18
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kawasan Semarang sebagai lbu kota Jawa Tengah, memiliki sejarah yang panjang. Mulanya dari dataran lumpur yang kemudian hari berkembang pesat menjadi lingkungan maju dan menampakkan diri sebagai kota yang penting. Sebagai kota besar dan menyerap banyak pendatang. Mereka ini, kemudian mencari penghidupan dan menetap di Kota Semarang sampai akhir hayatnya. Lalu susul menyusul kehidupan generasi berikutnya. Dahulu ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah Barat di suatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang (Pemkot Semarang 2008).
4.2 Letak dan Luas Posisi geografi Kota Semarang terletak di Pantai Utara Jawa Tengah, tepatnya pada garis 6º, 5' - 7º, 10' LS dan 110º, 35' BT. Luas wilayah mencapai 37.366.838 ha atau 373,7 km2. Letak geografi Kota Semarang ini dalam koridor pembangunan Jawa Tengah dan merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai Utara, koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan, terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transportasi darat (jalur kereta api dan jalan) serta transportasi udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah dan kota transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa,
19
secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah (Pemkot Semarang 2008).
4.3 Topografi Pemkot Semarang (2008), topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Pada bagian Utara merupakan daerah pantai dan dataran rendah memiliki kemiringan 0-2% sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-3,5 m. Pada bagian Selatan merupakan daerah perbukitan, dengan kemiringan 2-40% dan ketinggian antara 90-200 m di atas permukaan air laut (mdpl).
4.4 Iklim Semarang memiliki dua iklim tropis yaitu, musim kemarau dan musim penghujan yang memiliki siklus pergantian ± 6 bulan. Hujan sepanjang tahun, dengan curah hujan tahunan yang bervariasi dari tahun ke tahun rata-rata 2.215 mm sampai dengan 2.183 mm dengan maksimum bulanan terjadi pada bulan Desember sampai bulan Januari. Temperatur udara berkisar antara 2,80° C sampai dengan 29,30° C, kelembaban udara rata-rata bervariasi dari 62% sampai dengan 84%. Arah angin sebagian besar bergerak dari arah Tenggara menuju Barat Laut dengan kecepatan rata-rata berkisar antara 5,7 km/jam (Pemkot Semarang 2008).
4.5 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Dalam kurun waktu sejarah telah tercatat bahwa Semarang telah mampu berkembang sebagai transformasi budaya, baik yang bersifat religi, tradisi, teknologi maupun aspirasi yang semuanya itu merupakan daya penggerak yang sangat besar nilainya dalam memberi corak serta memperkaya kebudayaaan, kepribadian dan kebanggaan daerah. Nilai-nilai agama yang universal dan abadi sifatnya merupakan salah satu aspek bagi kehidupan dan kebudayaan bangsa. Kerukunan agama di Kota Semarang cukup baik, maka tempat ibadah pun terus berjalan dengan baik. Mayoritas pemeluk agama di kota Semarang beragama Islam selain juga ada Khatolik, Protestan, Budha, Hindu dan sebagian lainnya (Pemkot Semarang 2008).
20
4.5.1 Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Kota Semarang pada tahun 2006 (data dari BPS) sebesar 1.434.025 jiwa. Kota Semarang termasuk lima besar Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah. Jumlah penduduk pada tahun 2006 tersebut terdiri dari 711.761 penduduk laki-laki dan 722.264 penduduk perempuan. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 14.470 orang per km2, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Mijen sebesar 786 orang per km2. Jumlah usia produktif cukup besar, mencapai 69,30% dari jumlah penduduk. Ini menunjukkan potensi tenaga kerja dan segi kuantitas amat besar. Tingkat kepadatan penduduk memang belum merata. Penduduk lebih tersentral di pusat kota. Pertumbuhan penduduk rata-rata 1,43%/tahun. Ini berarti laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan, setidaknya terkendali dan kesejahteraan umum dapat terealisasi (Pemkot Semarang 2008).
4.5.2 Tingkat Pendidikan Dari aspek pendidikan dapat dilihat, bahwa rata-rata anak usia sekolah di Kota Semarang dapat melanjutkan hingga batas wajar sembilan tahun, bahkan tidak sedikit yang lulus SLTA dan Sarjana. Meskipun masih ada sebagian yang tidak mengenyam pendidikan formal, namun demikian dapat dicatat bahwa sejak tahun 2003 penduduk Kota Semarang telah bebas dari tiga buta (buta aksara, buta angka dan buta pengetahuan dasar). Dengan komposisi struktur pendidikan demikian ini cukup mendukung perkembangan Kota Semarang, apalagi peningkatan kualitas penduduk yang selalu mendapat prioritas utama di dalam upaya peningkatan kesejahteraan (Pemkot Semarang 2008).
4.5.3 Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk Semarang tersebar pada pegawai negeri, sektor industri, ABRI, petani, buruh tani, pengusaha; pedagang, angkutan dan selebihnya pensiunan (Pemkot Semarang 2008).
21
4.5.4 Sarana dan Prasarana Dalam usaha meningkatkan kualitas penduduk, maka salah satu cara yang penting adalah dengan meningkatkan pendidikan bagi seluruh masyarakat. Pemerintah Kota Semarang berupaya memperluas dan meningkatkan kesempatan belajar melalui penyediaan sarana dan prasaran pendidikan, serta meningkatkan mutu pendidikan baik formal maupun non formal. Masalah kesehatan pemerintah Kota Semarang juga mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih merata, Kota Semarang mempunyai 9 rumah sakit umum, 53 puskesmas, posyandu yang menyebar di seluruh wilayah, dokter praktek, bidan praktek dan masih banyak sarana dan prasarana lainnya, sehingga setiap orang dapat memperoleh pelayanan kesehatan dengan mudah (Pemkot Semarang 2008).
4.5.5 Potensi Pariwisata Kota Semarang Kota Semarang yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Jawa Tengah memiliki daya tarik yang cukup besar, baik yang bersifat budaya, alam, maupun buatan. Salah satu daya tarik budaya yang banyak di kenal di Kota Semarang adalah menara Masjid Agung Jateng. Selain itu, terdapat pula museummuseum bersejarah seperti Museum Ronggowarsito dan makam Sunan Pandanaran. Di Kota Semarang dapat pula dikunjungi daerah wisata alam dan hutan, taman-taman rekreasi pantai, taman ria, dan lain-lain. Keragaman produk dan potensi pariwisata yang ada ditambah dengan fasilitas penunjang pariwisata yang memadai, merupakan modal pariwisata yang besar bagi Kota Semarang yang merupakan ibukota Jawa Tengah. Pada tahun 2008, jenis obyek wisata alam, budaya dan buatan yang ada sebanyak 22 buah, yaitu terdiri dari obyek wisata alam sebanyak 4 buah, obyek wisata budaya sebanyak 8 buah dan obyek wisata buatan sebanyak 10 buah. Dengan memiliki 22 buah obyek wisata dan didukung oleh fasilitas akomodasi meliputi hotel berbintang sebanyak 26 buah dengan jumlah kamar sebanyak 2091 unit dan hotel melati sebanyak 59 buah dengan jumlah kamar sebanyak 1.864 unit.
22
Tabel 3 Obyek wisata/taman rekreasi di Kota Semarang tahun 2008 No
Jenis Obyek Wisata
1
Alam Goa Kreo
Budaya Museum Mandala
Buatan Gelanggang Renang Manunggaljati
3
Pantai Marina
Museum Jamu Jago
Gelanggang Renang OASIS
4
Kampoeng Wisata Taman Lele
Museum Manggala Bhakti
Gelanggang Renang Paradise Club
5
Museum Jamu Ny.Meneer
Hutan Wisata Tinjomoyo
6
Museum Ronggowarsito
Istana Majapahit
7
Taman Budaya Raden Saleh Puri Maerokoco
Kolam Renang Vila Bukit Mas
8
Kolam Renang Ngaliyan Tirta Indah
9
Taman Margasatwa Wonosari
10
Wonderia
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang (2008).
Keterkaitan industri pariwisata dengan penerimaan daerah berjalan melalui jalur PAD dan bagi hasil pajak/bukan pajak. Komponen PAD yang menonjol adalah pajak daerah, retribusi daerah dan laba badan usaha milik daerah. Matarantai industri pariwisata yang berupa hotel/penginapan, restoran/jasa boga, usaha wisata (obyek wisata, souvenir, dan hiburan), usaha perjalanan wisata (Travel agent dan pemandu wisata), convention organizer, dan transportasi dapat menjadi sumber PAD yang berupa pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, pajak dan bukan pajak. Penerimaan sektor pariwisata tidak terlepas dari peran pajak dan retribusi. Dengan menjumlahkan pajak seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan dan berbagai retribusi seperti retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi tempat penginapan, retribusi tempat rekreasi dan pendapatan lain yang sah maka akan didapat penerimaan sektor pariwisata.