TANGGUNG JAWAB PT PEGADAIAN TERHADAP KERUGIAN ATAS RUSAK ATAU HILANGNYA JAMINAN DI PT PEGADAIAN
JURNAL ILMIAH Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh : Denny Prihartanto 111000031
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2015 1
ABSTRAKSI
Penelitian dengan judul “TANGGUNG JAWAB PT PEGADAIAN TERHADAP KERUGIAN ATAS RUSAK ATAU HILANGNYA JAMINAN DI PT PEGADAIAN” bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab PT Pegadaian apabila barang yang dijaminkan rusak atau hilang dan untuk mencarikan jalan keluar, atas penyelesaian ganti kerugian apabila ada tuntutan debitur terhadap rusak atau hilangnya barang jaminan di PT Pegadaian. Lokasi Penelitian adalah PT Pegadaian cabang Purwotomo Solo, dimana data yang diperoleh berasal dari data primer dan data sekunder. Sedangkan cara menganalisis data yang bersifat deskriptif analitis. Berdasarkan data yang diperoleh dan setelah diolah, maka dapat diartikan, bahwa PT Pegadaiaan akan menerima semua tuntutan ganti kerugian atas barang jaminan yang rusak atau hilang selama di PT Pegadaian. Tuntutan ganti kerugian ditempuh dengan dua cara yaitu dengan cara kekeluargaan dan cara yang sesuai dengan yang ada di dalam Buku Tata Pekerjaan Pegadaian (BTP). Penyelesaian dengan cara kekeluargaan lebih sering digunakan, karena mempunyai keuntungan bagi kedua belah pihak yaitu pertama bagi nasabah, penyelesaian secara kekeluargaan dapat menentukan berapa besarnya ganti kerugian dengan jalan musyawarah, sehingga ada komunikasi antara kedua belah pihak dalam menentukan ganti kerugian maka kepentingan pihak nasabah akan lebih tejamin sehingga besarnya ganti kerugian yang disepakati dapat memuaskan nasabah. Kedua, bagi PT Pegadaian sendiri keuntungannya adalah mendapat kepercayaan dari nasabah dan menjaga citra PT Pegadaian dimata masyarakat dapat terjaga dengan baik dan masyarakat akan menilai bahwa, PT Pegadaian selalu mempunyai itikad baik untuk memberikan ganti kerugian atas rusak atau hilangnya barang jaminan.
Kata kunci : Penyelesaian ganti kerugian atas kerusakan atau kehilangan barang jaminan di PT Pegadaian
2
A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam melaksanakan pembangunan nasional dewasa ini, pemerintah menetapkan sasaran pembangunan jangka panjang berupa pembangunan di bidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan antara bidang pertanian, industri serta terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Salah satu kebutuhan tersebut adalah kebutuhan akan uang dan untuk mendapatkannya, maka manusia sibuk melaksanakan pekerjaannya masingmasing. Dengan bekerja manusia akan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena kebutuhan manusia yang beraneka ragam, maka tidak jarang uang yang diperoleh dari hasil bekerja tidak mencukupi kebutuhan hidup dan salah satu upaya mendapatkan uang tersebut adalah dengan meminjam. Untuk memperoleh pinjaman uang, salah satu alternatif aman adalah meminjam uang pada lembaga keuangan misalnya pada bank pemerintah/swasta maupun pada lembaga keuangan non perbankan, misalnya Perum Pegadaian. Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian yang merupakan lembaga pemerintah dibawah naungan Departemen Keuangan, adalah lembaga perkreditan yang tertua di Indonesia dan sudah dikenal secara luas oleh masyarakat golongan ekonomi lemah yang paling sering berhubungan dengan Perum Pegadaian. Kesederhanaan
dalam
pemberian
kredit
pada
hakikatnya
sangat
diperlukandemi perlindungan terhadap golongan ekonomi lemah, oleh karena itu sesuai dengan tujuan pemerintah membentuk lembaga perkreditan rakyat
3
sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan No. Kep. 39/MK/6/1/1971, yaitu untuk mencegah adanya pemberian pinjaman yang tidak wajar seperti lintah darat, ijon, dan sebagainya. Perusahaan Umum Pegadaian dalam memberi kreditnya dilakukan dengan jaminan benda bergerak yang disebut dengan gadai. Gadai secara umum diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu Buku II Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Selain aturan umum tersebut, gadai juga diatur secara khusus dalam berbagai peraturan perundang-undangan misalnya: 1.
Aturan Dasar Pegadaian (ADP), yang ditetapkan dengan Staatsblad No. 81 Tahun 1928 tertanggal 29 Maret 1928;
2.
Buku Tata Pekerjaan Perum Pegadaian (BTP), yaitu petunjuk tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan teknis dan administrasi di kantor Pegadaian;
3.
Peraturan
Perundang-undangan
lainnya
sebagai
pelengkap
pedoman kerja, yaitu: a. Instruksi Kepala Perum Pegadaian; b. Surat-surat Keputusan Kepala Perum Pegadaian; c. Surat edaran tentang kegiatan di Perum Pegadaian. Sebagai persyaratan agar perjanjian kredit dengan jaminan hak gadai dapat terlaksana, maka barang jaminan harus berada di bawah penguasaan pegadaian yang bertindak sebagai kreditur. Hal ini sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan, bahwa barang yang diberikan
4
dalam gadai harus ditarik dari kekuasaan debitur. Penyerahan barang jaminan kepada pegadaian dilakukan saat debitur menandatangani Surat Bukti Kredit (SBK) atau hak gadai dapat terjadi pada saat SBK tersebut ditandarangani. Sebelum barang jaminan diserahkan pada pihak kreditur, maka benda tersebut harus ditaksir terlebih dahulu oleh juru taksir untuk menentukan berapa nilai dari barang jaminan itu. Besar kecilnya pinjaman yang diberikan tergantung dari nilai barang yang dijaminkan. Semakin besar nilai barang jaminan, semakin besar pula pinjaman yang diberikan oleh pegadaian. Selain menentukan nilai pinjaman, penaksiran juga untuk menentukan berapa nilai ganti kerugian apabila terjadi suatu kerusakan atau kehilangan barang jaminan. Apabila barang jaminan yang berada di bawah penguasaan kantor pegadaian mengalami kerusakan atau hilang maka sudah sewajarnya diberikan ganti kerugian. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana tanggung jawab pihak pegadaian terhadap barang jaminan ( sepeda ) yang rusak atau hilang? 2. Bagaimana cara menyelesaikan masalah penyelesaian pemberian ganti kerugian atas tuntutan debitur, apabila barang yang dijaminkan ( sepeda ) hilang atau rusak ? C. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Hukum Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Pada penelitian yuridis normatif yang diteliti hanya
5
bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencangkup bahan hukum primer,sekunder dan tersier. 2. Sumber Data a. Data primer Data primer diperoleh mealui penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan yang dilakukan merupakan upaya memperoleh data primer berupa observasi, wawancara, dan keterangan atau informasi dari responden. b. Data sekunder Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumentasi. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan teori-teori hukum dan doktrin hukum, asas-asas hukum, dan pemikiran konseptual serta penelitian pendahulu yang berkaitan dengan objek kajian penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, literatur dan karya tulis ilmiah lainnya. 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat. Data penelitian ini terdiri dari beberapa perundang-undangan : a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. b) Peraturan Pemerintah No. 178 tahun 1961 tentang Pendirian Perusahaan Negara Pegadaian.
6
c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perubahan Bentuk Perusahaan Negara Pegadaian menjadi Jawatan Pegadaian. d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN)
Pegadaian
menjadi
Perusahaan
Umum
(PERUM) Pegadaian. e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian. f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perum Pegadaian Menjadi Perusahaan Persero. g) Keputusan Menteri Keuangan No. Kep. 39/MK/6/1/1971. h) Aturan Dasar Pegadaian (ADP), yang ditetapkan dengan Staatsblad No. 81 Tahun 1928 tertanggal 29 Maret 1928. i) Buku Tata Pekerjaan Perum Pegadaian (BTP), yaitu petunjuk tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan teknis dan administrasi di kantor Pegadaian. 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang mendukung dan erat hubungannya dengan bahan hukum primer serta dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum sekunder yang berupa:
7
a) Surat Edaran: (1) Surat Edaran SK No.84 tahun 2012 tentang pembagian golongan barang jaminan; (2) Surat
Edaran
No.07/UI.00211/2008
tentang
penafsiran golongan barang barang jaminan; (3) Surat Edaran Bank Indonesia No.14/7/DbPS/2012 tentang standar taksiran logam emas; (4) Surat Edaran No:55/UG.2.00212/2011 tentang uang kelebihan lelang. b) Surat Keputusan Direksi: (1) Surat Keputusan Direksi No. 546/UI.1.00211/2005 tentang pedoman ganti rugi barang jaminan; (2) Surat Keputusan Direksi No. 492/UG.2.00212/2011 tentang pedoman ganti rugi barng jaminan. c) Peraturan Direksi: (1) Peraturan Direksi No.4/ BISNIS I/2015 tentang jasa titipan dan biaya sewa, serta jaminan kunci; (2) Peraturan Direksi Nomer 16 Tahun 2015 tentang tarif sewa modal pegadaian. 3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier ini antara lain:
8
1) KBBI KBBI oleh W.J.S. Poerwadarminta tahun 1987 2) Ensiklopedia Ensiklopedia Hukum oleh Abdul Wahid Salayan tahun 1964 3) Media elektronik, dan sebagainya.
c. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan : 1) Penelitian lapangan Teknik pengumpulan data dengan cara observasi yakni mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala yang diteliti dan mengadakan pencatatan secara sistematis, selain cara observasi juga dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara dilakukan dengan kegiatan tanya jawab secara lisan kepada kepala Pegadaian cabang Purwotomo,
Adapun penelitian lapangan yang penulis lakukan
dengan wawancara yaitu tehnik pengumpul data dengan komunikasi secara langsung dengan responden, wawancara dilakukan berdasar pokok-pokok yang ditanyakan (Interview guide), kemudian mencatat jawaban yang diberikan secara lisan berpedoman daftar pertanyaan yang dibuat peneliti kemudian disusun dan disajikan responden untuk memperoleh data. 2) Studi Pustaka
9
Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku referensi, yakni berupa skripsi, disertasi, tesis dan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, namun bahannya memilki relevansi dengan masalah yang penulis teliti yaitu tentang tanngung jawab PT Pegadaian terhadap kerugian atas rusak atau hilangnya jaminan di PT Pegadaian. d. Metode Analistis Keseluruhan bahan hukum yang diperoleh dihubungkan satu dengan yang lainnya dan disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti untuk menjawab permasalahan yang ada. Metode yang digunakan untuk menganalisis adalah metode kualitatif. Metode kualitatif ini adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analistis.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab PT Pegadaian Terhadap Kerugian Atas Rusak Atau Hilangnya Barang Jaminan Dalam setiap perjanjian, baik itu perjanjian sewa menyewa, jual beli, maupun tukar menukar pada prinsipnya selalu mengandung resiko. Demikian pula dalam perjanjian gadai, dimana resiko akan timbul apabila terjadi peristiwa yang tidak disengaja dan diluar kesalahan dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
10
Subekti mengemukakan, bahwa ”resiko adalah suatu kewajiban yang memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksud dalam perjanjian”. Dalam setiap perjanjian biasanya para pihak telah membuat suatu peraturan secara khusus mengeni pembagian resiko. Ini dimaksudkan apabila terjadi musibah, maka dapat ditentukan bagaimana dan siapa saja yang menanggung resiko sehingga tidak menimbulkan perselisihan dikemudian hari. Akan tetapi tidak semua perjanjian dibuat ketentuan tentang resiko dan apabila hal ini terjadi maka menurut Subekti: 1. Dalam perjanjian penghibahan dan perjanjian pinjam pakai, resiko ada pada penerima hibah; 2. Dalam perjanjian tukar menukar, resiko ada pada pemilik barang; 3. Dalam perjanjian sewa menyewa, resiko ada pada pemilik barang. Setiap pemberian kredit, pihak kreditur mengharapkan kredit yang dikeluarkan dapat berjalan baik dan lancar. Dengan demikian kreditur akan memperoleh keuntungan yaitu pembayaran bunga kredit. Tujuan dari memperoleh keuntungan dari pemberian kredit ini dinamakan profitability. Dalam rangka memperoleh profit, maka pihak kreditur harus memperhatikan segi keamanan dari kredit yang dikeluarkannya sehingga kredit tidak macet dan pada gilirannya akan merugikan kreditur. Bagi pihak pegadaian, untuk menjaga keamanan dari kredit yang disalurkan, mengharuskan adanya penyerahan barang jaminan dari nasabah
11
kepada pihak pegadaian. Dengan diserahkannya barang jaminan, maka keamanan kredit akan terjaga sebab apabila nasabah tidak dapat melunasi hutangnya pihak pegadaian mempunyai hak untuk mengambil pelunasan hutang nasabah dengan jalan melelang jaminan. Disamping mempunyai hak untuk melelang barang jaminan milik nasabah, pihak pegadaian juga mempunyai tnggung jawab yang tidak kecil terhadap barang jaminan yang dikuasainya. Jumlah barang jaminan yang diterima oleh pihak pegadaian sangat banyak, yaitu berkisar antara 50 – 100 barang jaminan dengan nilai kredit sebesar Rp. 5.000.000,00 - Rp. 100.000.000,00 Dengan dikuasainya barang jaminan milik nasabah dibawah penguasaan langsung pihak pegadaian, maka sesuai dengan asas pihak pegadaian harus menjaga keamanan dan pemeliharaan barang jaminan tersebut. Dengan demikian apabila barang jaminan milik nasabah mengalami kerusakan atau hilang, pihak pegadaian berkewajiban untuk memberikan ganti kerugian. Disini jelas, bahwa penguasaan secara langsung terhadap barang jaminan milik nasabah mengandung tanggung jawab yang tidak kecil bagi pihak pegadaian. Keberadaan barang jaminan tersebut pada prinsipnya mengandung unsur untung rugi bagi pihak pegadaian. Yaitu keamanan kredit terjaga dan dilain pihak adanya beban untuk menjaga barang agar barang jaminan tidak rusak atau hilang. Agar barang jaminan tidak mengalami kerusakan atau hilang, maka pihak pegadaian telah menetapkan ketentuan sebagai berikut:
12
1. Dalam Pasal 13 ayat (1) Aturan Dasar Pegadaian, ditetapkan bahwa pihak pegadaian berkewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang jaminan sebaik-baiknya, sehingga tidak rusak atau turun harganya; 2. Pasal 25 ayat (2) Buku Tata Pekerjaan Pegadaian, mengharuskan setiap orang yang akan masuk gudang penyimpanan didampingi oleh pemegang gudang; 3. Pasal 25 ayat (10) Buku Tata Pekerjaan Pegadaian, tidak memperkenankan siapa saja ada didalam gudang untuk merokok agar tidak terjadinya kebakaran; 4. Pasal 25 ayat (14) Buku Tata Pekerjaan Pegadaian menerangkan bahwa, barang yang tidak disimpan dalam lemari besi harus selalu dibersihkan oleh petugas gudang. Untuk mencegah adanya kerusakan barang jaminan misalnya cash laptop oleh binatang kecil seperti rayap, tikus maka gudang harus secara teratur disemprot dengan insektisida; 5. Pasal 16 ayat (1) Buku Tata Pekerjaan Pegadaian, mengharuskan adanya (3) buah alat pemadam kebakran dilengkapi denan isi cadangannya dan alat tersebut ditaruh ditepat yang mudah dijangkau; 6. Pasal 16 ayat (4) Buku Tata Pekerjaan Pegadaian menyebutkan, bahwa kantor cabang yang mendapat musibah kebakaran maka yang wajib diselamatkan adalah buku pokok yang masih digunakan,
13
semua uang dan isi peti besi, Surat Bukti Kredit, buku lainnya, dan barang jaminan. Meskipun pihak pegadaian telah menjaga keselamatan dan keamanan barang jaminan dengan semaksimal mungkin, akan tetapi kemungkinan adanya kerusakan atau kehilangan barang jaminan tetap terbuka. Terhadap barang jaminan yang mengalami kerusakan atau hilang, pihak pegadaian telah memiliki peraturan tersendiri yang mengatur masalah tersebut, yaitu: 1. Pasal 13 ayat (2) Aturan Dasar Pegadaian menyebutkan, bahwa pihak pegadaian bertanggung jawab terhadap semua kerusakan barang jaminan baik yang diakibatkan oleh kebakaran atau terbakar atau sebab lainnya. Pasal 14 ayat (3) menyebutkan bahwa, nasabah atau debitur yang merasa barangnya mengalami kerusakan atau sebab lain dan merasa keberatan untuk melaporkan kepada Kepala Cabang. Apabila nasabah minta ganti kerugian, maka pihak pegadaian wajib menggantinya. Dalam hal ini barangnya berasal dari pihak pegadaian dan nasabah tidak dapat menuntut uang ganti kerugian. 2. Pasal 6 ayat (1) Buku Tata Pekerjaan Pegadaian menyebutkan bahwa, uang ganti kerugian hanya dapat dibayar apabila barang jaminan itu mengalami kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran, basah, dimakan binatang (rayap, tikus, dan sebagainya) atau sebabsebab lainnya yang dalam keadaan biasa seharusnya dapat dicegah
14
oleh pihak pegadaian, seperti kehilangan karena pencurian atau disebabkan karena kekeliruan dari pegawai pegadaian. a) Bentuk Tanggung Jawab PT Pegadaian terhadap barang jaminan ( Sepeda) yang mengalami kehilangan. Sebagai contoh Tuan Tian mempunyai kebutuhan ekonomi yang mendesak sehingga memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan. Salah satu untuk mendapatkan uang tersebut adalah dengan meminjam. Dimana lagi kalau bukan di PT Pegadaian yang termasuk lembaga keuangan non perbankan. PT pegadaian ini merupakan lembaga pemerintah dibawah Departemen Keuangan. Sehingga beliau tak ragu untuk meminjam uang dengan menjaminkan barangnya yaitu Sepeda Polygon pada tahun 2007. Penetapan taksiran untuk barang jaminan berupa satu buah sepeda merk Polygon yang dimiliki oleh tuan Tian dengan kondisi semua baik dan lengkap, HPS yang kita tetapkan sebesar Rp 700.000,00 atau tujuh ratus ribu rupiah. Dengan patokkan taksiran sebesar 85 % pada waktu itu maka didapat nilai taksiran sebesar Rp 595.000,00 atau lima ratus sembilan puluh lima ribu rupiah. Akan tetapi tuan tian tidak mengambil nilai maksimal taksiran itu, tetapi hanya mengambil Rp 250.000,00 atau dua ratus lima puuh ribu rupiah yang memiliki waktu untuk meminjam uang selama 3 bulan yang tertera pada SBK (Surat Bukti Kredit). Tak terasa hampir tanggal jatuh tempo pengambilan barang jaminan dan tuan Tian sudah memiliki uang untuk membayar pinjaman beserta bunga dan biaya penyimpanan, kemudian ia mendatangi ke kantor pegadaian untuk menebus barang yang dijaminkan yang berupa sepeda merk Polygon dengan menyertakan SBK. Tetapi barang jaminannya tidak ditemukan di gudang
15
penyimpanan yang membuat tuan Tian marah-marah karena barangnya hilang dan meminta pihak pegadaian untuk mempertanggungjawabkan. Kemudian Kepala Cabang keluar untuk menemui nasabah untuk meminta maaf dan meminta waktu untuk melakukan pencarian kembali. Setelah tenggang waktu itu tuan Tian kembali mendatangi pihak pegadaian untuk menanyakan barang jaminan tersebut namun pihak pegadaian belum menemukannya. Oleh karena itu pihak pegadaian meminta nasabah untuk menyelesaikan kehilangan barang jaminan berupa sepeda dengan damai. Dan tuan Tian sepertinya akan mengambil jalan damai. B. Penyelesaiaan Ganti Kerugian Atas Tuntutan Debitur PT Pegadaian Cabang Purwotomo termasuk kantor cabang yang memiliki nasabah yang besar jumlahnya. Hal ini dapat dilihat dari omzet penyaluran kreditnya yaitu rata-rata setiap bulan lebih dari Rp. 10.000.000.000,00 atau Rp. 124 miliar /tahun. Dengan omzet yang begitu besar, maka jumlah barang jaminan yang diterima oleh pihak pegadaian setiap bulannya sangat banyak sehingga pihak pegadaian menanggung resiko yang cukup besar untuk menjaga dan menyimpan barang jaminan tersebut. Pihak pegadaian sendiri menyadari resiko terhadap barang jaminan yang diterima apabila terjadi kerusakan atau kehilangan. Oleh karena itu untuk menyelesaikan adanya tuntutan nasabah yang barang jaminannya rusak atau hilang, pihak pegadaian menempuh dua cara yaitu:
16
1. Cara kekeluargaan; 2. Cara sebagaimana tercantum dalam aturan yang berlaku. Terhadap tuntutan ganti kerugian yang diajukan oleh nasabah, maka pihak pegadaian akan meneliti dengan cermat setiap tuntutan yang masuk. Ketelitian tersebut sangat diperlukan oleh kedua belah pihak yaitu nasabah dan pihak pegadaian, agar masing-masing tidak menderita kerugian.Pada hakikatnya pihak pegadaian bersedia untuk bertanggung jawab, apabila kerusakan itu benar benar terjadi pada saat barang jaminan disimpan oleh kantor pegadaian. 1) Pelaksanaan Penyelesaian secara kekeluargaan Pelaksanaan penyelesaian ganti kerugian secara damai sebenarnya merupakan prioritas pegadaian. Karena Pegadaian mengutamakan prinsip kekeluargaan
serta mengingat sebagian
besar debitur
merupakan golongan ekonomi lemah. Upaya perdamaian dilakukan dengan jalan mendatangi debitur yang kehilangan barang jaminan, untuk melakukan negosiasi mengenai kehilangan jaminan di gudang penyimpanan milik Pegadaian. 2) Pelaksanaan Penyelesaian melalui jalur hukum Penyelesaian ganti kerugian melalui jalur hukum atau pihak ketiga melalui peradilan merupakan jalan terakhir jika tidak ada lagi jalan lain yang bisa ditempuh dengan perdamaian. Akan tetapi upaya peradilan sebisa mungkin dihindari, hal ini dikarenakan Penyelesaian melalui peradilan memerlukan waktu yang relatif lama dan juga membawa dampak yang buruk bagi pegadaian sendiri. Sehingga nasabah jadi 17
takut dan tidak percaya lagi kepada pegadaian, karena bagi mereka bentuk kesalahan apapun yang melibatkan peradilan adalah merupakan aib yang sangat memalukan nama baik mereka dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang yang memiliki urusan dengan peradilan dianggap sebagai seseorang yang kriminil yang cacat dalam bermasyarakat seumur hidup. Dengan demikian dalam kehilangan barang jaminan lebih baik dengan menggunakan perdamaian. a. Analisa kasus yang penulis rumuskan tentang penyelesaian ganti kerugian kehilangan barang jaminan berupa sepeda merk Polygon Tuan Tian bersama Kepala cabang pegadaian bertemu guna membahahas tentang penyelesaian ganti kerugian atas hilangnya jaminan sepeda Polygon di kantor kepala cabang. Kepala kantor pegadaian mengutarakan dua cara penyelesaian ganti kerugian yaitu secara kekeluargaan (perdamaian) dan secara jalur hukum (peradilan). Kemudian tuan Tian tidak berfikir panjang dan akhirnya setuju untuk menyelesaikan dengan cara perdamaian. Nasabah yang mengajukan ganti kerugian, wajib memperlihatkan barang jaminannya serta membuktikan bahwa kerusakan atau cacat yang terjadi adalah selama barang jaminan itu disimpan di kantor pegadaian. Dalam hal ini pihak pegadaian akan meneliti Surat Bukti Kredit serta kerusakan yang ada dan setelah diyakini bahwa kerusakan tersebut terjadi karena kelalaian atau kesalahan pihak pegadaian, barulah penyelesaian tuntutan ganti kerugian dilakukan secara kekeluargaan atau sesuai aturan yang berlaku.
18
Penyelesaian secara kekeluargaan pada prinsipnya lebih sering dilakukan oleh nasabah dan pihak pegadaian. Prosedur penyelesaian secara kekeluargaan dilakukan dengan cara nasabah yang merasa dirugikan bertemu secara langsung dengan pihak pegadaian, untuk memusyawarahkan besarnya nilai ganti kerugian yang dapat diberikan kepada nasabah. Pihak pegadaian pada hakikatnya bersedia menyelesaikan tuntutan yang diajukan oleh nasabah, baik secara kekeluargaan maupun berdasarkan keentuan yang berlaku. Ganti kerugian secara kekeluargaan pada prinsipnya lebih banyak segi positifnya atau manfaatnya baik bagi nasabah maupun bagi pihak pegadaian sendiri. Keuntungan bagi pihak pegadaian dalam menyelesaikan masalah secara musyawarah dapat lebih mempererat hubunganya dengan nasabah, oleh karena itu pihak nasabah biasanya akan merasa puas dengan cara penyelesaian secara kekeluargaan ini. Dengan kepuasaan nasabah ini ,para nasabah diberi kesempatan untuk bermusyawarah dan ikut menentukan besarnya nilai ganti kerugian yang mungkin dideritanya. Keuntungan lain adalah citra PT Pegadaian dimata masyarakat dapat terjaga dengan baik dan masyarakat akan menilai bahwa, PT Pegadaian selalu mempunyai itikad baik untuk memberikan ganti kerugian atas rusak atau hilangnya barang jaminan. Bagi nasabah, keuntungan menyelesaikan tuntutan ganti kerugian dengan cara kekeluargaan yaitu dapat menjaga hubungan baiknya dengan PT Pegadaian dan nasabah dalam hal ini dapat melakukan tawar menawar mengenai besarnya
19
ganti kerugian yang mungkin diterimanya akan lebih besar dibandingkan melalui aturan yang berlaku sebagaimana mestinya. Selain menggunakan cara kekeluargaan dalam menyelesaikan tuntutan ganti kerugian dari nasabah, PT Pegadaian masih terbuka untuk menyelesaikan setiap tuntutan ganti kerugian menurut aturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 6 ayat (4) Buku Tata Pekerjaan Pegadaian, besarnya ganti kerugian yang diberikan kepada nasabah sebesar 125% dari nilai taksiran. Pemberian ganti kerugian ini baru dapat dilakukan apabila uang pinjaman dan uang bunga telah dibayar lunas. Pemberian ganti kerugian dengan cara sebagai berikut: 1. Membayar uang ganti kerugian secara penuh. Pembayaran uang ganti kerugian secara penuh ditujukan kepada nasabah yang barang jaminannya hilang atau nasabah yang tidak mau menerima kembali barang jaminannya yang telah rusak. Dengan demikian nasabah diberikan kebebasan untuk memilih dibayar penuh atau dibayat sebagian saja, tergantung besarnya kerusakan. Apabila nasabah ingin dibayar penuh atas barang jaminan nasabah tersebut menjadi milik pihak pegadaian. Akan tetapi apabila dibayar kerusakannya saja, maka barang jaminan tetap menjadi milik nasabah. Besarnya uang ganti kerugian yang diberikan terhadap barang jaminan yang hilang atau nasabah ingin dibayar penuh adalah 125% Sebagai contoh: misalnya sebuah Televisi ditaksir Rp. 500.000,00. karena mengalami kerusakan atau mengalami kerusakan atau hilang,
20
maka besarnya uang ganti kerugian yang dapat diberikan kepada nasabah adalah 125% x Rp. 500.000,00 = Rp. 625.000,00. Pemberian uang ganti kerugian tersebut dapat diterima oleh nasabah, apabila nasabah telah melunasi hutang dan bunganya. 2. Membayar uang ganti kerugian atas sebagian dari barang jaminan yang mengalami kerusakan saja. Apabila barang jaminan tersebut mengalami kerusakan dan nasabah memilih pembayaran ganti kerugian terhadap kerusakannya saja, maka barang jaminan yang rusak akan ditaksir ulang oleh pihak pegadaian. Sebagai contoh: Mobil ditaksir oleh pihak pegadaian seharga Rp. 100.000.000,00. dan setelah ditebus mengalami kerusakan, sehingga oleh
Kepala
Kantor
Pegadaian
ditaksir
ulang
menjadi
Rp.90.000.000,00. Dengan demikian uang ganti kerugian yang harus dibayar oleh pihak pegadaian adalah 125% x (1/4 x Rp 90.000.000) =Rp. 28.125.000,00. Pembayaran uang ganti kerugian pada prinsipnya sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal ini dibutuhkan itikad baik dari pihak pegadaian terutama dalam penafsiran ulang. Dengan adanya itikad baik, maka pihak pegadaian akan selalu memuaskan hati para nasabahnya terutama apabila terjadi tuntutan ganti kerugian atas barang yang rusak atau hilang. C. Kesimpulan
21
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam BAB IV Hasil Penelitian Dan Analisis maka penulis dapat merumuskan kesimpulan sebagai berikut : 1. Bentuk tanggung jawab PT Pegadaian terhadap hilangnya barang jaminan berupa sepeda Polygon adalah melalui pemberian ganti kerugian yang diatur di dalam BTP pasal 6 yang menyebutkan uang ganti kerugian hanya boleh dibayarkan jika barang jaminan hilang. Tanggung jawab PT Pegadaian tidak akan terjadi, apabila tidak ada tuntutan atau claim dari pihak nasabah yang berkaitan dengan obyek yang dipertanggungjawabkan. Dengan melengkapi syarat-syarat yang telah ditentukan dan menjadi prosedur pengajuan ganti kerugian. 2. Cara penyelesaian pemberian ganti kerugian atas kehilangan sepeda Polygon karena tuntutan debitur atau nasabah pegadaian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Berdasarkan kekeluargaan; b. Berdasarkan jalur hukum atau peradilan. Nasabah lebih menyukai penyelesaian berdasarkan musyawarah atau kekeluargaan, apabila menggunakan penyelesaian ganti kerugian melalui jalur hukum atau pihak ketiga melalui peradilan membuat dampak yang buruk bagi pegadaian sendiri. Karena bagi mereka bentuk kesalahan apapun yang melibatkan peradilan adalah merupakan aib yang sangat memalukan nama baik mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian dalam kehilangan barang jaminan lebih baik dengan menggunakan perdamaian dan untuk itu nasabah diikutsertakan dalam hal penentuan besarnya nilai ganti
22
kerugian. Mengenai pemberian ganti kerugian dapat dilakukan dengan cara membayar secara penuh dan membayar sebagian, yaitu nilai kerusakan saja. Pembayaran ganti kerugian dilakukan dengan maksimum sebesar 125% dari nilai taksiran barang.
DAFTAR PUSTAKA Badrulzaman, Maria Darus. 1987. Bab-bab Tentang Credit Verband, Gadai dan Fiducia. Bandung : Alumni Bambang Sunggono. 2011.Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT Raja Gravindo Persada. Ganda, Prawira. 1993. Pengantar Hukum Tentang Gadai (Pand). Yogyakarta : BHPN. Hadisoepapto, Hartono. 1984. Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan. Yogyakarta : Liberty. Kasmir. 2002. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Pegadaian. Pedoman Operasional Kantor Cabang (POKC). Perum Pegadaian. 1981. Buku Tata Pekerjaan Pegadaian. Jakarta : Kantor Pusat Perjan Pegadaian. Poerwadarminta, W.J.S. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Prodjodikoro, Wirjono. 1981. Hukum Perdata tentang Hak Atas Benda. Jakarta : Intermasa. Roni Hanitijo Soemitro.1988.Metodologi Penelitian Hukum.Jakarta :Ghalia Indonesia.
23
Salim HS. 2002. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta : Sinar Grafika Simorangkir, J.C.T, Rudy T. Erwin dan J.T Prasetyo. 1983. Kamus Hukum. Jakarta : Bumi Aksara. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, SH,.M.L.L. 1985. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : CV Rajawali. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2007. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Soerjono Soekanto. 2008. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Subekti. 1985. Aneka Perjanjian. Bandung : Alumni. ______. 1987. Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa. ______.1989. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermasa. Subekti dan Tjitrosudibio. 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta :Pradnya Paramita.
24