BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari- hari dan dalam hubungannya dengan diri sendiri dan dengan orang lain, setiap individu perlu memahami siapa dirinya dan bagaimana ia memberi penilaian terhadap dirinya sendiri. Kemampuannya dalam menilai dan berpikir, baik mengenai dirinya sendiri maupun orang lain, membuat individu yang bersangkutan akan mengenal dirinya sendiri dan diri orang lain. Kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri. William H. Fitts (dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia diluar dirinya. Fits (dalam Agustiani, 2006) mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan
gagasan-
gagasan
tentang
1
dirinya
sendiri.
Jika
seseorang
mempersepsikan dirinya sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya secara subjektif tersebut. Menurut Agustiani (2006) menyatakan bahwa konsep diri tidak dibawa sejak lahir, tapi terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak- kanak. Apa yang dialami sebelumnya akan mempengaruhi masa yang akan datang. Dengan beralihnya masa, maka terjadi pula banyak perubahan seperti perubahan fisik, pola emosi, sosial, minat, moral, dan kepribadian. Pada masa ini terjadi pula penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang baru. Pada penyesuaian ini remaja akan mencari identitas dirinya tentang siapakah dirinya dan bagaimana peranannya dalam masyarakat. Remaja juga merasa bebas untuk bergaul, mencari informasi dan pengetahuan yang seluas- luasnya. Seiring dengan adanya banyak perubahan, konsep diri yang ada pada remaja juga akan mengalami perubahan. Hal itu akan menentukan perilaku yang akan dilakukan. Berkaitan dengan upaya penyesuaian diri ke arah dewasa, biasanya para remaja mengalami kebingungan dalam menemukan konsep dirinya. Para remaja hanya merasa bahwa dirinya sudah besar, merasa dirinya sudah kuat, merasa dirinya pandai, dan merasa dirinya telah dewasa. Peningkatan keinginan untuk diakui sebagai bagian dari orang dewasa dengan segala tanggung jawab sosialnya tidak jarang berbenturan dengan kemampuan diri
2
mereka secara pribadi. Disinilah peran keluarga terutama orang tua sangat dibutuhkan untuk memandu proses pertumbuhan atau perkembangan remaja menjelang dewasa agar terbentuk konsep diri yang positif dan kuat sebagai seorang dewasa yang mampu mengontrol dirinya dalam mengikuti arus perkembangan sosialnya. Lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terbentuknya konsep diri. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak- anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, ataupun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif. Kartono (2004). Demikian pula halnya bagi remaja yang sudah memasuki jenjang pendidikan setingkat SMP/ SMA. Siswa yang memiliki konsep diri positif akan dapat memahami dan menerima sejumlah faktor tentang dirinya sendiri. Dalam hal ini siswa dapat menerima dirinya secara apa adanya dan akan mampu mengintrospeksi diri atau lebih mengenal dirinya, serta kelemahan dan kelebihan yang dimiliki. Namun siswa yang memiliki konsep diri negatif tidak akan mampu mengenal
dirinya baik
dari
segi
kelebihan maupun
kekurangannya. Masalah dan kegagalan yang dialami peserta didik lebih disebabkan oleh sikap negatif terhadap dirinya sendiri, yaitu menganggap dirinya tidak berarti. Individu yang memiliki konsep diri negatif
3
adalah
individu yang mudah marah dan naik pitam serta tidak tahan terhadap kritikan yang diterimanya. Konsep diri meliputi penilaian remaja terhadap kemampuan dan ketidakmampuan diri yang akan mempengaruhi perilaku remaja dan berperan dalam menentukan cara yang dilakukan remaja dalam usaha meraih prestasi. Seperti yang diungkapkan oleh Susana (dalam Setyani, 2007) bahwa individu yang memiliki konsep diri positif, akan membentuk penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri. Penghargaan terhadap diri sendiri merupakan evaluasi terhadap diri sendiri yang akan menentukan sejauhmana seseorang yakin akan kemampuan dan
keberhasilan dirinya, sehingga segala
perilakunya akan selalu tertuju pada keberhasilan. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan berusaha dan berjuang untuk selalu mewujudkan konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang memiliki konsep diri negatif akan memiliki evaluasi yang negatif terhadap dirinya. Pandangan remaja bahwa dirinya tidak kompeten atau bahkan bodoh, akan mempengaruhi cara belajar, mengerjakan tugas, dan mengerjakan ujian. Remaja merasa dirinya tidak mampu, sehingga merasa belajarpun tidak ada gunanya. Bagi remaja yang tinggal di panti asuhan tentu mempengaruhi cara pandang remaja terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya. Apabila remaja memandang dirinya dan lingkungannya secara positif maka akan terbentuk konsep diri yang positif, begitu sebaliknya apabila remaja memandang dirinya dan lingkungannya secara negatif akan membentuk konsep diri yang negative. Hal ini berbeda dengan remaja yang tinggal
4
bersama keluarga, dimana lingkungan keluarga berbeda dengan lingkungan panti asuhan. Oleh karena itu penelitian ini akan diarahkan untuk mengkaji lebih jauh pembentukan konsep diri remaja yang tinggal di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga. Berdasarkan pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa beberapa remaja yang tinggal di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga memiliki perilaku kurang percaya diri dan tidak dapat menerima apa adanya. Setelah penyebaran skala konsep diri berdasarkan teori William D. Brooks 1976 (dalam Suprapto 2007) dilakukan, hasilnya adalah dominan sedang sebanyak 15 remaja, diikuti 3 remaja di kategori tinggi, 2 remaja dikategori sangat tinggi 2 remaja di kategori rendah dan 3 remaja sangat rendah. Seperti tampak pada Tabel 1.1 di bawah ini : Tabel 1.1 Tabel Hasil Skala Konsep Diri di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga Interval Kategori Frekuensi Presentase (%) Sangat rendah 3 12 138-148 149-159 Rendah 2 8 160-170 Sedang 15 60 171-181 Tinggi 3 12 182-192 Sangat tinggi 2 8 Total 25 100
Dari hasil tersebut konsep diri remaja di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga perlu dikembangkan. Apabila konsep diri remaja tidak diatasi maka remaja akan mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya dan merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan orang lain. Bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan dalam BK, bimbingan kelompok adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta
5
didik secara bersama- sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/ konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Sukardi 2002). Maka dari itu penulis menggunakan layanan bimbingan kelompok untuk megembangkan konsep diri positif pada remaja di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga. Dalam upaya mengembangkan konsep diri siswa yang negatif menjadi positif dapat diupayakan melalui layanan bimbingan kelompok. Diharapkan dengan adanya bimbingan kelompok yang dilakukan oleh guru, dapat memberikan semangat dan menimbulkan rasa kepercayaan diri dalam diri siswa dan menciptakan konsep diri positif. Berkaitan dengan hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Suprapto (2007) terhadap siswa kelas XI SMA Teuku Umar Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007 menemukan bahwa konsep diri dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok. Hasil uji Wilcoxon diperoleh Zhitung = -15,860 kurang dari Ztabel = (-0,48). Hal ini menunjukkan ada peningkatan yang signifikan konsep diri setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok. Dengan kata lain layanan bimbingan kelompok efektif sebagai upaya dalam mengembangkan konsep diri positif siswa. Layanan bimbingan kelompok dengan teknik peer group efektif dalam meningkatkan konsep diri siswa kelas III A di SMP Mardisiswa 1 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Dari hasil penelitian tersebut mengarahkan rekomendasi agar guru pembimbing di SMP Mardisiswa 1 Semarang
6
hendaknya bisa memberikan pelayanan yang efektif terhadap siswa terutama yang berkaitan dengan konsep diri siswa. Hal itu bisa dilakukan melalui layanan bimbingan dan konseling dan salah satunya adalah dengan layanan bimbingan kelompok dengan teknik peer group. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan uji Wilcoxon. Dari perhitungan diperoleh deskripsi konsep diri siswa sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok dengan teknik peer group memiliki skor rata-rata 165,9. Sedangkan sesudah mendapatkan layanan bimbingan kelompok melalui peer group, deskripsi konsep diri siswa memiliki skor rata-rata 253,9. Untuk mengetahui efektivitas layanan bimbingan kelompok dengan teknik peer group dalam meningkatkan konsep diri siswa, dilakukan uji Wilcoxon. Dari hasil perhitungan, diperoleh Z hitung sebesar 3,18 dan nilai Z tabel pada taraf signifikansi 5% dan N=13 diperoleh Z tabel sebesar 1,96. Jadi disini nilai Z hitung = 3,18 > Z table = 1,96. Oleh karena itu penelitian ini diarahkan untuk mengkaji lebih jauh tentang efektivitas layanan bimbingan kelompok untuk mengembangkan konsep diri positif remaja yang tinggal di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah “Apakah teknik kegiatan kelompok efektif untuk meningkatkan konsep diri positif remaja di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga?”
7
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui keefektifan teknik kegiatan kelompok dalam meningkatkan konsep diri positif remaja di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1.4.1 Untuk kepentingan teori, diharapkan hasil penelitian ini : a. Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang upaya meningkatkan konsep diri positif terhadap remaja di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga. b. Dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk mengetahui seberapa jauh
keefektifan
teknik
kegiatan
kelompok
dalam
upaya
meningkatkan konsep diri positif, sehingga dapat mengetahui pemanfaatannya di bidang layanan bimbingan dan konseling 1.4.2 Untuk kepentingan praktis, diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi : a. Panti Asuhan, bahwa dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan mengenai layanan bimbingan dan konseling khususnya layanan bimbingan kelompok sehingga dapat dimanfaatkan dalam merancang kegiatan bimbingan dan konseling yang terkait konsep diri remaja di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga. b. Remaja di Panti Asuhan, apabila hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep diri remaja dapat meningkat setelah diberi layanan bimbingan kelompok konsep diri, maka dari itu layanan bimbingan
8
kelompok konsep diri ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pribadi remaja di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga sehingga diharapkan
remaja
memiliki
kemampuan
untuk
mengatasi
permasalahan pribadi dan lingkungan. c. Penulis, penelitian ini memberikan tambahan pengalaman dan ilmu pengetahuan
bagi
penulis
mengenai
penggunaan
bimbingan
kelompok dalam mengembangkan konsep diri serta dapat menjalin hubungan dan kerjasama yang baik dengan pengasuh dan anak- anak yang tinggal di Panti Asuhan Aisyiyah Salatiga.
1.5 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan. berisi: Latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Sisitematika Penulisan. Bab II Landasan Teori. berisi: Pengertian Konsep Diri, Proses Pembentukan Konsep Diri, Faktor- faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri, Jenis- jenis Konsep Diri Positif, Pengertian Bimbingan, Pengertian Kelompok, Pengertian Bimbingan Kelompok, Tujuan Bimbingan Kelompok, Tahaptahap Bimbingan Kelompok, Teknik-teknik Bimbingan Kelompok (kegiatan kelompok). Bab III Metode Penelitian. Berisi: Jenis Penelitian, Subjek Penelitian, Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel, Teknik Pengumpulan Data, Uji Instrumen, Teknik analisis data.
9
Bab IV Hasil Penelitian. Berisi: Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang hasil dan pembahasan penelitian. Bab V Penutup. Berisi: Kesimpulan dan Saran.
10