BAB II LANDASAN TEORITIS
A.
Tinjauan Pajak 1. Definisi Pajak Pajak merupakan iuran masyarakat kepada Negara yang wajib dibayarkan oleh setiap wajib pajak. Berbicara mengenai pajak yang sesungguhnya, banyak para ahli yang memberikan batasannya mengenai pajak itu sendiri.
Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Siti Resmi (2011:1) adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan UndangUndang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan, menjadi : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumberutama untuk membiayai public investment.
7
8
Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, definisi pajak adalah sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan
untuk
keperluan
Negara
bagi
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Dari beberapa pengertian pajak diatas dapat disimpulkan bahwa unsurunsur yang melekat dalam pengertian pajak menurut Siti Resmi (2011:2) adalah sebagai berikut : a. Pajak
dipungut
berdasarkan
undang-undang
serta
aturan
pelaksanaannya. b. Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan berakibat adanya sanksi. c. Dalam
pembayaran
pajak
tidak
dapat
ditunjukkan
adanya
kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah. d. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, apabila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
9
Disamping pajak, ada beberapa pungutan lain yang mirip tetapi mempunyai perlakuan dan sifat yang berbeda yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya. Pungutan-pungutan tersebut ialah : a. Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen dengan menggunakan benda materai ataupun alat lainnya. b. Bea masuk dan bea keluar. Bea masuk adalah pungutan atas barangbarang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean berdasarkan harga/nilai barang itu atau berdasarkan tarif yang sudah ditentukan (tarif spesifik). Sedangkan bea keluar adalah pungutan yang dilakukan atas barang yang dikeluarkan dari daerah pabean berdasarkan tarif yang sudah ditentukan bagi masing-masing golongan barang. Bea keluar ini di Indonesia juga dikenal dengan nama Pajak Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan. c. Cukai merupakan pungutan dikenakan atas barang-barang tertentu yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis barang tertentu, misalnya tembakau, gula, bensin, minuman keras, dan lain-lain. d. Retribusi merupakan pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar (misalnya: parkir, pasar, jalan tol). e. Iuran adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan pembayar.
10
f. Lain-lain pungutan yang sah/legal berupa sumbangan wajib.
2. Pengklasifikasian Pajak Pengklasifikasian pajak dikelompokkan menjadi tiga menurut Siti Resmi (2011:7), yaitu : a. Menurut golongan Menurut golongan, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung 1) Pajak langsung Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pahak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. 2) Pajak tidak langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan nilai.
11
Manfaat pembedaan pajak kedalam pajak langsung dan pajak tidak langsung adalah : 1. Untuk keperluan sistematik dalam ilmu pengetahuan, misalnya untuk menentukan saatnya timbulnya hutang pajak, kadaluarsa, tagihan susulan. 2. Untuk menentukan cara pengadakan proses peradilan karena perselisihan.
b. Menurut sifat Menurut sifat, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak obyektif 1) Pajak subjektif Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: pajak penghasilan. 2) Pajak obyektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa,
benda,
keadaan,
perbuatan,
atau
peristiwa
yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
12
c. Menurut Lembaga Pemungutan Menurut lembaga pemungutan, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu pajak Negara atau pajak pusat dan pajak daerah 1) Pajak Negara atau Pajak Pusat Pajak negara atau pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Pajak yang dipungut oleh Dirjen Pajak: a. Pajak penghasilan b. PPN c. Pajak bumi dan bangunan d. Bea materai e. Bea lelang f. Pajak yang dipungut Bea Cukai (Dirjen Bea Cukai) 2) Pajak daerah Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
3. Fungsi Pajak Adapun didalam pajak itu sendiri terdapat fungsi-fungsi pajak. Fungsifungsi pajak menurut Siti Resmi (2011:3) adalah sebagai berikut : a. Fungsi penerimaan (budgetair)
13
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembayaran pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. b. Fungsi Mengatur (reguleren) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang social dan ekonomi. Beberapa contoh pungutan pajak yang berfungsi mengatur, menurut Siti Resmi (2011:3): 1. Pemberlakuan tarif progresif (dalam hal ini pajak dikenal juga berperan sebagai alat dalam Reditribusi Pendapatan). 2. Pemberlakuan bea masuk yang tinggi bagi impor dengan tujuan untuk melindungi produksi dalam negeri. 3. Pemberian fasilitas tax holiday atau pembebasan pajak untuk beberapa jenis industri tertentu dengan maksud mendorong atau memotivasi para investor untuk meningkatkan investasinya. 4. Pengenaan jenis pajak tertentu dengan maksud menghambat gaya hidup mewah. 5. Pembebasan PPh atas Sisa Hasil Usaha Koperasi yang diperoleh sehubungan dengan kegiatan usahanya yang semata-mata dari dan untuk anggota.
14
B.
Pendapatan Daerah 1. Definisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah semua perolehan uang/dana bagi daerah yang digunakan
untuk
membiayai
urusan-urusan
pemerintahan
dan
pembangunan di daerah.
Sedangkan pendapatan daerah menurut PERMENDAGRI No.13 Tahun 2006 pasal 23 ayat 1 adalah : “Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah”.
Pendapatan Daerah menurut Ketentuan Umum Undang-Undang No.32 Tahun 2004 pasal 1 poin 15 adalah : “Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”
2. Sumber Pendapatan Daerah Menurut Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan asli daerah, yaitu:
15
1) Hasil pajak daerah 2) Hasil retribusi daerah 3) Hasil perusahaan milik daerah,hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah b. Dana perimbangan, terdiri dari: 1) Dana bagi hasil yang barsumber dari pajak dan sumber daya alam 2) Dana alokasi umum 3) Dana alokasi khusus c. Pinjaman daerah d. Lain-lain penerimaan daerah yang sah
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, bahwa penyelenggaraan Pemerintah Daerah harus dilaksanakan berdasarkan atas 5 prinsip yaitu: 1. Pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat, yakni memperkokoh Negara Kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat indonesia seluruhnya. 2. Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. 3. Azas
Desentralisasi
dilaksanakan
bersama-sama
dengan
Azas
Dekonsentrasi, dengan memberikan kemungkinan bagi pelaksanaan azas tugas pembantuan (medebewid).
16
4. Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dengan tujuan di samping aspek pendemokrasian. 5. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
C.
Pajak Daerah 1. Definisi Pajak Daerah Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undangundang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Darwin (2010:67), definisi pajak daerah adalah sebagai berikut : Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hokum public.
Menurut Undang–undang No.18 Tahun 1987, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang pajak daerah yaitu :
17
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan daerah.
2. Jenis-jenis Pajak Daerah. Menurut undang-undang nomor 34 tahun 2000 oleh Marihot P. Siahaan. Pajak daerah di Indonesia berdasarkan undang-undang nomor 34 tahun 2000 terbagi menjadi dua, yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi propinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan undangundang nomor 34 tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak propinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten/kota, diantaranya : a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) 1) Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air. 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air. 3) Pajak Bahan Bakar Kendraan Bermotor. 4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/kota)
18
1) Pajak Hotel. 2) Pajak Restoran. 3) Pajak Hiburan. 4) Pajak Reklame. 5) Pajak Penerangan Jalan. 6) Pajak Pengambilan Bahan galian Golongan C. 7) Pajak Parkir
3. Objek Pajak Daerah Undang-undang nomor 18 tahun 1997 maupun undang-undang nomor 34 tahun 2000 tidak secara tegas dan jelas menentukan apa yang menjadi objek pajak pada setiap jenis pajak daerah, tetapi menyerahkannya pada peraturan pemerintah. Penentuan yang menjadi objek pajak daerah pada saat ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah, yang merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1997 tentang pajak daerah. Hal ini merupakan penentuan objek pajak secara umum, mengingat pemberlakuan suatu jenis pajak daerah pada suatu propinsi atau kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah untuk mengetahui apa yang menjadi objek pajak harus dilihat apa yang ditetapkkan peraturan daerah dimaksud sebagai objek pajak.
19
4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah Dalam pemungutan pajak daerah, terdapat istilah yang kadang disamakan walaupun sebenarnya memiiki pengertian yang berbeda yaitu subjek pajak dan wajib pajak. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. Dengan demikian, siapa saja baik orang pribadi atau badan, yang memenuhi syarat objektif yang ditentukan dalam suatu peraturan daerah tentang pajak daerah, akan menjadi subjek. Sementara itu, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Oleh sebab itu, seseorang atau suatu badan menjadi wajib pajak apabila telah ditentukan oleh peraturan daerah untuk melakukan pembayaran pajak, serta orang atau badan yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari subjek pajak. Hal ini menunjukkan bahwa wajib pajak dapat merupakan subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak maupun pihak lain yang bukan merupakan merupakan subjek pajak, yang berwenang memungut pajak dari subjek wajib pajak.
5. Azas Pemungutan pajak Daerah a. Harus ada kepastian hukum. b. Pemungutan pajak daerah tidak boleh diborong. c. Masalah pajak harus jelas.
20
d. Barang-barang keperluan hidup sehari-hari tidak boleh langsung dikenakan pajak daerah dan memberikan keistimewaan yang menguntungkan kepada seseorang atau golongan. Duta dan konsulat asing tidak boleh dibebankan kecuali dengan keputusan presiden. Pemungutan pajak daerah selain didasarkan dan dilaksanakan menurut asas-asas dan norma-norma hukum, juga perlu diperhatikan bahwa prinsip bagi pengenaan pajak yang baik kepada wajib pajak. Prinsipprinsip tersebut yaitu: 1. Prinsip kesamaan Artinya bahwa beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat penghasilan harus digunakan sebagai dasar di dalam retribusi beban pajak itu, sehingga bukan beban pajak dalam arti uang yang penting tetapi beban riil dalam arti kepuasan yang hilang. 2. Prinsip kepastian Pajak jangan sampai membuat rumit bagi wajib pajak, sehingga mudah dimengerti oleh mereka dan juga akan memudahkan administrasi pemerintah sendiri. 3. Prinsip kecocokan Pajak jangan sampai menekan bagi wajib pajak, sehingga wajib pajak akan dengan suka dan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.
21
D.
Pajak Hiburan 1. Pengertian pajak Hiburan Menurut Darwin (2010), Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu, Pajak Hiburan dapat pula diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Dalam pemungutan Pajak Hiburan terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. terminologi tersebut antara lain: a. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan atas keramaian dengan nama dan bentuk apa pun, yang ditontotn atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. b. Penyelenggaraan hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan. c. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri suatu hiburan untuk melihat dan atau mendengar atau menikmatinya atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara hiburan, kecuali penyelenggara, karyawan, artis (para pemain), dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan. d. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima dalam bentuk apa pun untuk harga pengganti yang diminta atau
22
seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan serta fasilitas penunjangnya termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk dalam pengertian pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima, termasuk yang akan diterima, antara lain pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai. e. Tanda masuk adalah semua tanda atua alat atau cara yang sah dengan nama dan dalam bentuk aapa pun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan fasilitas, atau menikmati hiburan. Tanda atau alat atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk yang dilegalsasu oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota. Termasuk tanda masuk di sini adalah tanda masuk dalam bentuk dan dengan nama apa pun, misalnya karcis, tiket undangan, kartu langganan, kartu anggota (membership), dan sejenisnya. f. Harga tanda masuk, selanjutnya disingkat HTM, adalah bayaran nilai uang yang tercantum pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau pengunjung.
2. Objek Pajak Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 42 bahwa: a. Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
23
b. Hiburan tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: 1) tontonan film; 2) pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; 3) kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; 4) pameran; 5) diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya; 6) sirkus, akrobat, dan sulap; 7) permainan bilyar, golf, dan boling; 8) pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; 9) panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan 10) pertandingan olahraga. c. Penyelenggaraan Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan dengan Peraturan Daerah. Dikecualikan dari objek pajak: 1) Pagelaran kesenian, tari, musik, dan busana yang bersifat tradisional dan perlu dilestarikan; 2) Pameran pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 3) Obyek wisata yang berkenaan dengan peninggalan purbakala, peninggalan sejarah nasional, serta budaya.
3. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
24
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 43 bahwa: a. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan. b. Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan hiburan.
4. Dasar pengenaan pajak Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 44 bahwa: a. Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan. b. Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.
5. Tarif pajak Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 45 bahwa: a. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen). b. Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pakak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).
25
c. Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar pengenaan Pajak = Tarif pajak x Jumlah pembayaran Untuk Menonton/Menikmati Hiburan
6. Besaran pajak terutang Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 46 bahwa: a. Besaran pokok pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (4) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 44. b. Pajak
Hiburan dipungut
di wilayah daerah tempat
hiburan
diselenggarakan.
E.
Pajak Reklame 1. Definisi Pajak Reklame Menurut Darwin (2010), Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya
dirancang
untuk
tujuan
komersial
memperkenalkan,
menganjurkan mempromo-sikan, atau untuk menarik perhatian umum
26
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapar dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati umum.
Pajak Reklame adalah pajak daerah yang penerimaanya diserahkan dan digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah. Penyelenggaraan reklame adalah orang atau badan yang menyelenggarakan reklame, baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi
tanggungannya.
Pajak
Reklame
adalah
pajak
atas
penyelenggaraan reklame
Pajak reklame tersebut dikenakan terhadap objek pajak yaitu berupa reklame dan nilai sewa reklame dan didasarkan pada besarnya biaya pemasangan reklame, besarnya biaya pemeliharaan reklame, lama pemasangan reklame, nilai strategis pemasangan reklame dan jenis reklame. Pajak reklame adalah pajak daerah, sebagaimana dimaksud dalam UU No 18 Tahun 1997 yang diperbaharui dengan UU No 34 tahun 2000. Pembaharuan Undang-undang didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak lain yang terkait, dan juga untuk memberikan peluang kepada daerah Kabupaten/Kota untuk memungut pajak jenis pajak daerah lain yang dipandang memenuhi syarat dan potensial di daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada
27
masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang ditetapkan (Marihot P. Siahaan, 2005).
2. Dasar Hukum Pajak Reklame Dasar hukum pajak reklame pada suatu Kabupaten atau Kota adalah a. Undang-undang No 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001, Asas yang mendasari penagihan dan pembebanan Pajak Reklame menurut Mardiasmo (2000) meliputi : 1) Memberikan kemudahan dan kesederhanaan. 2) Kepastian hukum. 3) Mudah dimengerti dan adil. 4) Menghindari pajak berganda. b. Peraturan pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak daerah c. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak reklame d. Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur tentang Pajak Reklame sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak Reklame pada kabupaten/kota dimaksud.
3. Objek Pajak Reklame
28
a. Reklame Papan/Billboard yaitu reklame yang terbuat dari papan, kayu termasuk seng atau bahan lain yang sejenis, dipasang atau digantung atau dibuat pada bangunan, tembok, dinding, pagar, pohon, tiang dan sebagainya baik bersinar maupun yang disinari. b. Reklame Megatron/Videotron/Large Electronic Display (LED) yaitu reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang dapat berubahubah, terprogram dan difungsikan dengan tenaga listrik. c. Reklame Kain yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu. d. Reklame Melekat (Stiker/Poster) yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, dipasang, digantung pada suatu benda dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200 cm2 per lembar. e. Reklame Selembaran yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, diletakkan, dipasang atau digantungkan pada suatu benda lain.
29
f. Reklame Berjalan yaitu reklame yang ditempatkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orang. g. Reklame Udara yaitu reklame yang diselenggarakan diudara dengan menggunakan gas, laser, pesawat atau alat lain yang sejenis. h. Reklame Suara yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantara alat. i.
Reklame Film/Slide yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau dipancarkan pada layar atau benda lain yang ada di ruangan.
j.
Reklame Peragaan yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.
Dikecualikan dari objek pajak adalah: 1. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya;
30
2. Label/merk produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, berfungsi untuk membedakan dari produk sejenisnya; 3. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan dengan ukuran tidak melebihi 1m x 1m; 4. Penyelenggaraan reklame oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, dan 5. Penyelenggaraan reklame yang tidak mengandung sponsor untuk tujuan komersial.
4. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Reklame a. Dasar Pengenaan Pajak Reklame Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame (NSR), yaitu nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya pajak reklame. NSR diperhitungkan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan, dan ukuran media reklame. NSR dihitung berdasarkan : 1) Besarnya biaya pemasangan reklame 2) Besarnya biaya pemeliharaan reklame 3) Lama pemasangan reklame 4) Nilai strategis lokasi, dan 5) Jenis reklame
31
Hasil perhitungan NSR ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Nilai sewa reklame dihitung dengan rumus :
NSR = NJOR + NSPR
Keterangan : NSR
: Nilai Sewa Reklame
NJOR
: Nilai Jual Objek Pajak
NSPR
: Nilai Strategis Pemasangan Reklame
Nilai
Jual
Objek
Reklame
(NJOR)
adalah
keseluruhan
pembayaran/pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggaraan reklame, termasuk dalam hal ini adalah biaya/harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran/ongkos perakitan,
pemancaran,
peragaan,
penayangan,
pengecatan,
pemasangan dan transportasi pengangkutan, dan lain sebagainya sampai dengan bangunan reklame selesai dipancarkan, diperagakan, ditayangkan dan atau terpasang ditempat yang telah diizinkan. Perhitungan NJOR didasarkan pada besarnya komponen biaya penyelenggaraan reklame, yang meliputi indicator : a. Biaya pembuatan/konstruksi b. Biaya pemeliharaan
32
c. Lama pemasangan d. Jenis reklame e. Luas bidang reklame f. Ketinggian reklame Besarnya NJOR dihitung dengan Rumus :
NJOR = (Ukuran Reklame x Harga Dasar Ukuran reklame) + (ketinggian reklame x Harga Dasar ketinggian Reklame)
Nilai Strategis pemasangan Reklame (NSPR) adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut, berdasarkan criteria kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan dibidang usaha. Besarnya NSPR dihitung sebagai berikut :
NSPR
= (NFR + NSP =+ NFJ) x Harga Dasar Nilai Strategis
NSPR
= [{Fungsi Ruang ( = Bobot x Skor)} + {Fungsi jalan (= Bobot x Skor) + {Sudut Pandang (= Bobot x Skor)}] x Harga Dasar Nilai Strategis
33
Keterangan : NFR
= Nilai Fungsi Ruang
NSP
= Nilai Sudut Pandang
NFJ
= Nilai Fungsi Jalan
b. Tarif Pajak Reklame Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% dan ditetapkan
dengan
peraturan
daerah
kabupaten/kota
yang
bersangkutan. c. Perhitungan Pajak Reklame
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Nilai Sewa Reklame
F.
Retribusi daerah 1. Pengertian Retribusi Daerah Menurut Undang–undang no. 34 tahun 2000, Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus yang disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
34
Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan retribusi daerah menurut Mardiasmo (revisi 2008:12), antara lain: a. Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha atau pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. b. Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. c. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. d. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada oarng pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
2. Jenis-Jenis Retribusi Daerah Jenis retribusi daerah dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a. Retribusi Jasa Umum
35
Retribusi jasa umum ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu. 2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfatan umum. 4) Jasa terebut layak untuk dikenakan retribusi. 5) Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya. 6) Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial dan, 7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang baik. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah: 1. Retribusi pelayanan kesehatan 2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan 3. Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan akte cacatan sipil 4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat 5. Retribusi parkir ditepi jalan umum
36
6. Retribusi pasar 7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor 8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 9. Retribusi biaya cetak peta 10. Retribusi pengujian kapal perikanan b. Retribusi Jasa Usaha Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan kriteri-kreteria: 1) Retribusi jasa usaha yang bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu. 2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Jenis retribusi Jasa Usaha adalah : 1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah 2. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan 3. Retribusi tempat pelelangan 4. Retribusi terminal 5. Retribusi tempat khusus parker 6. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa 7. Retribusi penyedotan kakus 8. Retribusi rumah potong hewan
37
9. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal 10. Retribusi tempat rekreasi dan olah Raga 11. Retribusi penyeberangan diatas Air 12. Retribusi pengolahan limbah cair 13. Retribusi penjualan produksi daerah c. Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi perizinan tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan kriteria-kriteria : 1) Perizinan tersebut tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi. 2) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum. 3) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan. Jenis retribusi Perizinan Tertentu adalah: 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 2. Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. 3. Retribusi Izin Trayek
3. Objek Retribusi Daerah Objek Retribusi daerah terdiri dari :
38
a. Jasa Umum yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. b. Jasa Usaha yaitu berupa layanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. c. Perizinanan tertentu yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendaian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
4. Subjek Retribusi Daerah a. Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. b. Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tetentu dari perintah daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah.
5. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah Prinsip dan sasaran penetapan tarif jenis retribusi sebagai berikut :
39
a. Retribusi
jasa
umum
berdasarkan
kebijakan
daerah
dengan
memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. b. Retribusi jasa usaha berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. c. Retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
G.
Kerangka Pemikiran dan Model Konseptual 1. Penelitian Terdahulu Penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari pajak reklame, pajak hiburan dan retribusi daerah terhadap pendapatan daerah Kota Tangerang. Untuk mendukung di dalam penelitian ini penulis menyajikan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang membahas variable tersebut secara terpisah di beda tempat. a. Danang Teguh Abdulah (2004) Penelitian Danang Teguh Abdulah berjudul Pengaruh Pajak Hiburan Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta. Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini adalah Pajak Hiburan dan variable dependen adalah APBD DKI Jakarta. Hasil
40
penelitian menunjukan bahwa antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan Pajak Hiburan secara total setiap tahun mengalami kenaikan signifikan pada tahun 2001. Uji regresi terhadap variable independen menunjukan angka signifikan dibawah 0,05 yaitu 0,001 maka H
ditolak, yaitu koefisien regresi
signifikan. Hal ini berarti variaabelpajak hiburan berpengaruh terhadap APBD DKI Jakarta. b. Eni Kusniawati (2010) Penelitian Eni Kusniawati berjudul Analisis Kontribusi Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta. Variable independen yang digunakan pada penelitian ini adalah Pajak Reklame dan variable dependen adalah PAD DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan realisasi terhadap rencana pajak reklame tahun 2004-2008 mengalami peningkatan maupun penurunan dengan rata-rata 105,38% dan dapat dikatakan cukup optimal. Perkembangan tersebut diterima pada tahun 2004-2006 antara lain berasal dari perusahaan yang sedang berkembang sehingga membutuhkan iklan produk melalui reklame. Kontribusi realisasi penerimaan pajak reklame dalam meningkatkan pendapatan asli daerah dengan rata-rata 2,66% dari rencana 2,49% berarti melebihi kontribusi yang direncanakan dn dapat dikatakan cukup optimal.
41
2. Model Konseptual Dalam Penelitian ini akan diteliti mengenai hubungan antara Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Daerah. Dari enelitian-penelitian sebelumnya dan teori yang cukup kuat diterima bahwa Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh terhadap Pendapatan Daerah maka dapat disusun kerangka pemikiran teoritis seperti gambar 2.1 berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Daerah
Pajak Reklame (X1) Pajak Hiburan
Pendapatan Daerah
(X2)
(Y)
Retribusi Daerah (X3)