BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, HUKUM JAMINAN, JAMINAN, GADAI DAN PT. PEGADAIAN 2.1 Tanggung Jawab 2.1.1. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan.1 Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.2 Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu: a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian. b. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).
20 1 2
Depdiknas, op.cit, hlm. 1139. Titik Triwulan dan Shinta Febrian, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, hlm. 48.
c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan.3 2.2 Hukum Jaminan 2.2.1. Pengertian Hukum Jaminan Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsdstelling, atau zekerheidsrechten. Dalam Keputusan seminar hukum jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan bahwa istilah “Hukum Jaminan” itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, pengertian hukum jaminan yang diberikan didasarkan kepada pembagian jenis lembaga hak jaminan, artinya tidak memberikan perumusan pengertian hukum jaminan, melainkan memberikan bentang lingkup dari istilah hukum jaminan itu, yang meliputi jaminan kebendaan dan jaminan perorangan.4 Menurut J. Satrio mengartikan hukum jaminan sebagai peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.5 Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Dari apa yang dipaparkan di atas ini, hukum jaminan seolah-olah hanya difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur saja, dan tidak memperhatikan hak-hak debitur. Padahal subyek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur saja, akantetapi erat kaitannya dengan debitur, karena yang menjadi obyek kajian hukum jaminan adalah benda jaminan dari debitur.
3 4 5
Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, hlm. 503. Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 1. Rachmadi Usman I, loc.cit.
Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.6 Dari dua pendapat rumusan pengertian hukum jaminan diatas dihubungkan dengan kesimpulan Seminar Hukum Jaminan 1978, intinya dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebasan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditor sebagai pihak pemberi utang saja, melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak penerima utang. Dengan kata lain, hukum jaminan tidak hanya mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu, namun sama-sama mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan dengan jamian pelunasan utang tertentu tersebut.7 Berdasarkan pengertian diatas, unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan, yakni sebagai berikut: 1. Adanya kaidah hukum dalam bidang jaminan yaitu: a. Kaidah hukum jaminan tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprodensi. b. Kaidah hukum jaminan tidak tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.
6 7
H. Salim, op.cit, hlm. 6. Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 2.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, yang membutuhkan fasilitas kredit yang lazim disebut debitur. Sedangkan penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Badan hukum sebagai penerima jaminan adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non bank. 3. Adanya jaminan, pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non kebendaan. 4. Adanya fasilitas kredit, dalam pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan non bank dapat memberikan kredit kepadanya.8 Dalam kegiatan pinjam-meminjam uang pada umumnya dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan. Jaminan ini dapat berupa barang (benda), dapat berupa jaminan perorangan. Dalam jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan, sedangkan jaminan perorangan berupa janji penanggungan hutang. 2.2.2. Pengaturan Hukum Jaminan
8
H. Salim, op.cit, hlm. 7.
Pengertian sumber hukum jaminan disini, yakni tempat ditemukannya aturan dan ketentuan hukum serta perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai jaminan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan jaminan. Aturan dan ketentuan hukum dan perundang-undangan jaminan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu ketentuan jaminan yang sedang berlaku pada saat ini. Ketentuan yang secara khusus atau yang berkaitan dengan jaminan, dapat ditemukan dalam: a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang). c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1969 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
2.3. Jaminan 2.3.1. Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengancara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur tehadap krediturnya.9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun peraturan Perundang-Undangan lain yang menjadi sumber hukum jaminan tidak memberikan perumusan pengertian istilah jaminan. Dalam Keputusan Seminar Hukum Jaminan, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dari tanggal 9 sampai
9
Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 66.
dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta, mengartikan yang di namakan “jaminan” adalah “menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum”.10 Senada dengan itu, Mariam Darus Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan/atau pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. Hal yang sama dikemukakan oleh Hartono Hadisaputro, yang menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditor untuk menimbulkan keyainan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.11 Dari perumusan pengertian jaminan diatas, dapat dsimpulkan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditor kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada kreditornya. Dengan kata lain jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.12 2.3.2. Klasifikasi Lembaga Jaminan
10
Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 69.
11
Hartono Hadisoeprapto, op.cit, hlm. 50. Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 69.
12
Klasifikasi lembaga jaminan perbankan, penggolongan jaminan pada umumnya menurut A. Yudha Hernoko meliputi:13 1. Jaminan pokok dan jaminan tambahan, jaminan pokok yaitu jaminan yang berupa sesuatu atau benda yang berkaitan langsung dengan kredit jaminan ini dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Jaminan tambahan adalah jaminan yang tidak terkait langsung dengan kredit yang dimohon. Jaminan ini dapat berupa jaminan, kebendaan maupun perorangan. 2. Jaminan umum dan jaminan khusus, jaminan umum yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada setiap kreditur, dimana di dalamnya terdapat hak-hak tagihan yang memberikan kedudukan yang sama pada setiap kreditur (konkuren). Jaminan umum ini lahir karena Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, jaminan khusus yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur mempunyai hak dan kedudukan yang didahulukan dalam pelunasan hutang debitur. Jaminan ini menunjuk secara khusus benda-benda tertentu sebagai jaminan atas piutangnya, serta memberikan kedudukan yang istimewa (privilege) dan hak untuk didahulukan pada krediturnya (preference). 3. Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan, jaminan kebendaan yaitu jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu, dimana dengan jaminan-jaminan, kreditur mempunyai hak kebendaan (zakelijkrecht), dengan ciri selalu mengikuti dimana benda itu berada (droit de suit, zaakgevolg), dapat beralih, atau dialihkan, diprioritaskan (azas prioriteit), separatis (dalam hal terjadi kepailitan), serta dapat
dipertahankan
terhadap siapapun (absolut). Kreditur dengan jaminan kebendaan akan mempunyai
13
A. Yudha Heraoko, 2002, Kumpulan Artikel Hukum Kontrak dan Hukum Jaminan, Universitas Airlangga, Surabaya, hlm. 45.
kedudukan sebagai kreditur preference, dengan memperoleh kedudukan istimewa (privilege) dan hak yang didahulukan (droit de preference). Jaminan perorangan, yaitu jaminan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan. Hal ini sejaian dengan azas pacta sunt servanda, sebagaimana terdapat di dalam pasal 1340 KUH Perdata. 4. Jaminan atas benda bergerak dan benda tak bergerak, dalam system hukum perdata di Indonesia penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak merupakan penggolongan atas yang terpenting. Hal ini berhubungan dengan pembendaan dalam penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), kedudukan berkuasa (bezit), pembebanan/ jaminan (bezwaaring). 5. Jaminan dengan menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya. Jaminan dengan menguasai bendanya, kreditur menguasai benda jaminan secara nyata. Yang termasuk dalam kategori ini adalah gadai, hak rentensi. Jaminan dengan tanpa menguasai bendanya, kreditur tidak menguasai benda jaminan secara nyata tetapi hanya menguasai dokumen atau kepemilikan yuridisnya saja. Penggolongan lembaga jaminan sebagaimana diuraikan di atas sangat erat sekali kaitannya dengan pengertian atau makna dari perjanjian itu sendiri, yaitu menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Sebagaimana klasifikasi lembaga jaminan perbankan pembebanan jaminan yang terpenting adalah jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak, karena sangat terkait dengan pembebanan atas jaminan tersebut. Dimana untuk benda bergerak pembebanannya bisa dengan jaminan gadai, bisa dengan fidusia. Untuk benda tidak bergerak dapat dibebankan dengan hak tanggungan atas tanah dan hipotek untuk kapal laut, pesawat udara dan mesin-mesin pabrik yang mempunyai berat 20 m3.
2.4. Gadai 2.4.1. Pengertian Gadai Menurut Instrumen Hukum Istilah gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledge atau pawn (bahasa Inggris). Pengertian gadai tercantum dalam pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Artikel 1196 vv, title 19 Buku III NBW. Menurut Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, gadai adalah: Suatu hak yang diperolah seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan, bahwa gadai merupakan perjanjian riil, yaitu perjanjian yang di samping kata sepakat, diperlukan suatu perbuatan nyata (dalam hal ini penyerahan kekuasaan atas barang gadai).14 Kata “gadai” dalam undang-undang tersebut digunakan dalam dua arti, yaitu: pertama, untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai, vide Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, seperti pada Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Dari perumusan Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat diketahui, bahwa: a. Gadai merupakan satu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu;
14
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, 2001, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 88.
b. Gadai memberikan hak didahulukan (voorrang, preferensi, droit de preference) kepada pemegang hak gadai atas kreditor-kreditor lainnya atas piutangnya; c. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditor pemegang gadai untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barangbarang yang di gadaikan setelah dikurangi biaya-biaya lelang dan biaya lainnya yang terkait dengan proses lelang;15 Dalam definisi ini, gadai dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir (tambahan) yang mempunyai ciri-ciri dan konsekuensi dari perjanjian accessoir antara lain: a. Tidak dapat berdiri sendiri. b. Adanya timbul maupun hapusnya tergantung pada perikatan pokoknya. c. Apabila perikatan pokoknya beralih accessoir turut beralih.16 Sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditur dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi hutang debitur. Unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah: a. Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi gadai). b. Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. c. Adanya kewenangan kreditur. Kewenangan kreditur adalah kewenangan untuk melakukan pelelangan terhadap barang debitur. Penyebab terjadinya pelelangan adalah karena debitur tidak melakukan prestasinya sesuai
15
Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 263. Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, hlm. 43. 16
dengan isi kesepakatan yang di buat antara kreditur dan debitur, walaupun debitur telah diberikan somasi oleh kreditur. 17 2.4.2. Sifat-Sifat Gadai Sebagai hak kebendaan, pada gadai melekat pula sifat-sifat hak kebendaan, yaitu: a. Barang-barang yang digadaikan tetap atau terus mengikuti kepada siapapun objek barangbarang yang digadaikan itu berada (droit de suite). b. Bersifat mendahulu (droit de suite). c. Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). d. Dapat beralih atau dipindahkan. Selain itu, bila dibandingkan dengan hak kebendaan lain maka terdapat beberapa sifat lain dari gadai, yang diantaranya yaitu: a. Gadai bersifat acessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu, yaitu merupakan perjanjian tambahan/buntutan/ekor, seperti perjanjian pinjam meminjam uang, utang piutang, atau perjanjian kredit (Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Gadai hanya akan lahir bilamana sebelumnya terdapat perjanjian pokok. b. Gadai merupakan hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan dalam rangka menjamin pelunasan utang tertentu. c. Kebendaan (barang) yang digadaikan harus berada dibawah penguasaan kreditor pemegang hak gadai atau setidak-tidaknya berada di tangan pihak ketiga untuk dan atas
17
H. Salim, op.cit, hlm. 35.
nama pemegang hak gadai (Pasal 1150, Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). d. Bersifat memaksa, yaitu terdapat penyerahan secara fisik atas benda yang digadaikan dari tangan debitur/pemberi gadai kepada kreditor/penerima /pemegang gadai. e. Hak menguasai atas benda gadai tidak meliputi pula hak untuk menikmati, memakai atau mengambil hasil dari barang yang digadaikan, berbeda hal dengan hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami. f. Bersifat individualiteit, bahwa benda gadai tetap melekat secara utuh pada utangnya walaupun debitur atau kreditor telah meninggal dunia, sehingga di wariskan secara terbagibagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak menjadi hapus selama hutangnya belum dibayar sepenuhnya. g. Besifat totaliteit, bahwa hak kebendaan atas gadai itu mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda gadainya. h. Bersifat tidak dapat dibagi-bagi atau dipisah-pisahkan (oeel-baar, onsplitsbaarheid), bahwa membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunainya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barangbarang yang digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).18 2.4.3. Pihak-Pihak Dalam Gadai
18
Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 265.
Dari ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata, yang antara lain kata-katanya menyatakan “gadai adalah satu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berpiutang atau oleh seorang lain atas namanya”, Maka subjek hukum hak gadai, yaitu pihak yang ikut serta dalam membetuk perjanjian gadai, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pemberi gadai bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menyerahkan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan utang seseorang atau dirinya sendiri kepada penerima gadai. Demikian pula penerima gadai, juga bisa perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menerima penyerahan kebendaan bergerak sebagai jaminan atau agunan bagi pelunasan hutang yang diberikan kepada pemberi gadai oleh penerima gadai. 19 Pemberi gadai (pandgever) yaitu orang atau badan hokum yang memberi jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai yaitu: a. Orang atau badan hukum. b. Memberikan jaminan berupa barang bergerak. c. Kepada penerima gadai. d. Adanya pinjaman uang. Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikan kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia,
19
Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 119.
badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah PT. Pegadaian. Pegadaian didirikan berdasarkan: a. Peraturan Pemerinah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian. b. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian. c. Peraturan Pmerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.20 d. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Status Badan Hukum Perusahaan Umum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan. Sifat usaha dari PT. Pegadaian ini adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuannya adalah: a. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainya. b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian). Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh PT. Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya bahwa barang yang digadaikan itu harus diserahkan oleh
20
H. Salim, op.cit, hlm. 36.
pemberi gadai kepada penerima gadai, sehingga barang-barang itu berada di bawah kekuasaan penerima gadai. Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling.21 2.4.4. Objek Hukum dalam Gadai Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152 bis, Pasal 1153 dan Pasal 1158 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum dalam gadai. Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan. Dari pengertian tersebut maka objek gadai berupa kebendaan bergerak, yang dapat dibedakan atas kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk) dan kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau berubah (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk surat-surat berharga. Surat-surat berharga tersebut bermacam-macam tergantung kepada jenis klausulnya, yaitu surat berharga atas pengganti (aan order, too order), surat berharga atas pembawa (tunjuk) (ann toonder, to bearer) dan surat berharga atas nama (op nam). Selain itu, piutang yang belum ada, tetapi sudah diperjanjikan dalam perjanjian utang piutang atau hubungan hukum yang serupa dapat pula dijadikan sebagai objek jaminan gadai.22
21
H. Salim, loc.cit.
Dimasa ini barang-barang yang umunya dapat diterima sebagai jaminan kredit gadai oleh PT. Pegadaian diantaranya: barang-barang perhiasan, barang-barang kendaraan, barang-barang elektronika, barang-barang mesin dan barang-bararng perkakas rumah tangga. 2.4.5. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Gadai Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dengan penerima gadai, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Apabila disimak ketentuan dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat di kemukakan hak dan kewajiban debitur pemberi gadai dan kreditor penerima gadai yaitu: Hak Pemberi Gadai a. Berhak untuk menuntut apabila barang gadai itu telah hilang atau mundur sebagai akibat dari kelalaian pemegang gadai. b. Berhak mendapat pemberitahuan terlebih dahulu dari pemegang gadai apabila barang gadai akan dijual. c. Berhak mendapatkan kelebihan atas penjualan barang gadai setelah dikurangi dengan pelunasan utangnya. d. Berhak mendapat kembali barang yang digadaikan apabila utangnya diabayar lunas.23 Kewajiban Pemberi Gadai. a. Berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dipertanggungkan sampai pada waktu hutang dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok ataupun bunga.
22
23
Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 269. Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, hlm. 89.
b. Bertanggung jawab atas pelunasan utangnya, terutama dalam hal penjualan barang yang digadaikan. c. Berkewajiban memberikan ganti kerugian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk menyelamatkan barang digadaikan. d. Apabila telah diperjanjikan sebelumnya, pemberi gadai harus menerima jika pemegang gadai menggadaikan lagi barang yang digadaikan tersebut.24 Hak Pemegang Gadai. a. Menahan benda yang digadikan (hak retentive) selama debitur/pemberi gadai belum melunasi utang pokok maupun bunga dan biaya-biaya utang lainnya. b. Mengambil pelunasan dari hasil pendapatan penjualan kebendaan yang digadaikan, penjualannya mana baik dilakukan atas dasar parate eksekusi maupun putusan pengadilan. c. Mendapatkan penggantian seluruh biaya perwatan barang yang digadaikan guna keselamatan barang gadainya. d. Jika piutang yang digadaikan menghasilkan buga, maka kreditor pemegang gadai berhak atas bunga benda gadai tersebut dengan memperhitungkannya dengan bunga utang yang seharusnya dibayarkan kepadanya atau kalau piutangnya tidak dibebani dengan bunga, maka bunga benda gadai yang diterima kreditor pemegang gadai dikurangkan dari pokok hutang.25 Kewajiban Pemegang Gadai.
24
Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 276.
25
Rachmadi Usman II, op.cit, hlm. 277.
a. Betanggungjawab atas hilang atau berkurangnya nilai barang yang digadaikan yang diakibatkan oleh karena kelalaian pemegang gadainya. b. Berkewajiban memberitahukan kepada debitur pemberi gadai, apabila ia bermaksud hendak menjual barang yang digadaikan kepada debitur pemberi gadai dengan melalui sarana pos, telekomunikasi, atau sarana komunikasi lainnya. c. Berkewajiban untuk mngembalikan barang yang digadaikan setelah hutang pokok beserta dengan bunga dan biaya-biaya lainnya telah dilunasi oleh debitur pemberi gadai. d. Pemegang dilarang untuk menikmati barang yang digadaikan dan pemberi gadai berhak untuk menuntut pengembalian barang yang digadaikan dari tangan pemegang gadai bila pemegang gadai menyalahgunakan barang yang digadaikan. e. Berkewajiban memberikan peringatan (somasi) kepada debitur pemberi gadai telah memenuhi kewajiban membayar pelunasan piutang. f. Berkewajiban menyerahkan daftar perhitngan hasil penjualan barang gadai dan sesudahnya kreditor pemegang gadai dapat mengambil bagian jumlah yang merupakan bagian dari pelunasan utang.26 2.5. PT. Pegadaian 2.5.1. Pengertian PT. Pegadaian PT. Pegadaian merupakan lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai. Tugas pokok PT. Pegadaian sejak didirikan sampai kini tidak berubah, yaitu menjembatani kebutuhan dana masyarakat (kecil)
26
Rachmadi Usman II, loc.cit.
dengan pemberian kredit melalui hukum gadai. Sedangkan tujuannya agar masyarakat tidak terjerat dalam praktik-praktik riba, lintah darat, ijon dan pelepasan uang lainnya yang sangat merajalela.27 2.5.2. Sejarah PT. Pegadaian Sebelum berubah menjadi Perseroan, PT. Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus sebagai Perusahaan Umum. Perusahaan Umum Pegadaian adalah badan usaha tunggal yang diberi wewenang menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan tujuan turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya melalui uang pinjaman atas dasar hukum gadai dimana mengenai BUMN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan kemudian berubah menjadi Persero yang pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adanya kegiatan gadai yang dilakukan oleh PT. Pegadaian menimbulkan suatu hubungan hukum perikatan yang lahir karena perjanjian antara penerima gadai yang disini adalah PT. Pegadaian itu sendiri dan juga pemberi gadai yang disini merupakan nasabah dari PT. Pegadaian. Hukum yang mengatur tentang Perjanjian di Indonesia hingga saat ini masih mengacu pada Burgelijke Wetboek (BW) atau yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).28 Dasar hukum yang digunakan dalam gadai oleh PT. Pegadaian berpedoman pada:
27
Rachmadi Usman I, op.cit, hlm. 120.
28
Hapi Saherodji, 1980, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Aksara Baru, Jakarta, hlm. 90.
a. Pasal 1150 sampai dengan 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. c. Pasal 548 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. d. Pasal 582 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. e. Peraturan Direksi Nomor 5 Tahun 2014 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Pegadaian Kredit Cepat Aman (KCA) Non Online. f. Keputusan Direksi Nomor 105/US.2.00/2005 tentang PO Pegadaian Krasida. g. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Status Badan Hukum Perusahaan Umum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO), PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lain di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), PT. Pegadaian memiliki kegiatan usaha utama yang berupa: a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek. b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia. c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi.
Selain untuk melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud diatas, PT. Pegadaian juga melaksanakan kegiatan usaha yang lain seperti: a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman. b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero). 2.5.3. Tugas dan Wewenang PT. Pegadaian PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lain di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai maksud dan tujuannya PT. Pegadaian memiliki kegiatan usaha utama yang berupa: a. Penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek; b. Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia c. Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi. Selain untuk melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud diatas, PT. Pegadaian juga melaksanakan kegiatan usaha yang lain seperti: a. Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman. b. Optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero).
Pegadaian sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan memiliki visi yaitu sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi market leader dan mikro berbasis fidusia selalu menjadi yang terbaik untuk masyarakat menengah ke bawah. Untuk menjalankan visinya tersebut Pegadain memiliki tugas yaitu: a. Memberikan pembiayaan yang tecepat, termudah, aman, dan selalu memberikan pembinaan terhadap usaha golongan menengah kebawah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. b. Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan kemudahan dan kenyamanan di seluruh Pegadaian dalam mempersiapkan diri menjadi pemain regional dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat. c. Membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya perusahaan.
PT. Pegadaian sebagai badan hukum yang bertindak sebagai pemegang gadai (kreditur) memiliki wewenang, yaitu: a. Hak retentie Hak gadai hanyalah ada bilamana pemberi gadai telah menyerahkan benda yang digadaikan. Di dalam hukum pemegang gadai menguasai benda tersebut sampai
tagihannya itu dilunasi (hak retentie) adalah suatu upaya yang penting untuk mendorong debitur untuk membayar hutangnya. b. Hak executie yang dipermudah Pada umumnya secara normal debitur akan memenuhi kewajiban - kewajibannya dan benda tersebut akan dikembalikan padanya setelah ia melunasi hutangnya. Hak gadai diciptakan dengan maksud adanya kemungkinan debitur tidak memenuhi kewajibankewajibannya. Dalam kasus demikian setiap kreditur berhak untuk memperoleh gati rugi dari
harta
debitur,
tetapi
kreditur
yang
minta
janji
suatu
hak
gadai
memperolehkemungkinan ganti rugi yang lebih mudah. Di dalam beberapa segi, maka pemegang gadai di dalam memperoleh ganti kerugian mempunyai suatu posisi yang lebih menguntungkan daripada kreditur lain yang tagihannya tidak dijamin dengan hak gadai. c. Hak yang didahulukan dalam memperoleh ganti rugi (voorang bij verhaal) Kreditur yang mempunyai tagihan yang diperkuat dengan hak gadai untuk mencapai tidak hanya, bahwa ia tidak harus menunggu-nunggu pembayarannya, akan tetapi dengan cara sederhana dapat melakukan hak excecutie atas benda gadai itu. Di samping itu, bahwa tagihannya itu akan memperoleh ganti rugi yang paling didahulukan dari hasil benda gadai itu. Pemegang gadai di dalam pembagian hasil executie haknya tidak hanya di atas kreditur konkuren saja melainkan juga berada diatas kreditur-kreditur yang diberikan preferentie (voorang).29
29
R. Soetojo Prawirohamidjojo Dan Marthalena Pohan, 1984, Bab-Bab Tentang Hukum Benda, Cet-1, PT. Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 101.