22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pada saat ini, konsep pemasaran tidak hanya mencakup kebutuhan dan keinginan saja, tetapi juga mencakup pengharapan konsumen, dan hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya informasi yang diterima oleh konsumen sehingga menimbulkan tuntutan yang lebih tinggi akan pemenuhan kebutuhan, keinginan, dan harapan itu sendiri. Oleh karena itu, konsumen perlu mendapatkan perhatian yang lebih khusus, karena konsumen merupakan pasar bagi produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut Peter Drucker dalam Phillip Kotler (A.B Susanto, 2000:3), pemasaran adalah hal yang amat mendasar sehingga tidak dapat dianggap sebagai fungsi tersendiri. Pemasaran merupakan cara memandang semua perusahaan dari hasil akhirnya, yakni dari pandangan pelanggan. Keberhasilan suatu bisnis bukan ditentukan oleh produsennya, melainkan oleh pelanggan. Menurut Ray Corey dalam Philip Kotler (A.B Susanto, 2000:3), pemasaran meliputi semua kegiatan perusahaan dalam beradaptasi terhadap lingkungannya secara kreatif dan menguntungkan. Konsep pemasaran berawal dari konsep pasar dan timbul pada saat seseorang memutuskan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui suatu proses pertukaran/transaksi jual beli. Tugas pemasaran itu sendiri adalah merubah kebutuhan
23
dan keinginan konsumen menjadi suatu permintaan, dengan menciptakan produk yang menarik, mudah dijangkau, dan tersedia di pasar sasaran. Malcolm Mc. Donald (2002:4) mengemukakan bahwa: • • • •
• •
Marketing is a process for (Pemasaran adalah suatu proses untuk): Defining market (Mendefinisikan pasar), Quantifying the needs of the customer groups (segments) within these markets (Merumuskan kebutuhan-kebutuhan konsumen dalam suatu pasar), Determining the value propositions to meet these needs (Menentukan nilainilai apa saja yang dapat memenuhi kebutuhan), Communicating these value propositions to all those people in the organization responsible for delivering them and getting their buy into their role (Menyerahkan nilai-nilai tersebut kepada semua orang dalam suatu organisasi sehingga keinginan dan kebutuhannya terpenuhi). Playing an appropriate part in delivering these value propositions, usually only communications (Memainkan peran yang tepat dalam menyerahkan/mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut), Monitoring the value actually delivered (Mengawasi proses penyerahan nilai). Menurut Thomas J. Adams (1991:2), Marketing is a total system of business
activities designed to plan, price, promote, and distribute want-satisfying goods, service, and ideas to target markets in order to achieve organizational objectives. Artinya, pemasaran merupakan keseluruhan aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menjual, mempromosikan dan mendistribusikan barang/jasa yang diinginkan konsumen untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan pasar. Menurut Stanton (1995) dalam Husein Umar (2000:31), pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang bertujuan
merencanakan,
menentukan
harga,
hingga
mempromosikan
dan
mendistribusikan barang/jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik pembeli aktual maupun potensial.
24
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial, dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Definisi ini berdasar pada konsep inti: kebutuhan, keinginan dan permintaan, produk nilai, biaya dan kepuasan, pertukaran, transaksi dan hubungan, pasar, dan pemasaran serta pemasar. Konsep ini digambarkan sebagai berikut: Kebutuhan, Keinginan, dan Permintaan
Produk
Nilai, Biaya, dan Kepuasan
Pertukaran, Transaksi, dan Hubungan
Pasar
Pemasaran dan Pemasar
Sumber: Philip Kotler dalam A.B Susanto (2000:11)
GAMBAR 2.1 KONSEP INTI PEMASARAN
Berdasarkan Gambar 2.1 di atas, dapat dijelaskan bahwa cara berfikir pemasaran dimulai dengan kebutuhan dan keinginan manusia (seperti: makanan, udara, air, pakaian, rumah). Orang memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan barang dan jasa. Bagaimana konsumen memilih diantara banyak produk yang dapat memenuhi kebutuhannya, dipengaruhi oleh nilai, budaya, dan kepuasan. Proses pembelian dilakukan dalam suatu bentuk transaksi yang terjadi di pasar antara produsen dan konsumen. Pemasaran bekerja dengan pasar untuk mewujudkan transaksi yang mungkin terjadi dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia.
25
Jangkauan pemasaran sangat luas, namun ruang lingkupnya disederhanakan ke dalam empat faktor (4P) yakni product, price, place, dan promotion, yang dikenal dengan bauran pemasaran (Marketing Mix).
2.1.2 Pengertian Bauran Pemasaran Menurut Kotler (2005:23), bauran pemasaran (Marketing Mix) merupakan serangkaian alat-alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pasar sasaran. Buchari Alma (2004:205) menyatakan bahwa marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan marketing agar dicari kombinasi maksimal sehingga menghasilkan dan mendatangkan hasil paling memuaskan. Bauran pemasaran juga merupakan kiat yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam pasar sasaran. Mc. Carthy dalam Phillip Kotler (A.B Susanto, 2000:125), mempopulerkan pembagian kiat ini dalam empat faktor (4P) diantaranya: 1. Product (produk) Produk merupakan penawaran nyata dari perusahaan kepada pasarnya, mereknya, dan penyajiannya. 2. Price (harga) Harga merupakan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk produk itu. Harga harus sesuai dengan pandangan pelanggan tentang nilai produk supaya pembeli tidak beralih pada pesaingnya.
26
3. Place (tempat/distribusi) Tempat merupakan berbagai kegiatan perusahaan untuk membuat produknya terjangkau dan tersedia bagi pasar sasarannya. Penjual harus dapat mengajak, menentukan, dan menghubungkan berbagai perantara pemasaran produk dan jasanya jenis pengecer, pedagang besar dan perusahaan distribusi, serta mengetahui cara mereka mengambil keputusan pembelian produk. 3. Promotion (promosi) Promosi merupakan berbagai kegiatan perusahaan untuk mengkomunikasikan produknya kepada pasar sasaran. Penjual harus dapat mempekerjakan, melatih, dan memotivasi wiraniaganya, juga menyiapkan program komunikasi dan promosi yang terdiri dari: iklan, pemasaran langsung, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat. Bauran pemasaran (4P) menunjukkan pandangan penjual tentang kiat pemasaran yang tersedia untuk mempengaruhi pembeli. Dari sudut pandang penjual, setiap kiat pemasaran dirancang untuk memberikan manfaat bagi pelanggan. Perusahaan
yang
unggul
adalah
perusahaan
yang
dapat
memenuhi
keinginan/kebutuhan pelanggan secara ekonomis, mudah, dan dengan komunikasi yang efektif. Robert Lauterborn berpendapat bahwa bauran pemasaran (4P) berhubungan dengan 4C pelanggan, seperti yang diuraikan dalam Gambar 2.1 berikut:
27
4P Produk Harga Tempat Promosi
4C Kebutuhan dan keinginan pelanggan (Customer need and wants) Biaya pelanggan (Cost to the customer) Kemudahan (Convenience) Komunikasi (Communication)
Sumber: Phillip Kotler dan A.B Susanto (2000:127)
GAMBAR 2.2 HUBUNGAN ANTARA 4P (MARKETING MIX) DENGAN 4C PELANGGAN
Berdasarkan Gambar 2.2 di atas, bauran pemasaran penjual terdiri dari 4P (Product, Price, Place, Promotion). Keempat faktor tersebut digabungkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan yang terangkai dalam 4C (Costumer need and wants, Cost to customer, Convenience, Communication). Produk merupakan salah satu unsur bauran pemasaran yang paling penting, sebab produk merupakan penawaran yang nyata dari perusahaan kepada pasar sasaran dan merupakan alat pemuas yang ditawarkan produsen untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
2.2 Produk 2.2.1 Pengertian Produk Menurut Fandy Tjiptono (2002:22) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, disewakan, digunakan, atau dikonsumsi pasar (baik konsumen akhir maupun pasar industri) sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.
28
Menurut Djaslim Saladin (2004:121), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Produk-produk yang ditawarkan tersebut meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Barang fisik, seperti: mobil, sepeda motor, meja, kursi. Jasa, seperti: tukang cukur, konser, jasa transportasi/angkutan umum. Orang/pribadi, seperti: Rano Karno, Inul Daratista, Mandra, dan sebagainya. Tempat, seperti: Bali, Yogya, Nias, dan sebagainya. Organisasi, seperti: Dharma Wanita, Koperasi Pasar Indonesia, Pramuka. Ide, seperti: Keluarga Berencana, Empat sehat Lima sempurna. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa produk merupakan segala
sesuatu yang ditawarkan produsen ke suatu pasar untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, disewakan, digunakan, atau dikonsumsi pasar, baik pasar konsumen akhir maupun pasar industri sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Karakteristik produk memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap strategi pemasaran. Namun, strategi pemasaran juga tergantung pada faktor-faktor lain seperti: tahap siklus hidup produk, strategi pesaing, dan kondisi ekonomi.
2.2.2 Tingkatan Produk Dalam merencanakan penawaran pasar/produk, pemasar perlu memikirkan lima macam tingkatan produk, diantaranya: 1. Produk Utama (Core Benefit) Produk utama merupakan sekumpulan jasa/manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli pelanggan. Pemasar harus memandang dirinya sendiri sebagai pemberi
29
manfaat, dan pemasar harus dapat merubah produk utama ini menjadi produk generik (basic produk). 2. Produk Generik (Basic Product) Produk generik merupakan versi dasar dari produk utama. Artinya, pada produk utama tersebut terdapat manfaat bentuk dasar produk yang mampu memenuhi fungsi dasar produk. 3. Produk yang diharapkan (Expected Product) Merupakan satu set atribut produk dan persyaratan yang biasanya diharapkan, disenangi, serta disetujui pembeli ketika membeli produk tersebut. 4. Produk Tambahan (Augmented Product) Produk tambahan meliputi jasa tambahan dan manfaat yang dapat membedakan produk tersebut dengan produk pesaing. 5. Produk Potensial (Potential Product) Produk potensial merupakan semua tambahan dan perubahan yang mungkin didapat produk tersebut di masa depan apabila terjadi perubahan dan perkembangan teknologi serta selera konsumen. Disinilah perusahaanperusahaan berusaha mencari cara baru untuk memuaskan pelanggan dan membedakan penawarannya.
2.2.3 Hirarki Produk Setiap produk berkaitan secara hirarkis dengan produk-produk lainnya. Hirarki produk ini dimulai dari kebutuhan dasar sampai item tertentu yang dapat
30
memuaskan kebutuhan dasar tersebut. Menurut Kotler, hirarki produk terdiri dari tujuh tingkatan yaitu: 1. Keluarga kebutuhan (Need Family), yaitu kebutuhan inti yang mendasari keberadaan suatu kelompok produk. 2. Keluarga produk (Product Family), yaitu semua kelas produk yang dapat memenuhi suatu kebutuhan inti dengan efektivitas memadai. 3. Kelas produk (Product Class), yaitu sekelompok produk yang diakui mempunyai kesamaan fungsional. 4. Lini produk (Line Product), yaitu sekelompok produk dalam kelas produk yang berkaitan erat karena mereka melaksanakan suatu fungsi yang serupa, dijual pada kelompok pelanggan yang sama, dipasarkan melalui saluran distribusi yang sama, atau berada dalam rentang tertentu. 5. Jenis produk (Product Type), yaitu satu kelompok produk dalam satu lini produk, yang sama-sama memiliki satu dari berbagai kemungkinan bentuk produk tersebut. 6. Merek (Brand), yaitu satu atau beberapa produk dalam lini produk yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber atau karakter produk tersebut. 7. Unit produk (Item/Stockkeeping Unit/Product Variant), yaitu suatu unit tersendiri dalam suatu merek atau lini produk yang dapat dibedakan menurut ukuran, harga, penampilan, atau atribut lainnya.
31
2.2.4 Klasifikasi Produk Pemasar biasanya mengklasifikasikan produk berdasarkan macam-macam karakteristik produk seperti: daya tahan, wujud, dan penggunaannya. Berdasarkan daya tahan dan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok (Fandy Tjiptono, 2002:98) diantaranya: 1) Barang tidak tahan lama (Nondurable Goods), yakni barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Umur ekonomisnya kurang dari satu tahun. 2) Barang tahan lama (Durable Goods), yakni barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun atau lebih). Produk-produk tahan lama biasanya membutuhkan penjualan langsung dan pelayanan, marjin yang lebih tinggi, serta adanya garansi dari penjual. 3) Jasa (Service), merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Jasa bersifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, dan mudah habis. Akibatnya, jasa biasanya memerlukan lebih banyak pengendalian kualitas, kredibilitas pemasok, dan kemampuan penyesuaian. Berdasarkan penggunannya, produk dapat dibedakan menjadi barang konsumsi (Consumer’s Goods) dan barang industri (Industrial Goods). Barang konsumsi (Consumer’s Goods) terbagi menjadi: 1) Convenience goods, merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi, dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya
32
memerlukan usaha minimum dalam pembandingan dan pembeliannya. Convenience goods dikelompokkan menjadi tiga jenis diantaranya: a. Staples: Barang yang dibeli konsumen secara rutin, misalnya: sabun mandi, pasta gigi, deterjen. b. Impulse goods: Barang yang dibeli tanpa usaha pencarian/perencanaan, dipajang dibanyak tempat yang tersebar, sehingga konsumen tidak sulit mencarinya, misalnya: permen, majalah, coklat. c. Emergency goods: Barang yang dibeli apabila suatu kebutuhan dirasa konsumen sangat mendesak, misalnya: payung pada saat musim hujan. 2) Shopping goods, merupakan barang yang dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan karakteristiknya untuk melihat kecocokan, mutu, harga, serta modelnya. Shopping goods terbagi menjadi dua jenis yaitu: a. Homogenous shopping goods: Barang yang memiliki mutu yang sama tetapi harga yang berbeda. Contoh: tape recorder, televisi, mesin cuci. b. Heterogenous shopping goods: Barang-barang yang kualitasnya dianggap lebih penting dibandingkan harganya. Contoh: perlengkapan rumah tangga, meubel, pakaian. 3) Specialty goods: Barang-barang yang memiliki karakteristik unik, untuk itu sekelompok pembeli berusaha untuk membelinya, umumnya terdiri dari barang-barang mewah dengan merek dan model spesifik. Contoh: Cristian Dior, Versace, Yves Saint Laurence.
33
4) Unsought goods: Barang-barang yang tidak diketahui oleh konsumen secara umum dan biasanya mereka tidak terfikir untuk membelinya. Contoh: asuransi jiwa, batu nisan, tanah perkuburan. Sedangkan, barang industri (Industrial Goods) diklasifikasikan mejadi: 1) Material and Parts (Bahan baku dan Suku cadang): Barang-barang yang memasuki produk secara lengkap seperti: bahan mentah serta bahan olahan, dan suku cadang. 2) Capital Items (Barang modal): Barang tahan lama yang memberi kemudahan dalam mengembangkan/mengelola produk jadi. Capital items terbagi menjadi instalasi dan peralatan tambahan. 3) Supplies and Service (Perlengkapan dan Jasa): Barang-barang tidak tahan lama dan jasa, yang memberi kemudahan dalam mengembangkan/mengelola keseluruhan produk jadi. Supplies and service terbagi menjadi: supplies (jasa perawatan dan perbaikan), dan business service (konsultasi bisnis).
2.3 Diferensiasi Produk 2.3.1 Pengertian Diferensiasi Produk Secara rasional, konsumen dalam membeli suatu produk menuntut produk yang baik, dengan adanya perbedaan yang unik dari produk tersebut. Diferensiasi didefinisikan sebagai tindakan merancang satu set perbedaan yang berarti, untuk membedakan penawaran perusahaan dengan penawaran pesaing (Phillip Kotler, 1997:4).
34
Menurut Porter (1994:128), “Differentiation is a firm differentiates it self from it’s competitiors, if it can be unique at something that is valuable to buyers”. Artinya, diferensiasi merupakan cara suatu perusahaan untuk membedakan produknya dengan produk pesaing melalui suatu keunikan (ciri khas produk) yang membuat konsumen menjadi tertarik. Diferensiasi produk menyatakan banyak hal, tidak hanya sekedar ciri-ciri khusus produk saja, tetapi juga pembedaan produk melalui atribut-atribut fisik. Suatu produk dapat dikatakan istimewa apabila mempunyai keunggulan superior secara substansial. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diferensiasi produk merupakan cara perusahaan untuk memenangkan persaingan dengan perusahaan pesaing melalui suatu daya pembeda/keunikan produk dan atribut produk lainnya, sehingga dipersepsikan sebagai produk yang memiliki nilai lebih oleh konsumen. Dalam mengembangkan sistem pemasaran, perusahaan harus menemukan cara khusus untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, karena jumlah peluang diferensiasi berbeda untuk setiap jenis industri. Boston Consulting Group (BCG) (Phillip Kotler, 1997:389-390) membedakan empat jenis industri berdasarkan jumlah keunggulan kompetitif yang tersedia beserta ukurannya yaitu: 1. Industri volume: Industri dimana perusahaan dapat memperoleh sedikit keunggulan yang besar. Contoh: industri alat berat, dimana perusahaan dapat mencoba mengeluarkan biaya rendah, tetapi produk yang dihasilkannya memiliki daya pembeda dan dapat unggul banyak.
35
2. Industri mati langkah: Industri dimana terdapat beberapa kemungkinan keunggulan, namun masing-masing berukuran kecil. Contoh: industri baja, dalam industri ini sulit untuk membedakan hasil produk/biaya produksinya. 3. Industri terfragmentasi: Industri dimana terdapat banyak kemungkinan perbedaan, namun masing-masing skalanya kecil. Contoh: suatu restoran dapat membedakan diri dengan banyak cara, namun pangsa pasarnya tidak akan besar. Laba yang didapat tidak tergantung dari ukuran besar kecilnya restoran. 4. Industri terspesialisasi: Industri dimana terdapat banyak kemungkinan perbedaan, dan masing-masing dapat bernilai tinggi. Contoh: perusahaan yang membuat peralatan khusus untuk segmen pasar tertentu, dalam industri ini, perusahaan kecil labanya bisa sama dengan perusahaan besar. Jenis industri berdasarkan jumlah keunggulan kompetitifnya diperjelas dalam Gambar 2.3 berikut.
Cara Mendapatkan Keunggulan
Banyak
Sedikit
TERSPESIALISASI TERFRAGMENTASI
MATI LANGKAH
Kecil
VOLUME
Besar
Besarnya Keunggulan
Sumber: Phillip Kotler, 1997:390
GAMBAR 2.3 MATRIKS BCG (BOSTON CONSULTING GROUPS) YANG BARU
36
Diferensiasi produk dapat dikatakan menyerupai suatu garis. Di ujung yang satu kita menemukan produk yang sangat terstandarisasi yang hanya memungkinkan sedikit variasi, di ujung yang lain adalah produk dengan diferensiasi tinggi. Disini penjual mempunyai banyak sekali parameter rancangan.
2.3.2 Ruang Lingkup Diferensiasi Produk Strategi diferensiasi menuntut suatu perusahaan menjadi unik di mata konsumen. Keunikan itu secara umum harus terdapat pada industri tersebut, dan mencakup atribut produk, sistem penyerahan barang atau jasa, serta pemasaran dalam memenuhi kebutuhan spesifik dari konsumen. Keunikan perusahaan dalam sebuah aktivitas nilai ditentukan oleh sejumlah penentu pokok yang sejalan dengan penentu biaya. Tanpa mengidentifikasi penentu keunikan, perusahaan tidak akan dapat benar-benar mengembangkan sarana menciptakan bentuk-bentuk diferensiasi baru atau mendiagnosis daya tahan diferensiasi yang ada. Menurut Porter (1994:122), faktor-faktor yang mendorong tercapainya keunikan antara lain: 1. 2. 3. 4. 5.
Ciri-ciri produk dan kemampuan kerja produk yang ditawarkan. Pelayanan yang disediakan (kredit, penyerahan, atau perbaikan). Intensitas aktivitas yang dilakukan (besarnya biaya pengiklanan). Isi aktivitas (informasi yang disediakan dalam pengolahan pesanan). Teknologi yang dipakai dalam melaksanakan sebuah aktivitas (presisi peralatan mesin, komputerisasi pengolahan pesanan). 6. Mutu masukan (input) yang diadakan bagi sebuah aktivitas. 7. Prosedur yang mengatur tindakan pegawai dalam sebuah aktivitas (prosedur pelayanan hakikat kunjungan penjualan, frekuensi inspeksi atau pengambilan sampel). 8. Tingkat keterampilan dan pengalaman pegawai yang bertugas menjalankan sebuah aktivitas dan pelatihan yang disediakan.
37
9. Informasi yang dipakai untuk mengendalikan sebuah aktivitas (temperatur, tekanan, dan variabel lain yang dipakai untuk mengendalikan reaksi kimia tertentu). Perusahaan melakukan diferensiasi terhadap para pesaingnya bilamana ia berhasil menampilkan keunikan yang dinilai penting oleh pembeli, disamping harga yang rendah. Perusahaan seringkali memandang diferensiasi dari segi produk fisik atau praktek pemasaran, bukan sebagai hal yang dapat diciptakan dimana saja dalam rantai nilai yang ada. Perusahaan juga dapat melakukan diferensiasi melalui keleluasaan aktivitas atau melalui cakupan bersaing. Menurut Porter (1994:121), faktor-faktor yang dapat membantu diferensiasi diantaranya: 1. Kemampuan melayani kebutuhan pembeli dimana saja. 2. Kesederhanaan pemeliharaan bagi pembeli jika suku cadang dan falsafah desain yang sama dipakai bagi lini yang luas. 3. Kesamaan tempat yang dapat dituju oleh pembeli untuk melakukan pembelian. 4. Kesamaan tempat bagi pelayanan pelanggan. 5. Keunggulan kompatibilitas dibandingkan dengan produk lain. Saluran distribusi dapat juga menjadi sumber kekuatan perusahaan. Menurut Porter (1994:121), perusahaan dapat meningkatkan peran saluran distribusi sebagai sumber diferensiasi dengan cara: 1. Menyeleksi pesaing untuk mencapai konsistensi dalam sarana, kemampuan, atau citra. 2. Menetapkan standar dan kebijakan mengenai cara pengoperasian saluran. 3. Menyediakan bahan pengiklanan dan pelatihan (training) untuk digunakan saluran. 4. Menyediakan dana agar saluran dapat menawarkan kredit.
2.3.3 Tahapan dan Cara Menjaga Diferensiasi Produk Hermawan Kertajaya (2004:149) mengemukakan beberapa tahapan dalam membangun diferensiasi produk, diantaranya:
38
1) Lakukan strategi STP (Segmenting, Targeting, Positioning) 2) Dari positioning tersebut, analisa dengan baik sumber-sumber diferensiasi yang memungkinkan, baik yang telah ada saat ini maupun yang memiliki potensi untuk menjadi basis diferensiasi di masa yang akan datang. 3) Uji diferensiasi perusahaan apakah sustainable atau tidak. Setelah melakukan analisa kemungkinan basis diferensiasi yang bisa dihasilkan oleh perusahaan baik dari segi konten, konteks, infrastruktur, diferensiasi bukan hanya untuk satu atau dua hari saja, diferensiasi harus membuat produk bertahan di pasar. 4) Komunikasikan diferensiasi, melalui beberapa kriteria diantaranya: a. Simple: Mengkomunikasikan diferensiasi yang ditawarkan dalam bahasa yang sederhana serta kata-kata yang singkat. b. Meaningfull: Memilih kata-kata yang singkat tetapi bermakna. c. Focus: Menuju satu titik dimana perusahaan tampil beda dan meninggalkan pesaing. Hermawan Kertajaya (2004:150) mengemukakan beberapa cara untuk menjaga diferensiasi yang sudah terbentuk, diantaranya sebagai berikut: 1) Melakukan ekstensi merek untuk mengeksploitasi fokus pada core differentiation, pasar tetap bersumber pada diferensiasi utama yang dimiliki. 2) Be consistent, untuk mempertahankan diferensiasi agar tidak membingungkan konsumen. 3) Evolve your differentiation, jangan pernah puas dengan diferensiasi yang sudah dimiliki, dan harus terus diperkuat dari waktu ke waktu. Setelah membangun cara dan tahapan diferensiasi, terdapat beberapa syarat penting untuk memperkuat diferensiasi produk. Hermawan Kertajaya (2000:15) mengemukakan syarat-syarat tersebut diantaranya: 1) Keunikan Produk: Produk dan merek harus memiliki keunikan yang sulit di mata pesaing. Agar sulit ditiru, diferensiasi harus tersusun dari beragam aktivitas yang cukup banyak dan kompleks, serta saling terkait satu sama lain. Produk yang unik adalah senjata yang tidak mudah ditiru oleh pesaing. 2) Value: Diferensiasi harus menghasilkan value yang terbaik dan diinginkan oleh pelanggan, bersifat customer focus, artinya perbedaan yang diciptakan harus mampu memberi manfaat yang sangat tinggi di mata pelanggan. Untuk
39
dapat melakukannya, langkah awal dalam menyusun diferensiasi produk adalah harus mampu secara jeli menguraikan kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan harapan (expectations) dari setiap pelanggan. 3) Keunggulan Produk: Diferensiasi harus dapat menciptakan keunggulan dibandingkan produk pesaing. Agar tercipta diferensiasi yang kokoh, produk harus setingkat lebih tinggi daripada produk pesaing. Kuncinya adalah inovasi, baik inovasi produk, pelayanan, maupun strategi.
2.3.4 Variabel Diferensiasi Produk Menurut Phillip Kotler dalam A.B Susanto (2001:390), variabel diferensiasi produk terdiri dari: bentuk, keistimewaan (feature), kinerja (performance quality), kesesuaian (conformance quality), daya tahan (durability), keandalan (reliability), mudah diperbaiki (repairability), gaya, dan rancangan (design). 1. Bentuk Keragaman bentuk produk merupakan kemampuan produk untuk menjadi pembeda dengan produk pesaing yang sejenis dalam bentuk, model, serta struktur fisik produk yang unik. 2. Keistimewaan Keistimewaan produk merupakan suatu versi dasar atau kerangka produk, serta sifat yang menunjang fungsi dasar dari suatu produk. Kebanyakan produk dapat ditawarkan dengan berbagai ciri serta keistimewaan. Perusahaan dapat mulai menambahkan keistimewaan melalui versi dasar produk, dan membuat versi lain dengan menambahkan ciri/keistimewaan baru.
40
3. Kinerja Kinerja mengacu pada tingkat dimana karakteristik dasar produk beroperasi. Kinerja produk juga menunjukkan tingkat operasi sifat utama produk. Kebanyakan perusahaan mulai pada salah satu tingkat kinerja: rendah, biasa, tinggi, dan unggul. Strategic Planning Institute (Phillip Kotler dalam A.B Susanto, 2000:393) mempelajari pengaruh mutu produk dan menemukan korelasi positif antara mutu produk dan pengembalian investasi. Perusahaan yang menghasilkan produk bermutu tinggi akan menghasilkan laba yang lebih banyak, karena, produk bermutu tinggi memperoleh harga tinggi pula, lebih banyak pembelian ulang, konsumen lebih loyal, dan kesan yang lebih baik. Beberapa perusahaan mengurangi kualitas produknya untuk mengimbangi kenaikan biaya, dengan harapan konsumen tidak akan merasakan adanya perbedaan pengurangan kualitas produk. Perusahaan lain sengaja mengurangi kualitas untuk meningkatkan laba saat ini, walaupun tindakan ini sangat merusak profitabilitas jangka panjang perusahaan. 4. Kesesuaian Kesesuaian merupakan suatu tingkat dimana semua unit yang diproduksi identik dan memenuhi spesifikasi sasaran yang dijanjikan. Kesesuaian juga mengukur sejauh mana sifat rancangan dan operasi produk mendekati standar yang dituju. Hal ini menunjukkan apakah barang yang diproduksinya semuanya sama dan memenuhi spesifikasi, atau sebaliknya. Dengan kesesuaian rendah, banyak konsumen yang tidak memperoleh kinerja yang
41
dianjikan dan akan kecewa. Salah satu sebab produsen memiliki reputasi tinggi adalah kesesuaian produk yang tinggi, sehingga konsumen puas. 5. Daya Tahan Daya tahan merupakan suatu ukuran usia operasi produk yang diharapkan berada dalam kondisi normal dan atau berat. Daya tahan juga mengukur harapan hidup produk/usia produk. Konsumen bersedia membayar lebih mahal untuk produk yang usianya lebih tahan lama, tetapi tentu ada syaratnya yaitu: a. Selisih harga penjualan tidak boleh terlalu mahal, b. Produk tersebut tidak boleh tergantung pada mode atau teknologi, karena menjadi mudah ketinggalan zaman/teknologi. 6. Keandalan Keandalan merupakan suatu ukuran kemungkinan produk tidak akan mengalami kerusakan atau gagal dalam suatu periode waktu tertentu. Konsumen rela untuk membeli produk dengan harga lebih tinggi demi mendapatkan produk yang handal dan berkualitas. Hal tersebut dilakukan karena secara rasional konsumen akan menghindari biaya kerusakan yang tinggi serta waktu perbaikan produk yang mengalami kerusakan tersebut. 7. Mudah Diperbaiki Mudah diperbaiki merupakan suatu ukuran kemudahan untuk memperbaiki suatu produk yang mengalami kerusakan atau gagal. Idealnya, suatu barang dapat diperbaiki oleh pemakai sendiri dengan cepat dan dengan biaya yang rendah. Apabila produk tersebut tidak dapat diperbaiki sendiri oleh
42
pemiliknya, produk harus mempunyai ciri diagnostik, sehingga teknisi dapat memperbaikinya dari jauh atau memberi petunjuk pada pemakai bagaimana cara-cara untuk memperbaiki barang yang rusak tersebut. Konsumen pada umumnya bersedia untuk membayar lebih tinggi demi mendapatkan produk yang mudah diperbaiki. 8. Gaya Gaya mengacu pada bagaimana penampilan produk di mata konsumen. Keuntungan gaya adalah keunikan produk yang sulit ditiru oleh produk pesaing. Banyak konsumen yang rela membayar lebih mahal untuk produk yang lebih bergaya. Gaya berkaitan erat dengan kemasan. Kemasan memberi kesan pertama pada pembeli dan membuatnya berkata “ya” atau “tidak”. Perusahaan dapat menggunakan kemasan sebagai senjata untuk membedakan gaya, terutama dalam produk makanan, kosmetik, dan peralatan dapur. Produk yang bergaya tinggi tidak selalu berarti kinerja produk yang tinggi, misalnya, kursi yang tampak bagus mungkin tidak enak untuk diduduki. Saat ini tidak sedikit perusahaan yang kurang memperhatikan gaya/kemasan, sehingga produknya menjadi membosankan dan tidak menarik. 9. Rancangan Rancangan merupakan totalitas dari keistimewaan yang mempengaruhi cara penampilan dan fungsi suatu produk dalam hal kebutuhan pelanggan. Kedelapan
poin
di
atas
merupakan
parameter
rancangan
(kekuatan
pengintegrasi). Merancang produk itu sulit karena si perancang harus harus menentukan berapa banyak yang harus ditanamkan dalam pengembangan
43
variabel-variabel diferensiasi di atas dengan mengikuti pedoman “bentuk mengikuti fungsi”. Dari sudut pandang perusahaan, produk yang dirancang dengan
baik
adalah
produk
yang
mudah
untuk
diproduksi
serta
didistribusikan. Sedangkan dari sudut pandang pelanggan, produk yang dirancang dengan baik adalah produk yang memiliki nilai-nilai keindahan (estetika), mudah untuk dipasang, digunakan, diperbaiki, serta dibuang. Rancangan yang baik harus dapat menarik perhatian, meningkatkan mutu serta kinerja produk, menurunkan biaya, serta menyampaikan nilai kepada pasar sasaran. Menurut Diater Ram dalam Philip Kotler (A.B Susanto, 2000:397), desain yang baik harus inovatif, dapat meningkatkan kegunaan suatu produk, memiliki nilai-nilai estetis, dapat menunjukkan struktur logis produk itu, tidak mengganggu, jujur, tahan lama, konsisten sampai ke detailnya, sadar lingkungan, serta minimalis.
2.4 Keputusan Pembelian 2.4.1 Pengertian Keputusan Pembelian Schiffman dan Kanuk (Perilaku Konsumen, 289:2003) mendefinisikan keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan harus memiliki berbagai pilihan alternatif. Menurut Philip Kotler (1997:171), keputusan pembelian merupakan tahap dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap untuk melakukan transaksi pembelian atau pertukaran antara uang dan janji untuk membayar dengan hak
44
kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Sedangkan menurut Philip Kotler dan Amstrong (2001:226), keputusan pembelian merupakan suatu tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian, dimana konsumen benar-benar membeli. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian merupakan suatu tindakan dalam proses pengambilan keputusan pembelian, dimana konsumen benar-benar melakukan pembelian terhadap suatu produk dalam suatu transaksi jual beli yang terjadi di pasar.
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen Dalam perkembangan konsep pemasaran, konsumen ditempatkan sebagai pusat perhatian. Perusahaan berusaha mengkaji aspek-aspek konsumen dalam rangka mengembangkan strategi pemasaran yang efektif dan diharapkan mampu meraih pangsa pasar yang ada. Namun sebelum itu, perusahaan harus mengenal konsumen sasarannya melalui perilaku, terutama perilaku pembelian konsumen. Beberapa hal yang harus dipelajari dari perilaku konsumen antara lain: apa, mengapa, bagaimana, kapan, dimana, dan seberapa sering konsumen membeli. Perilaku merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang dalam reaksi terhadap rangsangan stimulus. Stimulus tersebut dapat berasal dari dalam ataupun dari luar dirinya. Untuk mengetahui hubungan antara rangsangan pemasaraan dengan perilaku konsumen, Kotler (2000:183) menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen, diantaranya sebagai berikut:
45
BUDAYA
Kultur
Subkultur
Kelas Sosial
SOSIAL
Kelompok acuan
Keluarga
Peran dan Status
KEPRIBADIAN
KEJIWAAN
Usia, Tahap dan Siklus hidup
Motivasi
Jabatan
Persepsi
Keadaan Perekonomian
Pengetahuan
Gaya hidup
Kepercyaan dan Sikap
PEMBELI
Kepribadian dan Konsep diri
Sumber: Phillip Kotler (2000:183)
GAMBAR 2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMBELIAN
1. Faktor Budaya Kebudayaan merupakan konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari, dan hasil tingkah laku yang unsur-unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu. Budaya terdiri atas tiga bagian yaitu: 1) Budaya, merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. 2) Sosial budaya, terdiri dari bangsa, agama, kelompok ras, dan daerah geografis.
46
3) Kelas sosial yang berbentuk sistem kasta, dimana anggota kasta yang berbeda dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta mereka. 2. Faktor Sosial Faktor sosial merupakan bagian kelompok dari masyarakat yang mempunyai kesamaan dalam nilai, kepentingan, dan perilaku. Faktor sosial terbagi menjadi: a. Kelompok referensi: Terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. b. Keluarga: Merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi objek penelitian yang ekstensif. c. Peran dan Status: Merupakan seseorang yang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya dalam keluarga. 3. Faktor Pribadi Pribadi yang ada dalam diri seseorang dapat mempengaruhi perilakunya atau perilaku yang lain sebagai konsumen. Sub-sub faktor pribadi terdiri atas: usia atau tahap daur hidup, pekerjaan, keadaaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri 4. Faktor Psikologis/Kejiwaan Faktor kejiwaan yang mempengaruhi perilaku individu terdiri atas empat sub faktor, yaitu: motivasi, persepsi, pengetahuan, serta sikap dan keyakinan. Faktorfaktor tersebut mempengaruhi perilaku konsumen terutama dalam proses
47
pengambilan keputusan untuk membeli, mengkonsumsi, dan mengatur perpaduan konsumsi seperti yang disajikan dalam Gambar 2.5 berikut.
Kekuatan Kelompok -
Pengaruh Psikologi
Kebudayaan Kelas sosial Kelompok Keluarga
- Pengalaman - Kepribadian - Sikap & Kepercayaan - Konsep diri
Pembentukan Persepsi Konsumen
Perilaku Konsumen
Proses Pengambilan Keputusan
Adanya Kebutuhan
Identifikasi Alternatif
Evaluasi Alternatif
Perilaku Setelah Membeli
Sumber: Buchari Alma (1988:47)
GAMBAR 2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMBELIAN INDIVIDU
48
Terdapat beberapa motif yang mendorong terjadinya tindakan pembelian konsumen (Buying motives) diantaranya: 1) Primary buying motives, yakni motif untuk pembeli yang sebenarnya. Contoh: orang yang merasakan lapar, maka secara rasional ia akan segera mencari makanan untuk memuaskan keinginannya. 2) Selective buying motives, yakni pemilihan terhadap suatu barang. Selective buying motives dapat dikelompokkan ke dalam hal-hal sebagai berikut:
Berdasarkan rasio, misalnya: seseorang yang ingin pergi ke Kota Jakarta, ia cukup membeli karcis kereta api kelas ekonomi saja. Hal tersebut dilakukan untuk menghemat pengeluaran.
Berdasarkan waktu, misalnya: seseorang yang membeli makanan kaleng dengan alasan agar mudah disajikan dan menghemat waktu penyajian.
Berdasarkan emosi, misalnya: seseorang yang membeli suatu produk karena
meniru
orang
lain
yang
telah
lebih
dahulu
membeli/mengkonsumsi produk tersebut. 3) Patrionage buying motives, motif pembelian ini ditujukan kepada tempat/toko tertentu, timbul karena layanan yang memuaskan, jarak yang dekat dari tempat tinggal, persediaan barang yang cukup, dan sebagainya.
2.4.3 Model Konsumen dalam Mengambil Keputusan Untuk memudahkan pemahaman terhadap perilaku konsumen, Phillip Kotler (2000:161) membuat model yang disebut model perilaku konsumen. Model tersebut digambarkan sebagai berikut:
49
Marketing Stimuli
Other Stimuli
Product Price Place Promotion
Economic Technology Political Cultural
Buyer’s Characteristics Cultur Social Personal Pshycological
Buyer’s Decision Process
Buyer’s Decision
Problem recognition Information search Evaluation of alternative Purchase decision
Product choise Brand choise Dealer choise Purchase choise
Sumber: Phillip Kotler (2000:161)
GAMBAR 2.6 MODEL PERILAKU KONSUMEN
Titik tolak memahami konsumen adalah model rangsangan tanggapan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6. Rangsangan pemasaran dan lingkungan masuk ke dalam kesadaran pembeli. Karakteristik dan proses pengambilan keputusan pembeli menghasilkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasaran adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembelian antara datangnya stimuli luar dan keputusan pembelian. Menurut Buchari Alma (2004:52), di dalam diri individu terdapat beberapa masukan yang mendorong ia membeli suatu produk. Masukan itu adalah: 1. Adanya uang tunai atau kemampuan membayar bila akan membayar secara kredit, 2. Adanya pengaruh dari teman sejawat atau keinginan dari dalam diri sendiri, 3. Adanya pengaruh dari reklame atau alat promosi lainnya. Menurut Schiffman dan Kanuk (2000:98), dalam mengambil keputusan pembelian terdapat beberapa jenis konsumen. Adapun beberapa konsumen tersebut diantaranya:
50
a. mampu mengenal secara benar alternatif yang ada, Economic Man Dalam pasar persaingan sempurna, konsumen sering didorong sebagai economic man, yaitu seseorang yang membuat keputusan secara rasional untuk bertindak secara rasional, dimana konsumen harus sadar akan alternatif produk yang tersedia, harus keuntungan dan kerugian produk yang akan dibeli, dan harus dapat memastikan bahwa produk yang ditawarkan itu adalah alternatif yang terbaik, meskipun jarang memiliki informasi yang cukup dan akurat atau bahkan tingkat keterlibatan atau motivasi untuk membuat keputusan yang sempurna. b. Passive Man Model ini adalah lawan dari economic man. Passive man digambarkan sebagai konsumen yang penuh terhadap keinginan dan promosi dari pemasar. Produsen dapat menggunakan formulasi yang dikenal dengan AIDA (Attention, Interest, Desire, and Action). Konsumen terkadang melakukan pembelian implusit dan tidak rasional. c. Cognitive Man Model cognitive man merupakan gambaran dari konsumen yang realistis dan menggambarkan konsumen yang berada diantara model economic man dan passive man, yaitu konsumen yang tidak memiliki cukup pengetahuan dan oleh karenanya tidak dapat membuat keputusan yang tepat. Tetapi meskipun demikian, mereka aktif mencari informasi dan berusaha membuat keputusan yang memuaskan.
51
d. Emotional Man Pada kenyataannya mungkin konsumen menghubungkan perasaan dan emosi, prestise, harapan, kesenangan. Dalam melakukan pembelian secara emosional ini konsumen cenderung kurang memperhatikan perasaan dan suasana hati. Namun, hal ini bukan berarti emotional man mengambil keputusan secara rasional maka pengambil keputusan tersebut juga rasional. Berdasarkan tujuan pembelian, tipe konsumen dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok diantaranya: 1) Konsumen akhir, terdiri atas individu dan rumah tangga yang tujuan pembeliannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk dikonsumsi. 2) Konsumen organisasional, terdiri atas: pemakai industri pedagang dan lembaga non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk keperluan bisnis (memperoleh laba) atau untuk kesejahteraan anggotanya. Terdapat lima macam peranan yang dapat dilakukan konsumen. Ada kalanya kelima peran ini dipegang oleh satu orang, namun sering pula oleh beberapa orang. Pemahaman tentang masing-masing peran ini sangat berguna bagi produsen dalam rangka memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Menurut Kotler (2000:215), kelima peran itu meliputi: 1) Pemrakarsa (Initiator), yakni orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan/kebutuhan yang belum terpenuhi, dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang/jasa tertentu.
52
2) Pemberi pengaruh (Influencer), yakni orang yang pandangan, nasehat atau pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian. 3) Pengambil keputusan (Decider), yakni orang yang menentukan keputusan pembelian, misalnya: jadi atau tidaknya membeli, apa yang dibeli, bagaimana cara membeli, atau dimana membelinya. 4) Pembeli (Buyer), yakni orang yang melakukan pembelian aktual. 5) Pemakai (User), yakni orang yang mengkonsumsi/menggunakan barang/jasa yang dibeli.
2.4.4 Tipe-Tipe Pengambilan Keputusan Konsumen Proses pengambilan keputusan konsumen sangat bervariasi, ada yang sederhana dan ada pula yang kompleks. Hawkins et al. (1992) dan Engel et al. (1990) dalam Fandy Tjiptono (2001:20), membagi proses pengambilan keputusan ke dalam tiga jenis yaitu: 1) Proses pengambilan keputusan yang luas (Extended Decision Making) Merupakan jenis pengambilan keputusan yang paling lengkap, bermula dari pengenalan masalah konsumen yang dapat dipecahkan melalui pembelian beberapa produk. Untuk keperluan ini, konsumen mencari beberapa informasi tentang produk/merek tertentu dan mengevaluasi seberapa baik masing-masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya. Evaluasi
produk/merek
akan
mengarah
pada
keputusan
selanjutnya konsumen akan mengevaluasi hasil dari keputusannya.
pembelian,
53
Proses pengambilan keputusan yang luas terjadi untuk kepentingan khusus bagi konsumen atau untuk perilaku konsumen yang membutuhkan keterlibatan tinggi, misalnya: pembelian produk-produk yang mahal, mengandung nilai prestise, dan digunakan untuk waktu yang lama, dapat pula untuk kasus pembelian produk yang dilakukan pertama kali. Beberapa contoh produk yang pada umunya tergolong produk ini adalah: mobil, komputer notebook, sepeda motor, rumah mewah, antena parabola, dan sebagainya. 2) Proses pengambilan keputusan terbatas (Limited Decision Making) Proses ini terjadi apabila konsumen mengenal masalahnya, kemudian mengevaluasi beberapa alternatif produk/merek berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tanpa berusaha (atau hanya melakukan sedikit usaha) mencari beberapa informasi baru tentang produk/merek tersebut. Ini biasanya berlaku untuk pembelian produk-produk yang kurang penting atau yang bersifat rutin. Dimungkinkan pula bahwa proses pengambilan keputusan terbatas ini terjadi pada kebutuhan yang sifatnya emosional atau juga pada environmental needs. 3) Proses pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (Habitual Decision Making) Proses ini merupakan suatu proses yang sederhana, dimana konsumen mengenal masalahnya dan langsung mengambil keputusan untuk membeli merek kegemarannya (tanpa evaluasi alternatif). Evaluasi hanya terjadi bila merek yang dipilih tersebut ternyata tidak sesuai dengan harapan. Produk yang biasa dibeli melalui proses ini antara lain: sabun mandi, pasta gigi,
54
makanan ringan, minyak rambut, dan sebagainya. Proses pengambilan keputusan diuraikan lebih lanjut pada Gambar 2.7 berikut.
Keterlibatan Rendah
Keterlibatan Tinggi
Pengambilan Keputusan Kebiasaan
Pengambilan Keputusan Terbatas
Pengambilan Keputusan yang Luas
Pengenalan Masalah Selektif
Pengenalan Masalah Generik
Pengenalan Masalah Generik
Pencarian Informasi Internal (Terbatas)
Pencarian Informasi - Internal - Eksternal (Terbatas)
Pencarian Informasi - Internal - Eksternal
Evaluasi Alternatif - Sedikit atribut - Aturan keputusan sederhana - Sedikit alternatif
Evaluasi Alternatif - Banyak atribut - Aturan keputusan kompleks - Banyak alternatif
Pembelian
Pembelian
Pembelian
Purna Beli (Tidak ada kecocokan, Evaluasi sangat terbatas)
Purna beli - Tidak ada ketidakcocokan - Evaluasi terbatas
Purna beli -Ketidakcocokan -Evaluasi kompleks
Sumber: Fandy Tjiptono, 2001:23
GAMBAR 2.7 TIPE-TIPE PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
55
2.4.5 Tahapan dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen Tahapan dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen dijelaskan oleh Kotler (2006:174) dalam Gambar 2.8 berikut:
Memilih merek
Memilih produk
Memilih pemasok
Penentuan waktu pembelian
Penentuan jumlah pembelian
Sumber: Philip Kotler (2006:74)
GAMBAR 2.8 MODEL KEPUTUSAN PEMBELIAN
Dari Gambar 2.8 di atas dapat dipaparkan penjelasan sebagai berikut: 1. Memilih produk Merupakan tahapan konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan lain. Dalam hal ini perusahaan harus memusatkan perhatiannya pada orang-orang yang berminat membeli sebuah produk serta alternatif yang dipertimbangkan. 2. Memilih merek Konsumen harus memutuskan merek mana yang akan dibeli. Setiap merek mempunyai perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus tahu bagaimana konsumen memilih sebuah merek. 3. Memilih pemasok/saluran pembelian Dalam tahap ini, konsumen harus mengambil keputusan tentang pemasok mana yang akan dikunjungi. Setiap konsumen berbeda-beda dalam hal menentukan penyalur, hal tersebut dikarenakan faktor lokasi yang dekat,
56
harga yang murah, persediaan barang yang lengkap, kenyamanan berbelanja, keleluasan tempat, dan sebagainya. 4. Memilih waktu pembelian Keputusan konsumen dalam pemilihan waktu pembelian dapat berbeda-beda, misalnya: ada yang melakukan pembelian setiap hari, satu minggu sekali, atau sebulan sekali disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhannya. 5. Memilih jumlah pembelian Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk yang akan dibeli pada suatu saat. Pembelian yang dilakukan mungkin lebih dari satu. Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan banyaknya produk sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda dari para pembeli. Inti dari pengambilan keputusan konsumen adalah pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Gambar dibawah ini adalah model umum proses pengambilan keputusan yang menjelaskan lima tahapan pembelian. Problem Recognition
Information Search
Evaluation of Alternative
Purchase Decition
Post Purchase Behavior
1. Pengenalan Kebutuhan (Problem Recognition) Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen mengahadapi suatu masalah yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi.
57
Menurut Kotler (2000:204), kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Ketika rangsangan ini mencapai titik tertentu maka ia akan menjadi sebuah dorongan. Rangsangan eksternal dapat dipicu oleh iklan televisi, atau saat melewati sebuah toko kue dan melihat roti segar yang merangsang rasa laparnya. Kebutuhan harus diaktifkan terlebih dahulu sebelum ia dapat dikenali. Seorang pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu dan kemudian mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen untuk mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan satu jenis produk. 2. Pencarian informasi (Information Search) Setelah mengidentifikasi masalah, konsumen akan mencari infomasi yang ia butuhkan guna menuntaskan masalahnya. Kotler (2000:205), menggolongkan sumber informasi ini dalam empat kelompok, yakni: 1. 2. 3. 4.
Sumber pribadi: kelurga, teman, tetangga, kenalan. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan. Sumber publik: media massa, organisasi konsumen peringkat. Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian dan pemakaian produk. Secara umum, konsumen mendapatkan sebagian besar informasi
tentang suatu produk dari sumber komersial, yaitu sumber yang didominasi pemasar. Namun, informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi. Setiap informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi
58
sebagai pemberi informasi, dan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi dan atau evaluasi. Pencarian informasi mulai dilakukan setelah konsumen memandang bahwa
kebutuhan
tersebut
dapat
dipenuhi
dengan
membeli
dan
mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi di luar (pencarian eksternal) seperti dijelaskan dalam Gambar 2.9 berikut. a. Pencarian Internal Kumpulan produk dan merek potensial
Kumpulan produk dan merek yang dikenal di pasar
Kumpulan yang dipertimbangkan: produk dan merek yang dipertimbangan
Kumpulan produk dan merek yang tidak dikenal di pasar
Kumpulan yang netral: produk dan merek dianggap tidak berbeda satu sama lain
Kumpulan yang tidak diterima: produk dan merek yang tidak bisa dipertimbangkan lagi
Sumber: Mowen & Minor (1998) dalam Perilaku Konsumen (2003:297)
GAMBAR 2.9 KATEGORI MEREK YANG DIINGAT DARI MEMORI SAAT PENCARIAN INTERNAL
Pada tahap pertama dalam pencarian internal, konsumen akan berusaha mengingat semua produk dan merek, dan mereka akan mendapatkan semua produk dan merek yang di kenalnya, konsumen juga akan mengingat
59
beberapa produk dan merek, tetapi tidak akan dikenalnya secara baik. Produk dan merek yang diingat tersebut akan muncul dari memori jangka panjang. Tahap kedua, konsumen akan terfokus kepada produk dan merek yang sudah sangat dikenalnya itu. b. Pencarian Eksternal Pencarian eksternal merupakan proses pencarian informasi tentang berbagai produk dan merek pembelian maupun konsumsi kepada lingkungan konsumen. Konsumen akan bertanya kepada teman, tenaga penjual atau mendengar informasi dari iklan. Informasi yang dicari melalui produk eksternal biasanya meliputi: alternatif merek yang tersedia, kriteria evaluasi untuk membandingkan merek, dan tingkat kepentingan dari berbagai kriteria evaluasi. Pencarian eksternal dibedakan ke dalam beberapa informasi diantaranya: a. Besarnya pencarian (Degree of search), yaitu seberapa banyak informasi yang dicari konsumen. b. Arah pencarian (Direction of search), yaitu kegunaan konsumen dalam memilih merek, toko, atribut, dan sumber informasi. c. Urutan pencarian (Sequence of search), yaitu bagaimana konsumen melakukan langkah-langkah kegunaan pencarian. 3) Evaluasi Alternatif (Purchase of Alternative Evolution) Evaluasi alternatif merupakan sutau proses mengenal pilihan produk dan merek serta memilih sesuai dengan selera konsumen. Pada proses ini, konsumen
membandingkan
berbagai
pilihan
alternatif
yang
dapat
60
memecahkan masalah yang dihadapinya. Menurut Mowen dan Minor (1998:301), pada tahap ini konsumen membentuk kepercayaan, sikap, dan intensif tentang alternatif produk yang dipertimbangkan tersebut. Faktorfaktor yang mempengaruhi pencarian informasi antara lain: 1) Faktor resiko produk: resiko keuangan, resiko waktu, resiko fungsi, resiko sosial, resiko psikologis, dan resiko fisik. 2) Faktor
karakteristik
konsumen:
pengetahuan
dan
pengalaman
konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografik. 3) Faktor situasi: waktu yang tersedia untuk belanja, kondisi psikologis konsumen, lokasi toko, resiko sosial dari situasi, ketersediaan informasi, tujuan belanja, dan jumlah produk yang tersedia. Berikut ini merupakan tabel proses evaluasi alternatif model pengambilan keputusan. TABEL 2.1 PROSES EVALUASI ALTERNATIF BERDASARKAN MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN Model Pengambilan Keputusan
Proses Evaluasi Alternatif
Keterlibatan Tinggi
Membandingkan kepercayaan terhadap atribut
Keterlibatan Rendah
Membandingkan sikap yang muncul Membandingkan sejumlah kecil kepercayaan atribut
Model Eksperiential
Membandingkan sikap yang muncul
Model Perilaku
Proses perbandingan tidak bisa dilakukan sebelum pembelian
Sumber: Mowen dan Minor (1998) dalam Perilaku Konsumen (2003:303)
61
Menurut Mowen dan Minor (1998), proses evaluasi alternatif akan mengikuti pola model pengambilan keputusan (Decision Making Perspective), model eksperential (The Eksperential Perspective) atau model perilaku (The behavioral perspective). Jika konsumen berada dalam kondisi keterlibatan tinggi terhadap produk (High-Involvement decision making), maka proses evaluasi alternatif akan mempunyai tiga tahap yakni: pembentukan kepercayaan, pembentukan sikap, dan keinginan berperilaku. Istilah akhir dari proses evaluasi alternatif pada keterlibatan tinggi adalah pembentukan sikap umum terhadap masing-masing alternatif. Pada situasi keterlibatan rendah, proses evaluasi alternatif hanya melibatkan pembentukan sedikit kepercayaan kepada alternatif pilihan, sedangkan sikap muncul setelah terjadi perilaku. Jika konsumen mengambil keputusan model eksperensial, maka proses evaluasi alternatif berfokus kepada penciptaan sikap, bukan kepada pembentukan kepercayaan. Pada proses evaluasi alternatif model perilaku, konsumen tidak membandingkan pilihan alternatif sebelum melakukan pembelian. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) dalam Perilaku Konsumen, (2003:303) terdapat tiga atribut penting yang sering digunakan dalam evaluasi yaitu: harga, merek, dan negara asal pembuat produk. Kotler (2000:205) mengemukakan beberapa konsep dasar yang akan membantu dalam memahami proses evaluasi. Pertama, konsumen berusaha memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari
62
solusi produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbedabeda dalam memberikan manfaat yang dicari untuk memuaskan kebutuhan. Konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang atribut-atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Tahap evaluasi alternatif menggambarkan tahap pengambilan keputusan dimana konsumen mengevaluasi alternatif-alternatif untuk membuat pilihan. Selama tahap-tahap ini konsumen harus: 1) Menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif; 2) Memutuskan alternatif mana yang harus dipertimbangkan; 3) Menilai kinerja dan alternatif yang akan dipertimbangkan; 4) Memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan Akhir. 4) Menentukan Alternatif Pilihan Konsumen
akan
mendapatkan
sejumlah
merek
yang
akan
dipertimbangkan dan mengurangi jumlah alternatif merek yang akan dipertimbangkan lebih lanjut, juga akan membagi merek tersebut ke dalam beberapa kelompok sebagai berikut: a. Kelompok merek yang tidak berbeda (The Inert Set) The Inert Set merupakan kumpulan merek yang dianggap tidak mempunyai kelebihan sehingga konsumen tidak mengevaluasinya
63
secara negatif atau positif. Konsumen tidak akan termotivasi untuk mempertimbangkannya lagi lebih lanjut. b. Kelompok merek yang dinilai (The Inept Set) Konsumen
mungkin
memperoleh
informasi
dari
orang-orang
disekelilingnya tentang buruknya merek tersebut, atau konsumen sendiri yang telah mengalami kekecewaan dari produk tersebut. Konsumen tidak mempertimbangkan produk tersebut untuk dibeli. c. Consideration set/Evoked Set Merupakan sejumlah merek yang akan dievaluasi selanjutnya, dan konsumen akan memilih salah satu dari merek-merek tersebut. 5) Menentukan Pilihan Produk Dalam menentukan pilihan produk, konsumen menggunakan beberapa teknik pemilihan (Decision Rules) yakni: a. Teknik Kompensatori (Compensatory Decision Rules) Dalam teknik ini kelebihan suatu atribut produk dari sebuah merek dapat menutupi kelemahan dari atribut lainnya. Teknik ini diterapkan konsumen pada situasi keterlibatan tinggi. Prinsipnya, konsumen tidak melihat kelemahan dari satu atribut, tetapi apakah atribut yang lemah tersebut
dapat
ditutupi/dikompensasi
oleh
atribut
lain
yang
mempunyai kelebihan tinggi. b. Teknik Nonkompensatori (Noncompensatory Decision Rules) Pada teknik ini, skor yang tinggi pada satu atribut tidak bisa menutupi atau mengkompensasi skor yang rendah pada atribut lain. Konsumen
64
membandingkan skor atribut satu persatu. Teknik ini dipakai untuk mencapai keputusan yang memuaskan (Satisfying model of decision). Model ini cocok untuk pengambilan keputusan dengan keterlibatan rendah karena konsumen tidak perlu mencapai keputusan optimal, tetapi cukup keputusan yang “cukup baik” (Good enough). 6) Keputusan Pembelian (Purchase Decision) Menurut Kotler (2000:207), terdapat dua faktor yang berbeda diantara niat dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah pendirian orang lain. Sejauhmana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai orang lain akan bergantung pada dua hal: 1) Intensitas pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen. 2) Motivasi keinginan konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Faktor ini muncul dan mengubah niat pembelian. Pembelian meliputi keputusan konsumen tentang apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Engel (Ujang Sumarwan, 2003:310) menggolongkan pembelian barang/jasa yang dilakukan konsumen ke dalam tiga faktor diantaranya: 1) Pembelian yang terencana sepenuhnya: Pembelian dimana konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan.
65
2) Pembelian yang setengah terencana: Pembelian dimana konsumen sudah tahu ingin membeli produk sebelum memasuki swalayan, tetapi mungkin ia tidak tahu merek yang akan dibelinya sampai ia bisa memperoleh informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display produk tersebut di toko. 3) Pembelian yang tidak terencana: Pembelian dimana keinginan untuk membeli produk muncul ketika konsumen berada di toko. Konsumen merasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk. 7) Proses Pembelian Peter dan Olson (1999) dalam Ujang Sumarwan (2003:311) mengemukakan beberapa perilaku yang dilakukan dalam proses pembelian barang-barang konsumen di toko eceran, diantaranya: 1) Tahap pra pembelian:
Mencari informasi (Information contact)
Mengambil dana (Fund access)
2) Tahap Pembelian, diantaranya:
Berhubungan dengan toko (Store contact): Adanya keinginan membeli produk akan mendorong konsumen untuk mencari toko tempat ia membeli produk tersebut.
Mencari produk (Product contact): Produsen berkepentingan untuk mempromosikan produknya agar konsumen tertarik. Dalam hal ini produsen biasanya menerapkan dua strategi diantaranya:
66
a. Push Strategy: pemberian diskon dan insentif dagang kepada pengecer agar pengecer terdorong untuk meningkatkan penjualan produk. b. Pull Strategy: pemberian diskon/kupon potongan harga kepada konsumen agar mereka tertarik untuk membeli produk. 1. Transaksi: suatu tahap dilakukannya pertukaran barang dan jasa dengan uang, dan memindahkan pemilikan barang dari toko ke konsumen. 8) Konsumsi Setelah konsumen membeli produk/jasa, biasanya akan diikuti oleh proses komunikasi atau penggunaan produk. Produk yang dikonsumsi digolongkan menjadi dua jenis yaitu: a. Barang tahan lama (Durable Goods): mempunyai usia pakai yang panjang, dan alasan barang-barang tersebut tidak dipakai lagi adalah karena rusak atau tidak berfungsi. Contoh: peralatan dapur, furnitur, dan peralatan elektronik. b. Barang tidak tahan lama (Nondurable Goods): barang-barang yang akan habis jika dipakai atau digunakan. Contoh: makanan dan minuman, sabun, pasta gigi, dan kosmetik. Segera setelah membeli, konsumen akan mengkonsumsi produk. Ia akan mengevaluasi produk tersebut. Dengan kata lain, konsumen akan melakukan evaluasi antara kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk.
67
Konsumen yang merasa puas akan mengkomunikasikan produk kepada orang-orang di sekelilingnya, sehingga akan menstimuli konsumen potensial untuk membeli produk yang sama. Sebaliknya, konsumen yang merasa tidak puas akan menghambat pembelian selanjutnya dari pembeli potensial. 9) Perilaku Konsumen Paska Konsumsi Sebuah proses pengambilan keputusan pembelian tidak hanya berakhir dengan terjadinya transaksi pembelian, akan tetapi diikuti pula oleh tahap perilaku purnabeli (terutama dalam pengambilan keputusan yang luas). Dalam tahap ini konsumen merasakan tingkat kepuasan/ketidakpuasan tertentu yang akan mempengaruhi perilaku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang atau membeli produk lain di perusahaan yang sama di masa mendatang. Seorang konsumen yang merasa puas akan menyatakan hal-hal yang baik tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan kepada orang lain. Oleh karena itu, pembeli yang puas merupakan iklan yang baik (Bayus dalam Kotler, et al., 1996:21). Konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda, ada yang mendiamkan saja dan ada pula yang melakukan komplain. Berkaitan dengan hal ini, terdapat tiga kategori tanggapan/komplain terhadap ketidakpuasan (Singh, 1988, dalam Fandy Tjiptono, 2001:22) yakni:
68
1. Voice Response: Menyampaikan keluhan secara langsung dan meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan maupun kepada distributornya. 2. Private Response: Memperingatkan/memberitahu kolega, teman atau keluarganya tentang pengalamannya dengan produk/perusahaan yang bersangkutan.
Umumnya
tindakan
ini
sering
dilakukan
dan
dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan. 3. Third Party Response: Usaha meminta ganti rugi secara hukum, mengadu melalui media massa, mendatangi secara langsung lembaga konsumen, instansi hukum, dan sebagainya. Teori
yang
menjelaskan
bagaimana
kepuasan/ketidakpuasan
konsumen terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan sebelum pembelian dengan kenyataan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli Konsumen akan memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi (Performance Expectations). Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi kualitas, atau kualitas yang sesungguhnya dirasakan konsumen. Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen (Actual Performance) sebenarnya adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut. Di dalam mengevaluasi suatu produk/jasa, konsumen akan menilai berbagai atribut sebagai berikut:
69
Pengalaman produk dan merek Harapan tentang merek seharusnya berfungsi
Evaluasi tentang fungsi merek yang sesungguhnya
Evaluasi gap antara harapan dan yang sesungguhnya
Ketidakpuasan emosional: Merek tidak memenuhi harapan
Kepuasan emosional: Fungsi merek melebihi harapan
Konfirmasi harapan: Fungsi merek tidak berbeda dengan harapan
Sumber: Mowen dan Minor (1998) dalam Ujang Sumarwan (2003:323)
GAMBAR 2.10 DISKONFIRMASI HARAPAN DARI KEPUASAN DAN KETIDAKPUASAN
Setiap produk yang dicoba konsumen selalu dievaluasi performanya agar sesuai dengan harapannya. Terdapat tiga akibat yang mungkin dihasilkan dari evaluasi hasil tersebut, yakni: 1) Performa sesungguhnya yang sesuai harapan, mengarah pada perasaan netral. 2) Performa melebihi harapan, menyebabkan positive disconformation of expectation yang mengarah pada kepuasan. 3) Performa di bawah harapan, menyebabkan negative disconfirmation of expectatctions dan ketidakpuasan. Komponen
penting
dalam
evaluasi
setelah
pembelian
yakni
pengurangan ketidakpastian atau keraguan yang mungkin dialami oleh konsumen mengenai pilihannya. Setelah melakukan pembelian, biasanya
70
konsumen mencoba meyakinkan dirinya bahwa pilihan yang telah diambilnya tepat, dalam arti tidak jauh berbeda dengan harapan/ekspektasinya. Evaluasi setelah pembelian akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Kepuasan akan menyebabkan pembelian ulang menjadi tinggi. Sebaliknya, ketidakpuasan
mengakibatkan
mereka
mungkin
membuang
atau
mengembalikan produk. Evaluasi setelah pembelian merupakan umpan balik (feed back) sebagai pengalaman terhadap faktor psikologis konsumen, dan merupakan bahan pertimbangan untuk kepuasan di masa yang akan datang. 10) Loyalitas Merek Pembelian ulang yang terus menerus dari produk/merek yang sama akan menunjukkan loyalitas konsumen terhadap merek. Loyalitas merek (Brand Loyalty) adalah sikap positif dari seorang konsumen terhadap suatu merek, dimana konsumen mempunyai keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama pada saat sekarang maupun masa yang akan datang. Semakin puas konsumen terhadap suatu merek, akan semakin loyal mereka terhadap merek tersebut, tetapi loyalitas merek seringkali bukan disebabkan oleh kepuasan konsumen, melainkan karena keterpaksaan atau ketiadaan pilihan.
2.5 Pengaruh Diferensiasi Produk terhadap Keputusan Pembelian Usaha untuk meningkatkan daya saing adalah meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, walaupun penilaian kualitas suatu produk adalah penilaian yang
71
subyektif oleh konsumen. Penilaian ini ditentukan oleh persepsi pada apa yang dikehendaki dan dibutuhkan oleh konsumen terhadap produk tersebut. Untuk meningkatkan kualitas produk agar sesuai dengan harapan konsumen, produsen harus selalu melakukan perbaikan atau inovasi terhadap produk. Hal ini terjadi karena produk mereka yang telah ada selama ini rentan terhadap perubahan kebutuhan dan selera konsumen, teknologi baru, serta peningkatan persaingan. Perancangan produk dan strategi pemasaran yang baik menjadi suatu hal yang sangat penting guna mempertahankan dan membangun penjualan perusahaan. Penempatan posisi produk sebagai daya pembeda (diferensiasi produk) berperan penting dalam menciptakan customer value (nilai pelanggan). Suatu produk harus memiliki keunikan yang menjadi daya pembeda dengan produk sejenis. Dimensi yang memberikan suatu keunikan produk ini menurut Kotler (2005:350) terdiri dari: bentuk, keistimewaan, kinerja, daya tahan, keandalan, kemudahan dalam perbaikan, gaya, dan rancangan. Pemasar harus memahami bagaimana konsumen berperilaku dalam usaha memuaskan kebutuhan dan keinginannya, karena tujuan utama pemasar adalah melayani dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Perilaku konsumen berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan dengan usaha memperoleh dan menggunakan
barang/jasa
untuk
memenuhi
kebutuhan
dan
keinginannya.
Diferensiasi produk yang dapat menciptakan nilai-nilai serta persepsi positif di benak konsumen akan menciptakan suatu keputusan pembelian. Keputusan pembelian dapat meningkatkan volume penjualan, sehingga menciptakan laba bagi perusahaan.