BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri (self-concept) adalah bagaimana individu menggambarkan dirinya sendiri. Istilah konsep diri mencakup konsep keyakinan dan pendirian yang ada dalam pengetahuan seorang tentang dirinya sendiri yang mempengaruhi hubungan individu tersebut dengan orang lain (Donna L Wong, dkk, 2009) dalam http://cafemotivasi.com/membangun-konsep-diri-positif/. Sedangkan ahli lain berpendapat bahwa konsep diri merupakan persepsi diri tentang aspek fisik, sosial, dan psikologis yang di perolah individu melalui pengalaman dan interaksinya dengan orang lain. Konsep diri terbentuk dari pengalaman dan interaksi
kita
dengan
orang-orang
terdekat
dalam
kehidupaan
kita
(Darmawan2009)dalam http://cafemotivasi.com/membangun-konsep-diri-positif/. Dari pengertian-pengertian ahli tersebut dapat di simpulkan bahwa konsep diri adalah cara individu menggambarkan dirinya sendiri secara utuh baik fisik maupun psikis yang di peroleh melalui pengalaman hidup dan interaksi dengan lingkungannya. Konsep diri merupakan faktor penting didalam berinteraksi. Hal ini disebabkan oleh setiap individu dalam bertingkah laku sedapat mungkin disesuaikan dengan konsep diri. Kemampuan manusia bila dibandingkan dengan makhluk lain adalah lebih mampu menyadari siapa dirinya, mengobservasi diri
17
18
dalam setiap tindakan serta mampu mengevaluasi setiap tindakan sehingga mengerti dan memahami tingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungan. Dengan demikian manusia memiliki kecenderungan untuk menetapkan nilai-nilai pada saat mempersepsi sesuatu. Setiap individu dapat saja menyadari keadaannya atau identitas yang dimilikinya akan tetapi yang lebih penting adalah menyadari seberapa baik atau buruk keadaan yang dimiliki serta bagaimana harus bersikap terhadap keadaan tersebut. Tingkah laku individu sangat bergantung pada kualitas konsep dirinya yaitu konsep diri positif atau konsep diri negatif.
2.1.2. Macam-macam Konsep Diri Calhoun dan Acocella (1990) mengklasifikasikan konsep diri menjadi konsep diri negatif dan konsep diri positif 1) Konsep diri negatif Seorang individu yang memiliki konsep diri negatif ditandai dengan beberapa hal (1)
Peka terhadap kritik Individu yang memiliki konsep diri negatif sangat tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya dan mudah marah. Bagi individu ini koreksi atau kritik seringkali dipersepsikan sebagai usaha untuk menyatukan harga dirinya.
(2)
Responsif terhadap pujian Meskipun bersikap pura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya saat menerima pujian.
19
(3)
Hiperkritis terhadap orang lain Bersamaan dengan kesenangan terhadap pujian individu dengan konsep diri negatif bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Mereka selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan atas kelebihan orang lain.
(4)
Memiliki kecenderungan merasa tidak disenangi orang lain Individu yang dengan konsep diri negatif merasa dirinya tidak diperhatikan. Ia bereaksi bahwa orang lain sebagai musuh sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan persahabatan.
(5)
Bersikap
pesimis
terhadap
kompetisi.
Hal
ini
terungkap
dalam
keenggananya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. 2) Konsep diri positif Tanda-tanda orang yang mempunyai konsep diri positif adalah : (1)Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah (2)Merasa setara dengan orang lain (3)Menerima pujian tanpa rasa malu (4)Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat (5)Mampu memperbaiki diri karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha untuk mengubahnya.
20
2.1.3.Gambaran Umum Konsep Diri
1) Pengertian Konsep Diri Menurut Stuart and Sudeen, (1992 )Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain 2) Komponen Konsep Diri Menurut Stuart and Sundeen ( 1992 ), konsep diri dibentuk dari lima komponen yaitu gambaran diri ( body image ), ideal diri ( self care ), harga diri ( self esteem ), peran diri ( self role ), identitas diri (self identity ). (1) Gambaran Diri Gambaran diri merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar, termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. (2) Ideal Diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi, aspirasi, tujuan atau nilai yang ditetapkan. (3) Harga Diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku mempengaruhi ideal diri. (4) Peran Diri Peran diri merupakan pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat. (5) Identitas Diri
21
Merupakan kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri.
2.1.4.Faktor-faktoryangMempengaruhiPembentukanKonsepDiri Menurut Baldwin dan Halmes dalam Calhoun dan Acocella (1995) terdapat beberapa faktor pembentuk konsep diri remaja, yaitu : 1. Orang tua sebagai kontak sosial yang paling awal yang kita alami, dan yang paling kuat, apa yang dikomunikasikan oleh orang tua pada anak lebih menancap daripada informasi lain yang diterima anak sepanjang hidupnya. 2. Kawan sebaya yang menjadi kedudukan kedua setelah orang tuanya dalam mempengaruhi konsep diri, apalagi perihal penerimaan dan penolakan, peran yang diukir anak dalam kelompok teman sebayanya mungkin mempunyai pengalaman yang dalam, pada pandangan tentang dirinya sendiri. 3. Masyarakat yang menganggap penting fakta-fakta kelahiran dimana akhirnya penilaian ini sampai kepada anak dan masuk ke dalam konsep diri. 4. Belajar dimana muncul konsep bahwa konsep diri kita adalah hasil belajar, dan belajar dapat di definisikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang terjadi dalam diri kita sebagai akibat dari pengalaman.
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
22
1) Teori perkembangan Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata. 2) Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi. 3) SelfPerception(persepsidirisendiri) Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif.Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu.Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
23
lingkungan.Sedangkan
konsep
diri
yang
negatif
dapat
dilihat
dari
hubunganindividudan sosial yangterganggu.
Pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh orang lain dalam proses interaksi sosial.
Menurut Cooley(dalam Sunarto 1993) lewat analogi cermin
sebagai sarana bagi seseorang melihat dirinya, konsep diri seseorang diperoleh dari hasil penilaian/evaluasi orang lain terhadap dirinya. Apa yang dipikirkan orang lain tentang kita menjadi sumber informasi tentang siapa diri kita. Namun, penilaian/evaluasi orang lain bukan satu-satu nya yang membentuk konsep diri. Lebih lanjut Cooley (dalam Sunarto 1993) mengatakan bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Pada tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilanya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakan sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu. Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan dibentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya dimana individu tinggal. Setiap individu itu akan menerima tanggapan-tanggapan. Tanggapan-tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin menilai dan memandang dirinya.
24
Orang yang pertama kali dikenal oleh individu adalah orang tua dan anggota yang ada dalam keluarga. Setelah individu mampu melepaskan diri dari ketergantungannya dengan keluarga, ia akan berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas sehingga akan membentuk suatu gambaran diri dalam individu tersebut. Terbentuknya konsep diri seseorang berasal dari interaksinya dengan orang lain GH Mead (Clara R Pudijogyanti, 1995) mengatakan bahwa: “Konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting disekitarnya”.Bagaimana orang lain mengenal seseorang, akan membentuk konsep diri seseorang tersebut, konsep diri dapat terbentuk karena berbagai faktor baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri tersebut yaitu:
1) Keadaan fisik Keadaan fisik seseorang dapat mempengaruhi individu dalam menumbuhkan konsep dirinya. Individu yang memiliki cacat tubuh cenderung memiliki kelemahan-kelemahan tertentu dalam memandang keadaan dirinya, seperti munculnya perasaan malu, minder, tidak berharga dan perasaan ganjil karena melihat dirinya berbeda dengan orang lain. 2) Keberhasilan dan kegagalan Konsep diri dapat juga dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan yang telah dialaminya. Keberhasilan dan kegagalan mempengaruhi penyesuaian
25
pribadi dan sosialnya dan ini berarti mempunyai pengaruh yang nyata terhadap konsep dirinya. Keberhasilan akan mewujudkan suatu perasaan bangga dan puas akan hasil yang telah dicapai dan sebaliknya rasa frustasi bila menjadi gagal. 3) Kondisi keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam membentuk konsep diri anak. Perlakuan-perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak akan membekas hingga anak menjelang dewasa dan membawa pengaruh terhadap konsep diri anak baik konsep diri ke arah positif atau ke arah negatif. Cooper Smith dalam Clara R Pudjijogyanti (1995) menjelaskan bahwa kondisi keluarga yang buruk dapat menyebabkan konsep diri yang rendah. 4) Orang-orang yang dekat dengan individu Tidak semua individu mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan kita, yaitu yang disebut signifikant others, yaitu orang lain yang sangat penting. Mereka adalah orang tua, saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Dari mereka secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan mereka menyebabkan kita menilai diri secara positif. Tetapi ejekan, cemoohan, hardikan membuat kita menilai memandang diri secara negatif. 5) Tuntutan orang tua terhadap anak Pada umumnya orang tua selalu menuntut anak untuk menjadi individu yang sangat diharapkan oleh mereka. Tuntutan yang dirasakan anak akan dianggap
26
sebagai tekanan dan hambatan jika tuntutan tersebut ternyata tidak dapat dipenuhi oleh anak. Selain itu sikap orang tua yang berlebihan dalam melindungi anak akan menyebabkan anak tidak dapat berkembang dan mengakibatkan anak menjadi kurang tingkat percaya dirinya dan memiliki konsep diri yang rendah. 6) Reaksi orang lain terhadap individu : Dalam kehidupan sehari-hari, orang akan memandang individu sesuai dengan pola perilaku yang ditunjukkan individu itu sendiri. Harry Stack Sullivan (Jalaludin Rakhmat, 1996) menjelaskan bahwa jika seseorang diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan diri orang tersebut, orang tersebut akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri orang lain. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan diri seseorang, menyalahkan seseorang dan menolak keberadaan seseorang itu, maka orang tersebut cenderung akan membenci orang lain. 7) Jenis kelamin, ras dan status sosial ekonomi Konsep diri dapat dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut. Clara R Pudjijogyanti (1995) memberikan pendapatnya melalui penelitian-penelitian para ahli bahwa berbagai hasil penelitian yang dilakukan tersebut membuktikan bahwa kelompok ras minoritas dan kelompok sosial ekonomi rendah cenderung mempunyai konsep diri yang rendah dibandingkan dengan kelompok ras mayoritas dan kelompok sosial ekonomi tinggi, selain itu untuk jenis kelamin terdapat perbedaan konsep diri antara perempuan dan laki-laki. Perempuan mempunyai sumber konsep diri yang bersumber dari keadaan fisik dan popularitas dirinya, sedangkan konsep diri laki-laki bersumber dari agresifitas
27
dan kekuatan dirinya. Dengan kata lain, wanita akan bersandar pada citra kewanitaannya dan laki-laki akan bersandar pada citra kelaki-lakiannya dalam membentuk konsep dirinya masing-masing. Dalam dimensi perkembangan, significant others meliputi semua orang yang
mempengaruhi
mengarahkan
perilaku,
tindakan
pikiran
individu,
dan
membentuk
perasaan pikiran
individu. dan
Mereka
menyentuh
individusecara emosional. Ketika manusia tumbuh dewasa individu mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan dirinya. Pandangan diri individu tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap individu disebut “generalized others”. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu faktor dari dalam individu itu sendiri seperti keadaan fisik, dan persepsinya terhadap keberhasilan dan kegagalan, jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi, ataupun faktor dari luar individu seperti, persepsi orang terhadap diri, keadaan keluarga, tuntutan orang tua terhadap anak, orang-orang yang dekat dalam lingkungan kita.
2.2. REMAJA 2.2.1. Pengertian Remaja Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1980). Istilah adolescence mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik.
28
Piaget (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Sedangkan menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian usia 12-15 tahun masa remaja awal, usia 1518 tahun masa remaja madya dan usia 18-21 tahun masa remaja akhir. Berdasarkan definisi tentang remaja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dengan rentang usia 12- 21 tahun, dimulai saat anak matang secara seksual dan berakhir saat mencapai usia matang secara hukum.
2.2.2. Ciri-ciri Masa Remaja Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) ciri-ciri masa remaja antara lain: 1) Masa remaja sebagai periode yang penting Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru. 2) Masa remaja sebagai periode peralihan
29
Peralihan tidak berarti terputusnya dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya. 3) Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan sikap dan perilaku juga menurun. 4) Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu: (1)Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. (2)Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru. 5) Masa remaja sebagai masa pencarian identitas Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap individualistis. Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting bagi
30
anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain. 6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya, dan cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggungjawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. 7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Semakin tidak realistik cita-citanya, mereka akan menjadi semakin marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang mereka tetapkan sendiri. 8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku tersebut akan memberi citra yang mereka inginkan.
31
2.2.3. Kognitif Remaja Para remaja dapat memecahkan masalah abstrak dan membayangkan masyarakat yang ideal. Akan tetapi, cara berpikir remaja tampak tidak matang dalam beberapa hal. Mereka tampak kasar terhadap orang dewasa, memiliki masalah dalam menentukan pakaian yang akan mereka kenakan setiap hari, dan seringkali berperilaku seakan-akan dunia berputar hanya untuk mereka. Menurut Elkind (1984, 1998) dalam Human Development(2009)perilaku tersebut berakar dari usaha remaja yang tidak berpengalaman menuju pemikiran operasional formal. Menurut Elkind, ketidakmatangan cara berpikir ini muncul setidaknya dalam enam ciri: 1) Idealisme dan mudah mengkritik. Saat remaja memikirkan dunia ideal, mereka menyadari bahwa dunia nyata dimana mereka menganggap orang dewasa yang bertanggungjawab atas keberadaannya, tidak sesuai dengan pemikiran mereka. Mereka menjadi sangat sadar akan kemunafikan. Mereka yakin lebih baik dibandingkan orang dewasa dalam menjalankan dunia, mereka sering kali menemukan kesalahan orang tua mereka. 2) Sifat argumentatif Remaja terus menerus mencari kesempatan untuk mencoba dan memamerkan kemampuan penalaran mereka. Mereka menjadi sering berdebat seiring dengan penguasaan fakta dan logika untuk membangun kasus. 3) Sulit untuk memutuskan sesuatu.
32
Remaja dapat memikirkan banyak alternatif dipikirannya dalam waktu yang sama, tetapi kurang memiliki strategi yang efektif dalam memilih. 4) Kemunafikan yang tampak nyata. Remaja sering kali tidak menyadari perbedaan antara mengekspresikan sesuatu yang ideal, seperti menghemat energi, dan membuat pengorbanan yang diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut, misalnya dengan mengurangi mengendarai mobil. 5) Kesadaran diri. Remaja yang berada dalam tahap operasional formal dapat berpikir mengenai berpikir
baik dalam diri mereka sendiri maupun orang lain. Akan tetapi,
karena terlalu berfokus pada keadaan mental mereka sendiri, remaja sering kali menganggap bahwa orang lain berpikir hal yang sama dengan mereka. 6) Keistimewaan dan kekuatan. Elkind menggunakan istilah personal fable untuk menunjukkan keyakinan remaja bahwa mereka istimewa, bahwa keberadaan mereka unik, dan bahwa mereka tidak harus menaati peraturan yang memerintah seluruh dunia.
2.2.4. Remaja dan Orang Tua Sarwono (2005) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap individu. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang luas, mereka terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya, karena itu sebelum seorang anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya.
33
Menurut Mu’tadin (2002) remaja sering mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti keinginannya sendiri. Situasi ini dikenal sebagai keadaan yang ambivalensi dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi stres, frustrasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya atau orang lain di sekitarnya. Sebagian besar perdebatan dalam keluarga adalah mengenai kejadian seharihari seperti tugas di rumah, tugas sekolah, pakaian, uang, jam malam, berpacaran, teman, dan bukan mengenai hal-hal yang mendasar (Adams & Laursen, dalam Human Development, 2009)
2.2.5. Remaja dan Lingkungan Sosial Menurut Sarwono (2005) lingkungan sosial remaja meliputi teman sebaya, masyarakat dan sekolah. Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi remaja, karena selain rumah, sekolah adalah lingkungan kedua dimana remaja banyak melakukan berbagai aktifitas dan menjalin hubungan sosial dengan temantemannya. Monks (1998) mengatakan masalah yang dialami remaja yang bersekolah lebih besar dibandingkan yang tidak bersekolah. Hubungan dengan guru dan teman-teman di sekolah, mata pelajaran yang berat di sekolah menimbulkan konflik yang cukup besar bagi remaja.Pada masa remaja, hubungan sosial
34
mengambil peran yang semakin penting bagi remaja. Pengaruh teman sebaya paling kuat di masa remaja awal, biasanya memuncak di usia 12-13 tahun serta menurun selama masa remaja pertengahan dan akhir, seiring dengan membaiknya hubungan remaja dengan orang tua. Menurut Fuligni, et all(2001) dalam Human Development(2009) keterikatan dengan teman sebaya di masa remaja awal tidak selalu menyebabkan masalah, kecuali jika keterikatan itu terlalu kuat sehingga remaja bersedia untuk mengabaikan aturan di rumah mereka, lalai mengerjakan tugas sekolah, serta tidak mengembangkan bakat mereka untuk memenangkan persetujuan teman sebaya dan mendapatkan popularitas.
1.3. PUNK 1.3.1. Sejarah Punk Ingin hidup bebas di jalanan, bukan hal baru. Sejarahnya cukup panjang. Dimulai dari adanya kelompok Gipsy ratusan tahun yang silam, sudah ada komunitas seperti itu. Hidup bebas di jalanan, menari, hubungan bebas, dan hidup nomanden (berpindah-pindah tempat). Kehidupan kaum Gipsy ini terekam dengan jelas lewat kisah “Si Bongkok dari Notre Dame” karya besar Victor Hugo, pengarang Perancis yang menulisnya pada abad ke-18. Kisahnya juga sudah diangkat ke layar lebar dalam berbagai versi. Kaum Gipsy ini juga punya ketua atau raja sendiri. Aturan main sendiri, undang-undang sendiri, dan tidak tunduk pada pemerintahan yang sah pada waktu itu.
35
Setelah Gipsy, pada jaman modern, munculah di Amerika kaum Hippies. Berambut gondrong merong, kaca mata hitam, memakai seragam jean belel. Penampilan mereka juga seronok. Hidup bebas di jalanan, mengisap ganja, main musik, mabuk-mabukan, bersenang-senang setiap hari, dan hidup tanpa masa depan dan tanpa beban. Adanya perilaku hidup bebas di jalanan ini pun melanda dunia. Tidak hanya monopoli negara barat saja, tetapi juga melanda negara lain, bahkan sampai ke Indonesia. Pada waktu itu, di kota-kota besar negeri ini, anakanak muda banyak yang hidup bergaya Hippies. Sekian tahun lalu, dunia pun kembali dikejutkan munculnya komunitas Punk. Konon Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok Punk selalu diharu-biru oleh golongan Skin-head. Namun, sejak tahun 1980-an, saat Punk merajalela di Amerika, dua golongan yang berseteru tersebut, malah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Perkembangan selanjutnya, punk juga dapat berarti jenis music atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika, yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan. Saat itu, Negeri Paman Sam tersebut dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang berakibat meningkatnya angka pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
36
1.3.2. Punk Jalanan (street-punk) Jalan raya bukanlah sekadar tempat untuk bertahan hidup. Bagi kaum muda tersebut jalanan juga arena untuk menciptakan satu organisasi sosial, akumulasi pengetahuan dan rumusan strategi untuk keberadaaan eksistensinya. Artinya ia juga berupaya melakukan penghindaran atau melawan pengontrolan dari pihak lain. Sebuah kategori sosial, anak jalanan, bukanlah satu kelompok yang homogen. Sekurang-kurangnya ia bisa dipilah ke dalam dua kelompok yaitu anak yang bekerja di jalan dan anak yang hidup di jalanan. Perbedaan diantaranya ditentukan berdasarkan kontak dengan keluarganya. Anak yang bekerja di jalan masih memiliki kontak dengan orang tua, sedangkan anak yang hidup di jalan sudah putus hubungan dengan orang tua. Sebagai sub-kultur Punk terinspirasi oleh karya-karya seni perlawanan. Antara lain, dari novel karya Charles Dickens, yang sebagian besar menceritakan nasib anak-anak (dari panti asuhan) yang dipaksa bekerja sebagai pembersih cerobong asap di pabrik-pabrik yang menggunakan teknologi mesin uap untuk menggenjot produksi pada era Revolusi Industri. Anak-anak itu merasa tersiksa bekerja sehari-semalam, tanpa makanan yang cukup, di tempat-tempat yang kumuh tidak berpenerangan. Mereka akhirnya memberontak, menolak segala bentuk eksploitasi. Mereka lari dari panti-asuhan. Lalu memutuskan hidup secara kolektif. Mereka menggunakan jalanan di London sebagai sumber mencari nafkah dan ilmu pengetahuan. Dan terbebas dari eksploitasi.
37
Bagi seorang punk, jalanan adalah kehidupan. Di jalanan mereka bertemu dengan orang-orang, di jalanan mereka saling berbagi pengetahuan, di jalanan mereka berdagang, di jalanan mereka menyuarakan kebenaran melalui nyanyian. Pada 1980-an, terjadi bentrokan hebat antara punker dan hippies, karena perbedaan persepsi tentang kehidupan di jalanan. Bagi hippies, jalanan adalah ruang publik sebagai tempat mereka mengekspresikan kemuakan akan kehidupan yang diwarnai perang dan ancaman nuklir. Di jalanan mereka berdemonstrasi membagi-bagikan bunga, seks bebas (war no, sex yess) dan menenggak obatobatan (drugs) mereka ingin lari (escape) dari kehidupan ini. Kebalikannya, punk melihat kehidupan ini sebagai projeksi, tergantung si individu itu untuk melakukan perubahan. Perubahan itu dimulai dari yang tidak ada, doing more with less, menjadi sesuatu yang ada dan berarti. Punk tak pernah lari dan sembunyi ketika dihadapkan pada problematika kehidupan. Hadapi! Tuntaskan! Melihat fenomena gerombolan yang beratribut punk yang nongkrong, mabuk dan mondar-mandir di Jalanan akhir-akhir ini, tidak perlu dipertanyakan lagi, Mereka bukan punk! Mereka hanya beratribut punk tetapi jalan hidupnya adalah hippies! Hanya hippies yang lari dari kehidupan, dengan nenggak minuman dan obat-obatan (drugs), mereka lari dari kebebasan (escape from freedom).Anak-anak punk jalanan ini, seperti revolusi sosial saja. Cobalah tengok, di Jateng, hampir di semua kota besar ada komunitas anak-anak punk jalanan. Mereka mangkal di perempatan-perampatan traffict light (lampu bangjo). Sebagian besar anak-anak remaja dengan dandanan meniru kelompok punk luar
38
negeri. Mungkinkah keberadaan mereka merupakan indikator kegagalan pendidikan sekolah, keluarga, dan masyarakat? Lalu apakah yang mereka cari? Inilah jawabannya, sesuai dengan semboyan mereka. Ingin hidup bebas dan DIY (Do It Yourself). Jadi terjemahan bebasnya, mereka ingin hidup bebas dan mandiri. Tujuan yang mulia, kalau membaca semboyan mereka. Namun yang tidak mereka sadari adalah, mereka rela meninggalkan bangku sekolah, hanya untuk menggelandang di jalanan. Tentu saja tanpa masa depan yang pasti. Rawan penyakit, rawan kekerasan, rawan pemerasan, dan ini yang dikhawatirkan: Rawan seks bebas.
1.3.3. Anti kemapanan Mungkin kita pernah dengar jika anak punk mempunyai prinsip anti kemapanan, makna dari kata tersebut sangat abstrak tetapi jika diartikan dengan nalar
danberempati
kita
dapat
mengartikan
nya,
Lukman
(dalam
http://lukmanbandidos.blogspot.com) mengisahkan: “…berdasarkan pergaulan saya bersama anak punk saya dapat mengklasifikasikan makna tersebut berdasarkan apa yang mereka maksud yaitu: (1)Anak punk anak yang merdeka, maksud merdeka disini adalah mereka tidak mau terikat dengan dunia luar yang kadang bersifat memaksa dan kadang seakan membelenggu mereka dari kreatifitas yang mereka agung agungkan, contoh kemerdekaan mereka yang konkrit adalah, umumnya anak punk bertatto namun tak semua anak punk seperti itu namun itulah umumnya, itu menunjukan mereka adalah kelompok yang merdeka karena mereka berani keluar dari aturan bahwa stigma bangsa ini menganggap tattoo adalah perilaku kriminal dan memukul rata segala yang bertatto tak baik, sehingga mereka tak mampu bersaing dengan anak bangsa lainnya yang seragam akan ketundukan peraturan.
39
(2)Toleransi, mereka adalah komunitas yang paling mengagungkan yang namanya toleransi olehsebab itu prinsip mereka tidak mau mengganggu asal tak diganggu. (3)Kebersamaan, itu sudah menjadi salah satu sifat anak punk yang melekat dengan nama mereka karena pada umumnya mereka lebih mementingkan kebersamaan dibandingkan individual, namun untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya mereka tak segan berindividual dan mereka tak memamfaatkan kelompoknya guna menyuarakan suaranya.
1.4. Anak Jalanan 1.4.1. Definisi Anak Jalanan Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bab I pasal 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (Sekretariat Negara.Repubilik Indonesia (SetnegRI, 2008). Anak jalanan adalah anak yang hidup dan beraktifitas di jalan. Anak jalanan beraktifitas sepanjang hari di jalan dengan waktu rata-rata 8 jam (Werdiastuti, 1998). Menurut Friends International (2009) anak jalanan adalah anak yang lebih banyak beraktifitas di jalan. Menurut Johanes (1996, dalam, Kartika, 1997) anak jalanan adalah anak yang menggunakan sebagian waktunya di jalanan baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang masih mempunyai hubungan dengan keluarga atau putus hubungan dengan keluarga, dan anak-anak yang hidup mandiri sejak masa kecil karena kehilangan orang tua. Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun yang beraktifitas lebih banyak di jalan. Definisi dan kriteria PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), Dinas Sosial menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan
40
maupun di tempat-tempat umum.Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, salah satunya bekerja dengan mengemis dan menjadi pengamen, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya.
1.4.2. Kategori Anak Jalanan Menurut M. Ishaq (2000), ada tiga ketegori kegiatan anak jalanan, yakni : (1) mencari kepuasan. (2) mengais nafkah dan, (3) tindakan asusila. Kegiatan anak jalanan itu erat kaitannya dengan tempat mereka mangkal sehari-hari, yakni di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall. Sunusi (dalam Lestari dan Karyani, 1997) pada survey dan wawancara terhadap anak jalanan di Jakarta, Tangerang, Bandung dan Surabaya yang dilakukan Universitas Diponegoro dan Departemen Sosial, terdapat 4 kategori anak-anak jalanan yaitu : (1) Anak jalanan tanpa ikatan keluarga. (2) Anak jalanan yang masih mempunyai ikatan dengan keluarga. (3) Anak jalanan satu-satunya yang mencari nafkah dalam keluarga (who are sole bread winners). (4) Anak jalanan yang berpendidikan atau tidak berpendidikan atau tanpa ikatan dengan keluarga.
41
Mulandar (1996) memberikan empat ciri yang melekat ketika seorang anak digolongkan sebagai anak jalanan : (1) Berada ditempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 3-24 jam sehari. (2) Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, sedikit sekali yang tamat SD). (3) Berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban, beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya). (4) Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal). Selain ciri khas yang melekat akan keberadaanya, anak jalanan juga dapat dibedakan dalam tiga kelompok. Surbakti dalam Suyanto (2002) membagi pengelompokan anak jalanan tersebut sebagai berikut : (1) Children On The Street yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan, namun mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Fungsi anak jalanan dalam kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung dan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh orang tuanya. (2) Children Of The Street yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial dan ekonomi, beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tua mereka tetapi frekuensinya tidak
42
menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab, biasanya kekerasan, lari, atau pergi dari rumah. (3) Children From Families Of The Street yakni anak anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan, walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombangambing dari suatu tempat ketempat yang lain dengan segala resikonya.
Menurut Depsos RI (1998) dalam Andari (2007) anak jalanan terdiri dari tiga kategori, yaitu : children of the street, children on the street, dan vulnerable on the street. Children of the street adalah anak yang beraktifitas dan tinggal di jalan, serta sudah terlepas dari keluarga. Children on the street adalah anak yang beraktifitas di jalan, tetapi masih mempunyai keluarga dan pulang ke rumah. Vulnerable on the street adalah anak yang beresiko menjadi anak jalanan yaitu dari keluarga miskin, keluarga yang sering konflik, anak yang diacuhkan oleh keluarga, dan mulai bergaul dengan anak jalanan.
1.4.3. Faktor - faktor Penyebab Menjadi Anak Jalanan Menurut Pungki,(2002) faktor-faktor munculnya anak jalanan di sebabkan oleh sebagai berikut: (1) banyaknya fasilitas umum dikota besar yang menawarkan kemudahan seperti; pusat kegiatan perdagangan jasa, transportasi, hiburan, kesenian, perkantoran yang merupakan faktor penarik dari kota
43
tersebut, sehingga membuat semua orang tertarik termasuk anak jalanan, (2) faktor lingkungan keluarga yang diwarnai oleh ketidakharmonisan, baik perceraian, percekcokan, maupun kehadiran orang tua tiri, (3) faktor ekonomi rumah tangga yang kurang mendukung memaksa setiap anggota keluarga untuk mencari penghasilan dan nafkah sendiri, (4) faktor pendidikan yang rendah, sangat mudah bagi anak untuk terjerumus ke jalan.
Di dunia terdapat 150 juta anak jalanan. Diperkirakan jumlah anak jalanan akan meningkat menjadi 800 juta pada tahun 2020. Sebanyak 90 % dari anak jalanan di Indonesia adalah laki-laki. Berdasarkan penelitian Haenonen (2000) dalam Aptekar & Haenonen (2003) penyebab terdapatnya anak jalanan adalah konflik dengan orang tua, saudara, tidak diperhatikan di rumah, dan penganiayaan oleh ayah. Thomas (1993) dalam Aptekar & Haenonen(2003) mengatakan bahwa sebagian besar anak-anak miskin kota beresiko untuk menjadi anak jalanan. Anak-anak dari keluarga miskin terpaksa meninggalkan sekolah atau tidak sekolah sama sekali. Keadaan ini diperparah oleh sikap orang tua yang lebih cenderung mendorong anaknya bekerja dan menghasilkan uang, dari pada bersekolah hanya menghabiskan uang, dan tidak menjanjikan apa-apa sehingga terbentuk pola eksploratif antara orang tua dan anak (Andari, 2003).Anak jalanan tidak mengenal keluarga, pendidikan, dan bermain.Mereka hanya kenal kekerasan di jalan setiap hari.
44
Berdasarkan hasil pengkajian pada anak jalanan oleh DepsosRI (2006) dalam Andari (2007) menunjukkan bahwa sebagian besar anak jalanan disebabkan oleh korban tindak kekerasan di keluarga yang bersifat fisik (dicubit, ditempeleng, ditendang, dan ditampar), psikis (dimarah, dibentak, dicemooh, dan diomeli), dan sosial (diusir, tidak boleh bermain, dan tidak boleh sekolah). Penyebab dari fenomena anak jalanan antara lain: tekanan ekonomi keluarga, dipaksa orang tua, diculik, dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa. Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab timbulnya fenomena anak jalanan adalah tindak kekerasan di keluarga (fisik, psikologis, dan sosial), tekanan ekonomi keluarga, dipaksa oleh orang tua, diculik dan dipaksa bekerja oleh orang dewasa.
1.4.4.
Perilaku Anak Jalanan Anak jalanan laki-laki mulai menampilkan nilai-nilai kejantanan ketika
mulai tumbuh lebih besar. Mereka secara teratur mulai berpartisipasi menyusun konstruksi kejantanan dengan mendiskusikan berbagai peran yang dilakukan oleh anak lain serta mengomentari penampilannya. Meski secara sosial mereka dikategorikan sebagai anak (kecil), hampir semuanya mengadopsi bentuk-bentuk kedewasaan sebagai tanda pembangkangan dari harapan-harapan yang ditentukan oleh masyarakat. Mereka memainkan peran yang selama ini dijalankan oleh orang dewasa yang ada di sekitarnya, seperti: menenggak minuman keras, judi serta menggemari free sex. Kebiasaan-kebiasaan yang dianggap tidak cocok untuk dilakukan oleh anak justru dianggap mampu membuat mereka merasa tumbuh
45
dewasa dan menjadi jantan. Secara bertahap anak jalanan akan mengalami perubahan perilaku ke arah pelanggaran norma dan hukum. Mereka mulai liar, cuek, seenaknya, dan tidak peduli terhadap orang lain. Perubahan perilaku tampak dari ucapan dan tindakan, kata-kata kotor dan makian sering diucapkan oleh anak jalanan (Andari, 2003). Perilaku anak jalanan laki-laki adalah unik, walaupun banyak diantara mereka yang beresiko, tetapi ada juga hal positif dari mereka, yaitu: pandai membaca peluang, tahan bekerja keras, memiliki solidaritas yang tinggi dengan sesama teman, mudah membuat keterampilan, bersikap terbuka dan saling percaya. Bahkan pada umumnya anak jalanan mempunyai harapan untuk menyelesaikan sekolah, memperoleh pekerjaan tetap dan uang cukup, bersatu kembali dengan keluarga, memulai hidup baru (Sudrajat, 1995, dalam Werdiastuti, 1998).
1.4.5. Perlindungan Anak Jalanan Kehidupan anak jalanan yang keras, tidak kondusif bagi perkembangan anak. Kondisi anak jalanan berada diambang kerawanan sosial, kesehatan, dan tindakan kriminal. Oleh karena itu untuk mengembalikan harga diri dan percaya diri anak jalanan perlu perlindungan (Sakidjo, 2003). Perlindungan anak jalanan mengacu pada UUD 1945 pasal 34 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Landasan ini ditindaklanjuti dengan UU Nomor 4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak, disebutkan bahwa kesejahteraan anak yang dapat menjamin kehidupan dan penghidupan, yang dapat menjamin
46
pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara jasmani, rohani maupun sosial adalah tanggung jawab orang tua. Pemerintah Indonesia pada tahun 1990 ikut serta dalam mengesahkan Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan konsekuensi harus melaksanakannya. Pada Konvensi Hak Anak PBB terdapat hak anak untuk memperoleh perlindungan dan perawatan, seperti: kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan, memperoleh informasi, perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penelantaran, kejahatan seksual (Rikawarastuti, 2003). Untuk memenuhi hak perawatan anak jalanan tersebut dibutuhkan perawat komunitas.
2.5.PENGAMEN 2.5.1. Definisi Pengamen Definisi Pengamen itu sendiri, awalnya berasal dari kata amen atau mengamen (menyanyi, main musik, dsb) untuk mencari uang.Amen/pengamen (penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak bertempat tinggal tetap, berpindah-pindah dan mengadakan pertunjukkan di tempat umum).Jadi pengamen itu mempertunjukkan keahliannya di bidang seni.Seorang pengamen tidak bisa dibilang pengemis, karena perbedaannya cukup mendasar.Seorang pengamen yang sebenarnya harus betul-betul dapat menghibur orang banyak dan memiliki nilai seni yang tinggi.Sehingga yang melihat, mendengar atau menonton pertunjukkan itu secara rela untuk merogoh koceknya, bahkan dapat memesan sebuah lagu kesayangannya dengan membayar mahal.
47
Semakin hari semakin banyak pengamen jalanan yang bertambah di setiap sudut-sudut jalan, lampu merah yang ada di Kota Makassar, bahkan di setiap rumah makan mulai dari anak balita sampai yang sudah tua, dari yang di lengkapi dengan alat musik seadanya sampai yang lengkap seperti pemain band, dari yang berpenampilan kotor sampai yang rapi, dari yang suaranya fals sampai yang bagus. Yang paling memprihatinkan adalah anak balita yang terpaksa dan dipaksa untuk ngamen dan semua itu diatur oleh jaringan yang memasok mereka dan setiap uang yang ada di setor kepada orang tua mereka. Pengamen merupakan komunitas yang relatif baru dalam kehidupan pinggiran perkotaan, setelah kaum gelandangan, pemulung, pekerja sex kelas rendah, selain itu juga dianggap sebagai “virus sosial” yang mengancam kemampuan hidup masyarakat, artinya pengamen jalanan dianggap sebagai anak nakal, tidak tahu sopan santun, brutal, pengganggu ketertiban masyarakat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika mereka sering diperlakukan tidak adil dan kurang manusiawi terutama oleh kelompok masyarakat yang merasa terganggu oleh komunitas anak jalanan seperti golongan ekonomi kelas atas (Suswandari, 2000). Menurut Fitriani (2003) anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran dijalanan dengan cara mereka sendiri bekerja sebagai pengamen, penyemir sepatu, penjual Koran, pengemis, atau bahkan melacur. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengamen adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan anak jalanan dengan caramenyanyikan lagu
48
baik menggunakan alat maupun tidak. Sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran dijalan atau tempat-tempat umum lainnya, tidak atau bergantung dengan keluarga, dan mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup dijalanan.
2.5.2. Faktor- faktor Penyebab Munculnya Pengamen Menurut hasil penelitian Artidjo Alkastar (dalam Sudarsono, 1995) tentang potret Anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen menyatakan bahwa yang menyebabkan menuju kearah kehidupan jalanan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu sebagai berikut : 1) Faktor Internalmeliputi: kemalasan, tidak mau bekerja keras, tidak kuat mental,cacatfisik dan psikis, adanya kemandirian hidup untuk tidak bergantung kepada orang lain.
2) Faktor Eksternal meliputi :
(1) Faktor ekonomi: pengamen dihadapkan kepada kemiskinan keluarga dan sempitnya lapangan pekerjaan yang ada.
(2) Faktor geografis: kondisi tanah tandus dan bencana alam yang tak terduga.
(3) Faktor sosial: akibat arus urbanisasi penduduk dari desa ke kota tanpa disertai partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial.
49
(4) Faktor pendidikan: rendahnya tingkat pendidikan dan tidak memiliki keterampilan kerja. (5) Faktor psikologis: adanya keretakan keluarga yang menyebabakan anak tidak terurus.
(6) Faktor kultural: lebih bertendensi pasrah kepada nasib dan hukum adat yang membelenggu.
(7) Faktor lingkungan: anak dari keluarga pengamen telah mendidik anak menjadi pengamen pula.
(8) Faktor agama: kurangnya pemahaman agama, tipisnya iman dan kurang tabah dalam menghadapi cobaan hidup.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pengamen adalah adanya dua faktor, yaitu intern dan ekstern dimana faktor intern antara lain kemalasan,dan bahkan kemandirian untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup tanpa bergantung dengan orang lain, dan faktor ekstern yaitu meliputi kondisi ekonomikeluarga yang lemah yang dialami oleh orang tua, kondisi kehidupan keluarga yang kurang harmonis,lingkungan,kultural dan pendidikan.
2.5.3. Macam-macam Pengamen Jalanan Pengamen ada di mana-mana mulai di perempatan jalan raya, di dalam bis kota, di rumah makan, di ruko, di perumahan, di kampung, di pasar, dan lain
50
sebagainya. Penampilan pengamen pun macam-macam juga mulai dari tampilan yang biasa saja sampai penampilan banci / bencong, anak punk, preman, pakaian pengemis dan pakaian seksi nan minim. Pengamen terkadang sangat mengganggu ketenangan kita akan tetapi mau bagaimana lagi. Jika mereka tidak mengamen mereka mau makan apa dan daripada mereka melakukan kejahatan.lebih baik mengamen secara baik-baik walaupun mengganggu, Berikut ini adalah macammacam pengamen : 1) Pengamen Baik Pengamen yang baik adalah pengamen profesional yang memiliki kemampuan musikalitas yang mampu menghibur sebagian besar pendengarnya.Para pendengar pun merasa terhibur dengan nyanyian pengamen yang baik sehingga mereka tidak sungkan untuk memberi uang receh maupun uang besar untuk pengamen jenis ini.Pengamen ini pun sopan dan tidak memaksa dalam meminta uang. 2) Pengamen Tidak Baik Pengamen yang tidak baik yaitu merupakan pengamen yang permainan musiknya tidak enak di dengar oleh para pendengarnyanamun pengamen ini umumnya sopan dan tidak memaksa para pendengar untuk memberikan sejumlah uang.Tetapi ada juga yang menyindir atau mengeluh langsung kependengarnya jika tidak mendapatkan uang seperti yang diharapkan. 3) Pengamen Pengemis Pengamen ini tidak memiliki musikalitas sama sekali dan permainan musik maupun vokal pun sesuka hatinya/seenak hatinya. Setelah
51
mengamen mereka tetap menarik uang receh dari para pendengarnya. Dibanding mengamen mereka lebih mirip pengemis karena hanya bermodal dengan nekat saja dalam mengamen serta hanya berbekal belas kasihan dari orang lain dalam mencari uang. 4) Pengamen Pemalak ( penebar teror ) Pengamen yang satu ini adalah pengamen yang lebih suka melakukan teror kepada para pendengarnya sehingga para pendengar merasa lebih memberikan uang receh daripada mereka diapa-apakan oleh pengamen tukang palak tersebut.Mereka tidak hanya menyanyi tetapi kadang hanya membacakan puisi-puisi yang menebar teror dengan pembawaan yang meneror kepada para pendengar. Pengamen jenis ini biasanya akan memaksa diberi uang dari tiap pendengar dengan modal teror. Pengamen ini layak dilaporkan ke polisi dengan perbuatan tidak menyenangkan di depan umum. 5) Pengamen Penjahat Pengamen yang penjahat adalah pengamen yang tidak hanya mengamen tetapi juga melakukan tindakan kejahatan seperti sambil mencopet, sambil nodong, menganiaya orang lain, melecehkan orang lain, dan lain sebagainya. Kalau menemukan pengamen jenis ini jangan ragu untuk melaporkan mereka ke polisi agar modus mereka tidak ditiru orang lain. 5) Pengamen Cilik ( anak- anak ) Pengamen jenis ini ada yang bagus tetapi ada juga yang sangat tidak enak untuk didengar.Yang tidak enak didengar inilah yang lebih condong
52
mengemis daripada mengamen.Akan tetapi bagaimanapun juga mereka hanya anak-anak bocah cilik yang menjadi korban situasi dari orang-orang jahat dan tidak kreatif di sekitarnya.Pengamen anak ini bisa dipaksa menjadi pengamen oleh orang tua, oleh preman, dan sebagainya namun juga ada yang atas kemauan sendiri dengan berbagai motif.Sebaiknya jangan
diberi
uang
agar
tidak
ada
anak-anak
yang
menjadi
pengamen.Mereka seharusnya tidak berada di jalanan (Media Indonesia Online. com). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan terbagi di beberapa kategori, yaitu anak jalanan yang hidup dan tumbuh di jalanan, anak jalanan yang hidup dan menggelandang di jalanan tetapi secara periodik pulang dan anak jalanan yang berada di jalanan hanya untuk mencari nafkah. Sedangkan Pengamen itu sendiri adalah bagian dari anak jalanan yang terbagi menjadi enam yaitu: pengamen baik, pengamen tidak baik, pengamen pengemis, pengamen pemalak, pengamen penjahat dan pengamen cilik.
2.5.4. Kerangka Alur Pemikiran Dari penjabaran dan uraian di atas bisa ditarik sebuah kerangka berpikir untuk menjelasakan bagaimana proses-proses pembentukan konsep diri padaremaja akhir punk jalanan yang berprofesi sebagai pengamen, komponenkomponen apa saja yang ada dalam konsep diri, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan konsep diri pada remaja akhir laki-lakipunk jalanan yang berprofesi sebagai pengamen.Konsep diri merupakan kesadaran individu
53
mengenai dirinya dan bagaimana individu tersebut menggambarkan dirinya sendiriyang meliputi keyakinan dan perasaan, apakah individu tersebut memandang dirinya positif atau negatif yang di pengaruhi oleh beberapafaktor yaitu, faktor eksternal dan faktor internal. Komponen-komponen konsep diri yang meliputi gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri dan peran, dan proses pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh orang tua, teman sebaya, masyarakat dan proses belajar, yang dalam perkembanganya dipengaruhi oleh teori perkembangan, faktor significan other, dan self perception, sepenuhnya akan membentuk konsep diribaik konsep diri positif atau konsep diri negatif, sehingga dapat tercermindalam lingkunganya.
hubungan individu tersebut dengan orang lain dalam