STUDI KOMPARASI PERILAKU SOSIAL KEAGAMAAN ANAK DALAM KELUARGA ANTARA PENDIDIKAN FULL DAY SCHOOL DENGAN PENDIDIKAN FORMAL UMUM (Studi Kasus pada Masyarakat Kel. Ledok,Kec. Argomulyo, Kota Salatiga Tahun 2011)
SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: FARIKA NUR AINI NIM 11106109
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
ii
STUDI KOMPARASI PERILAKU SOSIAL KEAGAMAAN ANAK DALAM KELUARGA ANTARA PENDIDIKAN FULL DAY SCHOOL DENGAN PENDIDIKAN FORMAL UMUM PADA MASYARAKAT KEL. LEDOK, KEC. ARGOMULYO, KOTA SALATIGA TAHUN 2011
SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: FARIKA NUR AINI NIM 11106109
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: FARIKA NUR AINI
NIM
: 11106115
Jurusan
: TARBIYAH
Program Studi : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 28 Februari 2012 Yang Menyatakan
FARIKA NUR AINI NIM. 11106109
vi
MOTTO
“ Hidup dengan SEMANGAT” KITA BISA!!! BISMILLAHIRROHMANIRROHIM Man jadda wajadda
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk: 1. Allah SWT yang selalu memberi pertolongan setiap ku merasa kesulitan. 2. Kedua orang tua tercinta, Bpk Widodo dan Ibu Binarti yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa yang tak pernah putus untuk anak-anaknya. 3. Adikku tercinta dan segenap keluarga. 4. Sahabat-sahabatku (Ezteh,Rina,Titiz,Ovik,mBa Tiz) 5. Teman-teman oblo paxdhe dan mboxs dhe yang selalu memberi dukungan satu dengan yang lain. 6. Teman-temanku seperjuangan, Racana, Dinamika yang saling memberi semangat dan mengajariku tentang kebersamaan, senyum, dan moment-moment indah selama aku kuliah di STAIN. 7. Teman-teman PAI angkatan 2006 khususnya PAI-D jangan lupa sama Orick
viii
`KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul : “Studi Komparasi Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga Antara Pendidikan Full Day School dengan Pendidikan Formal Umum (Studi Kasus pada Masyarakat Kel. Ledok, Kec. Argomulyo, Kota Salatiga Tahun 2011)” dapat terselesaikan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual. Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Tarbiyah. 3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam sekaligus selaku pembimbing skripsi. 4. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan STAIN Salatiga, yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Lurah Ledok beserta staff yang berkenan memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
ix
6. Bapakku Widodo dan Ibuku Binarti, yang selalu kasih dukungan dan dorongan dalam Studiku. 7. Adiku tersayang dan segenap keluarga yang selalu menyayangiku 8. Seseorang yang selalu mendoakan . 9. Keluarga besar PAI 10. Ezti,Rina,Titis,Rofiq,mba Tis,Hanik, Pak Dhe- Mbok Dhe 11. Semua pihak yang telah bersedia membantu dan memotivasi Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan dan kemampuan dan pengetahuan penulis. Sehingga masih banyak kekurangan yang perlu untuk diperbaiki dalam skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.
Salatiga, 28 Febsuari 2012 Penulis
Farika Nur Aini
x
ABSTRAK
Aini Nur, Farika. 2011. Studi Komparatif Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga Antara Pendidikan Full Day School dengan Pendidikan Formal Umum. (Studi Kasus pada Masyarakat Kelurahan Ledok 2011) Kata Kunci : Perilaku sosial keagamaan Anak dalam Keluarga. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui komparasi perilaku sosial keagamaan anak dalam keluarga antara pendidikan Full Day School dengan pendidikan Formal Umum. Pertanyaan utama yang ingin di jawab melalui penelitian ini adalah : (1) Bagaimana perilakau sosial anak di lingkungan keluarga yang bersekolah di pendidikan Full Day School. (2) Bagaimana perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang bersekolah di Pendidikan Full Day School dengan yang bersekolah di Pendidikan Formal Umum. (3) Adakah perbedaan perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang bersekolah di Pendidikan Full Day School dengan yang bersekolah di Pendidikan Full day School dengan yang bersekolah di Pendidikan Formal Umum. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik angket, metode observasi dan metode dokumentasi. Subyek penelitian ini adalah keluarga yang menyekolahkan di pendidikan Full Day School dan keluarga yang menyekolahkan di sekolah Formal Umum yang berjumlah 50 keluarga. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku sosial keagamaan anak pada keluarga yang menyekolahkan anak di pendidikan Full Day School, 68% kategori baik, 24% kategori cukup, 8% kategori kurang. Sedangkan perilaku sosial keagamaan anak pada keluarga yang menyekolahkan di pendidikan Formal umum, 64 % kategori baik, 28 % kategori cukup 8% kategori kurang. Setelah diketahui analisis pengolahan data melalui metode komparasiomal t-test dan nilai t perhitungan sebesar 0,053. Setelah dikonsultasikan dengan t pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,671 dan taraf 1 % sebesar 2,390, berarti hasil perhitungan jauh lebih kecil dari t tabel, maka hipotesis tidak terbukti. Dengan demikian dapat dikatakan tidak ada perbedaan perilaku sosial keagamaan anak dalam keluarga antara pendidikan Full Day School dengan pendidikan Formal Umum di Kelurahan Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga Tahun 2011.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL .....................................................................................................
i
LEMBAR BERLOGO ..................................................................................
ii
JUDUL ........................................................................................................
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................
iv
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................................
vi
MOTTO........................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
ix
ABSTRAK ...................................................................................................
xi
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B.
Rumusan Masalah .................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
5
D. Hipotesis Penelitian ................................................................
6
E. Kegunaan Penelitian ...............................................................
6
F. Definisi Operasional ..............................................................
8
G. Metode Penelitian .................................................................
9
xii
H. Sistematika Penulisan Skripsi ................................................. BAB II
14
KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Full Day School ...................................................
15
1. Pengertian Full Day School .............................................
15
2. Karakteristik Full Day School .........................................
15
3. Kurikulum Full Day School .............................................
16
B. Pendidikan Formal Umum......................................................
16
1.
Pengertian Pendidikan Formal Umum .............................
16
2.
Kurikulum Pendidikan Formal Umum .............................
17
C. Perkembangan Anak ..............................................................
18
1.
Karakteristik Anak dalam Fase Perkembangan ................
18
2.
Perkembangan Anak Usia Sekolah ..................................
20
3.
Perkembangan Emosi ......................................................
28
4.
Lingkungan Anak ............................................................
31
D. Perilaku Sosial .......................................................................
35
1.
Pengertian Perilaku Sosial ...............................................
35
2.
Jenis Perilaku ..................................................................
36
3.
Pembentukan Perilaku .....................................................
37
4.
Teori Perilaku ..................................................................
38
E. Keluarga ................................................................................
39
1.
Pengertian Keluarga ........................................................
40
2.
Fungsi dan Peran Keluarga ..............................................
42
xiii
3.
Keluarga dan Lingkungan Sosial .....................................
45
BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ....................
46
B. Penyajian Data ......................................................................
50
BAB IV ANALISA DATA
BAB V
A. Analisa Pendahuluan .............................................................
60
B. Analisa Lanjutan ....................................................................
66
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................
73
B. Rekomendasi atau Diskusi......................................................
74
C. Saran ......................................................................................
75
D. Penutup ..................................................................................
76
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I
Komposisi Pendudukan Kelurahan Ledok ......................................... 47
Tabel II
Mutasi Pendudukan Kelurahan Ledok ............................................... 48
Tabel III
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ................................... 48
Tabel IV
Jumlah Pendudukan berdasarkan Pemeluk Agama ............................ 49
Tabel V
Data Responden yang Menyekolahkan Anak di Pendidikan Full Day School................................................................................. 50
Tabel VI
Data Responden yang Menyekolahkan Anak di Sekolah Formal Umum ................................................................................... 51
Tabel VII
Tabel Nilai Angket Tentang Perilaku Sosial Keagamaan Anak Dalam Keluarga yang bersekolah di Full Day School ........................ 53
Tabel VIII
Kategori Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga yang Sekolah di Full Day School ....................................................... 56
Tabel IX
Tabel Nilai Angket Tentang Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga yang Bersekolah di Sekolah Formal Umum .............. 56
Tabel XI
Data Perilaku Sosial Keagamaan Anak yang Sekolah dengan Sistem Full Day School. .................................................................... 60
Tabel XII
Data Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga yang Sekolah di Formal Umum .................................................................. 63
Tabel XIII
Tabel Distribusi Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga Yang Sekolah di Full Day School. ...................................... 67
Tabel XIV
Tabel Distribusi perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga di Sekolah Umum. .............................................................. 68
xv
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Anwar, Arifin. 2003. Memahami Paradigma Baru UU Sisdiknas. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi.2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta. Baharudin. 2010. Pendidikan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Daradjat, Zakiyah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:Rosdakarya. Dewanto. 2005. Metodologi Penelitian. Semarang: UPT UNES Perss. Fajri, Em Zul.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Difa Publisher. Goode, William,2007. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara. Hurlock, Elizabeth, 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Mandar Maju. Nurwahid, Hidayat. 2006. Sekolah Islam Terpadu Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Syamil Cipta Media. Soekanto, Soejono.2004. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Redaksi Fokus Media. 2006. SISDIKNAS 2006. Bandung: Fokus Media. Walgito, Bimo. 1994. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan orang dewasa dalam rangka membantu perkembangan anak agar dapat kesempatan untuk dapat berkembang secara normal. Dalam undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional undang –undang tersebut memuat visi, misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, serta strategi pembangunan pendidikan nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dengan kehidupan global. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan nasional adalah; (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu bagi masyarakat indonesia: (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional: (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global: (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat
belajar: (5)meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral: (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global: (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas, reformasi pendidikan meliputi hal – hal sebagai berikut : Pertama, penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berdasarkan UU bahwa pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan potensi kehidupan manusia yang paling penting dalam menumbuhkan dan memajukan peradaban Indonesia. Utamanya dalam tujuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pendidikan dimulai dari keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dan proses pergaulan hidup suatu keluarga dianggap sebagai suatu sistem sosial, oleh karena memiliki
unsur-unsur
sistem sosial yang pada pokoknya mencakup kepercayaan, perasaan, tujuan ,
kaidah–kaidah kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang, sanksi, kekuasaan dan fasilitas, dan walau keadaan–keadaan berbeda dari satu keluarga terhadap keluarga yang lain. Keluarga dan sekolah mempunyai keterkaitan dalam pembentukan kepribadian anak (Soekamto, 2004:1). Untuk mengoptimalkan kemampuan, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik, dibutuhkan lingkungan pendidikan yang mendukung, artinya lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus seimbang dan saling bekerja sama dengan baik,
tujuan pendidikan secara utuh dapat dicapai
dengan optimal (Suwarno, 2006:48). Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan untuk anak didik, maka keluarga mempunyai pengaruh yang paling dominan dalam pembentukan kepribadian anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
: . Artinya: “Dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda: Tidak ada anak kecuali dilahirkan atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang meyahudikannya atau menasranikannya atau memajusikannya. (HR. Muslim). Memperhatikan pentingnya peran orang tua dalam keluarga dan peran sekolah dalam membentuk kepribadian anak yang mengacu pada perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga, penelitian ini ingin mengetahui apakah ada perbedaan antara Perilaku sosial keagamaan anak yang bersekolah dengan pendidikan full day school dengan sekolah umum.
Perpaduan secara integral dari pembagiduaan sistem pendidikan yaitu sistem pendidikan agama Islam dan sistem pendidikan umum atau sekuler saat ini dapat dilihat dari munculnya sistem pendidikan Islam terpadu atau sekolah Islam terpadu. Sekolah ini lebih mengedepankan adanya saling keterkaitan atau keterpaduan materi pendidikan umum dengan materi pendidikan agama sekolah Islam terpadu memiliki tujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa bukan hanya pada materi pendidikan umum dan pendidikan agama, atau bukan hanya aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga aspek psikomotorik. Untuk lebih mengoptimalkan kompetensi siswa pada ketiga aspek tersebut, sekolah Islam terpadu mengambil satu langkah baru dalam konsep kegiatan belajar mengajar yaitu sistem full day school. Dengan sistem tersebut siswa-siswa diharapkan mampu mengoptimalkan kemampuannya baik dari aspek kognitif, yaitu siswa mampu menguasai atau memahami disiplin ilmu yang telah diajarkan oleh pengajar; aspek afektif yaitu siswa mampu memilah–milah sikap yang harus dimiliki yang tidak bertentangan dengan norma–norma serta aspek afektif yaitu siswa mampu melaksanakan atau mengamalkan disiplin ilmu tersebut. Dengan kata lain apabila ketiga aspek tersebut adalah telah tercapai secara optimal. Di dalam proses interaksi yang melibatkan anak dan remaja, terjadi proses sosialisasi, proses tersebut merupakan suatu kegiatan yang bertujuan agar pihak yang dididik atau yang diajak kemudian mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dan dianut oleh masyarakat. Tujuan pokok adanya
sosialisasi tersebut bukanlah semata-mata agar kaidah-kaidah dan nilai diketahui serta dimengerti, tujuan terakhirnya adalah agar manusia bersikap tindak sesuai dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku serta agar yang bersangkutan mematuhi dan menghargainya. Di dalam proses sosialisasi tersebut, khususnya yang tertuju pada anak, terdapat pihak yang mungkin berperan. Pihak-pihak tersebut dinamakan lingkungan sosial. Seperti halnya dalam pola perilaku sebagai berikut: 1. Orang tua saudara-saudara dan kerabat 2. Kelompok sepermainan 3. Kelompok pendidikan formal 4. Lingkungan tetangga 5. Lingkungan pekerjaan Dari komparasi perilaku sosial anak yang muncul dalam lingkungan keluarga maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “STUDI KOMPARASI PERILAKU SOSIAL
KEAGAMAAN ANAK
DALAM LINGKUNGAN KELUARGA ANTARA PENDIDIKAN FULL DAY SCHOOL DENGAN PENDIDIKAN FORMAL UMUM
(STUDI
KASUS PADA MASYARAKAT KEL. LEDOK, KOTA SALATIGA TAHUN 2011)
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang bersekolah di pendidikan full day school? 2. Bagaimana perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang bersekolah di pendidikan formal umum? 3. Adakah perbedaan perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang bersekolah di pendidikan full day school dengan yang bersekolah di sekolah formal umum?
C. Tujuan Penelitian Segala tindakan yang dilakukan oleh manusia secara sadar pasti memiliki tujuan yang akan dicapai, dengan demikian juga penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang bersekolah di pendidikan full day school. 2. Untuk mengetahui perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang bersekolah di sekolah formal umum. 3. Untuk mengetahui perbedaan perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang bersekolah di pendidikan full day school dengan yang bersekolah di sekolah formal umum.
D. Hipotesis Penelitian Dalam bukunya Metodologi Research, Sutrisno Hadi berpendapat hipotesa adalah dugan yang mungkin benar, mungkin salah. Mengacu pada permasalahan yang telah di kemukakan di atas maka peneliti mengajukan hipotesis : terdapat perbedaan perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah dengan system full day school dengan yang menyekolahkan di sekolah umum. Berdasarkan pengertian tersebut peneliti masih harus menguji kebenarannya melalui pengumpulan dan anlisis data.
E. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Bagi Orang Tua Agar lebih memperhatikan aktifitas kegiatan anak-anak serta mampu mendidik anak- anak sesuai dengan perkembangan fisik dan pemikirannya 2. Bagi Anak Agar anak dapat berperilaku yang baik sesuai dengan ajaran – ajaran agama islam yang dicontohkan oleh Rasululloh SAW 3. Bagi Peneliti Sebagai media untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam meneliti sehingga dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan pada keadaan yang sebenarnya dalam lapangan.
4. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Penelitian ini sebagai sumbangsih pemikiran dan pengembangan ilmu sosial dan ilmu kejiwaan dalam rangka memajukan bangsa demi tercapainya pendidikan nasional . F. Definisi Operasional Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi kerancuan maka peneliti menegaskan istilah–istilah di dalam judul ini sebagai berikut: 1. Studi Komparasi Di dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti „kajian‟, telaah penelitian atau penyelidikan ilmiah (Zul Fajri, 2005:774). Sedangkan studi dapat berarti “penyelidikan atau penelaahan”. “komparasi berasal dari bahasa Inggris compare artinya memperbandingkan atau dari kata benda comparison yang artinya: perbandingan atau pembandingan”. Jadi studi komparasi adalah suatu kegiatan penelitian atau penyelidikan ilmiah dengan jalan mengadakan perbandingan tentang suatu hal dengan hal lainnya. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaannya. 2. Perilaku sosial keagamaan anak Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Sedangkan agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan syariat tertentu. Keagamaan anak dalam hal ini berkaitan dengan agama.
Perilaku sosial keagamaan yang di maksud dalam penelitian ini adalah keagamaan dimana tingkah laku sebagai reaksi kesadaran adanya Alloh juga dapat dikatakan bentuk pengabdian kepada Alloh bentuknya berupa ibadah kepada Alloh. Adapun indikator perilaku sosial keagamaan anak dalam keluarga a. Berbakti kepada orang tua b. Bersikap santun terhadap orang lain c. Mengikuti kegiatan TPA atau mengaji d.
Berkata jujur Jadi yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah penelitian yang
ingin mengetahui perbedaan perilaku sosial keagamaan anak yang sesuai dengan syariat agama islam.
G. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan dan usaha untuk menemukan dan mengembangkan serta menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode. 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Studi Komparasi antara Pendidikan full day school dengan Sekolah Formal Biasa dalam Hubungan Perilaku Sosial Anak
di Lingkungan Keluarga Pada Masyarakat Kel. Ledok Kota
Salatiga.
9
Untuk menentukan lokasi penelitian peneliti memilih keluarga yang mempunyai ciri-ciri: (a). orang tua dari siswa yang mengikuti kegiatan full day school, (b). orang tua dari siswa yang mengikuti kegiatan sekolah formal biasa, Sumber Data 2. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Adapun yang menjadi populasi adalah keluarga yang menyekolahkan di sekolah full day school ada 25 keluarga, maka menggunakan seluruh populasi yang ada yaitu 25 keluarga.Adapun populasi keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah umum ada 182 keluarga. Sampel adalah sebagian yang diambil dari seluruh objek yang diteliti, yang dianggap mewakili terhadap populasi yang diambil, dengan kata lain elemen-elemen yang dipilih atas dasar keterwakilannya. Dinamakan penelitian sampel apabila kita ingin menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah umum adalah 182 keluarga sehingga 15 % dari 182 adalah 27,3 yang dibulatkan menjadi 25 keluarga. Jadi sampel dari keluarga yang menyekolahkan di sekolah full day school dengan yang di sekolah umum masing-masing adalah 25 keluarga.
10
Untuk sekedar ancer – ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitin populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10% – 15 %, atau 20% – 25% atau lebih( Arikunto,2010:120). 3. Teknik Sampling Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan atau purposive sample sampel bertujuan yang dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu atas adanya pertimbangan. 4. Metode Pegumpulan Data a. Metode angket Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah dengan sistem full day school dan keluarga yang menekolahkan anaknya di sekolah umum. b. Metode dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan peneliti dalam mencari data mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian melalui benda-benda tertulis mengenai buku, catatan harian, dokumen. Metode ini digunakan peneliti untuk memperoleh data tertulis seperti
jumlah warga, keadaan warga, keadaan geografis dan demografis di lingkungan Kelurahan Ledok. 5. Analisis Data a. Analisis Pendahuluan Pada tahap ini dilakukan perhitungan perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga. Rumus yang digunakan adalah prosentase. P
F x 100% N
Keterangan : P = persentase F = frekuensi N= jumlah responden b. Analisis Lanjutan Analisis ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang menyekolahkan di sekolah full day school dengan sekolah umum menggunakan rumus tscore.
t= Keterangan : t
= t- score
Mx
= Mean dari sampel x (keluarga yang menyekolahkan d sekolah Full Day School)
My
= Mean dari sampel Y (keluarga yang menyekolahkan di sekolah umum)
SDbM = Standarat perbedaan mean
H. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika ini tersusun atas lima bab, yang diawali dengan preliminaries yang meliputi: halaman judul, halaman nota persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan keaslian tulisan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran. Adapun tentang tubuh skripsi berisi tentang: BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Hipotesis Penelitian E. Kegunaan Penelitian F. Definisi Operasional G. Metode Penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Full Day School 1. Pengertian Full Day School 2. Karakteristik Full Day School
3. Kurikulum Full Day School B. Pendidikan Formal Umum 1.Pengertian Pendidikan Formal Umum 2. Kurikulum Pendidikan Formal Umum C. Perkembangan Anak 1..Karakteristik anak dalam fase perkembangan 2.Perkembangan anak usia sekola 3.Perkembangan emosi 4.Lingkungan anak D. Perilaku Sosial 1. Pengertian perilaku Sosial 2. Jenis perilaku 3. Pembentukan perilaku 4. Teori perilaku E. Keluarga 1. Pengertian keluarga 2. Fungsi dan peran keluarga 3. Keluarga dan lingkungan sosial BAB III
HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian B. Penyajian Data
BAB IV
ANALISIS DATA A. Analisis Pendahuluan
B. Analisis Lanjutan BAB V
PENUTUP A. Saran B. Rekomendasi atau Diskusi C. Kesimpulan
STUDI KOMPARASI PERILAKU SOSIAL KEAGAMAAN ANAK DALAM KELUARGA ANTARA PENDIDIKAN FULL DAY SCHOOL DENGAN PENDIDIKAN FORMAL UMUM (Studi Kasus pada Masyarakat Kelurahan Ledok 2011)
Oleh
FARIKA NUR AINI NIM : 111 06 109
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2011
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Full Day School 1.
Pengertian Full Day School Kata Full Day School berasal dari bahasa Inggris. Full
artinya penuh, Day artinya hari, sedangkan school artinya sekolah. Jadi, pengertian Full Day School adalah sekolah sepanjang hari atau proses belajar mengajar yang dilakukan mulai pukul 06.45- 15.00 dengan durasi istirahat setiap dua jam sekali. Dengan demikian, sekolah dapat mengatur jadwal pelajaran dengan leluasa, disesuaikan dengan bobot mata pelajaran dan ditambah dengan pendalaman materi. Hal yang diutamakan dalam Full Day School adalah pengaturan jadwal mata pelajaran dan pendalaman. Metode pembelajaran Full Day School tidak selalu dilakukan di dalam kelas, namun siswa diberi kebebasan untuk memilih tempat belajar. 2. Karakteristik Full Day School Merupakan
satuan
jenjang
pendidikan
yang
mempunyai
karakteristik sebagai berikut : a.. Memiliki tujuan yang jelas. Secara operasional bertujuan untuk melatih dan mengajarkan kemampuan dasar calistung, pemahaman dasar agama (aqidah akhak, al qur’an, fiqih, hadis) serta mengajarkan
15
kemampuan dasar dan keterampilan yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan perkembangannya. b. Memberikan pelayanan pendidikan kepada anak didik dengan baik. Sarana
dan
prasarana
menjadi
tumpuan
terlaksananya
metode
pembelajaran analitif, inovatif, reaktif, evektif, dan menyenangkan (PAIKEM). c. Memiliki tenaga pendidik yang memadai dan professional untuk mewujudkan tujuan pembelajaran (PAIKEM).
3. Kurikulum Full Day School Kurikulum pada pendidikan Full Day School memiliki rincian yang jelas. Model kurikulum terbaru yaitu KTSP ditambah dengan kurikulum dari Kementrian Agama dipakai dan diolah dengan strategi khusus sehingga makna dan kandungannya tidak bertentangan dengan syariat islam namun memiliki nilai global. B. Pendidikan Formal Umum a. Pengertian Pendidikan Formal Umum Lembaga pendidikan formal adalah tempat yang paling memungkinkan seseorang
meningkatkan pengetehuan dan paling
mudah untuk
membimbing generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat (Ahmadi, 1991 : 162). Pendidikan formal merupakan pendidikan yang terlembaga atau dengan kata lain biasa disebut dengan persekolahan. Sistem persekolahan
16
atau pendidikan formal mengenal jenjang dari yang paling rendah sampai yang tinggi yang saling bertautan. Adapun tujuan pendidikan formal adalah
sebagai
:
Tempat
sumber
pengetahuan,
Tempat
untuk
pengembangan bangsa, Tempat untuk menguatkan masyarakat bahwa pendidikan itu penting guna bekal kehidupan di masyarakat sehingga siap pakai. Pendidikan formal sering disebut pendidikan sekolah. Sekolah adalah lembaga pendidikan
yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran secara sistematis, sengaja, dan terarah yang dilakukan oleh pendidik yang professional dengan program yang dituangkan kedalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada setiap jenjang tertentu dari tingkat kanak-kanak (TK) sampai dengan perguruan tinggi (PT). Adapun jenis-jenis pendidikan formal : Pendidikan Tinggi Pendidikan Menengah
SMA dan SMP
Pendidikan Dasar
SD dan TK
b. Kurikulum Pendidikan Umum Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pencaharian yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur
17
kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan muatan pengembagan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
C. Perkembangan Anak 1. Karakteristik Anak dalam Setiap Fase Perkembangan Dalam bukuIlmu Jiwa Agama, disebutkan fase-fase perkembangan anak dibedakan menjadi: a.
Usia Kanak-kanak
0 - 6 tahun
b.
Usia Anak-anak
6 – 12 tahun
c.
Usia Remaja
13 – 16 tahun
d.
Usia Dewasa
17 – 21 tahun
Dalam penelitian ini difokuskan pada ada fase perkembangan anak pada masa 6-12 tahun ketika sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku anak sehingga anak akan mencerminkan kondisi moral dalam dirinya. Dalam setiap fase perkembangan pada anak mempunyai ciri-ciri dan keistimewaan masing-masing, ciri-ciri tersebut bisa dilihat pada setiap fase perkembangan di bawah ini: a. Usia Kanak-kanak 0 - 6 tahun Pendidikan keagamaan dan kepribadian sudah mulai sejak anak dalam kandungan, apa yang dilakukan oleh ibu ketika mengandung
18
dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak yang akan lahir. Perkembangan moral anak sebelum sekolah terjadi secara tidak formil dalam keluarga, setiap perbuatan yang ada di depannya sebagai bahan ajar anak. Perbuatan yang ada di lingkungan anak secara terus-menerus itu akan menjadikan anak semakin dapat meniru perbuatan yang diciptakan oleh ayah maupun ibu, sehingga anak tidak akan jauh dari perbuatan sehari-hari yang dilakukan orang tua dalam lingkungan keluarga. Orang tua harus hati-hati dalam bersikap di depan anak karena ke mana arah sikap moral anak ditentukan pada sikap moral lingkungan keluarga. b. Usia Anak-anak 6 – 12 tahun Pada fase ini anak sudah masuk sekolah dasar dengan membawa bekal agama dan moral dalam dirinya yang dia dapat dari orang tuanya dan gurunya di taman kanak-kanak. Jika didikan agama dan moral anak yang diperoleh dari orang tua di rumah sejalan dengan dengan guru di taman kanak-kanak, maka anak saat masuk sekolah dasar sudah membawa moral yang serasi tapi kalau berbeda maka anak akan merasa bingung dan tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Semakin besar anak akan semakin bertambah fungsi agama bagi anak seperti ketika anak berumur 10 tahun ke atas maka agama memiliki fungsi moral dan sosial bagi anak. c. Usia Remaja 13 – 16 tahun
19
Setelah si anak melalui umur 12 tahun, berpindah dari masa kanak-kanak yang terkenal tenang dan tidak suka debat. Pertumbuhan jasmani yang cepat menimbulkan kecemasan pada remaja sehingga menimbulkan kegoncangan emosi pada anak remaja. Nilai-nilai agama dan moral bisa juga mengalami kegoncangan pada masa ini. d. Usia Dewasa 17 – 21 tahun Batas perkembangan moral anak dalam tahapan sebenarnya tidak tajam, masa remaja akhir ini dapat dikatakan anak pada masa ini dikatakan sempurna dari segi jasmani dan kecerdasan termasuk moral pada anak sudah terbentuk menjadi karakter yang kuat (Daradjat, 1996:109). 2. Perkembangan Anak Usia Sekolah Waktu bayi itu lahir, dia merupakan subyek dengan dirinya sendiri, yang melingkupi diri sendiri saja. Sedikit demi sedikit belajar tentang dunia luar, mengenal obyek-obyek di luar dirinya, dengan jalan mengarahkan dirinya keluar, menuju dunia obyektif yang lebih riil. Mulanya sikap anak terhadap kenyataan faktuil bercorak sangat subyektif. Lambat laun gambaran yang diperoleh tentang alam nyata akan semakin bertambah sempurna dan makin obyektif mengingat perkembangan anak sangat pesat pada maka sekolah dan mengingat lingkungan keluarga sekarang tidak lagi mampu untuk mengembangkan fungsi-fungsi anak, terutama fungsi intelektual dalam mengejar kemajuan zaman modern maka, anak memerlukan satu lingkungan sosial baru yang lebih luas
20
berupa sekolahan, untuk mengembangkan semua potensinya. Sekolah akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada anak sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Peraturan sekolah, otoritas guru, disiplin kerja, cara belajar kebiasaan dan cara bergaul dan macam-macam tuntutan sekolah yang cukup ketat memberikan segi-segi keindahan dan kesenangan belajar pada anak. Misalnya anak dapat belajar secara sistematis, bisa bergaul akrab dengan teman-temannya, bisa bermain bersama untuk mengadakan eksperimen, dapat berlomba dan bersenda gurau. Pengalaman ini memberikan pengaruh yang besar sekali bagi perkembangan kepribadian anak dari lingkungan sekolah yang sempit, anak sekarang memasuki lingkungan sekolah yang lebih luas, yang memiliki kondisi dan situasi berbeda sekali dengan keluarga. Di sekolah ini hasil-hasil kebudayaan bangsa dan zamannya akan ditransformasikan ataupun ditransmisikan pada diri anak. Dengan pengoperan hasil budaya tadi, diharapkan agar anak dapat mempelajari produk-produk kultural bangsanya, untuk demikian mampu bertingkah laku sesuai dengan normanorma etnis dan norma sosial lingkungan sekolah. Dengan pengajaran di sekolah anak dipersiapkan mampu melaksanakan tugas kewajiban yang baru, khususnya dipersiapkan untuk tugas–tugas hidup yang cukup berat pada usia dewasa. Untuk semua ini diperlukan bimbingan dan tuntutan formil (pendidikan) yang cukup lama. Lembaga persekolahanlah yang terutama memikul tugas memberikan pendidikan formil kepada anak-anak. Sebab semua pendidikan dan
21
pengajaran di
sekolah ditujukan pada
pemberian
fasilitas
bagi
pengembangan fungsi jasmani dan rohani anak didik (Kartono, 1995:136138). Menurut Elizabeth Hurlock Masa anak sekolah 7-12 tahun dengan ciri-ciri anak sebagai berikut : a. Perhatian tertuju pada hal-hal yang bersifat obyektif (logis dan rasional). b. Egosentris mulai berkurang. c. Sifat-sifat fantastis mulai berkurang. d. Periode belajar, menyelami pikiran orang lain. e. Mengembangkan kata hati. f. Mencari kebebasan dalam mengembangkan hasrat sosial. Pada masa 7-12 tahun adalah disebut masa anak sekolah. Dinamakan demikian karena disesuaikan dengan lingkungan
maupun
sebagai anggota masyarakat, sekolah sangat besar pengaruhnya. Masa ini akan memakan waktu yang sangat panjang, lebih kurang tujuh tahun. Ciri utama yang dimasukkan ke dalam masa ini ialah: 1. Serasi Sekolah Pengertian serasi sekolah berhubungan erat dengan ‘keinginan dapat dibentuk kita membentuk anak dan anak sadar bahwa ia kita pimpin dari taraf yang satu ke taraf yang lebih tinggi dalam perkembangan jiwanya. Pembentukan yang dimaksud bukanlah pembentukan
lahiriyah,
tetapi
22
pembentukan
rohaniyah.
Yang
dimaksud dalam pembentukan masa sekolah ini adalah pembentukan dengan menyajikan bahan-bahan tertentu yang dapat membantu pembentukan batin anak. Tujuan pembentukan di sekolah ialah mengembangkan batin dan jasmani anak dengan perantaraan bahan pelajaran dan pendidikan di sekolah. 2. Masak Sekolah Agar anak dapat dibentuk di sekolah harus memiliki kemungkinan serasi sekolah, di samping itu harus dipenuhi syaratsyarat lain ialah masak sekolah. Suasana di sekolah jauh berbeda dengan yang di keluarga. Di sekolah anak berhadapan dengan anak lain, dengan guru, dengan peraturan tata tertib, dengan otoritas, dan sebagainya. Sedangkan hal itu tidak terdapat dalam keluarga. Syaratsyarat masak sekolah ialah: a. Anak sudah dapat menyesuaikan diri dengan ketertiban. b. Perasaan sosialnya telah cukup berkembang. c. Adanya kecenderungan yang sewajarnya untuk mengakui otoritas (kekuasaan). Perkembangan fungsi-fungsi jiwa pada anak masa sekolah: a. Pengamatan Pada perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki tempat yang paling penting. Beberapa teori mengenai fungsi pengamatan ini adalah :
23
1) Teori Meumann, ia membedakan fungsi pengamatan menjadi tiga fase, yaitu: b) Fase sintese fantastis, semua pengamatan atau penghayatan anak memberikan kesan total. Hanya beberapa onderdil atau bagian saja yang bisa ditangkap jelas oleh anak. Selanjutnya, anak akan melengkapi tanggapan tersebut dengan fantasinya. Periode ini berlangsung pada usia 7-8 tahun. c) Fase analisa 8-12 tahun, ciri-ciri dari macam-macam benda mulai diperhatikan oleh anak. Bagian atau onderdilnya mulai di tangkap, namun belum dikaitkan dalam kerangka keseluruhan
atau
totalitasnya.
Fantasi
anak
mulai
berkurang, dan diganti dengan pemikiran yang lebih rasional. d) Fase sintese logis ± 12 tahun ke atas, anak mulai memahami benda-benda dan peristiwa. Tumbuh wawasan akal budinya atau insight. Bagian atau onderdil-onderdilnya sekarang mulai dikaitkan dengan hubungan totalitasnya. 2) Teori William Stern, menampilkan empat stadium dalam perkembangan fungsi pengamatan anak yaitu: a. Stadium–keadaan, 0-8 tahun. Di samping mendapatkan gambaran total yang samar-samar, anak kini mengamati benda-benda dan beberapa orang secara lebih teliti.
24
b. Stadium-perbuatan, 8-9 tahun. Anak menaruh minat besar terhadap pekerjaan dan perbuatan orang dewasa serta tingkah laku binatang. c. Stadium–hubungan, 9-10 tahun dan selanjutnya. Anak mengamati relasi atau hubungan dalam dimensi ruang dan waktu; juga hubungan kausal dari benda-benda dan peristiwa. d. Stadium–perihal (sifat). Anak mulai menganalisa hasil pengamatannya, dengan mengkonstatir ciri-ciri atau sifat dari benda. 3) Teori Oswald Kroh menyertakan ada empat periode dalam perkembangan fungsi pengamatan anak yaitu: a) Periode sintese fantastis, 7-8 tahun. Artinya, segala hasil pengamatan merupakan kesan totalitas atau global, sifatnya masih
samar-samar.
Selanjutnya,
kesan-kesan
ini
dilengkapi dengan fantasi anak asosiasi dengan ini, anak suka sekali pada dongeng-dongeng, sage, mythe, legende, kisah-kisah, dan cerita khayalan. b) Periode realisme naif, 8-10 tahun. Anak sudah bisa membedakan bagian atau onderdil, tapi belum mampu menghubung-hubungkan
satu
dengan
lain.
Dalam
hubungan totalitas. Unsur fantasi sudah banyak diganti dengan pengamatan konkrit.
25
c) Periode realisme kritis, 10-12 tahun. Pengamatannya bersifat realistis dan kritis. Anak sudah bisa mengadakan sintese logis, karena pengertian, insight atau wawasan ada kalanya sudah mencapai taraf kematangan. Anak kini bisa menghubungkan bagian-bagian jadi satu kesatuan atau menjadi satu struktur. d) Fase subyektif, 12-14 tahun. Unsur emosi atau perasaan muncul kembali dan kuat sekali mempengaruhi penilaian anak terhadap semua pengamatannya. Masa ini dibatasi oleh gejala pubertas kedua, trotzalter kedua, masa menentang kedua (Kartono, 1995:138-140). Perkembangan fungsi pengamatan anak diawali dengan hal-hal yang bersifat samar-samar pada usia 7 – 8 tahun, pada usia 8 – 10 tahun anak sudah bisa membedakan tapi belum mampu menghubungkan satu dengan yang lain. Pada usia 10 – 12 tahun pengamatannya bersifat realistis dan kritis, anak bisa menghubungkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan. Dan pada umur 12 – 14 tahun unsur emosi (perasaan) muncul dan
mempengaruhi
penilaian anak
terhadap
semua
pengamatan. b. Sikap Jiwa, Perhatian dan Ingatan Pada masa ini sifat-sifat egosentris semakin berkurang, perhatian mulai beralih kepada hal-hal yang obyektif. Pada masa
26
sekolah perkembangan daya ingatan mencapai tingkatan yang tinggi, kemampuan mengingat dan menghafal cukup baik, walaupun masih dalam taraf ingatan mekanis. c. Pikir Perkembangan pikir dalam keadaan normal berlangsung tenang dan berangsur-angsur meningkat. Jalan berpikir mulai berkembang ke arah logis rasional, maka masa ini sering disebut masa intelektual. Periode ini seluruhnya disebut periode belajar, anak mulai mempunyai usaha untuk menyelami pikiran orang lain. Tingkat berpikir belum dapat pada tingkat abstrak, berpikirnya masih lebih lekat pada peragaan dan terselenggara deagan tanggapan-tanggapan yang kongkret. d. Khayal Daya khayal mengalami perubahan-perubahan. Sampai kira-kira umur 8 tahun anak masih tertarik pada cerita-cerita fantastis, dongeng-dongeng yang ajaib, lambat laun anak bersikap kritis terhadap cerita tersebut, kritik mulai berperan. e. Perasaan Pada masa ini perasaan intelek cukup besar, sedangkan perasaan keindahan agak berkurang. Anak belum dapat bertindak berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
ketuhanan
dan
keagamaan. Sering timbul rasa takut, takut pada hal-hal yang ajaib, hal-hal yang tidak dapat dipahami. Ketakutan itu disebabkan
27
karena
kepercayaan
kepada
diri
sendiri
masih
lemah,
pengetahuannya masih picik. f. Kemauan 1) Masa sekolah adalah masa yang sebaik-baiknya untuk membentuk kemauan. Pada masa ini anak belum cukup kekuatan untuk menguasai diri sendiri dan suka tunduk kepada otoritas yang kuat. Umumnya anak menghendaki pemimpin yang tegas. Biasanya pada masa ini anak suka bersekolah, suka belajar, dan menjalankan kewajiban sekolah dengan senang hati. Umumnya anak belum mempunyai kemauan yang kuat, jiwanya masih mudah dipengaruhi, baik pengaruh yang positif maupun negatif. Baru pada umur ± 12 tahun anak dapat dikatakan tenang, anak dalam kondisi yang baik (Ahmadi, 1991:137-139). Tanda-tanda pada umur ini antara lain: 2) Anak mulai berpikir teratur. 3) Kadang-kadang anak dapat melahirkan pikirannya yang tenang. 4) Anak telah mempunyai pengetahuan yang banyak dan kadangkadang telah membuat rencana untuk masa depan. 5) Belum mempunyai kemauan yang kuat, masih mudah terpengaruh (Ahmadi, 1991:137-139). 3. Perkembangan emosi Umumnya ungkapan emosional pada akhir masa kanak0kanak merupakan ungkapan yang menyenangkan. Anak tertawa genit atau
28
tertawa terbahak-bahak, menangis dan seterusnya. Untuk standar orang dewasa ungkapan emosional kurang matang, tetapi hal ini menandai anak bahagia dan penyesuaian dirinya baik. a. Pola Emosi Umum pada Akhir Kanak-Kanak Bagaimanapun juga pola emosional akhir masa kanak-kanak berbeda dengan pola awal masa kanak-kanak dalam dua hal. Pertama, jenis situasi yang membangkitkan emosi dan kedua, bentuk ungkapannya. Perubahan tersebut lebih merupakan akibat daripada proses pematangan diri. Dari pengalaman anak mengetahui bagaimana anggapan orang lain tentang berbagai bentuk ungkapan emosional. Dalam keinginan berbagai bentuk yang ternyata secara sosial tidak diterima. Dengan bertambah besarnya badan, anak-anak mulai mengungkapkan amarah dalam bentuk murung, menggerutu dan berbagai ungkapan kasar. Ledakan amarah menjadi jarang karena anak mengetahui bahwa tindakan semacam dianggap tindakan bayi. b. Periode Meningginya Emosi Pada akhir masa kanak-kanak, ada waktu dimana anak sering mengalami emosi yang hebat. Karena emosi cenderung kurang menyenangkan, maka pada periode ini meningginya emosi menjadi periode ketidakseimbangan, yaitu dimana anak menjadi sulit untuk dihadapi.
29
Meningginya emosi pada masa ini disebabkan karena keadaan fisik dan atau lingkungan. Namun umumnya masa ini adalah periode yang relatif tenang yang berlangsung pada mulai nya masa puber. Ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, peranan yang harus dilakukan anak yang lebih besar sudah terumus secara jelas dan anak tahu bagaimana melaksanakannya; Kedua, permainan dan olahraga adalah bentuk
pelampiasan
emosi
yang
tertahan;
Ketiga,
dengan
meningkatnya keterampilan anak tidak banyak mengalami kekecewaan dalam usahanya untuk menyelesaikan berbagai macam tugas dibandingkan dengan masa anak masih lebih muda. c. Permulaan Katarsis Emosional Dengan mengengkang ungkapan emosi eksternal anak menjadi gelisah, tegang dan mudah tersinggung dengan masalah yang sangat kecil sekalipun, anak dikatakan sedang mengalami suasana hati yang buruk atau keadaan buruk. Karena keadaan hati yang tidak tersalurkan tidak menyenangkan bagi anak, sering kali anak dengan cara cobacoba meredakan keadaan ini dengan sibuk bermain, dengan tertawa terbahak-bahak atau bahkan dengan menangis. Sekali cara meredakan emosi tidak tersalurkan ini ditemukan, yang disebut katarsis emosional, maka akan timbul cara baru bagi anak untuk mengatasi ungkapan emosional agar sesuai dengan harapan sosial. Meskipun banyak bentuk katarsis yang digunakan, tetapi anak menemukan melalui cara coba-coba dan bukan melalui bimbingan,
30
bahwa ada beberapa bentuk yang lebih baik dan secara sosial lebih diterima daripada bentuk yang lainnya. Di lain pihak tertawa dan bermain tidak menimbulkan akibat
samping dan juga tidak
menimbulkan penolakan sosial. Dengan demikian sebelum masa kanak-kanak berakhir sebagian besar anak telah menemukan bentuk katarsis emosional yang memenuhi kebutuhan mereka dan membantu mereka mengendalikan emosi seperti yang diharapkan oleh kelompok sosial. Anak akan dianggap tidak matang baik oleh teman-teman sebaya maupun orang-orang dewasa, kalau ia masih menunjukkan pola-pola emosi yang kurang menyenangkan, seperti amarah yang meledak-ledak, dan bila emosi yang buruk seperti marah dan cemburu masih sangat kuat sehingga kurang disenangi oleh orang lain (Hurlock, 1996:154-155). Anak akan dianggap tidak matang oleh teman-teman sebaya maupun orang dewasa kalau masih menunjukkan emosi yang kurang menyenangkan, marah, dan tidak menyenangkan orang lain. 4. Lingkungan Anak Di dalam proses kehidupan bermasyarakat adanya pola hubungan antar manusia, hubungan antar kelompok, serta hubungan manusia dengan kelompok lainnya disebut interaksi sosial, anak merupakan salah satu pihak di samping adanya pihak-pihak lain (misalnya; orang tua, kerabat, teman, dan sebagainya). Pihak-pihak tersebut saling mempengaruhi, sehingga terbentuklah kepribadian-kepribadian tertentu sebagai akibatnya.
31
Proses saling mempengaruhi melibatkan unsur-unsur yang baik dan benar dan unsur lainnya yang dianggap salah dan buruk. Unsur-unsur yang berpengaruh biasanya tergantung dari mentalitas dari pihak yang menerimanya. Artinya, sejauh mana pihak penerima mampu untuk menyaring dari unsur-unsur luar yang diterimanya melalui proses pengaruh dan mempengaruhi. Di dalam proses interaksi yang melibatkan anak dan remaja, terjadi proses sosialisasi, proses tersebut merupakan suatu kegiatan yang bertujuan agar pihak yang dididik atau yang diajak kemudian mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dan dianut oleh masyarakat. Tujuan pokok adanya sosialisasi tersebut bukanlah semata-mata agar kaidah-kaidah dan nilai diketahui serta dimengerti, tujuan terakhirnya adalah agar manusia bersikap tindak sesuai dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku serta agar yang bersangkutan mematuhi dan menghargainya. Di dalam proses sosialisasi tersebut, khususnya yang tertuju pada anak, terdapat pihak yang mungkin berperan. Pihak-pihak tersebut dinamakan lingkungan sosial. Seperti halnya dalam pola perilaku: a. Orang Tua Saudara-Saudara dan Kerabat Di dalam keadaan yang normal maka lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya, saudara-saudaranya serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal serumah. Melalui lingkungan itulah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan itulah anak
32
mengalami proses sosialisasi awal. Orang tua, saudara-saudara maupun kerabat dekat lazimnya mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak, agar supaya anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik melalui penanaman disiplin dan kebebasan serta penyerasiannya. Pada saat ini orang tua, saudara maupun kerabat melakukan sosialisasi yang biasanya diterapkan melalui luwes dan kasih sayang. Atas dasar itulah anak dididik untuk mengenal nilai-nilai tertentu. Seperti misalnya, nilai ketertiban dan nilai ketenteraman nilai kebendaan dan nilai keakhlakan, nilai kelestarian dan nilai kebaruan dan seterusnya. Pada nilai ketertiban dan nilai ketenteraman ditanamkan perilaku disipliner dan perilaku bebas yang senantiasa harus diserasikan. Suasana keluarga yang positif bagi motivasi dan keberhasilan studi adalah keadaan yang menyebabkan anak merasa dirinya aman atau damai bila berada ditengah keluarga tersebut. b. Kelompok Sepermainan Kelompok sepermainan dan peranannya belum begitu tampak pengaruhnya pada masa kanak-kanak, walaupun pada masa itu seorang anak sudah mempunyai sahabat-sahabat yang terasa dekat sekali dengannya. Sahabat itu mungkin adalah anak tetangga, teman satu kelas, anak kerabat, dan seterusnya. Sahabat-sahabat itu memang diperlukan sebagai penyaluran aspirasi yang memperkuat unsur-unsur kepribadian yang diperoleh dari rumah sudah tentu bahwa sahabat
33
tersebut cenderung memberikan pengaruh yang baik dan benar, walaupun tidak mustahil bahwa ada sahabat yang memberikan pengaruh yang kurang baik. Sahabat yang baik dan benar akan menunjang motivasi dan keberhasilan studi, karena dengan mereka biasanya terjadi proses saling mengisi, yang mungkin berbentuk persaingan sehat. Tidak jarang bahwa sahabat yang baik merupakan unsur penggerak untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas lainnya dengan sebaik mungkin. c. Kelompok Pendidik Kelompok sekolah tidak saja mencakup sekolah saja, oleh karena
sekolah
hanya
menyelenggarakan
pendidikan
formal.
Kelompok pendidik atau guru yang mengajar di sekolah yang diharapkan menciptakan suasana yang sangat mendorong motivasi dan keberhasilan
studi
anak
didiknya.
Pada
sekolah
yang
menyelenggarakan pendidikan seperti TK, SD, SMP guru mempunyai peranan yang sangat besar bahkan dominant dan cenderung mutlak di dalam membentuk dan mengubah pola perilaku anak didik (Soekanto, 2004:69-77). Proses saling mempengaruhi melibatkan unsur-unsur yang dianggap salah dan buruk. Di dalam proses interaksi yang melibatkan anak dan remaja, terjadi proses sosialisasi. Seperti lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
34
D. Perilaku Sosial 1. Pengertian Perilaku Sosial Perilaku atau aktivitas-aktivitas individu dalam pengertian yang luas, yaitu perilaku yang nampak (overt behavior) dan atau perilaku yang tidak nampak (inner behavior), demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut di samping aktivitas motoris juga termasuk aktivitas emosional dan kognitif. Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun demikian sebagian terbesar dari perilaku organisme itu sebagai respon terhadap stimulus eksternal. Pandangan stimulus dan perilaku sebagai respon menurut para ahli: a. Kaum behavioris, memandang bahwa perilaku sebagai respon terhadap stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya, dan individu atau organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan perilakunya, hubungan stimulus dan respon seakanakan bersifat mekanistis. b. Aliran kognitif, memandang perilaku individu merupakan respon dari stimulus, yaitu yang memandang perilaku individu merupakan respon dari stimulus, namun dalam diri individu itu ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Hubungan stimulus dan respon tidak berlangsung secara otomatis, tetapi individu mengambil peranan dalam menentukan perilakunya.
35
c. Lewin, memberikan pengertian bahwa perilaku itu merupakan fungsi atau tergantung pada lingkungan dan organisme yang bersangkutan. Perilaku bergantung pada lingkungan interaksi organisme. Dengan formulasi itu lebih jelas hubungan antara lingkungan dengan organisme, yaitu hubungan interaksional. Yang dimaksud interaksional di sini ialah saling hubungan antara lingkungan dengan organisme. Perilaku itu ditentukan atau bergantung pada lingkungan atau stimulus atau organisme yang bersangkutan. d. Bandura, menggunakan pengertian person, bukan organisme. Perilaku, lingkungan, dan individu itu sendiri saling berinteraksi satu dengan yang lain. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping itu perilaku itu juga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula lingkungan dapat mempengaruhi individu, demikian juga sebaliknya. 2. Jenis Perilaku Dalam buku psikologi sosial, Walgito (1994:17) mengutip pernyataan dari skinner bahwa jenis perilaku dibedakan menjadi: a. Perilaku yang alami (innate behavior), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, yaitu yang berupa reflek-reflek dan insting-insting. b. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang dibentuk dari proses belajar.
36
Lain daripada itu Walgito (1994:17-18) juga mengutip pernyataan dari Branca bahwa Perilaku yang reflektif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang bersangkutan. Dengan kata lain begitu stimulus diterima oleh reseptor langsung timbul respon melalui afektor tanpa melalui pusat atau otak. Perilaku non reflektif atau yang operan lain keadaannya. Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini yang disebut prosesi psikologis. 3. Pembentukan Perilaku Perilaku manusia sebagian terbesar adalah berupa perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari. Cara membentuk perilaku tersebut antara lain: a. Pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan, yaitu dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut. Misal, menggosok gigi sebelum tidur, membiasakan diri untuk bangun pagi. b. Pembentukan
perilaku
dengan
pengertian
(insight),
cara
ini
berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian. Misal, apabila mengendarai sepeda motor harus memakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri. c. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model, cara ini didasarkan atas teori belajar sosial, pembentukan perilaku masih dapat
37
ditempuh dengan menggunakan model atau contoh. Misal, pemimpin menjadi panutan bagi yang dipimpinnya. 4. Beberapa Teori Tentang Perilaku a. Teori Insting Teori ini dikemukakan oleh McDougall, ia mengemukakan bahwa perilaku itu disebabkan karena insting. Insting merupakan perilaku yang inert, perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman. b. Teori Dorongan (drive theory) Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongandorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya maka akan terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut. c. Teori Insentif (incentive theory) Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga di sebut reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah, sedangkan
38
reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman. Reinforcement yang positif akan mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan reinforcement yang negatif akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku. Ini berarti bahwa perilaku timbul karena adanya insentif atau reinforcement. d. Teori Atribusi Teori ini ingin menjelaskan sebab-sebab perilaku orang, apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal; motif, sikap, dan sebagainya) ataukah oleh keadaan eksternal.
E. Keluarga Keluarga merupakan unsur dalam masyarakat, itu merupakan dasar pembantu utama struktur sosial yang lebih luas, dengan pengertian bahwa lembaga–lembaga lain yang tergantung pada eksisitensinya struktur sosial. Di semua masyarakat yang pernah dikenal, hampir semua orang hidup terikat dalam jaringan kewajiban dan hak keluarga yang disebut hubungan peran (role relations). Seseorang disadarkan akan adanya hubungan tersebut karena proses sosialisasi yang sudah berlangsung sejak masa kanak–kanak, yaitu proses di mana ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggotaanggota keluarga lain dari padanya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang dikehendaki. Para ahli filsafat dan analisis sosial telah melihat bahwa masyarakat adalah struktur yang terdiri dari keluarga dan bahwa keanehan–keanehan suatu masyarakat tertentu dapat digambarkan dengan menjelaskan hubungan kekeluargaan yang berlangsung di dalamnya. 39
Karya, etika, dan moral yang tertua menggambarkan, menerangkan bahwa masyarakat kehilangan kekuatannya jika anggotanya gagal dalam menjalankan tanggung jawab keluarganya, Gonfusius umpamanya, berpendapat bahwa kebahagiaan dan kemakmuran akan tetap ada dalam masyarakat jika saja semua orang bertindak benar sebagai anggota masyarakat dan menyadari bahwa seseorang harus menaati kewajibannya sebagai anggota masyarakat (Goode, 2007s:2). 1. Pengertian Keluarga Keluarga itu terdiri dari pribadi–pribadi, tetapi merupakan bagian dari jaringan sosial yang lebih besar. Sebab itu kita selalu berada di bawah pengawasan saudara–saudara mengkritik,
menyarankan,
kita,
yang
memerintah,
merasakan bebas membujuk,
memuji
untuk atau
mengancam, agar kita melakukan kewajiban yang telah dibebankan kepada kita. Dalam setiap masyarakat manusia, pasti akan dijumpai keluarga batih (nuclear family). Keluarga tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri, beserta anak–anaknya yang belum menikah. Keluarga tersebut lazimnya juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dan proses pergaulan hidup. Suatu keluarga dianggap sebagai suatu sistem sosial, oleh karena memiliki unsur–unsur sistem sosial yang pada pokoknya mencakup kepercayaan, perasaan, tujuan , kaidah–kaidah kedudukan dan peranan, tingkatan atau
40
jenjang, sanksi, kekuasaan dan fasilitas. Lalu unsur–unsur itu diterapkan pada keluarga , maka akan ditemui keadaan sebagai berikut: a. Adanya kepercayaan bahwa terbentuknya keluarga batih merupakan suatu kodrat yang maha pencipta b. Adanya perasaan–perasaan tertentu pada diri anggota keluarga yang terwujud rasa saling mencintai,, saling menghargai, atau saling bersaing c. Tujuan, yaitu bahwa keluarga batih merupakan suatu wadah di mana manusia mengalami proses sosialisasi serta mendapatkan serta mendapatkan jaminan akan ketenteraman jiwanya d. Setiap keluarga batih senantiasa diatur oleh kaidah–kaidah yang mengatur timbal–balik antara anggota–anggotanya, maupun dengan pihak-pihak luar keluarga batih yang bersangkutan e. Keluarga batih maupun anggota–anggotanya mempunyai kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat f. Anggota–anggota keluarga batih misalnya suami dan istri sebagai ayah dan ibu, mempunyai kekuasaan yang menjadi salah satunya dasar bagi pengawasan proses hubungan kekeluargaan g. Masing–masing anggota keluarga batih memiliki posisi sosial tertentu dalam hubungan kekeluargaan, kekerabatan maupun dari pihak luar h. Lazimnya sanksi-sanksi positif maupun negatif diterapkan dalam keluarga tersebut, bagi mereka yang patuh serta terhadap mereka yang menyeleweng
41
i.
Fasilitas untuk mencapai tujuan kekeluargaan biasanya juga ada, misalnya,
sarana–sarana
untuk
mengadakan
proses
sosialisasi
(Soekanto, 2004:1-2). 2. Fungsi dan Peran Keluarga a. Fungsi Keluarga Pada dasarnya fungsi–fungsi keluarga ini paling sedikit mengakibatkan konsekuensi–konsekuensi tertentu, misalnya pada orang tua yang terdiri dari suami atau ayah dan istri atau ibu. Hal–hal ini terutama terarah kepada anak-anak, di samping pihak–pihak lain, anak-anak itu yang kelak menggantikan kedudukan dan peranan orang tuanya, oleh karena lazimnya mereka juga akan berkeluarga, dengan demikian, maka suatu keluarga mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: 1) Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual yang seyogianya 2) Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses di mana anggota–anggota masyarakat yang bau mendapatkan pendidikan untuk mengenal, memahami, menaati dan menghargai kaidah– kaidah serta nilai–nilai yang berlaku 3) Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan– kebutuhan ekonomis
42
4) Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggota–anggotanya mendapatkan perlindungan ketenteraman dan perkembangan jiwanya. b. Peran Keluarga Sebagai unit pergaulan hidup terkecil dalam masyarakat, keluarga mempunyai peranan–peranan tertentu. Peranan keluarga itu adalah: 1) Keluarga berperan sebagai pelindung bagi pribadi–pribadi yang menjadi anggota, di mana ketenteraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut 2) Keluarga merupakan unit sosial–ekonomis yang secara materiil memenuhi anggota–anggotanya 3) keluarga menumbuhkan dasar–dasar bagi kaidah–kaidah pergaulan hidup 4) Keluarga merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal. yakni suatu proses di mana manusia mempelajari kaidah–kaidah dan nilai–nilai yang berlaku dalam masyarakat. Di Indonesia peranan keluarga menjadi penting, terutama di kota–kota di wilayah pedesaan yang sulit menutup diri terhadap pengaruh kota, peranan keluarga juga penting, semula keluarga luas (exyended family) memang lebih berperan; kelompok–kelompok kekerabatan misalnya,
memang lebih berperan karena secara
tradisional demikian juga halnya.
43
Faktor–faktor yang meningkatnya peranan keluarga: a) Hubungan darah yang sangat kuat yang semula mendapat tekanan yang sangat kuat kemudian didampingi dengan factor hubungan karena tempat tinggal yang sama b) Pembagian kerja dalam masyarakat yang semakin berkembang ke arah ketrampilan individual menyebabkan bahwa kemampuan individual lebih dipentingkan daripada kepentingan kolektif atau kelompok c) Pusat kehidupan yang semula ada di kelompok-kelompok kekerabatan beralih ke keluarga d) Pelaksanaan program KB yang menekankan pada pengaturan kehamilan dan pembatasan kelahiran, mengakibatkan semakin eratnya hubungan antara anggota-anggota suatu keluarga yang secara relative kecil jumlahnya. Dari sudut atau tolak ukur perkembangan individual anggota-anggota keluarga, keluarga semakin berperan dan menguntungkan. Hal ini disebabkan, oleh karena dengan demikian orang tua yakni suami dan istri akan dapat memusatkan perhatian yang banyak terhadap anak-anaknya sendiri (Soekanto, 2004:23-24). Dengan adanya program KB keluarga berperan dalam perkembangan anggota-anggota keluarganya dan dapat
memberikan perhatian kepada anak-anaknya dengan
maksimal.
44
3. Keluarga dan Lingkungan Sosial Di luar kehidupan keluarga terdapat suatu lingkungan yang biasanya disebut lingkungan sosial. Secara sosiologis lingkungan sosial mencakup lingkup yang sangat luas yang berintikan pada interaksi sosial. Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat yang di dalamnya terdapat interaksi individu dengan individu yang lain. Lingkungan sosial dapat dibedakan antara lain: 1) Lingkungan Sosial Primer Yaitu lingkungan sosial dimana terdapat hubungan yang erat antara individu satu dengan yang lain yang saling kenal, dan mempunyai pengaruh yang mendalam. 2) Lingkungan Sosial Sekunder Yaitu lingkungan sosial dimana terdapat hubungan antara individu satu dengan yang lain kurang mengenal. Namun demikian pengaruh lingkungan sosial, baik lingkungan sosial primer atau sekunder sangat besar terhadap keadaan individu sebagai anggota masyarakat. Individu dan lingkungan sosial terdapat hubungan timbale balik, yaitu lingkungan berpengaruh pada individu tetapi sebaliknya individu juga mempunyai pengaruh pada lingkungan. Hubungan atau sikap individu terhadap lingkungan sosial dapat dibedakan menjadi berikut:
45
a) Individu Menolak Lingkungan Bila individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungannya. Dalam keadaan yang demikian ini, individu dapat memberikan bentuk pada lingkungan sesuai apa yang diharapkan oleh individu yang bersangkutan. Misal dalam kehidupan bermasyarakat, kadang-kadang orang tidak sesuai atau tidak cocok dengan normanorma yang ada pada lingkungannya, maka seseorang dapat memberikan pengaruh atau memberikan bentuk pada lingkungan tersebut. b) Individu Menerima Lingkungan Bila keadaan lingkungan sesuai atau cocok dengan keadaan individu, dengan demikian individu akan menerima keadaan lingkungan tersebut misal keadaan norma-norma yang ada dalam lingkungan cocok dengan harapan atau keadaan dari individu yang bersangkutan. c) Individu Bersikap Netral atau Status Kuo Bila individu tidak cocok dengan keadaan lingkungan, tetapi individu tidak mengambil langkah-langkah sebaiknya. Individu bersikap diam saja, dengan suatu pendapat biarlah lingkungan dalam keadaan yang demikian, asal individu yang bersangkutan tidak berbuat demikian (Walgito, 1994:26-28).
46
Di Indonesia peranan sosial tampaknya masih besar apabila dibandingkan dengan peranan keluarga, terutama pada lapisan menengah dan bawah. Bahkan dapat dikatakan, bahwa faktor-faktor eksternal lebih besar peranannya dalam pembentukan kepribadian seseorang. Hal ini tidak saja berkaitan dengan pola hidup spiritual, akan tetapi juga aspek materiilnya. Lingkungan sosial tersebut meliputi: a. Lingkungan pendidikan formal Yakni sekolah, sangat mempengaruhi pola hidup anak-anak. Sebab kelompok sepermainan biasanya tumbuh di lembaga-lembaga formal tersebut. Selain dari itu mutu sekolah dan guru-gurunya juga mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Pola hidup yang berkembang di sekolah dewasa ini terutama memberikan tekanan pada matrealisme, kemudian dibawa ke rumah. Hal ini mungkin dapat menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan keluarga. b. Lingkungan pekerjaan Membentuk sebagian kepribadian suami dan istri. Sebagai contoh para suami yang menjadi pegawai negeri, anggota ABRI atau wiraswasta, rata-rata membawa pola hidup pekerjaan ke rumah. Bagi istri yang tidak bekerja, pola hidup pekerjaan suami sangat mempengaruhinya. Akan tetapi kalau istri bekerja juga di bidang lain, kemungkinan terjadi dualisme dalam keluarga apabila tidak ada usaha penyerasian.
47
c. Lingkungan tetangga Lingkungan tetangga mempunyai pengaruh terhadap pola hidup keluarga. Dalam hal ini perlu dibedakan antara berbagai jenis lingkungan tetangga. Lingkungan tetangga akan mempengaruhi lapisan-lapisan menengah ke bawah, sedangkan lapisan tinggi atau atas tampaknya pola hidup pada keluarga lebih banyak dipengaruhi faktor intern, sehingga peranan keluarga lebih menonjol. F. Pendidikan Full Day Scool 1.
Pengertian full day scool Kata full day scool berasal dari bahasa inggris. Full artinya
penuh, day artinya hari, sedangkan scool artinya sekolah. Jadi, pengertian full day scool adalah sekolah sepanjang hari atau proses belajar mengajar yang dilakukan mulai pukul 06.45- 15.00 dengan durasi istirahat setiap dua jam sekali. Dengan demikian, sekolah dapat mengatur jadwal pelajaran dengan leluasa, disesuaikan dengan bobot mata pelajaran dan ditambah dengan pendalaman materi. Hal yang diutamakan dalam full day scool adalah pengaturan jadwal mata pelajaran dan pendalaman. Metode pembelajaran full day scool tidak selalu dilakukan didalam kelas, namun siswa diberi kebebasan untuk memilih tempat belajar. 2. Karakteristik full day scool Merupakan
satuan
jenjang
karakteristik sebagai berikut :
48
pendidikan
yang
mempunyai
a.. memiliki tujuan yang jelas. Secara operasional bertujuan untuk melatih dan mengajarkan kemampuan dasar calesto, pemahaman dasar agama (aqidah akhak, al qur’an, fiqih, hadis) serta mengajarkan kemampuan dasar dan keterampilan yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan perkembangannya. b. memberikan pelayanan pendidikan kepada anak didik dengan baik. Sarana dan prasarana menjadi tumpuan bai terlaksananya metode pembelajaran analitif, inovatif, reaktif, evektif, dan menyenangkan (PAIKEM). c. memiliki tenaga pendidik yang memadai dan professional untuk mewujudkan tujuan pembelajaran (PAIKEM). 3. kurikulum full day scool Kurikulum pada pendidikan full day scool memiliki rincian yang jelas. Model kurikulum terbaru yaitu KTSP ditambah dengan kurikulum dari Kementrian Agama dipakai dan diolah dengan strategi khusus sehingga makna dan kandungannya tidak bertentangan dengan syariat islam namun memiliki nilai global. G. Pendidikan Formal Umum a. Pengertian pendidikan formal Lembaga pendidikan formal adalah tempat yang paling memungkinkan seseorang
meningkatkan pengetehuan dan paling
mudah untuk
membimbing generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat (Ahmadi, 1991 : 162).
49
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang terlembaga atau dengan kata lain bias disebut dengan persekolahan. Sistim persekolahan atau pendidikan formal mengenal jenjang dari yang paling rendah sampai yang tinggi yang saling bertautan. Adapun tujuan pendidikan formal adalah sebagai tempat sumber pengetahuan, tempat untuk pengembangan bangsa, tempat untuk menguatkan masyarakat bahwa pendidikan itu penting guna bekal kehidupan dimasyarakat sehingga siap pakai. Pendidikan formal sering disebut pendidikan sekolah. Sekolah adalah lembaga pendidikan
yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran secara sistematis, sengaja, dan terarah yang dilakukan oleh pendidik yang professional dengan program yang dituangkan kedalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada setiap jenjang tertentu dari tingkat kanak-kanak (TK) sampai dengan perguruan tinggi. Adapun jenis-jenis pendidikan formal : Pendidikan Tinggi Pendidikan Menengah
Sma dan Smp
Pendidikan Dasar
Sd dan Tk
b. Kurikulum pendidikan umum Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pencaharian yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang haus dikuasai
50
peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan local dan kegiatan muatan pengembagan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
51
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi 1. Letak Kelurahan Ledok merupakan bagian dari Kecamatan Argomulyo dan merupakan bagian kecil dari wilayah Kota Salatiga, Propinsi Jawa Tengah. Dihuni oleh penduduk dengan jumlah 10.102 orang. Adapun batas-batas administratif Kelurahan Ledok adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah Kalibening b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Tegalrejo c. Sebelah Barat berbatasan dengan Wilayah Magersari d. Sebelah Timur berbatasan dengan Wilayah Cebongan Kelurahan Ledok terbagi dalam sub bagian yang lebih kecil yaitu wilayah pedukuhan, yaitu: a. Dukuh Ringinawe b. Dukuh Ledok c. Dukuh Ngaglik d. Dukuh Jurang Gunting e. Dukuh Tlogo f. Dukuh Krasak 2. Wilayah a. Keadaan Penduduk Menurut Umur 46
Menurut data statistik jumlah penduduk Kelurahan Ledok adalah 10.102 jiwa dengan rincian perempuan 5.115 orang dan lakilaki 4.987 orang dan berstatus sebagai warga negara asli Indonesia Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Kelurahan Ledok menurut kelompok umur dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel I Komposisi Penduduk Kelurahan Ledok No.
Kelompok Umur
Jumlah (orang)
1.
0-4
751
2.
5-9
787
3.
10-14
820
4.
15-19
866
5.
20-24
818
6.
25-39 ke atas
6060
Jumlah
10102
Adapun keadaan mutasi penduduk Kelurahan Ledok laporan rutin bulan februari 2011 berkisar pada kelahiran, kematian, pindah dan datang. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
47
Tabel II Mutasi Penduduk Kelurahan Ledok
1.
Lahir
1
0
Jumlah (Orang) 1
2.
Mati
1
4
5
3.
Pindah
7
11
18
4.
Datang
4
2
6
Jumlah
13
17
30
No.
Mutasi
Laki-laki
Perempuan
b. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Dalam bidang perekonomian, masyarakat di Kelurahan Ledok beraneka macam, karena letaknya di daerah perkotaan dan paling dominan mayoritas pekerjaannya adalah sebagai karyawan swasta. Untuk lebih jelasnya dapat diketahui melalui tabel sebagai berikut: TABEL III Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian No
Jenis Pekerjaan
Jumlah Orang
1
PNS
242
2
TNI
36
3
Polri
20
4
Karyawan Swasta
1800
5
Pensiunan
187
6
Pengacara
3
48
No
Jenis Pekerjaan
Jumlah Orang
7
Buruh Harian Lepas
876
8
Dosen
25
9
Guru
130
10
Petani
44
11
Peternak
0
12
Nelayan
0
13
Lain-Lain
5.880
Jumlah
9.243
c. Keadaan penduduk berdasarkan agama Ditinjau dari segi agama, mayoritas penduduk Kelurahan Ledok adalah pemeluk agama Islam, hanya sebagian yang beragama selain Islam. Adapun sarana peribadatan terdiri dari masjid, mushola, dan gereja, vihara. Adapun komposisi penduduk berdasarkan agamanya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel IV Jumlah Penduduk Kelurahan Ledok Berdasarkan Pemeluk Agama No.
Nama Agama
Jumlah (Orang)
1.
Islam
7.742
2.
Kristen
1.723
3.
Katolik
583
49
4.
Hindu
0
5.
Budha
49
6.
Konghucu
0
7.
Lainnya
5
Jumlah
10.102
B. Penyajian Data TABEL V Data Responden Yang Menyekolahkan Anak Di Sekolah Dengan Sistem Full Day School No
Nama Responden
Alamat
1.
INDRA CIAGO
NGAGLIK
2.
MASYKUR
NGAGLIK
3.
ABDUL GHONI
NGAGLIK
4.
BUDIYANTO
JURANG GUNTING
5.
SOFIYATUN
JURANG GUNTING
6.
SITI KOTIJAH
JURANG GUNTING
7.
FATONI
RINGINAWE
8.
HARYANTO
RINGINAWE
9.
ARI DAMSUKI
RINGINAWE
10.
UMIHANI
RINGINAWE
11.
SULISTYAWATI
RINGINAWE
50
12.
SAKBANI
RINGINAWE
13.
AMBARWATI
RINGINAWE
14
SUGIYONO
NGAGLIK
15.
WAGINEM
RINGINAWE
16.
SISWANTO
NGAGLIK
17.
HERIYANTO
NGAGLIK
18.
SRI MIYATI
RINGINAWE
19.
RUMIYATI
RINGINAWE
20.
SUTOJOYO
NGAGLIK
21.
SUTINI
NGAGLIK
22.
WINDARTI
RINGINAWE
23.
SUKINEM
NGAGLIK
24.
PRATAMI
RINGINAWE
25.
ARIF SUTRISNO
NGAGLIK
TABEL VI Data Responden Yang Menyekolahkan Anak di Sekolah Umum No
Nama Responden
Alamat
1.
HARTANTI
RINGINAWE
2.
MARZUKI
RINGINAWE
3.
HERI
RINGINAWE
51
No
Nama Responden
Alamat
4.
SRI KUSTINAH
RINGINAWE
5.
NANANG
RINGINAWE
6.
HARIYATI
RINGINAWE
7.
FEBRIYANTI
RINGINAWE
8.
BAMBANG
RINGINAWE
9.
SUWIGNYO
RINGINAWE
10.
SUTRISNO
RINGINAWE
11.
SUKRI
RINGINAWE
12.
NURAENI
RINGINAWE
13.
BOYADI
RINGINAWE
14
CONDRO
RINGINAWE
15.
ERVINA
NGAGLIK
16.
HARTINI
ARGOWASIS
17.
WAHYUNI
RINGINAWE
18.
DWI UMI
JURANG GUNTING
19.
SUWARDI
NGAGLIK
20.
MUSLIMIN
JURANG GUNTING
21.
AKHSANI
ARGOWASIS
22.
UNDANG N
JURANG GUNTING
23.
NURJAT
NGAGLIK
24.
SUTRISNO
JURANG GUNTING
52
No
Nama Responden
25.
Alamat
SUWARTYI
JURANG GUNTING
C. Data nilai angket perilaku sosial keagamaan anak dalam keluarga yang sekolah dengan sistem full day school TABEL VII Nilai Angket Tentang Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga yang Sekolah di Full Day School
1.
Frekuensi A B C 16 1 3
A 32
Nilai B 2
C 3
2.
15
4
1
45
8
3.
16
3
1
48
4.
9
5
5
5.
12
6
6.
15
7.
No
Jumlah
Nominasi
53
A
1
54
A
6
1
55
A
27
19
5
42
C
2
36
12
2
50
B
4
1
45
8
1
54
A
15
5
0
45
10
0
55
A
8.
12
8
0
36
16
0
54
A
9.
13
6
1
39
12
1
52
A
10..
16
4
0
48
8
0
56
A
11.
11
7
2
33
14
2
49
B
12.
15
5
0
45
10
0
55
A
13.
13
7
0
39
`14
0
53
A
14.
14
5
1
42
10
1
53
A
53
15.
Frekuensi A B C 12 7 1
A 36
Nilai B 14
C 1
16.
14
5
1
42
10
17.
12
7
1
36
18.
15
5
0
19.
15
5
20.
11
21.
No
Jumlah
Nominasi
51
B
1
53
A
14
1
51
B
45
10
0
55
A
0
45
10
0
55
A
9
0
33
18
0
51
B
12
8
0
36
16
0
52
A
22.
15
5
0
45
10
0
55
A
23.
12
7
1
36
14
1
51
B
24.
12
8
0
36
16
0
52
A
25.
11
6
3
33
12
3
46
C
Instrument untuk memperoleh data tersebut
masing-masing ada 3
alternatif jawaban. Hasil angket akan diadakan perhitungan atau penilaian sebagai berikut : 1. Alternatif jawaban A mempunyai nilai 3 2. Alternatif jawaban B mempunyai nilai 2 3. Alternatif jawaban C mempunyai nilai 1 Keterangan : 1. Bobot Nilai Nilai yang diperoleh dengan mengalihkan frekuensi dengan bobot yang telah ditentukan :
54
Yang jawaban A diberi bobot 3 Yang jawaban B diberi bobot 2 Yang jawaban C diberi bobot 1 2. Nominasi Penetapan nominasi berdasarkan jumlah yang dapat diperoleh dari masingmasing responden. Dalam hal ini menggunakan rumus :
Keterangan : I
= lebar interval
Nt = nilai tertinggi Nr = nilai terendah Ki = jumlah interval Diketahui nilai tertinggi dari tabel nilai angket di atas 56 dan nilai terendah 42, kemudian ditentukan nilai intervalnya adalah 3 maka :
Dengan demikian maka :frekuensi nilai dapat dikategorikan menjadi :
55
TABEL VIII Kategori Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga yang Sekolah di full day school Nilai
Frekuensi
Kategori
52-56
17
Tinggi
47-51
6
Cukup
42-46
2
Rendah
Dengan demikian : Nominasi antara 52 sampai 56 berarti perilaku sosial keagamaan anak tinggi Nominasi antara 47 sampai 51 berarti perilaku keagamaan anak cukup Nominasi antara 42 sampai 46 berarti perilaku sosial keagamaan rendah TABEL IX Tabel Nilai Angket Tentang Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga yang Sekolah di Sekolah Umum
1.
Frekuensi A B C 10 3 7
Nilai A B C 30 6 7
2.
12
5
3
36
10
3.
15
5
0
45
4.
15
5
0
5.
17
3
6.
15
4
No
Jumlah
Nominasi
42
C
3
49
B
10
0
55
A
45
10
0
55
A
0
51
6
0
57
A
1
45
8
1
54
A
56
7.
Frekuensi A B C 17 2 1
A 51
8.
13
7
0
39
14
9.
17
3
0
51
10.. 19
1
0
11.
14
6
12.
10
13.
No
Nilai B C 4 1
Jumlah
Nominasi
56
A
0
53
B
6
0
57
A
57
2
0
59
A
0
42
12
0
54
A
2
8
30
4
8
42
C
14
4
2
42
8
2
52
B
14.
16
3
1
48
6
1
55
A
15.
15
4
1
45
8
1
54
A
16.
18
1
1
54
2
1
57
A
17.
16
4
0
48
8
0
56
A
18.
18
0
2
54
0
2
56
A
19.
14
5
1
42
10
1
53
B
20.
19
0
1
57
0
1
58
A
21.
15
5
0
45
10
0
55
B
22.
11
9
0
33
18
0
51
B
23.
17
1
2
51
2
2
55
A
24.
15
2
3
45
4
3
52
B
25.
18
2
0
54
4
0
58
A
57
Keterangan 1. Bobot Nilai Nilai yang diperoleh dengan mengalihkan frekuensi dengan bobot yang telah ditentukan. Yang jawaban A diberi bobot 3 Yang jawaban B diberi bobot 2 Yang jawaban C diberi bobot 1 2. Nominasi Penetapan nominasi berdasarkan jumlah yang dapat diperoleh dari masingMasing responden. Dalam hal ini menggunakan rumus : I
( Nt Nr ) 1 Ki
Keterangan : I
= lebar interval
Nt = nilai tertinggi Nr = nilai terendah Ki = jumlah interval Diketahui nilai tertinggi dari tabel nilai angket di atas 59 dan nilai terendah 42, kemudian ditentukan nilai intervalnya adalah 3 maka :
Dengan demikian maka :frekuensi nilai dapat dikategorikan menjadi :
58
TABEL X Kategori Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga yang Sekolah di Formal Umum Nilai
Frekuensi
Kategori
54-59
6
Tinggi
48-53
6
Cukup
42-47
6
Rendah
Dengan demikian berdasarkan perhitungan dan kategori perilaku sosial keagamaan anak di sekolah umum adalah : Nominasi antara 54 sampai 59 berarti perilaku sosial keagamaan anak tinggi Nominasi antara 48 sampai 53 berarti perilaku sosial keagamaan anak cukup Nominasi antara 42 sampai 47 berarti perilaku sosial keagamaan rendah.
59
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan di bahas beberapa analisis secara berturut – turut sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya, dari analisis ini akan diketahui ; 1. Perilaku sosial keagamaan anak yang bersekolah di lingkungan keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah dengan sistem full day school 2. Perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah umum 3. Perbedaan perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang menyekolahkan di sekolah full day school dan sekolah umum A. Analisis Pertama Untuk mengetahui perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang menyekolahkan di sekolah full day school akan disajikan dalam bentuk data seperti berikut :
60
TABEL XI Data Perilaku Sosial Keagamaan Anak yang Sekolah dengan Sistem Full Day School No
Skor
Nominsi
1.
53
A
2.
54
A
3.
55
A
4.
42
C
5.
50
B
6.
54
A
7.
55
A
8.
54
A
9.
52
A
10.
56
A
11.
49
B
12.
55
A
13.
53
A
14
53
A
15.
53
A
16.
53
A
17.
51
B
18.
55
A
19.
55
A
20.
51
B
21.
52
A
22.
55
A
23.
51
B
24.
52
A
25.
46
C
61
Analisis berdasarkan skor angket menggunakan teknik persentase menggunakan rumus :
Keterangan : P = persentase = frekuensi N= jumlah responden Adapun analisisnya sebagai berikut : 1. Mencari perilaku sosial keagamaan di lingkungan keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah dengan system full day school a. Responden yang perilaku sosial keagamaan tinggi kategori A adalah 17 keluarga b. Responden yang perilaku sosial keagamaan cukup kategori B adalah 6 keluarga c. Responden yang perilaku sosial keagamaan rendah kategori C adalah 2 keluarga 2. Mencari masing – masing kategori responden a. Kategori A
62
b. Kategori B
c. Kategori C
Kesimpulan dari perhitungan tersebut : Ada 68 % keluarga yang menyekolahkan di sekolah dengan sistem full day school,perilaku sosial keagamaan anak termasuk kriteria tinggi sebanyak 17 keluarga Ada 24 % keluarga yang menyekolahkan anknya di sekolaj dengan sistem full day school,perilaku sosial keagamaan anak termasuk kriteria cukup sebanyak 6 keluarga Ada 8 % keluarga yang menyekolahkan di sekolah dengan sistem full day school,perilaku sosial keagamaan anak termasu kriteria rendah sebanyak 2 keluarga
Untuk mengetahui perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang menyekolahkan di sekolah umum akan disajikan dalam bentuk data seperti berikut :
63
TABEL XII Data Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga yang Sekolah di Formal Umum No
Skor
Nominasi
1.
44
C
2.
52
B
3.
54
A
4.
54
A
5.
57
A
6.
54
A
7.
56
A
8.
53
B
9.
57
A
10.
56
A
11.
49
B
12.
42
C
13.
59
A
14
55
A
15.
54
A
16.
54
A
17.
56
A
18.
56
A
19.
53
B
20.
58
A
21.
52
B
22.
50
B
23.
55
A
24.
52
B
25.
58
A
64
Analisis berdasarkan skor angket menggunakan teknik prosentase menggunakan rumus :
Keterangan : P = persentase F = frekuensi N= jumlah responden Adapun analisisnya sebagai berikut : 1. Mencari perilaku sosial keagamaan di lingkungan keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah umum a. Responden yang perilaku sosial keagamaan tinggi kategori A adalah 16 keluarga b. Responden yang perilaku sosial keagamaan cukup kategori B adalah 7 keluarga c. Responden yang perilaku sosial keagamaan rendah kategori C adalah 2 keluarga 2. Mencari masing – masing kategori responden a. Kategori A
64%
65
b. Kategori B
28%
c. Kategori C
8%
Kesimpulan dari perhitungan tersebut : Ada 64 % keluarga yang menyekolahkan di sekolah umum,perilaku sosial keagamaan anak termasuk kriteria tinggi sebanyak 16 keluarga Ada 28 % keluarga yang menyekolahkan di sekolah umum,perilaku sosial keagamaan anak termasuk kriteria cukup sebanyak 7 keluarga Ada 8 % keluarga yang menyekolahkan di sekolah umum,perilaku sosial keagamaan anak termasuk kriteria rendah sebanyak 2 keluarga
B. Analisis Kedua Dalam penelitian ini adakah perbedaan yang meyakinkan tentang perilaku sosial keagamaan antara keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah Full day School dengan sekolah umum. Penulis menggunakan analisis statistik “t-score”, dengan rumus:
t=
66
Keterangan : t
= t- score
Mx
= mean dari sampel x (keluarga yang menyekolahkan di sekolah Full Day School)
My
= mean dari sampel Y (keluarga yang menyekolahkan di sekolah umum)
SDbM = standar perbedaan mean
Langkah-langkah analisa: 1. Mencari nilai SD, maka langkah pertama membuat tabel distribusi dari keluarga yang menyekolahkan di sekolah Full Day School TABEL XIII a. Tabel Distribusi Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga yang Sekolah di Full Day School Interval
X
f
Fx
fx2
54 – 56
55
10
550
302.500
51 – 53
52
11
572
327.148
48 – 50
49
2
98
9.604
45 – 47
46
1
46
2.116
42 – 44
43
1
43
1.849
25
1.309
JUMLAH
67
643.253
TABEL XIV Tabel Distribusi Perilaku Sosial Keagamaan Anak dalam Keluarga di Sekolah Umum. fx2
Interval
X
f
Fx
57 – 59
58
5
290
84.100
54 – 56
55
11
605
366.025
51 – 53
52
5
260
67.600
48 – 50
49
2
98
9.604
45 – 47
46
0
0
0
42 – 44
43
2
86
7.396
25
1.253
JUMLAH
2. Menghitung SD dari 2 sampel
68
534.725
69
3.
Menghitung “t – Score” t – Score
4. Tes Signifikansi Dari hasil perhitungan tersebut
penulis mengadakan tes
signifikansi perbedaan antara dua mean. Apakah perbedaan Mx dan My 0,053 itu disebabkan kesalahan sampling atau berdasarkan nilai nyata. Untuk pengetesan menggunakan taraf signifikansi 1% dan 5% dengan derajat ketentuan: db = (Nx – 1 + Ny -1)
atau
(Nx + Ny) – 2
= (25-1 + 25 – 1)
atau
(25+25)-2
= 24 + 24
atau
50-2
= 48
70
Nilai t adalah 0,053 jika di konsultasikan dengan nilai tabel t taraf signifikansi 1% = 2,390. Sedangkan 5% = 1,671 Dengan demikian harga t observasi lebih kecil dari t tabel. Dapat disimpulkan bahwa perilaku sosial keagamaan anak di keluarga yang menyekolahkan di Full day School dengan di sekolah umum tidak ada perbedaan yang signifikan, dikarenakan harga t observasi lebih kecil hasilnya dari t tabel. C.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil temuan di atas diperoleh kesimpulan bahwa perilaku sosial keagamaan di keluarga yang menyekolahkan di pendidikan full day school dengan yang menyekolahkan di sekolah formal umum tidak berbeda. Hal ini kemungkinan ada beberapa faktor yang terjadi di lapangan bahwa baik keluarga yang menyekolahkan di pendidikan Full Day School maupun di pendidikan formal Umum yaitu : a.
Faktor lingkungan keluarga Kondisi lingkungan keluarga yang menyekolahkan di pendidikan Full Day School maupun di pendidikan Formal umum mempumyai kesadaran yang tinggi, orang tua memberikan fasilitas pendidikan dan juga pengembangan materi keagamaan yamg di peroleh baik di sekolah ataupun TPQ.
b.
Faktor lingkungan sosial dan Budaya
71
Lingkungan sosial anak dimana anak berkembang sangat kondusif orang tua dapat memantau pergaulan anak di lingkungan masyarakat. Sikap sopan dan santun masih terjaga, sikap menghargai orang yang lebih tua masih terjaga dengan baik, budaya ramah dan tenggang rasa msih terjaga. Selain
itu
menurut
(Masri Singarimbun,1981:124)
ada
beberapa kesalahan dalam metode penelitian yang disebabkan bukan oleh pemakaian sampel (Non Sampling Error) . Kesalahan / kelemahan tersebut ditimbulkan oleh berbagai hal diantaranya : 1) Penyimpangan karena kesalahan perencanaan 2) Penyimpangan karena penggantian sampel 3) Penyimpangan karena salah tafsir petugas ataupun responden 4) Penyimpangan karena salah tafsir responden 5) Penyimpangan karena responden salah menjawabnya 6) Penyimpangan karena salah dalam pengolahan data Dengan demikian hasil penelitian ini masih sangat perlu ditinjau dan diteliti lebih lanjut. Mengingat ada beberapa limitasi yang ada dalam
pelaksanaan
penelitian.
Faktor-faktor
lain
yang
berkemungkinan mempengaruhi perkembangan perilaku sosial keagamaan anak tidak dilibatkan sehingga perlu kehati-hatian dalam memahami kesimpulan penelitian.
72
73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1.
Perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan
keluarga yang
menyekolahkan di sekolah Full Day School yang tergolong pada kategori
2.
a.
Baik sejumlah 17 keluarga atau 68%
b.
Cukup sejumlah 6 keluarga atau 24%
c.
Kurang sejumlah 2 keluarga atau 8%
Perilaku sosial keagamaan anak di lingkungan keluarga yang menyekolahkan di sekolah umum tergolong pada kategori
3.
a.
Baik sejumlah 16 keluarga atau 64%
b.
Cukup sejumlah 7 keluarga atau 28%
c.
Kurang sejumlah 2 keluarga atau 8%
Setelah diketahui analisis hasil pengolahan data melalui metode komparasional tes “t” nilai t hasil perhitungan sebebas 0,053 dikonsultasikan dengan nilai t pada taraf signifikasi 5% sebesar 1,671 dari taraf 1% sebesar 2,390. Berarti nilai t hasil perhitungan jauh lebih kecil dibanding t tabel. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perilaku
sosial keagamaan anak di keluarga yang menyekolahkan di sekolah Full Day
73
School dan sekolah umum. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan “Ada perbedaan antara perilaku sosial keagamaan anak di keluarga yang menyekolahkan di sekolah Full Day School dan sekolah umum” dinyatakan ditolak berdasarkan uji analisis.
B. Rekomendasi Dapat disimpulkan bahwa perilaku sosial keagamaan anak di keluarga yang menyekolahkan di Full day School dengan di sekolah umum tidak ada perbedaan yang signifikan, dikarenakan harga t observasi lebih kecil hasilnya dari t tabel. Hal ini kemungkinan ada beberapa faktor yang terjadi di lapangan bahwa baik keluarga yang menyekolahkan di pendidikan Full Day School maupun di pendidikan Formal Umum yaitu : 1.
Faktor lingkungan keluarga Kondisi lingkungan keluarga yang menyekolahkan di pendidikan Full Day School maupun di pendidikan Formal umum mempumyai kesadaran yang tinggi, orang tua memberikan fasilitas pendidikan dan juga pengembangan materi keagamaan yamg di peroleh baik di sekolah ataupun TPQ.
2.
Faktor lingkungan sosial dan Budaya Lingkungan sosial anak dimana anak berkembang sangat kondusif orang tua dapat memantau pergaulan anak di lingkungan masyarakat. Sikap
74
sopan dan santun masih terjaga, sikap menghargai orang yang lebih tua masih terjaga dengan baik, budaya ramah dan tenggang rasa msih terjaga. Selain itu menurut Masri Singarimbun dalam Metode penelitian Survei dalam senuah penelitian terdapat
sebuah penyimpangn dimana
penyimpamgam ini bukan oleh pemakaian sampel (Non Sampling Error) golongan ini ditimbulkan oleh berbagai hal diantaranya : a.
Penyimpangan karena kesalahan perencanaan
b.
Penyimpanagan karena penggantian sampel
c.
Penyimpangan karena salah tafsir petugas amaupun responden
d.
Penyimpangan karena salah tafsir responden
e.
Penyimpangna karena responden salah menjawabnya
f.
Penyimpangna karena salah dalam engolahan data
C. Saran Demi perbaikan dan kesempurnaan perilaku sosial keagamaan anak sebagai orang tua yang menyekolahkan di sekolah umum ataupun yang menyekolahkan anaknya di sekolah dengan sistem Full Day School sebagai orang tua hendaknya : 1. Bagi keluarga yang menyekolahkan di pendidikan Full Day School Agar menanamkan nilai – nilai yang mendidik, mandiri, kreatif, berdasarkan agama Islam dengan memberi ilmu pengetahuan yang memberi wawasan, pengetahuan, teladan, dan bimbingan sesuai dengan kemampuan anak 2. Bagi keluarga yang menyekolahkan anaknya di pendidikan formal umum dengan menanamkan kedisiplinan terhadap anak sejak dini, sehingga anak 75
dapat melakukan sesuatu
tepat waktu dan tepat guna. Dalam hal ini
khususnya disiplin dalam berbuat atau berperilaku sesuai dengan ajaran agama Islam dengan cara membiasakan untuk selalu berakhlak baik kepada sesama.
D. Penutup Dengan mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya. Segala kemudahan, kelancaran, dan kesuksesan yang telah Allah berikan penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah. Semoga bermanfaat. Amin.
76