79
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangarango (TNGP) mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani di Indonesia, karena kawasan inilah yang pertama kali ditetapkan sebagai cagar alam di Indonesia. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana. Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti Jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan Puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga Eidelweis (Anaphalis
javanica),
Violet
(Viola
pilosa),
dan
Cantigi
(Vaccinium
varingiaefolium). Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) yaitu Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata comata), dan Lutung Budeng (Trachypithecus auratus auratus); dan satwa langka lainnya seperti Macan Tutul (Panthera pardus melas), Landak Jawa (Hystrix brachyura brachyura), Kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan Musang Tenggorokan Kuning (Martes flavigula). Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP) terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis di antaranya burung langka yaitu Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan Burung Hantu (Otus angelinae). Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.
80
Sejarah dan legenda yang merupakan kepercayaan masyarakat setempat yaitu tentang keberadaan Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi di Gunung Gede. Masyarakat percaya bahwa roh Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi akan tetap menjaga Gunung Gede agar tidak meletus. Pada saat tertentu, banyak orang yang masuk ke goa-goa sekitar Gunung Gede untuk semedhi atau bertapa maupun melakukan upacara religius. 4.1.1. Letak dan Luas Secara geografis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) terletak antara 106051’- 107002 BT dan 6041’- 6051 LS. Secara administrasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango termasuk dalam wilayah tiga kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Berdasarkan sejarahnya, kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan penggabungan dari beberapa jenis kawasan konservasi yang telah ditetapkan sejak zaman penjajahan Belanda. Berdasarkan tahun penetapannya, kawasan-kawasan tersebut adalah Cagar Alam Cibodas seluas 240 ha yang ditetapkan pada tahun 1889, dan diperluas menjadi 1.040 ha pada tahun 1925, Cagar Alam Cimungkat seluas 56 ha yang ditetapkan pada tahun 1919, Taman Wisata Situgunung seluas 100 ha yang ditetapkan pada tahun 1957, Cagar Alam Gunung Gede Pangrango seluas 14.000 ha yang ditetapkan pada tahun 1978 berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, kawasan ini diumumkan sebagai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mencakup wilayah seluas 15.196 ha. Batas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan daerah sekitarnya adalah sebagai berikut: I. Di sebelah Utara;
Berbatasan dengan Desa Tangkil, Pancawati, Cileungsi, Tapos, Sukagalih, Cibodas, Gunung Putri, Taman Wisata Telaga Patenggang dan Taman Wisata Jember.
II. Di sebelah Timur; Berbatasan dengan KPH Cianjur, Desa Nyalindung, dan Desa Suka Mulya.
81
III. Di Sebelah Selatan; Berbatasan dengan Desa Kebon kacang, Sukalarang, Cisarua, Goalpara, Cikahuripan, Kadudampit dan KPH Sukabumi. IV. Di sebelah Barat;
Berbatasan dengan KPH Sukabumi dan Desa-desa Cikembang, Pawenang, Cicurug II, Bodogol, dan Cinagara.
4.1.2. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dikepalai oleh seorang kepala balai. kepala balai taman nasional perlu memiliki kemampuan di bidang managerial, komunikasi, negosiasi dan koordinasi dari berbagai aspek kegiatan teknis, politis dan hubungan kelembagaan antar kepentingan taman nasional dengan wilayah interaksi di sekitarnya untuk mendukung pengelolaan kawasan taman nasional dan sekitarnya secara aktif dan maksimal. Kepala balai ini membawahi tiga seksi konservasi wilayah, yaitu seksi konservasi wilayah I Bogor, seksi konservasi wilayah II Cianjur dan Sukabumi. Masing-masing kepala seksi konservasi wilayah membawahi 4 Resort pemangkuan hutan. Organisasi pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango disajikan pada pada Gambar 5 Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Kepala Taman Nasional
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Konsorsium
Kepala Seksi
Kepala Seksi Wilayah
Kelompok Fungsional
Resort
Gambar 5. Struktur organisai balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)
82
Untuk mendukung efektivitas pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung
Gede
Pangrango
diperlukan
kelembagaan
organisasi
yang
memperhatikan nilai konservasi kawasan secara lokal, nasional dan internasional, potensi biofisik dan ekologi kawasan serta sosial ekonomi budaya masyarakat sekitarnya. 4.1.3. Kelembagaan Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pengelolaan taman nasional yang berkelanjutan memerlukan kelembagaan yang kuat baik menyangkut hubungan internal dan eksternal, untuk memperkuat kapasitas kelembagaan perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi lain, baik dengan organisasi pemerintah maupun nonpemerintah, dari dalam maupun di luar negeri serta masyarakat luas dengan mengembangkan suatu sistem
kemitraan.
Kemitraan
mengandung
makna
kebersamaan
dalam
melaksanakan setiap kegiatan dan komunikasi yang dibangun dengan baik agar kegiatan tidak saling tumpang tindih atau saling mengganggu dalam pelaksanaannya di lokasi taman nasional dan sekitarnya. Kerjasama tersebut dilaksanakan dalam berbagai bentuk antara lain pembangunan sarana dan prasarana, bidang penelitian, pembinaan daerah penyangga dan lain-lain. Selain itu juga diperlukan koordinasi dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi pengelolaan agar tujuan yang diharapkan dari kegiatan koordinasi ini adalah terwujudnya kerjasama dan koordinasi yang baik antara pengelola kawasan dengan pihak lain serta untuk mendukung keberhasilan pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) secara permanen dan berkelanjutan. 4.1.4. Kependudukan Taman Nasional termasuk ke dalam tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Jumlah wilayah kecamatan dan desa yang terletak di sekitar kawasan adalah sebagai berikut; Empat kecamatan (17 desa) di Kabupaten Bogor, Enam kecamatan (26 desa) di Kabupaten Sukabumi dan tiga Kecamatan (18 desa) di Kabupaten Cianjur. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 2.
83
Tabel 2. Sebaran wilayah dan jumlah penduduk di daerah sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Jumlah Jumlah Jumlah Penduduk (Jiwa) No Kabupaten Kecamatan Desa Laki-laki Perempuan 1 Bogor 4 17 1.604.407 1.474.647 2 Sukabumi 6 26 1.119.274 188.459 3 Cianjur 3 18 1.036.651 1.004.480 Sumber: Sarbi. ML, 2006 Luas wilayah di sekitar Taman Nasional yang termasuk Kabupaten Bogor adalah 129,40 km2, jumlah penduduk pada tahun 2003 adalah 3.079.054 jiwa. Yang terdiri atas laki-laki sebanyak 1.604.407 jiwa dan perempuan 1.474.647 jiwa. Luas wilayah di sekitar wilayah Taman Nasional yang termasuk wilayah Kabupaten Sukabumi adalah 201,54 km2 dengan jumlah penduduknya pada tahun 2003 sebanyak 1.307.733 jiwa, yang terdiri atas laki-laki sebanyak 1.119.274 jiwa dan perempuan 188.459 jiwa, dengan kepadatan penduduk 686,18 jiwa/ km2. dan pertumbuhan penduduk 1,13% pertahun serta luas wilayah taman nasional yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Cianjur adalah 92,42 km2, jumlah penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2003 adalah sebanyak 2.041.131 jiwa, yang terdiri atas 1.036.651 laki-laki dan perempuan sebanyak 1.004.480, dengan kepadatan penduduk 685,53 jiwa/km2 dan pertumbuhan penduduk 1,57%. (Sarbi, ML, 2006) 4.1.5. Perekonomian Masyarakat Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Pola usaha penduduk di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) adalah bertani, pegawai negeri, TNI, POLRI, pedagang dan tukang, nampaknya keahlian yang dimiliki sebagian besar penduduk tersebut adalah petani. Dari kenyataan banyaknya penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian, menunjukkan bahwa lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting sebagai sarana prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di lain pihak luas pemilikan lahan di wilayah tersebut yang relatif sempit. Dengan kondisi yang demikian itu maka usaha-usaha peningkatan pendapatan sumber ekonomi alternatif sangat diharapkan oleh masyarakat guna mengurangi
84
ketergantungan pada sumberdaya alam yang ada di daerah penyangga kawasan taman nasional teruma oleh masyarakat yang memiliki kegiatan di dalam kawasan taman nasional seperti pencari kayu bakar, pencari satwa liar untuk dijual belikan dan usaha-usaha-lainnya. 4.1.6. Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Pola penggunaan lahan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) sangat beragam, mulai dari penggunaan untuk pemukiman dan pekarangan, persawahan, pertanian dan ladang, hutan dan penggunaan lainnya. Untuk lebih rinci penggunaan daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sebaran luas lahan daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Luas Penggunaan Daerah Penyangga (ha) No Tata Guna Lahan Cianjur Sukabumi Bogor 1 Pemukiman dan pekarangan 1.509.258 1.000.505 765.164 2 Sawah 1.876.776 4.358.377 2.237.238 3 Pertanian dan Ladang 2.473.304 4.797.208 3.358.214 4 Hutan negara dan Perkebunan 1.636.335 7.111.740 956.620 5 Lain-lain 1.504.552 753.942 13.324.149 Sumber : Data TNGP, 1995 Berdasarkan Tabel 3 di atas maka dapat dijelaskan bahwa penggunaan lahan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)
sangat
beragam
pada
setiap
daerah
dalam
penggunaan
dan
peruntukkannya. Pada daerah Kabupaten Cianjur penggunaannya yang paling dominan adalah untuk pertanian dan ladang. Sedangkan daerah Kabupaten Sukabumi adalah yang paling dominan adalah untuk hutan negara dan perkebunan dan pada daerah Kabupaten Bogor masih didominasi penggunaannya pada pertanian dan ladang sedangkan selebihnya diperuntukkan untuk pemukiman dan pekarangan serta untuk penggunaan lainnya. 4.1.7. Pengguna Potensial Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Taman nasional sebagai sumberdaya alam yang memiliki potensial yang relatif masih alami dan masih utuh memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan sebagai tujuan berbagai kepentingan seperti tujuan penelitian, pendidikan, rekreasi
85
dan tujuan lainnya. Dengan semakin tingginya tingkat interaksi masyarakat dengan dunia luar maka diharapkan terjadinya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang potensi yang dimiliki oleh taman nasional yang perlu mendapat perhatian lebih serius sehingga kelestariannya dapat terjaga secara lestari. Adapun jumlah dan tujuan pengunjung datang ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dapat disajiakan pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah pengunjung Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) untuk tujuan penelitian, pendidikan, rekreasi dan tujuan lainnya. Tujuan kunjungan Tahun Jumlah Penelitian Pendidikan Rekreasi Lain-lain 2000 780 6.278 23.387 4.733 35.178 2001 819 6.591 24.551 4.969 36.930 2002 626 5.036 18.759 3.797 28.128 2003 845 6.804 25.345 5.129 38.123 2004 934 7.517 28.183 5.667 42.301 2005 128 624 26.383 12.839 39.974 Jumlah 4.132 32.850 146.608 37.174 220.724 Persentase 0,02 0,15 0,66 0,17 100.00 Sumber: Data Pengunjung TNGP (Sarbi. LM, 2006). Berdasarkan Tabel 4 di atas terlihat bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) sangat beragam. Data di atas menunjukkan bahwa tujuan rekreasi merupakan jumlah pengunjung yang paling banyak, berikutnya adalah tujuan lain seperti pendakian dan perkemahan yang terakhir adalah dengan tujuan pendidikan dan penelitian. Tingginya jumlah pengunjung yang datang ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) maka proses interaksi dan komunikasi tidak bisa terhindarkan antara sesama pengunjung, pengelola taman nasional dan masyarakat setempat. 4.1.8. Kebijakan tentang Pariwisata Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Berdasarkan pada kondisi umum kawasan, kebijakan pengelolaan, landasan hukum, serta pengalaman empiris para pihak maka arah kebijakan ke depan adalah membangun sistem pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) yang kolaboratif berbasiskan masyarakat dengan visi ”Terwujudnya kelestarian ekosistem Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
86
yang
dapat
memberikan
manfaat
optimal
kepada
masyarakat
secara
berkelanjutan” Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi sebagai berikut: (1) memantapkan pengelolaan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) sebagai kawasan konservasi, perlindungan dan pengaturan tata ruang, (2) memantapkan sistem pengelolaan TNGP kolaboratif berbasiskan masyarakat, (3) mendorong reformasi kebijakan sistem pengelolaan TNGP kolaboratif pada tingkat pusat, daerah dan desa, (4) meningkatkan
kebersamaan,
kemitraan
dan
sinergitas
para
pihak,
(5)
meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dan mengembangkan kearifan masyarakat dalam sistem pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) kolaboratif, (6) mengembangkan secara optimal fungsi dan manfaat Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) berdasarkan prinsip kelestarian, keadilan dan kebersamaan, (7) memantapkan perlindungan dan pengamanan hutan berbasiskan masyarakat dan penegakan hukum dan (8) mengembangkan sistem informasi dan promosi. 4.2. Wilayah Penelitian 4.2.1. Letak dan Luas Penelitian dilaksanakan di beberapa desa yang berdekatan dan berbatasan langsung dan tidak langsung dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang menjadi daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yaitu: Desa Sukatani Kecamatan Pacet, Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas, Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur, dan Desa Lemah Duhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Sukatani kecamatan Pacet dan Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur dan Desa Lemah Duhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur merupakan salah satu desa model konservasi yang berada pada daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Yang memiliki tipologi desa yaitu dataran tinggi. Desa Sukatani, desa
87
Sindangjaya, Desa Lamah Duhur memiliki curah hujan 3000 mm, jumlah Bulan Hujan yaitu 6 bulan, suhu rata-rata harian berkisar antara 12- 24° C dan memiliki bentang wilayah berada di lereng gunung dan memiliki ketinggian 1350 meter dari permukaan laut (dpl) dan Desa Cikanyere memiliki bentang wilayah berada di ketinggian 700 meter dari permukaan laut dengan curah hujan 3000 mm dengan suhu udara 23-25oC. 4.2.2. Pendidikan Jumlah penduduk di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dalam wilayah Kabupaten Sukabumi yang belum sekolah atau tidak tamat sekolah menunjukkan angka yang paling tinggi (42,27 %) dibandingkan tingkat pendidikan di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Kabupaten Sukabumi juga memiliki penduduk yang tamat sekolah Dasar (SD) paling banyak di bandingkan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Persentase tertinggi untuk tamat pendidikan sekolah dasar (SD) tamat SLTP, SLTA dimiliki oleh Kabupaten Cianjur (48,24%) sedangkan kabupaten Bogor memiliki persentase lebih tingg penduduk yang tamat Akademik/Universitas (Sarbi. LM. 2006). 4.2.3. Sosial, Budaya dan Antropologi Penduduk yang bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi yang ada di sekitar kawasan penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) mayoritas berasal dari etnik Sunda. Agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk setempat adalah agama Islam. Upacara-upacara adat yang dijumpai kadang-kadang hanya dilaksanakan dalam upacara perkawinan. Namun demikian, karena upacara seperti ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka hanya penduduk yang memiliki kemampuan yang dapat melaksanakannya. Upacara benih desa yang dulu sering dilaksanakan setiap selesai panen sekarang sudah ditinggalkan. Perayaan-perayaan yang biasa dilaksanakan adalah perayaan hari-hari besar agama seperti Isra Mi’raj, Nuzul Qur’an, idul Fitri, Idul Adha dan lain-lain sebagainya serta perayaan hari-hari besar nasional seperti hari kemerdekaan Republik Indonesia.
88
4.2.2. Jenis Tanah Terdapat enam jenis tanah di daerah penelitian, yaitu Andosol Distrik, Latosol Kambik distrik, Podsolik Argilik, Kambisol Distrik, Regosol Distrik, dan Regosol Eutrik, Andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan serta sedikit silikat, alumina atau hidroxida-besi, jenis tanah ini tersebar di daerah volkan (Rachim dan Suwardi, 2002 dalam Sarbi, 2006). Latosol merupakan tanah yang dihasilkan dari proses latosolisasi. Dalam proses pembentukan latosol, basa-basa cepat dibebaskan, bahan organik cepat terdekomposisi, pelarutan silikat dirangsang, dan pelarutan besi, aluminium dan mangan dihambat. Proses latosolisasi menyebabkan latosol kaya akan seskuioksida dan miskin silikal. Podsolik terbentuk akibat proses podsolisasi. Podsolisasi merupakan proses pencucian unsur kecuali silikat. Tanah yang terbentuk memiliki lapisan atas yang pucat karena semua unsur tercuci kecuali silikat yang sebagian besar dalam bentuk kuarsa. Kambisol memiliki horison penciri kambik yaitu horison penimbunan liat dan seskuioksida tetapi belum memenuhi sebagai horison argilik atau spodik. Regosol adalah tanah yang memiliki kadar fraksi pasir 60% atau lebih pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan tanah mineral. Tanah ini tidak mempunyai horison diagnostik atau horison apapun selain horison A okrik, horison H Histik atau sulfurik. 4.2.3 Hidrologi Merujuk Peta Hidro-geologi Indonesia Skala 1:250.000 (Direktorat Geologi Tata Lingkungan dalam Sarbi, LM. 2006) sebagian besar kawasan Taman Nasional Gunung Gede dan sekitarnya merupakan akuifer daerah air tanah langka, dan sebagian kecil merupakan akuifer produktif sedang sebaran yang luas. Akuifer produktif ini memiliki keterusan yang sangat beragam. Umumnya air tanah tidak tertekan dengan debit air kurang dari 5 liter/detik. Daerah yang paling produktif kandungan sumber air tanahnya adalah daerah kaki Gunung Gede.