BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG KECEMASAN DAN AL-QURAN A. Pemahaman Umum tentang Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Kecemasan
adalah
kondisi
kejiwaan
yang
penuh dengan
kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal yang aneh.1 Dalam definisi lain, kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.2 Menurut
Bachtiar
Lubis,
kecemasan
adalah
penghayatan
emosional yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan antisipasi malapetaka yang akan datang. Tingkatannya bervariasi dari perasaan cemas dan gelisah yang ringan sampai ketakutan yang amat berat. Dapat dibandingkan dengan perasaan takut dan terancam, tetapi seringkali tanpa adanya alasan atau penyebab yang sepadan.3 Sementara
itu,
menurut
Hanna
Djumhana
mendefinisikan
kecemasan sebagai ketakutan terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi. Perasaan cemas muncul apabila seseorang berada dalam keadaan diduga akan merugikan dan mengancam dirinya, serta merasa tidak mampu menghadapinya. Dengan demikian, rasa cemas sebenarnya suatu ketakutan yang diciptakan oleh diri sendiri, yang dapat ditandai dengan selalu merasa khawatir dan takut terhadap sesuatu yang belum terjadi.4
1
Musfir bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi, terjm. Sari Narulita dan Miftakhul Jannah, (Jakarta : Gema Insani, Cet. I, 2005), hlm. 512 2 Dadang Hawari, Manajemen Stress, Cemas dan Depresi, (Jakarta : FK UI, 2001), hlm. 19 3 Bachtiar Lubis, Pengantar Psikiatri Klinik, (Jakarta : Gaya Baru, 1993), hlm. 78 4 Hanna Djumhana Bustaman, Integrasi Psikologi dengan Islam : Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2001), hlm. 156
Kartini Kartono juga menjelaskan bahwa kecemasan adalah semacam kegelisahan-kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas yang difus atau baur, dan mempunyai ciri yang mengazab pada seseorang, maka kalau merasa gamang khawatir terhadap sesuatu yang jelas, seperti pada harimau atau orang gila mengamuk sehingga hal itu disebut takut. Kata cemas sering diganti dengan kata takut5 dalam arti khusus, yaitu takut akan hal yang objeknya kurang jelas. Akan tetapi, dalam arti kejiwaan atau psikis, cemas mempunyai pengertian yang berkaitan dengan penyakit dan gangguan kejiwaan atau keadaan perasaan yang campur baur terutama dalam kondisi tertekan.6 Berkaitan dengan definisi di atas, dalam buku “Oxford Dictionary of Psychology” menjelaskan bahwa anxiety is a state of uneasiness, a companied by disphoria and somatic signs and symptom of tension, focused on apphrehension of possible failure, misfortune, or danger,7 (kecemasan adalah suatu bentuk kegelisahan/kekhawatiran yang disertai dengan gejala disforia,8 gejala somatik, dan ketegangan yang berfokus pada ketakutan, atau adanya bahaya yang mengancam). Ada definisi lain tentang kecemasan yang lebih difokuskan dalam 4 hal, yaitu : 1. Perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. 2. Suatu bentuk rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat ringan. 3. Kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap. 4. Suatu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang dipelajari 5
pada
peristiwa
adanya
rangsang
bersyarat
(respon
Takut (fear : ketakutan, kekhawatiran) merupakan suatu reaksi emosional yang kuat, mencakup perasaan yang subyektif penuh ketidaksenangan, agitasi, dan keinginan untuk melarikan diri atau bersembunyi. Ketakutan ini merupakan satu reaksi terhadap satu bahaya khusus yang tengah dihadapi. Dan beberapa istilah lain seperti fear, anxiety (kegelisahan, kekhawatiran), dan phobia/fobia, dipakai sebagai sinonim. 6 Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 : Gangguan-gangguan Kejiwaan, (Jakarta : CV. Rajawali, Cet. III, 2003), hlm. 129 7 Andrew M. Colman, Oxford Dictionary of Psychology, (New York : Oxford University Press, 2003), hlm. 46 8 Disforia (dysphoria) adalah depresi yang disertai dengan kecemasan
terkondisioner), biasanya pada peristiwa kejutan atau shock,9 subjek binatang yang memperlihatkan tingkah laku yang membuktikan adanya kecemasan, termasuk antara lain : terkencing-kencing, terberak-berak, usaha kabur melarikan diri menjauhi aparat, dan lainlain.10 Berbeda dengan Spielberger yang memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai sebuah kondisi emosi yang tidak menyenangkan yang dicirikan oleh perasaan-perasaan tegang, ketakutan dan kekhawatiran yang subyektif, dan dipengaruhi oleh sistem syaraf otonom. Untuk lebih mudah memahami tentang kecemasan, ia membedakan antara state dan trait anxiety (kecemasan). Trait anxiety merupakan kecemasan yang tidak langsung nampak didalam tingkah laku, tapi dapat dilihat dari frekuensi dan intensitas keadaan kecemasan individu sepanjang waktu. State anxiety merupakan kecemasan yang ditentukan oleh tingkat tekanan dari situasi tertentu dan pengalaman-pengalaman individu tentang tekanan tersebut.11 State anxiety beragam dalam hal intensitas dan waktu, seperti : mengikuti ujian, terbang, saat kencan pertama. Keadaan ini antara individu yang satu dengan yang lain sangat berbeda reaksinya terhadap ketegangan. Sedangkan anxiety menginterpretasikan suatu keadaan sebagai ancaman yang disebut anxiety proneness (kecenderungan akan kecemasan). Sehingga, keadaan ini dilihat sebagai bentuk kecemasan kronis. Sebagai contohnya, seorang anak dengan sifat kecemasan yang kuat dan bereaksi lebih sering dan intensitasnya lebih tinggi terhadap berbagai situasi.12
9 Shock (kejutan) diartikan : 1) Suatu depresi proses-proses fisiologis yang mendadak dan sering fatal, disebabkan oleh suatu kecelakaan, peristiwa pembedahan, atau oleh suatu emosi yang kuat, 2) Kondisi yang diakibatkan oleh satu arus listrik kuat yang dialirkan lewat tubuh, 3) Suatu kondisi kegemparan depresi dalam satu syaraf atau di dalam urat syaraf tulang belakang, sebagai akibat luka-luka pada sistem syaraf. 10 J.P. Chaplin, Kamus Psikologi, terjm. Kartini Kartono, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Cet. VII, 2001), hlm. 32 11 Arief Wibisono, Hubungan Shalat dengan Kecemasan, (Jakarta : Studia, Cet. II, 1990), hlm. 22 12 Linda De Clerg, Tingkah Laku Abnormal : Dari Sudut Pandang Perkembangan, (Jakarta : PT. Grasindo, 1994), hlm. 48-49
Oleh karena itu, kecemasan (anxiety) menunjuk kepada keadaan emosi yang menentang atau tidak menyenangkan yang meliputi interpretasi yang subyektif dan rangsangan fisiologis (reaksi badan secara fisiologis, misalnya bernafas lebih cepat, menjadi merah, jantung berdebar-debar,
dan
dikonseptualisasikan
berkeringat). sebagai
reaksi
Kecemasan emosional
atau yang
ketakutan umum
dan
nampaknya tidak berhubungan dengan keadaan atau stimulus tertentu. Kecemasan juga merupakan wujud penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami berbagai tekanan-tekanan atau ketegangan (stres)13 seperti perasaan (frustasi)14 dan pertentangan batin (konflik batin).15 Secara psikologis mengenai pemahaman terhadap masalah kecemasan ini cukup beraneka ragam. Teori-teori tentang rasa cemas banyak dikembangkan, karena rasa cemas telah dianggap sebagai penyebab utama dari berbagai gangguan kejiwaan. Perasaan cemas memiliki taraf yang berbeda-beda, mulai dari yang ringan sampai yang paling berat atau dapat dikatakan pada batas kecemasan normal dan abnormal.16 Tingkat kecemasan dalam batas-batas kenormalan merupakan reaksi yang dapat dialami oleh siapapun, dan keadaan ini orang mudah mengatasi atau mereduksi ketegangan yang dialami. Namun kecemasan yang
berlebihan
(abnormal)
akan
menimbulkan
gangguan
dan
menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. Selanjutnya, pada kadar yang rendah, kecemasan membantu individu untuk bersiaga mengambil langkah-langkah mencegah bahaya atau memperkecil dampak bahaya tersebut. Kecemasan pada taraf tertentu dapat mendorong
13
Stress merupakan satu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis Frustasi (frustation) adalah satu keadaan ketegangan yang tidak menyenangkan, dipenuhi kecemasan, dan aktivitas simpotesis yang semakin meninggi disebabkan oleh perintangan dan penghambatan 15 Dwi Sunar Prasetyono, Kiat Mengatasi Cemas dan Depresi, (Yogyakarta: Tugu Publisher, Cet. 1, 2005), hlm. 11 16 Hanna Djumhana Bastaman, op.cit., hlm. 156 14
meningkatnya performa.17 Oleh sebab itu, kecemasan seperti itu disebut gangguan kecemasan (anxiety disorder).18 Bangunan cemas berbeda dengan kecemasan normal dalam hal intensitas,
durasi,
dan
dampaknya
bagi
individu.
Kekhawatiran/
kecemasan dianggap sebagai suatu hal yang patologis apabila tidak bisa lagi dihentikan atau dikontrol oleh individu tersebut. Gangguan cemas digolongkan ke dalam gangguan "neurosis"19 bersama gangguan somatoform,20 gangguan disosiatif,21 gangguan seksual, dan gangguan distimik.22 Gangguan neurosis adalah gangguan mental, yang mana gangguan utamanya muncul dalam symptom atau sekumpulan symptom yang mengganggu individu dan dianggapnya sebagai sesuatu yang asing dan tidak dapat diterima (ego dystonic).23 Menurut Kartini Kartono, kecemasan dikategorikan dalam gangguan alam perasaan. Pada kondisi tersebut, dimana kecemasan memiliki sifat yang tidak jelas dan difus, yang digolongkan dalam bentuk stemming24 atau suasana hati.25 Sedangkan menurut Freud, kecemasan atau ketakutan memiliki nilai tinggi yaitu untuk memperingatkan orang akan datangnya bahaya; sebagai isyarat bagi das ich, bahwa apabila tidak
17
Fitri Fauziyah dan Julianti Widuri, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta, UIIPress, 2005), hlm. 73-74 18 Anxiety Disorder (gangguan kecemasan) merupakan sebuah karakter/ciri kecemasandestress emosional yang disebabkan oleh perasaan yang mudah terluka, keprihatinan atau ketakutan. Lihat pada Camille Wortman, Elizabeth Loftus dan Charles Weaver, psychology (New York : Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd., cet IX, 2004), hlm. 503 19 Neurosis juga diartikan penyakit mental yang lunak, dicirikan dengan tanda-tanda wawasan yang tidak lengkap tentang sifat-sifat kesukarannya, memiliki konflik, reaksi kecemasan, dan terkadang disertai dengan fobia, gangguan pencernaan, dan tingkah laku obsesif-kompulsif 20 Gangguan Somatoform adalah kelompok gangguan yang meliputi symptom fisik (misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara medis 21 Gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan individu tentang identitas memori, atau kesadarannya. 22 Dysthymia atau dismitik adalah kemurungan (kepatahan semangat, kesedihan) dalam suasana hati atau kondisi jiwa. 23 Fitri Fausiah dan Julianti Widury, op.cit, hlm. 74-75. 24 Stemming adalah kondisi perasaan yang berkesinambungan, tercirikan dengan selalu muncul perasan-perasaan senang atau tidak senang yang difus (difus : tidak jelas, baur, menyebar kemana-mana) sifatnya. 25 Kartini Kartono, loc.cit.
dilakukan tindakan-tindakan yang tepat, maka bahaya (ketegangan) akan meningkat. Sehingga das ich tidak mampu mengontrol (terkalahkan).26 Dari berbagai pengertian tentang kecemasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah sebuah gangguan pada alam perasaan dalam wujud kegelisahan-kekhawatiran yang berlebihan, di mana tidak memiliki kejelasan terhadap obyek yang rasional dan kondisinya mengarah kepada hal-hal yang belum tentu akan terjadi. 2. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Kecemasan disebabkan karena adanya insting27 manusia untuk mencari kesempurnaan hidup dan tidak mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan. Kondisi ini yang menyebabkan orang cemas dan orang yang bersangkutan tidak berhasil menemukan makna dalam hidupnya.28 Menurut Karn Horney berpendapat tentang sebab terjadinya cemas ada tiga macam, yaitu : a. Tidak adanya kehangatan dalam keluarga dan adanya perasaan diri yang dibenci, tidak disayangi dan dimusuhi/disaingi. b. Berbagai bentuk perlakuan yang diterapkan dalam keluarga, misalnya sikap orang tua yang otoriter, keras, ketidakadilan, pengingkaran janji, kurang menghargai satu sama lain, dan suasana keluarga yang penuh dengan pertentangan dan permusuhan. c. Lingkungan yang penuh dengan pertentangan dan kontradiksi, yakni adanya faktor yang menyebabkan tekanan perasaan dan frustasi, penipuan, pengkhianatan, kedengkian, dan sebagainya.29 Kecemasan seringkali merampas kenikmatan dan kenyamanan hidupnya, serta membuat mereka selalu gelisah dan tidak bisa tidur lelap
26
Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet. XI 2002), hlm. 139 27 Insting (instinct) atau naluri ini ditujukan pada kecenderungan pembawaan atau warisan yang menjadi motivasi di balik segala pikiran dan perbuatan. 28 M. Munandar Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar, (Bandung : PT Retika Aditama, 1998), hlm. 80 29 Zakiyah Daradjat, Kebahagiaan, (Bandung : CV Ruhama, 1993), hlm. 26
sepanjang malam. Ada beberapa hal yang selalu menyebabkan situasi tersebut terjadi di antaranya : a. Lemahnya keimanan dan kepercayaan terhadap Allah Swt. b. Kurangnya tawakkal mereka terhadap Allah Swt. c. Terlalu sering memikirkan kejayaan masa depannya dan apa yang akan terjadi kelak dengan pola pikir dan cara pandang yang negatif terhadap dunia dan seisinya. d. Rendahnya permohonan mereka tentang tujuan dari penciptaan mereka. e. Selalu tergantung pada diri sendiri dan sesama manusia lain dalam urusan di dunia, sehingga lupa menggantungkan hidupnya kepada Allah Swt. f. Mudah dipengaruhi oleh hawa nafsu ketamakan, keserakahan, ambisi, keegoisan yang berlebihan. g. Meyakini bahwa keberhasilan berada di tangan manusia sendiri atau ditentukan oleh usahanya sendiri.30 Akan tetapi, sesungguhnya manusia tidak dilahirkan dengan penuh ketakutan ataupun kecemasan. Pada dasarnya ketakutan dan kecemasan hadir karena adanya luapan emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya hadir karena adanya faktor lingkungan yang menyertainya, misalnya sekolah, keluarga, dan sosial (pekerjaan dan budaya masyarakat). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyebab hadirnya kecemasan sebagai berikut : 1. Rumah yang penuh dengan pertengkaran ataupun kesalahpahaman, serta adanya ketidakpedulian di antara anggota keluarga, sehingga menimbulkan kesenjangan/ketidakharmonisan dalam keluarga. 2. Lingkungan
yang
memfokuskan
pada
persaingan
untuk
memperebutkan materi ataupun maraknya permusuhan demi kejayaan
30
Abdul Aziz Al Husain, Jangan Cemas Menghadapi Masa Depan, (Jakarta: Qisthi Press, 2004), hlm. 22
hidup dan juga ambisi yang kuat sehingga membutakan hati nurani dan akhlak yang kejam. 3. Kurangnya pendidikan atau pengetahuan spiritual.31 Berbeda dengan pendapat Lawrence tentang penyebab kecemasan. Menurutnya, kecemasan timbul dari konflik dan frustasi. Kecemasan tidak akan pernah muncul kalau seseorang telah terdorong oleh hal-hal yang menyenangkan. Sementara, kecemasan adalah sebuah bentuk ketakutan, alasan orang frustasi, karena kecemasan sering dijadikan sebagai pelarian diri. Sedangkan kecemasan yang disebabkan oleh konflik, hal itu muncul karena manusia modern tidak mampu menghadapi peradaban zaman yang masih diselimuti oleh persengketaan, sehingga menimbulkan ancaman terhadap semua populasi.32 Selain berbagai macam faktor di atas, ada faktor pencetus dari timbulnya kecemasan pada diri seseorang. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Kartini Kartono bahwa kecemasan atau gangguan kecemasan dipengaruhi oleh faktor psikis dan struktur kepribadiannya. Gangguangangguan psikis seperti neurosa kecemasan dapat didasarkan atas temperamennya. Temperamen33 adalah konstitusi psikis yang erat berpadu dengan konstitusi jasmaniah, yang kurang lebih konstan sifatnya, berupa : primaritas, sekunderitas, kepekaan terhadap warna, emosional, aktivitas, ekspansivitas, sentimentalitas, dan lain-lain. Semua unsur ini tidak dapat diubah dan dididik, tidak dapat dipengaruhi, sehingga sifatnya relatif konstan atau tetap. Selanjutnya faktor tentang struktur kepribadian, hal ini disesuaikan dengan tipe-tipe kepribadian yang dimiliki. Pada struktur kepribadian
31
Mustir bin Said Az-Zahrani, op.cit., hlm. 511 Lawrence I. O'kelly, Introduction to Psychopathology, (New York : Prentice-Hall Inc., 1949), hlm. 77 33 Temperamin merupakan sinonim dari temper (kemarahan, sifat, watak, tabiat) yang diartikan sebagai disposisi reaktif seseorang. Dengan kata lain, temperamen adalah konstitusi kejiwaan, sedangkan dalam teori Kretschmer, temperamen lebih khusus diartikan sebagai bagian daripada kejiwaan yang agaknya dengan melalui darah secara kimiawi mempunyai korelasi terhadap aspek jasmaniah. Oleh karena itu, dapat mempengaruhi kualitas kejiwaan seseorang, yakni suasana hati dan tempo psikis. Lihat pada Sumadi Suryabrata, op.cit., hlm. 20-21 32
orang yang memiliki kecemasan dapat dikategorikan dari tipe sintimentil34 yang banyak memunculkan gejala-gejala cemas, depresif,35 melankoli,36 dan psikhasteni.37 Selain tipe-tipe tersebut, ada juga tipe-tipe kepribadian lain yang mempengaruhi karakter pada diri seseorang sesuai dengan struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian juga merupakan faktor warisan psikis karena sifatnya bisa genetis dan sekaligus psikis. Genetis karena merupakan konstitusi psikis yang diwarisi dan erat kaitannya dengan konstitusi fisik/jasmaninya (memiliki faktor keturunan). Psikis sifatnya, hal ini diperoleh dari pengalaman-pengalaman individu sebagai peristiwa yang traumatis, yang memunculkan berbagai bentuk gangguan.38 3. Jenis dan Ciri-ciri Kecemasan Sigmund Freud membedakan jenis-jenis kecemasan kedalam tiga kategori, yaitu : a. Kecemasan objektif (objective anxiety), yaitu reaksi ego terhadap bahaya dari luar, keadaan ini merupakan ketakutan yang realistis b. Kecemasan neurotic (neurotic anxiety), yaitu takut akan akibat yang tidak enak, yang diduga atas hukuman karena mengekspresikan impuls id.39 Kecemasan ini muncul karena pengamatan bahawa dari naluriah.40 Kecemasan ini dibagi dalam 3 macam, yaitu : 1) kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan, 2) rasa takut
34 Sentimentil (dari dasar kata sentiment) diartikan ; 1) satu disposisi untuk berbuat dengan satu cara tertentu terhadap orang lain atau terhadap satu objek, 2) satu kompleks atau satu kombinasi naluri, yang membangun satu kecondongan dengan atau kondisi termotivasi yang tegar dan terus menetap, 3) satu pengumbaran yang sangat berlebihan dalam emosi. 35 Depresive (depresif) : kondisi neurotic sementara, diperkuat dengan hilangnya beberapa kemampuan yang parah sifatnya, dan ditandai dengan kecemasan, depresi, serta menurunnya harga diri. 36 Psychastenia (psikhasteni) : satu tipe neurosa yang dicirikan dengan tanda-tanda reaksi kecemasan, obsesi, dan ide fixed (ide-ide kaku, mati) 37 Melancholy (melankoli) : satu keadaan jiwa atau suasana hati yang dicirikan dengan kesedihan, hilangnya minat terhadap pengejaran sesuatu, dan sangat rendahnya reaktivitas terhadap perangsangan. 38 Kartini Kartono, op.cit., hlm. 31-34 39 Id (das ich) : (teori psikoanalisis) yaitu bagian jiwa atau psyche, yang menjadi tempat kedudukan dari libido. Id tidak berhubungan dengan dunia luar, tapi berkontak dengan tubuh. Id dikuasai oleh prinsip kesenangan, dan berusaha memaksa ego, yang dikuasai oleh prinsip realitas, dalam mengabulkan keinginannya tanpa melihat konsekuensinya. 40 Arif Wibisono, op.cit., hlm. 24
yang irasional, dan 3) rasa takut seperti gugup, gagap, dan sebagainya.41 c. Kecemasan moral (moral anxiety), yaitu dialami ego sebagai rasa bersalah atau malu, dianggap sebagai takut akan hukuman karena melakukan perbuatan yang melanggar kode moral.42 Jenis-jenis kecemasan lain yang sifatnya lebih berat (kronis) dapat dimunculkan dalam beberapa bentuk gangguan-gangguan jiwa, di antaranya : a. Phobia (fobia) Fobia berasal dari bahasa Yunani phobos yang berarti objek atau situasi yang ditakuti. Fobia adalah ketakutan irasional yang menimbulkan upaya menghindar (secara sadar) dari objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.43 Penyebab fobia adalah pernah mengalami ketakutan hebat, yang disertai rasa malu dan bersalah, serta ada penekanan diri yang tidak disadari. Fobia dapat digolongkan dalam 2 jenis, yaitu fobia spesifik dan sosial.44 Fobia spesifik adalah ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap objek dan situasi yang spesifik. Bentuk-bentuk fobia ini, di antaranya : 1) Tipe fobia terhadap binatang (200 fobia), seperti : tikus, anjing, kucing, dan lain-lain 2) Tipe lingkungan alam, seperti takut ketinggian, kilat, air 3) Tipe fobia terhadap darah, suntikan, atau luka 4) Tipe situasional, seperti : keramaian, berada di pesawat, lift, tempat tertutup, dan lain-lain 5) Tipe-tipe lain (misalnya ketakutan terhadap kostum-kostum tertentu pada anak-anak).
41
Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 145-146 Sumardi Suryabrata, op.cit., hlm. 139 43 Fitri Fausiah dan Julianti Widuri, op.cit., hlm. 76 44 Kartini Kartono, op.cit., hlm. 136 42
Sedangkan fobia sosial merupakan ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya berhubungan dengan orang lain. Cirinya, individu menghindari situasi yang membuatnya merasa dikritik, ditertawakan atau dipermalukan. Tipe ini sulit dibedakan dan sifatnya bisa umum atau spesifik, sesuai dengan situasi yang ditakuti.45 b. Gangguan panik (panic disorder) Ciri pada gangguan ini yaitu terjadinya serangan panik (panic attack) yang spontan dan tidak terduga. Symptom yang muncul pada gangguan panik, yakni : sulit bernafas, jantung berdebar-debar, rasa sakit di dada, pusing/pening, derealisasi,46 berkeringat dingin, gemetar, kekhawatiran yang intens, takut mati/menjadi gila, dan terkadang juga muncul depersonalisasi.47 Hal lain yang terdiagnosa akibat serangan panik pernah melakukan usaha bunuh diri. Gangguan panik ini termasuk kecemasan yang berlebihan.48 c. Gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder) Generalized anxiety disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai symptom somatic, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata padanya.49 Gejala gangguan ini yaitu : 1) Ketegangan motorik, seperti gemetar, tegang, letih, nyeri otot, mudah kaget, tidak tenang/santai, tinitus, dan lain-lain 2) Hiperaktifitas saraf autonom, seperti keringat berlebihan, jantung berdebar-debar, mulut kering, pusing, mual, kesemutan, rasa dingin, pucat, denyut nadi dan nafas cepat, dan lain-lain.
45
Fitri Fausiah dan Julianti Widuri, op.cit., hlm. 76-78 Derealisasi adalah perasaan subjektif bahwa lingkungan menjadi aneh dan tidak nyata, perasaan rumah menjadi kehitam-hitaman warnanya karena habis terbakar. 47 Depersonalisasi yaitu perasaan subyektif bahwa dirinya tidak nyata, aneh, atau tidak dikenali, misalnya tangan menjadi lebih panjang, wajah menjadi aneh bentuknya sehingga tidak dikenal. 48 Fitri Fausiah dan Julianti Widuri, op.cit., hlm. 84-86 49 Ibid., hlm. 89 46
3) Rasa khawatir berlebihan, seperti cemas, khawatir, gelisah, gangguan pola pikir (bingung), takut terhadap segala hal, dan lainlain 4) Kewaspadaan berlebihan, seperti sukar konsentrasi, curiga, sukar tidur, merasa ngeri, cepat tersinggung, kurang sabar, dan lain-lain. d. Gangguan obsesif – kompulsif Obsesi adalah suatu bentuk kecemasan yang didominasi oleh pikiran yang terpaku (persistence) dan berulang kali muncul (recurrent). Sedangkan kompulsi adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sebagai konsekuensi dari pikiran yang bercorak obsesif.50 Jadi gangguan obsesif – kompulsif adalah gangguan cemas, di mana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang mantap dan tidak terkontrol, adanya paksaan untuk melakukan tindakantindakan tertentu berulang-ulang, sehingga berakibat stres dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.51 Secara klinis kriteria diagnostik gangguan ini, yaitu : 1) Obsesi Gagasan atau ide, pikiran, bayangan atau impuls, yang terpaku dan berulang-ulang, serta bersifat ego – distonik, yaitu tidak dihayati berdasarkan kemauan sendiri, tetapi sebagai pikiran yang mendesak kedalam kesadaran dan tidak ada usaha untuk menghiraukannya.52 2) Kompulsif, seperti : -
Mengikuti kebersihan dan keteraturan secara terus menerus hingga berjam-jam waktunya
50
-
Mengindari objek tertentu
-
Memeriksa berulang-ulang perilaku yang ditampilkan
Dadang Hawari, op.cit., hlm. 67-76 Fitri Fausiah dan Julianti Widuri, op.cit., hlm. 92-93 52 Dadang Hawari, op.cit., hlm. 92-93 51
-
Menampilkan kegiatan-kegiatan praktis, misalnya menghitung berulang-ulang, mencuci tangan berulang-ulang yang tidak dapat dikendalikan, atau makan secara pelan-pelan sekali dengan penuh kehati-hatian.53
Cemas yang mengganggu dan membahayakan hidup terdapat beberapa tanda dan gejala yang harus diketahui sejak dini oleh individu yang mengalaminya. Gejala dan tanda-tanda kecemasan tersebut, difungsikan sebagai bentuk pemahaman mengenai ciri-ciri kecemasan. Secara umum reaksi kecemasan kebanyakan berbentuk psikoneurosis, di mana terjadi di antara individu-individu yang memiliki kecerdasan ratarata. Menurut Ross, serangkaian symptom (gejala) muncul dari kesalahan dalam penyesuaian diri terhadap stress dan tekanan-tekanan hidup. Gejala-gejala tersebut seiring dengan reaksi emosi yang positif. Kecemasan menyeluruh (diffuse anxiety) merupakan symptom utama, reaksinya berupa ketakutan, firasat buruk, takut mati, rasa tidak aman (nyaman), dan kebahagiaan yang berlebihan. Sebagian besar individu yang terjangkit
mengalami
kelelahan,
gangguan
sistem
pencernaan
(metabolisme), dan hilangnya semangat (depresi). Dan sekitar 25 sampai 50% orang bisa mengalami penyakit jantung, ketidakstabilan emosi, rasa rendah diri, sedih dan kepala pusing. Selain itu, bisa juga mengalami kebimbangan (ragu-ragu), ketidaktoleranan, cenderung ingin bunuh diri, panik, gangguan pola pikir, ketakutan dan gamang. Sebagian besar orang mengalami kecemasan yang sifatnya kronis, biasanya akan kehilangan daya minat dan sulit berkonsentrasi atau berfikir. Setiap individu memiliki pengalaman yang berbeda-beda tentang kecemasan yang dialaminya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi atau situasi yang menyebabkan stress dalam kehidupannya.54 Sesuai dengan simptom-simptom yang terjadi di atas, dapat diperoleh gambaran tentang ciri-ciri kecemasan yang didasarkan dari 53
Fitri Fausiah, loc.cit. James D. Page, Abnormal Psychology, (New York : Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd., 1978), hlm. 122 54
gejala klinis kecemasan, yaitu melalui keluhan-keluhan yang sering dialami oleh individu yang terkena gangguan kecemasan di antaranya : a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut c. Takut sendirian, takut keramaian, dan banyak orang d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, tinnitus, berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, gangguan perkemahan, sakit kepala, dan lain-lain.55 4. Tipe Kepribadian Pencemas Seseorang akan menderita gangguan cemas manakala yang bersangkutan
tidak
mampu
mengatasi
stressor
psikososial
yang
dihadapinya. Tetapi pada orang-orang tertentu meskipun tidak ada stressor tersebut, ada juga yang menunjukkan gejala kecemasan, yang ditandai dengan corak atau tipe kepribadian pencemas, antara lain : a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu, dan bimbang b. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir) c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam panggung) d. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain e. Tidak mudah mengalah f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang, gelisah g. Sering mengeluh sesuatu (keluhan somatic), khawatir berlebihan terhadap suatu penyakit h. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah (dramatisir) i. Adanya keraguan dan bimbang dalam mengambil sikap dan keputusan j. Mengulang kata-kata yang telah diucapkan (gugup) k. Adanya perasaan histeris, dan tidak mudah mengendalikan emosi. 55
Dadang Hawari, op.cit., hlm. 66-67
Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya mengeluh hal-hal yang sifatnya somatic, tetapi sifatnya sering juga disertai dengan keluhan-keluhan somatic (fisik) dan juga adanya tumpang tindih dengan ciri-ciri kepribadian yang depresif, atau batasannya tidak begitu jelas.56 5. Kecemasan yang Ditinjau dari Segi Usia Kecemasan dilihat dari sudut pandang perkembangan, berarti memaparkan dalam segi usia, yakni berawal dari anak-anak, remaja, dan dewasa. a. Kecemasan pada usia anak-anak Kecemasan yang terjadi pada anak-anak cenderung pada permasalahan yang berhubungan dengan hambatan-hambatan yang dialami, seperti berteman, penyesuaian sosial, tingkah laku, dan dunia akademis. Kecemasan yang terjadi pada anak-anak bersifat normal dan abnormal. Kecemasan abnormal pada anak-anak akan beresiko terhadap sifat tersisih secara sosial, isolatif, penarikan diri, pemalu, dan kesepian. Permasalahan yang menimbulkan kecemasan pada anakanak bervariasi dan berubah sesuai dengan usianya. Misalnya, anak usia 5-8 tahun cenderung cemas terhadap bencana yang menimpa orang yang dekat dengannya; usia 9-12 tahun mengalami kesulitan dan kesusahan dalam belajar, sedih saat berpisah, dan menarik diri; dan usia 13-16 tahun cenderung mengeluh secara somatic khususnya pada saat sekolah. Kecemasan yang sering terjadi atau dialami anak-anak yaitu takut apabila berpisah dengan orang yang dekat dengannya seperti ayah, ibu, dan keluarga dekatnya. Anak yang memiliki pribadi pencemas sangat berpengaruh pada perkembangan selanjutnya saat di usia remaja dan dewasa.57 b. Kecemasan pada usia remaja
56 57
Dadang Hawari, op.cit., hlm. 65-66 Linda De Clerg, op.cit., hlm. 55-60
Hurlock mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Transisi ini akan menimbulkan berbagai macam perubahan, baik pada aspek fisik, seksual, emosional, religius, moral, sosial, maupun intelektual. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika saat ini banyak terjadi goncangangoncangan, sehingga sering disebut sebagai masa yang penuh badai dan topan (storm and stress). Persoalan-persoalan yang harus dihadapi oleh remaja, Cole menyebutkan bahwa problem-problem yang dihadapi remaja yaitu : problem penyesuaian diri, kesehatan dan pertumbuhan, rasa cemas, malu, tertekan, rendah diri, problem status sosial, problem seks, agama dan moralitas, problem mengenai sekolah dan memilih pekerjaan. Menurut Zakiah Daradjat, problem-problem yang dihadapi oleh remaja di Indonesia adalah : problem memilih pekerjaan dan kesempatan belajar, problem sekolah, problem kesehatan, problem seks, problem keuangan, problem persiapan untuk berkeluarga, problem pribadi, problem perkembangan pribadi dan sosial, problem agama dan akhlak, dan problem kehidupan masyarakat. Problem-problem yang dihadapi remaja di atas dapat menimbulkan kecemasan. Jersild menyatakan bahwa kecemasan pada remaja bisa disebabkan oleh adanya konflik-konflik didalam dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Misalnya : adanya ketakutan untuk berbicara, ketegangan saat menghadapi ujian, adanya perasaan bersalah, gagalnya meraih prestasi, kesulitan memilih pekerjaan, dan sebagainya. Menurut Harlock hal-hal yang dicemaskan oleh remaja dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika masyarakat di sekitarnya sangat menekankan popularitas atau prestasi akademis, maka akan timbul
kecemasan pada diri remaja, apabila tidak mampu memenuhi harapan tersebut.58 c. Kecemasan pada orang dewasa Kecemasan pada orang dewasa ditandai dengan ketakutan (fobia) yang sederhana. Orang dewasa yang mengalami kecemasan dapat disebabkan oleh pengalaman yang muncul saat masih anak-anak. Namun yang membedakan kecemasan pada orang dewasa dengan anak-anak adalah pada orang dewasa kecemasannya bersifat menyeluruh. Kecemasan tersebut ditandai dengan ketakutan yang berlebihan
dan
tidak
realistis.
Selain
itu,
kecemasan
dapat
memunculkan perubahan sikap yang cenderung mengisolasi diri dan melakukan pertahanan diri secara berlebihan. Kecemasan pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh faktor stres akibat lingkungan, misalnya : kematian orang tua, terlalu khawatir terhadap orang tua, stres yang muncul dari masalah-masalah pribadi, dan lain-lain.59
B. Pemahaman Umum tentang Al-Quran 1. Pengertian Al-Quran Secara etimologi, lafadz al-Quran berasal dari bahasa Arab, yaitu akar kata dari qara'a, yang berarti membaca. Al-Quran adalah isim masdar yang diartikan sebagai isim maf'ul, yaitu maqru' berarti yang dibaca. Pendapat lain menyatakan bahwa lafadz al-Quran yang berasal dari akar kata qara'a tersebut, juga memiliki arti al-jamu' yaitu mengumpulkan dan menghimpun. Jadi lafadz qur'an dan qira'ah berarti menghimpun dan mengumpulkan sebagai huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya. Sementara itu Schwally dan Weelhousen dalam
58
Subandi, Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Kecemasan pada Remaja, dalam Laporan Penelitian Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta tahun 1988, hlm. 12-14 59 Linda De Clerg, op.cit., hlm. 75
kitab Dairah al-Ma'arif menulis bahwa lafadz al-Quran berasal dari bahasa Hebrew, yakni dari kata Keryani, yang berarti yang dibacakan.60 Terdapat perbedaan pandangan di kalangan para ulama berkaitan dengan asal mula lafadz (word) al-Quran. Pendapat pertama bahwa penulisan lafadz al-Quran dibubuhi dengan huruf Hamzah (mahmuz). Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa lafadz tersebut tidak dibubuhi dengan huruf Hamzah (ghairu mahmuz). Mengenai pendapat yang terakhir ini akan diuraikan beberapa argumen dari para ulama, di antaranya : a. Menurut As-Syafi'i, lafadz al-Quran bukanlah musytaq (tidak terambil dari akar kata apapun) dan bukan pula mahmuz (tidak dibubuhi dengan huruf Hamzah di tengahnya). Dengan kata lain, lafadz al-Quran itu adalah ismu jamid ghairu mahmuz, yaitu suatu isism yang berkaitan dengan nama yang khusus diberikan al-Quran, sama halnya dengan nama Taurat dan Injil. Jadi, menurut As-Syafi'i, lafadz tersebut bukan berasal dari akar kata qara'a, yang berarti membaca sebagaimana disebutkan di atas. Sebab –menurutnya- kalau al-Quran diambil dari akar kata qara'a, maka semua yang dibaca tentu dapat dinamakan alQuran. b. Menurut Al-Asy'ari dan pengikutnya, lafadz al-Quran tidak berhamzah dan merupakan pecahan (musytaq) dari akar kata qara'a, yang berarti menggabungkan. Dalam hal ini, ia mencontohkan kalimat qarana asysyai'u bi asy-syai'i, yaitu menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Dengan demikian kitab itu dinamakan al-Quran, karena surah-surah dan ayat-ayat al-Quran tersebut dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf. c. Menurut Al-Farra', lafadz al-Quran tidak berhamzah dan merupakan pecahan (musytaq) dari kata qara'in (jamak dari kata qarinah), yang berarti kaitan, indikator, petunjuk. Hal ini disebabkan sebagaian ayat-
60
33-34
M. Noor Ichwan, Memasuki Dunia Al-Quran, (Semarang : Lubuk Karya, 2001), hlm.
ayat al-Quran serupa dengan ayat lain. Maka seolah-olah sebagian ayat-ayatnya merupakan indikator (petunjuk) dari apa yang dimaksud oleh ayat-ayat yang lainnya.61 Sedangkan pendapat lain yang menyatakan bahwa lafadz al-Quran dengan tambahan huruf Hamzah (mahmuz), di antaranya : a. Menurut Az-Zajjaj, bahwa lafadz al-Quran ditulis dengan huruf Hamzah (mahmuz) di tengahnya dan mengikuti wazan fu'lan. Menurutnya, lafadz tersebut diambil dari akar kata al-qaru', yang berarti al-jam'u yaitu penghimpunan. Disebut al-Quran, karena di dalamnya memuat kumpulan intisari dari kitab-kitab terdahulu. Sementara Ibn Katsir berpendapat bahwa disebut al-Quran karena di dalamnya memuat kisah-kisah, amar ma'ruf nahi munkar, perjanjian, ancaman, ayat-ayat dan surah-surah. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa lafadz al-Quran adalah bentuk masdar seperti kata ghufran dan kufran. b. Menurut Al-Lihyani, bahwa lafadz al-Quran ditulis dengan huruf Hamzah (mahmuz) di tengahnya dan mengikuti wazan ghufran. Lafadz al-Quran merupakan pecahan (musytaq) dari akar kata qara'a, yang berarti tala (membaca). Menurutnya, lafadz al-Quran adalah isim masdar dengan arti isim maf'ul, yaitu al-maqru' berarti yang dibaca.62 Menurut Dr. Subhi Sholeh, menyimpulkan pendapatan dari beberapa argumen mengenai asal mula lafadz al-Quran bahwa lafadz al-Quran yakni berasal dari masdar dan muradlif dengan lafadz qira'ah. Demikian juga pendapat tersebut sesuai dengan kaidah pemecahan kata (isytiqaq) dalam bahasa Arab.63 Hal ini sebagaimana disesuaikan dengan surah Al'-Qiyamah/75 : 17-18:
(18-17 : 75\ )ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ.ﻧﻪﺮَﺁ ﻊ ﻗﹸ ﺗِﺒﻩ ﻓﹶﺎ ﺎﺮﹾﺃﻧ ﹶﻓِﺈﺫﹶﺍ ﹶﻗ.ﻧﻪﺮ َﺁ ﻭﻗﹸ ﻌﻪ ﻤ ﺟ ﺎﻴﻨﻋﹶﻠ ِﺇﻥﱠ 61
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur'an, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1993), hlm. 2 Jalaludin As-Suyuti, Lubabun Nuquli fii Asbabin Nuzuul, terj. A. Mustofa, (Semarang : CV. Asy Syifa', 1993), hlm. 1-2 63 M. Noor Ichwan, op.cit., hlm. 37 62
Artinya
:
"Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (ayat-ayat al-Quran itu di dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu". (Q.S. Al-Qiyamah [75] : 17-18)
Menurut beberapa orientalis seperti G. Bergstaesser berpendapat, bahwa bahasa Armia, Abessynia dan Persia memiliki pengaruhnya terhadap perbendaharaan bahasa Arab, karena bahasa tersebut adalah bahasa yang berasal dari bangsa yang berdekatan dengan bangsa Arab dan mereka juga sebagai bangsa yang maju kebudayaannya beberapa abad sebelum lahirnya Islam. Demikian pula dalam pandangan Krenkow dan Blachere, bahwa bangsa Arab telah memakai beberapa kata yang berasal dari bahasa Armi, Suryani dan Hebrow. Di antara kata-kata asing tersebut adalah kitabun, furqanun, qayyumun, dan juga lafadz qara'a berasal dari bahasa Armia yang mempunyai arti membaca. Sedang lafadz qara'a semula dipakai oleh bangsa Arab untuk arti binatang yang mandul. Pengertian al-Quran secara terminologi banyak dikemukakan oleh para ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik disiplin ilmu bahasa, ilmu kalam, ushul fiqh, dan sebagainya dengan redaksi yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan al-Quran mempunyai kekhususan-kekhususan, sehingga penekanan dari masing-masing ulama ketika mendefinisikan alQuran berdasarkan kapasitas keilmuan yang dimiliki, dengan tujuan mencari keunikan al-Quran tersebut. Menurut Subkhi Shaleh dalam bukunya Mabahits fi 'Ulum AlQuran mengartikan al-Quran yang disepakati oleh kalangan ahli bahasa ahli kalam, ahli fiqh, ushul fiqh, sebagai berikut :
ﱯ ﺻﻠﹼﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳـﻠﹼﻢ ﺍﳌﻜﺘـﻮﺏ ﰲ ﻨﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻫﻮ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺍﳌﻌﺠﺰ ﺍﳌﱰﹼﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟ .ﺪ ﺑﺘﻼﻭﺗﻪﻮﺍﺗﺮ ﺍﳌﺘﻌﺒﺍﳌﺼﺎﺣﻒ ﺍﳌﻨﻘﻮﻝ ﻋﻨﻪ ﺑﺎﻟﺘ
Artinya : "Al-Quran adalah firman Allah yang berfungsi sebagai mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang diriwayatkan secara mutawatir, dan membacanya merupakan ibadah".64 Selanjutnya Muhammad Ali Al-Shabuny mendefinisikan al-Quran sebagai firman Allah berupa mukjizat yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir dengan perantaraan Malaikat Jibril Al-Amin yang ditulis dan dinukil kepada kita dengan mutawatir dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas bagi yang membacanya merupakan ibadah.65 Berbagai tinjauan tentang pengertian al-Quran, baik secara etimologis dan terminologis lebih menekankan adanya al-Quran sebagai kalam Allah yang berstatus wahyu, di mana diturunkan kepada Nabi Muhammad, dan bagi yang membacanya adalah ibadah. Hal ini dijelaskan oleh Al-Qothan sebagaimana yang dinukil oleh M. Noor Ichwan menyatakan bahwa membaca al-Quran yang bernilai ibadah memiliki dua kategori : pertama, harus dibaca pada waktu shalat. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menguatkan pendapat tersebut bahwa tidak (syah) shalat seseorang yang tidak membaca al-Quran surat Al-Fatihah; dan yang kedua, tentang pahala membaca al-Quran tidak sama dengan membaca selain al-Quran. Imam Al-Tirmidzi dan Ibn Mas'ud menyatakan sebuah hadits, Rasulullah bersabda : "Barangsiapa membaca satu huruf dari al-Quran (kitab Allah), ia mendapat kebaikan berlipat sepuluh. Aku tidak berkata bahwa alif lam mim sama dengan satu huruf; tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf". (HR. Tirmidzi) sekiranya dari definisi al-Quran, jika dilihat dari segi redaksinya, maka tidak akan mampu diperoleh sebuah pengertian al-Quran secara komprehensif. Apabila al-Quran dipahami hanya sebagai pengertian kalam Allah (mukjizat). Hal ini dapat dipandang dari sudut keistimewaan al64 65
Masjfuk Zuhdi, op.cit., hlm. 1-3 Jalaludin As-Suyuti, op.cit., hlm. 3
Quran saja. Namun, apabila al-Quran hendak dirumuskan lebih luas, maka dapat dilihat dari sifat-sifatnya yaitu apa yang dinyatakan oleh AlQothan.66 Jadi, dapat diperoleh suatu pemahaman tentang apa yang disebut al-Quran, bahwa al-Quran adalah kalam Allah Swt yang merupakan mukjizat, yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad Saw yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir, serta membacanya adalah ibadah. 2. Sejarah dan Tujuan Diturunkannya Al-Quran a. Sejarah turunnya Al-Quran Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dari sebuah surat. Menruut sebagian para ulama ahli tarikh, permulaan wahyu al-Quran diturunkan ialah pada hari tanggal ke-17 bulan Ramadhan tahun 4 Fiel, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus tahun 610 M. Nabi Muhammad saat menerima wahyu dari Allah sedang berusia 40 tahun, 6 bulan dan 8 hari (tahun Qamariyah/Bulan) atau 39 tahun, 3 bulan dan 8 hari (tahun Syamsiyah/Matahari) Allah
telah
menurunkan
kitab
al-Quran
kepada
Nabi
Muhammad Saw melalui perantaraan Malaikat Jibril (Ruh Al-Amin) dengan bertahap dari seayat, dua ayat dan tempo-tempo sampai sepuluh ayat. Kadang-kadang ayat al-Quran diturunkan hanya tiga perkataan, dan terkadang turun hanya setengah ayat. Demikian seterusnya, menurut kepentingan sebagaimana yang Allah kehendaki. Selanjutnya dengan Nabi Muhammad Saw sendiri dalam menerima ayat-ayat itu setahap demi setahap untuk dihafalkan, misalnya Malaikat Jibril menyampaikannya kepada Nabi sampai 25 ayat, maka beliau menerima dan menghafalnya lima ayat demi lima ayat.
66
M. Noor Ichwan, op.cit., hlm. 41
Diturunkannya al-Quran berangsur-angsur bukan merupakan sesuatu hal yang tidak ada gunanya, tetapi persoalan tersebut memiliki kebijaksanaan dari Allah.67 Sebagaimana Allah telah berfirman :
ﺖ ﺑِـ ِﻪ ﺒﹶﺜﻚ ِﻟﻨ ﺪ ﹰﺓ ﹶﻛ ﹶﺬِﻟ ﺍ ِﺣﻤﹶﻠ ﹰﺔ ﻭ ﺮ َﺁﻥﹸ ﺟ ﻴ ِﻪ ﺍﹾﻟﻘﹸﻋﹶﻠ ﺰ ﹶﻝ ﻮﻟﹶﺎ ﻧ ﻭﺍ ﹶﻟﻦ ﹶﻛ ﹶﻔﺮ ﻭﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺍﱠﻟﺬِﻳ (32 : )ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥ.ﺮﺗِﻴﻠﹰﺎ ﺗ ﻩ ﺎﺗ ﹾﻠﻨﺭ ﻭ ﻙ ﺩ ﺍﹸﻓﺆ Artinya : "Berkata orang-orang kafir : mengapa al-Quran, tidak diturunkan sekaligus saja? Begitulah keadaannya, supaya kami tetapkan hatimu (hai Muhammad Saw) dengan al-Quran itu, dan kami bacakan kepadamu dengan lurus dan perlahan-lahan". (Q.S. Al-Furqan [19] : 32)68 Dan Allah juga menegaskan dalam firman-Nya yang lain dinyatakan :
(106 : )ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ.ﻨﺰِﻳﻠﹰﺎﺗ ﻩ ﺎﺰﹾﻟﻨ ﻧﻭ ﺚ ٍ ﹾﻜﻋﻠﹶﻰ ﻣ ﺱ ِ ﺎﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﺮﹶﺃﻩ ﺘ ﹾﻘﻩ ِﻟ ﺎﺮ ﹾﻗﻨ ﺎ ﹶﻓﺮ َﺁﻧ ﻭﹸﻗ Artinya : "Dan al-Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian". (Q.S. AlIsra' [15] : 106)69 Dari kedua surat di atas menegaskan al-Quran diturunkan berangsur-angsur adalah mengandung hikmah atau kepentingan tersendiri. Di antara hikmah yang diperoleh, yaitu : 1) Untuk meneguhkan hati Nabi dalam melakukan tugas sucinya yang banyak menghadapi tantangan dan hambatan 2) Mempermudah hafalan dan pemahamannya 3) Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pertahapan dalam penepatan hukum
67 Moenawar Kholil, Al-Quran dari Masa ke Masa, (Solo : CV. Ramadhani, Cet. VI, 1985), hlm. 2-3 68 Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya : Mahkota, 1989), hlm. 564 69 Ibid., hlm. 440
4) Sebagai bukti yang pasti bahwa al-Quranul Karim diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji 5) Sebagai tantangan dan mukjizat.70 Para ulama membagi sejarah turunnya al-Quran dalam dua periode, yakni periode sebelum hijrah dan sesudah hijrah. Ayat-ayat yang turun pada periode pertama disebut ayat-ayat Makkiyah, dan periode kedua (sesudah hijrah) disebut ayat-ayat Madaniyyah. Tetapi untuk penjelasan tentang sejarah turunnya al-Quran ini akan terbagi dalam tiga periode. Periode Pertama Pada awal turunnya wahyu pertama Nabi Muhammad Saw belum menjadi Rasul, tetapi beliau merupakan seorang Nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa yang diterima. Pada fase turunnya wahyu yang kedua beliau ditugaskan untuk menyampaikan wahyu yang diterima. Kandungan wahyu berkisar dalam tiga hal. Pertama,
pendidikan
bagi
Rasulullah
Saw
dalam
bentuk
kepribadiannya. Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sifat dan af'al Allah. Dan yang ketiga, keterangan mengenai pandangan hidup masyarakat Jahiliyah ketika itu. Selanjutnya dalam wahyu yang ketiga terdapat bimbingan untuk Rasulullah Saw : Wahai orang yang berselimut, bangkitlah, shalatlah di malam hari kecuali sedikit darinya, yaitu separuh malam, kurang sedikit dari itu atau lebih, dan bacalah al-Quran dengan tartil (Q.S. 73 : 1-4). Perintah ini disebabkan karena sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu wahyu yang sangat berat (Q.S. 73 : 5). Periode ini
berlangsung
sekitar
4-5
tahun
dan
telah
menimbulkan beberapa reaksi di kalangan orang Arab saat itu. Reaksireaksi tersebut yaitu :
70
Manna' Khalil Al-Khattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran, terj. Mudzakir Az, (Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Cet. VI, 2001), hlm. 157-174
1) Golongan kecil mereka menerima dengan baik ajaran-ajaran alQuran 2) Sebagian besar menolak ajaran al-Quran, karena kebodohan dan keteguhan mereka mempertahankan adat istiadat, serta tradisi nenek moyang 3) Dakwah al-Quran mulai menyebar melampui perbatasan Makkah menuju daerah sekitarnya. Periode Kedua Periode kedua dari sejarah turunnya al-Quran berlangsung selama 8-9 tahun, di mana terjadi pertarungan antara gerakan Islam dan Jahiliah. Munculnya persengketaan ini dimulai dari adanya fitnah, intimidasi dan penganiayaan yang mengakibatkan para penganut ajaran al-Quran terpaksa berhijrah ke Habsyah, hingga akhirnya –termasuk Rasulullah Saw- berhijrah ke Madinah.71 Pada masa tersebut, ayat-ayat al-Quran di satu pihak silih berganti menerangkan kewajiban prinsipil penganutnya sesuai dengan kondisi dakwah ketika itu. Hal itu dijelaskan dalam Q.S. 16 : 125 bahwa dalam berdakwah yang baik harus mencakup tiga metode yaitu hikmah, mau'idzhah dan jidal.72 Di lain pihak, ayat-ayat ancaman dan kecaman pedas mengalir pada kaum musyrik yang berpaling dari kebenaran, seperti : "Bila mereka berpaling maka katakanlah wahai Muhammad : Aku pertakuti kamu sekalian dengan siksaan, seperti siksaan yang menimpa kaum Ad dan Tsamud" (Q.S. 41 : 13). Selain itu, turun juga ayat-ayat yang mengandung argumentasi mengenai keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat yang didasarkan tanda-tanda yang dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Periode Ketiga
71
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung : Mizan, Cet. XVII, 1998), hlm.
34-36 72
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 387
Pada masa periode ketiga ini, dakwah al-Quran telah dapat mewujudkan suatu prestasi besar karena penganut-penganutnya telah hidup bebas melaksanakan ajaran agama di Yatsrib (Al-Madinah AlMunawwarah). Periode ini berlangsung 10 tahun, berbagai macam persoalan muncul, seperti : prinsip kebahagiaan yang diterapkan, sikap orang-orang
munafik,
ahl-kitab,
orang-orang
kafir.
Semuanya
diterangkan dalam al-Quran dengan cara yang berbeda-beda. Semua ayat yang diturunkan memberikan bimbingan kepada kaum muslimin menuju jalan yang diridhoi Allah, mendorong mereka untuk berjihad, dan mendidik akhlak sesuai dengan situasi dan kondisi. Ayat yang diturunkan tidak hanya ditujukan untuk orang mukmin, tetapi juga bagi mereka yang jauh dari jalan Allah SWT seperti orang munafik, ahl-kitab, dan orang musyrik. Ayat-ayat tersebut ingin mengajak mereka kembali ke jalan Allah SWT (benar). Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT yang ditujukan untuk ahl-kitab : "Katakanlah (Muhammad) : wahai ahli kitab (golongan Yahudi dan Nasrani), marilah kita menuju ke satu kata sepakat di antara kita yaitu kita tidak menyembah kecuali Allah; mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, tidak pula mengangkat sebagai dari kita Tuhan yang bukan Allah. "Maka bila mereka berpaling katakanlah : "saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim" (Q.S. 3 : 64).73 Sedangkan cara-cara turunnya al-Quran yang didasarkan atas dalil ayat al-Quran dan riwayat hadits, para ulama tafsir menjelaskan ada 3 tahapan yaitu : 1) Al-Quran di Lauh Mahfudz Saat al-Quran di Lauh Mahfudz, tidak dapat diketahui bagaimana keadaannya, kecuali Allah SWT yang tahu sebab alQuran berada di alam ghaib. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Buruj : 20-22
73
M. Quraish Shihab, "Membumikan Al-Quran", op.cit., hlm. 37-39
.ﻅ ٍ ﺤﻔﹸـﻮ ﻣ ﺡ ٍ ﻮ ﻓِﻲ ﻟﹶـ.ﺪ ﻣﺠِﻴ ﺮ َﺁ ﹲﻥ ﻮ ﹸﻗ ﺑ ﹾﻞ ﻫ .ﻂ ﻣﺤِﻴ ﹲ ﻢ ﺍِﺋ ِﻬﻭﺭ ﻦ ِﻣﺍﻟﻠﱠﻪﻭ (22-20: )ﺍﻟﱪﻭﺝ Artinya : "Padahal Allah SWT mengepung mereka dari belakang mereka (seseorang tidak akan lepas dari kekuasaan-Nya). Bahkan yang didustakan mereka itu ialah al-Quran yang mulia, yang tersimpan di Lauf Mahfudz". Ayat di atas secara umum menunjukkan adanya Lauh Mahfudz yang merekam segala qadha dan takdir Allah SWT, segala sesuatu yang sudah atau telah terjadi dan yang akan terjadi di alam semesta ini. Hakekat Lauf Mahfudz tidak ada yang tahu kecuali oleh seorang Nabi yang diperlihatkan Allah SWT kepadanya. 2) Al-Quran dari Lauh Mahfudz diturunkan ke langit bumi Diturunkan al-Quran ke langit bumi di malam yang penuh berkah disebut malam lailatul qadar (al-Qadar) dalam bulan suci Ramadhan. Sebagaimana Allah SWT berfirman :
(1 : )ﺍﻟﻘﺪﺭ.ﺪ ِﺭ ﻴﹶﻠ ِﺔ ﺍﹾﻟ ﹶﻘﻩ ﻓِﻲ ﹶﻟ ﺎﺰﹾﻟﻨ ﻧﺎ ﹶﺃِﺇﻧ Artinya : "Sesungguhnya telah kami turunkan pada malam Al-Qadar (lailatul qadar)". (Q.S. Al-Qadar : 1) 3) Al-Quran diturunkan dari Bait Al-'Izzah kepada Nabi Muhammad Saw secara berangsung-angsur Tahap ketiga diturunkannya al-Quran adalah dari langit bumi (Bait Al-'Izzah) sebagai tahap akhir kepada Nabi Saw dengan perantara Malaikat Jibril selama kurang lebih 23 tahun.74 Firman Allah SWT dalam Q.S. Asy-Syu'ara : 192-194 :
74
Jalaludin Al-Suyuti, op.cit., hlm. 41-45
ﻦ ﺘﻜﹸﻮ ﹶﻥ ِﻣﻚ ِﻟ ﻋﻠﹶﻰ ﹶﻗ ﹾﻠِﺒ .ﺡ ﺍﹾﻟﹶﺄ ِﻣﲔ ﻭﺰ ﹶﻝ ِﺑ ِﻪ ﺍﻟﺮ ﻧ .ﲔ ﺎﹶﻟ ِﻤﺏ ﺍﹾﻟﻌ ﺭ ﻨﺰِﻳ ﹸﻞﺘ ﹶﻟﻧﻪﻭِﺇ (194-192 : )ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ.ﻦ ﻨ ِﺬﺭِﻳﻤ ﺍﹾﻟ Artinya : "Sesungguhnya al-Quran oleh Tuhan Semesta Alam, diturunkan oleh Ruh Al-Amin (Malaikat Jibril) ke dalam hati engkau ya Muhammad Saw, supaya kamu memberi peringatan". (Q.S. Asy-Syu'ara : 192-194) Selanjutnya sebab diturunkannya al-Quran, yaitu untuk meninggikan derajat kemanusiaan bangsa manusia yang nilai-nilai perikemanusiaannya lemah, dan menghapuskan kepercayaam manusia yang telah sesat, serta bentuk perbuatan mereka yang jahat. Jadi hakekatnya, ayat-ayat diturunkan yaitu untuk segenap bangsa manusia, baik yang hidup pada masa itu, maupun yang hidup di kemudiannya dan seterusnya.75 b. Tujuan turunnya al-Quran Dalam sejarah turunnya al-Quran menyatakan secara esensial bahwa al-Quran adalah kitab petunjuk. Ini sesuai dengan penegasan alQuran : Petunjuk bagi manusia, keterangan mengenai petunjuk serta pemisah antara yang hak dan yang bathil". (Q.S. 2 : 185). Al-Quran sebagai petunjuk memiliki garis-garis besar yaitu : 1) Memperbaiki kepercayaan dan meluruskan I'tiqad (akidah/ keyakinan) 2) Melapangkan akhlak, mensucikan dan membersihkan budi pekerti 3) Menetapkan segala rupa hukum yang dihayati pergaulan hidup masyarakat Bani Insan dalam dunia.76 Pada dasarnya Allah SWT menurunkan kalam-Nya tidak untuk mencelakakan hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT :
75
Moenawar Khalil, op.cit., hlm. 8-9 T.M. Hasbi Asy Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, Cet. XII, 1990), hlm. 134-135 76
"Tidaklah Kami (Allah) menurunkan al-Quran kepada engkau (Muhammad) supaya engkau menjadi celaka. Melainkan untuk menjadi peringatan bagi orang yang takut. Diturunkan dari ayat yang menjadikan bumi dan langit yang tinggi". (Q.S. Thaahaa [20] : 1-4)77 Ayat di atas menjelaskan bahwa tidak akan menjadikan celaka atas diturunkannya al-Quran. Namun, hal ini ditegaskan sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada Allah SWT. Baginya akan mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat apabila ia dijadikannya sebagai pedoman hidup. Dengan demikian, dapat diambil suatu kesimpulan mengenai tujuan pokok diturunkannya al-Quran. Ada tiga tujuan pokok antara lain : 1) Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan, serta kepastian akan adanya hari pembalasan. 2) Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif 3) Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti manusia dalam hubungan antara Tuhan dan sesamanya demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.78
3. Isi Kandungan dan Fungsi Al-Quran Isi ajaran al-Quran pada hakekatnya mengandung lima prinsip, sebab tujuan pokok diturunkannya al-Quran kepada Nabi Muhammad pada prinsipnya menyampaikan lima hal sebagai berikut : a. Tauhid (doktrin tentang kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa) Al-Quran diturunkan untuk meluruskan ajaran yang telah menyimpang dari Tuhan, dan sekaligus membimbing umat manusia ke
77 78
Moenawar Khalil, op.cit., hlm. 91 M. Quraish Shihab, op.cit., hlm. 40
jalan lurus yang diridhai Tuhan. Oleh karena itu Nabi Muhammad yang mendapatkan mukjizat berupa al-Quran tersebut sebagai penyempurna
dari
ajaran-ajaran
yang
dibawakan
oleh
Nabi
sebelumnya untuk mengakui akan keesaan Allah SWT. b. Janji dan ancaman Sebagaimana dalam al-Quran surat Al-Taubah : 67-68 menjelaskan bahwa Allah SWT menjanjikan pada setiap orang yang beriman dan mengikuti semua petunjuk-Nya akan mendapatkan kebahagiaan hidupnya di dunia maupun di akhirat, dan akan dijadikan khalifah di muka bumi. Sebaliknya Allah SWT memberikan ancaman kepada siapa saja yang ingkar kepada-Nya dan memusuhi Rasul-Nya, serta melanggar perintah dan larangan-Nya, akan mendapatkan kesengsaraan di dunia dan akhirat. c. Ibadah Tujuan utama manusia hidup adalah beribadah kepada Allah SWT (perhatikan surat Adz-Dzariyat : 56) ibadat tersebut meliputi semua aktifitas manusia dengan niat yang baik dan dilakukan sematamata untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT. Nilai ibadah manusia berfungsi sebagai manifestasi ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang diberikan untuk hamba-hamba-Nya. Selain itu, sebagai realisasi dan konsekuensi manusia atas kepercayaan terhadap Allah SWT. d. Jalan dan cara mencapai kebahagiaan Sikap manusia ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Allah SWT dalam al-Quran memberikan petunjuk-petunjuk-Nya bahwa manusia harus menempuh jalan yang lurus yaitu dengan cara menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. e. Cerita-cerita/sejarah umat manusia sebelum Nabi Muhammad Saw Di dalam al-Quran terdapat cerita-cerita tentang para Nabi atau Rasul beserta umatnya masing-masing. Hal itu diungkapkan dalam al-
Quran dengan tujuan agar dijadikan pelajaran bagi manusia sekarang tentang balasan orang yang taat kepada Allah SWT.79 Di sisi lain, al-Quran juga mencakup dimensi keilmuwan. AlQuran adalah sumber segala pelajaran dan pengetahuan. Karena hampir seperdelapan isinya berupa perintah untuk orang-orang mukmin agar mempelajari alam semesta, berfikir, menggunakan akal sebaik-baiknya dan untuk menjadikan kegiatan ilmiah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari umat manusia.80 Sedangkan mengenai fungsi dari al-Quran yang terpenting yaitu : a. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad untuk membuktikan bahwa ia adalah Nabi dan Rasul, dan al-Quran adalah firman Tuhan, bukan ucapan Nabi Muhammad. b. Sebagai sumber segala macam aturan tentang hukum, sosial-ekonomi, kebudayaan, pendidikan, moral dan sebagainya yang dijadikan sebagai jalan hidup bagi seluruh umat manusia dalam menyelesaikan segala persoalannya. c. Sebagai
pengukuh/penguat
yang
mengukuhi
dan
menguatkan
kebenaran adanya kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, serta kebenaran adanya para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad. d. Sebagai penyempurna ajaran-ajaran yang terdahulu sebelum al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad.81 4. Metode dan Etika Membaca Al-Quran Membaca al-Quran terdiri dari dua kata yaitu "membaca" dan "alQuran". Membaca adalah melihat serta memahami isi apa yang tertulis yaitu dengan melisankan atau hanya dengan hati.82 A. Halim Mahmud mendefiniskan membaca adalah materi pertama dalam dustur (undang-
79
Masjfuk Zuhdi, op.cit., hlm. 18-19 M. Noor Ichwan, op.cit., hlm. 37 81 Masjfuk Zuhdi, op.cit., hlm. 22-23 82 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, Edisi I, 1994), 80
hlm. 72
undang sistem ajaran) Islam yang sarat dengan makna, bimbingan dan pengarahan.83 Jadi, pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu upaya untuk dapat memahami makna apa yang tertulis baik secara lisan maupun dalam hati. Adapun pengertian al-Quran secara etimologi adalah bacaan atau yang dibaca. Sedangkan secara terminologi diartikan sebagai kalam Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan menggunakan bahasa Arab melalui Malaikat Jibril bagi yang membacanya merupakan ibadah. Oleh karena itu, dari pengertian membaca al-Quran dapat dipahami bahwa yang dimaksud membaca al-Quran adalah suatu upaya untuk dapat mengerti apa yang diturunkan Allah SWT sebagai wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw, dalam pemaknaan sehari-hari membaca alQuran dapat disebut juga dengan tilawah yang artinya membaca beberapa ayat (al-Quran).84 Mengenai cara atau metode dalam membaca al-Quran dapat dipahami sebagaimana umat Islam membacanya dari zaman Rasulullah hingga sekarang. Akan tetapi dapat dianjurkan supaya membaca al-Quran dengan menggunakan nada qiraat yang sesuai dengan qiraat bahasa Arab.85 Kemudian dapat juga dengan cara membaca al-Quran dengan suara yang indah atau merdu, yang biasa disebut dengan tilawah al-Quran. Dengan tujuan agar bacaan (tilawah) mempunyai pengaruh bagi pembaca dan pendengar dalam memahami makna-makna al-Quran, sehingga mampu menangkap rahasia kemukjizatannya dengan penuh kekhusyukan dan rendah diri, serta pengucapan lafadz-lafadznya menjadi baik dan benar (tartil).86 Membaca al-Quran dengan tartil yaitu membaca perlahan-lahan 83
Abdul Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Quran, (Yogyakarta : Mandiri Pustaka Hikmah, 2000), hlm. 11 84 Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo : CV. Ramadhani, 1985), hlm. 94 85 Muhammad Kamil Hasan Al-Mahami, Al-Mausu'ah Al-Qura'aniyyah, terj. Ahmad Fawaid Syadzili, (Jakarta : PT. Kharisma Ilmu, 2004), hlm. 34 86 Manna' Khalil Al-Khattan, op.cit., hlm. 264-265
sesuai dengan maknanya dan hukum atau aturan bacaannya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. Al-Muzzammil : 4 :
(4 : ﻞ )ﺍﳌﺰﻣ.ﺮﺗِﻴﻠﹰﺎ ﺗ ﺮ َﺁ ﹶﻥ ﺗ ِﻞ ﺍﹾﻟﻘﹸﺭ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ﺩ ﻭ ِﺯ َﺃ Artinya : "Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan".87 Oleh karena itu, agar lebih mudah dalam pemahaman membaca alQuran
diperlukan
teknik-teknik
tertentu,
sehingga
dalam
proses
pembacanya lebih memiliki pengaruh dan dapat mendalami makna yang tersirat. Selain itu juga, ada sebuah kenikmatan batin apabila dalam membaca al-Quran memenuhi adab dan etika di bawah ini, antara lain meliputi : a. Etika lahiriyah : 1) Dengan penuh rasa hormat, kita duduk menghadap kiblat dan dalam keadaan berwudlu (suci) 2) Disunatkan membaca al-Quran di tempat-tempat seperti rumah, mushalla, dan masjid 3) Disunatkan dengan duduk menghadap kiblat, dan membacanya dengan khusyuk (tenang/lembut)88 4) Al-Quran hendaklah berada di tempat tinggi, bukan di sembarang tempat 5) Berusaha menangislah ketika membaca al-Quran, meskipun dengan berpura-pura menangis 6) Membaca al-Quran dengan penuh rasa takut kepada Allah dan penuh dengan kesedihan, dengan maksud agar dapat memahami artinya sehingga dapat menyentuh perasaan (qalb) 7) Tidak diperbolehkan membaca al-Quran dengan kehendak sendiri, seperti memotong-motong bagian surat, membuat aturan bacaan 87 Yusuf Qardhawi, (Berinteraksi dengan Al-Qur'an) Kaifa Nata'amalu ma'a Al-Qur'ani Al-Azhim, terj. Abdul Hayyie Al-Kattani, (Jakarta : Gama Insani Press, 1999), hlm. 231 88 Maimunah Hasan, Al-Quran dan Pengobatan Jiwa, (Yogyakarta : Bintang Cemerlang, Cet. II, 2001), hlm. 139
sendiri, sambil makan, atau dengan mondar-mandir (tidak konsentrasi).89 b. Etika batiniyah : 1) Agungkanlah al-Quran sebagai perkataan yang paling tinggi, sebab yang dibaca adalah kitab Allah 2) Masukkan ke dalam hati keagungan Allah Swt dan kebesaran-Nya, sama seperti kalam-Nya 3) Jauhkan diri dari segala kebimbangan dan keraguan 4) Merenungkan makna setiap ayat dan bacaan dengan penuh kenikmatan 5) Tanamkan dalam hati yang penuh kesan terhadap ayat-ayat alQuran yang lebih mendalam 6) Memperluas, memperlembut perasaan dan membersihkan jiwa 7) Menjadikan al-Quran sebagai pedoman dan mengamalkan isi kandungannya.90 Sedangkan adab dalam membaca al-Quran, antara lain : 1) Setelah bersuci dengan cara berwudlu, kemudian disunahkan membuka bacaan al-Quran dengan istiadzah (ta'awudz)91 dan dilanjutkan dengan membaca basmalah92 terlebih dahulu ketika hendak memulai membaca al-Quran 2) Membaca al-Quran dengan tadabbur yaitu merenungkan makna kandungannya, tafahhum yaitu memahami isinya, tafakkur, yaitu memikirkan makna setiap kata, kalimat dan setiap ayat yang dibaca, baik yang mengandung perintah dan larangan, dengan disertai keinginan yang kuat untuk menerimanya 3) Hendaklah membaca al-Quran dengan suara merdu dan indah, karena dengan
suara
yang
indah
dapat
menggerakkan
hati
dan
menggoncangkan kalbu 89
Muhammad Kamil Hasan Al-Mahami, op.cit., hlm. 35-36 Maimunah Hasan, op.cit., hlm. 138 91 Bacaan isti'adzah yaitu lafadz yang berbunyi 'audzubillahi minasysyaithanir rajiim dengan tujuan memohon perlindungan Allah dari godaan syetan. 92 Bacaan basmalah yaitu suatu kalimah yang dibaca bismillahi ar-Rahmani ar-Rahiimi 90
4) Tiap-tiap selesai membaca al-Quran, hendaknya diakhiri dengan bacaan :
ﺻﺪﻕ ﺍﷲ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﻭﺑﻠﹼﻎ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺍﳊﺒﻴﺐ ﺍﻟﻜﺮﱘ ﻭﳓﻦ ﻋﻠـﻰ ﺫﺍﻟـﻚ ﻣـﻦ .ﺏ ﺍﻟﻌﺎﳌﲔ ﺎﻛﺮﻳﻦ ﻭﺍﳊﻤﺪ ﷲ ﺭﺎﻫﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﺸﺍﻟﺸ Artinya : "Maha benar Allah yang Maha Agung. Dan telah menyampaikan Rasul-Nya yang tercinta lagi mulia. Dan kami termasuk orang-orang yang menjadi saksi dan bersyukur terhadap hal demikian itu. Dan segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam.93 5) Setelah selesai disarankan agar berdoa kepada Allah 6) Dalam membaca al-Quran lebih diutamakan secara berjamaah, tetapi juga boleh dibaca sendiri.94 5. Perintah dan Keutamaan dalam Membaca Al-Quran Landasan utama tentang diperintahkan untuk membaca al-Quran berasal dari kata iqra' yang artinya bacalah. Merupakan kata pertama dari penerimaan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. Kata ini penting bagi orang yang belum pernah membaca sama sekali. Pengertiannya al-Quran, bahkan bagi orang yang tidak bisa membacanya sama sekali. Pengertian iqra' yang memiliki maksud memerintahkan seseorang untuk membaca kitab (al-Quran). Hal ini tidak ditujukan hanya kepada Nabi Muhammad Saw saja, tetapi juga untuk umat manusia sepanjang sejarah kemanusiaan, karena realisasi perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan hidup dunia dan akhirat.95 Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. Al-Alaq : 15 sebagai perintah membaca al-Quran.
93
Sirajuddin S.A., 24 Tuntunan Membaca Al-Quran dengan Tartil, (Jakarta : PT. Mizan Publika, Cet. III, 2006), hlm. 140-142 94 Imam Nawawi, Adab Belajar, Mengajar, Membaca, menghafal Al-Quran, (Jakarta : Lintas Pustaka Publisher, 2004), hlm. 87 95 M. Quraish Shihab, op.cit., hlm. 167
ﺍﱠﻟﺬِﻱ.ﺮﻡ ﻚ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﹾﻛ ﺑﺭ ﻭ ﺮﹾﺃ ﺍ ﹾﻗ.ﻋﹶﻠ ٍﻖ ﻦ ﺎ ﹶﻥ ِﻣﻧﺴﻖ ﺍﹾﻟِﺈ ﺧﹶﻠ .ﻖ ﺧﹶﻠ ﻚ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﺑﺭ ﺳ ِﻢ ﺮﹾﺃ ﺑِﺎ ﺍ ﹾﻗ (5-1 : )ﺍﻟﻌﻠﻖ.ﻢ ﻌﹶﻠ ﻳ ﻢ ﺎ ﹶﻟﺎ ﹶﻥ ﻣﻧﺴﻢ ﺍﹾﻟِﺈ ﻋﻠﱠ .ﻢ ﺑِﺎﹾﻟ ﹶﻘﹶﻠ ِﻢ ﻋﻠﱠ Artinya : "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (Q.S. Al-Alaq : 1-5)96 Sedangkan keutamaan bagi orang yang membaca al-Quran yakni akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, karena ia merupakan amal yang sangat mulia dan memberikan rahmat serta manfaat bagi yang melakukan. Selain itu, membaca al-Quran dapat memberi cahaya ke dalam hati manusia sehingga menjadi terang benderang.97 Dalam hal ini, Rasulullah menyatakan tentang kelebihan martabat dan keutamaan membaca al-Quran yang artinya "Perumpamaan orang mukmin yang membaca al-Quran adalah seperti buah utrujjah yang baunya harum dan rasa enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca al-Quran seperti buah kurma tidak berbau dan manis rasanya. Perumpamaan orang munafik yang membaca al-Quran ibarat sekuntum bunga berbau harum dan pahit rasanya. Dan orang munafik yang tidak membaca al-Quran adalah seperti buah hanzhalah yang tidak berbau dan pahit rasanya.98 Merupakan orang yang memiliki derajat tinggi ibadahnya di sisi Allah, di mana hanya ditujukan bagi yang selalu membaca al-Quran sebagai kitab Allah Azza wa Jalla. Karena di setiap huruf ataupun ayatayatnya merupakan satu kebajikan dan akan berlipat ganda pahalanya.
C. Hubungan antara Membaca Al-Quran dengan Kecemasan
96 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Maudhu'i Atas Berbagai Persoalan Ummat, (Bandung : Mizan, 1996), hlm. 102 97 Maimunah Hasan, op.cit., hlm. 128-131 98 Imam Nawawi, op.cit., hlm. 19
Al-Quran adalah kitab Allah yang penuh petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia, khususnya bagi mereka yang beriman, merupakan konsep dasar dalam program dan prospek perluasan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Al-Quran menuangkan segenap aspek yang dibutuhkan manusia, baik yang berkenaan dengan masalah dunia maupun akhirat. Al-Quran sebagai kitab atau wahyu terakhir yang merupakan penyempurna terhadap kitab-kitab sebelumnya, karena al-Quran memiliki kemukjizatan dalam hal apapun.99 Al-Quran adalah sebaik-baik bacaan bagi orang mukmin, baik di kala senang maupun sedih. Karena membacanya merupakan amal ibadah yang termulia dan pahala Allah sebagai balasannya. Selain itu, apabila ditelusuri lebih seksama al-Quran memiliki nilai kesembuhan yang menjadi obat dan penawar bagi orang yang hatinya gelisah atau cemas.100 Cemas atau kecemasan merupakan ketakutan yang belum tentu terjadi. Perasaan cemas biasanya muncul di saat keadaan yang diduga akan merugikan dan dirasakan seolah-olah mengancam jiwa, sehingga menyebabkan adanya ketidakberdayaan dalam menghadapinya.101 Melihat dari definisi kecemasan di atas, merupakan kondisi realitas yang banyak terjadi di saat ini sebagai abad kecemasan. Karena manusia sekarang telah dihadapkan dengan berbagai polemik kehidupan yang semakin menantang. Oleh karena itu, secara psikologis mereka merasa terbebani oleh berbagai macam kebutuhan hidup, sehingga pola atau gaya hidupnya lebih mengedepankan nafsunya. Kesenjangan batin mulai bergejolak dan timbul keluhan-keluhan fisik atau somatik (psikosomatis) yang tak lain adalah kecemasan. Nampak jelas apa yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa salah satu dari sekian bentuk terapi dapat dijadikan solusinya dalam mengulangi persoalan psikis adalah membaca al-Quran
99 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Quran : Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Quran, (Jakarta : PT. Permadani, 2005), hlm. 183-187 100 Maimunah Hasan, loc.cit. 101 Lihat definisi kecemasan tersebutdari Hanna Djumhanna Bastaman, op.cit., hlm. 156
Di lihat dari strukturnya, susunan al-Quran terdiri atas 114 surat yang tertuang dalam 30 juz dan terdiri dari beberapa ayat yang memiliki sandi (makna) tertentu. Maka, apabila dibaca akan mengeluarkan energi-energi atau kekuatan yang dahsyat. Sebagaimana dinyatakan oleh Fazlur Rahman mengenai al-Quran yang telah diturunkan sebelumnya hingga sekarang mengandung unsur-unsur (moment) psikologis yang dalam dan sangat kuat, serta memiliki sifat-sifat seperti ledakan vulkanis yang singkat tapi kuat.102 Demikian halnya dengan Dadang Hawari dalam menelaah sebuah sudut pandang psikoterapi keagamaan telah menjelaskan bahwa ayat-ayat alQuran telah mengandung tuntunan dalam kehidupan di dunia bagi manusia sehingga bebas dari rasa cemas, tegang, depresi, dan lain-lain.103 Kecemasan dapat diminimalisir dengan membaca al-Quran melalui kemukjizatannya. Pengaruh secara psikologis ditimbulkan ini karena dalam proses membaca al-Quran tersebut mempunyai aspek-aspek penting bagi psikis seseorang, diantaranya yaitu : a. Aspek Meditasi Meditasi104 dapat mengurangi kecemasan, karena di dalamnya mencakup ketenangan pikiran, tubuh yang rileks, sehingga mampu menghasilkan energi positif pada fungsi fisiologis dan psikologis. Membaca al-Quran merupakan meditasi yang memiliki mukjizat secara fisik dan psikis, karena ia mampu menghadirkan kekhusukan transcendental secara langsung atau daya konsentrasi spiritual antara hamba dengan Tuhannya, di mana saat membaca ada hubungan yang menyatu yaitu : tubuh, hati dan jiwa dengan Sang Pencipta yang menghasilkan dampak relaksasi sehingga bebas dari rasa cemas atau
102
Fazlur Rahman, Islam, (Bandung : Pustaka, Cet. IV, 2000), hlm. 31 Dadang Hawari, Al-Quran : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Mental, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 68 104 Meditasi berarti kesadaran mutlak, artinya kemampuan konsentrasi dalam menjelajahi batin untuk merefleksikan identitas riil antara mental dan emosional, lihat pada R.N.L. O'riodan, Seni Penyembuhan Alami : Rahasia Penyembuhan Melalui Energi Ilahi, terjm. Sulaiman AlKumayi, (Jakarta : PT. Gugus Press, 2002), hlm. 109 103
gelisah karena ini ada pengaruh yang ditimbulkan dari ayat-ayat yang dibaca.105
b. Aspek Komunikasi Dalam proses membaca al-Quran tersiratkan satu sarana yaitu aspek komunikasi. Membaca al-Quran dapat disebut sebagai dzikrullah.106 Karena dzikir (membaca al-Quran) mencakup sistem komunikasi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menurut Arifin Ilham berdzikir melalui membaca al-Quran memiliki daya penyebutan dan ingatan pada Tuhan, secara terus menerus dilakukan dengan khidmat (khusyuk) akan membiasakan hati senantiasa dekat dan akrab dengannya. Sehingga menciptakan hubungan cinta dan keyakinan antara hamba dengan Tuhannya. Jadi, secara psikologis akibat membaca al-Quran (mengingat Allah) dalam alam kesadaran akan berkembang penghayatan akan kehadiran Tuhan dalam jiwanya sehingga bebas dari rasa cemas dan gelisah.107 c. Aspek Spiritual Al-Quran sesuai dengan dasar katanya yang diartikan sebagai sesuatu yang dibaca (membaca) atau dalam istilahnya di sebut dengan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan bagi yang membacanya adalah ibadah. Membaca al-Quran dinilai sebagai amal ibadah dan juga mencakup aspek spiritualitas karena mampu menciptakan kemakrifatan (mengenal)
105
Ahmad Yani, Meditasi Qurani Menggapai Ketenangan Jiwa yang Islami dalam Menangani Kecemasan, Email :
[email protected]., hlm. 3 106 Dzikir secara umum merupakan perbuatan mengingat Allah dan keagungan-Nya, yang hampir meliputi semua bentuk ibadah dan perbuatan baik, seperti tasbih, tahmid, shalat dan membaca al-Quran, berdoa. Sedang dalam arti khusus, dzikir adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tata tertib, metode, rukun dan syaratnya. 107 Hanna Djumhana Bastaman, op.cit., hlm. 158-161
dan dekat pada Allah Swt. Sehingga dapat menambah keimanan dan ketaqwaan yang dijadikan bukti kedekatannya kepada Allah Swt.108 Selain itu, dengan membaca dan mengkaji al-Quran yang berfungsi sebagai hudan (petunjuk) akan dijadikan sebagai pedoman hidup dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, ada unsur kepasrahan jiwa dan raga hanya kepada-Nya. Maka ia mampu mengontrol diri sehingga tidak ada keraguan atau kecemasan.109 d. Aspek Auto-Sugesti Bacaan yang diucapkan saat membaca al-Quran memberi efek auto-sugesti.110 Karena al-Quran memiliki kata-kata atau ayat, bahasa, nada dan langgam, serta kandungan makna yang singkat dan padat. Hal itu, mempunyai pengaruh energi positif yang bersifat preventif (pencegahan) dan protektif (perlindungan) terhadap jiwa (psikis), sebab alQuran memiliki daya pengobatan dan penyembuh bagi segala penyakit (psikologis).111 Selain ayat itu, ayat-ayat al-Quran saat dibaca dan sekaligus mendengar, akan terasa di telinga bahwa ada keunikan dalam irama dan ritmenya. Karena al-Quran mempunyai intonasi, bunyi, dan susunan bahasa yang sangat indah dan merdu sebagaimana telah dinyatakan oleh cendekiawan Inggris Marmoduke Frickthall dalam "The Meaning of Glorious Quran" bahwa al-Quran mempunyai simfoni yang tidak ada bandingnya, setiap nada-nadanya dapat menggerakkan hati manusia untuk menangis dan bersuka cita.112
108
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam : Penerapan Metode Sufistik, (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2002), hlm. 300-301 109 Ibid., hlm. 423 110 Auto-sugesti disebut juga dengan self suggestion (sugesti diri). Self : diri atau penghayatan tubuh, kesadaran individu mengenai identitasnya, kesinambungan, usaha dan gambaran/kesan bayangannya. Sugesti (suggestion) : komunikasi lisan dalam bentuk perangsang yang menyebabkan suatu keadaan sugestibilitas, yakni keadaan terbuka lebih terbuka untuk menerima sugesti. 111 Hamdani Bakran A, op.cit., hlm. 412-413 112 Umar Shihab, op.cit., hlm. 189. Lihat penjelasan lain dari Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran : Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, (Bandung : Mizan, Cet. IV, 1998), hlm. 118-119
Uraian di atas merupakan sebuah ketepatan yang menyatakan bahwa al-Quran mempunyai kekuatan yang luar biasa. Karena kemukjizatan dari ayat-ayat/kata-kata, bahasa, nada ataupun makna yang terkandung dapat menghasilkan suara atau bunyi yang ditimbulkan saat membaca al-Quran memiliki pengaruh secara fisiologis dan psikologis. Di mana secara psikologis mampu merangsang akal dan menyentuh rasa, sehingga mampu mengurangi kecemasan manusia.
D. Hipotesis Yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan bahwa ada perbedaan perubahan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, di mana setelah diadakan eksperimen. Dalam penelitian ini diprediksikan bahwa kelompok eksperimen mengalami perubahan yang lebih besar dibanding dengan kelompok kontrol. Sehingga dari perbedaan perubahan tersebut dapat diprediksikan bahwa membaca al-Quran dapat menurunkan kecemasan.