BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Pada Umumnya II.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). Menurut Feldmann : Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada pengusaha, (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra-prestasi dan semata-semata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6). Menurut Dr. Soeparman Soemahaidjaja : Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum” (Ilyas&Burton, 2010; 6). Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib pajak masyarakat kepada Negara yang dapat dipaksakan tanpa mendapat kontra-prestasi secara langsung ,dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
8
Unsur-unsur pajak (Mardiasmo, 2011; 1) : 1.
Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak adalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2.
Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang berguna bagi masyarakat luas.
II.1.2 Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo edisi 2011 halaman 1, ada dua fungsi pajak yaitu : 1. Fungsi Budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. 2. Fungsi Mengatur Pajak digunakan sebagai alat ukur untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
9
II.1.3 Jenis Pajak Mardiasmo
dalam
buku
perpajakannya
edisi
2011
halaman
5,
menggolongkan pajak kedalam tiga tinjauan yaitu menurut golongan, menurut sifatnya dan menurut lembaga pemungutannya. 1.
Menurut Golongannya a. Pajak Langsung Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Tidak Langsung Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
2.
Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Obyektif Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 10
3.
Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Pusat Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai. b. Pajak Daerah Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas : 1.
Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi) Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
2.
Pajak Daerang Tingkat II (Kabupaten/kota) Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
II.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo buku Perpajakan 2011 halaman 7, sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
11
1.
Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib Pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2.
Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-ciri nya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri. b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3.
With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. 12
II.2 Pajak Daerah II.2.1 Pengertian Pajak Daerah Pajak Daerah secara umum adalah pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. (Darwin, 2010; 99) Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Darwin, 2010; 100). Menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran pasal 1, Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang
berlaku,
yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pembangunan daerah. Pajak Daerah dikenakan kepada jenis pajak dengan ciri-ciri sebagai berikut (Darwin, 2010; 19) : 1.
Objek pajak relatif tetap atau mobilitasnya rendah.
2.
Objek pajak kurang sensitive terhadap perubahan pendapatan masyarakat.
3.
Basis pengenaan pajaknya terdistribusi secara merata keseluruh daerah.
13
II.2.2 Jenis-jenis Pajak Daerah Menurut Ida Zuraid dalam buku Teknik Penyusunan Peraturan Daerah Tahun 2012 halaman 31, jenis pajak daerah digolongkan sebagai berikut yang disempurnakan oleh Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah pasal 1: 1.
Pajak Provinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak kepemilikan kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d. Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. e. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.
2.
Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. b. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. c. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. 14
d. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. e. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. g. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. h. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. II.2.3 Pendapatan Daerah Dalam hubungannya dengan pembiayaan pemerintah didaerah, perlu diketahui sumber pendapatan daerah yang pasti agar terdapat kepastian pula 15
mengenai pelaksanaan dan kelangsungan kegiatan pemerintah didaerah. Secara umum sumber-sumber pendapatan daerah (Darwin, 2010; 42) dapat dibagi atas : a.
Alokasi dari Pemerintah Pusat yang terdiri dari : bagi hasil pajak, pinjaman dan penyertaan modal (Badan Umum Milik Daerah contohnya Tirta Bentang).
b.
Perpajakan. Contohnya Pajak Retsoran.
c.
Retribusi . Contohnya retribusi pelayanan kesehatan.
d.
Perusahaan (Badan Usaha). Contoh Pajak Hotel Menurut ditetapkannya Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah yang dimaksud tersebut dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dikelompokan menjadi tiga kelompok sebagai berikut : 1.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pajak Daerah. Contohnya Pajak Restoran. b. Retribusi Daerah. Contohnya Retribusi terminal. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Contohnya pendapatan deviden Badan Umum Milik Daerah dan, d. Lain-lain PAD yang sah, meliputi : 1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. Contoh penjualan bahan-bahan lelang bangunan. 16
2) Jasa giro. 3) Pendapatan bunga. Contohnya denda bunga pajak. 4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. 5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah. 2.
Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil. b. Dana Alokasi Umum dan, c. Dana Alokasi Khusus contoh objek pendapatan kegiatan yang ditetapkan pemerintah.
3.
Lain-Lain Pendapatan, meliputi : a. Pendapatan Hibah berasal dari pemerintah atau lembaga organisasi swasta atau lainnya, dan b. Pendapatan Dana Darurat contohnya dana dalam rangka penanggulangan korban bencana alam.
II.3 Pajak Restoran II.3.1 Pengertian Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Pelayanan yang disediakan restoran tersebut meliputi pelayanan penjulan, makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi ditempat pelayanan maupun ditempat lain. (Zuraida,2012; 55), sedangkan menurut Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran pasal
17
13, pelayanan restoran yang dimaksud meliputi penjualan makanan dan/atau minuman
di
restoran/rumah
makan,
termasuk
penyediaan
penjualan
makanan/minuman yang diantar atau dibawa pulang. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan .atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya. (Zuraida,2012; 55). Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang pajak restoran pasal 1, Pengusaha Restoran adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan usaha restoran untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. II.3.2 Dasar Hukum Pemungut Pajak Restoran Menurut Pahalamana Siahaan dalam bukunya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun 2010 halaman 329, pemungutan Pajak Restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar pemungutan Pajak Restoran pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana dibawah ini. 1.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Pajak Daerah.
2.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
18
4.
Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur Pajak Restoran.
5.
Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Restoran sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran pada kabupaten/kota dimaksud.
II.3.3 Objek Pajak Restoran Sebagaimana telah diatur dalam pasal 4 Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran, objek pajak restoran adalah pelayanan restoran meliputi penjualan makanan dan/atau minuman, termasuk penyediaan penjualan makan/minuman yang diantar atau dibawa pulang yang disediakan dengan pembayaran restoran yang mencangkup : a.
Rumah Makan
b.
Café
c.
Bar
d.
Lounge dan sejenisnya Yang tidak termasuk Objek Pajak Restoran adalah pelayanan usaha jasa
Boga atau katering dan pelayanan yang disediakan di restoran terhadap Korps Diplomatik dan Konsuler serta restoran atau rumah makan yang omzetnya tidak lebih dari Rp 60.000.000,00- (enam puluh juta rupiah) per tahun. Atau menurut Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2010 pasal 12 tentang Pajak Daerah, yang tidak termasuk Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) per bulan. 19
II.3.4 Subjek Pajak restoran dan Wajib Pajak Restoran Menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2008 pasal 4 tentang Pajak Restoran, yang menjadi subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang melaksanakan pembayaran di restoran. Menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2010 pasal 13 tentang Pajak Daerah, Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran. II.3.5 Dasar Pengenaan Pajak Restoran Dasar Pengenaan Pajak Restoran sesuai dengan Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2008 pasal 5 adalah jumlah pembayaran yang diterima atau seharusnya dibayar kepada restoran. II.3.6 Tarif Pajak Restoran Tarif pajak restoran sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran pasal 6 sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah pembayaran. Namun terjadi perubahan tarif pada tahun 2010 dikarenakan meningkatnya kualitas hidup pendapatan masyarakat, meningkatnya jumlah wajib pajak restoran sehingga mampu untuk membayar pajak yang lebih besar dan dengan alasan untuk perluasan pembangunan daerah Kota Tangerang dan untuk memberikan keadilan bagi wajib pajak restoran berkualitas kecil dan berkualitas besar sehingga besarnya perubahan tarif tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah
20
Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah pasal 15, tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar : a. Restoran yang nilai penjualannya atau omzet penjualannya diatas Rp.5.000.000,- (Lima juta rupiah) sampai dengan Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah),- per bulan sebesar 5% (lima persen). b. Restoran yang nilai penjualannya atau omzet penjualannya lebih dari Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah),- per bulan sebesar 10% (sepuluh persen). II.3.7 Masa Pajak dan saat Pajak Terutang Berdasarkan Peraturaan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran pasal 11 mengatakan bahwa masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Atau menurut pasal 12 Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran, Pajak Restoran yang terutang terjadi pada saat pembayaran kepada Pengusaha Restoran atas Pelayanan di Restoran. Dalam halaman pembayaran dilakukan sebelum pelayanan restoran diberikan, pajak terutang terjadi pada saat terjadi pembayaran.
21
II.3.8 Kewajiban Menggunakan Nota atau Faktur penjualan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran pasal 18 mengatakan bahwa setiap Wajib Pajak wajib menggunakan Nota/Faktur Penjualan (bill) untuk setiap transaksi pelayanan di Restoran, kecuali ditetapkan lain dengan keputusan walikota. Apabila Wajib Pajak yang wajib menggunakan Nota/Faktur Penjualan (bill), tetapi tidak menggunakan Nota/Faktur Penjualan (bill) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua Persen) perbulan dari dasar pengenaan Pajak. II.3.9 Kewajiban Menyelengarakan Pembukuan atau Pencatatan Berdasarkan Peraturan Walikota Tangerang Nomor 29 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Pajak Restoran pada pasal 31, menyatakan bahwa : 1.
Wajib Pajak dengan peredaran usaha atau omzet penjualannya paling sedikit Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelengarakan pembukuan.
2.
Wajib Pajak dengan peredaran usaha atau omzet penjualannya dibawah atau kurang dari Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib menyelenggarakan pencatatan dengan memperlihatkan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan yang sebenarnya.
22
II.3.10 Penetapan Pajak Terutang Menurut Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran pasal 20, Pajak terutang ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Batas akhir pembayaran atas SKPD paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir masa pajak dan apabila tidak atau kurang dibayar setelah batas akhir pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua Persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan Rurat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, walikota dapat menerbitkan : a.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dalam halaman apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.
b.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang;
c.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN), apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Yang dimaksud dengan kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah dibayar atau dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun pajak.
23
II.3.11 Penagihan Pajak Restoran Menurut Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran pasal 24, penagihan pajak dilakukan terhadap Wajib Pajak yang belum membayar pajak yang terutang pada saat SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD sudah diterbitkan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) dan diterima langsung oleh Wajib Pajak. Sehingga penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu dengan memberikan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis. Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sekurang-kurangnya memuat: a.
Nama Wajib Pajak atau penanggung pajak;
b.
Besarnya utang pajak;
c.
Perintah untuk membayar;
d.
Saat pelunasan utang pajak.
24
25