BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Behavioral Decision Theory Behavioral decision theory yang
mengatakan
bahwa
seseorang
mempunyai keterbatasan pengetahuan dan bertindak hanya berdasarkan persepsinya atas suatu situasi yang sedang dihadapi. Behavioral decision theory menjelaskan latar belakang terjadinya perbedaan pendapat antara auditor ahli dan independensi dengan auditor yang tidak memiliki salah satu karakteristik ataupun kedua karakteristik tersebut. Bowditch dan Buono (1990) dalam Sekar Mayangsari (2003) mengatakan bahwa teori ini berhubungan dengan perilaku seseorang dalam mengambil keputusan. Lebih lanjut bahwa setiap individu memiliki batas kognitif, kompleksitas tugas dan organisasi, oleh karena itu para individu ini diharuskan bertindak dengan cepat dalam mengatasi situasi yang tidak pasti, informasi yang bersifat ambiguitas dan tidak lengkap. Teori ini berbeda dengan classical decision theory yang menyatakan bahwa seseorang dapat mengambil keputusan yang tepat karena semua alternatif tindakan yang dapat diambil dapat diketahui sepenuhnya. Behavioral decision theory menyatakan bahwa seseorang mempunyai keterbatasan pengetahuan dan
7
8
bertindak hanya berdasarkan persepsinya terhadap situasi yang sedang dihadapi. (Sekar Mayangsari, 2003). Aplikasi Behavioral Decision theory mengkaji sikap dan keputusan dalam mempengaruhi cara pembuatan suatu keputusan. Auditor dalam pengambilan keputusan harus memiliki sikap independensi dan kompetensi. Hal ini disebabkan oleh pengalaman dan pengetahuan setiap auditor berbeda-beda. Auditor senior yang telah memiliki pengalaman yang banyak dan memiliki pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan umum, pendidikan khusus sesuai bidang auditing serta pelatihan-pelatihan yang di ikutinya akan memberikan hasil yang lebih tepat dibandingkan auditor junior yang baru menyelesaikan pendidikan umum yang belum memiliki pengalaman yang banyak serta belum mengikuti pelatihan-pelatihan yang terkait dengan bidang auditing akan memberikan pendapat sesuai keterbatasan pengetahuan dan bertindak hanya berdasarkan persepsinya atas suatu situasi yang sedang dihadapi. Jadi pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki auditor sangat mempengaruhi pendapat yang akan diberikan. Dalam penelitian yang dilakukan Sekar Mayangsari (2003) tugas pemberian pendapat terhadap kelangsungan usaha dipilih dalam eksperimen ini dengan harapan dapat menguji self fullfiling prophecy effect yang menyatakan bahwa seseorang berharap pihak lain akan bertingkah laku atau membuat keputusan sesuai dengan kehendaknya.
9
Sedangkan dalam penelitian ini, tugas pemberian pendapat terhadap Opini yang akan diberikan. Bahwa opini yang diberikan sesuai dengan laporan keuangan yang telah disajikan oleh klien. Opini yang diberikan dipengaruhi oleh bukti audit yang diperoleh, tingkat independensi dan tingkat kompetensi seorang auditor. Auditor dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki ditambah bukti yang diperoleh semakin banyak dan relevan maka akan menghasilkan pendapat wajar tanpa pengecualian. Namun auditor dengan pengalaman yang sedikit dan pengetahuan yang terbatas akan bertindak hanya berdasarkan persepsinya atas suatu situasi yang sedang dihadapi sehingga pendapat yang dihasilkan akan kurang tepat. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa proses pengambilan keputusan dalam bidang audit dipengaruhi oleh keahlian audit dan independensi. Keahlian audit berkaitan erat dengan struktur pengetahuan yang dimiliki oleh auditor dan bertindak hanya berdasarkan persepsinya atas suatu situasi yang sedang dihadapi sehingga dapat menyebabkan perbedaan pendapat audit terhadap suatu kasus tertentu atas situasi yang sedang dihadapi. Sedangkan independensi merupakan tekanan yang dihadapi oleh seorang auditor dalam proses pengambilan keputusan dalam pemberian opini audit.
10
B. Pengertian, Standar Auditing dan Tujuan Audit 1. Pengertian Auditing Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh pakar auditing, antara lain : Menurut Arens, Elder dan Beasley (2008 : 4) yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo dalam bukunya Auditing dan Jasa Assurance adalah sebagai berikut: Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menetukan dan melaporkan derajat kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. Menurut Mulyadi (2002 : 9 ) auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan Sedangkan menurut Konrath (2002:5) mendefinisikan auditing sebagai : Suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasikan bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Selain itu Sukrisno Agoes (2004 : 3), definisi auditing yaitu : Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
11
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Jika kita lihat mengenai pengertian dari beberapa pakar auditing diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa auditing itu mencakup suatu pemeriksaan atas informasi-informasi keuangan yang disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen dan hasilnya akan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Standar Auditing Standar auditing
berbeda dengan prosedur auditing,
yaitu
"prosedur" berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan "standar" berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar auditing, yang berbeda dengan prosedur auditing, berkaitan dengan tidak hanya kualitas profesional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya. Menurut Messier, Glover, Prawitt (2006 : 50) yang diterjemahkan oleh Nuri Hinduan dalam bukunya Jasa audit dan Assurance pendekatan sistematis, adalah sebagai berikut:
12
a. Standar Umum 1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. 2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. b. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. 2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. 3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. c. Standar Pelaporan 1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
13
2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. 3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. 4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersil bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor. 3. Tujuan Audit Menurut PSA 02 (SA 110) yaitu : Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia .
Dari penyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil akhir dari suatu pelaksaan audit yang dilakukan oleh auditor adalah suatu laporan
14
audit yang berisi opini auditor terhadap laporan keuangan yang telah diaudit. Apakah laporan keuangan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
C. Pengertian dan Jenis Bukti Audit 1. Pengertian Bukti Audit Menurut Messier, Glover, Prawitt (2006 : 156) yang diterjemahkan oleh Nuri Hinduan dalam bukunya Jasa audit dan Assurance pendekatan sistematis, bukti audit adalah sebagai berikut : Seluruh informasi yang digunakan oleh auditor dalam mencapai kesimpulan yang menjadi dasar pendapat audit dan mencakup informasi yang terdapat dalam catatan-catatan akuntansi yang mendasari laporan keuangan serta informasi lainnya.
Untuk memenuhi tujuan audit, auditor harus memperoleh bukti dengankualitas dan jumlah yang mencukupi. Auditor harus menentukan jenis dan jumlah bukti yang diperlukan serta mengevaluasi apakah informasi itu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, “bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan opini atas laporan keuangan auditan” (PSA No.07 SA seksi 326).
15
Bukti audit yang kompeten adalah bukti audit yang dapat dipercaya atau layak dipercaya. Bukti audit yang kompeten berkaitan dengan prosedur audit yang dapat dipilih oleh auditor. Ada beberapa faktor bukti audit yang kompeten, yaitu : Relevan, Sumber, Ketepatan Waktu, Objektivitas, Cara pemerolehan bukti. 2. Jenis Bukti Audit Dalam memutuskan prosedur audit mana yang akan digunakan, auditor dapat memilihknya dari delapan kategori bukti yang luas, yang disebut sebagai jenis – jenis bukti, setiap prosedur audit mendapat satu atau lebih jenis – jenis bukti berikut : Menurut kontrath (2002: 114 &115) ada enam jenis bukti audit yaitu: a. Bukti fisik (Physical evidence) Terdiri dari segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi, atau diinpeksi, dan terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan. b. Evidence obtain through confirmation Bukti yang diperoleh mengenai eksistensi, kepemilikan atau penilaian, langsung dari pihak ketiga diluar klien.
16
c. Bukti dokumenter (Documentary evidence) Terdiri dari catatan-catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transkaksi. d. Bukti Perhitungan (Mathematical evidence) Merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsiliasi yang dilakukan auditor. e. Bukti Analisis (Analytical evidence) Bukti yang diperoleh melalui penelaah analisis terhadap informasi keuangan klien. Penelaahan analisis ini harus dilakukan pada waktu membuat perencanaan audit, sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan. f. Bukti Lisan (Hearsay evidence) Bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh auditor.
D. Independensi Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010, 41-42) “ Independen artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum”. Auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun. Untuk memenuhi pertanggungjawaban profesionalnya, akuntan publik harus bersikap independen karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
17
kepentingan umum. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak objektifitas seorang auditor dalam melakukan jasa atestasi. Independensi merupakan sikap pikiran seseorang yang dicirikan oleh dari kepentingan pribadi yang melekat pada fakta yang dihadapinya. Begitu banyak
pihak
yang
menggantungkan
kepercayaan
para
pemakai
laporankeuangan terhadap kelayakan laporan keuangan berdasarkan laporan auditor karena mereka ingin mendapatkan suatu pandangan yang tidak memihak. Mulyadi (2002: 26) menjelaskan bahwa “independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain”. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Dalam
melaksanakan
pemeriksaan
akuntan,
akuntan
publik
memperoleh kepercayaan diri dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran
18
laporan keuangan yang diperiksa harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri. Standar umum pertama (PSA no.04 SA seksi 210) menyebutkan “Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor”. Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Independensi akuntan publik mencakup dua aspek menurut Agoes, 2004: 33), yaitu: 1. independensi sikap mental (independence in fact), Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya
19
2. independensi penampilan (independence in appearance). independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus
menghindari
faktor-faktor
yang
dapat
mengakibatkan
masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik. Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan
kepentingan
dalam
perusahaan
yang
diauditnya.
Dalam
kenyataannya auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut: 1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar oleh kliennya atas jasanya tersebut. 2. Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan kliennya. 3. Mempertahankan
sikap
mental
independen
seringkali
dapat
menyebabkan lepasnya klien. Berdasarkan
keterangan-keterangan
yang
ada
dapat
diambil
kesimpulan bahwa independensi merupakan suatu sikap seseorang untuk
20
bertindak secara objektif dan dengan integritas yang tinggi. Integritas berhubungan dengan kejujuran intelektual akuntan sedangkan objektifitas secara konsisten berhubungan dengan sikap netral dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan dan menyiapkan laporan auditan.
E. Kompetensi Auditor Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kompetensi diartikan sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal”. Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi pasal 1 mengemukakan “Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”. Standar umum pertama (PSA no.04 SA seksi 210) menyebutkan bahwa “audit harus dilaksanakan oleh seorang atau yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor”. Sedangkan, standar umum ketiga (PSA no.04 SA seksi 230) menyebutkan bahwa dalam “pelaksanaan audit akan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama”. Oleh karena itu, maka setiap
21
auditor wajib memiliki kemahiran profesionalitas dan keahlian dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor. Dalam praktek, definsi keahlian sering ditunjukkan dengan pengakuan resmi (official recognition) seperti kecerdasan partner dan penerimaan konsensus (consensual acclamation) seperti pengakuan terhadap seorang spesialis pada industri tertentu, tanpa adanya suatu daftar resmi dari atributatribut keahlian (Mayangsari, 2003). Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi. Dalam melaksanakan audit, akuntan publik harus bertindak sebagai seorang yang ahli dibidang akuntansi dan auditing (Ridwan, 2009). Kompetensi
juga
merupakan
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang non-rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pendidikan dan pengalaman (Mayangsari, 2003). Sementara itu, Abdul Halim (2003: 49) mengemukakan bahwa kompetensi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: Pendidikan formal dalam bidang akuntansi di suatu perguruan tinggi termasuk ujian profesi auditor, pelatihan yang bersifat praktis dan pengalaman dalam bidang auditing, dan pendidikan profesional yang berkelanjutan selama menekuni karir auditor profesional.
22
Kompetensi professional dapat dibagi menjadi dua fase yang terpisah (Mulyadi, 2002: 58) : 1. Pencapaian Kompetensi Profesional Pencapaian kompetensi professional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian professional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota. 2. Pemeliharaan Kompetensi Profesional a. Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar
dan
melakukan
peningkatan
professional
secara
berkesinambungan selama kehidupan professional anggota.
b. Pemeliharaan kompetensi professional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan. c. Anggota harus menetapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa professional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
23
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang harus dipenuhinya. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. 1. Pengetahuan SPAP 2001 tentang standar umum, menjelaskan bahwa “dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup”. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Adapun secara umum ada 5
24
pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor (Kusharyanti, 2003), yaitu : (1.) Pengetahuan pengauditan umum, (2.) Pengetahuan area fungsional, (3.) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, (4.) Pengetahuan mengenai industri khusus, (5.) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. 2. Pengalaman Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Menurut Tubbs (1992) dalam Mayangsari (2003) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal : (1.) Mendeteksi kesalahan, (2.) Memahami kesalahan secara akurat, (3.) Mencari penyebab kesalahan. Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2002) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari (Libby et. al, 1985) dalam Mayangsari (2003).
25
F. Pengertian Laporan Audit dan Jenis Opini Audit 1. Pengertian laporan Audit Laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya. Dalam laporan tersebut auditor menyatakan opininya mengenai kewajaran laporan keuangan auditan. Opini auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit baku. Isi laporan audit baku terikat pada format yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Menurut PSA 52 (SA 504) standar pelaporan keempat berbunyi sebagai berikut : Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan, dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor. Bagian dari laporan keuangan tersebut menjelaskan mengenai hal – hal yang berkenaan dengan masalah keuangan yang disebut laporan keuangan (Financial Report).apa yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut tidak ada pedomannya dan tergantung dari pihak perusahaan sendiri bagaimana menggambarkan mengenai perkembangan dari penjualan, biaya, keuangan, tetapi yang harus disampaikan dari laporan keuangan adalah laporan audit.
26
Laporan auditor biasanya diterbitkan dalam hubungannya dengan laporan keuangan pokok suatu entitas yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Setiap laporan keuangan auditan haru secara khusus ada pada paragraph pengantar dalam laporan auditor. Jika laporan keuangan pokok meliputi suatu laporan terpisah tentang perubahan akun (account) ekuitas, hal ini harus disebut dalam paragraph pengantar dalam laporan auditor, namun tidak perlu disebut secara terpisah dalam paragraph, karena perubahan tersebut merupakan bagian dari penyajian posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas. Laporan auditor bentuk baku harus menyebutkan laporan keuangan yang diaudit dalam paragraph pengantar, menggambarkan sifat audit dalam paragraph lingkup audit, dan menyatakan pendapat auditor dalam paragraph pendapat Unsur pokok laporan auditor bentuk baku adalah sebagai berikut : 1. Judul Laporan Standar auditing mengharuskan pemberian judul pada laporan dan judul tersebut harus memuat kata independen. Persyaratan bahwa judul harus mencakup kata “independen” dimaksudkan untuk meyakinkan pemakai bahwa dalam semua aspek penugasan audit tersebut tidak memihak. 2. Alamat yang dituju laporan audit Laporan
ini
biasanya
ditujukan
kepada
perusahaan
bersangkutan, pemegang saham, atau dewan direksi dan komisarisnya.
27
Makin sering laporan ini ditujukan kepada para pemegang saham untuk menunjukkan bahwa auditor independen terhadap perusahaan, dewan direksi dan komisarisnya. 3. Paragraph pendahuluan Paragraph pertama dari laporan ini ditujukan untuk tiga hal : a) Paragraph ini merupakan pernyataan sederhana bahwa Kantor Akuntan Publik bersangkutan telah melaksanakan suatu audit. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan laporan tersebut dari laporan kompilasi atau review. b) Paragraph itu mencantumkan laporan keuangan yang diaudit, termasuk tanggal neraca dan periode – periode akuntansi untuk laporan laba rugi dan laporan arus kas. Laporan tersebut harus sama dengan laporan yang digunakan manajemen untuk laporan keuangan itu. c) Paragraph
pendahuluan
yang
menyatakan
bahwa
laporan
keuangan tersebut merupakan tanggung jawab manajemen dan bahwa tanggung jawab auditor adalah untuk menyatakan suatu pendapat atas laporan itu berdasarkan suatu audit. Pernyataan itu menyatakan bahwa manajemen bertanggung jawab atas pemilihan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan atas pengambilan keputusan.
28
4. Paragraf Lingkup Audit Paragraph pernyataan actual mengenai apa yang dilakukan auditor dalam audit. Paragraph ini menyatakan bahwa auditor bersangkutan mengikuti standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Paragraph ini juga menyatakan bahwa audit dirancang untuk dapat memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material. 5. Paragraf Pendapat Paragraph dalam laporan audit standar
yang
memuat
kesimpulan auditor berdasarkan hasil audit. Suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan perusahaan pada tanggal neraca dan hasil usaha dan arus kas untuk periode yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 6. Tanda tangan dan nama akuntan publik Nama tersebut menunjukkan partner akuntan publik atau auditor yang bertanggung jawab atas audit yang dilakukan dan membubuhkan tanda tangannya berikut nomor register Negara yang bersangkutan serta bertanggung jawab secara hukum dan jabatan atas mutu auditnya menurut standar professional.
29
7. Tanggal Laporan Audit Tanggal yang dipakai dalam laporan ini adalah tanggal saat auditor telah menyelesaikan bagian terpenting dari prosedur audit di lapangan. Tanggal ini sangat penting karena menunjukkan sampai tanggal berapa setelah tanggal laporan keuangan, auditor bertanggung jawab atas peninjauan terhadap peristiwa yang terjadi.
2. Jenis – jenis Opini Audit Menurut Arens, Elder dan Beasley (2008 : 61) yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo dalam bukunya Auditing dan Jasa Assurance adalah sebagai berikut: a. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) Laporan audit standar tanpa pengecualian diterbitkan bila kondisi – kondisi berikut terpenuhi : 1) Semua laporan – neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas – sudah termasuk dalam laporan keuangan. 2) Ketika standar umum telah dipatuhi dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan. 3) Bukti audit yang cukup memadai telah terkumpul, dan auditor telah melaksanakan
penugasan
audit
ini
dengan
cara
yang
30
memungkinkannya untuk menyimpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan telah dipenuhi. 4) Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal itu juga berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah tercantum dalam catatan kaki dan bagian – bagian lain dari laporan keuangaan. 5) Tidak terdapat situasi yang membuat auditor merasa perlu untuk menambahkan sebuah paragraph penjelasan atau modifikasi kata – kata dalam laporan audit. b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan Laporan audit wajar tanpa pengecualian dengan paragraph penjelasan atau modifikasi perkataan sesuai dengan kirteria audit yang lengkap dengan hasil yang memuaskan dan laporan keuangan yang disajikan secara wajar, tetapi auditor merasa penting atau wajib untuk memberikan informasi tambahan. Berikut ini adalah penyebab paling penting dari penambahan paragraph penjelasan atau modifikasi kata – kata pada laporan wajar tanpa pengecualian standar : 1) Tidak adanya
aplikasi yang konsisten dari prinsip – prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP)
31
2) Keraguan yang substansial mengenai going concern 3) Auditor setuju dengan penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dirumuskan 4) Penekanan pada suatu hal atau masalah 5) Laporan yang melibatkan auditor lain Keempat laporan yang pertama memerlukan suatu paragraph penjelasan. Pada setiap kasus, tiga paragraph laporan standar tetap disertakan tanpa modifikasi, dan paragraph penjelasan yang terpisah akan diikuti dengan paragraph pendapat. Hanya laporan yang pembuatannya melibatkan auditor lain yang memerlukan modifikasi kata – kata. Laporan ini memuat tiga paragraph, dan ketiga paragraph tersebut telah dimodifikasi. Paragraph penjelasan menyiratkan bahwa auditor sepakat dengan kelayakan perubahan prinsip akuntansi tersebut. Jika auditor tidak sepakat, perubahan tersebut akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip – prinsip akuntansi yang belaku umum, dan auditor harus memberikan pendapar wajar dengan pengecualian. c. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion) Laporan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) dapat diterbitkan akibat pembatasan ruang lingkup audit atau
32
kelalaian untuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum. Laporan pendapat wajar dengan pengecualian dapat diterbitkan hanya apabila auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar. Laporan pendapat tidak wajar atau menolak memberikan pendapat harus diterbitkan jika auditor merasa yakin bahwa kondisi yang dilaporkan tersebut bersifat sangat material. Oleh karena itu, pendapat wajar dengan pengecualian dianggap sebagai penyimpangan yang paling ringan dari laporan wajar tanpa pengecualian. Apabila
auditor
menerbitkan
pendapat
wajar
dengan
pengecualian, ia harus menggunakan istilah kecuali untuk (except for) dalam paragraf pendapat. Sebagai implikasinya, auditor merasa puas bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan dengan benar “kecuali untuk” aspek tertentu dari laporan keuangan. Contoh kualifikasi atau pengecualian ini akan dibahas selanjutnya dalam bab ini. Tidak dibenarkan untuk menggunaakan frase kecuali untuk pada jenis – jenis pendapat audit lainnya. d. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) Digunakan hanya apabila auditor yakin bahwa laporan keuangan secara keseluruhan mengandung salah saji yang material
33
atau menyesatkan sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan atau hasil operasi dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Laporan pendapat tidak wajar hanya dapat diterbitkan apabila auditor memiliki pengetahuan,, setelah mmelakukan investigasi yang mendalam, bahwa tidak ada kesesuaian dengan GAAP / PSAK. Hal ini jarang terjadi sehingga pendapat tidak wajar jarang sekali diterbitkan. e. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer Opinion) Diterbitkan apabila auditor tidak dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar. Kebutuhan untuk menolak memberikan pendapat akan timbul apabila terdapat pembatasan ruang lingkup audit atau terdapat hubungan yang tidak independen menurut kode perilaku professional antara auditor dengan kliennya. Kedua situasi ini menghalangi auditor untuk
mengeluarkan
pendapat
atas
laporan
keuangan secara
keseluruhan. Auditor juga memiliki opsi untuk menolak memberikan pendapat pada masalah kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Penolakan memberikan pendapat berbeda dengan pemberian pendapat tidak wajar dimana penolakan memberikan pendapat hanya
34
dapat terjadi apabila auditor kurang memiliki pengetahuan atas penyajian laporan keuangan, sedangkan untuk menyatakan pendapat tidak wajar, auditor harus memiliki pengetahuan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar. Penolakan memberikan pendapat maupun pendapat tidak wajar hanya digunakan apabila kondisinya sangat material. G. Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang terkait dengan penelitin ini, telah dilakukan oleh : 1. Mayangsari (2003) a. Judul “Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi terhadap Pendapat Audit : Sebuah Kuasieksperimen”. b. Kesimpulan 1) Hasil pengujian ANOVA Post Hoc (Uji Bonferroni) menunjukkan dengan lebih jelas bahwa auditor yang independen memberikan pendapat yang berbeda dengan auditor yang tidak independen. Sedangkan auditor yang tidak independen memberikan pendapat yang sama. Namun demikian, pendapat auditor yang ahli dan independen lebih tepat dibandingkan auditor yang tidak ahli. Artinya, auditor yang ahli
35
mempunyai kemampuan prediksi yang lebih baik dibandingkan dengan auditor yang tidak ahli. 2) Hasil penelitian lain menunjukkan adanya interaksi antara keahlian audit dengan jenis informasi yang digunakan. Auditor yang ahli ternyata memiliki perbedaan perhatian jenis informasi yang digunakan sebagai dasar pemberian pendapat audit. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Choo dan Trotman, bahwa auditor ahli lebih memperhatikan informasi atypical. Sebaliknya auditor yang non ahli lebih memperhatikan informasi typical.
2. Suraida (2005) a. Judul “Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko Audit Terhadap Skeptisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik”. b.Kesimpulan 1) Etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko auditor berpengaruh terhadap skeptisisme professional auditor baik secara parsial maupun secara simultan. Secara parsial pengaruh etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit terhadap skeptisisme professional auditor kecil, namun secara simultan pengaruhnya cukup besar yaitu sebesar 61%. Hal ini mengandung arti bahwa jika akuntan publik menegakkan etika,
36
memiliki kompetensi dan pengalaman audit serta merencanakan risiko audit dengan baik, maka tingkat skeptisisme professional auditor akan semakin tinggi. 2) Etika, kompetensi, pengalaman audit, risiko audit dan skeptisisme professional auditor berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik baik secara parsial maupun secara simultan. Secara parsial pengaruhnya kecil namun secara simultan pengaruhnya terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik cukup besar yaitu 74%. Diantara kelima variabel tersebut risiko audit dan skeptisisme professional auditor mempunyai pengaruh yang besar terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik. Hal ini mengandung makna bahwa risiko audit dan skeptisisme professional auditor sangat berpengaruh terhadap ketepatan pemberian akuntan publik.
3. Aris Haryanto Pamungkas (2007) a. Judul “Pengaruh Bukti Audit Terhadap Opini Audit Pada KAP di Jakarta” b. Kesimpulan Dari pengujian hipotesis dapat disimpulkan, nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini membuktikan bahwa bukti audit berpengaruh terhadap opini audit.
37
4. Pramita (2009) a. Judul “Pengaruh Keahlian dan Independensi Auditor terhadap Pendapat Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya”. b. Kesimpulan Hasil analisis menunjukkan keahlian auditor dan independensi auditor secara simultan berpengaruh terhadap pendapat auditor, sedangkan secara parsial variabel keahlian dan variabel independensi auditor berpengaruh terhadap pendapat auditor.
4. Ridwan (2009) a. Judul “Kompetensi Auditor dan Independensi Auditor terhadap Opini Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya”. b. Kesimpulan Dari hasil pengujian dengan menggunakan uji F dapat diketahui F hitung sebesar 44,316 > F tabel 3,259 disimpulkan bahwa kompetensi auditor dan independensi auditor berpengaruh terhadap pendapat auditor. Sedangkan secara parsial kompetensi auditor tidak terbukti memiliki pengaruh yang lebih besar dari independensi auditor. Hal ini dibuktikan dari
tingkat
signifikansi
kompetensi
sebesar
3,190,
sedangkan
38
independensi sebesar 7,262. Jadi independensi berpengaruh lebih besar dibandingkan kompetensi auditor terhadap opini auditor.
5. Devy Kurniawaty (2010) a. Judul “Pengaruh Keahlian Audit, Independensi, Kompetensi Auditor Terhadap Pendapat Audit b. kesimpulan 1. Dari hasil Uji Kesesuaian Model dapat diketahui bahwa model regresi yang dihasilkan cocok guna melihat pengaruh Keahlian Audit, Independensi, dan Kompetensi Auditor terhadap Pendapat Audit 2. Selanjutnya dari hasil Uji t dapat diketahui bahwa keahlian audit, independensi, dan kompetensi auditor secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pendapat audit, sehingga Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh Keahlian Audit, independensi, dan kompetensi auditor terhadap pendapat audit dari Auditor yang berkerja di KAP Surabaya, teruji kebenarannya.
39
Tabel. 2.1 : Penelitian Terdahulu Nama peneliti
Judul Penelitian
Variabel
Sekar Mayang Sari 2003
Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Pendapat Audit : Sebuah Kuasieksperimen
X1 : Keahlian X2:Independensi Y : Pendapat Audit
Ida Suraida 2005
Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit Terhadap Risiko Audit Terhadap Skeptisme Profesional Auditor Dan Ketetapan Pemberian Opini Akuntan Publik
X1 : Etika X2 : Kompetensi X3 : Pengalaman Audit Y : Risiko Audit
Aris Haryanto Pamungkas. 2007
Pengaruh Bukti Audit Terhadap Opini Audit
X : Bukti Audit Y : Opini Audit
Norma Aditya Pramita 2009
Pengaruh Keahlian dan Independensi Auditor terhadap Pendapat Auditor
X1 : Keahlian X2 : Independensi Auditor Y : Pendapat Auditor
Muhammad Ridwan 2009
Pengaruh Kompetensi Auditor Dan Independensi Auditor Terhadap Opini Auditor
X1 : Kompetensi Auditor X2 : Indepensi Auditor Y : Opini Auditor
Hasil Penelitian auditor yang independen memberikan pendapat yang berbeda dengan auditor yang tidak independen Etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko auditor berpengaruh terhadap skeptisisme professional auditor baik secara parsial maupun secara simultan Bukti audit berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit keahlian auditor dan independensi auditor secara simultan berpengaruh terhadap pendapat auditor, sedangkan secara parsial variabel keahlian auditor dan variabel independensi berpengaruh terhadap pendapat auditor. kompetensi auditor dan independensi auditor berpengaruh terhadap pendapat auditor. Sedangkan secara parsial
40
Devy Kurniawaty 2010
Pengaruh Keahlian Audit, Independensi, Kompetensi Auditor Terhadap Pendapat Audit
kompetensi auditor tidak terbukti memiliki pengaruh yang lebih besar dari independensi auditor X1 : Keahlian keahlian audit, Audit independensi, dan X2 : Independensi kompetensi auditor X3 : Kompetensi secara parsial Auditor berpengaruh Y : Pendapat signifikan terhadap Audit pendapat audit,
Sumber : Data yang diolah H. Kerangka Pemikiran Untuk memudahkan analisis dan menguji hipotesis, maka dapat digambarkan dalam suatu bagan kerangka pemikiran, yang disajikan pada gambar 2.1 sebagai berikut :
Bukti Audit (X ) 1
Independensi (X ) 2
Opini Audit. (Y)
Kompetensi (X ) 3
Variabel Independen
variabel dependen
Gambar. 2.1 : Kerangka Pemikiran Penelitian