1 BAB IV ANALISIS TERHADAP ARISAN DAGING SAPI DI DUSUN GUYANGAN DESA KEMLAGIGEDE KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktek Arisan...
BAB IV ANALISIS TERHADAP ARISAN DAGING SAPI DI DUSUN GUYANGAN DESA KEMLAGIGEDE KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN
A. Analisis Terhadap Praktek Arisan Daging Sapi Di Dusun Guyangan Desa Kemlagigede Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, bahwa praktek arisan daging berawal dari adanya suatu kebutuhan masyarakat akan suatu dana. Kemudian untuk mengatasi masalah tersebut dibentuklah suatu arisan daging ini agar bisa membantu masyarakat yang membutuhkannya. Kebutahan dana tersebut digunakan oleh masyarakat Dusun Guyangan Desa Kemlagigede Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan dalam melakukan suatu hajatan baik berupa nikahan atau sunatan (khitan). Dengan besarnya dana yang diperlukan dalam melakukan hajatan, sebagian masyarakat ada yang mampu melaksanakan hajatan tanpa urunan tangan orang lain, tetapi sebagian masyarakat juga ada yang membutuhkan uang arisan untuk melakukan hajatan tersebut karena minimnya dana yang dimiliki. Untuk itu, masyarakat Dusun Guyangan mengumpulkan hartanya dengan cara mengikuti arisan daging sapi. Dengan harapan jika nanti mendapatkan arisan bisa dipergunakan untuk biaya suatu hajatan. Arisan daging sapi dilaksanakan (berkelanjutan) setiap para peserta arisan mengadakan suatu hajatan. Pembayarannya menggunakan uang sebesar 68
69
harga satu kilogram daging sapi. Meskipun besar pembayaran tidak dapat ditentukan, namun tidak ada masalah bagi para peserta. Besar pembayaran arisan daging sapi kadang turun dan kadang mengalami kenaikan, namun tetap yang menjadi patokan yaitu harga satu kilogram daging sapi, agar nilai uang tidak mengalami penurunan. Seperti contoh praktik arisan pada bapak Asikin pada tahun 2009, harga daging sapi satu kilogramnya sebesar Rp 60.000,- maka bapak Asikin memperoleh uang arisan sebesar Rp 60.000,- dikalikan tiap peserta arisan. sedangkan arisan pada bapak Purwanto pada tahun 2011, harga daging sapi satu kilogramnya sebesar Rp 70.000,- dia memperoleh uang arisan sebesar Rp 70.000,- dikalikan tiap peserta arisan dan arisan yang terakhir yaitu pada bapak Hasyim pada tahun 2013, harga daging sapi persatu kilogramnya sebesar Rp 85.000,- dia memperoleh Rp 85.000,- tiap peserta.1 Dari contoh diatas dapat dimengerti bahwa yang diperoleh setiap peserta arisan daging sapi ini berbeda, terdapat selisih pendapatan dan besar pembayarannya juga berbeda tergantung harga daging sapi dipasar, semakin mahal harga daging sapi semakin besar pula beban pembayaran yang harus ditanggung oleh peserta. Oleh sebab itu setiap peserta harus benar-benar siap atas kenaikan harga daging sapi tersebut. Bagi peserta arisan tidak ada masalah akan pembayaranya yang berpatokan harga daging sapi tersebut, sehingga para peserta rela untuk melaksanakan kesepakatan ini yakni membayar uang senilai harga daging pada saat itu. 1
Nasron, Wawancara, Lamongan, 15 Juni 2014.
70
B. Tinjauan Mas}lah}ah Terhadap Praktek Arisan Daging Sapi Di Dusun Guyangan Desa Kemlagigede Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Akad merupakan pokok dari segala bentuk muamalah karena akad adalah salah satu sebab ditetapkannya shara’. Setiap akad menimbulkan
iltizam (kewajiban) tertentu atas salah satu pihak, atau objek masing-masing dan syarat-syarat yang disepakati dalam waktu akad, sebagaimana dalam arisan semua peserta arisan mempunyai kewajiban membayar iuran yang telah disepakati bersama dengan jangka tertentu. Kewajiban itu harus dipenuhi bagi orang yang mendatangkan akad. Dalam hal ini Allah swt menerangkan dalam al-Qur’an surat al-Ma>idah ayat 1 yang berbunyi : . . .
Artinya: Hai orang-orang yang beriman penuhilah akadmu. Dan surat al-Isro’ ayat 34 yaitu :
Artinya : Sempurnakanlah segala janjimu, karena sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggung jawaban. Dalam menetukan akad arisan daging sapi, perlu kiranya melihat teknik pelaksanaannya, dari sekian banyak akad dalam muamalah, arisan daging sapi lebih mengarah kepada akad hutang piutang (qard}), karena dalam prekteknya orang yang mendapat arisan pada giliran awal, dia wajib membayar iuran pada giliran berikutnya sampai semua peserta mendapat undian, dengan demikian kedudukannya sama dengan orang yang berhutang, karena dia masih mempunyai tanggungan membayar
71
iuran berikutnya yang wajib dipenuhi. Sedangkan orang yang mendapat giliran akhir sama dengan orang yang menghutangi, karena uang yang diserahkan dipergunakan oleh orang yang mendapat arisan sebelumnya. Akad muamalah yang dijadikan sebagai acuan arisan daging sapi ini adalah akad hutang, hal ini diperkuat pendapat imam Syihabbudin alQulyubi dalam kitab Manhajul Tholibin yang menyatakan :
(فرع ) اجلمعة املسهرة يني النساء ابن أتخدا مراة من كل وحدة من مجاغة منهن قدرا .معينا ىف كل مجغة اوشهر وتد فعو لواحدة بعد واحدة اىل اخرىن جائزة Artinya: cabang (akad hutang), perkumpulan yang banyak terjadi dikalangan orang perempuan, dimana salah satu diantara mereka menarik iuran yang ditentukan pada seluruh anggota setiap jum’at atau sebulan sekali, lalu memberikannya kepada salah satu dari mereka secara bergiliran sampai seluruh anggota mendapatkannya, hukumnya adalah boleh. 2 Hutang piutang adalah adanya pihak yang memberikan harta baik berupa uang ataupun barang kepada pihak yang berhutang, dan pihak yang berhutang menerima sesuatu dengan perjanjian dia akan membayar atau mengembalikan harta tersebut dalam jumlah yang sama. Selain itu akad dari hutang piutang sendiri adalah akad ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam al-Qur’an pada surat al-Baqarah ayat 245 sebagaimana berikut :
2
Syihabbudin al qulyubi, Manhajul Tholibin,, ( Indonesia: Dahlan, tt), 258
72
Artinya : ‚Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah swt, pinjaman yang baik, maka Allah swt akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak, dan Allah swt menyempitkan dan melapangkan dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan‛. (al-Baqarah : 245).3 Ayat tersebut menggambarkan bahwasannya Allah swt mendorong agar umat Islam berlomba-lomba dalam hal kebaikan, terutama menafkahkan hartanya di jalan Allah swt, dan kemudian akan diganti dengan balasan yang berlipat-lipat kebaikannya. Memberikan hutang kepada orang yang membutuhkan bahkan kedudukannya lebih mulia dari pada bersedekah. Hutang piutang haram dilakukan, bila pemberi hutang mensyaratkan tambahan pada waktu pengembaliannya. Akan tetapi berbeda bila kelebihan itu adalah kehendak yang ikhlas dari orang yang berhutang sebagai balas jasa yang diterimanya, maka yang demikian bukan riba< dan dibolehkan serta menjadi kebaikan bagi pemberi hutang, karena ini terhitung sebagai husnul
al-qad{a< (membayar utang dengan baik). Sebagaimana hadi
ِ َ َق, َعن اَِِب ىري رة ِ فَأ َْعطَاهُ ِسنًّا َخْي ًرا ِم ْن,صلَّى هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِسنًّا َ ا ْستَ ْقَر: ال َ ض َر ُس ْو ُل هللا َ َْ ُ ْ َ ِ ِخيارُكم اَح: ال ِِ ِ ) (رواه الرتمذى.ًاسنُ ُ ْم قَ َ اء َ ْ ُ َ َ َ َوق,سنّو Artinya: ‚Dari Abu Hurairah r.a, berkata : ‚Rasulullah saw berhutang seekor unta, dan mengembalikannya sebagai bayaran yang lebih baik dari unta yang diambilnya secara hutang, dan beliau bersabda : ‚orang yang lebih baik diantara kamu adalah orang yang paling baik pembayarannya‛. (HR. at-Turmudzy) 4
3 4
Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahannya..., 31. Abi ‘Isa, Sunanu At-Tirmidzy, (Beriut: Darul Kutb al-Ilmiyah, tt) 60.
73
Dari hadi
sh nabi tersebut, arisan seperti ini merupakan suatu pengembaian
74
yag baik (husnu al-qad{a<), karena tambahan tersebut tidak disyaratkan diawal, melainkan adanya perubahan nilai uang. Sendainya tidak terdapat patokan harga maka yang mendapat giliran akhir akan dirugikan, karena terjadinya penurunan nilai uang. Kenaikan seperti ini bukan termasuk dengan riba> yang diharamkan. Dalam menentukan suatu hukum selain al-Qur’an dan hadi>th, mas}lah}ah juga dapat disebut sebagai pembentukan hukum yang mengandung arti bahwa mas}lah}ah menjadi landasan dan tolak ukur dalam penetapan hukum. Dengan kata lain, hukum mas}lah}ah tertentu ditetapkan sedemikian rupa karena kemaslahatan menghendaki agar hukum tersebut ditetapkan pada masalah tersebut.5
Mas}lah}ah secara sederhana diartikan sesuatu yang baik dan dapat diterima oleh akal sehat. Diterima akal, mengandung arti bahwa akal itu dapat mengetahui dengan jelas mengapa begitu. Setiap perintah Allah memerintahkan, yaitu mengandung kemaslahatan untuk manusia, baik dijelaskan sendiri alasannya oleh Allah atau tidak.6
Mas}lah}ah itu merupakan bentuk tunggal (mufrad) dari kata al-Masha@lih. Pengarang kamus lisan al-‘Arab menjelaskan dua arti, yaitu mas}lah}ah yang berarti Shalah dan mas}lah}ah yang berarti bentuk tunggal dari mashalih. Semua mengandung arti adanya manfaat baik secara asal maupun melalui semua proses, seperti menghasilkan kenikmatan dan faidah, ataupun
pencegahan dan penjagaan, seperti menjauhi kemudharatan dan penyakit, semua itu bisa dikatakan mas}lah}ah. 7 Sejauh uraian pengertian mas}lah}ah tersebut terdapat macam-macam
mas}lah}ah. Dengan kata lain, ulama us}u>l fiqh berpendapat, disamping ada jenis mas}lah}ah yang diakui shara’ sebagai mas}lah}ah yang sebenarnya. Bahwasannya Allah stw menetapkan berbagai ketentuan syari’at dengan tujuan untuk memelihara lima unsur pokok manusia (ad}-d}aru>riyyat al-
khams), yang biasa juga disebut dengan al-Maqashid asy-syar’iyyah (tujuantujuan shara’).8 Ahli us}u>l fiqh membagi mas}lah}ah kepada tiga tingkatan, yaitu: mas}lah}ah
d}aru>riyyah
(kemaslahatan primer) mesti lebih dahulu diperhitungkan
daripada mas}lah}ah h}a>jiyyah (kemaslahatan sekunder). Sebaliknya, mas}lah}ah
tah}si>niyyah (kemaslahatan tersier). Kemaslahatan yang pertama bersifat utama, sedangkan yang kedua bersifat mendukung yang pertama, sementara kemaslahatan yang ketiga bersifat melengkapi yang pertama dan kedua.9 a) Mas}lah}ah d}aru>riyyah (kemaslahatan primer)
Mas}lah}ah ini adalah suatu hal yang urgen bagi kehidupan manusia di dunia maupun akhirat. Apabila mas}lah}ah ini tidak terwujud maka kehidupan di dunia akan timpang, kebahagian akhirat tidak tercapai dan mendapat siksa. Kemaslahatan ini ialah memelihara maqashid al-syari’ah
al-kulliyah (tujuan-tujuan dasar syariat) yang mencakup lima hal, yakni
7 8
Ibid, 117
Ibid, 308 9 Dahlan, Us}u>l Fiqh, 308
76
memelihara agama, perlindungan jiwa, perlindungan terhadap akal, pemeliharaan keturunan, dan perlindungan atas harta kekayaan.10 b) Mas}lah}ah h}a>jiyyah (kemaslahatan sekunder) Merupakan
hal-hal
yang
sangat
dibutuhkan
sebagai
sarana
mempermudah dan menghindari kesulitan. Jika ini tidak terwujud, maka manusia akan mengalami kesulitan dan kesempitan tanpa sampai mengakibatkan tidak terwujudnya sama sekali lima tujuan dasar syari’at.11 Untuk mewujudkan dan memelihara kemaslahatan dengan taraf semacam ini, maka untuk tujuan pemeliharaan agama, shar’i (pemegang otoritas shara’, Allah swt dan Rasul-Nya) mensyariatkan ritual-ritual ibadah, diperbolehkannya melakukan jama’ dan qas}ar shalat bagi musafir, perkenan tidak berpuasa ramad}an bagi wanita hamil dan menyusui serta orang-orang sakit.12 Tujuan melindungi jiwa shar'i memperbolehkan hewan buruan dan makanan-makanan enak. Untuk tujuan memelihara harta kekayaan shar'i menggariskan beragam ketentuan tata laksana muamalah berupa jasa persewaan, bagi hasil, akad pesan dll. untuk memelihara garis keturunan
shar'i mensyariatkan adanya maskawin, perceraian dan terpenuhinya syarat saksi dalam hukuman zina.13
c) Mas}lah}ah tah}si>niyyah (kemaslahatan tersier) Merupakan hal-hal yang ketiadaannya tidak sampai menyebabkan kesulitan, hanya saja perwujudannya sesuai dengan dasar melakukan yang pantas dan menjauhi yang tidak layak serta sesuai dengan budi pekerti luhur dan kebiasaan yang baik.14
Mas}lah}ah d}aru>riyyah merupakan kemaslahatan yang bersifat paling utama, mas}lah}ah h}a>jiyyah bersifat pendukung dari mas}lah}ah d}aru>riyyah, sedangkan mas}lah}ah tah}si>niyyah yaitu sebagai pelengkap dari mas}lah}ah
d}aru>riyyah dan mas}lah}ah h}a>jiyyah.15 Jumrul ulama berpendapat bahwa mas}lah}ah merupakan hujjah syari’at yang dipakai sebagai pembentukan hukum mengenai kejadian atau masalah yang hukumnya tidak ada didalam nas} atau ijma>’ atau qiya>s atau istih}sa>n, maka
disyari’atkan
dengan
menggunakan
mas}lah}ah
al-mursalah.
Pembentukan hukum berdasarkan mas}lah}ah al-mursalah ini tidak berlangsung terus lantaran diakui oleh shara’.16 Arisan daging sapi ini merupakan suatu mas}lah}ah mursalah yang bersifat
tah}si>niyyah, yaitu merupakan suatu hal yang ketiadaannya tidak sampai menyebabkan kesulitan, hanya saja perwujudannya sesuai dengan dasar melakukan yang pantas dan menjauhi yang tidak layak serta sesuai dengan budi pekerti luhur dan kebiasaan yang baik.17 Hukum Islam pada dasarnya untuk mewujudkan kemaslahatan manusia yakni menarik manfaat, dalam 14
Ibid.,311. Ibid. 16 Miftahul Arifin, A. Faishal Haq, Us}u>l Fiqh: kaidah-kaidah penetapan hukum Islam, 144 17 Efendi,Us}u>l Fiqh.,311. 15
78
arisan ini terdapat suatu manfaat bagi peserta arisan, uang yang diterimanya dapat dipergunakan untuk melakukan suatu hajatan. Arisan ini bila tidak dilakuakan maka tidak akan menyebabkan kesulitan bagi masyarakat, karena mereka dapat memperoleh uang dengan cara yang lain, dengan adanya patokan harga daging sapi dalam pembayaran arisan ini yaitu untuk mencegah terjadinya penurunan nilai uang. Peserta arisan mengaggap bahwa nilai uang selalu berubah-ubah (fluktuatif) artinya terjadi suatu penurunan nilai uang, agar nilai uang selalu tetap, maka arisan tersebut berpatokan pada harga daging sapi, dan harga daging sapi selalu stabil dan mengikuti nilai uang. Transaksi seperti ini wajar bilamana peserta yang memperoleh arisan akhir tidak ingin dirugikan dengan pengembalian uang yang tidak mempunyai nilai. Oleh karena itu tidak dapat disalahkan apabila peserta yang memperoleh arisan akhir menuntut untuk menerima kembali uangnya sesuai nilai rilnya atau nilai pada saat pengembalian. Hal ini merupakan suatu kebiasaan yang baik yang dilakukan masyarakat dalam segi pengembalian uang arisan dan terdapat unsur tolong menolong didalamnya, yaitu membantu peserta yang membutuhkan dalam melakukan suatu hajatan. Para peserta dalam arisan ini merasa adil
dengan pengembalian seperti itu dan para
peserta arisan ini tidak ada yang merasa dirugikan, ini sesuai dengan kaidah fiqh yaitu:
‚Asal setiap muamalah adalah adil dan larangan berbuat z}alim serta memperhatikan kemaslahatan kedua belah pihak dan menghilangkan kemud}aratan‛. Dalam menggunakan mas}lah}ah mursalah terdapat tiga syarat yang harus diperhatikan, yang pertama kemaslahatan itu hendaknya kemaslahatan yang memang tidak terdapat dalil yang menolaknya. Kedua mas}lah}ah itu hendaknya mas}lah}ah yang dapat dipastikan bukan hal yang samar-samar atau perkiraan dan rekayasa saja. Ketiga
kemaslahatan yang memang terkait
dengan kepentingan orang banyak. Arisan daging sapi ini sudah memenuhi syarat diterimanya suatu
mas}lah}ah, yang pertama tidak ada dalil yang melarang terkait dengan arisan daging sapi ini. Kedua arisan daging sapi ini dapat dipastikan bukan hal yang samar-samar atau perkiraan dan rekayasa saja, karena praktek arisan ini terjadi dan ada dimasyarakat. Ketiga arisan daging ini dilakukan oleh orang banyak yaitu suatu kemaslahatan yang bersifat umum.