BAB II LANDASAN TEORI SISTEM FULLDAY SCHOOL DAN PERILAKU KEAGAMAAN
A. Landasan Teori Tentang Sistem Fullday School 1. Pengertian Fullday School Istilah Fullday school diadopsi dari bahasa inggris. Full artinya penuh, day artinya sehari, sedangkan school artinya sekolah.1 Menurut Sismanto, full day school merupakan model sekolah umum yang memadukan sistem pengajaran islam secara intensif yaitu dengan memberi tambahan waktu khusus untuk pendalaman keagamaan sisiwa. Biasanya jam tambahan tersebut dialokasikan pada jam setelah sholat dhuhur sampai sholat ashar, sehingga praktis sekolah model ini masuk pukul 07.00 WIB pulang pada pukul 16.00 WIB. Sedangkan pada sekolah-sekolah umum, anak biasanya sekolah sampai pukul 13.00 WIB.2 Program sekolah sepanjang hari (full day school) merupakan program pendidikan yang seluruh aktivitasnya berada di sekolah sejak pagi sampai sore. Dalam pengertian tersebut, makna sepanjang hari pada hakekatnya tidak hanya upaya menambahkan waktu dan memperbanyak materi pelajaran. Namun lebih dari itu, full day school dimaksudkan meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran.3 1
Pater Salim, Advanced English - Indonesia Dictionary (Jakarta : Modern English Press 198), hlm. 340. 2 Sismanto, http://mkpd.wordpress.com/2007/05/21/menakar-kapitali-sasi%E2%80%9Cfull-day-school%E2%80%9D/. di akses pada hari Sabtu, 25 Januari 2014. 3 www.jawapos.co.id , diakses pada hari Sabtu, 25 Januari 2014.
18
19
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa full day school adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan sehari penuh dengan memadukan sistem pengajaran Islam secara intensif dengan menambahi waktu khusus untuk pendalaman keagamaan siswa. 2. Latar Belakang Munculnya Full Day School Munculnya sistem pendidikan full day school di Indonesia diawali dengan menjamurnya istilah sekolah unggulan sekitar tahun 1990-an, yang banyak dipelopori oleh sekolah-sekolah swasta termasuk sekolah-sekolah yang berlabel Islam. Dalam pengertian yang ideal, sekolah unggul adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran, bukan pada kualitas input siswanya. Kualitas proses pembelajaran bergantung pada system pembelajarannya. Namun faktanya sekolah unggulan biasanya ditandai dengan biaya yang mahal, fasilitas yang lengkap dan serba mewah, elit, lain daripada yang lain, serta tenaga-tenaga pengajar yang “professional” walaupun keadaan ini sebenarnya tidak menjamin kualitas pendidikan yang dihasilkan.4 Term unggulan ini yang kemudian dikembangkan oleh para pengelola di sekolah-sekolah menjadi bentuk yang lebih beragam dan menjadi trade mark, diantaranya adalah fullday school. Program fullday school yang biasanya diterapkan mulai pukul 06.45-15.00 WIB membuat anak banyak menghabiskan waktunya dilingkungan sekolah bersama teman-temannya. Selain waktu yang lebih banyak, biasanya sekolah dengan sistem ini tidak
4
Sismanto, “Awal Munculnya Sekolah Unggulan”, Artikel . diakses pada hari Sabtu 25 Januari 2014.
20
terlepas dari biaya yang dikeluarkan perbulannya bagi setiap orang tua yang memasukkan anaknya di sekolah fullday, karena biasanya sekolah yang menerapkan fullday school biayanya jauh lebih mahal dari sekolah yang masuk biasa. Hal tersebut disebabkan karena kualitas dan kuantitas yang dimiliki sekolah dengan sistem fullday school jauh lebih lengkap dan lebih baik. Meskipun memiliki rentang waktu yang lebih panjang yaitu dari pagi sampai sore, sistem ini masih bisa diterapkan di Indonesia dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa setiap jenjang pendidikan telah ditentukan alokasi jam pelajarannya. Dalam fullday school ini waktu yang ada tidaklah melulu dipakai untuk menerima materi pelajaran namun sebagaian waktunya dipakai untuk pengayaan. 3. Tujuan Full Day School Kenakalan remaja semakin hari semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari berbagai media masa dan koran-koran ang di dalamnya tak jarang memuat tentang penyimpangan yang dilakukan oleh kaum pelajar, seperti adanya seks bebas, minim-minuman keras, mengkonsumsi obat-obat terlarang dan sebagainya. Hal ini karena tidak adanya kontrol dari guru terutama dari orang tua. Dan hal ini disebabkan karena waktu luang
21
sepulang sekolah dan waktu luang itu digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.5 Berikut ini beberapa alasan mengapa sekolah menerapkan sistem full day school. Pertama, meningkatnya jumlah orang tua tunggal dan banyaknya aktivtias orang tua yang kurang memberikan perhatian pada anaknya, terutama yang berhubungan dengan aktivitas anak setelah pulang dari sekolah. Kedua, perubahan sosial budaya yang mempengaruhi pola pikir dan cara pandang masyarakat. Ketiga, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat.6 Adanya perubahan-perubahan di atas merupakan suatu signal penting untuk dicarikan alternatif pemecahanya, dari kondisi seperti itu akhirnya para praktisi pendidikan merumuskan suatu paradigma baru dalam pendidikan. Salah satunya adalah sistem full day school. Dalam rangka memaksimalkan waktu luang anak-anak agar lebih berguna. Maka diterapkan sistem full day school dengan tujuan pembentukan akhlak dan akidah dalam menanamkan nilai-nilai yang positif, mengembalikan manusia pada fitrahnya sebagai khalifah fil ard dan sebagai hamba Allah serta memberikan dasar yang kuat dalam belajar disegala aspek.7 Adapun tujuan khusus dari pelaksanaan program full day school tidak terlepas dari program di tingkat lembaga. Setiap lembaga pendidikan memiliki tujuan pendidikan tersendiri yang diharapkan tercapai melalui full 5
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm.
6
Bahrudin, op.cit., hlm. 229. Salim Basuki, http://www.SMKN1lmj.Sch.Id/? . Diakses, pada hari Sabtu, 25 Januari
168. 7
2014.
22
day school. Tentunya sistem full day school di sini dilaksanakan oleh lembaga pendidikan tersebut sebagai usaha intensifikasi faktor pendidikan dalam proses belajar mengajar disekolah. Sistem full day school pada dasarnya menggunakan sistem intregeted curriculum yang merupakan bentuk pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk seorang peserta didik yang berakhlakul karimah dan berintelektual tinggi. 4. Pelaksanaan Full Day School Full day school adalah program sekolah di mana proses pembelajaran dilaksanakan sehari penuh di sekolah. Dengan kebijakan seperti ini maka waktu dan kesibukan anak-anak lebih banyak dihabiskan di lingkungan sekolah dari pada di rumah. Anak-anak dapat berada di rumah lagi setelah menjelang sore. Dalam full day school, pelajaran yang dianggap sulit diletakkan di awal masuk sekolah dan pelajaran yang cukup mudah diletakkan pada sore hari. Karena pada saat sore hari, siswa lebih segar dan bersemangat dengan demikian pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa akan mudah dicerna, karena menerimanya dalam keadaan otak masih segar, namun jika dalam sore hari siswa akan merasa lemas dan tidak bersemangat karena sudah beraktifitas seharian, karena itulah biasanya dalam penerapan full day school diterapkan dengan istirahat dua jam sekali.8
8
Bobbi, Departer, Mark Reardon & Sarah Singger Naurie. Quantum Teaching (Mempraktekan Quantum Teaching di Ruang Kelas-kelas) (Bandung: Kaifa, 2003), hlm. 63.
23
Menurut Fahmi Alaidroes format full day school meliputi beberapa aspek yaitu:9 a. Kurikulum
yaitu
mengintegrasikan
atau
pemaduan
program
pendidikan umum dan agama. Dengan memadukan kurikulum umum dan agama dalam suatu jalinan kegiatan belajar mengajar diharapkan peserta didik dapat memahami esensi ilmu dalam perspektif yang utuh. b. Kegiatan belajar mengajar pendekatan
belajar
berbasis
yaitu
dengan mengoptimalisasikan
Active
Learning
siswa
mesti
dirangsang untuk aktif terlibat dalam setiap aktivitas. c. Peran serta, yakni melibatkan pihak orang tua dan kalangan eksternal
(masyarakat)
sekolah
untuk
berperan
serta
menjadi
fasilitator pendidikan para peserta didik. d. Iklim sekolah, yaitu lingkungan pergaulan, tata hubungan, pola perilaku dan segenap peraturan yang diwujudkan dalam kerangka nilai-nilai islam yang sar’i maupun kaum, nilai islam yang syar’i melandasi segala aspek perilaku dan peraturan yang mencerminkan akhlakul karimah. Sedangkan nilai islam yang kaumi berwujud dalam pola penataan lingkungan yang sesuai dengan hukum-hukum alam. Sekolah yang menerapkan full day school, program yang diberikan di sekolah perlu disesuaikan dengan apa yang seharusnya diperoleh anak
9
Ibusud,“Fulldaykordegarden”., http//www.ibusd.drca.us/mainofices/resrch/pdf/studies/f ulldaykordegarden.pdf di akses pada hari Sabtu, 8 Februari 2014.
24
di rumah, baik kebutuhan belajar, pembinaan hubungan dengan orang lain dan kebutuhan beristirahat. Hal ini tentunya akan memerlukan kreativitas
dan
inovasi
dari
guru
sehingga
akan membantu
memperlancar pelaksanaan dari full day school itu sendiri.10 Dengan menggunakan sistem
full day school memungkinkan
bimbingan dan pengawasan yang lebih terarah dan maksimal serta mampu menjawab tantangan akan kebutuhan generasi yang berkualitas, tidak hanya dari segi kualitas kecerdasan intelegensi semata, namun juga kualitas kecerdasan emosi dan spiritual siswa. 5. Kelebihan dan Kekurangan Full Day School Setiap sistem tidak mungkin ada yang sempurna, tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk sistem full day school. Diantara kelebihan dari sistem full day school adalah:11 a. Anak mendapat pendidikan umum antisipasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. b. Anak memperoleh pendidikan keislaman secara layak dan proporsional. c. Anak mendapatkan pendidikan kepribadian yang bersifat antisipatif terhadap perkembangan sosial budaya. d. Potensi anak tersalurkan melalui kegiatan ekstrakulikuler. e. Perkembangan bakat minat dan kecerdasan anak terantisipasi sejak dini.
10 11
Wiwik Sulistianingsih, op.cit., hlm. 92. Baharudin, op.cit., hlm. 231.
25
Sedangkan kekurangan dari sistem full day school adalah:12 a. Siswa akan cepat bosan dengan lingkungan sekolah. b. Lebih cepat stress. c. Mengurangi bersosialisasi dengan tetangga dan keluarga. d. Kurangnya waktu bermain. e. Anak-anak akan banyak kehilangan waktu dirumah dan belajar tentang hidup bersama keluarganya. B. Perilaku Keagamaan 1. Pengertian Perilaku Keagamaan Sebelum membahas perilaku keagamaan, terlebih dahulu penulis kemukakan tentang perilaku. Perilaku sering disebut tingkah laku. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.13 Secara etimologi agama adalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran-ajaran dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.14 Menurut Mursal H.M Taher tingkah laku atau perilaku keagamaan adalah tingkah laku yang didasarkan atas kesadaran tentang adanya Yang Maha Kuasa, misalnya aktivitas keagamaan, salat dan sebagainya.15 Sedangkan menurut Humaedi Tata Pangarsa perilaku keagamaan adalah tingkah laku manusia, baik anak-anak maupun dewasa yang sesuai dengan 12
http://penatintamerah.blogspot.com/2013/01/pendidikan-berbasis-full-day-school.html, diakses pada tanggal 01 Februari 2014. 13 Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 992. 14 Departemen. Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: 1996), hlm. 756. 15 Mursal dan H.M. Taher, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan (Bandung: Al-Ma’arif,1980), hlm. 121.
26
aturan-aturan atau norma agama. Perilaku agama sama dengan budi pekerti yang luhur.16 Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku keagamaan adalah segala ucapan, tindakan atau perbuatan yang dilakukan seseorang baik anak-anak maupun orang dewasa karena adanya kepercayaan kepada Tuhan. Misalnya salat, puasa, zakat, membaca Alquran, zikir, doa dan lain sebagainya. Terbentuknya perilaku keagamaan anak ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh pribadi anak. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku, artinya bahwa apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh individu itu akan menentukan apa yang akan diajarkan, adanya nilai-nilai keagamaan yang dominan mewarnai seluruh kepribadian anak yang ikut serta menentukan pembentukan perilakunya.17 Dengan mengaktualisasikan ajaran agama Islam diharapkan anak lebih bermoral, peka terhadap lingkungan, bertanggungjawab, serta bertawakal dalam menjalani kehidupan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam. 2. Aspek-aspek Perilaku Keagamaan Aspek
perilaku
keagamaan
anak
pada
dasarnya
meliputi
keseluruhan perilaku yang dituntut (dalam konteks agama). Sedangkan macam dan bentuk perilaku manusia di dunia ini banyak dan berbeda-beda, namun dalam pembahasan ini yang penulis kemukakan adalah aspek akidah dan aspek ibadah.
16 17
Humaedi Tata Pangarsa, Akhlaq yang Mulia (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), hlm. 147. Jalaludin, op.cit., hlm. 69.
27
a. Aspek Akidah Menurut syara, aqidah adalah iman yang kokoh terhadap segala sesuatu yang disebut secara tegas dalam Al-quran dan hadist. Menurut M. Shodiq, akidah adalah keyakinan atau kepercayaan tentang adanya wujud Allah YME, dengan mempercayai segala sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna dan Maha Besar dari yang lainya.18 Aspek akidah atau keyakinan menunjuk pada seberapa tingkatan keyakinan anak terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam agama Islam sendi-sendi aqidah atau keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, Rasul, kitab-kitab Allah, hari akhir, serta qadha dan qadar sendi-sendi aqidah islam tesebut dikenal dengan istilah rukun Islam.19 Hal terpenting yang dibutuhkan dalam menumbuhkan perilaku keagamaan anak yaitu; (1) dengan pembentukan akidah, yang dilakukan dengan cara mengikrarkan kalimat tauhid, (2) menanamkan kecintaan kepada Allah dan rasulnya, (3) mengajarkan anak pada Alquran dan sunah, As-Suyuthi mengungkapkan bahwa mengajarkan anak dengan Alquran adalah pokok dari semua landasan dasar islam, (4) mendidik anak untuk yakin dengan akidahnya dan
rela berkorban untuknya,
semakin besar pengorbanan seseorang maka semakin kuatlah akidahnya
18
M. Shodiq, Kamus Istilah Agama (Jakarta: Bonafida Citra Pratama, 1982), hlm. 34. Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suruso, Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 76. 19
28
dan semakin menunjukan bahwa ia memang jujur dan konsisten akan akidahnya.20 b. Aspek Ibadah Kata ibadah menurut bahasa, dipakai dalam beberapa arti antara lain, tunduk hanya kepada Allah, taat, menyerahkan diri dan mengikuti segala perintah Allah. bertuhan kepada Nya dalam arti mengagungkan, memuliakan, baik
dengan
perkataan maupun perbuatan
karena
keagungan, kebesaran nikmat dan kekuasaan-Nya.21 Ibadah dalam arti luas adalah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintahnya dan menjauhi segala segala laranganNya, serta mengamalkan segala yang diizinkan-Nya.22 Aspek ibadah menunjuk kepada tingkat kepatuhan anak atau seseorang dalam mengerjakan perintah oleh agama.23 Dalam Islam, ibadah memainkan peranan yang penting dalam pembentukan pribadi anak atau seseorang, sebab tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah. Ibadah merupakan hal yang penting dan wajib dilakukan oleh setiap manusia. Pokok-pokok ibadah yang diwajibkan mengandung nilai-nilai yang agung dan memberi pengaruh positif bagi pelakunya maupun untuk orang lain.
20
Harlis Kurniawan, Konseling Terapi (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 422. Muhammmad Abdul Qadir Ahmad, Thuruqu Talimi al tarbiyah al Islam (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Perguiruan Tinggi Agama, 1985), hlm. 132. 22 Nasrudin Rozak, Dienul Islam (Bandung: Al-Ma’arif 1984), hlm. 47. 23 Djamaludin Ancok, op.cit., hlm. 149. 21
29
3. Bentuk-bentuk Perilaku Keagamaan Fitrah keagamaan atau kecenderungan hidup beragama sebenarnya sudah ada sejak lahir, potensi beragama setiap anak harus dikembangkan oleh orang tua masing-masing dengan melalui pendidikan dan latihan. Perubahan perilaku anak terjadi seiring dengan bertambahnya usia, latihan, pembiasaan, pengalaman yang diperolehnya baik dari diri anak maupun lingkungan, sehingga akan terbentuk satu sikap kuat untuk mendalami ajaran agama dalam dirinya. Bentuk ibadah yang sering dilakukan anak difokuskan pada pelaksanaan salat, infaq, puasa, membaca Alquran dan menghafal doa. Adapun bentuk dari perilaku keagamaan meliputi. a. Salat Salat secara bahasa artinya berdoa. Sedangkan secara dimensi fiqih salat adalah bebertapa ucapan atau rangkaian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh agama.24 Ibadah salat yang dikerjakan dengan baik dan tertib, pasti akan menyebabkan jiwa anak terikat dengan Allah swt. Ikatan tersebut kemudian akan melahirkan suatu mekanisme kontrol dalam jiwa yang akan mencegah anak dari tindakan mungkar dan tercela.25 Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Alquran Surat Al Ankabut ayat 45 :
24 25
Sentot Haryanto, Psikologi Shalat (Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 59. Imam Suraji, op.cit., hlm. 172.
30
Artinya : Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Ankabut : 45)
b. Sadaqah Agama
menganjurkan
supaya
bersadaqah
pada
jalan
Allah, secukupnya apabila ada kepentingan-kepentingan
yang
memerlukan, baik
pada
pada
hal-hal
tertentu
ataupun
kemaslahatan umum. Di dalam ibadah terdapat banyak pendidikan budi pekerti mulia. Sadaqah tidak hanya sekedar pengeluaran harta untuk menolong fakir miskin, tetapi didalamnya terkandung pendidikan jiwa yang luhur. Shadaqah dapat mensucikan jiwa seseorang dari sifat rakus pada harta, mementingkan diri sendiri dari materialis. Shadaqah juga menumbuhkan rasa persaudaraan, rasa kasih sayang dan suka meolong anggota msyarakat yang berada dalam kekurangan. c. Puasa Puasa dari segi bahasa adalah menahan (imsak) dan mencegah (kaff) dari sesuatu. Sedangkan menurut syara’ adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh
31
bersangkutan pada siang hari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.26 Adapun dalil yang mewajibkan puasa adalah:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(QS. Al Baqoroh : 183) Ketika anak melakukan ibadah puasa, anak akan dijadikan untuk mengenal semakin dalam makna sebenarnya dari bentuk keikhlasan di hadapan Allah swt. Merasakan kehadiran-Nya walaupun tidak diketahui wujud-Nya, yaitu dengan menaati apa yang telah diperintahkannya untuk menjauhi makanan walaupun dalam keadaan menahan haus. Selain itu, anak dilatih untuk selalu bersikap sabar dan tabah.27 d. Membaca Alquran Alquran ialah kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan malaikat
Jibril,
diriwayatkan
kepada
kita
dengan
mutawatir,
membacanya terhitung ibadah dan tidak akan ditolak kebenarannya. Mengajarkan membaca Alquran adalah fardhu kifayah dan merupakan ibadah yang utama.28 26
Agus Effendi dan Baharudin Fananny, Puasa dan Itikaf (Bandung: Remaja Rosdakarya,1996), hlm. 84. 27 M. Nur Abdul Hafizh, dkk, Mendidik Anak Bersama Rosulullah (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 163. 28 Muhammad Zaenal Arifin, Mendidik Anak di Zaman Kita (Jakarta: Zaman, 2011), hlm. 233.
32
Alquran merupakan fondasi utama pendidikan yang di atasnya dibangun berbagai kreasi dan nilai-nilai penting lainnya.29 Pengenalan terhadap Alquran sangat penting agar Alquran dapat mengarahkan perkembangan kepribadian dan jiwa anak. Apabila anak telah mencintai Alquran dengan benar, maka kecintaan tersebut akan berfungsi sebagai kekuatan yang dapat membentengi anak dari pengaruh negatif dalam pergaulan sehari-hari.30 Sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Al Jatsiyat ayat 20:
Artinya: Al Quran Ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. (QS. Al Jatsiyah : 20)
e. Zikir Zikir secara bahasa berarti ingat. Dalam kehidupan beragama (islam) yang dimaksud dengan dzikir adalah mengingat Allah. Zikir sesungguhnya adalah menghadirkan hati untuk mengingat dan taat kepada Allah yang kemudian disusul dengan ucapan atau perbuatan dalam
berbagai
keadaan:
ketika
melakukan
salat,
berpuasa,
menunaikan zakat, mengerjakan haji, menghadapi yang halal dan yang haram, berjual beli dan dalam berbagai hal yang lain.31 Zikir bertujuan untuk memperoleh kententraman batin, atau mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, dan agar memperoleh
29
Ahsin Wijaya. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran (Jakarta: Bumi Aksara,1994), hlm. 25. 30 Imam Suraji, op.cit., hlm. 119. 31 Majelis Tarjih dan Tajdid pimpinan Pusat Muhammadiyah, Tuntunan Dzikir dan Do’a (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2006), hlm.1.
33
keselamatan serta terhindar dari siksa Allah.32 Sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Ar Ra’d ayat 28:
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar Ra’d : 28)
f. Doa Doa berasal dari bahasa Arab. Yaitu ad-du’a yang artinya permohonan atau permintaan.33 Sedangkan menurut istilah berarti berseru, memanggil, meminta, mengharap belas kasih dengan ucapan permohonan serta pujian yang ditujukan kepada Allah.34 Pemahaman pada anak bahwa orang yang selalu membiasakan berdoa akan menjadi mulia, begitu sebaliknya orang yang tidak pernah berdoa akan menjadi mulia, begitupun sebaliknya orang yang tidak pernah berdoa akan menjadi lemah. 4. Faktor Internal Pembentukan perilaku manusia tidak akan terjadi dengan sendirinya akan tertapi selalu berlangsung dengan interaksi manusia berkenaan dengan obyek tertentu. Sebagaimana dikatakan Jalaludin, bahwa perilaku keagamaan anak atau seseorang terbentuk secara garis besarnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:35
32
Muhammad Asin Suhaimie, Dzikir dan Do’a dari Alquran dan As-sunnah (Malang: UMM Press, 2005), hlm. 1. 33 Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, op.cit., hlm. 13. 34 Muhammad Asin Suhaimie, op.cit. hlm. 65. 35 Jalaludin, op.cit., hlm. 199.
34
a. Faktor Internal, yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa (anak).36 yang terdapat dalam diri pribadi anak meliputi; 1) Pengalaman Pribadi, maksudnya pengalaman tersebut adalah semua pengalaman yang dilalui, baik pengalaman yang didapat melalui pendengaran, penglihatan, maupun perlakuan yang diterima sejak lahir, dan sebagainya.37 Oleh karena itu kepribadian anak yang tumbuh tergantung pada pengalamannya hidup orang tuanya, sopan santun merteka dalam pergaulan baik dengan anggota keluarga maupun masyarakat pada umumnya akan diserap oleh anak dalam kepribadiannya. Demikianpula sikap mereka terhadap agama, ketekunan menjalankan ibadah dan kepatuhan kepada ketentuan agama serta pelaksanaan nilai-nilai agama dalam kehidupannya. 2) Pengaruh Emosi, emosi adalah suatu keadaan yang mempengaruhi dan menyertai penyesuaian di dalam diri secara umum, keadaan yang merupakan penggerak mental dan fisik bagi individu dan dari tingkah
laku
luar.38
Zakiyah
Darajat
mengatakan
bahwa
sesungguhnya emosi memegang peranan penting dalam sikap dan
36
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan; Suatu Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm.132. 37 Zakiah Darajat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Moral (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 120. 38 Lester D Crow dan Alice Crow, Psikologi Pendididkan (Surabaya: Bina Ilmu, 1948), hlm.116.
35
tindak agama. Tidak ada satu sikap atau tindak agama seseorang yang dapat dipahami, tanpa mengindahkan emosinya.39 Oleh karena itu, jika seseorang sedang tidak stabil emosinya maka perasaannya tidak tentram, keyakinannya terlihat maju mundur, pandangan terhadap agama dan tuhan akan berubah sesuai dengan kondisi emosinya pada waktu itu. Jadi, emosi menentukan arah dimana tingkah laku individu turut mengambil bagian dalam setiap situasi kehiduapan.40 3)
Minat Minat adalah kesediaan jiwa yang
sifatnya aktif untuk
menerima sesuatu dari luar.41 Seseorang yang mempunyai minat terhadap suatu objek yang dilakukannya, maka ia akan berhasil dalam aktifitasnya karena yang dilakukan tersebut dilakukan dengan perasaan senang dan tanpa paksaan. Adapun minat pada agama antara lain tampak dalam keaktifan mengikuti berbagai kegiatan keagamaan, membahas masalah agama dan mengikuti pelajaran agama di sekolah. Misalnya seseorang yang mempunyai minat terhadap pendidikan agama Islam maka ia akan selalu mempelajari segala sesuatunya yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan begitu ia akan berusaha mentaati segala peraturan yang terdapat dalam agama 39
Syamsul Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, cet.I (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 115. 40 Zakiyah Darajat, op.cit., hlm. 77. 41 Soegarda Poerbakawatja dan Harahap, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 214.
36
tersebut. Menurut Jalaludin Rahmat, faktor internal ini digaris besarkan
menjadi
dua,
yaitu
faktor
biologis
dan
faktor
sosiopsikologis.42 5. Faktor Eksternal (lingkungan) Faktor pembawaan atau fitrah beragama merupakan potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Namun, perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada faktor luar (eksternal) yang memberikan rangsangan atau stimulus yang memungkinkan fitrah itu berkembang dengan sebaik-baiknya. a) Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak. Oleh karena itu, orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan fitrah beragama anak. Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis, penuh pengertian dan kasih sayang akan membuahkan perkembangan perilaku yang baik.43 Keluarga merupakan Training Centre bagi penanaman niai-nilai (termasuk nilai-nilai agama). Keluarga mempunyai peran sebagai pusat pendidikan bagi anak untuk memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai (tata karma, sopan santun dan ajaran agama) serta kemampuan untuk mengamalkan atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun sosial kemasyarakatan.
42 43
Jalaudin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm.34. Syamsu Yusuf, op.cit., hlm. 141.
37
b) Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yangmempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama siswa, maka sekolah terutama guru mempunyai peranan yang sangat
penting
dalam
mengembangkan
wawasan
pemahaman,
pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia dan sikap apresiatif terhadap ajaran agama. c) Masyarakat Dalam masyarakat, individu akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sebayanya atau anggota masyrakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan yang sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak baik). Maka, anak cenderung akan berakhlak baik. Namun apabila temannya menampilkan perilaku yang kurang baik, maka anak cenderung akan terpengaruh untuk mengikuti atau mencontoh perilaku tersebut. Hal ini akan terjadi apabila anak kurang mendapatkan bimbingan agama dalam keluarganya.
38
Berikut adalah bagan terbentuknya perilaku beragama seorang individu:44 Bagan II keluarga
sekolah
Masyarakat
Memberikan pengajaran , bimbingan, pembiasaan, keteladanan dalam beribadah dan berakhlakul karimah. Serta menciptakan situasi kehidupan yang memperlihatkan ajaran agama.
Anak yang soleh (pola pikir, sikap dan perilaku) sesuai dengan ajaran aganma
Dari bagan di atas terlihat bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh keluarga, sekolah dan masyrakat. Sedangkan perilaku terbentuk dari sikap dan tuntunan.
44
Syamsu Yusuf, Ibid, hlm. 141.
39
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Muhammmad Abdul Qadir. 1985. Thuruqu Talimi al tarbiyah al Islam. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Perguiruan Tinggi Agama. Al-Hafidz, Ahsin Wijaya. 1994. Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran. Jakarta: Bumi Aksara. Ancok, Djamaludin dan Suruso, Fuad Nashori. 1995. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arifin, Muhammad Zaenal. 2011. Mendidik Anak di Zaman Kita. Jakarta: Zaman. Basuki, Salim. http://www.SMKN1lmj.Sch.Id/? . Diakses, Sabtu, 25 Januari 2014. Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Crow, Lester D dan alice crow. 1948. Psikologi Pendididkan. Surabaya: Bina Ilmu. Darajat, Zakiah. 1982. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Moral. Jakarta: Bulan Bintang. Darajat, Zakiyah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang. Departer, Bobbi, Mark Reardon & Sarah Singger Naurie, 2003. Quantum Teaching (Mempraktekan Quantum teaching di ruang kelas-kelas). Bandung: Kaifa.Salim, Pater. 1998. Advanced English - Indonesia Dictionary. Jakarta : Modern English Press. Effendi, Agus dan Baharudin Fananny. 1996. Puasa dan Itikaf . Bandung: Remaja Rosdakarya. http://penatintamerah.blogspot.com/2013/01/pendidikan-berbasis-full-dayschool.html, diakses pada tanggal 01 Februari 2014.Sismanto, http://mkpd.wordpress.com/2007/05/21/menakarkapitalisasi%E2%80 9Cfull-day-school%E2%80%9D/. Diakses pada hari Sabtu, 25 Januari 2014. Haryanto, Sentot. 2003. Psikologi Shalat. Yoyakarta: Pustaka Pelajar. Ibusud,“Fulldaykordegarden”.,http//www.ibusd.drca.us/mainofices/resrch/pdf/stu dies/fulldaykordegarden.pdf . di akses pada hari Sabtu, 8 Februari 2014.
40
Kurniawan, Harlis. 2005. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani. Kuswandi, dkk. 1998. Mendidik Anak Bersama Rosulullah. Bandung: Mizan. Majelis Tarjih dan Tajdid pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2006. Tuntunan Dzikir dan Do’a. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. Muhaimin, 2004. Paradigma Pendidikan islam. Bandung: Remaja Rosda Karya. Pangarsa, Humaedi Tata 1980. Akhlaq yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu. Poerbakawatja, Soegarda dan Harahap. 1982. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rahmat, Jalaudin. 1992. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rahmat, Jalaludin. 1995. Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sismanto, “Awal Munculnya Sekolah Unggulan”, Artikel. Diakses pada hari Sabtu 25 januari 2014. Rozak, Nasrudin. 1984. Dienul Islam. Bandung: Al-Ma’arif. Shodiq, M. 1982. Kamus Istilah Agama. Jakarta: Bonafida Citra Pratama. Suhaimie, Muhammad asin. 2005. Dzikir dan Do’a dari Alquran dan As-sunnah. Malang: UMM press. Sulistianingsih, Wiwik. 2008. full day school dan Optimalisasai Perkembangan Anak. Yogyakarta: Paradikma Indonesia. Suraji, Imam. 2011. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak dalam Perspektif Alquran dan Hadits Pekalongan: STAIN Press. Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan; Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Taher, H.M dan Mursal. 1980. Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan. Bandung: Al-Ma’arif. www.jawapos.co.id . Diakses pada hari Sabtu, 25 Januari 2014. Yusuf, Syamsul. 2000. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.