BAB IV ANALISA 4.1
Umum Dua alasan penting mengapa pada frame relay data diperbolehkan untuk
dibuang (discarded), adalah : 1. Terjadi deteksi error dalam data yang dikirimkan. 2. Terjadi congestion (jaringan mengalami overload traffic data). Saat terjadi deteksi error dari frame data yang dikirimkan, frame-frame data ini akan langsung dibuang, begitu juga saat diketahui bahwa terjadi overload traffic data di jaringan, maka frame-frame data juga akan langsung dibuang. Proses ini akan menjadi tanggung jawab dari protocol pada lapisan lebih tinggi yang dapat mengontrol aliran data (flow control), mengontrol kesalahan dan memulihkan kembali data-data yang hilang dalam jaringan dengan mekanisme retransmission (meminta ulang pengiriman data yang hilang). Protocol yang akan bertanggung jawab penuh dalam menangani masalah ini adalah TCP/IP, agar integritas data tetap terjaga dengan baik. Inilah yang membedakan protocol frame relay dengan protocol pendahulunya (contoh : X.25, SNA, dll), bahwa mekanisme penecekan pada level frame data tidak terjadi, di level frame semua data frame akan dilewatkan pada level berikutnya, dan hanya melewati proses pengecekan apakah DLCI-nya cocok dengan yang dituju, atau apakah frame-frame tersebut sudah valid. Bila dua hal di atas terpenuhi, maka amanlah data tersebut. Namun apabila tidak terpenuhi, maka frame-frame data tersebut langsung discarde. Di level berikutnya proses pengecekan paket-paket data akan ditangani dengan protocol sebelumnya. Oleh sebab itu kinerja TCP/IP over
Frame Relay semakin cepat, karena Frame Relay hanya melakukan pembuangan frame dan mekanisme congestion sedangkan TCP/IP bertugas melakukan flow control dan retransmission. 4.2
Analisa Kesalahan Bit Transmisi Seperti kita ketahui bahwa lapisan yang lebih tinggi dari level frame akan
bertanggung jawab terhadap masalah pemulihan data yang dibuang (discarded), dengan mekanisme retransmission dari frame relay data yang hilang. Namun hal ini tentunya juga akan menjadi masalah apabila tidak ditangani factor penyebab utamanya, karena akibat dari discarded yang terus menerus, maka response time pengiriman data menjadi lebih besar. Factor utama dalam frame relay ini adalah kehandalan dari media transmisi yang digunakan dalam jaringan cloud frame relay. Dengan kata lain baik untuk access line (jaringan local) ataupun access trunk (jaringan backbone) harus memenuhi rekomendasi pengetesan dalam menghantarkan bit bit tanpa ada kesalahan atau tingkat kesalahan yang rendah, sehingga access line tersebut layak untuk dipakai sebagai media jaringan komunikasi data. Cara untuk mengetahui suatu jaringan atau media transmisi layak tidaknya dapat menggunakan metode BERT (Bit Error Rate Test). Pada gambar 4-1 di bawah nampak bahwa pada remote transmisi (Modem Slave) diloop disisi physical interfacenya dan sisi local transmisi (Modem Master) pada physical interfacenya diberikan pattern dari sauatu alat BERT. Pada gambar 4-1 di bawah nampak bahwa pada remote transmisi (Modem Slave) diloop disisi physical interfacenya dan sisi local transmisi (Modem Master) pada physical interfacenya diberikan pattern dari suatu alat BERT.
Gambar 4-1 Pengetesan Saluran Transmisi Hasil pengukuran saluran transmisi baik access line maupun trunk seperti di tabelkan pada table 4-1 (hasil pengukuran di lampiran D), untuk selanjutnya akan dianalisa berdasarkan formula yang ada. TRUNK Access Line
Bit Error 1 1
Rata Transmisi 2048000 bps 128000 bps
Waktu Uji 86400 s 3622 s
Table 4-1 Data pengukuran saluran transmisi
BER 5,651 x 10-12 2,157 x 10-09
Dari data tersebut, dapat dijabarkan sebagai berikut : BER (TRUNK) =
1
= 5,651 x 10-12
2048000bps X86400s BER (Access Line) =
1
128000bps X 3622s
= 2,157 x 10-09
Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui, bahwa trunk mampu mempertahankan 1,7695 x 1011 bit dengan jumlah errornya 1 bit pada kecepatan transmisi 2048000 bps dalam waktu ukur 86400 s (24jam) sehingga diperoleh Bit Error dalamnya 5,651 x 10-12. Sedangkan pada Access Line dalam waktu 3622 s dan jumlah bit error 1 bit (inkjected), Access Line mampu menghantarkan 4,63616000 x 1008 bit per second sehingga diperoleh bit error bit error ratio sebesar 2,157x10-09 pada kekecepatan transmisi 128000 bps. Data-data di atas menunjukkan bahwa kemampuan multiplexing antar simpul atau node (exchange) frame relay dengan trunk 2048000 bps (2 Mbps) maksimal hanya bisa 32 kanal (dengan asumsi per kanal dengan BIR 64000 bps), namun dalam aplikasinya adalah bahwa 32 kanal tersebut dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan pelanggan akan access speed dalam komunikasi datanya, yang terpenting tidak melebihi dari maksimal kapasitas trunk yang ada, sehingga bottle neck pada jalur transmisi tidak terjadi. Hal tersebut penting untuk diketahui agar pembuangan frame tidak terjadi akibat kemacetan pada jalur transmisi. Sehingga jalur-jalur jaringan yang bersih dengan tingkat kesalahan yang rendah dapat diperoleh. 4.3
Analisa Kemacetan dan Pembuangan Frame Discarded frame akan lebih sering terjadi bilamana kemacetan (congestion)
dalam jaringan memang menjadi sebab utamanya. Hal ini akan terus berlangsung bilamana terjadi kesalahan design networknya, node atau simpul (exchange) jaringan yang menerima lebih banyak frame dibanding kemampuan untuk memprosesnya (kemacetan penerimaan) atau ketika ia dituntut untuk mengirim lebih banyak frame melewati jalur yang dipilihnya dari pada kecepatan yang diijinkan oleh jalur (kemacetan jalur). Rangkaian penyangga simpul (exchange buffer), adalah memori
yang bersifat temporer untuk frame-frame yang masuk ketika menunggu antrian atau proses urutan dari frame-frame yang keluar menjadi salah satu sebab terjadinya congestion, ini disebabkan karena kemampuan memory buffer tidak mencukupi dalam proses penampungan sementara dari frame-frame yang masuk atau akan keluar. Akibatnya karena terjadi antrian dari frame yang masuk atau keluar, memory tersebut akan terisi penuh dan mau tidak mau simpul-simpul tersebut harus membuang frame-frame dari ruang memory buffer yang penuh sehingga kembali mempunyai ruang atau tempat. Jika lalu lintas LAN demikian padat, probabilitas kemacetan yang terjadi dapat menjadi tinggi. Oleh karenanya jaringan Frame Relay harus mempunyai kinerja yang baik untuk menangani kemacetan maupun meminimum pembuangan frame. Untuk mengetahui tingkat kemacetan dan pembuangan frame, data-data analisa diperoleh dari Capturing Data dengan mempergunakan Frame Relay Analyzer.
Gambar 4-2 Throughtput TCP saat congestion
Dari capturing data (DLCI Analysis) yang diperoleh pada lampiran E, maka besarnya user byte (14125) yang dikirimkan oleh kantor Pusat Jakarta ke Cabang Surabaya melampaui batas saluran penerimaan Surabaya (BIR=76,8 Kbps) pada sisi LN (RX ssimpul terdekat) mengalami pembuangan frame (DE) dan Congestion (FECN dan BECN) akan counter terus pada periode monitoring, akan tetapi disisi EQ tidak mengalami karena salurannya msaih mampu melewatkannya (512 Kbps). Akhirnya user di cabang akan merasakan kelambatan dalam beraplikasi, berikut analisanya :
DE disisi RX (pada simpul terdekat dengan HO) akan counter terus (36,61,145,236,534,923,1216, dan 1440) apabila throughtput melebihi CIR (64 Kbps) dan akan membuang framenya bila tgroughtput melebihi BIR (76,8 Kbps)
Selama periode pemantauan ini jumlah FECN=1 adalah sama atau lebih banyak dari jumlah FECN=0, maka FR-Swicht-1 akan mengkonfirmasikan ke FR-Switch-2 telah terjadi kemacetan dengan mengurangi throughtput menjadi 0,875 kali throughtput sebelumnya sebagai berikut : 0,875 x 14125 x 8 = 98875 bit 0,875 x 98875 bit = 86516 bit 0,875 x 86516 = 75702 bit
BECN diset dalam frame-frame yang menuju kea rah sumber (kantor pusat) untuk memberitahu sumber bahwa terjadi kemacetan (pada FR-Swicth-1 di simpul terdekat). Penggunaan BECN seperti yang diterapkan ANSI, jika FRSwitch-1 menerima n frame dengan BECN=1 secara berurutan, traffic
beikutnya (100.000 bytes) per detik harus diturunkan dengan tahap-tahap penurunan throughtput sebagai berikut : 0,675 x 14125 x 8 =76275 bit 0,5 x 76275 bit = 38138 bit 0,25 x 38138 bit = 9535 bit Penurunan throughtput ditunjukkan pada periode waktu detik ke-7 sampai 10 dan 12 sampai 15. Hal ini akan berulang secara terus menerus saat througthput > 76,8 kbps (missal 113 kbps), seperti ditunjukkan pada gambar 4-3. Agar tidak terjadi mekanisme Congestion, yang akan memakan delay proses suatu jaringan, hal ini dapat dihindari dengan meng-opgrade CIR dari 64 Kbps menjadi 96 Kbps dengan BIR= 115,2 Kbps, dan setelah dilakukan pemantauan dengan Frame Relay Analyzer counter congestion sudah tidak muncul (FECN=0 dan BECN=0) hanya DE yang counter sesekali tanpa terjadi pembuangan frame dan sehingga grafik throughtput seperti gambar 4-4. Gambar 4-4 merupakan gambaran network yang ideal sehingga harapan aplikasi (missal internet) dapat memanfaatkan jaringan dengan throughtput secara maksimal dapat tercapai tanpa adanya delay proses yang berarti akibat adanya suatu mekanisme congestion.
Gambar 4-3 Throughtput TCP setelah Upgrade Selain hal tersebut diatas, perlu dipikirkan pemakaian maksimal throughtput terhadap kemampuan access line (Utilization). Secara umum utilization untuk semua system diset secara default oleh pabrikan atau vendor harus lebih kecil dari 100%, biasanya maksimal utilisasi yang diperbolehkan adalah 80% dari kapasitas maksimal system itu sendiri. Oleh karenanya utilisasi dari suatu saluran tansmisi harusnya dibawah 100%. Dalam gambar 4-4, anggap rata-rata masimal throughtput adalah 115,2 Kbps sedangkan access line Surabaya 128 Kbps dan access line Backhoul Jakarta 512 Kbps sehingga dapat dihitung utilization salurannya adalah : Utilization(Surabaya) = 115,2 x 100% = 90% 128 Utilization(Jakarta) = 115,2 x 100% = 22,5% 512
Hal ini perlu diwaspadai, agar suatu performasi suatu jaringan tetap dijaga misal aplikasi TCP tidak lambat dan supaya terhindar dari kebuntuan atau kemacetan jaringan akibat utilisasi saluran transmisi sudah mencapai 100%. Bila maksimal throughtput aplikasi sudah mencapai 100% bahkan lebih, hendaklah saluran transmisi tersebut hanya di-upgrade. Di bawah ini adalah contoh perbandingan utilisasi sebelum dan sesudah di-upgrade CIR cabang Surabaya terhadap access line (Backhoul) di kantor pusat Jakarta. 4.4
Analisa Tingkah TCP Transport Layer (TCP) di dalam TCP/IP akan bertugas sebagai pengontrol
aliran data (flow control), control kesalahan (error detection), dan memulihkan kembali data yang hilang dalam jaringan dengan mekanisme retransmisi data (data retransmition). Pada level yang lebih tinggi dari level frame inilah control akan dilakukan dengan baik agar integritsa data tetap terjaga dengan baik.
CONNECTION ESTABILISH & DATA TRANSFER
CONNECTION ESTABILISH & DATA TRANSFER
Gambar 4-4 Tingkah TCP Oleh karena itu, sangatlah penting analisa data pada lampiran D (Decode TCP) untuk mengetahui tingkah laku TCP dalam menjaga integritas suatu data. Sebagai contoh adalah suatu Client (IP 10.1.2.96 port 1180) di cabang Surabaya mengakses aplikasi HTTP ke server (IP 10.1.1.170 port 3128) di Jakarta. Analisa dibagi dalam tiga kelompok proses, yaitu pembentukan hubungan (handshake), data transfer saat connection establish, dan pemutusan hubungan (disconnected), seperti halnya yang ditunjukkan pada gambar 4-6. Pada gambar 4-6 di atas, analisa dari pengontrolan aliran data dan mekanisme retransmisi yang terjadi pada suatu TCP dapat ditunjukkan, yaitu 1. Pembentukan hubungan (handshaking connection)
a. Client terlebih dahulu mengirimkan SYN (synchronize) dengan nomor urut (Sequence Number) atau SEQ secara acak adalah 1601494. b. Server juga mengirimkan SYN miliknya dengan nomor urut 1352720355 serta ACK (acknowledgment) atau pengakuan dengan nomor urut 1601495 pada paket SYN sebelumnya (1601494). 2. Data transfer Connection Establish a. Setelah Client menerima paket item 1b, ia akan meng-ACK dengan nomor urut 135720356 serta mengirimkan segmen data miliknya ke server dengan nomor urut 1601495. b. Akibat ada byte yang hilang (174 bytes missing) yang disebabkan pembuangan frame oleh Frame Relay, client melakukan pancar ulang (retransmission) dengan meng-ACK PUSH segmen pada item 2a dengan nomor urut yang sama pula. c. Begitu Server menerima data segmen item 2b, ia akan meng-ACK dengan nomor urut 1601789 serta mengirimkan dataya dengan nomor urut 1352720356. d. Karena ada masalah yang disebabkan pembuangan frame oleh Frame Relay, Server melakukan retransmisi dengan meng-ACK PUSH segmen pada item 2c dengan nomor urut yang sama pula atas byte yang hilang (558 bytes missing). 3. Pemutusan hubungan (Disconnected Connection) a. Setelah segmen data dianggap selesai, Server mengawali proses pemutusan TCP dengan meng-ACK segmen sebelumnya (1601789)
dan meng-FIN (Finish) atau mengakhiri data dengan nomor urut 13527211032. b. Begitu Client menerima segmen item 3a, client membalas segmen tersebut dengan meng-ACk disertai nomor urut 1352721033. c. Client juga melakukan pemutusan hubungan TCP dengan nomor urut ACK 1352721033 dan meng-FIN atau mengakhiri dengan nomor urut 1601789. d. Server meng-ACK segmen 3c yang dikirim client dengan nomor urut 1601790. Bila kita perhatikan dari proses pembentukan suatu hubungan, pengiriman data saat komunikasi sudah tersambung, dan pemutusan hubungan, maka dapat dikatakan bahwa dalam menjalin suatu hubungan sampai dengan pemutusan hubungan, proses deteksi kesalahan paket dan retransmisi serta mengirimkan suatu segmen hingga sampai pada tujuan dengan cara yang berurutan, tersruktur tanpa membanjiri sisi penerima. 4.5
Perbandingan Teknologi WAN Dalam cloud frame relay yang dijadikan sebagai protocol WAN, proses
encapsulation pasti akan terjadi. Artinya teknologi protocol apapun yang akan digunakan dalam suatu LAN bilamana akan terintegrasikan dengan satu network lain atau lebih, pasti akan melalui suatu mekanisme pembungkusan protocol (encapsulation) yang dilakukan oleh media system yang dipakai (contoh cloud frame relay). Table 4-2 di bawah ini menunjukkan perbandingan frame relay dengan beberapa teknologi lainnya. Technologi Dial Up lines
Connection Real
Data Transmisi Transparent Bits
Rate Support Up to 33.6 K
Application Data
Leased Lines ISDN X.25 Frame Relay
Real Real Virtual Virtual
Transparent Bits Transparent Bits Packet Frame
ATM
Virtual
Cell
Up to 34 M Up to 2 M Up to 64 K 64 K to 53 M 1.5 M to Gigabit
All All Data All All
Table 4-2 Perbandingan Teknologi WAN Diantara teknologi diatas kita tentunya bisa membandingkan, dimana ada tiga pilihan yang menarik yaitu ATM, leased Line dan Frame Relay karena ketiganya kemampuan Rate transmisi yang tinggi. Berikut analisa perbandingannya : 1. Frame Relay dengan Leased Line Untuk hubungan Router pada LAN umumnya hubungan langsung (dorect connection) antar lokasi, seperti gambar dibawah ini.
Gambar 4-5 Jaringan Mesh Frame Relay dan Leased Line Dari gambar diatas Nampak bahwa pada jaringan Leased Line memerlukan port interface serial Router dan saluran fisik (link) secara eksponensial dibandingkan
Frame relay yang hanya memerlukan satu port serial Router dan satu salurab fisik untuk setiap lokasi. Berikut analisanya : a. Kebutuhan saluran (link) Leased line
= n (n – 1) = 5 (5 – 1) = 10 link 2
2
Frame Relay = 5 link b. Kebutuhan interface serial Router Leased line
= 4 interface/titik x 5 titik = 20 interface
Frame Relay = 1 interface /titik x 5 titik = 5 interface Dengan menggunakan Frame Relay kebutuhan link dan interface serial Router jauh lebih sedikit sehingga biaya investasinya lebih ekonomis. 2. Frame relay dengan ATM ATM (Asynchronous Transfer mode) memang termasuk yang paling tinggi kemampuan rate transmisinya di antara yang lain. Karena kebutuhan saluran transmisi ke arah pelanggan yang mempunyai cabang banyak relative kecil (dibawah 1024 Kbps). Penggunaan ATM kurang efisien mengingat salurannya menggunakan akses T1 (1,544 Mbps) atau E1 (2,048) dimana harganya relative mahal. Oleh sebab itu itu Frame Relay sangat fleksibel dengan kebutuhan saluran transmisi pelanggan (64 Kbps hingga 53 Mbps), sehingga pelanggan lebih hemat biaya dalam sewa saluran dan tidak perlu menggunakan ATM yang notabene biaya investasinya besar. Tapi tidak menutup kemungkinan antarkerja jaringan (internetworking) Frame Relay dengan ATM pendekatan kaloborasi ini tentunya banyak diminati perusahaan yang telah menggunakan layanan Frame Relay dengan alas an :
a. Perpindahan teknologi (Frame Relay to ATM) dapat menekan biaya investasi yang lebih besar. b. ATM sangat tepat digunakan untuk kebutuhan Trunk san suatu Backhoul (saluran transmisi kea rah kantor pusat suatu perusahaan besar yang mana merupakan akumulasi dari beberapa saluran transmisi cabang perusahaan tersebut). 4.6
Alternative Access Line Access Line dalam frame relay secara mendasar dimaksudkan untuk
menghubungkan FR CPE dengan local switch pada local-lokal simpul (node) yang dimiliki oleh suatu vendor atau operator jaringan dengan menggunakan jaringan kebel fisik tembaga yang dimiliki oleh operator, dengan kata lain jaringan kabel fisik sebagai media transmisinya mutlak harus terpenuhi. Namun dalam pengembangannya beberapa kendala yang disebabkan oleh jaringan fisik kabel dapat diatasi dengan beberapa alternative media transmisi lain yang sudah berkembang, contoh : radio link dengan menggunakan frekuensi tertentu ataupun dengan menggunakan point to point VSAT (Very Small Aperture Terminal) dapat digunakan sebagi media point to point ke node-node yang dituju. Gambar 4-8 menunjukkan perkembangan desain dari teknologi jaringan pada saat ini terutama yang berada dalam wilayah geografis Indonesia yang jelas merupakan Negara kepulauan. Hal inilah yang mendasari pemikiran bagaimana seluruh wilayah kepulauan Indonesia dapat tercover secara menyeluruh dalam jaringan komunikasi. Perpaduan dari beberapa teknologi telekomuniksasi yang sudah berkembang di Indonesia sangat bermanfaat bagi usaha-usaha yang bergerak dalam bidang telekomunikasi, apalagi bagai masyarakat Indonesia yang haus akan
informasi. Ditunjukkan pada gambar 4-8, bahwa LAN 5 yang terhubung ke FR-CPE5 melalui access line VSAT secara transparan menghubungkan ke port access #5 dengan virtual circuit 3 pada Fr-Switch-2 di Frame Relay Cloud, begitu pula dengan access line melalui Radio Link.
Gambar 4-6 Access line dengan Radio Link dan VSAT Keuntungan dan kerugian dalam pemeliharaan alternative access line tentunya didasarkan pada kebijakan dalam desain network yang diinginkan dan prioritas kebutuhan sarana komunikasi data yang tinggi. Artinya saat alternative untuk kebutuhan komunikasi merupakan prioritas pertama, maka harga tidaklah masalah. Namun demikian bilamana di daerah-daerah yang sudah dilewati fasilitas komunikasi
jaringan kabel atau sarana telekomunikasi lainnya, penetuan media transmisi memiliki alternative lebih bervariasi atau tergantung kebutuhan.