BAB II PERILAKU BELAJAR DAN SISTEM FULL DAY SCHOOL
A. Perilaku Belajar 1. Pengartian Perilaku Belajar Perilaku adalah suatu perbuatan atau aktifitas atau sembarang respons baik itu reaksi, tanggapan, jawaban, atau itu balasan yang dilakukan oleh suatu organisme. Secara khusus pengertian perilaku adalah bagian dari satu kesatuan pola reaksi.1 Dalam kamus besar bahasa Indonesia, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.2 Tingkah laku pada hakekatnya adalah tanggapan atau balasan (response) terhadap rangsang (stimulus) karena rangsangan itu sangat mempengaruhi tingkah laku.3 Manusia
terlahir
dengan
ketidakberdayaan.
Tanpa
bantuan
lingkungannya, manusia tanpa daya apa-apa, dan tak kan menjadi apa-apa. Untuk menjadi berdaya, manusia terus menerus harus belajar hingga akhir hayatnya. Belajar merupakan sebuah kewajiban bagi manusia. Belajar telah dimulai dari dalam kandungan hingga akhir hayat. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
1
Chalpin dan Kartono, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Grafindo offset, 2000),
hlm. 53. 2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 1056. 3 Sarlito Wirasan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.13.
21
22
bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, perilakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan aspek yang ada pada individu.4 Belajar merupakan dasar untuk memahami perilaku. Belajar juga berkaitan dengan masalah fundamental tentang perkembangan emosi, motivasi, perilaku sosial, dan kepribadian.5 Disadari atau tidak setiap individu pasti pernah melakukan aktivitas belajar, karena aktivitas belajar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang sepanjang hidupnya. Belajar dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan keterampilan, dan sebagainya. Belajar juga dapat diartikan sebagai proses menuju perubahan mantap / permanen melalui proses latihan dalam interaksi dengan lingkungan dan meliputi perubahan baik fisik maupun mental.6 Belajar menurut Crow and Crow adalah memperoleh kebiasaankebiasaan, pengetahuan dan sikap. Menurut Hitzman, belajar adalah suatu perbuatan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan pengalaman tersebut yang bisa mempengaruhi tingkah laku organisme itu. Sedangkan menurut Laurine, belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.7
4
Makmun Khairani, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 1. Rita L. Atkinson dan Richard C. Atkinson, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 7. 6 Makmun Khairani, Psikologi Belajar, Op. Cit., hlm. 5. 7 Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), hlm. 220. 5
23
Menurut Tohirin belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.8 Dari beberapa definisi yang dikemukakan mengenai belajar, nampak adanya beberapa ciri-ciri belajar yaitu: 1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change of behavior). Ini berarti bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dan lain sebagainya. Tanpa pengamatan dari tingkah laku hasil belajar orang tidak dapat mengatahui ada tidaknya hasil belajar. Karena perubahan hasil belajar hendaknya dinyatakan dalam bentuk yang dapat diamati. 2. Perubahan perilaku relatif permanen, ini diartikan bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah, akan tetapi dilain pihak tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup. 3. Perubahan perilaku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial. Artinya hasil belajar tidak selalu sertamerta terlihat segera setelah selesai belajar. Hasil belajar dapat terus berproses setelah kegiatan belajar selesai. 8
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 80.
24
4. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman. Artinya belajar itu harus dilakukan secara aktif, sengaja, terencana, bukan karena peristiwa yang insendental. 5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.9 Meskipun secara teoritis belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku, namun tidak semua perubahan tingkah laku organisme dapat dianggap belajar. Perubahan yang timbul karena proses belajar sudah tentu memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas. Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Karakteristik perilaku belajar ini disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar. Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah: 1. Perubahan itu intensional 2. Perubahan itu positif dan aktif 3. Perubahan itu efektif dan fungsional. Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan hasil belajar orang itu dapat langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperolah melalui belajar.
9
Makmun Khairani, Psikologi Belajar, Op. Cit., hlm. 8-9.
25
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perilaku belajar yang terjadi pada para peserta didik dapat dikenal baik dalam proses maupun hasilnya. Proses belajar dapat terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan dalam dirinya yang tidak dapat dipenuhi dengan cara-cara yang refleks atau kebiasaan. Ia datang untuk mengubah perilaku yang ada agar dapat mencapai tujuan. Dalam
mengubah
perilakunya,
individu
melakukan
berbagai
perbuatan mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks. Adapun bentuk perilaku dari yang sederhana sampai yang kompleks adalah: a. Mengenal tanda isyarat b. Menghubungkan stimulus dengan respons c. Merangkaikan dua respons atau lebih d. Asosiasi verbal, yaitu menghubungkan sebuah label kepada suatu stimulus e. Diskriminasi, yaitu menghubungkan suatu respons yang berbeda kepada stimulus yang sama f. Mengenal konsep, yaitu menempatkan beberapa stimulus yang tidak sama dalam kelas yang sama g. Mengenal prinsip, yaitu membuat hubungan antara dua konsep atau lebih
26
h. Pemecahan masalah, yaitu menggunakan prinsip-prinsip untuk merancang suatu respons.10 Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, bentuk-bentuk perilaku di atas yang harus dikenal betul oleh para pengajar. Hasil perilaku belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku dalam keseluruhan pribadi belajar. Perilaku hasil belajar mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. 2. Teori Perilaku Beberapa ahli telah mencetuskan teori-teori tentang perilaku, beberapa diantara adalah: a. Teori Insting Teori ini dikemukakan oleh Mc Douglag sebagai pelopor dari psikologi sosial. Menurutnya perilaku itu disebabkan karena insting, dan Douglas mengajukan suatu daftar insting, insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman. b. Teori Dorongan (drive theory) Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi ketegangan dalam diri
10
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,Op. Cit., hlm. 81-82.
27
organisme itu. Bila organisme berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut. Karena itu, teori ini menurut Hull disebut teori drive reduction. c. Teori Insentif Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme akan berbuat atau berperilaku. Insentif disebut juga reinforcement (positif dan negatif). Reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan reinforcement negatif berkaitan dengan hukuman. Reinforcement yang positif akan mendorong organisme berbuat, sedangkan reinforcement yang negatif akan dapat menghambat organisme dalam berperilaku. d. Teori Artibusi Teori ini ingin menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal otif, sikap dan sebagainya) ataukah oleh keadaan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh Fritz Heider, dan teori ini menyangkut lapangan psikologi sosial. e. Teori Kognitif Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka pada umumnya yang bersangkutan akan memilih perilaku alternatif perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan. Ini disebut sebagai model subjective expected utility
28
(SEU). Dalam model SEU kepentingan pribadi yang menonjol, tetapi dalam seseorang berperilaku kadang-kadang kepentingan pribadi dapat disingkirkan.11 3. Perwujudan Perilaku Belajar Dalam hal memahami arti belajar dan inti dasar perubahan sikap karena belajar, para ahli sependapat bahwa perilaku belajar diwujudkan dalam sembilan bentuk, yaitu: kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berfikir asosiatif dan daya ingat, berfikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi, apresiasi, dan tingkah laku afektif.12 Adapun penjabaran dari ke sembilan bentuk perilaku belajar tersebut adalah: 1. Kebiasaan,
setiap
siswa
yang
telah
mengalami
proses
belajar,
kebiasaannya akan berubah. Kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan, karena proses penyusutan inilah muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis. 2. Keterampilan, adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadarn yang tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan 11
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: ANDI, 2004), hlm. 15- 16. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 116-119. 12
29
kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil. Disamping itu, keteramilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik saja, melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya juga luas sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain. Artinya, orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil. 3. Pengamatan, adalah proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seorang siswa mampu mencapai pengamatan yang benar, obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan pengertian yang salah pula. 4. Berpikir asosiatif dan daya ingat, secara sederhana dapat diartikan berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respon. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Disamping itu daya ingatpun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan
30
materi (pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulus yang sedang dia hadapi. 5. Berpikir rasional dan kritis, adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawan pertanyaan bagaimana (how) dan mengapa (why). Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat)
untuk
menentukan
sebab
akibat,
menganalisis,
menarik
kesimpulan-kesimpulan, dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum dan ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan. 6. Sikap, dalam arti yang sempit diartikan sebagai pandangan atau kecenderungan mental. Sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu obyek, tata nilai, peristiwa, dan sebagainya.
31
7. Inhibisi, secara ringkas diartikan sebagai upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respon tertentu karena adanya proses respon lain yang sedang berlangsung. Dalam hal belajar, yang dimaksud dengan inhibisi adalah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. Kemampuan siswa dalam melakukan inhibisi ada umumnya diperoleh lewat proses belajar. Oleh sebab itu, makna dan perwujudan perilaku belajar seorang siswa akan tampak pula dalam kemampuannya melakukan inhibisi ini. 8. Apresiasi, adalah gejala ranah afektif yang umumnya ditujukan pada karya-karya seni budaya seperti seni sastra, musik, lukis, drama, dan sebagainya. Tingkat apresiasi siswa terhadap nilai sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman belajarnya.13 9. Tingkah
laku
efektif,
adalah
tingkah
laku
yang
menyangkut
keanekaragaman perasaan seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senag, benci, dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, dia juga dapat dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar.14
13 14
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Op. Cit., hlm. 99. Ibid. hlm. 100.
32
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Belajar Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku belajar siswa dapat dibedakan sebagai berikut:15 a. Faktor Internal Siswa Faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri meliputi dua aspek, yakni aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah), dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah). 1.
Fisiologis Aspek fisiologis yang mempengaruhi belajar berkenaan dengan keadaan
atau
kondisi
umum
jasmani
seseorang,
misalnya
menyangkut kesehatan atau kondisi tubuh. Tubuh yang kurang prima akan mengalami kesulitan belajar.16 2.
Psikologis Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa, diantaranya: a. Intelegensi Intelegensi itu adalah kemampuan untuk mengolah lebih jauh lagi hal-hal yang kita amati. Kemampuan ini terdiri atas dua jenis, yaitu kemampuan umum dan kemampuan khusus.17
15
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Op. Cit., hlm.129. Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Op. Cit., hlm. 127. 17 Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 156. 16
33
b. Sikap Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. c. Bakat Secara umum bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masingmasing. Jadi secara global bakat itu mirip dengan intelegensi. d. Minat Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. e. Motivasi Motivasi adalah keadaan internal organisme, baik manusia maupun hewan yang mendorongnya berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah.18
18
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Op. Cit., hlm. 134.
34
b. Faktor Eksternal 1. Lingkungan sosial Yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita.19 Lingkungan sosial sekolah seperti guru dan teman sekelas, yang dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa sehingga menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan siswa itu sendiri, karena sifat-sifat dan pengelolaan keluarga semunya dapat memberi dampak baik dan buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai nantinya. 2. Lingkungan Non-sosial Yang termasuk disini adalah: gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.20 Dalam arti yang luas, lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam.21 Bahkan sebagian ahli menyatakan, bahwa individu tidak berarti apa-apa tanpa adanya lingkungan yang mempengaruhinya.22
19
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 73. 20 Ibid., hlm. 135-136. 21 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 63. 22 Baharuddin, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 68.
35
c. Faktor Pendekatan Belajar Pendekatan belajar, seperti yang telah diuraikan panjang lebar sebelumnya, dapat dipahami bahwa keefektifan segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar materi tertentu. Di samping faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, fakor pendekatan belajar juga mempengaruhi terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Perilaku yang disebabkan faktor internal adalah perilaku yang berada di bawah kendali individu. Sedangkan perilaku yang disebabkan oleh faktor eksternal adalah perilaku yang dihasilkan oleh penyebab dari luar, yaitu perilaku seseorang dilihat sebagai akibat dari tekanan situasi. 5. Macam-Macam Perilaku Macam perilaku dibedakan menjad dua, yaitu: a. Perilaku yang Refleksif Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut. Reaksi atau perilaku refleksi adalah perilaku yang terjadi dengansendirinya, secara otomatis. Stimulus yang diterima oleh organisme atau individu tidak sampak ke pusat susunan syaraf atau otak, sebagai pusat kessadaran, sebagai pusat pengendali dari perilaku manusia. Dalam perilaku yang reflektif respons langsung timbul
36
begitu menerima stimulus. Perilaku refleksif pada dasarnya tidak bisa dikendalikan karena merupakan perilaku yang alami, bukan perilaku yang dibentuk. b. Perilaku yang Non-Refleksif Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran otak. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis. Perilaku atau aktivitas atas daasar proses psikologis inilah yang disebut aktivitas psikologis atau perilaku psikologis. Perilaku non reflektif pada dasarnya merupakan perilaku yang dibentuk dan dikendalikan, karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar. Menurut para ahli psikologi, macam-macam tingkah laku (perilaku) dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Tingkah laku intelektual atau yang tinggi Maksudnya sejumlah perbuatan yang dikerjakan seseorang yang berhubungan dengan kehidupan jiwa dan intelektual. Ciri-ciri utamanya ialah berusaha mencapai tujuan tertentu. 2) Tingkah laku mekanatis atau refleksif Maksudnya perilaku reflektif adalah perilaku yang terjadi dengan sendirinya, secara otomatis.23
23
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Op.Cit., hlm. 12.
37
6. Karakteristik Perilaku Menurut Syaikh M. Jamaludin Mahfudh, karakteristik tingkah laku siswa yang positif dan matang dapat dibedakan karakter-karakter sebagai berikut: a. Mampu menguasai diri b. Berani memikul tanggung jawab dan menghargainya c. Mau bekerjasama d. Mampu saling mencintai dan mempercayai e. Mampu saling memberi dan menerima f. Bisa diajak kerjasama dan mendorong perkembangan dan kemajuan g. Mampu memperhatikan orang lain h. Mampu menghadapi pergumulan, ketakutan, kegelisahan, dan perasaan bersalah i. Menikmati kepercayaan diri dan kemampuan menarik orang lain berbuat hal yang sama j. Fleksibel dalam menghadapi kenyataan.24 Perilaku belajar yang terjadi pada para pesrta didik dapat dikenal baik dalam proses maupun hasilnya. Proses belajar dapat terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan dalam dirinya yang tidak dapat dipenuhi dangan cara-cara yang refleks atau kebiasaan.
24
Syaikh M.Jamaludin Mahfudh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 14.
38
Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah: 1. Perubahan Intensional Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. 2. Perubahan Positif dan Aktif Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Sedangkan perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya, seperti karena proses kematangan (misalnya, bayi yang bisa merangkak setelah bisa duduk), tetapi karena usaha siswa itu sendiri. 3. Perubahan Efektif dan Fungsional Perubahan yang timbul karena proses belajar yang bisa efektif, yakni berhasil guna. Artinya perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu perubahan belajar dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat ada apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan.25
25
161-162.
Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm.
39
B. Sistem Sekolah Full Day School 1. Pengertian Full Day School Sekolah adalah sebuah wadah atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum pendidikan. Di sana tempat adalah tempat untuk menimba ilmu bagi anak-anak yang ingin belajar berbagai macam mata pelajaran. Sekolah juga merupakan suatu wadah atau komunitas dengan berbagai macam karakter anak-anak dengan tujuan yang berbeda-beda
untuk
suatu
proses
pembelajaran
sehingga
mampu
mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Menurut Etimologi, kata full day school berasal dari Bahasa Inggris yang terdiri dari kata full mengandung arti penuh, dan day artinya hari. Maka full day mengandung arti sehari penuh. Full day juga berarti hari sibuk. Sedangkan school artinya sekolah.26 Jadi, arti dari full day school jika dilihat dari segi terminologi berarti sekolah atau kegiatan belajar yang dilakukan sehari penuh. Full day school adalah suatu kebutuhan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi terhadap perkembangan sosial budaya sebagai akibat globalisasi informasi serta percepatan perkembangan ilmu pengetahuan. 27 Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah mulai pagi hingga sore hari, secara rutin sesuai dengan program pada tiap jenjang pendidikan yang diterapkan di sekolah tersebut. Dengan demikian sekolah
26
Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2003), hlm. 260. 27 Arif Rahman, Prinsip-Prinsip Sekolah Unggul, (Jakarta: Media Wacana, 2002), hlm. 31.
40
dapat mengatur jadwal pelajaran dengan leluasa, disesuaikan dengan bobot mata pelajaran ditambah dengan model-model pendalaman materinya.28 Agus Eko mengartikan full day school atau sekolah sehari penuh adalah proses pendidikan kurikulum dengan seluruh isi kehidupan seperti belajar, bermain, makan, minum, beribadah, dan aktivitas lainnya dengan suatu rangkaian sistem pendidikan dan pengajaran yang lebih dibandingkan dengan sekolah formal lainnya.29 Menurut Drs H Nahban Syamsudin, full day school merupakan sekolah dimana kegiatan belajar mengajarnya dimulai pukul 07.00-16.00 WIB
dengan
memadukan
antara
kurikulum
Pendidikan
Nasional,
Kementerian Agama dan kurikulum Yayasan yang disesuaikan dengan jenjang tingkatan.30 Full day school memang menjanjikan banyak hal, diantaranya: kesempatan belajar siswalebih banyak, guru bebas menambah materi melebihi muatan kurikulum biasanya dan bahkan mengatur waktu agar lebih kondusif. Cryan Others dalam penelitinnya menemukan bahwa adanya full day school memberikan efek positif bahwa anak-anak akan lebih banyak belajar dari pada bermain karena lebih banyak terlibat waktu dalam kelas yang bermuara pada produktivitas yang tinggi, juga lebih mungkin dekat dengan guru, dan siswa juga menunjukkan sikap yang lebih positif, terhindar 28
Baharudin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 227. 29 Fauziah Effendy, “Full day School dan Implikasinya Terhadap Kreatifitas dan Prestasi Anak Didik di SD IT Ulul Albab Pekalongan”, Skripsi, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2008), hlm. 2. 30 Nahban Syamsudin, “Tingkatan Kualitas Pendidikan Islam”, (Pekalongan: Radar Pekalongan, 31 Maret 2012), hlm. 13.
41
dari penyimpangan-penyimpangan karena seharian berada di kelas dan dalam pengawasan guru.31 Ditilik dari kurikulumnya, sistem pendidikan full day school memiliki relevansi dengan pendidikan terpadu. Pendidikan terpadu ini banyak diterapkan dalam lembaga pendidikan umum yang berlabel Islam. 32 2. Latar Belakang Munculnya Full Day School Munculnya full day school di Indonesia diawali dengan menjamurnya istilah sekolah unggulan sekitar tahun 1990-an, yang banyak dipelopori oleh sekolah-sekolah swasta termasuk sekolah-sekolah yang berlabel Islam. Dalam pengertian yang ideal, sekolah unggulan adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran, bukan pada kualitas input siswanya. Kualitas proses pembelajaran tergantung pada kualitas sistem pembelajarannya. Namun faktanya sekolah unggulan biasanya ditandai dengan biaya yang mahal, fasilitas yang lengkap dan serba mewah, elit, lain dari pada yang lain, serta tenag-tenaga pengajar yang professional.33 Walaupun keadaan ini sebenarnya tidak menjamin kualitas pendidikan yang dihasilkan. Sekolah unggulan ini yang kemudian dikembangkan oleh para pengelola sekolahsekolah menjadi bentuk yang lebih beragam dan menjadi trade mark, diantaranya adalah full day school dan sekolah terpadu.
31
Bobbi Departer, Mark Readdon & Sarah Singger naurie, Quantum Teaching (Mempraktekkan Quantum Teaching di Ruang Kelas), (Bandung: Kaifa, 2003), hlm.7. 32 Imron Rossidy, Pendidikan Berparadigma Inklusif, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm. 71 33 Sismanto, “Awal Munculnya Sekolah Unggulan”, Artikel (21 Mei 2007)
42
3. Tujuan full day school Secara utuh dapat dilihat bahwa pelaksanaan sistem pendidikan full day school mengarah pada beberapa tujuan, antara lain: a. Untuk memberikan pengayaan dan pendalaman materi pelajaran yang telah diterapkan oleh diknas sesuai dengan jenjang pendidikan. b. Memberikan pengayaan pengalaman melalaui pembiasaan-pembiasaan hidup yang baik untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Melakukan pembinaan kejiwaan, mental dan moral peserta didik disamping mengasah otak agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani sehingga terbentuk kepribadian yang utuh. d. Pembinaan spiritual intelegence peserta didik melalui penambahan materimateri agama dan kegiatan sebagai dasar dalam bersikap dan berperilaku.34 4. Karakteristik Sistem Pembelajaran Full Day School Sebelum kita membahas tentang sistem pembelajaran full day school, tentunya kita perlu mengetahui tentang makna sistem pembelajaran itu sendiri. Sistem pembelajaran adalah seperangkat elemen yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistem pembelajaran adalah suatu sistem karena merupakan perpaduan berbagai elemen yang berhubungan satu sama lain. Tujuannya agar siswa belajar dan berhasil, yaitu bertambah pengetahuan dan keterampilan serta memiliki sikap benar. Dari sistem pembelajaran inilah
34
Kuswandi, “Full Day School dan Pendidikan Terpadu, http://jwankuswandi.wordpress. /full-day-school-dan-pendidikan-terpadu/.html . diakses 11 januari 2014.
43
akan menghasilkan sejumlah siswa dan lulusan yang telah meningkat pengetahuan dan keterampilannya dan berubah sikapnya menjadi lebih baik.35 Adapun proses inti yang ada dalam sistem pembelajaran full day school antara lain: a. Proses pembelajaran yang berlangsung secara aktif, kreatif transformatif sekaligus intensif. Sistem persekolahan dan pola full day school mengindikasikan
proses
mengoptimalisasikan
pembelajaran
seluruh
potensi
yang untuk
aktif
dalam
mencapai
artian tujuan
pembelajaran secara optimal baik dalam pemanfaatan sarana dan prasarana di lembaga dan mewujudkan proses pembelajaran yang kondusif demi pengembangan potensi siswa yang seimbang. b. Proses pembelajaran yang dilakukan selama aktif sehari penuh tidak memforsir pada pengkajian, penelaahan yang terlalu menjenuhkan. Akan tetapi, yang difokuskan adalah sistem relaksasinya yang santai dan lepas dari jadwal yang membosankan.36 5. Kurikulum dan Konsep Pembelajaran Full Day School Kurikulum sebagai rambu bagi setiap penyelenggara pendidikan formal yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak. Hal ini dimaksudkan agar kelak berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai dengan kultur budaya dan falsafah bangsa. Demikian pula dengan penyelenggaraan kurikulum sekolah dengan model full day school bertujuan untuk membekali
35
Yudihadi Miarso, dkk, Teknologi Komunikasi Pendidikan, (Jakarta: CV. Rajawali, 2001), hlm. 33-34. 36 Noer Hasan, Full Day School(Model Pembelajaran Alternatif Pembelajaran Bahasa Asing). (Jurnal Pendidikan Tadris, Vol 11, 2006), hlm. 110-111.
44
siswa dengan Islamic live skill dan meningkatkan prestasi siswa baik segi kognitif, afektif, psikomotorik. Istilah “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Sedangkan istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang ditempuh oleh seorang pelari. Sedangkan pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.37 Jadi kurikulum ialah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga pendidikan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.38 Kurikulum dalam pengertian mutakhir adalah semua kegiatan yang memberikan pengalaman kepada siswa (anak didik) di bawah bimbingan dan tanggungjawab sekolah, baik di luar maupun di dalam lingkungan dinding
37
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: PT Bumi Aksara, 2005),
hlm. 16. 38
2.
H. Dakir, Perencanaan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm.
45
sekolah.39
Kurikulum juga diartikan sejumlah mata pelajaran yang
ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.40 Berdasarkan
definisi-definisi
diatas
menunjukkan
bahwa
kurikulum tidak diartikan secara sempit atau terbatas pada mata pelajaran saja, tetapi meliputi segala aktifitas yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam rangka mempengaruhi tujuan
yang
peseta
didik
untuk
mencapai
suatu
telah ditetapkan, seperti kegiatan belajar mengajar, dan
kegiatan belajar lainnya.41 Pengertian kurikulum inti (kurikulum Nasional) disusun dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta kesenian sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.42 Pengertian Kurikulum Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran sendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh
39
Zakiah Daradjat, dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 83. 40 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 53. 41 Syafruddin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan ImplementasiKurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 79. 42 Abdullah Idi , pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. (Yogyakarta, Ar-ruzz Media, 2009) cet ke III, hlm. 252.
46
satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan standar Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan.43 Kurikulum full day school didesain untuk menjangkau masing-masing bagian dari perkembangan anak. Konsep pengembangan dan inovasi sistem pembelajaran adalah dengan mengembangkan kreativitas yang mencakup integritas dan kondisi kognitif, afektif, serta psikomotorik. Dilaksanakannya pembelajaran sistem full day school pada hakikatnya tidak hanya menambah waktu dan memperbanyak materi pelajaran saja, namun lebih dari itu adalah untuk mengkondisikan siswa agar memiliki pembiasaan hidup yang lebih baik, untuk pengayaan atau pendalaman materi pelajaran yang telah ditetapkan oleh Diknas. Konsep pembelajaran full day school
yaitu mewajibkan civitas
akademika berada di sekolah untuk mengikuti semua kegiatan akademik mulai dari pagi hingga sore hari. Salah satu kegiatan pada sistem pembelajaran full day school adalah mengerjakan tugas sekolah yang biasanya dikerjakan di rumah, layaknya half day school, tetapi pada program ini tugas sekolah dikerjakan di sekolah dengan bimbingan guru yang bersangkutan. Dengan demikian, siswa akan mendapat banyak keuntungan secara akademis dibandingkan dengan anak-anak yang half day school, karena siswa yang biasa (non full day school) sepulang dari sekolah digunakan untuk hal43
Khearudin, et. Al. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Madrasah, (Yogyakarta: Kerjasama Madrasah Development Center dengan Pilar Media, 2007), hlm. 114.
47
hal yang kurang bermanfaat.44 Kalau yang full day school setelah pulang sekolah, seorang siswa tidak lagi dibebani dengan tugas sekolah yang harus dikumpulkan esok harinya karena semua tugas telah dikerjakan di sekolah dengan teman sekelas. Berbagai upaya dilakukan sekolah yang menerapkan full day school agar siswanya tidak merasa cepat bosan di sekolah.
44
Baharudin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, Op. Cit., hlm. 240.