15
BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. Uang Elektronik (E-Money) 1. Defenisi Uang Elektronik Industri perbankan secara signifikan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Pertumbuhan aplikasi jaringan kemputerisasi perbankan mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan kecepatan layanan secara substansial. 13 Sifat perantara membuat bank1
bank meningkatkan teknologi produksi mereka dengan berfokus pada distributor produk, sehingga perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah mendorong perkembangan alat pembayaran menggunakan kartu (Kartu Kredit, Kartu Debit, Kartu ATM),
dan
kartu
prabayar
berbasis
elektronik
(Uang
Elektronik/e-money).
Perkembangan alat industri berbasis kartu sangat cepat, karena selain lebih efisien dalam penggunaannya
juga
dapat
meningkatkan
perekonomian
Negara.
Disisi
lain,
perkembangan uang elektronik dapat digunakan sebagai alternative alat pembayaran non tunai yang dapat menjangkau masyarakat yang selama ini belum mempunyai akses kepada sistem perbankan. Mengingat alat pembayaran berbasis kartu dan uang elektronik memiliki fungsi seperti uang, maka untuk memberikan perlindungan kepada pemegang, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap instrument pembayaran, dan mendukung kelencaran tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pengawasan terhadap sector jasa keuangan, namun selalu terkait dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral. 13
Dharfan Aprianto dkk, Jurnal Perkembangan Uang Elektronik dan Kartu Kredit di Indonesia Priode 2007-2012, From : URL :https://chibechan.wordpress.com/2013/07/ dikunjungi pada tanggal 17 Januari 2016 pukul 13:45 WIB 1
16
Berikut adalah defenisi Uang Elektronik (e-money) dari beberapa sumber. a. Uang Elektronik adalah sistem pembayaran secara elektronik yang dipergunakan untuk transaksi oline,yakni elemen digital yang dibuat dan dapat digunakan sebagai uang. 14
2
b. Uang elektronik adalah stured-value atau prepaid, dimana sejumlah nilai uang (monetary value) tersimpan dalam peralatan elektronik. Nominal uang yang tersimpan secara elektronik dilakukan dengan menukar sejumlah uang atau melalui pendebitan rekening bank lalu disimpan dalam peralatan elektronis. Dengan alat elektronik yang sudah tersimpan dana nasabah dapan melakukan berbagai transaksi.15
3
c. Electronic Money (E-money) dikenal dengan nama Electronic Cash, Electronic Currency, Digital Money, Digital Cash, atau Digital Currency adalah alat pembayaran yang menggunakan elektronik sebagai media. Emoney sebagai alat pembayaran yang mana nilai uangnya tersimpan dalam media elektronik.16
4
d. Defenisi Uang Elektronik atau e-money sendiri menurut Bank Indonesia adalah segala bentuk jenis uang yang dapat diakses secara online dan tersimpan di sebuah server atau kartu chip (microchip di dalam kartu ATM, kartu Kredit, kartu debit, Uang Elektronik).benda yang masuk dalam kategori uang modern ini dapat dipergunakan untuk segala macam 142
Nufransa Wira Sakti, 2014, Buku Pintar E-commerce, Transmedia Pustaka, Jakarta . Hlm 33 Rahman Hakim, Uang Elektronik (electronic Money) di Indonesia, From : URL http://blog.pasca.gunadarma.ac.id/2013/05/16/uang-elektronik-electronic-money-di-indonesia/ Dikunjungi pada tanggal 20 januari 2016 pukul 08:12 WIB 164 Edy Martha, Electronic Money, From : URL : https://edymartha.wordpress.com/2010/01/13/electronic-money/ di kunjungi pada tanggal 20 Januari 2016 pukul 11:30 WIB 153
17
kebutuhan transaksi termasuk pembayaran, tagihan kartu kredit, pembayaran asuransi hingga penarikan uang secara tunai.17
5
e. Bank Sentral Eropa memberikan defenisi singkat yang baik dari uang elektronik “ uang elektronik secara luas didefenisikan sebagai toko elektronik nilai moneter pada perangkat teknis yang mungkin banyak digunakan untuk melakukan pembayaran kepada usaha selain penerbit tanpa harus melibatkan rekening bank di transaksi, tetapi bertindak sebagai instrument pembawa prabayar.18
6
Bank Sentral Eropa tahun 2000 dalam jurnal Reynolds Griffith, Stephen F. Austin State University,
menjelaskan bahwa uang elektronik memiliki nilai tersimpan atau
prabayar, dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang. Nilai uang dalam e-money dapat digunakan untuk berbagai jenis pembayaran (multipurpose) dan berbeda dengan instrument single purpose seperti kartu telepon. Penggunaan
uang elektronik sebagai alat pembayaran dapat memberikan
kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi-transaksi pembayaran tanpa perlu membawa uang tunai. Uang elektronik sangat bermanfaat untuk melakukan transaksi masal yang bernilai kecil, namun frekuensinya tinggi, seperti: Transportasi, parker, tol, fast food, dan pembayaran-pembayaran lainnya.
17
Uang Elektronik Bank Indonesia, e-money sistem pembayaran Non tunai era digital, from :URL : http://www.berjibaku.com/2014/12/uang-elektronik-bank-indonesia-emoney-sistem-pembayaran-nontunai-eradigital.html , dikunjungi pada tanggal 20 januari 2016 pukul 11:40 18 Dharfan Aprianto dkk, Op.cit 5
6
18
Dalam peraturan Bank Indonesia Nomor.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik menyatakan bahwa yang dimaksud dengan uang elektronik (Electronic Money) adalah alat pemabayarn yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut19 : 7
a. Diterbitkan atas dasar uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit; b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip; c. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut, dan d. Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan. Uang elektronik (e-money) pada awalnya dikenal dengan sebutan kartu penyimpanan dana (stored Value Card) yaitu sebuah kartu yang berfungsi untuk menyimpan sebuah dana dalam jumlah yang didepositkan. Fungsinya hampir sama dengan kartu debit, namun kartu penyimpanan dana tidak menyimpan identitas dari pengguna atau pemegang kartu.
197
Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/2009/PBI tentang Uang Elektronik
19
Dilihat dari media yang digunakan, ada dua tipe produk uang elektronik (emoney) yaitu:20
8
1. Prepaid Card/kartu prabayar/electronic purses, dengan karakteristik : a. Nilai uang dikonversi menjadi nilai elektronik dan disimpan dalam suatu chip, yang tertanam dalam kartu; b. Mekanisme pemindahan dana dilakukan dengan cara memasukan kartu ke suatu alat card reader. 2. Prepaid software/digital cash, dengan karakteristik : a. Nilai uang dikonversikan menjadi nilai elektronik dan disimpan dalam suatu hard disk computer yang terdapat dalam Personal Computer (PC); b. Mekanisme pemindahan dana dilakukan secara online melalui suatu jaringan komunikasi seperti internet, pada saat melaukan pembayaran. Penerbit dapat menerbitkan jenis uang elektronik yang mewajibkan pendaftaran data identitas pemegang (registered), dan jenis uang elektronik yang tidak memerlukan pendaftaran data identitas pemegang (unregistered). Pencatatan data identitas pemegang uang elektronik paling sedikit
memuat nama, alamat, tanggal lahir, dan data lain
tercantum pada buku identitas pemegang. Perolehan data identitas pemegang dilakukan dengan menyediakan sarana atau formulir aplikasi yang harus diisi calon pemegang
208
R. Serfianto, dkk, 2012, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik, Visi Media, Jakarta, Hal. 98.)
20
disertai fotokopi identitas calon pemegang. Keharusan pengisian data pemegang diperuntukan bagi pemegang yang baru pertama kali mengajukan sebagai pemegang dan penerbit sama sekali belum mempunyai data lengkap, benar dan akurat mengenai identitas pemegang. Mengenai profil dari uang elektronik, antara lain memuat informasi : 1. Merek (brand name) yang digunakan ; 2. Spesifikasi teknis yang paling kurang memuat informasi mengenai media penyimpanan data elektronik dan fitur keamanan (security features); 3. Mekanisme pengelolaan uang elektronik yang memuat informasi mengenai penerbit, pengisian ulang, redeem, dan penagihan oleh pedagang (merchant), penyelenggaraan kliring, dan Penyelenggaraan penyelesaian akhir jika ada, dan 4. Mekanisme pengelolaan Dana Float.
Contoh Merk (Brand Name) dari kartu e-money Indomaret card yang diterbitkan oleh Bank Mandiri.
Gambar I : Tampak Depan Kartu E-money Indomaret cart yang diterbitkan oleh Bank Mandiri
21
Contoh..letak..Informasi singkat..tentang..media penyimpanantdana,.. Informasi mengenai penerbit kartu..(Bank..Mandiri)..dan Informasijjtentangtt penggunaan kartu e-money
Gambar II : Tampak Belakang Kartu E-money Indomart cart Yang diterbitkan oleh Bank Mandiri Melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tanggal 13 april 2009 tentang Uang Elektronik (e-money) dapat dilihat jenis-jenis uang elektronik, yaitu21 : 9
Nomor
Persamaan dan
Terdaftar
Tidak Terdaftar
Perbedaan
(registered)
(unregistered)
Data identitas pemegang 1.
Pencatatan identitas
kartu uang elektronik tercatat
pemegang
dan terdaftar pada penerbit.
Batas nilai uang elektronik Nilai uang 2.
elektronik yang tersimpan
yang tersimpan dalam media chip/server paling banyak sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).
3.
21
Batas nilai transaksi
Data identitas pemegang kartu uang elektronik tidak tercatat pada penerbit / tidak harus menjadi nasabah penerbit.
Batas nilai uang elektronik yang tersimpan dalam media chip/server paling banyak sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah).
Dalam 1 (satu) bulan untuk
Dalam 1 (satu) bulan untuk setiap
setiap uang elektronik secara
uang elektronik secara
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tanggal 13 april 2009 tentang Uang Elektronik 9
22
keseluruhan ditetapkan
keseluruhan ditetapkan paling
paling banyak transaksi
banyak transaksi sebesar Rp.
sebesar Rp. 20.000.000, (dua
20.000.000, (dua puluh juta rupiah).
puluh juta rupiah). Meliputi transaksi
4.
Jenis transaksi
pembayaran, transfer dana,
yang dapat
dan fasilitas transaksi lainnya
digunakan
yang disediakan oleh
Meliputi transaksi pembayaran, transfer dana, dan fasilitas transaksi lainnya yang disediakan oleh Penerbit.
Penerbit.
Tabel I. Persamaan dan Perbedaan Uang Elektronik (e-money) jenis Terdaftar (Registered) dan Tidak Terdaftar (Unregisterd) Sumber : Bank Indonesia Uang Elektronik (e-money) harus memuat transparansi produk. Penerbit harus memberikan informasi secara tertulis kepada pemegang atas uang elektronik yang diterbitkan.
Informasi tersebut wajib disampaikan dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis dengan huruf dan angka yang mudah dibaca oleh pemegang kartu. Informasi tersebut sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tentang Uang Elektronik (e-money) memuat hal-hal sebagai berikut; a. Informasi
bahwa
uang
elektronik
bukan
merupakan
simpanan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan sehingga nilai uang elektronik tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). b. Prosedur dan tata cara penggunaan uang elektronik, fasilitas yang melekat pada uang elektronik seperti pengisian ulang, transfer dana, tarik tunai dan
23
redeem serta resiko yang mungkin timbul dari penggunaan uang elektronik. c. Hak kewajiban pemegang meliputi : 1) Hal-hal
penting yang harus diperhatikan pemegang dalam
penggunaan uang elektronik seperti masa berlaku media uang elektronik, jika ada dan berhak serta kewajiban pemegang atas berakhirnya masa berlaku media uang elektronik; 2) Hak dan kewajiban pemegang jika terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian bagi pemegang dan/atau penerbit, baik yang disebabkan oleh kegagalan sistem atau sebab lainya; 3) Jenis dan besarnya biaya yang digunakan. d. Tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan Uang Elektronik dan perkiraan lamanya waktu penanganan pengaduan tersebut. e. Tata cara dan konsekuensi penggunaan prodak termasuk tata cara pengembalian seluruh nilai uang elektronik yang tersisa pada kartu emoney pada saat itu pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik. Penerbit dapat menetapkan masa berlaku media uang elektronik antara lain dengan pertimbangan adanya batas usia teknis dari media uang elektronik yang digunakan. Dengan berakhirnya masa berlaku media Uang Elektronik, nilai uang elektronik yang masih tersisa dalam media tersebut tidak serta merta menjadi hapus. Pemegang memiliki hak tagih atas sisa uang elektronik yang terdapat dalam media tersebut sempai dengan jangka waktu sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sepanjang masih terdapat sisa nilai uang elektronik pada media tersebut.
24
Pemenuhan hak tagih atas sisa nilai uang elektronik tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan memindahkan sisa nilai uang elektronik tersebut ke dalam media yang baru. Pemenuhan hak tagih tersebut dapat dikurangi dengan biaya administrasi yang dikenakan oleh penerbit kepada pemegang kartu uang elektronik.
2. Perkembangan Uang Elektronik dan Dasar Hukum Sistem Pembayaran Menggunakan Kartu di Indonesia 2.1. Perkembangan Uang Elektronik di Indonesia Uang elektronik (E-money) mulai dikenal masyarakat terutama untuk pembayaran yang berjumlah kecil, tetapi frekuensi penggunaanya tinggi. Penggunaan uang elektronik sangat efektif dan efisien untuk pembayaran transportasi seperti Kereta Api, Bis, Parkir, Tol, Fast Food, dan pembayaran lainnya. Saat ini mulai banyak bank atau lembaga selain bank yang ikut menerbitkan uang elektronik. Diprediksi ke depan penggunaan uang elektronik semakin meningkat, sesuai dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Pertumbuhan uang elektronik sangat pesat, pertama kali diterbitkan April 2007 hanya sebanyak 165.193, tetapi dalam kurun waktu 3 tahun kemudian sudah mencapai 8 juta kartu uang elektronik yang beredar.22 Pada tahun 2009 Bank Indonesia mencatat 77% 10
transaksi di Indonesia merupakan transaksi ritail dengan nominal senilai Rp 113.000.000.000.000 (seratus tiga belas triliun rupiah), dan sebagian besar transaksi
22
Paper Kajian tentang E-money, E-banking, dan E-commerce, from : URL : http://duniakeuangan.blogspot.co.id/2012/10/e-money-e-banking-dan-e-commerce.html .diakses tanggal 12 Desember 2015 Pukul 21:36 WIB. 10
25
tersebut menggunakan uang tunai yang rata-rata jumlah transaksi tahunnya mencapai 6,2 juta kali transaksi dengan nilai Rp 260.000.000.000.000 (dua ratus enam triliun rupiah), dengan asumsi peningkatan nilai 10% setiap tahunnya. Saat ini tercatat sebagian besar transaksi retail sudah dikonversikan ke dalam bentuk elektronis, dimana informasi telah disimpan dalam chip atau server untuk kemudian ditransmisikan ke sistem informasi terbuka seperti internet. Inilah yang disebut uang elektronik (e-money) yang bisa mengurangi peredaran uang tunai di masyarakat. Berkurangnya penggunaan uang tunai dinilai baik untuk perekonomian, sehingga Bank Indonesia berusaha mendorong perkembangan perkembangan e-money di Indonesia.
2.2. Dasar Hukum Sistem Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Dan Uang Elektronik (E-Money) Tidak semua kartu digolongkan sebagai alat pembayaran menggunakan kartu dan juga uang elektronik. Kartu member pelanggan, kartu diskon atau voucher yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan retail tidak dapat digolongkan sebagai alat pembayaran menggunakan kartu maupun uang elektronik. Sebab kartu jenis ini tidak mensyaratkan adanya pengisian uang melalui pulsa atau rekening di bank. Alat pembayaran menggunakan kartu (kartu kredit, ATM/Debit) serta uang elektronik diatur dalam sejumlah regulasi Peraturan Bank Indonesia (PBI), sebagai berikut : 1. PBI Nomor 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
26
2. PBI Nomor 7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu 3. PBI Nomor 10/8/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu 4. PBI Nomor 10/4/PBI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Selain Bank 5. PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu 6. PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) 7. PBI Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas PBI Nomor 11/11/PBI/2009. Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (kartu kredit, ATM/kartu debit) dan uang elektronik (e-money) juga diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI), yaitu :23
11
1. SE BI Nomor 7/59/DASP/2005 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu 2. SE BI Nomor 7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan
Kehati-hatian
serta
Peningkatan
Keamanan
dalam
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu 23 11
R. Serfianto, dkk, Op. Cit. Hlm 61
27
3. SE BI Nomor 7/61/DASP/2005 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Menggunakan Kartu 4. SE BI Nomor 8/18/DASP/2006 tentang perubahan atas SE BI Nomor 7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehatihatian serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan Pembayaran Menggunakan Kartu 5. SE BI Nomor 10/04/UKMI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Selain Bank (LSB) 6. SE
BI
Nomor
10/07/DASP/2008
tentang
Pengawasan
Pengelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu 7. SE Bi Nomor 10/20/DASP/2008 tentang Perubahan Kedua atas SE BI Nomor 7/20/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu 8. SE BI Nomor 11/10/DASP/2009 tentang Pengyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu 9. SE BI Nomor 11/10/DASP/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) 10. SE BI Nomor 13/22/DASP/2011 tentang Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debit yang Diterbitkan di Indonesia
28
Pada awal mula, PBI dan SE BI menggolongkan kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, dan kartu prabayar (uang elektronik) dalam satu kategori yaitu alat pembayaran menggunakan kartu (APMK). Namun, sejak pemberlakuan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 dan PBI Nomor 11/12/PBI/2009, terjadi perubahan dimana produk kartu ATM, kartu kredit, dan kartu debit digolongkan sebagai APMK, tetapi kartu prabayar digolongkan sebagai uang elektronik.24
12
Perubahan penggolongan tersebut dilatarbelakangi bahwa uang elektronik (emoney) tidak hanya diterbitkan oleh bank saja, tetapi juga diterbitkan oleh lembaga selain bank. Selain itu, uang elektronik juga memiliki perbedaan dengan alat pembayaran menggunakan kartu, karena pemegang kartu uang elektronik tidak harus menjadi nasabah atau membuka rekening di bank tertentu seperti pemegang alat pembayaran menggunakan kartu lainnya. Alat pembayaran menggunakan uang elektronik telah berkembanag pesat sehingga memerlukan perhatian khusus dari sisi pengaturan dan pengawasan. Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan uang elektronik (e-money) diatur lebih lengkap dalam peraturan tersendiri yang terpisah dari pengaturan alat pembayaran menggunakan kartu. Penyelenggaraan alat pembayaran menggunakan kartu yang sebelumnya diatur dalam PBI Nomor 11/11/PBI/2009 telah mengalami perubahan berdasarkan PBI Nomor 14/2/PBI/2012. Pembaharuan tersebut dikarenakan banyaknya khasus pelanggaran dan tindak pidana terhadap kartu kredit. Perubahan tersebut ditujukan untuk penyempurnaan regulasi kartu kredit yang dalam pelaksanaannya telah menimbulkan sejumlah dampak negative di masyarakat. Penyempurnaan ini diperlukan
24
Ibid Hlm. 63
12
29
dalam rangka mendorong pertumbuhan yang lebih sehat dalam transaksi pembayaran menggunakan kartu dan menekan keluhan dari pengguna alat pembayaran menggunakan kartu khususnya pemegang kartu e-money. Penyelenggaraan alat pembayaran menggunakan kartu yang diselenggarakan oleh bank wajib menerapkan manajemen risiko sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur manajemen risiko. Selain itu penyelenggaraan berupa Lembaga Selain Bank (LSB) yaitu telekomunikasi, juga diwajibkan menerapkan manajemen risiko sesuai ketentuan manajemen risiko bagi Lembaga Selain Bank (LSB). Apabila belum mencantumkan ketentuan yang mangatur mengenai manajemen risiko untuk LSB, penerapan manajemen risiko bagi LSB tunduk pada ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang mengatur mengenai manajemen risiko, dan prinsip-prinsip perlindungan konsumen sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan tentang perlindungan konsumen sektor jasa keungan.
3. Perbedaan Anatara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Dan Uang Elektronik (E-Money) Uang elektronik (e-money) dalam penerapannya pada saat bertransaksi dengan alat pembayaran sering disebut dan dikenal dengan stored value/prepaid cash card (kartu prabayar) ketika dibedakan dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) seperti kartu kredit, kartu debet, dan/atau kartu ATM, karena metode dan instrument pembayaran yang berbeda kartu kredit, kartu debet, dan/atau kartu ATM. Dalam kegiatan pembayaran atau transaksi uang elektronik merupakan kegiatan prabayar anatara pemegang kartu dan penerbit, dimana pemegang kartu mendepositkan atau menyimpan terlebih dahulu
30
sejumlah dana kepada server penerbit (baik Bank maupun Lembaga Selain Bank) sebelum menggunakan kartu uang elektronik (e-money) tersebut. Dari perbedaanperbedaan antara uang elektronik dan alat pembayaran menggunkan kartu tersebut, maka pengaturannya pun dipisahkan, sehingga memperjelas status hukum sebagai alat pembayaran menggunakan kartu atau uang elektronik. Perbedaan antara uang elektronik dan alat pembayaran menggunakan kartu (kartu kredit, kartu debit dan/atau kartu ATM) lebih jelas dan rinci akan dijelaskan dalam tabel berikut :
No
Perbedaan
Menggunakan Kartu )
Identification Number (PIN)
Identification Number (PIN)
Bisa diterbitkan oleh Bank
Bisa diterbitkan oleh Bank
maupun Lembaga Selain Bank
maupun Lembaga Selain Bank
Informasi Pemegang
Ada dan Tidak ada Informasi
Ada informasi tentang pemegang
Kartu
tentang Identitas Pemegang kartu.
kartu.
Pada saat transaksi tidak
Pada saat transaksi harus
menggunakan PIN atau
menggunkan PIN atau
tandatangan Pemegang kartu
tandatangan dari pemegang kartu
2
Penerbit
Otorisasi transaksi
Pemegang kartu uang elektronik 5
(Alat Pembayaran
Menggunakan Personal
Keamanan
4
(Uang Elektronik)
APMK
Tidak menggunakan Personal
1
3
E-money
Resiko penyalagunaan
bertanggung jawab sepenuhnya atas semua resiko
6
Status pemegang kartu
7
Tipe transaksi
Untuk sebagian penyalagunaan Bank bisa bertanggungjawab.
Bisa sebagai Nasabah Bank
Harus menjadi Nasabah Bank
penerbit maupun tidak.
tertantu.
Prabayar (pada saat transaksi bisa
Akses (pada saat transaksi harus
secara On-line maupun Off-line)
secara On-line)
31
8
Letak Dana
9
Proses Transaksi
Tersimpan dalam media
Tersimpan dalam rekening Bank
penyimpanan Dana
Penerbit
Langsung, tanpa harus ada
Harus mendapat persetujuan dari
persetujuan
rekening nasabah
Hubungan Jual Beli
Simpan Menyimpan Uang
Hubungan Hukum 10
antara Pemegang Kartu dengan Penerbit
Tabel II: Perbedaan Uang Elektronik (e-money) dan Alat Pembayarn Menggunakan Kartu (APMK) 1) Keamanan
: Pada saat pemegang kartu Uang Elektronik (e-money) melakukan
transaksi berbeda dari segi keamanan dengan transaksi menggunakan Alat Pembayara Menggunakan Kartu (APMK) karena proses transaksi dengan menggunakan uang elektronik tidak membutuhkan Personal Identification Number (PIN), dibandingkan dengan Alat Pembayarn Menggunakan Kartu (APMK) yang membutuhkan Personal Identification Number (PIN) untuk proses transaksi sesuai dengan Romawi I.B.1-2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/22/DASP/2011 tentang Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debit yang Diterbitkan di Indonesia.25
13
2) Penerbit : lembaga yang dapat menerbitkan Uang Elektronik (e-money) bisa Bank maupun Lembaga Selain Bank sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor
11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic Money) yang berbunyi demikian “Kegiatan sebagai Penerbit dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank” hal ini sama seperti penerbit dalam Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dimana 25 13
Romawi I.B.1-2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/22/DASP/2011
32
dikatakan dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu yang berbunyi demikan “ Kegiatan sebagai Penerbit dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank”26 namun disni terdapat perbedaan yang mendasar, dimana dalam proses penerbitan 14
Uang Elektronik (e-money) pemegang tidak perlu menjadi nasabah pada bank penerbit, berbeda halnya dengan proses penerbitan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dimana pemegang kartu harus menjadi nasabah bank penerbit baru bisa menjadi pemegang kartu pembayaran. 3) Informasi Pemegang Kartu : Perbedaan antara informasi pemegang kartu uang elektronik (e-money) dengan pemegang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) adalah informasi pemegang kartu Uang elektronik (e-money) ada yang tercatat maupun tidak tercatat pada penerbit, sesuai dengan bunyi pasal 1A ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (e-money) berbeda dengan Alat Pembayarn Menggunakan Kartu (APMK) dimana semua data tentang informasi disimpan oleh penerbit, perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan substansial antara uang elektronik (e-money) dan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). 4) Otorisasi Transaksi : karena uang elektronik (e-money) merupakan produk stored value sehingga dalam melakukan transaksi tidak memerlukan proses otorisasi dan tidak terkait secara langsung dengan rekening nasabah di bank (ketika melakukan transaksi, saldo rekening tidak terpotong), berbeda dengan transaksi menggunakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dimana tersambung langsung dengan rekening nasabah,
26
R. Serfianto, dkk, Op. Cit. Hlm. 63
14
33
sehingga pada saat melakukan transaksi memerlukan Personal Identification Number (PIN) dan/atau Tanda Tangan sebagai otorisasi transaksi. 5) Resiko Penyalagunaan : penyalagunaan yang terjadi pada uang elektronik sangat mudah terjadi, karena sistem keamanan yang belum bisa melindungi pemegang kartu uang elektronik, dimana pada saat kartu e-money dicuri atau hilang bisa digunakan oleh orang lain dengan mudah dan gampang, karena tidak terhubungan dengan rekening, sehingga tidak memerlukan Personal Identification Number (PIN) dan/atau Tanda Tangan sebagai otorisasi transaksi/untuk menyetujui transaksi, artinya kerugian/resiko penyalagunaan ini sepenuhnya ditanggung oleh pemegang kartu uang elektronik (e-money), berbeda dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dimana telah dijelaskan dalam berbagai regulasi peraturan salah satunya menurut Suarat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP/2012 tanggal 7 juni 2012 Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP/2009 tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, prinsip perlindungan nasabah dalam Romawi VII.A diubah sehingga bunyinya sebagai berikut : prinsip perlindungan nasabah
penerbit
wajib
menerapkan
prinsip
perlindungan
nasabah
dalam
menyelenggarakan kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang anatara lain dilakukan dengan : a. Menyampaikan informasi tertulis kepada pemegang kartu atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh pemegang kertu dan disampaikan secara benar dan tepat waktu.
34
Dari sini terlihat bawa ketika terjadi penyalagunakan terhadap pengguna alat pembayaran menggunakan kartu hak-haknya sebagai konsumen dapat dilindungi sehingga resiko kerugian yang dialaminya tidak ditanggung sendirian, tetapi dapat dibantu oleh bank penerbit. 6) Status Pemegang Kartu : status pemegang kartu antara Uang elektronik (e-money) berbeda dengan status pemegang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dimana untuk menjadi pemegang kartu uang elektronik, seseorang tidak perlu menjadi nasabah bank yang menerbitkan uang elektronik, hal ini disebabkan karena uang elektronik merupakan kartu prabayar, selain itu untuk menjadi pemegang kartu uang elektronik bisa juga menjadi nasabah bank penerbit, tetapi uang elektronik tidak terhubung dengan rekening milik nasabah, berbeda dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dimana untuk memiliki alat pembayarn menggunakan kartu (Kartu Kredit, Kartu Debit dan/atau ATM) harus menjadi nasabah bank tertentu yang akan menerbitkan kartunya hal ini disebabkan karena dana dari Alat Pembayaran Menggunakan Kartu ini tersimpan didalam rekening nasabah, sehingga pada saat transaksi saldo akan langsung terpotong/terdebit dari reneking atau simpanan milik pemegang kartu. 7) Tipe Transaksi : Tipe transaksi dari uang Elektronik (e-money) adalah prabayar dimana salah satu sifat dari kartu prabayar adalah pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk elektronik value dari kartu e-money milik konsumen kepada termidal merchant dapat dilakukan secara off-line, dalam hal verifikasi cukup dilakukan pada level merchant (point of sale) tanpa harus on-line ke computer issuer, berbeda dengan tipe transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yaitu secara akses, dimana pada saat transaksi, instrument kartu digunakan untuk melakukan akses secara on-line ke computer
35
issuer untuk mendapat otorisasi melakukan pembayaran atas beban rekening nasabah, baik berupa rekening simpanan (Kartu Debet), maupun rekening pinjaman (Kartu Kredit). Setelah di otorisasi oleh issuer, rekening nasabah kemudian akan langsung di debet. Dengan demikian pembayaran atau transaksi menggunakan kartu kredit, kartu debet dan/atau kartu ATM mensyaratkan adanya komunikasi on-line ke computer issuer. 8) Letak Dana : Letak dana dari Uang elektronik (e-money) berbeda dengan letak dana dari Alat Pembayaran Menggunakan Kartu, dimana untuk uang elektronik Nilai uang telah tercatat dalam instrument e-money (Kartu) yang sering dikenal dengan nama stored value, sehingga dana yang tercatat sepenuhnya berada dalam penguasaan konsumen atau pemegang kartu uang elektronik, dibandingkan dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dimana tidak ada pencatatan dana yang tersimpan dalam instrument kartu, hal ini mengakibatkan dana sepenuhnya berada dalam pengelolaan bank (Penerbit Kartu) sepanjang belum ada otorisasi dari nasabah untuk melakukan pembayaran. 9) Proses Transaksi : uang elektronik (e-money) merupakan kartu prabayar dimana pengelolaan dana sepenuhnya berada dalam pengawasan pemegang kartu, dan semua dana atau simpanan juga berada dalam pengawasan pemegang kartu, dana dalam uang elektronik tersimpan dalam instrument e-money, sehingga pada saat transaksi tidak perlu memerlukan otorisasi berupa Personal Identification Number (PIN) dan/atau Tanda Tangan untuk menyetujui transaksi yang akan dan sedang dilakukan, berbeda dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dimana setiap transaksi yang dilakukan tidak bisa secara langsung, melainkan membutuhkan otorisasi berupa Personal Identification Number (PIN) dan/atau Tanda Tangan untuk menyetujui transaksi, hal ini disebabkan karena dananya tidak tersimpan dalam instrument kartu melainkan tersimpan
36
dalam rekening nasabah, dalam hal ini bank penerbit yang memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengelola sebelum adanya otorisasi dari nasabah pada saat melakukan transaksi. 10) Hubungan Hukum antara pemegang kartu dengan Penerbit : Pada penggunaan uang elektronik, karena sifatnya yang prabayar maka hubungan hukum antara penerbit dan pemegang kartu bersifat jual beli. dimana penerbit menjual sebuah alat penyimpan data berupa kartu prabayar (stored value card) berbeda dengan Alat Pembayarn Menggunakan Kartu (APMK) dimana hubungan hukum antara pemegang kartu dengan bank penerbit didasari pada perjanjian simpan menyimpan uang sesuai dengan Pasal 1 angka (5) UU Perbankan salah satu bentuk simpanan adalah tabungan pada bank. APMK hanya merupakan fasilitas yang diberikan kepada nasabah/pengguna jasa bank untuk memudahkan penggunaan simpanan mereka tersebut.27
15
4. Pihak-Pihak Dalam Transaksi Uang Elektronik Uang elektronik (e-money) yang diterbitkan saat ini ada yang berbasis chip(chip base) seperti kartu prabayar dan ada pula yang berbasis server (server base) seperti uang elektronik yang dapat diakses melalu telepon seluler (handphone). Saat ini uang elektronik baru diterbitkan oleh 11 penerbit yang terdiri dari 1 (satu) Bank Pembangunan Daerah (BPD), 8 (delapan) Bank Umum dan 11 (sebelas) Lembaga Selain Bank
15 27
Undang –Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
37
(perusahaan telekomunikasi)28 Daftar Penyelenggara Uang Elektronik yang telah 16
memperoleh Izin dari Bank Indonesia Per Januari 2015 29 : 17
No
1.
2.
Nama Penerbit
Surat dan Tanggal Izin
PT. Bank Mandiri
No. 11/434/DASP
(Persero) Tbk
tanggal 3 Juli 2009
PT. Bank Mega Tbk PT. Bank Negara
3.
Indonesia (Persero) Tbk
4.
5.
6.
7.
8.
9. 10. 1628
PT. Bank DKI
No. 11/443/DASP tanggal 3 Juli 2009 No. 11/438/DASP tanggal 3 Juli 2009 No. 11/429/DASP tanggal 3 Juli 2009
PT. Bank Central
No. 11/424/DASP
Asia Tbk
tanggal 3 Juli 2009
PT. Indosat, Tbk
No. 11/513/DASP tanggal 3 Juli 2009
PT. Skye Sab
No. 11/431/DASP
Indonesia
tanggal 3 Juli 2009
PT. Telekomunikasi
No. 11/432/DASP
Indonesia
tanggal 3 Juli 2009
PT. Telekomunikasi
No. 11/513/DASP
Seluler
tanggal 3 Juli 2009
PT. Bank Rakyat
No. 12/691/DASP
Tanggal Efektif Operasional
Keterangan
3 Juli 2009
Penerbit
3 Juli 2009
Penerbit
3 Juli 2009
Penerbit
3 Juli 2009
Penerbit
3 Juli 2009
Penerbit
3 Juli 2009
Penerbit
3 Juli 2009
Penerbit
3 Juli 2009
Penerbit
3 Juli 2009
Penerbit
29 Desember
Penerbit
Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu 29 Bank Indonesia, Informasi Perizinan Penyelenggara dan Pendukung Jasa Sistem Pembayaran. from URL : http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/informasi-perizinan/uang-elektronik/Contents/Default.aspx dikunjungi pada tanggal 09 Februari 2016 pukul 19:02 WIB 17
38
Indonesia (Persero)
tanggal 13 Agustus 2010
2010
Tbk 11.
PT. XL Axiata, Tbk
12.
PT. Finnet Indonesia PT. Artajasa
13.
Pembayaran Elektronis
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
PT. Bank CIMB Niaga
PT. Bank Nationalnobu
PT. Bank Permata
PT. Nusa Satu Inti Artha
No. 12/816/DASP tanggal 6 Oktober 2010 No. 14/277/DASP tanggal 16 April 2012
29 Maret 2011
Penerbit
1 Juni 2012
Penerbit
No. 14/327/DASP
21 November
tanggal 9 Mei 2012
2012
Penerbit
No. 15/119/DASP tanggal 13 Februari
27 Maret 2013
Penerbit
29 April 2013
Penerbit
23 Januari 2013
Penerbit
25 Maret 2013
Penerbit
16 Juni 2014
Penerbit
2013 No. 15/148/DASP tanggal 26 Februari 2013 No. 15/26/DASP tanggal 11 Januari 2013 No. 14/898/DASP tanggal 20 Desember 2012
PT. Smartfren
No. 16/85/DKSP
Telecom Tbk
tanggal 26 Mei 2014
PT. MVCommerce
No. 16/98/DKSP
29 September
Indonesia
tanggal 17 Juni 2014
2014
PT. Witami Tunai
No.16/129/DKSP
Mandiri
tanggal 18 Juli 2014
5 Januari 2015
Penerbit
Penerbit
Tabel III : Daftar Penyelenggara, Nomor Surat Tanggal Izin penerbit Uang Elektronik
39
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (electronic money) maka dapat dilihat pihak-pihak dalam transaksi uang elektronik antara lain30 : 18
1. Principal Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung jawab atas pengelola sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi uang elektronik yang bekerja sama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis
..
2. Penerbit Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan uang elektronik. 3. Acquirer Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang, yang dapat memproses data uang elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain. 4. Pemegang Pihak yang menggunakan uang elektronik. 5. Pedagang (Merchant) Penjual barang dan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari pemegang.
30 18
Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (electronic money)
40
6. Penyelenggara Kliring Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik. 7. Peneyelenggara penyelesaian kliring Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan dan bertanggung jawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masingmasing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik berdasarkan hasil perhitungan dan penyelenggara kliring. Bank yang dimaksud adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, termasuk kantor cabang Bank Asing di Indonesia dan Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Lembaga Selain Bank merupakan badan usaha bukan bank yang berbadan hukum dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia. Bank atau Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan ijin untuk menjadi principal, penerbit maupun acquirer wajib memperoleh ijin dari Bank Indonesia. Permohonan tersebut diajukan sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tentang Uang Elektronik (e-money), untuk principal harus memuat informasi berupa jenis kegiatan uang elektronik yang akan diselenggarakan, rencana waktu dimulainya kegiatan, dan nama jaringan yang akan digunakan. Untuk menjadi penerbit harus memuat informasi berupa jenis kegiatan uang elektronik yang akan diselenggarakan, rencana waktu dimulainya kegiatan, dan nama produk yang akan
41
digunakan. Permohonan ijin sebagai acquirer memuat informasi rencana waktu dimulainya kegiatan, nama dan jumlah principal, penerbit, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, dan/atau pihak lain yang bekerjasama, dan nama dan jumlah pedagang yang akan bekerjasama. Permohonan ijin sebagai penyelenggara kliring dan/atau penyelnggara penyelesaian akhir memuat informasi rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai penyelenggara kliring dan/atau penyelenggaraan penyelesaian akhir, nama dan jumlah prinsipal, penerbit, acquirer dan/atau pihak lain yang akan bekerjasama, serta nama dan merek dagangan yang akan digunakan. Hubungan antara penerbit, pemegang dan pedegang (merchant) merupakan hubungan terpenting dalam transaksi uang elektronik. Nilai elektronik dapat diperoleh dengan menukarkan sejumlah uang tunai atau melalui pendebetan rekening pada bank penerbit untuk kemudian disimpan dalam bentuk uang elektronik. Pemindahan nilai secara elektronik terjadi apabila ada transaksi pembayaran yang dilakukan pada pedagang (merchant) melalui suatu mesin khusus untuk katu (card reader). Pengembangan uang elektronik (e-money) tergantung pada insentif yang akan diperoleh berbagai pihak yang terkait seperti penerbit, pemegang kartu, maupun pedagang (merchant). Bagi penerbit potensi keuntungan yang dapat diperoleh dalam menerbitkan e-money antara lain pendapatan atas fee yang di kenakan kepada pemegang kartu dan pedagang, pendapatan atas investasi yang diperoleh dari outstanding dana yang terhimpun, dan efisiensi atas berkurangnnya biaya pengelolaan kas dalam hal penerbitan e-money adalah Bank. Bagi pemegang kartu e-money, keinginan untuk menggunakan emoney dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besarnya fee yang harus dibayar dibanding dengan instrument pembayaran lainnya, privasi dan tingkat keamanan e-money,
42
kemudahan pemakainya, dan luas pedagang (merchant). Bagi pedagang sendiri, keinginan untuk menerima pembayaran dalam
bentuk e-money dipengaruhi oleh
besarnya fee yang dikenakan oleh penerbit, biaya pengadaan peralatan, dan efisiensi atas berkurangnya biaya pengelolaan kas.31
19
Salah satu contoh uang elektronik (e-money) yang diterbitkan oleh Lembaga Selain Bank atas izin dari Bank Indonesia adalah Uang Elektronik yang dikeluarkan oleh Telkom Indonesia dengan nama kartu T-money
Gambar III : Contoh Uang elektronik T-money yang diterbitkan oleh PT Telkom Indonesia T-money adalah produk PT Telkom Indonesai yang berbasis e-money (electronic money/uang elektronik). E-money adalah uang yang digunakan dalam transaksi online maupun offline dengan cara elektronik. E-money memiliki nilai uang yang tersimpan atau prabayar (prepaid). Nilai uang dalam e-money akan berkurang pada saat konsumen menggunakannya
31
Bank Indonesia, 2001, paper kajian E-money, Bank Indonesia, Jakarta, Hal 9-10
43
untuk pembayaran dan dapat ditambah dengan mingisinya (Top Up). E-money dapat digunakan untuk berbagi macam jenis pembayaran (Multi purpose).32
20
T-money ada dua jenis t-money online dan t-money card, untuk mendapatkan t-money online penggunaan cukup mendaftarkan e-mailnya sebagai akun t-money. Untuk mendapatkan tmoney card bisa diapatkan melalui merchant-merchant yang telah bkerjasama dengan t-money (PT Telkom Indonesia). PT Telkon Indonesia telah mendapat ijin dari Bank Indonesia untuk menjadi penerbit E-money, untuk t-money saldo maksimal atau dana yang tersimpan paling banyak adalah Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) untuk akun terverifikasi dan Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk akan tidak terverifikasi. Keuntungan yang bisa kita rasakan ketika menggunakan kartu t-money adalah transaksi pembayaran menjadi lebih mudah dan cepat tanpa perlu membawa uang tunai, transaksi dapat dilakukan melalui Internet dan handphone mobile (Tmoney online), cukup satu kartu untuk semua pembayaran seperti transportasi, wisata, parker, merchant, dan sebagainya (kartu t-money card) dan untuk mengurangi resiko membawa uang tunai.
2032
Penjelasan tentang T-money. from URL : http://www.tmoney.co.id/about dikunjungi pada tanggal 16 Februari
2016 pukul 09:19 WIB
44
B. Kaedah Hukum Pengaturan terhadap Transaksi Melalui Uang Elektronik (E-money) di Indonesia Dalam pembelian kartu e-money pada penerbit, kartu akan dilengkapi dengan syarat dan ketentuan penggunaan kartu e-money tersebut. Syarat dan ketentuan tersebut menjadi suatu bentuk perjanjian antara penerbit dan pemegang kartu dalam penggunaannya pada transaksi e-money. Salah satu acuan penting pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu dengan adanya peraturan mengenai pencantuman klausula baku pada perjanjian. Dimana dasar peraturan dalam penggunaan alat pembayaran elektronik menggunakan uang elektronik adalah dengan menggunakan perjanjian baku, maka pencantuman klausula baku yang seimbang haruslah diatur. Perjanjian baku merupakan terjemahan dari standard contract, baku berarti patokan dan acuan. Dalam bukunya yang berjudul Perjanjian Kredit Bank, Mariam Darus mendefenisikan perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.33 Perjanjian baku merupakan konsep janji-janji tertulis 21
yang disusun tanpa membicarakan isi dan lazimnya dituangkan dalam perjanjian yang sifatnya tertentu.34
22
Klausula baku biasanya dibuat oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat, yang dalam kenyataannya biasa dipegang oleh pelaku usaha atau dalam kaitannya dengan perjanjian baku uang elektronik kedudukannya yang lebih kuat dipegang oleh penerbit kartu e-money. Isi klausula baku sering kali merugikan pihak yang menerima klausula baku tersebut, yaitu pihak konsumen atau pemegang kartu e-money karena dibuat sepihak 33 21
34 22
Mariam Badrulzaman, 1978, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, Hlm. 48 Ibid. Hlm. 49
45
oleh penerbit. Bila konsumen menolak klausula baku tersebut, ia tidak akan mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkan, karena klausula baku serupa akan ditemui di tempat lain. Artinya dimanapun calon pemegang kartu e-money akan melakukan pembelian barang atau jasa uang elektronik maka penerbit akan memberikan klausula baku sebagai bentuk persetujuan pembelian dan penggunaan kartu uang elektronik. Hal tersebut menyebabkan konsumen atau pemegang kartu e-money menjadi sering menyetujui isi dari klausula baku tersebut, walaupun memojokan. Bagi para pelaku usaha atau penerbit kartu e-money mungkin ini cara untuk mencapai tujuan ekonomi yang efisien, praktis, dan cepat serta tidak bertele-tele, tetapi bagi konsumen atau pemegang kartu justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan pada satu pilihan, yaitu menerima walaupun dengan berat hati dan terpaksa.3523 Sudaryatmo mengungkapkan karakteristik klausula baku sebagai berikut :36
24
1. Perjanjian dibuat secara sepihak oleh mereka yang posisinya relative lebih kuat dari konsumen. 2. Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian. 3. Dibuat dalam bentuk tertulis dan masal. 4. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh faktor kebutuhan. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 10 mendefenisika klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
35
Abdulkadir Muhammad, 1992, perjanjian baku dalam praktek perusahaan perdagangan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm 6 36 Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung Hlm 93 23
24
46
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian, dimana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melawan hukum.37 Perjanjian baku dengan klausula eksonerasinya pada prinsipnya hanya 25
menguntungkan pelaku usaha dan merugikan konsumen, karena klausulanya tidak seimbang dan tidak terdapat unsur keadilan. Dominasi pelaku usaha lebih besar dibandingkan dominasi konsumen, dan konsumen hanya menerima perjanjian dengan klausula baku tersebut bagitu saja karena dorongan kepentingan dan kebutuhan. Beban yang seharusnya dipikul oleh pelaku usaha, menjadi beban konsumen karena adanya klusula eksonarasi tersebut.38
26
Akibat kedudukan para pihak yang tidak seimbang, maka pihak yang lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang bebas untuk menentukan apa yang diinginkannya dalam perjanjian. Dalam hal demikian, pihak yang memiliki posisi yang lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausulakalusula tertentu dalam perjanjian baku. Sehingga perjanjian yang harus dibuat oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian tidak ditemukan lagi dalam perjanjian baku, karena formatnya dan isi perjanjian telah dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat. Perjanjian dikatakan bersifat baku, karena baik perjanjian maupun klausula tersebut tidak dapat dinegosiasikan atau ditawarkan oleh pihak lainnya (take it or leave it). Tidak adanya pilihan bagi salah satu pihak dalam perjanjian ini, sehingga cendrung 37 38 26
Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, Hlm.47 Zulham 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Perdana Media Group, Jakarta, Hlm.67
47
merugikan pihak yang kedudukannya lebih rendah. Hal ini membuat pihak yang cendrung dirugikan sulit untuk membuktikan tidak adanya kesepakatan pada saat perjanjian tersebut dibuat, atau atas isi klausula baku yang termuat dalam perjanjian tersebut.39
27
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dalam pasal 1313 menjelaskan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.40 lebih lanjut pada pasal 1338 28
KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.41 Hal ini berarti bahwa perjanjian 29
yang dibuat berupa syarat-syarat dan ketentuan dari penggunaan kartu e-money secara sah mengikat para pihak sebagaimana undang-undang dan perikatan ini berlaku bagi para pihak yang sepakat dalam perjanjian tersebut. Undang-Undang memberikan hak kepada setiap orang secara bebas untuk membuat dan melaksanakan perjanjian selama unsur-unsur perjanjian terpenuhi. Para pihak dalam perjanjian juga bebas menentukan aturan yang mereka kehendaki dalam perjanjian tersebut dan melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai, selama para pihak tidak melanggar ketentuan mengenai ketertiban umum, kesusilaan, kepatutan, dan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.42
39
30
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, PT. Gramedia, Jakarta, Hlm.53 40 R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, 1992, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bergerlijk Wetboek, Cetakan Kedua Puluh Tujuh (Edisi Revisi), PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm.338 41 Ibid, Hlm.342 42 Ibid. hlm 72-73 27
28
29
30
48
Tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian pada pasal 1320 KUH Perdata diperlukan empat syarat yang harus di penuhi yaitu : 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu pokok persoalan tertentu; 4. Suatu sebab yang tidak terlarang. Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subjeknya atau pihak-pihak dalam perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat okjektif karena mengenai objek perjanjian. Jika syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum, dengan pengertian bahwa perjanjian tidak pernah terjadi serta tidak memiliki dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya bukan batal demi hukum, melainkan salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta perjanjian itu dibatalkan. Aspek-aspek hukum perjanjian dalam sistem pembayaran elektronik menggunakan e-money dilihat dari asas-asas yang mendasari suatu perjanjian antara para pihak dalam penggunaan e-money adalah meliputi :43
31
1. Asas Konsesuanlisme Suatu perjanjian lahir setelah terjadi kesepakatan antara pihak. Asas ini erat hubungannya dengan prinsip kebebasan dalam mengadakan perjanjian.
43
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2010, perikatan yang lahir dari perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hlm. 14 31
49
2. Asas Kekuatan Mengikat Terikatnya para pihak atas apa yang mereka sepakati dalam perjanjian termasuk unsur-unsur lain yang dikehendaki para pihak merupakan kekuatan mengikat setara undang-undang. 3. Asas Kepercayaan Perjanjian harus dilaksanakan atas dasar kepercayaan antara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya. Dengan kepercayaan ini para pihak akan mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang dibuatnya. 4. Asas Persamaan Hak Menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, masing-masing para pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama yang lain. 5. Asas Keseimbangan Asas ini menghendaki para pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian sesuai dengan persamaan hak dan kewajibannya. 6. Asas Kepatutan Asas ini berhubungan dengan isi perjanjian mengenai aspek keadilan dalam masyarakat. 7. Asas Kebiasaan Suatu perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang diatur secara tegas akan tetapi juga hal-hal dalam kebiasaan yang lazim diikuti.
50
8. Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai suatu figure hukum harus mengandung kepastian hukum yang tercermin dari kekuatan mengikatnya perjanjian tersebut, yaitu undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. 9. Asas Kebebasan Berkontrak Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Dilihat dari asas-asas perjanjian maka suatu perjanjian lahir atas dasar kesepakatan antara para pihak. Terikatnya para pihak pada apa yang telah disepakati dalam perjanjian adalah sama halnya dengan kekuatan mengikat undang-undang. Jadi setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian apa saja asal tidak bertentang dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Salah satu acuan yang penting pada undang-undang Perlindungan Konsumen yaitu dengan adanya peraturan mengenai pencantuman klausula baku pada perjanjian. Dimana dasar peraturan dalam penggunaan alat pembayaran elektronik menggunakan uang elektronik (e-money) adalah dengan menggunakan sebuah perjanjian baku, maka pencantuman klausula baku yang seimbang haruslah diatur. Menurut penjelasan pasal 18 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, adanya peraturan pencantuman klausula
baku bertujuan untuk menetapkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Peraturan tentang klausula baku terdapat dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang melarang pelaku usaha mencantumkan klausula baku pada setiap perjanjian dan dokumen apabila :44
32
44
I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Ria Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian ke dalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, Hlm.38-40 32
51
a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku dalam setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila : 1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; 2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang telah dibeli konsumen; 3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; 4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; 5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; 6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa; 7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
52
8. Menyatakan bahwa konsumen memberikan kuasanya kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. c. Setiap klausula baku yang telah diterapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. d. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang.
Terkait dengan perlindungan pemegang katu e-money sebagai konsumen uang elektronik, hal ini diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang secara garis besar telah memberikan perlindungan terhadap konsumen untuk menekmati produk mereka secara jelas dan tidak menyesatkan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur pelaku usaha perbankan untuk memberikan tanggung jawabnya kepada konsumen berupa: 45 33
3.
1. Beretikat baik dalam melakukan kegiatan usahanya; 2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang dibelikannya;
45 33
Muhammad Djumhana, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 338
53
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 4. Menjamin kegiatan usaha perbankan berdasarkan ketentuan standart perbankan yang berlaku. Walaupun
keberadaan
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
telah
memberikan posisi tawar-menawar yang lebih kuat terhadap pelaku usaha, namun berhubungan dengan pemegang kartu e-money dalam sistem pembayaran elektronik (epayment) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak secara jelas bagaimana menyelenggarakan sebuah sistem elektronik yang handal dan aman dalam melindungi konsumen. Pengaturan terhadap penyelenggaraan sistem elektronik ini diatur lebih lanjut pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun peraturannya yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen seperti ketentuan pencantuman masalah klausula baku dapat diterapkan pada perjanjian anatara pemegang kartu dengan bank penerbit. Asser Rutten mengatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian, bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang membuhbuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku, tanda tangan itu akan membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertandatangan itu tidak mengetahui dan menghendaki isi formulir yang ditandatangani, karena tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya.46 Lebih lanjut Ahmad Miru berpendapat 34
bahwa perjanjian baku merupakan perjanjian yang mengikat para pihak yang menandatanganinya, walaupun harus diakui bahwa klausula yang terdapat dalam 46
Ahmad Miru dan Sutarman Yudo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, Hlm.117 34
54
perjanjian baku banyak mengalihkan beban tanggung jawab dari pihak perancangan klausula baku kepada pihak lawannya. Walaupun setiap kerugian yang timbul dikemudian hari akan tetap ditanggung oleh para pihak yang harus bertanggung jawab berdasarkan klausula perjanjian tersebut, kecuali jika klausula tersebut merupakan klausula yang dilarang berdasarkan pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.47
35
1. Bentuk Kartu E-money yang di Terbitkan oleh Bank BRI dan Bank Mandiri 1.1 Kartu E-money BRIZZI (Bank BRI)
Gambar III : Contoh Uang Elektronik BRIZZI yang diterbitkan oleh Bank BRI Bank BRI (Persero) Tbk menerbitkan uang elektronik bermerek (brand name) BRIZZI. Uang elektronik ini termasuk ke dalam uregistered jadi untuk menjadi pemegang kartu bisa diperbolehkan siapa saja tanpa perlu menjadi nasabah Bank BRI. Uang elektronik tersebut bisa diisi ulang dimanapun, proses isi ulang BRIZZI dapat dilakukan melalui ATM BRI, ATM Bank lain (ATM Bersama) internet banking BRI, mobile Banking BRI, dan seluruh penjual (merchant) BRIZZI. Kartu BRIZZI ini dapat 47 35
Ibid, Hlm 118
55
digunakan untuk berbagai macam transaksi seperti belanja barang/jasa, makan di restoran, pembaayaran rekening listrik dan/atau telepon, pembelian tiket pesawat terbang atau kereta api, dan pembayaran parkir serta transaksi lain. Pengaturan yang berlaku untuk kartu BRIZZI baik untuk penerbit maupun pemegang kartu adalah sebagi berikut 48 : 36
a. Kartu BRIZZI menggunakan satuan hitung rupiah dan hanya digunakan di Indonesia; b. Kartu bukan merupakan bukan simpanan dan dana yang terdapat di dalamnya tidak diberikan bunga dan tidak dijaminkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS); c. Kepemilikan kartu dapat dialihkan dengan cara memberikan fisik kartu kepada orang lain; d. Kartu yang hilang atau dicuri tidak dapat diblokir maupun diganti, segala akibat menjadi tanggung jawab pemegang kartu sepenuhnya; e. Pemegang kartu hanya dapat menggunakan kartu untuk transksi pembayaran selama dana yang ada pada kartu mencukupi; f. Pemegang kartu wajib memelihara fisik kartu sehingga tidak rusak, patah atau nomor kartu masih dapat diidentifikasi; g. Keterangan dan perhitungan terkait transaksi yang dilakukan pemegang kartu merupakan bukti yang mengikat kecuali dapat dibuktikan sebaliknya;
48
Kajian tentang kartu e-money BRIZZI From URL : http://www.bri.co.id/articles/89 dikunjungi pada tanggal 15 Februari 2016 pukul 22:34 WIB 36
56
h. Pemegang kartu tunduk pada ketentuan yang berlaku di bank penerbit serta syarat dan ketentuan yang mengatur segala transaksi terkait penggunaan kartu, termasuk setiap perubahan yang akan diinfokan terlebih dahulu oleh bank penerbit; i. Batas minimum saldo pada kartu adalah Rp.20.000 (sua puluh ribuh rupiah); j. Batas maksimal saldo pada kartu adalah sebesar Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) atau sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; k. Menimal Top Up atau isi ulang sebesar Rp.1 (satu rupiah) Masa berlaku kartu tidak terbatas (unlimited). Namun ketika kartu tidak pernah digunakan untuk bertransaksi selama 12 (dua belas) bulan maka bulan berikutnya kartu akan menjadi pasif, dengan ketantuan : Kartu yang memiliki saldo di bawah Rp.25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) dan tidak pernah digunakan bertransaksi selama 12 bulan maka pada bulan ke-13 saldo yang masih ada akan di debet untuk biaya administrasi setiap bulannya sebesar Rp.5.000 (lima ribu rupiah) sampai sisa saldo habis. Apabila pemegang kartu ingin menggunakan kembali maka pemegang kartu harus melakukan reaktivasi melalui Bank Penerbit dalam hal ini Bank BRI yang menerbitkan kartu e-money BRIZZI. Proses penutupan kartu BRIZZI bisa dilakukan dengan cara pemegang kartu dapat melakukannya dengan mendatangi kantor cabang atau kantor pembantu Bank BRI dengan menggunakan menu penutupan kartu (redeem).penutupan kartu akan dikenai
57
biaya administrasi sebesar Rp. 20.000, (dua puluh ribu rupiah) yang akan dipotong dari sisa saldo pada kartu. Apabila ada keluhan pemegang kartu dapat menyampaikannya atau membuat pengaduan sehubungan dengan penggunaan kartu melalui kantor Bank BRI dan melampirkan fotokopi identitas diri pemegang kartu dan data pendukung lainnya, yang akan ditanggapi sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku pada Bank selambatlambatnya 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima lengkap oleh Bank. Penggantian kartu juga dapat dilakukan di kantor Bank BRI dengan saldo di dalam kartu yang rusak akan dipindahkan atau dilimpahkan ke kartu yang baru. Pemegang kartu akan mendapatkan kartu yang baru dan kartu yang lama akan ditarik oleh penerbit. 1.2 E-money Indomaret Card (Bank Mandiri)
Gambar IV : Contoh Uang Elektronik Indomaret Card yang diterbitkan oleh Bank Mandiri Bank Mandiri menerbitkan 3 (tiga) jenis uang elektronik dengan nama dan manfaat yang berbeda-beda antara lain sebagai berikut: pertama kartu e-money Indomaret Card yang diterbitkan oleh merchant Indomaret atas kerjasama dengan Bank Mandiri dan mendapat izin dari Bank Indonesia, Indomaret Card bertujuan untuk pembayaran pada Indomaret, namun bisa juga digunakan untuk transaksi ditempat-tempat yang
58
memiliki dan menggunakan transaksi dengan uang elektronik, kedua kartu e-money EToll Card yang berfungsi untuk pembayaran Toll, yang ketiga adalah kartu e-money Gas Card yang berfungsi untuk pembayaran pada saat melakukan pengisian Bahan Bakan Minyak (BBM) pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Dari ketiga kartu yang diterbitkan oleh bank mandiri ini kartu Indomaret Card yang paling banyak beredar atau digunakan oleh masyarakat, hal ini di sebabkan karena kartu Indomaret Card bisa digunakan untuk berbagai macam transaksi, bukan hanya pada penerbitnya.
Gambar V : Alamat tempat untuk penggunaan kartu Mandiri e-money Bank Mandiri selaku penerbit bekerja sama dengan merchant Indomaret mengeluarkan kartu e-money dengan nama (brand name) Mandiri Prabayar atau Indomaret Card. Kartu ini digunakan untuk bertransaksi pembelanjaan di Indomaret atau pembayaran lainnya di merchant yang bekerjasama dengan bank mandiri selaku penerbit dengan fitur saldo yang tersimpan pada chip kartu dapat digunakan bertransaksi tanpa
59
perlukan Personal Identification Number (PIN) atau Tanda Tangan, dapat diisi ulang, dengan maksimal saldo kartu sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) sesuai ketentuan Bank Indonesia dan saldo mengendap pada kartu tidak diberikan bunga. Cara bertransaksi menggunakan Indomaret Card yaitu melalui outlet atau merchant yang mempunyai reader untuk menerima kartu e-money. Saldo harus mencukupi untuk melakukan transaksi dengan saldo minimum sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) ditambah dengan jumlah pembelanjaan yang akan dibayar. Isi ulang (Top Up) dengan menggunakan Mandiri Debit yang dapat dilakukan melalui mandiri EDC, Mandiri ATM Tunai maupun Non Tunai, Mandiri Internet, dan Mandiri SMS. Adapun syarat dan ketentuan penggunaan kartu Mandiri prabayar dari penerbit yaitu: 49
37
1. Penggunaan Kartu Mandiri Prabayar a. Bank tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian akibat kartu yang rusak karena kelalaian pemegang kartu, hilang, dicuri atau digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak akan mengganti kartu yang hilang dengan kartu yang baru; b. Saldo yang terdapat dalam kartu tidak termasuk dalam program penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS); c. Penggunaa kartu hanya dapat dilakukan sebatas saldo yang tersimpan pada kartu; d. Pemegang kartu tidak diperkenankan merusak, memanipulasi, mengcopy dan/atau mengubah fisik maupun isi data kartu;
49
Penjelasan tentang kartu Mandiri e-money From URL : http://www.bankmandiri.co.id/article/mandiriprabayar.asp dikunjungi pada tanggal 16 Februari 2016 pukul 07:57 WIB 37
60
e. Pemegang kartu bertanggung jawab dan wajib melaporkan kepada penerbit apabila terjadi penggandaan (Cloning) dan penggunaan oleh pihak yang tidak berwewenang untuk melakukan transaksi; f. Dalam hal kartu hilang, penerbit tidak akan melakukan pemblokiran, tidak menggantikan fisik dan tidak mengganti saldo; g. Dalam hal kartu rusak, penerbit tidak akan melakukan pemblokiran, tidak akan menggantikan fisik kartu, namun akan mengembalikan saldo; h. Pencantuman nama, tandatangan atau tanda-tanda apapun pada kartu bukan merupakan petunjuk atau bukti kepemilikan kartu; i. Bank penerbit berhak secara sepihak menghentikan atau menagguhkan pelayanan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemegang kartu atas dasar permasalahan teknis maupun non teknis. 2. Masa Berlaku Mandiri Prabayar Kartu tidak memiliki masa berlaku, namun apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan tidak digunakan untuk melakukan transaksi maka pada saat pengaktifan kembali akan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah). 3. Penutupan Mandiri Prabayar Penutupan kartu dapat terjadi apabila ditutup oleh bank penerbit akibat tidak terpenuhinya hal-hal yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemegang kartu, maupun atas permintaan pemegang kartu yang bersangkutan yang ajukan secara tertulis. Saldo yang masih tersisa akan dikembalikan setelah dikurangi biaya administrasi. Proses penutupan kartu dan pengembalian saldo
61
dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah dokumen lengkap diterima oleh bank penerbit. 4. Redemption Pemegang kartu dapat mengajukan redemption atau pengembalian saldo kartu ke cabang Bank Mandiri terdekat dengan dikenakan biaya administrasi. 5. Penyelesaian sengketa (dispute) transaksi mandiri prabayar Penyelesaian sengketa (dispute) transaksi Mandiri prabayar pemegang kartu dapat mengajukan keluhan atas dispute transaksi maksimal 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal transaksi. Pengajuan keluhan dilakukan secara tertulis dengan melampirkan fotokopi bukti-bukti transaksi dan bukti lainnya yang mendukung pengaduan. Bank penerbit akan melakukan pemeriksaan atau investigasi atas pengaduan pemegang kartu. 6. Batas Pertanggungjawaban (Laibility) a. Bank dan seluruh pejabat, pegawai dan mitra terkait tidak dapat diminta pertanggung jawaban oleh pemegang kartu atau pihak manapun yang mengajukan tuntutan atas : Kehilangan kartu oleh pemegang kartu;
Kerusakan kartu akibat kecerobohan pemegang kartu, termasuk tidak menggunakan atau menempatkan kartu sesuai petunjuk penggunaan;
Kerugian sejumlah nilai uang dalam kartu akibat penggunaan transaksi pembayaran yang tidak benar; Kartu digunakan oleh pihak lain yang tidak berwenang dan/atau hasil penggandaan (cloning)
62
b. Dengan tidak membatasi hal-hal tersebut, bank penerbit termasuk mitra tidak bertanggung jawab atas tuntutan atau klaim mengenai : Segala kerugian atas kerusakan karena tidak beroprasinya sistem akibat bencana alam, perang, pemberontakan, kerusuhan umum, dan/atau adanya peraturan atau larangan pemerintahan atau hal-hal yang diluar kuasa lainnya; Segala kerugian atau kehilangan data kerena penggunaan kartu oleh pihak yang tidak berwewenang. 7. Kerahasiaan Informasi Pemegang Kartu Keamanan informasi pribadi pemegang kartu akan dilindungi oleh bank penerbit, termasuk mewajibkan perusahaan lain yang akan melakukan kerjasama merchant akan diwajibkan untuk melindungi kerahasiaan pemegang kartu. 8. Hukum yang Berlaku dan Domisili Syarat dan ketentuan mengenai penggunaan kartu tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal terjadi perselisihan maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah dan bila tidak tercapai kesepakatan maka para pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Negeri sesuai domisili tergugat. 9. Lain-lain Syarat dan ketentuan kartu termasuk jenis atau bantuk layanan dapat diubah setiap waktu oleh penerbit tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemegang kartu. Atas perubahan, penggantian dan/atau penambahan akan dilakukan melalui pemberitahuan yang ditempelkan pada cabang Bank penerbit, diumumkan melalui
63
website Bank Mandiri atau media lain yang ditentukan oleh penerbit, yang segala perubahan tersebut tetap mengikat pemegang kartu. Dilihat dari penerbitan kartu e-money pada Bank penerbit BRI dan Bank Mandiri, syarat dan ketentuan tersebut mengikat bagi para pemegang kartu selaku pengguna. Dengan melakukan pembelian kartu e-money tersebut, maka pemegang kartu dianggap telah menyetujui seluruh isi syarat dan ketentuan penggunaan kartu tanpa perlu menandatanganinya. Secara umum tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa suatu perjanjian baru dikatakan sah jika telah ditandatangani oleh kedua bela pihak, kecuali untuk perjanjian-perjanjian tertentu yang oleh hukum disyaratkan untuk dilakukan dengan tertulis sehingga harus ditandatangani oleh para pihak. Artinya, secara yuridis dapat dibenarkan jika suatu perjanjian ditandatangani oleh satu pihak atau bahkan tanpa tandatangan oleh pihak manapun. Pengaturan kegiatan pembayaran menggunakan uang elektronik (e-money) sesuai kewenangan dari Bank Indonesia selaku Bank Sentral mengatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan dalam mendukung kelancaran dan efektifitas penyelenggaraan uang elektronik sehubungan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia tersebut maka lebih lanjut ketentuan mengenai penyelenggaraan uang elektronik diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia dengan Nomor 11/11/DASP Tahun 2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Monye). Dalam Peraturan Bank Indonesia atau lebih dikenal dengan sebutan PBI mengenai Uang Elektronik dibentuk mengingat uang elektronik memiliki fungsi seperti uang tunai, maka untuk memberikan perlindungan kepada pemegang kartu, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap istrumen pembayaran elektronik dan
64
mendukung kelancaran tugas Bank Indonesia dalam menjada stabilitas moneter, Bank Indonesia menetapkan persyaratan yang wajib dipenuhi Bank dan Lembaga Selain Bank (LSB) dalam menyelenggarakan uang elektronik. Dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai uang elektronik ini, nilai uang yang disetor oleh pemegang kepada penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan . konsekuansi ini harus diketahui oleh pemegang sehingga membawa kewajiban penerbit untuk memberitahukan kepada pemegang kartu. Karena nilai uang elektronik tersebut bukan simpanan maka uang elektronik tersebut tidak termasuk yang dijaminkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagamana diatur dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan. Untuk mendukung keamanan dan kelancaran penyelenggaraan uang elektronik, Bank Indonesia juga mengatur kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh penyelenggara uang elektronik sperti kewajiban penerapan manejeman resiko, pelaporan, dan keamanan sistem dalam Peraturan Bank Indonesia ini. .
Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaraan Bank Indonesia mengenai uang elektronik ini mengatur mengenai bagaimana syarat dan tata cara untuk memperoleh izin sebagai Principal, Penerbit, Acquirer, termasuk penyelenggara kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir demi kelancaran kegiatan uang elektronik dan perlindungan hukun terhadap pemegang kartu. Dalam pasal 13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) mengatur bahwa penerbit dilarang menerbitkan uang elektronik dengan nilai uang elektronik yang lebih besar atau lebih kecil daripada nilai uang yang disetor oleh pemegang kepada penerbit. Larangan bagi penerbit untuk menerbitkan uang elektronik dengan nilai uang elektronik
65
yang lebih besar dari nilai uang yang disetor oleh pemegang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penerbitan uang elektronik yang berpotensi terhadap penciptaan uang yang tidak terkendali. Selain itu larangan penerbitan uang elektronik dengan nilai yang lebih kecil daripada nilai uang yang disetor oleh pemegang dimasudkan untuk melindungan kepentingan Pemegang Kartu.38 Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia menetapkan batas paling banyak nilai uang elektronik yang disimpan pada media uang elektronik dan batas paling banyak total nilai transaksi uang elektronik dalam jangka waktu tertentu.50 Dalam penjelasan diterangkan bahwa pembatasan nilai uang elektronik dan total nilai transaksi dimaksudkan karena uang elektronik pada prinsipnya digunakan untuk pembayaran yang bersifat ritel atau pembayaran dengan jumlah kecil, dan hal ini juga dilakukan untuk mencegah penyalagunaan uang elektronik untuk pendanaan-pendanaan yang bersifat ilegal dan tindak pidana pecucian uang. 39 Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik mewajibkan penerbit mencatat identitas pedagang (merchant) yang bekerjasama dengan penerbit dan mengadministrasikan seluruh dokumen yang terkait dengan merchant. Kewajiban mencatat identitas dimaksud agar penerbit mempunyai dan untuk kepentingan pembayaran maupun pemenuhan klaim kepada pedagang setelah melakukan transaksi antara pedagang dengan pemegang kartu. Kepentingan pencatatan identitas pedagang tersebut terkait pula dengan kegiatan penerbit dan penggunaan sistem dan penggunaan sistem penerbit jika penerbit melakukan kerjasama dengan pedagang seperti untuk kegiatan pengisian ulang uang elektronik (top up), kegiatan tarik tunai 50 38
51
Pasal 14 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik R. Serfianto DP, op.cit, Hal. 105
66
dalam rangka mengakhiri penggunaan uang elektronik (redeem), dan kegiatan tarik tunai dalam rangka transfer dana. Bank Indonesia memiliki rencana untuk mengembangkan uang elektronik, Bank dan Lembaga Selain Bank (LSB) selaku penerbit akan menyediakan fasilitas transfer dana melalui uang elektronik. Dalam pasal 16 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik penerbit yang akan menyediakan fasilitas transfer dana melalui uang elektronik wajib mencacat data identitas pemegang. Pencatatan data identitas pemegang dimaksudkan untuk memenuhi prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) dan memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan pengiriman uang. Data identitas yang wajib dicatat sekurang-kurangnya nama, alamt, tanggal lahir dan data lainnya sebagaimana yang tercantum pada bukti identitas pemegang (fully registered). Salah satu bentuk tanggung jawab penerbit dan upaya perlindungan terhadap pemegang kartu, ada pasal 18 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 mewajibkan penerbit untuk memberikan informasi secara tertulis kepada pemegang mengenai produk Uang Elektronik (e-money) yang diterbitkannya. Kewajiban memberikan informasi secara tertulis dimaksud agar penerbit menerapkan prinsip tranparansi produk dan malakukan edukasi kepada calon pemegang kartu. Uang elektronik yang diterbitkan oleh Bank BRI ( BRIZZI) dan Bank Mandiri (Indomaret Card) menjelaskan syarat dan ketentuan bagi pemegang kartu. Jika dilihat dari kesesuaian terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Uang Elektronik, maka dapat dilihat perbandingan dari kedua kartu e-money tersebut yaitu:
67
Adanya persamaan maupun perbedaan syarat dan ketentuan penggunaan kartu emoney bagi pemegang dikarenakan dalam beberapa hal dimungkinkan peraturanperaturan yang bersifat teknis dan mikro dapat diatur dan disepakati sendiri guna melengkapi aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (Self Regulation Organization atau SRO). Namun peraturan yang dikeluarkan oleh SRO tersebut tidak boleh bertentangan dengan aturan yang bersifat makro dan kebijakan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pengaturan ini diatur dalam Pasal ayat (1 dan 2) PBI tentang Uang Elektronik yaitu52 : 40
1. Principal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir dan pihak lain yang terkait dengan penyelenggaraan uang elektronik dapat menyepakati pembentukan suatu forum atau institusi yang bertujuan untuk mengatur hal-hal yang bersifat teknis dan mikro, dengan melaporkan secara tertulis keberadaan forum atau institusi tersebut kepada Bank Indonesia.41 2. Aturan-aturan yang dikeluarkan oleh forum atau institusi sebagaimana dimaksud wajib terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Bank Indonesia dan tidak boleh bertentangan dengan aturan dan kebijakan Bank Indonesia. Pengaturan sendiri oleh forum atau institusi tersebut dimaksud untuk melengkapi atas aturan yang bersifat makro dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Untuk mencegah agar aturan yang dikeluarkan tidak bertentangan dengan aturan dan kebijakan Bank Indonesia, maka materi aturan yang dikeluarkan oleh forum atau institusi tersebut di konsultasikan kepada Bank Indonesia.
4052 41
PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
68
Pemegang kartu e-money wajib diberikan keadilan dan persamaan hak untuk memberikan hubungan yang baik antara pemegang kartu, penerbit maupun pedagang dalam hubungan perjanjian penggunaan alat pembayaran uang elektronik.
Dalam
peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia lebih menekankan mengenai kewenangan dalam mengatur kegiatan uang elektronik pihak pengyelenggara bukan perlindungan terhadap pemegang kartu, mengingat nilai tunai uang elektronik tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam hubunganya dengan akan dikembangkannya fasilitas kegunaan uang elektronik sebagai transfer dana, hal ini perlu diperhatikan mengingan penerbit merupakan Bank maupun Lembaga Selain Bank (LSB). produk e-money merupakan produk terpisah dari perbankan karena masalah regulasi yang digunakan karena Lembaga Selain Bank (LSB) yang dalam hal ini uang elektronik dikeluarkan oleh perusahaan telekomunikasi tidak dapat dimasukan kedalam aturan perbankan. Regulasi ini perlu bagi pihak non-bank sperti operator telekomunikasi karena barang yang dibeli melalui operator tidak terlihat uangnya dan transaksinya jika tidak tercatat maka akan berpengaruh pada sistem ekonomi karena transaksi tersebut tidak teridentifikasi. Selain itu jika uang elektronik tidak dimasukan ke dalam perbankan, akan terjadi ketidakseimbangan. Dalam kaitannya dengan transfer dana, Lembaga Selain Bank (LSB) wajib mendapat izin dari Bank Indonesia, sedangkan Bank tidak membutuhkan izin dari Bank Indonesia dan hal kegiatan transaksi dikarenakan merupakan kegiatan usaha Bank yang sudah diatur dalam Undang-Undang tentang Perbankan. Dengan demikian, jika kartu dari operator seluler akan melakukan transfer dana, perlu diperhatikan pengaturan
69
teknisnya karena operator seluler tidak mempunyai rekening bank sehingga sulit bahkan tidak bisa untuk mencatat dan melacak riwayat transaksi yang dilakukan.53
42
Sebelumnya Bank Indonesia yang berfungsi sebagai penyelenggara uang elektronik dan melakukan pengawasan terhadap sector keungan, tetapi sejak di sahkan undang-undang nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka tugas pengawasan di sector jasa keungan diserahkan kepada OJK sebagai lemabaga yang Independen dan menyelenggarakan sector jasa keungan yang teratur, stabil, adil, transparan dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keungan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Pengalihan fungsi pengawasan dari Bank Indonesia kepada OJK ini tidak melepaskan pengawasan dari Bank Indonesia sebagai Bank Pusat dalam proses transaksi yang berlaku di sector jasa keungan. Untuk melakukan tugas pengawasan, OJK mempunyai kewenangan sesuai dengan pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang Meliputi : 1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keungan; 2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; 3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keungan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimasud dalam peraturan perundang-undangan disektor jasa keuanagn;
4253
R. Serfianto DP, Op.Cit, Hal. 106-107.
70
4. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertentu; 5. Melakukan penunjukan pengelola statute; 6. Menetapkan penggunaan pengelolaan statute; 7. Menetapkan sanksi administrative terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sector jasa keungan; dan 8. Memberikan dan/atau mencabut : a. Izin usaha; b. Izin orang perseorangan; c. Efektifnya pernyataan pendaftaran; d. Surat tanda terdaftar; e. Persetujuan melakukan kegiatan usaha; f. Pengesahan; g. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan h. Penetapan lain sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor keungan. Dalam Pasal 29 Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian pengurus, pegawai pelaku usaha jasa keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk pelaku usaha jasa keuangan, baik yang dilaksanakan oleh pengurus, pegawai pelaku usaha jasa keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk pelaku usaha jasa keuangan.54 perlindungan konsumen dalam peraturan OJK Nomor 1 Tahun 43
54 43
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
71
2013
tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan juga memberikan
kewajiban kepada setiap pihak internal pelaku usaha untuk tidak merugikan konsumen dari segi apapun seperti yang tercantum dalam Pasal 30 huruf b Peraturan ini, yaitu pelaku usaha jasa keuangan wajib mencegah pengurus, pengawas, dan pegawainya dari perilaku menyalagunakan kewenangan, kesempatan, atau sara yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang dapat merugikan konsumen. Selanjutnya dalam pasal 30 ayat (3) mengatakan bahwa pelaku usaha jasa keungan bertanggung jawab kepada konsumen atas tindakan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan pelaku usaha jasa keuangan. Uang elektronik (e-money) dapat digolongkan sebagai salah satu produk yang bergerak di jasa keuangan yang diterbitkan oleh bank maupun lembaga selain bank, maka sesuai dengan peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keunagan dapat diberikan kepada pemegang kartu e-money juga, dalam pasal 29 dan 30 peraturan ini mengatakan bahwa pelaku usah penyedia jasa uang elektronik harus bertanggung jawab atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam menjalankan kegiatan usaha pelaku usaha jasa keuangan, baik yang dilaksanakan oleh pengurus, pegawai, pelaku usaha penyedia jasa uang dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan pelaku usaha penyedia jasa uang elektronik yang dapat merugikan pemegang uang elektronik, sehingga perlindungan terhadap pemegang uang elektronik dapat terjamin.
72
2..Mekanisme Penyelesaian Sengketa Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ketika adanya keluhan akibat penggunaan jasa dari pelaku usaha jasa keuangan maka konsumen dapat melakukan pengaduan secara langsung kepada pelaku usaha jasa keuangan yang bersangkutan. Pasal 32 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan mengatakan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi konsumen. Pengaduan dari konsumen tersebut sebagai bentuk dari adanya gangguan atau kelasahan yang terjadi baik dari sistem maupun pihak-pihak dalam transaksi uang elektronik. Ketika adanya kesalahan yang terjadi di sektor jasa keuangan pelaku usaha wajib melaporkan pengaduan konsumen kepada OJK. Apabila ada keluhan dari nasabah (pemegang kartu e-monye) yang disebabkan oleh pelaku usaha di sektor jasa uang elektronik lembaga OJK yang memiliki weweang untuk melakukan pengawasan sistem keuangan di Indonesia memberikan hak kepada pemegang uang elektronik dapat melakukan pengaduan secara langsung kepada bank atau pelaku usaha yang menerbitkan kartu e-money karena telah diatur dalam pasal 32 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang mengatakan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme penyelesaian dan pelayanan pengaduan bagi konsumen dan pelaku usaha wajib melaporkan secara berkala adanya pengaduan konsumen dan wajib untuk tindak lanjuti pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen, pengaduan dari
73
pelaku usaha dilaporkan kepada OJK yang memiliki kewenangan dalam pengawasan sektor jasa keuangan. Dalam pasal 35 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan telah mengatur tentang jangka waktu pengaduan dari konsumen atau pemegang kartu e-money akan di tanggapi dan diproses, dalam pasal ini mengatakan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib segera menindak lanjuti dan menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan, namun jangka waktu tersebut dapat diperpanjang 20 (dua puluh) hari berikutnya karena hal-hal dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam peraturan ini. Sebagai bentuk dari respon cepat pengaduan, pelaku usaha jasa keuangan wajib memiliki unit kerja dan/atau fungsi untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan oleh konsumen.55
44
Otoritas Jasa Keuangan memberikan perlindungan kepada konsumen apabila konsumen mengalami kerugian akibat penggunaan jasa tersebut. Adapun bentuk perlindunga yang diberikan OJK adalah memberikan kesempatan kepada konsumen untuk melakukan pengaduan hingga penyelesaian sengketanya. Dalam pasal 40 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektro Jasa Keuangan mengatakan bahwa konsumen dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi sengketa antara pelaku usaha sektor jasa keuangan dengan konsumen kepada OJK. Pada pasal 40 ayat (2) juga dikatan konsumen dan/atau masyarakat dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi pelanggaran atas peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan kepada OJK. Terkait dengan pemberian fasilitas 55 44
Pasal 36 Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
74
penyelesaian sengketa oleh OJK, maka ada persyaratan tertentu yang termuat dalam Pasal 41 huruf a Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuanagan, yaitu pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan sengketa konsumen oleh OJK dilakukan pengaduan yang berindikasi sengketa di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada pasal 41 huruf a bahwa konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh : a.
Pelaku usaha jasa keuangan dibidang perbankan, pasal modal, dana pensiun, asuransi jiwa, pembiayaan, perusahaan gadai, atau penjamin paling banyak sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah);
b. Pelaku usaha jasa keuangan dibidang asuransi umum palin banyak sebesar Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Pemegang e-money sendiri berhak mendapatkan fasilitas pengaduan sampai tahap penyelesaian sengketa, sesuai dengan pasal 40 Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen sektor jasa keuangan, karena pemegang uang elektronik telah memenuhi syarat-syarat sebagi konsumen yang
yang dapat melanjutkan pengaduan
sampai tahap penyelesaian sengketa. Konsumen yang dapat melanjutkan pengaduan sampai tahap penyelesaian sengketa, salah satunya kerugian yang diderita pemegang kartu e-money sendiri tidak melebihi jumlah telah diatur dalam pasal 40 ayat (1) karena uang elektronik mempunyai batas maksimal yaitu RP. 5.000.000 (lima juta rupiah) maka apabila mengalami keluhan merasa dirugikan dalam hal penggunaan jasa uang elektronik dapat melakukan pengaduan dan mendapatkan fasilitas penyelesaian sengketa pelaku usaha jasa keuangan dengan konsumen kepada Otoritas Jasa Keuangan.
75
Pengaturan yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemegang kartu emoney dan kepastian hukum dari peraturan tentang uang elektronik (e-money) yang diatur dalam Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sangat diperlukan, mengingat setiap tahunnya pengguna kartu uang elektronik semakin bertambah, namun perkembangan uang elektronik di Indonesia ini juga tidak terlepas dari semakin banyaknya praktek-praktek penyalagunaan yang terjadi, melihat hal ini kedudukan konsumen menjadi sangat dirugikan, dan posisi pemegang kartu tidak sejajar dengan pelaku usaha, atau pihak yang menerbitkan uang elektronik. Hal ini harus menjadi evaluasi bagi Otoritas Jasa Keuangan sebagai salah satu pengawas dalam sector jasa keuangan,56 sehingga untuk melakukan pengawasan dan memberikan perlindungan 45
bagi konsumen di sector jasa keunangan OJK mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 1/POJK.7/2013 tentang Perlindungan konsumen Sektor Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013.
3. Konsep Hukum Perlindungan Konsumen Konsep hukum perlindungan konsumen menurut Az Nasution dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/jasa) antara penyedia dan penggunaannya, dalam kehidupan bermasyarakat.46 Apabila ditinjau perspektif dari pendapat Az Nasution, maka konsep perlindungan konsumen tersebut dititikberatkan terhadap arus lalu lintas barang atau jasa yang dihasilkan produsen,
56
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Az. Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, cetakan ke 2, Diadit Media, Jakarta. Hlm 23 45
46
76
terutama terhadap masalah penyediaan dan penggunaan barang atau jasa tersebut. Konsep hukum perlindungan konsumen juga ditinjau dari pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, walaupun tidak dijelaskan hanya pengertian perlindungan konsumen tersebut. Pengertian perlindungan konsumen berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah segala usaha yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Berdasarkan pengertian dari Az. Nasution dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka dapat dinyatakan bahwa hukum perlindungan konsumen adalah asas-asas, kaidah-kaidah hukum, dan segala peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum untuk melindungi konsumen. Adanya konsep hukum perlindungan konsumen, maka kedudukan konsumen dan produsen dapat menjadi sejajar. Konsumen dapat melakukan upaya hukum terhadap tindakan sewenang-wenang dari produsen tersebut. Sehingga ketika produsen mengahasilkan barang atau jasa tersebut tidak hanya mementingkan keuntungan yang didapatkan oleh produsen, melainkan juga memperhatikan kepentingan dari konsumen. Upaya perlindungan hukum kepada konsumen tersebut tentunya juga memerlukan peranan pemerintah dalam melakukan penegakan hukum dibidang perlindangan konsumen. Adanya peranan pemerintah tentunya berperan penting terhadap pengawasan bagi tindakan-tindakan produsen yang tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
77
C. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Kartu E-money dalam Melakukan Transaksi Elektronik di Indonesia Uang elektronik (e-money) sebagai salah satu alat pembayaran non tunai sudah memiliki peran yang sangat penting bagi sebagian masyarakat, kecepatan, kemudahan dan ketepatan dalam bertransaksi menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat untuk menggunakan produk ini, sehingga dari tahun ke tahun pengguna kartu e-money semakin bertambah. Namun disisi lain penggunaan kartu e-money juga memiliki berbagai potensi resiko keamanan. Potensi resiko yang bisa terjadi dalam pembayaran/melakukan transaksi dengan kartu e-money adalah seperti pencurian kartu, pemalsuan, dan duplikasi kartu. Sehingga untuk mengurangi resiko terjadinya penyalagunaan tersebut, diperlukan perhatian dari penyelenggara e-money dan harus mewujudkan kepastian hukum yang kuat, serta transparan dan mampu menjamin perlindungan terhadap para pemegang kartu e-money. Pihak-pihak yang menerbitkan uang elektronik (e-money) harus mengutamakan prinsip perlindungan bagi nasabah dalam penyelenggaraan kegiatannya dengan menyampaikan informasi yang jelas, dan secara tertulis kepada pemegang kartu. Kewajiban penyelenggara sistem pembayaran elektronik terhadap pemegang kartu uang elektronik (e-money) didasarkan bahwa penyenggara dan pemegang kartu kedudukannya tidak sejajar dan bahwa kepentingan pemegang kartu e-money sangat rentan terhadap tujuan penyelenggara yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki oleh pemegang kartu.58
47
58
John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty, 2007, Negara Hukum dan Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Pangan Kadaluwarsa, Pelangi Cendikia, Jakarta. Hlm 54 47
78
Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatakan bahwa konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungan oleh pelaku usaha yaitu antara lain : a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa; b. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diperjanjikan; c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan; e. Hak untuk medapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. Hak untuk diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 mengatakan bahwa Pelindungan Konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan perilaku palaku usaha jasa keuangan, kemudian dikatakan dalam peraturan ini bahwa perlindungan konsumen menerapkan prinsip59 : 48
a. Transparansi; 59 48
Pasal 2 Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
79
b. Perlakuan yang adil; c. Keandalan; d. Kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen; dan e. Penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen sederhana, cepat, dan biaya terjangkau. Di pihak lain konsumen juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi kepada pelaku usaha, kewajiban konsumen tersebut diatur dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen antara lain : a. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan; b. Beretikat baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Uang Elektronik, baik Bank penerbit maupun Lembaga Selain Bank yang menerbitkan uang elektronik wajib menerapkan manajeman resiko oprasional dan resiko keungan dengan cara : a. Menempatkan dana float dalam bentuk asset yang aman dan likuid; b. Menggunakan dana float tersebut hanya untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang dan pedagang ; dan c. Memenuhi kewajiban kepada pemegang dan pedagang secara tepat waktu. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP Tahun 2009 tentang Uang Elektronik, lebih lanjut diatur penyelenggaraan penerapan menajemen resiko
80
oprasional para penyelenggara kegiatan uang elektronik wajib meningkatkan keamanan teknologi uang elektronik untuk mengurangi tingkat kejahatan dan penyalagunaan uang elektronik sekaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan uang elektronik sebagai alat pembayaran. Peningkatan keamanan tersebut dilakukan dengan penggunaan proven technology yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:60
49
1. Adanya sistem keamanan teknologi yang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut; a. Kerahasiaan Data; b. Integritas sistem dan data; c. Otentikasi sistem dan data; d. Pencegahan terjadinya pengangkalan transaksi yang telah dilakukan; dan e. Ketersediaan sistem. Seluruh prinsip ini dilakukan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. 2. Adanya sistem dan prosedur untuk melakukan audit trail; 3. Adanya kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan Sumber Daya Menusia (SDM); dan 4. Adanya Business Contiuity Plan (BCP) yang dapat menjamin kelangsungan penyelenggaraan uang elektronik. BCP ini meliputi tindakan preventif maupun contingency plan (termasuk penyedia saran back-up) jika terjadi kondisi
darurat
atau
gangguan
yang
mengakibatkan
penyelnggaraan uang elektronik tidak dapat digunakan. 60 49
Surat Ederan Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP Tahun 2009 tentang Uang Elektreonik
sistem
utama
81
Perlindungan hukum bagi pemegang kartu uang elektronik (e-money) dapat dilakukan dengan dua cara antara lain:61
50
1. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan hukum yang diberikan oleh Bank Indonesia melalui pengawasan terhadap kegiatan transaksi uang elektronik dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran. 2. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi akibat perbedaan kepentingan. Wujud dari perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat yakni dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan.62
51
Bentuk perlindungan preventif bagi pemegang kartu uang elektronik dapat diwujudkan dengan memperbaharui pengaturan ketentuan tentang penggunaan perjanjian standar atau perjanjian baku yang lebih rinci mengenai karakter, hakekat, pembagian hak dan kewajiban yang dituangkan dalam bentuk undang-undang, atau peraturan lainnya, yang memberi wadah atau tempat berlindung bagi pemegang kartu melalui pengaturan klausula-klausula dalam perjanjian baku syarat dan ketentuan pemegang kartu.
61
Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli. From URL : http://tesishukum.com/pengertianperlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ diakses tanggal 05 Maret 2016. Puku 01.17 WIB 62 Johanes Ibrahim, 2005, Dilematis Penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin SImpanan, Antara Perlindungan Hukum dan Kebijakan Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis. Hlm. 43 50
51
82
Bentuk perlindungan represif dapat ditempuh oleh para pihak, baik sebagi penerbit maupun sebagai pemegang kartu melalui pola penyelesaian sengketa yang dapat dibagi menjadi dua macam anatara lain : 1. Melalui pengadilan (upaya Litigasi); 2. Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) yang terdiri atas: 63
52
Konsultasi;
Negosiasi;
Mediasi;
Konsiliasi; dan
Penilaian Ahli.
Selain penyelesaian sengketa Litigasi dan Non Litigasi ada juga dua bentuk penyelesaian sengketa yaitu:64
53
1. The Binding Adjudicative Procedure Merupakan prosedur penyelesaian sengketa yang di dalam memutuskan perkara hakim mengikat para pihak. Bentuk penyelesaian sengketa ini dapat dibagi menjadi empat macam yaitu litigasi, arbitrase, mediasi dan hakim panitra. 2. The Non Biding Adjudicative Procedure Suatu proses penyelesaian sengketa yang di dalam memutuskan perkara hakim atau orang yang ditujukan tidak mengikat para pihak. Penyelesaian sengketa dengan cara ini dibagi menjadi enam macam yaitu: konsiliasi, 63 52
64 53
Iswi Hariyani, 2010, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, Elex Media Komputindo, Jakarta.Hlm. 256 Salim HS, 2006, Hukum Kontrak Teori dan Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 140
83
mediasi, mini trial, summary jury trial, neutral expert fact-finding, early expert neutral evaluation. Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) sebagai bentuk perlindungan hukum dalam mengatur dan mengawasi perkembangan alat pembayaran menggunakan uang elektronik yang diterbitkan dalam bentuk kartu oleh bank penerbit maupun bentuk lain yang diterbitkan oleh lembaga selain bank. Peraturan Bank Indonesia ini lebih lanjut diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP Tahun 2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perolehan izin penyelenggara kegiatan uang elektroni (e-money). Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mempengaruhi perkembangan alat pembayaran seperti uang elektronik, pengaturan ini bertujuan untuk meningkatkan kelancaran dan efektivitas penyelenggaraan uang elektronik dan mencegah terjadinya pelanggaran terhadap penggunaan kartu e-money serta memberikan perlindungan bagi para pelaku dalam kegiatan uang elektronik khususnya pemegang kartu. Upaya pencegahan pelanggaran atas peyelenggaraan kegiatan uang elektronik dilakukan untuk memastikan penyelenggaraan kegiatan uang elektronik dengan objek pengawasan Bank Indonesia adalah kepada Prinsipal, Penerbit, Acquirer, penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara penyelesaian Akhir, dapat dilakukan secara efisien, cepat, dan aman dengan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen khususnya pemegang kartu e-money. Pengawasan penyelenggaraan kegiatan uang elektronik difokuskan pada penerapan aspek manejemen resiko, kepatutan terhadap ketentuan yang
84
berlaku, termasuk kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan, serta penerapan aspek perlindungan nasabah. Manajemen resiko merupakan pendekatan terstruktur yang digunakan untuk pengelolaan ketidakpastian yang berhubungan dengan hambatan, ancaman dalam hubungannya dengan pengelolaan usaha. Manajemen resiko meliputi penilaian terhadap resiko, bagaimana pengembangan strategi yang tepat untuk menjalankan usaha dan juga mencegah resiko dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada seefektif mungkin. Pada perusahaan perbankan, manajemen resiko meliputimanajemen resiko kredit, manajemen resiko pasar, resiko oprasional dan resiko liquiditas, dalam kaitannya dengan uang elektronik, manajemen resiko juga perlu diterapkan, sehingga dapat dilakukan pengelolaan ketidakpastian yang berhubungan dengan hambatan, ancaman dalam hubungannya dengan pengelolaan usaha, sehingga dapat mencegah terjadinya pelanggaran atau tindakan penyalagunaan yang dapat merugikan pemegang uang elektronik, mengingat bahwa uang elektronik saat ini masih dalam tahap pengembangan sehingga masih memiliki banyak kelemahan-kelemahan. Selain peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, penerbit juga menetapkan perjanjian baku berupa syarat dan ketentuan bagi pemegang kartu yang bertujuan memberikan pemahaman kepada pemegang kartu terhadap karakteristik uang elektronik untuk mencegah terjadinya penyalagunaan kartu e-money sehingga kerugian pemegang kartu akibat kelalaian pengguna kartu dapat dihindari. Dalam kaitannya dengan dunia perbankan, ada beberapa prinsip dasar yang dapat diterapkan yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary relation principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip kerahasiaan (secrecy principle), dan prinsip mengenal
85
nasabah (know how costumer principle). Untuk melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya demi terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan salah satunya mengenai produk dari perbankan yaitu kartu uang elektronik (e-money) perlu dilandasi dengan asas hukum (khusus) yaitu prinsip kehati-hatian (prudential Principle). Prinsip kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Hal ini disebutkan dalam pasal 2 Undang-Undang Perbankan bahwa perbankan Indonesia dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dana dan menggunakan produk-produk perbankan dalam bertransaksi. Salah satu bentuk dari penggunaan prinsip kehati-hatian dalam kartu e-money sebagai produk perbankan adalah adanya batasan dalam menyimpan uang, dan melakukan transaksi dalam jangka waktu tertentu, hal ini berfungi agar uang atau dana yang tersimpan tetap terkontrol. Apabila pelaku usaha jasa keuangan dalam hal ini pihak penyelenggara kartu emoney terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, maka pada pasal 53 ayat (1) disebutkan bahwa pelaku usaha jasa
86
keuangan dan/atau pihak yang melanggar ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dikenakan sanksi administrative, antara lain berupa : a. Peringatan tertulis; b. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; c. Pembatasan kegiatan usaha; d. Pembekuan kegiatan usaha; dan e. Pencabutan izin kegiatan usaha.
Bank merupakan bagian dari pelaku usaha sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1 Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, OJK juga memberikan tata cara bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan antara pelaku usaha jasa keuangan dengan konsumen jasa keuangan. Dalam peraturan ini juga dijelaskan bahwa OJK memiliki wewenaang terhadap pelaku usaha jasa keuangan dalam memberikan izin, bahkan dapat membekukan izin pelaku usaha jasa keuangan apabila terbukti melanggar peraturan yang ada. Sebagaimana lembaga pengawas di sektor keuangan, OJK melalui peraturanperaturannya diharapkan dapat memberikan perlindungan kosumen kepada pemegang kartu e-money yang mengalami kerugian akibat perilaku pelaku usaha jasa keuangan.
87
Penyelesaian sengketa (dispute) anatara penerbit dan pemegang kartu tunduk pada hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perselisihan yang terjadi atas kesepakatan para pihak dapat diselesaikan melalui : 1. Penyelesaian secara musyawarah; 2. Jika musyawarah tidak menemukan kesepakatan, maka para pihak dapat menyelesaikannya melalui Pengadilan Negeri sesuai dengan Domisili Tergugat; atau 3. Bentuk atau cara penyelesaian lain sesuai dengan kesepakatan para pihak. Hukum memberikan jaminan dan keamanan dalam kehidupan sosial termasuk jaminan dan keamanan terhadap pemegang kartu e-money dalam kegiatan transaksi pembayaran melalui uang elektronik berhak memperoleh jaminan terhadap nilai uang tunai sesuai dengan kaedah hukum yang berlaku. Perlindungan hukum merupakan upaya mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat atau konsumen sebagai pemegang kartu e-money, maka sudah seharusnya diberikan perlindungan oleh pemerintah, sehingga pemerintah perlu dan harus berusaha memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dalam bertransaksi, sehingga dapat terciptanya proses transaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan konsumen.