh yang positif terhadap kualitas kehidupan kerja. Kemampuan variasi pekerjaan dalam membentuk kepuasan kerja juga dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan Davis dan Wright (2003) pada pekerja sektor publik. Berdasarkan hasil penelitian Davis dan Wright (2003), dua karakteristik pekerjaan lain yang turut mempengaruhi kepuasan kerja adalah kejelasan makna tugas serta praktek sumber daya manusia yang diterapkan dalam organisasi. Jamal dan Baba (1991) dalam penelitiannya membuktikan bahwa pekerjaan dengan penggunaan keterampilan yang rutin dan monoton cenderung berdampak negatif terhadap kualitas kehidupan kerja karena mengurangi inovasi, keterlibatan, komitmen dan kreativitas pekerja. Dalam penelitian ini adanya variasi keterampilan pekerjaan agen asuransi berpengaruh dalam membentuk kualitas kehidupan kerja yang dibuktikan melalui koefisien regresi yang bertanda positif. Agen asuransi yang dibekali dengan cukup keterampilan, informasi dan percaya diri akan lebih cepat dalam pengambilan keputusan serta lebih mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan nasabah (Nielsen et al., 2004). Dari sisi konsumen, nasabah menginginkan pelayanan yang cepat dan tepat. Sehingga
Bab V Analisis
122
keterampilan dan kecakapan yang dimiliki seorang agen asuransi sebagai penyedia jasa sangat diperlukan. Skinner (2005) menyatakan bahwa variasi tugas serta keterampilan berimplikasi pada penurunan tingkat stres pekerja dan sebaliknya akan menimbulkan perasaan bahagia dalam diri pekerja. Hal ini setidaknya menjadi indikator yang menentukan keseimbangan kehidupan yang dirasakan agen asuransi. Pengetahuan dan keterampilan bersifat dinamis dan dibutuhkan sepanjang pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu, diperlukan tindakan untuk meningkatkan dan memperbaharui pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pekerja, seperti melalui pelatihan secara periodik (www.ec.europa.eu). Dari 6 perusahaan asuransi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, seluruhnya menerapkan program pelatihan yang teratur bagi seluruh agen asuransi yang dimiliki. Materi pelatihan pun didesain sesuai dengan kebutuhan pekerjaan agen asuransi. Beberapa perusahaan bahkan memasukkan pelatihan motivasi bagi agen asuransi dengan mendatangkan pelatih motivasi yang handal. Hal ini membuktikan bahwa pihak perusahaan menyadari akan pentingnya keterampilan yang harus dimiliki oleh agen asuransi. Champ dan Huszczo (1996) menyatakan pelatihan kepada pekerja sebagai suatu faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas organisasi dengan cara meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pekerja untuk menjawab tantangan perubahan. Leksana (2003) mendefinisikan keterampilan sebagai cara untuk melakukan sesuatu, sehingga praktek dan pengulangan merupakan dua hal yang harus dilakukan untuk mengakuisisi suatu keterampilan. Selain itu Leksana juga menekankan pentingnya seorang agen asuransi untuk memiliki filter nilai bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan tantangan untuk membantu orang lain melindungi keluarganya dengan memiliki proteksi polis. Filter nilai seperti ini akan memunculkan sikap percaya diri, ramah dan keuletan dalam bekerja. Pelatihan yang diberikan secara periodik tidak hanya berperan untuk meningkatkan dan memperbaharui keterampilan yang harus dimiliki agen asuransi. Namun juga dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai makna pekerjaan yang dilakukan agen asuransi terhadap pihak-pihak terkait seperti nasabah, unit kerja lain serta
Bab V Analisis
123
perusahaan. Skinner (2005) menambahkan, pemberian umpan balik atas kinerja yang telah dicapai pekerja dapat digunakan untuk menunjukkan makna suatu pekerjaan yang dilakukan. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Carayon et al. (2003) saat meneliti pengaruh dimensi karakteristik pekerjaan IT terhadap kualitas kehidupan kerja. Carayon et al. (2003) menyimpulkan identitas tugas sebagai dimensi karakteristik pekerjaan yang paling signifikan dalam mempengaruhi kualitas kehidupan kerja pada pekerja IT wanita. Adanya perbedaan hasil penelitian ini sangat dimungkinkan karena obyek pekerjaan yang diteliti berbeda. Merujuk pada definisi karakteristik pekerjaan sebagai ciri khas pekerjaan, tentu masing-masing pekerjaan memiliki karakteristik yang akan membedakannya dengan pekerjaan lain. Terkait hubungan terhadap kualitas kehidupan kerja, tentu karakteristik yang berpengaruh juga berbeda-beda. Ketidakmunculan variabel otonomi dalam mempengaruhi kualitas kehidupan kerja agen asuransi dapat disebabkan karena keleluasaan agen asuransi dalam menentukan jadwal serta cara yang digunakan dalam bekerja kurang dapat menjelaskan keterlibatan pekerja serta keseimbangan kehidupan yang dirasakan. Hal ini dapat disebabkan karena ukuran keterlibatan kerja yang digunakan pada penelitian ini lebih membutuhkan partisipasi aktif agen asuransi dalam praktek kegiatan di kantor, seperti ditunjukkan pada item KPA1, KPA3, KPB1, KPB2, KPB3 serta KPD1. Faktor lain penyebab ketidakhadiran variabel otonomi untuk mempengaruhi kualitas kehidupan kerja adalah alat ukur yang dikembangkan dalam penelitian ini kurang mampu mengukur secara tepat konstruk yang digunakan. Fase operasionalisasi variabel pada perancangan instrumen penelitian menjadi salah satu titik kritis pada suatu penelitian. Meskipun hasil pengujian instrumen penelitian membuktikan alat ukur yang digunakan telah valid dan reliabel, namun perlu diperhatikan pula rasionalisasi instrumen dalam mengukur suatu konstruk. Faktor personal dan lingkungan pekerjaan juga sebenarnya dapat menjadi penyebab ketidakmunculan variabel otonomi dalam mempengaruhi kualitas kehidupan kerja. Pekerja yang tidak mampu mengoptimalkan otonomi yang dimiliki serta didukung lingkungan pekerjaan seperti rekan kerja dan
Bab V Analisis
124
pimpinan yang kurang membentuk tanggung jawab pekerja dapat menurunkan tingkat kualitas kehidupan kerja yang dirasakan agen asuransi. Namun dalam penelitian ini, aspek personal pekerja tidak menjadi bahasan utama. Dalam ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia dikenal teknik pengkayaan pekerjaan (job enrichment) yaitu teknik peningkatan variasi pekerjaan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan; otonomi dan tanggung jawab dalam perencanaan, pengarahan dan pengendalian kinerja serta kesempatan atas pengembangan diri dan pengalaman melakukan pekerjaan yang bermakna. Model regresi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa makna tugas dan variasi keterampilan merupakan dua hal yang harus ditingkatkan untuk menciptakan kualitas kehidupan kerja, maka pihak perusahaan sebaiknya mempertimbangkan untuk menerapkan teknik pengkayaan pekerjaan ini. Rastogi dan Garg (2006) menambahkan perlunya seleksi pekerja dengan keterampilan dan kemampuan yang sesuai tuntutan pekerjaan serta tindakan evaluasi disertai penghargaan dan upaya pendisiplinan pekerja. Seperti terjadi pada beberapa perusahaan asuransi yang menjadi sampel penelitian, kebijakan untuk memberikan sanksi kepada agen asuransi yang dalam beberapa periode tidak dapat menjual produk tidak berjalan dengan efektif. Bila hal ini dibiarkan terjadi, agen asuransi menjadi tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelangsungan pekerjaannya dan menjadi tak acuh terhadap dampak pekerjaannya bagi pihak lain.
Bab V Analisis