BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Responden Peneliti tertarik untuk mengungkap motivasi menjadi GTT SMK N 1 Pringapus. Berikut ini daftar usia, pendidikan dan pengalaman responden: Tabel 4.1 Daftar Usia, Pendidikan dan Pengalaman Responden Keterangan Usia 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 2. Pendidikan 1. Pend. Bahasa Inggris 2. Pend. Seni Rupa 3. Pend. Tehnik Otomotif 4. Pend. Ilmu Sosial 5. Pend. Matematika 6. Pend. PKK Tata Busana 7. Tehnik Kimia 8. Komputer 9. Pend Agama 10. Psikologi 11. Pend. Olahraga 3. Pengalaman Kerja 1-3 tahun 4-6 tahun >7tahun
Banyaknya Responden
1.
12 Orang 3 Orang 1 Orang 1 Orang 1 Orang 2 Orang 1 Orang 1 Orang 3 Orang 1 Orang 2 Orang 2 Orang 1 Orang 1 Orang 9 Orang 5 Orang 2 Orang
Sumber: hasil wawancara, 2012
25
Dari tabel di atas terlihat usia responden paling banyak di antara 21-30 tahun dengan latar belakang pendidikan
bermacam-macam.
Sedangkan
untuk
pengalaman kerja sebagian besar responden memiliki pengalaman kerja 1-3 tahun. Ini dapat dikatakan responden dalam penelitian ini sebagian besar masih berusia muda dan memiliki pengalaman kerja yang sebentar.
4.2 Analisis 4.2.1 Motivasi Menjadi Guru Tidak Tetap 1. Analisis Keberadaan (Exsistence) Kebutuhan-kebutuhan yang dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah: gaji, insentif, kondisi kerja, keamanan, jabatan. Besaran gaji yang diterima oleh GTT di sekolah tergantung dari kemampuan sekolah dimana para GTT bertugas. Begitulah yang terjadi pada para responden. Apabila sekolah memiliki murid yang banyak maka gaji yang diterima responden akan besar karena menyesuaikan jumlah jam mengajar dan hitungan upah untuk tiap jam mengajarnya. Jika muridnya sedikit atau sebagian besar siswanya berasal dari golongan menengah ke bawah, maka dapat dipastikan bahwa gaji yang diterima responden juga kecil. Sebagai seorang GTT, para responden hanya memperoleh 26
tunjangan
walikelas
atau
tunjangan
fungsional lain di sekolahnya ditambah tunjangan dari Pemerintah
Kabupaten
Semarang
sebesar
Rp
250.000,00 yang dibagikan tiap 6 bulan sekali. Itupun tidak semua responden mendapatkan tunjangan walikelas karena tunjangan tersebut merupakan kebijakan masing-masing sekolah. Lamanya masa kerja ternyata tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja responden karena tidak diikuti dengan peningkatan status kepegawaian maupun kesejahteraan. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh peneliti dari responden dimana peneliti mengungkap ada responden yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun, namun masih berstatus sebagai Guru Tidak Tetap (GTT). Memang sungguh sangat memprihatinkan bila melihat kondisi responden yang telah mengabdi sebagai guru lebih dari 10 tahun namun masih menyandang status GTT. Responden merupakan gambaran kecil dari sekian banyak guru di Indonesia yang masih berstatus GTT. Selama menyandang status GTT, berarti selama itu pulalah para responden berada dalam kondisi yang masih mencemaskan masa depan mereka. Gaji yang diterima responden yang tertinggi sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) adalah Rp 525.000,00 dengan masa kerja baru 1 tahun, sedangkan gaji responden
terendah
adalah
Rp
280.000,00
yang
27
diperoleh responden dengan masa kerja 5 tahun di luar tunjangan yang diperoleh oleh responden tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa masa kerja yang lebih lama tidak menjamin bahwa gaji GTT akan lebih tinggi. Dengan status GTT, para responden tentunya memiliki penghasilan yang berbeda dari PNS. Untuk GTT gaji yang diperolehnya merupakan gaji yang diberikan sekolah dengan menghitung banyaknya jumlah jam mengajar. Sedangkan guru yang telah berstatus PNS, gaji yang diperolehnya sudah ditetapkan oleh peraturan pemerintah sesuai dengan golongan guru yang bersangkutan. Menurut PP No 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru, gaji yang diterima guru atau dosen dengan status PNS mencapai lebih dari Rp 3 juta karena gaji pokok yang diterima mencapai dua kali lipatnya. Apalagi yang telah lolos dalam proses sertifikasi guru, hampir dipastikan besaran gajinya jauh lebih besar. Biasanya guru PNS masih mendapatkan tambahan gaji berupa tunjangan fungsional dan tunjangan pensiun (khusus untuk PNS). Sedangkan guru yang masih berstatus GTT, gaji yang diterimanya berdasarkan banyaknya jumlah jam belajar yang ditugaskan oleh sekolah masing-masing dalam seminggu. Apabila jam mengajar sedikit, itu artinya penghasilan yang diterimanya juga sedikit.
28
Perbedaan fasilitas yang diterima oleh para responden sebagai GTT dengan guru PNS) di sekolah merupakan masalah yang paling banyak ditemui peneliti saat melakukan wawancara dengan para responden. Perbedaan fasilitas-fasilitas tersebut antara lain berbagai tunjangan dan gaji tetap. Masalah kesejahteraan yang minim yang diterima oleh GTT seperti yang diterangkan oleh responden, peneliti juga ingin tahu apakah gaji para responden mencukupi kebutuhannya atau tidak. Hampir semua responden menyatakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Adapula yang beranggapan bahwa gajinya untuk saat ini cukup tetapi dengan hidup yang sangat sederhana. Berikut ini pernyataan salah satu responden mengenai gaji GTT yang cukup: “…kalau hidup secara sangat sederhana cukup, tetapi realitanya banyak kurang-nya untuk itu bersyukur saja…”1
Peneliti ingin mengetahui kondisi ideal yang seperti apa yang diinginkan oleh para responden sebagai GTT. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan pembanding antara kondisi riil responden saat ini dengan gambaran ideal yang bisa dijadikan acuan responden untuk memotivasi dirinya sendiri. Gambaran ideal yang didapat dari para responden tidak jauh
Salah satu pernyataan responden dalam wawancara yang dilakukan tanggal 2 – 14 April 2012. 1
29
dari
hal-hal
yang
mempengaruhi
motivasi
kerja
pegawai. Salah satu hal yang paling diinginkan responden adalah masalah status kepegawaian. Begitu pula dengan profesionalitas guru juga harus ditingkatkan. Selain itu, menurut responden fungsi guru tidak hanya mengajar mata pelajaran yang dikuasainya, tapi juga
harus
bisa
mendidik
moral
siswa-siswinya.
Sedangkan tentang posisi guru yang ideal menurut responden memang selayaknya guru juga harus bisa dijadikan
teladan
oleh
siswa-siswinya
dan
juga
mampu melayani siswa-siswinya dengan baik dalam hal memberikan materi pelajaran di sekolah. Para responden mempunyai pernyataan yang berbeda-beda mengenai gaji ideal yang seharusnya mereka terima. Ada yang menyebut nominal tertentu dengan berbagai alasan yang mendasarinya, ada pula yang tidak menyebutkan nominal. Bagi responden yang menyebut nilai, mereka beranggapan bahwa gaji ideal mereka adalah Rp 900.000 sampai Rp 2.000.000 alasannya adalah besaran gaji menyesuaikan kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, gaji ideal dengan nominal tersebut dimaksudkan agar guru bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Ada pula responden yang menyatakan gaji GTT seharusnya sama dengan PNS karena beban kerja yang sama, berikut hasil wawancaranya:
30
“…seharusnya sama dengan PNS soalnya beban kerja sama…”2
Sebagian responden juga menyatakan tidak menerima kondisinya sebagai GTT dengan segala kekurangannya karena kesejahteraan yang rendah, namun sebagian renponden lainnya menerima kondisinya sebagai GTT dengan penghasilan yang rendah. Berikut ini salah satu pernyataan dari responden: “…ya bersyukur akan lebih baik hasilnya, akan barokah…”3
Namun ada beberapa responden yang menyatakan perasaan tidak nyaman dan was-was menjadi GTT, seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden berikut ini: “…tidak senang karena terkadang ada perasaan was-was jika sewaktu-waktu digeser oleh guru yang PNS…”4
Rasa tidak nyaman yang diungkapkan responden dikarenakan responden takut tidak mendapatkan jam mengajar lagi karena sewaktu-waktu bisa digeser oleh PNS yang didatangkan oleh dinas. Ini berarti penghasilan dari responden berkurang atau bahkan hilang. Hasil wawancara dengan responden yang dilaksanakan pada tanggal 4 April 2012. 3 - idem 4 - idem 2
31
Sebagian besar responden menyatakan sangat memprihatinkan dan sedih dengan profesi guru GTT alasannya kesejahteraan yang masih minim, berikut ini adalah salah satu pernyataan responden: “...kalau melihat realita saat ini sangat memprihatinkan, kurangnya perhatian dari pemerintah terutama kesejahteraannya…”5
Ada juga responden yang menganggap bahwa pekerjaan GTT seperti yang diungkapkan salah satu responden berikut: “…profesi GTT adalah profesi yang dilandasi dengan sikap dan motivasi untuk beribadah karena jika untuk mencari nafkah tidak akan sesuai…”6
Setiap orang pasti mempunyai alasan atau latar belakang atas pilihan yang diambilnya, termasuk ketika seseorang memilih pekerjaan yang digelutinya. Menurut Sinamo (2005), setiap orang terlahir ke dunia dengan panggilan hidup yang spesifik. Panggilan hidup itu dijalani setiap orang terutama melalui pekerjaannya. Secara natural, orang akan berhasil ketika dia menemukan dan melaksanakan panggilan jiwanya. Berikut ini tabel latar belakang/alasan responden memilih profesi GTT:
Hasil wawancara dengan responden yang dilaksanakan pada tanggal 7 April 2012. 5
6
32
- idem -
Tabel 4.2 Daftar Alasan Responden Memilih Profesi Guru Alasan
Banyaknya Responden
1.
Panggilan Jiwa
12 orang
2.
Dorongan orang tua
2 orang
3.
Latar Belakang Ijasah
1 orang
4.
Ketidaksengajaan
1 orang
Sumber: hasil wawancara, 2012
Dari
berbagai
macam
latar
belakang
yang
diungkapkan responden, panggilan jiwa merupakan alasan yang paling banyak diungkapkan responden dalam memilih profesi sebagai guru. Saat ditanya kenapa responden memilih guru sebagai profesinya, salah satu responden yang sudah menjadi GTT salama 7 tahun mengemukakan ketertarikannya untuk menekuni profesi guru karena sebagian
besar
keluarganya
berprofesi
sebagai
guru,
sehingga orang tuanya mendorong untuk melanjutkan pendidikannya di IKIP. Lain lagi yang dikemukakan oleh salah satu responden yang usianya saat ini 31 tahun, responden ini mengemukakan alasannya memilih profesi guru karena disuruh orang tuanya untuk masuk kependidikan guru sehingga responden tersebut ingin menggunakan ijasah yang dimilikinya. Sedangkan untuk responden yang akhirnya memilih profesi guru karena ketidak-sengajaan, hal tersebut pada awalnya memang dilatarbelakangi oleh 33
ketidaktertarikan responden pada profesi guru. Akan tetapi setelah mendapat kesempatan mengajar, para responden menikmati perannya tersebut. Para responden memiliki gambaran ideal dalam profesi mereka. Para GTT dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa statusnya sebagai GTT juga perlu diperhatikan oleh pemerintah, tidak hanya PNS yang diperhatikan pemerintah. Pelaksanaan UU tentang Guru dan Dosen pun diharapkan dapat berjalan dengan baik. Sebagian
responden
menyatakan
memiliki
pekerjaan sambilan. Ada 9 responden yang memiliki pekerjaan
sambilan.
Beberapa
profesi
sambilan
responden di antaranya adalah memberikan bombingan belajar/les, melukis, menerima jahitan dan rental mobil. Beberapa responden mengatakan bahwa pekerjaan sambilan yang ditekuninya ini adalah untuk menambah penghasilan dan untuk mencukupi kebutuhan. Seperti yang diungkapkan salah satu responden berikut ini: “…karena untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, jika hanya mengandalkan gaji dari GTT jelas tidak cukup…”7
Hal ini bisa dimaklumi karena penghasilan yang diterima oleh responden sebagai GTT di bisa dikatakan Hasil wawancara dengan responden yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2012. 7
34
masih belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga sepenuhnya. Responden yang memiliki pekerjaan sambilan melukis menyatakan selain untuk dapat menambah penghasilan, melukis juga merupakan hobinya. Pada saat peneliti menanyakan pada responden tentang keinginan responden untuk meninggalkan profesinya sebagai guru apabila ada profesi lain yang lebih menggiurkan secara finansial, sebagian besar responden menyatakan tetap ingin menggeluti profesi guru bagaimana pun keadaannya. Beberapa responden bahkan dengan tegas menyatakan tidak akan berpindah ke profesi lain ataupun tidak terpikirkan sama sekali. Ada responden yang mempertimbangkan menerima profesi lain namun tetap tidak meninggalkan profesinya sebagai guru. Ini berarti para responden memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi guru. Hal ini menegaskan bahwa masalah penghasilan tidak menyurutkan komitmen para responden sebagai GTT. Sebagian besar responden menyatakan jargon “Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” hanya cocok untuk para GTT dengan alasan gaji GTT yang minim tetapi beban pekerjaan yang sama dengan PNS yang gajinya jauh lebih besar. Ketika peneliti menanyakan tentang hal terberat yang pernah dialami responden selama menjadi guru, beberapa responden menyatakan, hal yang terberat
35
yang pernah dialami adalah ketika melihat anak didik mengalami kegagalan dan ketika anak didik tidak mampu menyerap ilmu yang telah disampaikan. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden: “…sangat prihatin ketika siswa atau anak didik kita tidak mampu menyerap ilmu yang telah kita sampaikan…”8
Beberapa responden yang lain menyatakan hal terberat yang dialami GTT adalah masalah kesejahteraan yang minim, seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden berikut: …ketidakadilan setiap tanggal satu, beben kerja sama tapi finansial berbeda. Tunjangan dari pemerintah tidak adil, PNS baru satu tahun sudah mendapatkan berbagaimacam tunjangan sedang GTT harus menunggu masa kerja dua tahun bahkan lebih…9
Beberapa
responden
menyatakan
hal
yang
paling berkesan adalah ketika siswa dapat berprestasi dan dapat menyerap ilmu yang telah diberikan serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut. Beberapa responden lainnya menyatakan hal yang paling berkesan ketika menghadapi siswa dalam proses KBM karena menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda.
Hasil wawancara dengan responden yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2012. 8
9
36
- idem -
2. Analisis Keterkaitan (Relatedness) Dalam penelitian ini yang termasuk dalam kebutuhan keterkaitan (relatedness) adalah hubungan dengan teman dan hubungan dengan orang luar organisasi. Sebagian besar responden menikmati pekerjaannya sebagi GTT, tanpa rasa canggung dan minder mereka tetap berinteraksi dengan guru PNS, seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden berikut ini: “…dinikmati dan disyukuri aja dan terus berusaha menjadi lebih baik…”10
Ketika ditanya adakah beban moral sebagai guru bila berada di tengah-tengah masyarakat beberapa responden menjawab ada beban moral sebagai guru terutama dalam bertingkah laku walaupun hanya GTT seperti yang diungkap salah satu responden berikut: “…tentu yang namanya guru walau hanya GTT tetep aja punya beban moral di masyarakat minimal kudu bisa ngasih contoh hidup baik…”11
Namun beberapa responden yang lain menyatakan tidak ada beban moral sebagai guru di masyarakat dengan alasan guru juga sebagai manusia biasa 10Hasil
wawancara dengan responden yang dilaksanakan pada tanggal 11 April 2012. 11
- idem -
37
asal bisa menempatkan diri di masyarakat maka tidak akan menjadi beban moral. Beberapa responden juga menyatakan bahwa masyarakat
memandang
profesi
guru
merupakan
pekerjaan yang mulia, seperti yang diungkapkan salah satu responden berikut ini: “…di masyarakat guru itu dianggap pekerjaan yang positif dan terhormat. Misalnya dalam kegiatan di desa pasti guru itu ikut dilibatkan, banyak juga guru yang di desanya menjadi RT atau RW…”12
Berdasarkan
pernyataan
responden
di
atas
menunjukkan bahwa profesi guru memiliki pandangan yang positif di tengah masyarakat. 1. Analisis Pertumbuhan (Growth) Yang termasuk dalam kebutuhan pertumbuhan ini di antaranya pengembangan diri, inovatif, bekerja keras. Para responden berkeinginan kuat untuk - guru dengan status PNS. Hampir semua responden pernah mencoba untuk menjadi PNS, bahkan ada yang pernah mendaftar hingga tujuh kali namun tidak diterima. Meskipun demikian para responden akan selalu mengikuti tes CPNS jika ada. Faktor keinginan menjadi guru berstatus PNS yang kuat dilatarbelakangi oleh kepastian masa depan dari status kepeHasil wawancara dengan responden yang dilaksanakan pada tanggal 11 April 2012. 12
38
gawaian sebagai PNS serta faktor kesejahteraan yang diterima apabila telah berstatus PNS. Menurut PP No 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru, gaji yang diterima guru atau dosen dengan status PNS mencapai lebih dari Rp 3 juta karena gaji pokok yang diterima mencapai dua kali lipatnya. Ketika peneliti menanyakan motivasi menjadi Guru
Tidak
Tetap,
para
responden
menyatakan
jawaban yang beragam. Berikut ini daftar motivasi menjadi GTT dari responden: Tabel 4.3 Daftar Motivasi Menjadi GTT Responden Motivasi Ingin diangkat menjadi PNS Dukungan keluarga Panggilan jiwa menjadi guru Menyesuaikan ijasah
Banyaknya Responden 5 orang 2 orang 4 orang 5 orang
Sumber: hasil wawancara, 2012
Dari tabel daftar motivasi menjadi GTT yang menjadi motivasi menjadi GTT yang utama sebagian besar responden adalah ingin diangkat menjadi PNS dan menyesuaikan ijasah pendidikan yang diambil saat kuliah. Beberapa responden lainnya menyatakan motivasi menjadi GTT adalah panggilan jiwa menjadi guru dan dukungan dari keluarga. Berikut ini hasil wawancara dengan salah satu responden: …motivasinya ingin diangkat menjadi PNS, saya mampu menjadi guru, guru waktu luangnya
39
banyak, dalam masyarakat guru dipandang positif. Kalau alasan utamanya ya ingin diangkat menjadi PNS, sekarang kan ada tes untuk GTT yang sudah masuk database…13
Sebagian besar responden memilih GTT sebagai pekerjaan
sementara
dengan
alasan
kedepannya
diangkat menjadi PNS dan PNS yang dijadikan sebagai pekerjaan tetap. Seperti yang diungkapkan salah satu responden berikut ini: …sementara, karena berharap mampu melepas gelar GTT menjadi guru PNS tidak menjadi menjadi Guru Tidak Tetap terus…14
Pekerjaan sebagai GTT hanya dijadikan pekerjaan sementara oleh sebagian besar responden karena mereka memiliki harapan ke depannya untuk menjadi guru PNS sebagai pekerjaan tetap, dan ini tidak lepas dari kesejahteraan PNS yang jauh lebih mapan dari pada GTT yang kesejahteraannya minim. Peneliti ingin mengetahui apakah responden sudah berusaha mengajar lebih bagus dari sebelumnya, sebagian besar responden menyatakan bahwa selama ini sudah berusaha mengajar lebih bagus dari sebelumnya. Sedangkan ketika ditanya apakah sudah berusaha menciptakan inovasi baru dalam metode mengajar, hampir semua responden menjawab selalu berusaha menciptakan inovasi baru dalam metode Hasil wawancara dengan responden yang dilaksanakan pada tanggal 11 April 2012. 13
14
40
- idem -
mengajar dengan alasan agar siswa tidak bosan dengan menggunakan metode yang selalu sama walaupun dibatasi oleh beberapa kendala yang dialaminya. 4.2.2 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Peneliti ingin mengetahui faktor pendukung GTT dalam menjalankan tugasnya menjadi GTT, berikut ini daftar faktor pendukung GTT dalam menjalankan tugasnya: Tabel 4.4 Daftar Faktor Pendukung GTT dalam Menjalankan Tugasnya Faktor Pendukung
Keterangan
Keluarga
Dukungan keluarga sangat dominan bagi GTT dalam menjalankan tugannya
Latar belakang pendidikan
Memanfaatkan ijasah yang dimiliki
Ingin menyalurkan ilmu
Ilmu yang didapat saat kuliah ingin disalurkan ke siswa
Kebutuhan
Tidak dipungkiri kebutuhan ekonomi menyebabkan responden memilih profesinya sebagai GTT
Sumber: hasil wawancara, 2012
Sebagian besar responden menyatakan faktor pendukung utama adalah dukungan dari keluarga. Dukungan dari keluarga sangat dominan bagi GTT dalam menjalanklan tugasnya. Ketika ditanya tentang tanggapan
keluarga
terhadap
profesi
responden
sebagai guru, semua responden menyatakan bahwa 41
sebagian besar keluarga para responden mendukung profesinya sebagai guru. Keluarga para responden menyatakan bangga menjadi bagian dari keluarga seorang guru. Selain itu, keluarga yang tidak banyak menuntut juga merupakan bentuk dukungannya pada profesi responden. Responden lainnya menyatakan faktor pendukung utama dalam menjalankan tugas sebagai GTT adalah latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidangnya sehingga responden memanfaatkan ijasah yang dimilikinya. Beberapa responden lainnya menyatakan ingin menyalurkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain (siswa). Sedangkan responden lainnya menyatakan faktor pendukung GTT dalam menjalankan tugasnya adalah kebutuhan hidup yang menyebabkan responden memilih profesi GTT. Setelah mengatahui faktor pendukung responden menjadi GTT, peneliti ingin mengetahui kendala yang dihadapi para responden. Faktor utama penghambat motivasi Guru Tidak Tetap (GTT) adalah minimnya kesejahteraan yang diperoleh, sehingga menimbulkan persepsi negatif para responden, seperti yang diungkap oleh salah satu responden: …kesejahteraan GTT belum memadai tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga ada kesenjangan antara PNS dengan GTT terutama masalah honor yang selisihnya begitu jauh
42
sementara sama…15
tanggung
jawab
dan
pekerjaannya
Kesejahteraan yang minim untuk GTT ini menimbulkan kesenjangan antara PNS dan GTT kerena selisih honor yang begitu besar sementara pekerjaan atau tanggung jawab yang diembannya sama. Bahkan kadang GTT bekerja melebihi beban kerjanya sehingga ini sangat tidak adil bagi GTT.
4.3 Pembahasan Pada penelitian ini, ada berbagai latar belakang yang dijadikan alasan oleh para responden memilih profesi guru. Alasan responden memilih profesi guru ada yang panggilan jiwa, dorongan orang tua, latar belakang ijasah, dan ada juga yang dilatarbelakangi ketidaksengajaan mendapatkan kesempatan bekerja sebagai guru. Sebagian besar responden menjawab alasan menjadi guru adalah karena panggilan jiwa. Seseorang akan merasa termotivasi apabila telah mendapatkan apa yang diinginkannya. Secara khusus, motivasi diartikan oleh Mas’ud (2002) sebagai penilaian, perasaan atau sikap umum guru terhadap pekerjaannya yang meliputi antara lain: gaji, hubungan sosial ditempat kerja, lingkungan kerja, dan pekerjaan itu sendiri. Hasil wawancara dengan responden yang dilaksanakan pada tanggal 14 April 2012. 15
43
Para responden juga berkeinginan kuat untuk menjadi guru dengan status PNS. Selain kepastian status kepegawaian dan masalah kesejahteraan yang mendorong para responden menjadi guru PNS, hal tersebut juga didukung oleh teori yang disebutkan oleh Muchtar Lubis (dalam Marzali, 2007) yang merupakan salah satu ciri masyarakat Indonesia adalah jadi pegawai negeri adalah idaman utama. Pernyataan tersebut mengemukakan bahwa sebagaian besar Manusia Indonesia berkeinginan menjadi pegawai negeri. Menurut Sarwono (2001), di Indonesia, status pegawai negeri sipil diyakini lebih memberikan perasaan aman dibandingkan dengan status pegawai swasta. Selain itu motivasi utama menjadi GTT adalah menyesuaikan ijasah yang dimilikinya. Setidaknya pemilihan profesi guru oleh para responden dalam penelitian ini masih mencerminkan nilai-nilai kerja serta persepsi responden terhadap profesi guru yang berdampak pada motivasi para responden dalam menjalankan profesinya. Hal ini didukung oleh perspektif pemikiran Hollis dalam Farisi, dkk (1998) yang menyatakan bahwa orientasi nilai
seseorang
dalam
pilihan
karier
merupakan
standar acuan diri berkaitan dengan kepentingan, kemanfaatan, dan kebermaknaan suatu karier, pekerjaan, atau jabatan bagi karier seseorang. Pada penelitian ini kesejahteraan responden yang masih minim yang membuat responden mencari pekerjaan sambilan lainnya untuk memenuhi kebu44
tuhan hidupnya. Armansyah (2002) mengemukakan, pembayaran yang cukup akan mendorong besarnya komitmen seseorang kepada organisasi, tidak memikirkan hal lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan
tidak
memiliki
keinginan
untuk
melakukan
penyelewengan-penyelewengan kekuasaan dan wewenang, seperti korupsi atau memanipulasi aktivitasaktivitas tertentu dalam organisasi untuk menambah kekurangan pembayaran. Pentingnya pembayaran ini adalah untuk menghilangkan dampak buruk yang dapat mendorong perputaran karyawan dalam tingkat yang lebih tinggi karena adanya ketidakpuasan pada gaji (Simamora, 1995). Hasil penelitian di atas mengungkapkan bahwa motivasi menjadi GTT adalah untuk meningkatkan status kepegawaiannya dahulu (menjadi PNS), karena masalah
gaji
akan
menyesuaikan
apabila
status
kepegawaiannya meningkat. Faktor keinginan menjadi guru berstatus PNS yang kuat dilatarbela-kangi oleh kepastian
masa
depan
dari
status
kepe-gawaian
sebagai PNS serta faktor kesejahteraan yang diterima apabila telah berstatus PNS. Menurut PP No 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru, gaji yang diterima guru atau dosen dengan status PNS mencapai lebih dari Rp 3 juta karena gaji pokok yang diterima mencapai dua kali lipatnya. Pada penelitian kali ini juga terungkap bahwa komitmen tinggi yang dipegang oleh para responden 45
terhadap profesi guru tidak terpengaruh oleh keadaan responden yang juga mene-kuni profesi lain selain profesinya sebagai GTT. Faktor pendukung utama para
responden
keluarga,
men-jadi
sedangkan
responden
menjadi
GTT
adalah
dukungan
faktor
penghambat
GTT
adalah
yang
minimnya
kesejahteraan yang diperoleh. Hal ini didukung oleh pernyataan Dessler (1997) yakni motivasi terjadi pada saat individu melihat adanya insentif atau ganjaran yang
dapat
memenuhi
kebutuhan
yang
timbul.
Keputusasaan bisa juga terjadi apabila ada hambatan diantara individu dengan insentif dan ganjaran. Jika motivasi tersebut terhambat, maka proses kegiatan belajar mengajar pun tidak bisa optimal. Padahal tugas guru selain mengajar, juga perlu melakukan inovasi-inovasi dalam metode pembelajaran untuk para siswanya. Menurut Mulyana (2006), guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), memiliki peran yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Motivasi kerja individu terkadang menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut. Menurut Robbins (2008), kemampuan (ability) adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai
tugas
dalam
suatu
pekerjaan.
Seluruh
kemampuan individu pada hakikatnya tersusun dari
46
dua perangkat faktor, yakni kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Dalam profesi guru, pada dasarnya kemampuan intelektual yang paling diunggulkan, terkecuali pada guru olahraga yang juga mengandalkan kemampuan fisik. UU Guru & Dosen juga telah memberikan stimulus kepada guru untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Atas dasar itu, dalam penelitian ini peneliti ingin mengungkap kemampuan responden yang berhubungan dengan motivasi menjadi GTT para responden. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa responden memiliki motivasi untuk meningkatkan kemampuannya. Semua responden memiliki keinginan untuk
berprestasi,
berbagai
kondisi
standarisasi
walaupun yang
kemampuan
terbentur
dialaminya. intelektual
dengan
Sebetulnya guru
sudah
diatur oleh Pemerintah melalui Permendiknas Nomor 18
Tahun
2007
sebagai
landasan
pelaksanaan
sertifikasi guru dan dosen. Uji kompetensi untuk memperoleh
sertifikat
pendidik
dilakukan
dalam
bentuk penilaian portofolio. Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Dalam Undang-undang guru dan dosen menggariskan bahwa seorang guru wajib memiliki 47
sertifikasi,
pada
kenyataannya
terkesan
hanya
profesionalisme yang komersil dan hanya memotivasi seorang guru secara sesaat saja (Suhendi, 2010). Dengan adanya program sertifikasi bagi guru semakin menambah minat para responden menjadi GTT, karena dengan imbalan yang bertambah banyak maka semua GTT ingin diangkat menjadi PNS agar bias mengikuti program sertifikasi.
48
49