perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka yang dapat penulis uraikan pada bab ini antara lain sebagai berikut : 1. PAJAK a. Pengertian Pajak Pada awalnya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma), tetapi sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh masyarakat. Namun seiring dengan perkembangannya maka definisi pajak mengalami perubahan. Seperti halnya pendapat yang disampaikan oleh para ahli dan UndangUndang Perpajakan. Pajak
memiliki pengertian atau definisi yang
sangat beragam, tetapi maksud dan tujuan yang hendak dicapai sama, yaitu untuk mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan. Untuk lebih memahami pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pajak, maka dikemukakan pengertian tentang definisi pajak itu sendiri, antara lain sebagai berikut : Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja yang dikutip dalam buku karangan Santoso Brotodihardjo, S.H., dalam bukunya, Pengantar Ilmu Hukum Pajak:
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) bahwa: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa: Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari beberapa definisi atau pengertian pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu: 1) Pembayaran pajak harus berdasarkan UU; Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada negara yang hasilnya juga akan dikembalikan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, pemungutan pajak harus mendapat persetujuan dari rakyat itu sendiri mengenai jenis dan besarnya pajak yang akan dipungut. Proses persetujuan rakyat yang dimaksud tentunya hanya dapat dilakukan dengan suatu Undang-undang. Karena pada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
menyatakan bahwa “segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang”. Sebaliknya bila ada pungutan yang namanya pajak tetapi tidak berdasarkan Undang-undang, maka pungutan tersebut bukanlah pajak, tetapi lebih tepat disebut perampokan (taxation without representation is robbery). 2) Sifat dapat dipaksakan; Sifat pemungutan pajak yang dapat dipaksakan artinya uang yang dikumpulkan dari pajak akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pembangunan serta pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Supaya ada kepastian dalam proses pengumpulan dan berjalannya pembangunan secara berkesinambungan, maka sifat pemaksaannya harus ada dan rakyat itu sendiri telah menyetujuinya dalam bentuk Undang-undang. Unsur pemaksaan yang dimaksud berarti apabila Wajib Pajak tidak mau membayar pajaknya, pemerintah dapat melakukakan upaya paksa dengan mengeluarkan suatu surat paksa agar Wajib Pajak bersedia melunasi utang pajaknya. 3) Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak; 4) Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta); dan Artinya pemerintah dalam melaksanakan pembangunan tidak ada maksud untuk mencari keuntungan, sedangkan pihak swasta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
dalam melakukan kegiatan usahanya bisa dikatakan selalu bersifat mencari keuntungan. Selain itu, apa yang telah dilakukan pemerintah selalu dipertanggungjawabkan kepada rakyat pada kurun waktu tertentu. Uang yang dikumpulkan dari pajak dan pengeluarannya dilakukan melalui mekanisme kontrol setiap tahun yang dikenal dengan nama APBN/APBD. Dari format APBN/APBD dapat diketahui untuk keperluan apa saja uang pajak digunakan. 5) Pajak
digunakan
pemerintah
untuk
(rutin
dan
membiayai
berbagai
pembangunan)
bagi
pengeluaran kepentingan
masyarakat umum.
b. Fungsi Pajak Fungsi pajak secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) Fungsi Budgetair/Finansial Fungsi budgetair atau finansial yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. 2) Fungsi Regulerend/Mengatur Fungsi regulerend atau mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur baik masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
c. Pendekatan Pajak Pajak sebagai objek studi dapat didekati dari berbagai segi, antara lain: 1) Segi Ekonomi Dalam pendekatan ini, pajak-pajak akan dinilai dalam fungsinya
dan
penghasilan
dikaji
dampaknya
seseorang,
pola
terhadap
konsumsi,
masyarakat,
harga
pokok,
permintaan, dan penawaran. 2) Segi Pembangunan Pajak-pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji dampaknya terhadap pembangunan. Pajak baru bermanfaat terhadap pembangunan jika jumlah pajak lebih besar dari pengeluaran rutin sehingga terdapat public saving yang dapat digunakan untuk pembangunan. Dari segi pembangunan pajak dapat ditinjau sebagai alat fiscal-policy atau kebijakan fiskal. Dalam kebijakan fiskal, kedua fungsi pajak dikombinasikan sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan
hasil
yang
sebesar-besarnya
bagi
pembangunan. 3) Segi Penerapan Praktis Pendekatan ini lebih mengutamakan penerapannya, siapa yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besarnya,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
bagaimana cara menghitungnya, tanpa banyak menghiraukan segi hukumnya, termasuk kepastian hukumnya. 4) Segi Hukum Pendekatan dari segi
hukum menitikberatkan pada
perikatan (verbintenis), hak dan kewajiban Wajib Pajak, subjek pajak dalam hubungannya dengan subjek hukum, hak penguasa untuk mengenakan pajak, timbulnya utang pajak, hapusnya utang pajak, penagihan pajak dengan paksa, sanksi administratif maupun sanksi pidana, penyidikan, pembukuan, keberatan, banding, ordonansi kepatutan, dan kedaluwarsa.
d. Sistem Pemungutan Pajak Pada dasarnya terdapat 3 sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu: 1) Official Assessment System Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh Wajib Pajak dihitung dan ditetapkan oleh Fiskus/aparat pajak. Maka, dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif sedangkan Fiskus bersifat aktif. Menurut sistem ini, utang pajak timbul apabila telah ada ketetapan pajak dari Fiskus. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan ajaran timbulnya utang pajak, maka official assessment system sesuai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
dengan timbulnya utang pajak menurut ajaran formil, artinya utang pajak timbul apabila sudah ada ketetapan pajak dari Fiskus. 2) Self Assessment System Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak, dimana Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat pajak (Fiskus) hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan ajaran timbulnya utang pajak, maka self assessment system sesuai dengan timbulnya utang pajak menurut ajaran materiil, artinya utang pajak timbul apabila
ada yang
menyebabkan
timbulnya utang
pajak
(tatbestand). 3) Withholding System Withholding System adalah sistem pemungutan pajak di mana besarnya pajak terutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud di sini antara lain pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah.
2. SURAT KETETAPAN PAJAK Suatu surat ketetapan pajak penerbitannya hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
kesalahan dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) atau karena ditemukannya data fisik yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Surat Ketetapan Pajak (SKP) diterbitkan setelah proses pemeriksaan selesai dilakukan dan belum dilakukan penyelidikan. Adapun fungsi dari Surat Ketetapan Pajak yaitu sebagai: 1) Koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak; 2) Sarana untuk mengenakan sanksi; 3) Sarana untuk menagih pajak; 4) Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar; 5) Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang. Surat Ketetapan Pajak terdiri dari enam macam, yaitu Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Berikut adalah uraian mengenai ke enam Surat Ketetapan tersebut: a. Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak diatur dalam pasal 14 UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No.6 Tahun 2000. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak apabila:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
1. Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar; 2. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; 3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bungan; 4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi membuat Faktur Pajak; 6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
Penerbitan Surat Tagihan Pajak terhadap Wajib Pajak akan ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak terutangnya pajak atau Bagian Tahun Pajak. Dan terhadap Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % dari Dasar Pengenaan Pajak.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar; 2. Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; 3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen); 4. Apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan (Pasal 28 dan Pasal 29 UU KUP) tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak terutang. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda 2% per bulan maksimal 12 bulan, kenaikan 50% untuk PPh yang tidak atau kurang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
bayar dan 100% untuk PPh yang dipotong oleh orang atau badan lain serta PPN dan PPn BM. SKPKB dapat diterbitkan setelah lebih dari 10 tahun ditambah sanksi bungan 48% jika Wajib Pajak terbukti melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang. SKPKBT
merupakan
koreksi
terhadap
SKPKB,
dapat
diterbitkan jika sudah pernah diterbitkan SKPKB, SKPLB, SKPN. Diterbitkan jika ada data baru (novum) dan dapat diterbitkan lebih dari satu kali. Sanksi berupa kenaikan 100% dan dapat diterbitkan setelah 10 tahun ditambah sanksi bunga 48% jika Wajib Pajak terbukti melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. SKPLB diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak (melalui KPP) harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 12 bulan jika tidak, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan. SKPLB harus diterbitkan paling lambat 1 bulan setelah keputusan, jika terlambat dikenakan sanksi bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan atau 2 tahun. e. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Untuk pajak Pertambahan Nilai, yang dimaksud dengan jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak keluaran (PK) setelah dikurangi dengan jumlah pajak masukan (PM) yang dipungut oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai. f. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengenai pajak terutang yang harus dibayar dalam satu tahun pajak. SPPT diterbitkan berdasarkan SPOP. Pelunasannya paling lambat 6 bulan sejak diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. Jika terlambat dikenakan sanksi 2% per bulan maksimal 24 bulan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
3. UTANG PAJAK a. Timbulnya Utang Pajak Pengertian utang pajak menurut Pasal 1 angka 8 (UU Penagihan Pajak adalah sebagai berikut : Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Resmi (2008;12) ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan utang pajak) yaitu: 1) Ajaran Materiil Ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena
diberlakukannya
undang-undang
perpajakan.
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan atau perbuatan yang dapat menimbulkan utang pajak. Ajaran ini konsisten dengan penerapan self assessment system 2) Ajaran Formil Dalam ajaran ini utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Ajaran ini konsisten dengan penerapan official assessment system.
b. Berakhirnya Utang Pajak Utang pajak akan berakhir atau terhapus apabila terjadi hal-hal berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
1) Pembayaran Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran dengan menggunakan surat setoran atau dokumen lain. Pembayaran pajak dapat dilakukan di Kantor Kas Negara, Kantor Pos dan Giro atau Bank Persepsi. 2) Kompensasi Kompensasi dapat terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai kelebihan tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran ini dapat dikompensasikan pada masa atau tahun pajak berikutnya maupun dikompensasikan dengan pajak lainnya yang terutang. 3) Daluwarsa Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan pajak. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun fiskus, maka diberikan batas waktu tertentu untuk penagihan pajak. 4) Penghapusan utang Penghapusan utang pajak dilakukan karena kondisi Wajib Pajak yang bersangkutan, misalnya Wajib Pajak dinyatakan bangkrut oleh pihak-pihak yang berwenang. 5) Pembebasan Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya, tetapi karena ditiadakan. Pembebasan
pajak
biasanya dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Misal dalam rangka penanaman modal maka pemerintah memberikan pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu atau pembebasan pajak di wilayah-wilayah tertentu.
4. PENAGIHAN PAJAK a. Pengertian Penagihan Pajak Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan, menjual
barang-barang yang telah disita. Penagihan pajak secara garis besar dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu penagihan pasif dan penagihan aktif. Penagihan pajak pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak. Sedangkan penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dengan Surat Paksa diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.19 Tahun 2000.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
b. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dasar Hukum Penagihan Pajak antara lain: 1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Penagihan. 2) UU No. 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 3) Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
No.
24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus. 4) Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 561/KMK.04/2000 tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa. 5) Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 562/KMK.04/2000 tentang
Syarat-Syarat,
Tata
Cara
Pengangkatan
dan
Pemberhentian Juru Sita Pajak. 6) Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 526/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Surat Paksa dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat yang Menerbitkan Surat Paksa. 7) Peraturan Pemerintah No. 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 8) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-01/PJ-045/2007 tentang Penegasan atas kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2007.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
c. Tahapan Penagihan Pajak Tahapan penagihan pajak antara lain sebagai beriku: 1) Surat Teguran Apabila utang pajak yang tercantum dalam STP, SKPKB, dan SKPKBT, tidak dilunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya). 2) Surat Paksa Penerbitan Surat Paksa terjadi apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran maka penanggung pajak akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp. 25.000,00 (Dua puluh lima ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam. 3) Surat Sita Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp. 75.000,00 (Tujuh puluh lima ribu rupiah). 4) Lelang Dalam waktu empat belas hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum juga dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.
d. Penagihan Pajak dengan Surat Teguran 1) Pelaksanaan Surat Teguran Surat
teguran
sebagai
awal
tindakan
pelaksanaan
penagihan pajak dilakukan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak. Sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu penyampaian Surat Paksa dan sebagainya. Penerbitan Surat Teguran dalam Undang-Undang tidak diatur secara khusus dalam satu bagian tersendiri, tetapi hanya merupakan bagian dari bab mengenai Surat Paksa, seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2000. Ketentuan Pasal 8 ayat (1) menyatakan “Surat Paksa diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis”. Sementara ayat (2) menyatakan “Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat Lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran”. 2) Penentuan tanggal jatuh tempo Dalam buku KUP oleh Rudi Suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010;140) Penentuan tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai timbulnya wewenang melakukan penagihan pajak. a)
STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan setelah tanggal diterbitkan.
b) Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan peraturan Perundang-undangan perpajakan, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan. c)
Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak.
d) SKPKB, SKPKBT, STP dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Peninjauan Kembali dalam Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan , yang menyebabkan jumlah bea yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib
Pajak. e)
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
f)
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan SKPKB atau SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajaknya tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
3) Penerbitan Surat Teguran Dalam buku KUP Pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan
menerbitkan
Surat
Teguran
oleh
Dirjen
Pajak.
Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui penanggung pajak untuk
mengangsur
atau
menunda
pembayaran
pajak
mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali penanggung pajak tidak menepati keputusan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Penerbitan
Surat
Teguran
harus
dilakukan
dengan
mempertimbangkan upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum keberatan dan banding atas utang pajak mulai tahun pajak 2008 menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan syarat Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya atas SKPKB atau SKPKBT dalam pembahasan akhir, adalah sebagai berikut: a)
Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Putusan Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Putusan Kurang Bayar
Tambahan
(SKPKBT),
kepada
Wajib
Pajak
disampaikan Surat Teguran setelah lewat 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan keberatan. b) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
tempo
pengajuan banding. Tujuan
menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan atas SKPKB atau SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak masih mempunyai hak mengajukan permohonan banding. c)
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding.
d) Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan. e)
Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT setelah tanggal jatuh tempo pelunasan
tetapi
sebelum
tanggal
diterima
Surat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Pemberitahuan untuk Hadir oleh Wajib Pajak, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut, dan f)
Dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang tercantum dalam STPPBB, SKBKB, SKBKBT, STB atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan,
atau
Putusan
Banding,
yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan. Penyampaian Surat Teguran dapat dilakukan secara langsung, melalui pos atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
5. EFEKTIFITAS Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keefektifan adalah keadaan yang berpengaruh terhadap keberhasilan tentang usaha atau tindakan. Sedangkan pengertian efektifitas menurut beberapa para ahli dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Menurut Abdurahmat, efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. b. Menurut Hidayat, efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya. c. Menurut Handoko, efektifitas adalah kemampuan untuk memilah tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Hal terpenting yang perlu dicatat bahwa efektifitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut, efektifitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Formula untuk mengukur efektifitas yang terkait dengan perpajakan adalah perbandingan antara realisasi penerimaan pajak dengan potensi pajak.
B. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 1. ANALISIS DATA Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah dengan mengumpulkan keterangan dan informasi yang diperlukan guna penyusunan Tugas Akhir antara lain sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
a. Desain Penelitian Desain penelitian yang penulis gunakan yaitu dengan metode studi kasus yaitu penelitian secara mendalam suatu kasus dan melakukan penelitian dengan mencari sumber pustaka di perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo yang beralamat di Jalan Jaksa Agung R. Suprapto No. 7 Sukoharjo 57515. Alasan dipilihnya Kantor Pelayan Pajak Pratama Sukoharjo sebagai objek penelitian, karena penulis pernah mengadakan penelitian dan Kegiatan Magang Mahasiswa di instansi tersebut selama satu bulan yaitu pada tanggal 14 Januari 2013 sampai dengan 14 Februari 2013. c. Jenis dan Sumber Data Dalam penggolongan data untuk menghasilkan suatu laporan Tugas akhir yang relevan dengan judul dan objek yang diteliti maka perlukan data-data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif menurut Marzuki adalah data yang dapat dihitung atau diukur. Data kuantitatif dapat berupa angka atau nilai. Data ini meliputi data rencana dan realisasi penerimaan pajak, laporan kegiatan penagihan pajak, penerimaan penagihan pajak dan realisasi Surat Teguran pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo. Sedangkan untuk data Kualitatif, menurut Marzuki adalah data yang diukur secara tidak langsung. Data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Kualitatif ini antara lain berupa gambaran umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo dan analisis data yang berupa gambar dan tabel. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer. Di mana
data primer tersebut merupakan teknik pengumpulan data
dengan cara membaca berbagai literatur yang berhubungan dengan teori dan penelitian terhadap instansi yang bersangkutan dan data historis instansi terkait. Data primer juga merupakan data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang diambil secara langsung dari sumber datanya. Selain membaca literatur juga melakukan wawancara kepada salah satu pegawai kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo. d. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu dengan menggunakan tiga cara, seperti pengamatan langsung di lapangan (observasi), wawancara, dan studi pustaka. Adapun tiga kegiatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Observasi Observasi adalah kegiatan mengamati langsung ke lapangan untuk mengamati semua kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo dan semua pihak yang terlibat dalam penagihan pajak untuk memperoleh gambaran nyata serta mencatatnya sesuai dengan data yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
diperlukan. Kegiatan yang diamati meliputi aktivitas pendataan rutin, maupun kegiatan yang terjadwal secara tetap dalam waktu penelitian berlangsung. Data-data yang didapat dari pengamatan langsung, selanjutnya dilengkapi dan atau dikonfirmasikan kepada narasumber atau informan. 2) Wawancara Wawancara dengan narasumber sangat penting dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan maupun permasalahan yang berkaitan dengan sarana penelitian. Sebelum melakukan wawancara, peneliti mempersiapkan beberapa pertanyaan yanag sesuai
dengan
permasalahan
yang
akan
diteliti.
Agar
pelaksanaan wawancara tidak canggung, maka sebelumnya peneliti mengadakan pendekatan terhadap staf-staf Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo khususnya dalam Sub Seksi Penagihan Pajak. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur atau wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun secara sistematik, lengkap dan terstruktur. 3) Studi Pustaka Pada tahap ini langkah yang dilakukan adalah pengumpulan data lewat penelaahan kepustakaan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari beberapa referensi. Referensi diperoleh dari datadata tertulis dan tercetak yang relevan seperti buku-buku dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Tugas Akhir sebelumnya yang relevan dan ada kaitannya dengan objek penelitian. Referensi yang diperlukan diperoleh dari beberapa perpustakaan Pusat Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta. e. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah metode deskriptif komparatif. f. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan analisis data. Analisis data yang digunakan peneliti adalah: 1) Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis yang menekankan pada pembahasan data-data dan subjek penelitian dengan menyajikan data-data secara sistematika dan tidak menyimpulkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif rasio. Analisis rasio yang digunakan adalah rasio efektifitas dan rasio kontribusi. a)
Rasio efektifitas penerbitan surat teguran Untuk mengetahui apakah suatu instansi atau organisasi dapat dikatakan efektif maka diperlukan suatu indikator sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
keefektifan suatu objek. Untuk menghitung tingkat atau rasio keefektifan penerbitan Surat Teguran adalah: Efektifitas Penerbitan =
x 100%
(Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Sukoharjo)
Untuk mengukur keefektifan, maka digunakan indikator sebagai berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Pengukuran Efektifitas Persentase
Kriteria
>100%
Sangat Efektif
90-100%
Efektif
80-90%
Cukup efektif
60-80%
Kurang efektif
<60%
Tidak efektif
(Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996)
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa apabila persentase yang dicapai lebih dari 100% berarti sangat efektif dan apabila persentase kurang dari 60% berarti tidak efektif. b)
Rasio
kontribusi
Penerimaan
Tunggakan
Pajak
terhadap Penerimaan Pajak Untuk
mengukur
seberapa
besar
kontribusi
penerimaan pajak yang berasal dari penerimaan tunggakan pajak yang dilaksanakan oleh KPP, maka digunakan analisis rasio penerimaan tunggakan pajak. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
menggunakan
rasio
ini,
dapat
diketahui
apakah
penerimaan tunggakan pajak cukup signifikan terhadap penerimaan
pajak
di
KPP.
Penerimaan
Tunggakan
Pajak
Formula
untuk
Rasio
di
Kantor
(RPTP)
Pelayanan Pajak adalah sebagai berikut: RPTP =
x 100%
(Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Sukoharjo)
Rasio ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi penerimaan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak. Semakin besar nilai RPTP, maka semakin besar pula kontribusi penerimaan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak. Untuk menginterpretasikan rasio pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak digunakan kriteria sebagai berikut: Tabel 2.2 Klasifikasi Kriteria Kontribusi Persentase
Kriteria
0,00% - 10%
Sangat Kurang
10,10% - 20%
Kurang
20,10% - 30%
Sedang
30,10% - 40%
Cukup Baik
40,10% - 50%
Baik
Diatas 50%
Sangat Baik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
(Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996)
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa apabila persentase yang dicapai kurang dari 10% berarti sangat kurang, dan apabila persentase diatas 50% berarti sangat baik.
2. PEMBAHASAN Analisis data yang digunakan penulis dalam pembahasan penelitian
ini
adalah
analisis
deskriptif
komparatif
untuk
membandingkan penagihan pajak dengan surat teguran tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 serta pencairan tunggakan pajak tahun 2011 sampai 2012, dengan surat teguran terhadap pencairan tunggakan pajak, dan analisis rasio untuk mengetahui tingkat efektifitas penagihan pajak dengan surat teguran serta kontribusi penagihan pajak dengan surat teguran terhadap seluruh pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo. Dengan menggunakan metode ini, penulis menggambarkan efektifitas dan kontribusi penerbitan surat teguran terhadap pencairan tunggakan pajak berdasarkan data yang dikumpulkan. Kemudian data tersebut diolah untuk menghitung persentase dari realisasi penerbitan surat teguran dan pencairan tunggakan pajak. Data tersebut dikumpulkan berdasarkan data penerbitan surat teguran dan pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Dalam bab ini, penulis membahas lebih jauh tentang Surat Teguran yang dilihat dari pelaksanaan penerbitan dan pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Sukoharjo. a. Penagihan Pajak dengan
Surat Teguran pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo Analisis penagihan tunggakan pajak dengan Surat Teguran pada
KPP
Pratama
Sukoharjo
dinyatakan
dengan
cara
membandingkan penagihan tunggakan pajak pada tahun yang bersangkutan
dengan
penagihan
tunggakan
pajak
tahun
sebelumnya. Penagihan tunggakan pajak dengan Surat Teguran merupakan tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan menyampaikan Surat Teguran kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihannya. Tabel 2.3 Penagihan Pajak dengan Surat Teguran KPP Pratama Sukoharjo Tahun 2011 dan 2012 Tahun 2011
Tahun 2012
Kenaikan (Penurunan)
Lembar
Nilai
Lembar
Nilai
Lembar
Nilai
529
12.604.623.744
449
106.922.988.659
(80)
94.318.364.915
(Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Sukoharjo)
Berdasarkan tabel 2.3, dapat dilihat bahwa penagihan dengan Surat Teguran mengalami kenaikan dari segi nilai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
nominal tetapi dari jumlah lembar surat teguran mengalami penurunan. Penagihan Surat Teguran pada tahun 2011 sebanyak 529 lembar
dengan
nilai
nominal
penerbitan
sebesar
Rp.
12.604.623.744,00. Sedangkan pada tahun 2012 Surat Teguran yang diterbitkan sebanyak 449 lembar dengan nilai nominal sebesar Rp. 106.922.988.659,00. Dengan demikian terdapat penurunan surat teguran sebanyak 80 lembar, tetapi nilai nominal
penerbitan mengalami
peningkatan sebesar
Rp.
94.318.364.915,00. Penurunan jumlah lembar surat teguran terjadi karena Wajib Pajak sudah mulai patuh dalam membayar pajak, sedangkan peningkatan nilai nominal terjadi dikarenakan jumlah nominal dari tahun ke tahun yang belum dapat ditagih selalu diakumulasikan artinya Wajib Pajak.
b. Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo Penerimaan tunggakan pajak merupakan pelunasan atas utang pajak atau tunggakan pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Dengan adanya penerimaan tunggakan pajak, maka penerimaan pajak KPP Pratama Sukoharjo akan mengalami
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
peningkatan, sehingga mampu membantu pencapaian target penerimaan negara di sektor pajak. Tabel 2.4 Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran KPP Pratama Sukoharjo Tahun 2011 dan 2012
Tahun 2011
Tahun 2012
Kenaikan (Penurunan)
Nilai Nominal 1.619.310.183
Nilai Nominal 3.586.405.896
Nilai Nominal 1.967.095.713
(Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Sukoharjo)
Berdasarkan data tabel diatas, dapat dilihat bahwa penerimaan tunggakan pajak dengan Surat Teguran mengalami peningkatan nilai nominal sebesar Rp. 1.967.095.713,00 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya atau tahun 2011.
c. Efektifitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo Efektifitas penagihan pajak dengan Surat Teguran pada umumnya adalah perbandingan antara jumlah
pencairan
tunggakan pajak melalui penagihan dengan surat teguran terhadap potensi pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran itu sendiri, dengan asumsi bahwa potensi pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran adalah semua tunggakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
pajak yang diharapkan dapat ditagih. Efektifitas penyampaian Surat Teguran dapat dihitung dengan rumus berikut: Efektifitas =
x 100%
Berikut adalah tabel yang menunjukkan tingkat efektifitas penagihan pajak dengan Surat Teguran. Tabel 2.5 Tingkat Efektifitas Surat Teguran di KPP Pratama Sukoharjo Tahun 2011 dan 2012 Tahun 2011
ST Terbit
ST Bayar
12.604.623.744 1.619.310.183
2012 106.922.988.659 3.586.405.896
Tingkat Efektifitas 12,85% 3,35%
(Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Sukoharjo)
Ditinjau dari segi nilai nominalnya, penerbitan surat teguran di KPP Pratama Sukoharjo, pada tahun 2011 tercatat sebesar Rp. 12.604.623.744 dan dibayar sebesar Rp. 1.619.310.183 atau sekitar 12,85%. Berdasarkan indikator pengukuran tingkat efektifitas penerbitan surat teguran, maka di tahun 2011 tergolong tidak efektif karena persentasenya kurang dari 60%. Sedangkan pada tahun 2012 penerbitan surat teguran mengalami peningkatan yaitu menjadi Rp. 106.922.988.659 dan hanya dibayar sebesar Rp. 3.586.405.896 atau setara dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
3,35%. Hal ini jauh lebih tidak efektif bila dibandingkan dengan tahun 2011 dan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Beberapa hal yang menyebabkan tidak efektifnya surat teguran yang diterbitkan oleh KPP Pratama Sukoharjo untuk dilunasi oleh Penanggung Pajak adalah: 1) Penanggung pajak lalai dalam melunasi utang pajak 2) Penanggung pajak tidak mampu dalam melunasi utang pajaknya 3) Penanggung pajak tidak mengakui adanya utang pajak 4) Penanggung pajak mengajukan keberatan atas jumlah tunggakan pajaknya 5) Kondisi keuangan penanggung pajak tidak memungkinkan jika dibayar sekaligus.
d. Kontribusi Penagihan Pajak dengan Surat Teguran pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo Dalam teknik analisis data dijelaskan bahwa, untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerimaan pajak yang berasal dari pencairan tunggakan pajak digunakan analisis rasio pencairan tunggakan pajak. Dengan menggunakan rasio ini, maka akan diketahui apakah pencairan tunggakan pajak cukup memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak di KPP Pratama Sukoharjo. Rumus yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
digunakan untuk Rasio Pencairan Tunggakan Pajak (RPTP) adalah sebagai berikut: RPTP =
x 100%
Perbandingan antara pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran terhadap penerimaan pajak akan disajikan di tabel 2.6 berikut ini: Tabel 2.6 Perbandingan Pencairan Tunggakan Pajak Surat Teguran terhadap Penerimaan Pajak KPP Pratama Sukoharjo Tahun 2011 dan 2012 Tahun
Kontribusi
2011
Pencairan Penerimaan Tunggakan Pajak 1.619.310.183 425.310.744.004
2012
3.586.405.896 630.632.917.436
0,57%
0,38%
(Sumber: Seksi Penagihan dan Seksi PDI KPP Pratama Sukoharjo)
Besarnya pengaruh pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Sukoharjo pada tahun 2011 adalah sebesar 0,38%. Angka tersebut diperoleh dari pencairan tunggakan pajak sebesar Rp. 1.619.310.183
dengan
425.310.744.004.
Maka
penerimaan berdasarkan
pajak
sebesar
klasifikasi
Rp.
kriteria
kontribusi termasuk dalam golongan sangat kurang. Tahun 2012 pengaruh pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Sukoharjo juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan tahun 2011 yaitu sekitar 0,57%. Angka tersebut diperoleh
dari
3.586.405.896
pencairan dengan
630.632.917.436.
tunggakan
penerimaan
pajak pajak
sebesar
Rp.
sebesar
Rp.
Jumlah persentase tahun 2012 memang
sedikit meningkat, tetapi masih termasuk golongan yang sangat kurang karena jumlah persentasenya tidak mencapai diatas 50%. Beberapa hal yang menyebabkan penerbitan seluruh surat teguran tidak dapat dilunasi oleh Penanggung Pajak adalah: 1) Surat teguran tidak sampai ke alamat penanggung pajak dikarenakan petugas pos kesulitan menemukan alamat yang dimaksud, 2) Kurangnya kesadaran penanggung pajak dalam pembayaran tunggakan pajak lewat surat teguran.