BAB IV ANALISIS MINAT REMAJA DALAM BELAJAR AGAMA ISLAM DI DUSUN WARUNGPRING DESA WARUNGPRING KECAMATAN WARUNGPRING KABUPATEN PEMALANG
A. Analisis Minat Remaja dalam Belajar Agama Islam di Dusun Warungpring Desa Warungpring Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang Belajar merupakan hal yang penting untuk di laksanakan oleh semua umat manusia, baik laki-laki maupun perempuan muda maupun tua kaya maupun miskin. Di dusun Warungpring ini dalam hal pendidikan umum boleh dikatakan sudah cukup baik tapi kalau belajar menyangkut Agama Islam kurang begitu merespon, khususnya dikalangan remaja, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana minat remaja dalam belajar Agama Islam, setelah
peneliti mengadakan observasi dan
wawancara, maka dalam bab ini akan dikemukakan tentang hasil penelitian yang telah didapatkan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, minat remaja dalam belajar agama Islam di Dusun Warungpring dapat dikelompokkan dalam dua kategori utama, yaitu: 1.
Kategori minat yang besar dalam belajar agama Islam Hasil wawancara dengan beberapa responden yang penulis jadikan sebagai sampel yang berjumlah 4 orang remaja, menunjukan bahwa 67
68
minatnya dalam mempelajari ilmu agama Islam sangat besar, hal ini bisa dibuktikan dari jawaban responden tentang aktivitas / kegiatannya dalam kegiatan keagamaan. Misalnya Ani Amalia rajin mengikuti kegiatan mengaji di TPQ dan kegiatan pembacaan al-barjanzi, hal tersebut menunjukan ia memiliki minat cukup besar dalam belajar ilmu agama Islam. Senada dengan Ani Amalia yang barus belajar ilmu agama Islam, ketiga temannya yaitu; Ma’lufatul Fuadiyah, Nilna Euis Karima, dan Agus Abdul Razak, lebih intens lagi dalam mengikuti pendalaman ilmu agama Islam dalam kegiatan ceramah di Masjid, mengikuti pengajian kitab kuning, latihan qiro, dan kegiatan keagamaan lainnya. 2.
Kategori minat yang kurang dalam belajar agama Islam Hasil dari wawancara terhadap responden lainnya menunjukan bahwa minat mereka dalam belajar Agama Islam masuk dalam kategori kurang, kekurang minatan mereka untuk mempelajari ilmu agama Islam di tunjukan dengan kurangnya intensitas mereka dalam mengikuti kegiatan keagamaan dalam meningkatkan keilmuan agama Islam. Umumnya dari mereka yang mempunyai minat yang kurang disebabkan karena kesibukan mereka dengan aktivitas lain yang lebih diprioritaskan dibandingkan belajar ilmu agama, misalnya karena capek karena seharian belajar di sekolah di luar dusun Warungpring yang cukup jauh, atau karena faktor kegiatan bermain-main dengan teman lainnya. Anak remaja yang ada di dusun warungpring ini sebagian besar anaknya memilih kegiatan di rumah untuk bermain setelah pulang dari
69
sekolah, biarpun sudah capek pulang dari sekolah memilih untuk bermain Sebagian dari remaja di dusun Warungpring lebih memilih bermalasmalasan dengan memanfaatkan teknologi yang ada karena itu anak remaja di dusun warungpring ini lebih memilih menggunakan waktunya di warnet atau sekedar menggunakan gadget atau smartphone untuk bermain-bain dari pada memilih untuk ikut kegiatan belajar Agama Islam, dan juga karena kebanyakan pulang dari sekolah sudah sore jadi untuk ikut kegiatan di desanya sudah males karena di sekolah banyak kegiatan di rumah buat tidur dan malamnya untuk belajar untuk sekolah. Maka dapat disimpulkan bahwa minat Remaja dalam belajar Agama Islam di Dusun Warungpring Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang ini dalam belajar Agama Islam minatnya ada yang besar dan ada yang kurang dengan adanya alasan masing-masing. B. Analisis Faktor Pendukung Dan Penghambat Minat Remaja dalam Belajar Agama Islam di Dusun Warungpring Desa Warungpring Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang Dari data yang terkumpul melalui wawancara dengan para responden maka dapat di analisis terdapat dua faktor yang mendukung maupun yang menghambat minat remaja dalam belajar agama Islam di dusun warungpring desa warungpring kecamatan warungpring kabupaten pemalang, yaitu :
70
1.
Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor pendukung dan pemhambat yang berasal dari dalam diri para remaja untuk mempelajari agama Islam. Diantaranya dapat diringkas dalam cita-cita, dan motif. a.
Faktor Gharizah atau Naluri (insting) Insting adalah suatu alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir dahulu kearah tujuan itu dan tiada dengan didahului latihan perbuatan itu. Setiap manusia yang lahir didunia ini pasti membawa naluri yang mirip dengan naluri hewan. Perbedaannya naluri manusia disertai dengan aqal, oleh karena itu naluri manusia dapat menentukan
tujuan
yang
dikehendakinya.
Sedangkan
aqal
mewujudkan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Berkaitan dengan minat remaja untuk mempelajari ilmu agama Islam, remaja dengan naluri beragama yang kuat karena faktor internalisasi agama oleh pendidikan maupun lingkungan sekitarnya akan mempunyai minat belajar agama yang kuat pula, sebaliknya remaja dengan naluri atau insting beragama yang kecil maka akan kurang juga minatnya dalam mempelajari ilmu agama. Pada kasus minat remaja di dusun Warungpring, remaja dengan minat yang besar umumnya karena kesadaran mereka sendiri yang telah kuat karena gharizah beragama mereka yang telah menyadari pentingnya ilmu agama sehingga mereka dalam kondisi
71
seperti apapun mau mempelajari ilmu agama, sebaliknya pada kasus remaja dengan minat mempelajari agama yang kurang, umumnya mereka kurang berminat atau insting mereka terhadap ilmu agama rendah sehingga mereka kurang berminat dalam mempelajari ilmu agama. b.
Faktor Genetis / Keturunan Mengenai pembicaraan faktor warisan (keturunan) dalam pembahasan ini, maka dapat dihubungkan dengan pendapat Schopen Houwer
yang
mengatakan,
pembentukan
pribadi
seseorang
ditentukan oleh faktor dari dalam (keturunan). Meskipun pendapat ini menitik beratkan pada faktor keturunan dalam hubungannya dengan pendidikan, tetapi dapat dihubungkan dengan pembinaan agama karena menanamkan nilai-nailai agama merupakan juga tugas pendidikan. Walaupun penulis tidak melakukan penelitian mendalam terhadap faktor ini, tetapi dapat digambarkan bahwa umumnya remaja yang dilahirkan dari keturunan yang agamis akan mempunyai relevansi dengan kebiasaan remaja dalam mempelajari dan sekaligus mengamalkan agama. Sementara pada remaja yang dilahirkan dari keturunan
yang tidak agamis maka akan sangat memungkinkan
mereka kurang berminat dalam mempelajari agama.
72
c.
Faktor Eksternal Faktor internal merupakan faktor pendukung dan pemhambat yang berasal dari luar diri para remaja untuk mempelajari agama Islam, diantaranya adalah faktor keadaan keluarga, dan
faktor lingkungan
sekitar siswa (mileu). a.
Faktor Keluarga Manusia yang hidup di muka bumi ini pasti memerlukan pemeliharaan, pengawasan, dan bimbingan yang serasi dan sesuai dengan
kebutuhan
yang
diinginkan
agar
pertumbuhan
dan
perkembangannya dapat berjalan secara baik dan benar. Manusia memang bukan makhluk instinktif secara penuh, sehingga ia tidak mungkin berkembang dan tumbuh secara instinktif sepenuhnya, maka manusia tersebut sangat memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu dan pengawasan serta pemeliharaan yang terus menerus sebagai latihan dasar dalam pembentukan kebiasaan dan sikap-sikap tertentu agar ia memiliki kemungkinan untuk berkembang secara wajar dalam kehidupan di masa datang. Keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati, artinya mereka adalah pendidik bagi anakanaknya secara kodrat. Bapak dan ibu diberi anugerah oleh Tuhan Pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri ini timbul kasih sayang pada orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara
73
moral keduanya merasa terbebani akan tanggung jawab untuk memelihara,
mengawasi
dan
melindungi
serta
membimbing
keturunan mereka. Adi Suryadi
Culla,
secara
kongkrit
mengejawantahkan
masyarakat madani berdasarkan sendi-sendi agama adalah berbagai jaringan-jaringan maupun pengelompokan-pengelompokan sosial yang mencakup salah satunya adalah rumah tangga (house hold) atau keluarga (family).1 Dengan demikian fungsi keluarga, khususnya orang tua dalam pendidik menjadi sedemikian urgen yaitu untuk mempersiapkan masa depan keturunannya, pada khusunya atau masa depan umat, pada umumnya. Seluruh anggota keluarga harus mendapatkan sentuhan
pendidikan
untuk
mengantarkan
mereka
menuju
optimalisasi potensi,pengembangan kepribadian dan peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan dalam ukuran kemanusiaan. Menurut Oemar Muhammad El-Toumy Al-Syaibany bahwa tujuan tertinggi dari proses pendidikan yang termasuk dalam lingkup rumah tangga atau keluarga dapat dirumuskan sebagai berikut, yakni : perwujudan diri, persiapan untuk kewarganegaraan yang baik,
1
Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani (Pemikiran, Teori dan relevansinya dengan Citacita Reformasi), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 208.
74
pertumbuhan yang menyeluruh dan tepadu, serta persiapan untuk kehidupan dunia akherat.2 Dengan demikian, pendidikan keluarga harus menyiapkan anggotanya
mencapai
tujuan
tertinggi
tersebut
yang
dapat
diistilahkan untuk mewujudkan manusia yang baik Dalam membentuk masyarakat beragama yang difokuskan terhadap pendidikan keluarga, secara normatif, Abdullah Nasih Ulwan menyebutkan tujuh macam “at-tarbiyah al-Islamiyah almutakamilah” (pendidikan yang menyeluruh dalam keluarga) yaitu : (1) Pendidikan Iman, (2) Pendidikan Moral, (3) Penddikan Fisik, (4) Pendidikan Intelektual, (5) Pendidikan Psikis, (6) Pendidikan Sosial dan (7) Pendidikan Seksual. Pendidikan iman (at-tarbiyah al-imaniyah) merupakan pondasi yang kokoh bagi seluruh bagian-bagian pendidikan. Komitmen ideologis yang tertanam pada diri setiap anggota keluarga akan memungkinkannya mengembangkan potensi fitrah, dan beragam bakat. Pendidikan moral (at-tarbiyah al-khulqiyah) akan menjadi bingkai kehidupan manusia, setelah memiliki landasan kokoh berupa iman. Pada saat budaya masyarakat menyebabkan degradasi moral, maka penguatan iman melalui pendidikan keluarga menjadi semakin signifikan kemanfaatannya. 2
Cahyadi Takariawan, Pernik-Pernik Rumah Tangga Islami (Tatanan dan Peranannya dalam Kehidupan Masyarakat), Intermedia, Solo, 2000, hal. 104.
75
Pendidikan
psikis
(at-tarbiyah
ar-ruhiyah)
membentuk
berbagai karakter positif kejiwaan, seperti keberanian, kejujuran, kemdirian, kelembuatan, sikap optmis dan seterusnya. Karakter ini akan menjadi daya dorong manusia melakukan hal-hal terbaik bagi urusan dunia dan akhiratnya. Pendidikan pentingnya
fisik
Keluarga
(at-tarbiyah muslim
harus
al-jasadiyah)
tak
menampakkan
kalah
berbagai
kekuatan, termasuk kekuatan fisik, agar tubuh menjadi sehat dan kuat. Kekuatan fisik termasuk alasan yang diberikan Allah SWT atas diangkatnya Thalut sebagai pemimpin Bani Israil, “bashthatan fi ilmi wal jasadi”. Konsumsi fisik yang halal dan thayib harus mengarahkan pada penyiapan kekuatan peradaban masa depan. Pendidikan intelektual (at-tarbiyah ats-tsaqafiyah) harus dilakukan dalam keluarga sejak dini, karena peradaban umat tergantung pada kapasitas intelektual mereka. Anggota keluarga harus memiliki kecerdasan yang memadai, sebab mereka harus bersaing dengan beragam kebudayaan sebagai konsekuensi logis globalisasi informasi. Pendidikan sosial (at-tarbiyah al-ijtima’iyah) bermaksud menumbuhkan kepribadian sosial anggota keluarga, agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi dan menebarkan kontribusi positif bagi upaya perbaikan masyarakat. Keluarga muslim tidak boleh menjadi eksklusif dalam ke-Islamannya, sebab Islam adalah
76
agama yang melarang sikap-sikap anti sosial. Pendidikan sosial memunculkan
solidaritas
sosial
yang
pada
gilirannya
akan
mengoptimalkan peran sosial seluruh anggota keluarga. Pendidikan seksual (at-tarbiyahal-jinsiyah) juga diperlukan dalam keluarga muslim. Kesadaran diri sebagai laki-laki atau perempuan penting untuk mendapatkan perhatian sejak dini agar tidak menimbulkan bias. Pengertian tentang kesehatan reproduksi bukan hanya diberikan kepada anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki. Penghormatan satu pihak kepada pihak yang lainnya antara laki-laki dan perempuan sehingga tidak terjadi dominasi laki-laki atas perempuan adalah merupakan bagian dari kesadaran gender yang mesti ditumbuhkan. Berkaitan dengan peran keluarga dalam meningkatkan minat remaja dalam mempelajari ilmu agama, maka dapat disimpulkan bahwa pada keluarga yang memperhatikan pendidikan agama anakanaknya maka akan memiliki minat remaja yang besar dalam mempelajari ilmu agama, sebaliknya pada keluarga yang masa bodoh
dalam
pendidikan
agama
keluarganya,
maka
akan
menghasilkan remaja yang berminat kurang untuk mempelajari ilmu agama. Hal ini dikarenakan tanggung jawab pendidikan keluarga meliputi keseluruhan kewajiban hidup beragama yang dimulai dari aqidah, syari’ah/ ibadah dan akhlaq, yang diajarkan baik secara tidak
77
formal, diberitahukan, dan dicontohkan oleh orang tua dengan proses imitasi, sugesti, dan transformasi. Dengan demikian orang tua berkewajiban mempelajari, memahami dan mengamalkan amalanamalan
Islam
terlebih
dahulu
secara
baik
sesuai
dengan
ketentuannya. Pembinaan dalam keluarga yang dilakukan melalui pendidikan yang bertujuan supaya keseluruhan anggota keluarga mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan ridha Allah SWT, sehingga terwujud kehidupan yang sakinah. Dari hasil wawancara di atas bahwa pendukung belajar bagi anak remaja sangat dipengaruhi oleh keluarga, lingkungan sekitar dan teman sebaya. Karena disini orang tua adalah orang yang terdekat
dalam
keluarga,
oleh
karenanya
keluarga
sangat
berpengaruh dalam menentukan minat belajar seorang siswa terhadap pelajaran. Apa yang diberikan oleh keluarga sangat berpengaruh
bagi
perkembangan
jiwa
anak.
Dalam
proses
perkembangan minat belajar diperlukan dukungan perhatian dan bimbingan dari keluarga khususnya orang tua. Kesibukan adalah hal yang sangat mempengaruhi dalam berbagai hal. Kesibukan juga terus dilakukan tidak ada matinya bahkan kesibukan akan mengajar kita. Oleh Karena itu kita harus menyeimbangkan antara urusan dunia dan urusan akhirat.
78
b. Faktor Mileu (Lingkungan). Lingkungan
(milieu) adalah segala sesuatu yang ada
disekeliling kita yang meliputi : 1) Lingkungan alam; seperti udara, daratan, pegunungan. Sungai, danau, lautan, udara dan sebagainya. Kaitannya dengan pendidikan agama dapat digambarkan, orang yang hidup di lingkungan nelayan akan berbeda tradisi keberagamaannya dengan orang di lingkungan pegunungan, masyarakat desa dipandang lebih religius daripada masyarakat kota yang sekuler, walaupun secara utuh tidak menentukan baik tidaknya keberagamaan seseorang. Berkaitan dengan minat remaja, dapat penulis gambarkan remja yang tinggal di lingkungan yang jauh dari lingkungan yang agamis misalnya masjid, musholla, atau madrasah akan mempunyai kesempatan yang kurang untuk mempelajari agama, sebaliknya remaja yang dekat dengan lingkungan sosial agama maka akan semakin besar minatnya dalam mempelajari agama Islam. 2) Lingkungan sosial ; seperti sekolah termasuknya di dalamnya teman dan masyarakat luas. Dari uraian di atas jelaslah lingkungan termasuk di dalamnya sekolah mempunyai peranan di dalam pembinaan keagamaan remaja. Teman sekolah, teman bergaul, maupun
79
lingkungan sekitar remaja turut mempengaruhi terhadap minat remaja dalam mempelajari agama. Seperti dicontohkan dari hasil wawancara diperoleh data bahwa siswa yang kurang berminat
dalam
mempelajari
agama
umumnya
karena
terpengaruh temannya untuk bermain-main daripada belajar agama, sebaliknya teman yang baik yang mempunyai minat beragama yang tinggi turut mempengaruhi minat remaja yang besar untuk mempelajari agama Islam. Melalui pergaulan seseorang akan terpengaruh minat belajarnya, minat belajar dapat diperoleh dari pengalaman mereka dari lingkungan di mana mereka tinggal. Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat bergaul, juga tempat
bermain
iklimnya,besar
sehari-hari kecilnya
dengan
pengaruh
keadaan
alam
lingkungan
dan
terhadap
pertumbuhan dan perkembangan bergantung kepada keadaan lingkungan anak itu sendiri serta jasmani dan rohaninya. Melalui pergaulan seseorang akan dapat terpengaruh arah minat belajarnya oleh teman-temannya, khususnya teman akrabnya. Khusus bagi remaja, pengaruh teman ini sangat besar karena dalam
pergaulan
melakukan
itulah
aktifitas
mereka
bersama
memupuk
sama
untuk
pribadi
dan
mengurangi
80
ketegangan dan kegoncangan yang mereka alami, disamping itu yang menjadi penghambat anak remaja dalam minat belajar Agama Islam itu sendiri karena kebanyakan anak remaja pulang dari sekolah sudah sore banyak kegiatan di sekolahnya sehingga sudah capek malas untuk ikut kegiatan tentang Agama Islam yang ada di dusunnya, tapi ada juga yang memilih bermain biarpun merasa capek tapi kalau bermain tidak ada rasa capeknya, ada juga karena faktor anaknya pemalu jadi untuk ikut kegiatan keagamaan di dusun ini males tapi sebenarnya minatnya besar gara-gara pemalu jadi males untuk ikut kegiatan belajar keagamaan, sepulang dari sekolah memilih di kamar nonton tv dan mmain play station. Faktor dari teman juga salah satunya penghambat untuk ikut belajar tentang Agama Islam, karena dalam belajar teman juga penyemangat untuk kegiatan proses belajar. Maka dari itu disini peran orang tua, keluarga dan teman sebaya sangat dibutuhkan untuk anaknya dalam belajar. Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
minat
individu dapat dipengaruhi faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor intern merupakan faktor dari dalam individu. Sedangkan faktor ekstern merupakan faktor dari luar individu termasuk di dalamnya berupa lingkunngan sosial, baik fisik maupun nonfisik, baik primer maupun sekunder dan media
81
massa. Jadi minat tak seluruhnya dominasi pengaruh dari dalam individu melainkan dari faktor luar individu ikut membentuk di dalamnya.