BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang telah berhasil dikumpulkan, serta permasalahan dan hipotesis yang telah ditetapkan pada bab – bab sebelumnya, maka penulis akan membahas variabel – variabel yang akan mempengaruhi IHSG di bursa efek Indonesia yaitu kurs rupiah, laju inflasi dan indeks Dow Jones dari Januari 2007 sampai dengan Desember 2010, dengan sampel sebanyak 48. Untuk pengujian statistik penulis menggunakan software IBM SPSS Statistik versi 19. Jumlah sampel penelitian mempresentasikan keseluruhan dari anggota populasi dan penelitian dilakukan dengan menggunakan metode yang telah di uraikan pada bab III.
A. Penyajian dan Analisis Data
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik sampel secara lebih rinci. Dalam statistik deskriptif dapat diketahui data rata – rata, standar deviasi, maksimum dan minimum dari setiap variabel yang di gunakan dalam penelitian ini.
65
66
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
IHSG
48
1241.541
3703.510
2351.94240
614.732670
KURS_Rp
48
8828.00
12151.00
9588.4792
837.51964
INFLASI
48
2.41
12.14
6.6831
2.77329
ID_JONES
48
7062.93
13930.01
10976.2415
1832.61534
Valid N (listwise)
48
Dari tabel 4.1 menunjukan bahwa nilai standar deviasi < rata – rata (mean) untuk semua variabel penelitian yaitu IHSG, KURS_Rp, INFLASI dan ID_Jones, hal tersebut menunjukan bahwa semua variabel penelitian tersebut memiliki sebaran data yang normal (baik). 1. Dapat dilihat bahwa jumlah sampel yang di gunakan masing – masing variabel adalah 48 sempel. 2. Sedangkan IHSG memiliki nilai mimimum 1241.541 pada bulan Nopember 2008, maksimum 3703.510 pada bulan Desember 2010, mean 2351.94240, dan standar deviasi 614.732670. 3. Variabel Kurs rupiah memiliki nilai minimum sebesar 8828 pada bulan Mei 2007, nilai maksimum 12151 pada bulan Nopember 2008, mean 9588.4792 dan standar deviasi 837.51964. 4. Variabel Laju Inflasi (IHK) nilai minimumnya 2.41 pada bulan Nopember 2009, maksimum 12.14 pada bulan September 2008, mean 6.6831 dan standar deviasi 2.77329.
67
5. Variabel indeks Dow Jones memiliki nilai minimum 7062.93 pada bulan Pebruari 2009, maksimum 13930.01 pada bulan Oktober 2007, mean 10976.2415 dan standar deviasi 1832.61534.
2. Uji Asumsi Klasik a. Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan (time series) sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Pendeteksian
penyimpangan
autokorelasi
dalam
penelitian
ini
menggunakan uji Durbin –Waston (DW test), dan dilihat dengan memperhatikan nilai Durbin – Watson yang di bandingkan dengan nilai d tabel . Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Hipotesis sebagai berikut : Ho
: tidak ada autokorelasi
Ha
: ada autokorelasi
Hasil pengujian autokorelasi ditunjukan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.2 Hasil Pengujian Autokorelasi b
Model Summary
Model 1
R .782
R Square a
.611
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .585
a. Predictors: (Constant), ID_JONES, INFLASI, KURS_Rp b. Dependent Variable: IHSG
396.143703
Durbin-Watson .351
68
Dari tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa nilai Durbin – Watson sebesar 0.351, sedangkan nilai d tabel dengan n=48 dan k=3, didapat dl=1.4064 dan du=1.6708, karena nilai d
Model Summary
Model 1
R .690
R Square a
.477
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .440
a. Predictors: (Constant), ID_JONES, INFLASI, KURS_Rp b. Dependent Variable: IHSG
133.427134
Durbin-Watson 1.918
69
Dari hasil uji tersebut di peroleh nilai DW sebesar 1.918, dimana saat ini jumlah n berkurang satu menjadi n=47 dan k=3, sehingga nilai tabel di peroleh dl=1.3989 dan du=1.6692, dapat dilihat nilai DW (d) lebih besar dari nilai tabel du dan nilai Dw juga masih lebih kecil dari nilai 4-du = 2.3308. Karena 1.6692<1.918<2.3308 (du
b. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi,variabel pengganggu atau residual terdistribusi normal atau tidak. Pengujian di lakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov,dengan hipotesis sebagai berikut : Ho
: Data terdistribusi secara normal
Ha
: Data tidak terdistribusi secara normal Jika hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukan nilai yang tidak signifikan
atau nilai signifikannya lebih besar dari 0,05 maka data residual terdistribusi secara normal, dan model regresi dianggap layak untuk digunakan. Hasil pengujian dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, di tunjukan dalam tabel di bawah ini :
70
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters
47 a,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 129.00289906
Absolute
.082
Positive
.059
Negative
-.082
Kolmogorov-Smirnov Z
.561
Asymp. Sig. (2-tailed)
.911
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Dari tabel diatas, besarnya nilai Kolmogorov Smirnov adalah 0.561 dengan memperhatikan bahwa probabilitas signifikansinya ada diatas 0.05, yaitu 0.911 maka Ha di tolak dan Ho di terima, yang berarti data residual berdistribusi normal. Selain dengan memperhatikan nilai Kolmogorov Smirnov, juga dapat memperhatikan grafik histogram dan grafik normal Plot. Grafik ditunjukan dibawah ini :
71
Gambar 4.1 Grafik Histogram
Gambar 4.2 Grafik Normal Plot
72
Dari grafik 4.1 memperlihatkan bahwa grafik histogram menunjukan pola distribusi normal karena tidak menceng kekiri atau kekanan. Sedangkan untuk grafik 4.2 memperlihatkan grafik normal Plot yang menunjukan bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Karena model regresi berdistribusi normal maka dengan demikian model regresi layak digunakan untuk memprediksi IHSG berdasarkan masukan variabel kurs rupiah, laju inflasi dan indeks saham Dow Jones.
c. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen), model regresi yang baik seharusnya bebas multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Hasil pengujian ditunjukan pada tabel dibawah ini : Tabel 4.5 Hasil Pengujian Multikolinearitas
a
Coefficient Correlations Model 1
ID_JONES Correlations
Covariances
INFLASI
KURS_Rp
ID_JONES
1.000
-.024
.558
INFLASI
-.024
1.000
-.058
KURS_Rp
.558
-.058
1.000
ID_JONES
.002
-.028
.001
-.028
698.000
-.088
.001
-.088
.003
INFLASI KURS_Rp a. Dependent Variable: IHSG
73
a
Coefficients
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
1
(Constant)
45.196
19.524
KURS_Rp
-.162
.057
-49.880 .117
INFLASI
Std. Error
ID_JONES
Coefficients Beta
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
2.315
.025
-.377
-2.834
.007
.686
1.457
26.420
-.209
-1.888
.066
.997
1.003
.043
.359
2.702
.010
.688
1.453
a. Dependent Variable: IHSG
Dari tabel tersebut diatas hanya kurs dengan indeks Dow Jones (ID_Jones) yang mempunyai korelasi cukup tinggi dengan kurs rupiah sebesar 0,558 atau sekitar 55,8 %
VIF
tetapi korelasi ini masih dibawah 95 %. Hasil perhitungan
tolerance juga menunjukan tidak ada variabel independen yang kurang dari 0.10 ( Tol > 0.10 ) yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95 %. Dilihat dari nilai VIF menunjukan bahwa tidak ada variabel independen yang nilainya lebih dari 10 ( VIF < 10). Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikoloninearitas antar variabel independen dalam model regresi dalam penelitian ini.
d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil pengujian ditunjukan pada gambar sebagai berikut :
74
Gambar 4.3 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Dari gambar 4.1 hasil pengujian heteroskedastisitas dengan menggunakan Scatterplot diatas, gambar tersebut memperlihatkan titik – titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta menyebar diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi. Untuk dapat lebih meyakinkan, maka di gunakan pula Uji Park. Dengan kriteria pengujian, sbb : 1) Ho : tidak ada gejala heteroskedastisitas 2) Ha : ada gejala heteroskedastisitas Tampilan tabel sebagai berikut :
75
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Dengan Uji Park
a
Coefficients
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
8.524
.305
KURS_Rp
.002
.001
INFLASI
.804
ID_JONES
.000
Coefficients Beta
t
Sig.
27.983
.000
.308
1.820
.076
.412
.274
1.951
.058
.001
.098
.581
.564
a. Dependent Variable: LnU2i
Hasil tampilan output SPSS pada tabel 4.6 memberikan koefisien parameter untuk variabel independen tidak ada yang signifikan yang berarti nilainya lebih besar dari 0.05, jadi Ho di terima dan Ha di tolak, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal tersebut konsisten dengan hasil uji Scatterplot. Karena Model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas maka model regresi layak dipakai untuk memprediksi IHSG yang berdasar pada masukan variabel kurs rupiah,laju inflasi dan indeks saham Dow Jones.
3. Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan dengan analisis linear berganda yang terdiri dari pengujian korelasi, koefisien, uji F atau ANOVA, dan uji t dengan tingkat signifikan α = 5%.
76
Pada tabel 4.7 di perlihatkan koefisien – koefisien maupun konstanta dari variabel – variabel dalam penelitian ini, sebagai berikut : Tabel 4.7 Koefisien Variabel a
Coefficients
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
45.196
19.524
KURS_Rp
-.162
.057
-49.880 .117
INFLASI ID_JONES
Coefficients Beta
t
Sig.
2.315
.025
-.377
-2.834
.007
26.420
-.209
-1.888
.066
.043
.359
2.702
.010
a. Dependent Variable: IHSG
a. Persamaan Regresi Berdasarkan tabel 4.7 diatas, hanya variabel independen kurs yang signifikan yaitu sebesar 0.007 dan indeks Dow Jones (ID_Jones) signifikan dengan nilai sebesar 0.010 sedangkan variabel inflasi (IHK) nilainya tidak signifikan karena lebih dari 0,05, yaitu sebesar 0.066. Dari hal ini disimpulkan bahwa IHSG di pengaruhi oleh Kurs Rupiah dan Indeks Dow Jones. Persamaan regresi dapat disusun sebagai berikut :
IHSG = 45.196 - 0, 162 Kurs_Rp - 49.880 Inflasi + 0.117 ID_Jones + e
Persamaan tersebut dapat di interpretasikan sebagai berikut : 1. Konstanta sebesar 45,196 menyatakan bahwa jika tidak ada kurs, inflasi dan indeks Dow Jones (sama dengan nol atau konstan), maka IHSG di BEI akan berada pada poin 45.196.
77
2. Koefisien regresi – 0,162 menyatakan bahwa setiap peningkatan 1 poin kurs mengakibatkan penurunan IHSG di BEI sebesar 0,162 poin. Tanda negatif memberikan petunjuk bahwa bila kurs rupiah naik ( kurs rupiah terhadap US $ melemah), maka IHSG turun, karena modal untuk membeli US $ membesar, sehingga modal untuk saham akan berkurang, hal tersebut akan melemahkan nilai IHSG, ini juga berarti bahwa kurs rupiah tidak stabil sehingga mempengaruhi pasar saham di BEI. 3. Koefisien regresi -49,880 menyatakan bahwa setiap peningkatan 1 persen inflasi mengakibatkan penurunan IHSG di BEI sebesar 49,880 poin. Tanda negatif memberikan petunjuk bahwa inflasi naik maka IHSG turun, ini karena banyak masyarakat dominan membelanjakan uangnya untuk membeli barang – barang konsumsi dari pada menanamkan modalnya di bursa saham. 4. Koefisien regresi 0,117 menyatakan bahwa setiap peningkatan 1 poin indeks Dow Jones di New York Stock Excange akan mengakibatkan peningkatan IHSG di BEI sebesar 0,117 poin. Nilai positif memberikan petunjuk bahwa bila indeks Dow Jones meningkat, para investor akan menginvestasikan uangnya dalam bentuk saham. Hal ini terjadi karena pengaruh globalisasi ekonomi dan adanya kepercayaan dari investor asing terhadap pasar saham Indonesia sehingga bila indeks saham di Amerika meningkat maka mengakibatkan IHSG di BEI juga meningkat. Hal ini menandakan bahwa ekonomi internasional dalam kondisi yang cukup
78
baik. Dan indeks Dow Jones adalah salah satu indeks yang menjadi acuan dari para investor saham. b. Uji Hipotesis Pertama Uji t digunakan dalam uji hipotesis pertama untuk mengetahui apakah variabel kurs rupiah secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. Dari tabel 4.7, diperoleh tingkat signifikan untuk kurs rupiah sebesar 0.007. Karena nilai signifikansi jauh lebih kecil dari 0,05 maka pada hipotesis pertama Ha1 diterima, dan Ho1 di tolak. Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan antara kurs rupiah terhadap IHSG di BEI. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ruhendi dan Arifin (2003), Bayu Kurniawan (2005), Limi Harip (2005), dan Sunardi (2009). c. Uji Hipotesis Kedua Pada uji hipotesis kedua, menggunakan uji t untuk mengetahui apakah variabel laju inflasi secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. Dari tabel 4.7, diperoleh tingkat signifikan untuk laju inflasi sebesar 0.066, dan nilai ini jauh lebih besar dari 0.05 sehingga pada hipotesis kedua Ho2 di terima dan Ha2 di tolak. Artinya, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara laju inflasi terhadap IHSG di BEI. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Sunardi (2009), dan Selly Megawati Wahyudi (2010). d. Uji Hipotesis Ketiga Uji hipotesis ketiga juga menggunakan uji t, untuk mengetahui apakah variabel indeks saham Dow Jones mempunyai pengaruh terhadap IHSG. Pada tabel 4.7, diperoleh tingkat signifikan untuk indeks saham Dow Jones sebesar
79
0,010, nilai ini lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis ketiga Ho3 ditolak dan Ha3 diterima. Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan antara indeks saham Dow Jones terhadap IHSG di BEI. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ruhendi, Arifin (2003) dan Limi Harip (2005).
e. Uji Hipotesis Keempat Untuk menguji hipotesis keempat, menggunakan uji korelasi dan koefisien determinasi serta pengujian ANOVA atau uji F, digunakan untuk mengetahui apakah diantara dua variabel atau lebih terdapat hubungan dan untuk mengetahui apakah variabel kurs rupiah, laju inflasi dan indeks saham Dow Jones berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG. Hasil pengujiannya di tampilkan pada tabel dibawah ini : Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis Keempat
Model Summary
Model 1
R
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
.690
a
.477
.440
133.427134
a. Predictors: (Constant), ID_JONES, INFLASI, KURS_Rp b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
696900.773
3
232300.258
Residual
765520.406
43
17802.800
1462421.179
46
Total
a. Predictors: (Constant), ID_JONES, INFLASI, KURS_Rp b. Dependent Variable: IHSG
F 13.049
Sig. .000
a
80
Dari uji korelasi dan koefisien determinasi pada tabel 4.8 di peroleh koefisien korelasi (R) sebesar 0.69 yang menunjukan bahwa hubungan atau korelasi antara variabel – variabel independen yaitu kurs rupiah, laju inflasi dan indeks saham Dow Jones dengan variabel dependen IHSG adalah hubungan sedang atau moderat. Pada koefisien determinasi (Adjusted R Square) menunjukan variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Nilai Adjusted R Square 0.440 mengandung arti 44 % variasi dari IHSG dapat dijelaskan oleh variabel kurs rupiah, laju inflasi dan indeks saham Dow Jones, sedangkan sisanya 56 % dijelaskan oleh sebab – sebab lain atau variabel lain yang tidak di uji dalam penelitian ini. Dalam uji F pada table 4.8, diperoleh F hitung sebesar 13.049 dengan tingkat signifikan 0.000. Nilai ini lebih kecil dari 0.05 maka hipotesis keempat disimpulkan Ha4 diterima dan Ho4 di tolak, yang artinya secara bersama – sama atau simultan variabel kurs rupiah, laju inflasi dan indeks saham Dow Jones memiliki pengaruh yang signifikan terhadap IHSG di BEI. Hasil penelitian ini konsisiten dengan penelitian Ruhendi, Arifin (2003) dan Limi Harip (2005).
B. Pembahasan Dari hasil uji regresi linear berganda maka hasil yang didapat yang paling berpengaruh dan signifikan terhadap IHSG adalah kurs rupiah terhadap Dollar dan indeks Dow Jones di NYSE. Sedangkan yang tidak berpengaruh dan tidak signifikan adalah laju inflasi. Hasil uji parsial dari nilai kurs berpengaruh negatif
81
signifikan sebagai faktor makroekonomi yang berpengaruh terhadap IHSG di BEI selama Januari 2007 – Desember 2010. Inflasi juga berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap IHSG di BEI, ini berarti pengaruhnya sebagai faktor makroekonomi adalah secara tidak langsung, Sedangkan hasil uji parsial dari indeks saham Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan sebagai faktor ekonomi internasional akibat adanya globalisasi terhadap IHSG di BEI pada periode Januari 2007 – Desember 2010. Berdasarkan analisis regresi yang telah dilakukan atas pengaruh variabel – variabel kurs rupiah, laju inflasi dan indeks Saham Dow Jones terhadap IHSG adalah sebagai berikut : 1. Nilai kurs Rupiah/US$ mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap IHSG karena variabel kurs memiliki nilai signifikan yang lebih kecil dari nilai alpha (0,007<0,05). Hal ini berarti, terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dollar yang akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga yang menyebabkan pemasaran menjadi lesu sehingga mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal Indonesia. 2. Inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap IHSG karena variabel inflasi memiliki nilai signifikansi lebih besar dari nilai alpha (0.066>0.05). Hal ini terjadi adalah karena inflasi lebih cenderung berpengaruh langsung terhadap barang – barang yang di konsumsi langsung oleh konsumen, sedangkan terhadap saham pengaruhnya adalah secara tidak langsung (bersifat sebagai moderating),
82
jadi berpengaruh secara langsung terhadap kurs yang akhirnya
secara tidak
langsung mempengaruhi IHSG. Dimana masyarakat lebih senang memanfaatkan uangnya untuk membeli barang – barang konsumsi dari pada menanamkan modalnya di bursa saham. 3. Indeks saham Dow Jones memiliki pengaruh yang signifikan terhadap IHSG, karena variabel indek Dow Jones memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari nilai alpha ( 0,01 < 0,05 ). Ini terjadi karena globalisasi ekonomi, dimana globalisasi ekonomi menyebabkan kejadian – kejadian yang ada di luar negeri mempengaruhi perekonomian di dalam negeri termasuk berpengaruh terhadap pasar pasam. Tidak bisa dipungkiri bahwa indeks saham Dow Jones di NYSE sebagai bursa saham tertua di Amerika menjadi sorotan bursa saham lainnya di dunia, karena yang tergabung di Dow Jones ini merupakan perusahaan – perusahaan yang telah gopublic dimana banyak anak – anak perusahaannya tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia seperti Johson&Johson, McDonald’s dan Coca-cola. Sehingga karena pengaruh adanya globalisasi maka kondisi-kondisi perekonomian internasional juga menjadi sangat penting artinya terhadap kondisi perekonomian nasional, terutama pada pasar modal. Kurs rupiah, laju inflasi dan indeks saham Dow Jones, memberikan kontribusi sebesar 44 % terhadap IHSG pada periode Januari 2007 – Desember 2010, sedangkan sisanya disebabkan oleh variabel lain yang tidak di teliti pada penelitian ini.