BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Pembelajaran Bahasa Inggris Mempelajari Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua perlu dikenal dan dipahami betul apa sebenarnya makna bahasa itu sendiri. Sebuah definisi yang standar tentang pengertian bahasa, yaitu : “Language is a system of arbitrary conventionalized vocal, written, or gestural symbol that enable members of a given community to communicate intelligibly with one another.”(Brown, 2000:5). Makna yang ingin disampaikan Brown adalah bahasa dianggap sebagai sebuah sistem yang terdiri dari simbol atau lambang bunyi yang bisa digunakan untuk berkomunikasi.
Pemberian definisi tentang bahasa (Brown, 2000:5) lebih lanjut mengatakan bahwa sebuah konsolidasi tentang sejumlah kemungkinan-kemungkinan definisi bahasa dijelaskan sebagai berikut: (a) bahasa adalah sistematis, (b) bahasa adalah seperangkat simbol-simbol yang terpisah, (c) simbol tersebut terutama vokal, tetapi kemungkinan juga visual, (d) makna simbol tersebut sudah disesuaikan dengan rujukannya, (e) bahasa digunakan sebagai alat komunikasi, (f) bahasa digunakan dalam pembicaraan masyarakat atau budaya, (g) secara esensial, bahasa adalah untuk manusia, meskipun kemungkinannya tidak dibatasi hanya untuk manusia, dan (h) bahasa yang digunakan manusia kebanyakan memiliki cara yang sama.
18
Sumber lain yang memberikan definsi tentang bahasa diperoleh dari Balitbang Depdiknas (2001:7) bahwa bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna (gagasan, pikiran, pendapat dan perasaan). Dengan kata lain, makna yang ingin disampaikan kepada orang lain atau dipahami orang lain terkandung dalam bahasa yang digunakan. Berdasarkan pandangan ini, Bahasa Inggris dapat dikatakan sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Di Indonesia, Bahasa Inggris adalah alat untuk menyerap dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya.
Menggunakan bahasa yang terstruktur merupakan salah satu hasil mempelajari bahasa. Bahasa itu sendiri merupakan kapabilitas manusia yang membuat kita mampu berkomunikasi, belajar, berpikir, memberikan penilaian dan mengembangkan nilai-nilai. Belajar Bahasa Inggris adalah mempelajari makna-makna yang disepakati oleh kelompok penutur asli bahasa tersebut.
Bahasa
Inggrismerupakan alat pokok untuk berperan serta dalam kehidupan kultural masyarakat berbahasa Inggris. Tentang belajar, Brown (2000:6) mengemukakan: Learning is acquisition or “getting”. Learning is retention of information or skill. Retention implies storage systems, memory, cognitive organization. Learning involves active, conscious focus on and acting upon events outside or inside the organism. 5. Learning is relatively permanent but subject to forgetting. 6. Learning involves some form of practice, perhaps reinforced practice. 7. Learning is a change in behavior. 1. 2. 3. 4.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat belajar bahasa adalah perubahan tingkah laku kearah yang positif yang merupakan hasil pengalaman dan latihan berkomunikasi dalam rangka belajar bahasa.
19
Dalam kaitannya dengan proses belajar bahasa, kiranya perlu diketahui tujuan utama seorang belajar bahasa khususnya Bahasa Inggris. Berdasarkan Kemendikbud (2001:8) bahwa pembelajaran Bahasa Inggris memiliki tujuan sebagai berikut : a. Komunikasi dalam Bahasa Inggris Melalui penggunaan Bahasa Inggrisuntuk berbagai tujuan dan konteks budaya, siswa mengembangkan keterampilan komunikasi yang membiasakan mereka untuk menafsirkan dan mengungkapkan pikiran, perasaan dan pengalaman melalui berbagai teks Bahasa Inggris lisan dan tertulis, untuk memperluas hubungan antarpribadi mereka sampai ke tingkat internasional dan untuk memperoleh akses terhadap dunia pengetahuan, gagasan, dan nilai dalam Bahasa Inggris. b. Pemahaman Bahasa Inggris sebagai Sistem Anak didik melakukan refleksi atau perenungan tentang Bahasa Inggrisyang digunakan dan kegunaan Bahasa Inggris, dan menumbuhkan kesadaran tentang hakikat Bahasa Inggris, dan hakikat bahasa ibu mereka melalui perbandingan. Mereka makin memahami sistem kerja bahasa, dan akhirnya mengenali daya bahasa bagi manusia sebagai individu dan warga masyarakat.
20
c. Pemahaman Budaya Anak didik mengembangkan pemahaman tentang keterkaitan antara bahasa dan budaya, dan memperluas kapabilitas mereka untuk melintasi budaya, melibatkan diri dalam keragaman. d. Pengetahuan Umum Anak didik memperluas pengetahuan tentang bahasa dan berhubungan dengan berbagai gagasan yang terkait dengan minatnya, persoalanpersoalan dunia dan konsep-konsep yang berasal dari serangkaian wilayah pembelajaran.
Dalam rangka belajar bahasa asing, seseorang hendaknya memiliki motivasi yang kuat untuk dapat mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan. Kegagalankegagalan dalam berkomunikasi dapat lebih memacu dia untuk lebih giat dalam berusaha mengatasi rasa frustasi yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan tersebut. Agar para siswa dapat belajar lebih efektif, mereka harus diperkenalkan dengan bahasa yang digunakan di dalam kelas. Perintah-perintah seperti menyiapkan buku, membuka buku halaman sekian merupakan contoh bahasa yang harus diketahui dan digunakan oleh para siswa mulai dari hari pertama mereka belajar bahasa asing. Tentu saja semua itu harus diucapkan dengan menggunakan bahasa asing yang dipelajarinya.
21
2.1.1 Kompetensi Berbahasa Inggris Individu bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan atau tulisan. Ucapan atau tulisan ini mencerminkan bahwa orang tersebut memahami kaidahkaidah dalam bahasa. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan aturan-aturan didalam bahasa inilah yang kemudian Chomsky menyebut dengan istilah competence. Definisi kompetensi secara umum menurut Brown (2000:30) adalah “competence refers to one’s underlying knowledge of a system, event, or fact. It is the nonobservable ability to do something, to perform something.” Definisi yang lebih spesifik lagi tentang kompetensi berbahasa, Brown lebih rinci lagi menyebutkan bahwa “in reference to language, competence is one’s underlying knowledge of system of a language its rules of grammar, its vocabulary, all the pieces of a language and how those pieces fit together.”
Berdasarkan definisi ini jelaslah bahwa kompetensi tentang bahasa lebih ditekankan pada aturan-aturan grammarnya, kosakatanya dan semua bagianbagian yang terkait satu sama lain. Ada empat komponen atau subkategori yang dikemukakan oleh Canale dan Swain (Brown, 2000:247) yang berisi tentang komponen seseorang, yaitu: 1. Grammatical competence, berisi tentang pengetahuan unsur-unsur leksial dan aturan-aturan morfologi, sintaksis, semantik, dan fonologi; 2. Discourse competence, berisi tentang kemampuan untuk menghubungkan kalimat-kalimat sehingga membentuk wacana dan untuk membentuk makna dari sederetan ujaran. Wacana diartikan segala sesuatu mulai dari percakapan sederhana sampai wacana tertulis yang panjang. Jika kompetensi
22
grammar memberikan fokus pada tata bahasa pada tingkat kalimat, kompetensi wacana ini lebih menekankan pada hubungan antar kalimat; 3. Sociolinguistic competence, meliputi tentang kaidah-kaidah sosiokultural bahasa dan pengetahuan tentang wacana. Kompetensi ini memerlukan pemahaman terhadap konteks sosial tempat bahasa itu digunakan yang meliputi peran masing-masing partisipan, informasi yang dibicarakan, dan fungsi interaksi; 4. Strategic competence, yang berupa strategi komunikasi baik verbal maupun nonverbal yang digunakan untuk menghilangkan hambatan dalam berkomunikasi baik yang disebabkan oleh kekurangannya dalam kinerja maupun oleh kurangnya kompetensi. Kompetensi ini dapat dikatakan pula sebagai kemamapuan untuk membenahi kekurangan-kekuangan, misalnya kurangnya pengetahuan dalam tata bahasa dan untuk menjaga agar proses komunikasi tetap berlangsung, misalnya dengan mengungkapkan kembali kalimat lain yang mungkin lebih sederhana, pengulangan, menerka-nerka dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menarik suatu kesimpulan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan kunci penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Bahasa diharapkan membantu siswa mengenali dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, membuat keputusan yang bertanggung jawab pada tingkat pribadi dan sosial, menemukan
23
serta menggunakan kemampuan-kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
2.2 Hakikat dan Fungsi Menulis Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut (Tarigan, 2008: 22). Menulis pada hakikatnya adalah mengarang yakni memberi bentuk kepada segala sesuatu yang dipikirkan, dan melalui pikiran, segala sesuatu yang dirasakan, berupa rangkaian kata, khususnya kata tertulis yang disusun sebaik-baiknya sehingga dapat dipahami dan dipetik manfaatnya dengan mudah oleh orang yang membacanya. Penulis biasanya menuangkan apa yang ada di pikirannya dengan melibatkan perhatian para pembacanya. Hal ini senada dengan pendapat Semi (2007: 14) yang mengungkapkan bahwa Menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan.
Menurut Resmini (2006:102) menulis adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan suatu tulisan. Dalam proses menulis, penekanan terletak pada keseimbangan antara proses dan produk. Produk merupakan tujuan penulis dan juga merupakan alasan melalui proses pra-menulis, konsep revisi, dan tahap editing (Brown, 1994:344). Dengan mengikuti langkah-langkah yang jelas siswa diharapkan dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas. Kegiatan menulis merupakan suatu proses dimana harus melalui beberapa tahap yaitu tahap
24
prapenulisan, tahap penulisan, tahap perbaikan, dan tahap editing. Tahap prapenulisan adalah tahap berpikir sebelum menuliskan sesuatu. Tahap ini meliputi
memahami
alasan menulis,
pemilihan subyek
yang diminati,
memperdalam subyek sehingga mendekati hal yang benar-benar diinginkan. Setelah memperdalam subyek, penulis mengumpulkan ide-ide. Satu hal dalam tahap ini adalah perlu dipertimbangkannya calon pembaca yang akan membaca tulisan tersebut. Calon pembaca adalah suatu konsep yang penting untuk dapat memprediksi siapa pembaca tulisannya nanti. Untuk dapat berkomunikasi melalui tulisan, penulis harus memahami untuk siswa, anak laki-laki, anak perempuan, untuk orang tua atau bahkan tulisan tersebut adalah untuk ilmuwan. Dengan memahami calon pembacanya, penulis akan memutuskan pola bahasa yang akan digunakan dalam tulisannya sehingga pembacanya akan mudah memahaminya.
Tahap yang kedua adalah tahap penulis mulai untuk mengorganisasi semua ideide yang ada kedalam kesatuan tulisan yang saling berkaitan. Ada tiga hal yang dilakukan dalam tahap ini, yaitu memulai dan mengakhiri tulisan dengan jelas, menuliskan suatu pernyataan atau suatu pendapat dengan jelas, dan menuliskan kalimat-kalimat dengan lancar dimana unsur koherensi dan kohesi antar paragraf harus diperhatikan. Dengan melakukan tiga hal tersebut diharapkan tulisan yang dihasilkan akan dapat menjelaskan sesuatu kepada para pembacanya. Tulisan yang berkualitas juga memiliki arti bahwa tulisan tersebut menggunakan pola pendahuluan, isi, dan kesimpulan.
25
Pendahuluan dimulai dengan tulisan yang menarik pembaca untuk mau membaca. Pendahuluan ini bertujuan untuk memberikan ide pokok kepada pembaca sehingga mereka lebih mudah dalam memahami suatu tulisan. Untuk bagian isi dari suatu tulisan bertujuan untuk menyatakan topik yang ingin disampaikan oleh penulis yang disertai dengan contoh dan gambaran dari topik tulisan tersebut. Bagian terakhir dari suatu tulisan adalah kesimpulan. Bagian ini adalah menyimpulkan hal-hal yang telah ditulis di bagian pendahuluan dan isi dengan tanpa ada pengulangan kalimat yang sama. Selain itu, di bagian ini juga berisi tentang saran-saran dan perkiraan-perkiraan yang ingin disampaikan oleh penulis. Di bagian akhir ini, penulis memiliki kesempatan untuk mengecek kembali tulisannya.
Tahap ketiga adalah tahap perbaikan. Pada tahap ini seorang penulis dapat memberikan tambahan-tambahan berupa ide dan hal-hal yang spesifik. Selain itu, penulis dapat menggunakan fakta-fakta, gambaran fisik, dan pengalaman yang dapat meningkatkan ide pokok. Di sinilah penulis berkesempatan untuk berpikir bagaimana membuat tulisannya lebih menarik pembaca untuk membaca. Di dalam tahap ini pula, penulis dapat mengecek ulang apakah sudah tercapai tujuan dari suatu tulisan yang akan disampaikan oleh pembaca dengan contoh-contoh yang telah diberikan. Pada tahap perbaikan ini, seorang penulis dapat melakukan sendiri ataupun dengan rekan sejawatnya atau teman. Untuk perbaikan dengan rekan sejawat akan lebih efektif karena teman sejawat atau teman adalah orang lain atau bisa disebut dengan pembaca dari tulisan tersebut. Meskipun demikian
26
bukan berarti semua masukan atau saran dari teman tersebut harus dilaksanakan, tetapi dapat dipertimbangkan bagi sempurnanya suatu tulisan.
Untuk tahap yang terakhir dari suatu tahap penulisan yaitu tahap keempat yang disebut dengan tahap editing, seorang penulis dapat membaca kembali, mengubah dan memperkuat tulisannya dengan mempertimbangkan kebutuhan dari calon pembacanya dan mempertimbangkan tujuan dari penulisan tersebut. Selain dua pertimbangan di atas, penulis juga dapat mengecek tata bahasa dengan mengurangi kesalahan tata bahasa, kosa kata maupun kesalahan susunan kalimat.
2.2.1
Pengertian Paragraf
Menurut Suparno (2006: 3.16), paragraf atau alinea adalah suatu bagian karangan yang digunakan untuk mengungkapkan sebuah gagasan dalam bentuk untaian kalimat. Berdasakan pengertian itu, paragraf dapat disebut sebagai untaian kalimat yang berisi sebuah gagasan dalam karangan. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam satu rangkaian untuk membentuk gagasan. Paragraf dapat juga dikatakan karangan yang paling pendek. Artinya, dalam sebuah paragraf tidak boleh mengandung lebih dari satu gagasan utama dan kalimat yang lain merupakan gagasan tambahan yang saling bertalian erat mendukung gagasan utama.
Dalam paragraf terkandung sebuah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup. Paragraf pada dasarnya adalah miniatur sebuah karangan. Paragraf mempunyai tujuan yang dinyatakan dalam kalimat topik (Alwi, 2003: 1).
27
2.2.2
Syarat-Syarat Paragraf
Wiyanto (2004: 15) menyatakan paragraf adalah sekelompok kalimat yang saling berhubungan dan bersama-sama menjelaskan satu unit buah pikiran untuk mendukung buah pikiran yang lebih besar, yaitu buah pikiran yang diungkapkan dalam seluruh tulisan. Fungsi paragraf ialah mengembangkan topik tersebut. Oleh sebab itu, dalam pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik atau gagasan pokok tersebut. Jadi, satu paragraf hanya boleh mengandung satu gagasan pokok atau topik. Semua kalimat dalam paragraf harus membicarakan gagasan pokok tersebut. Paragraf dianggap mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan dengan topik. Semua kalimat terfokus pada topik dan mencegah masuknya hal-hal yang tidak relevan. Paragraf sebagai suatu bentuk pengungkapan gagasan. Menurut Akhadiah (1988: 148) dalam pengembangan paragraf, harus menyajikan dan mengorganisasikan gagasan menjadi suatu paragraf yang memenuhi persyaratan. Persyaratan itu ialah sebagai berikut pertama adalah kesatuan, tiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok atau satu topik. Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf ialah koherensi atau kepaduan. Satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang mesing-masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimatkalimat yang mempunyai hubungan timbal balik. Urutan pikiran yang teratur,
28
akan memperlihatkan adanya kepaduan. Jadinya, kepaduan atau koherensi dititikberatkan pada hubungan antara kalimat dengan kalimat.
Syarat ketiga adalah kelengkapan, suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat utama. Sebaliknya suatu paragraf dikatakan tidak lengkap, jika tidak dikembangkan atau hanya diperluas dengan pengulangan-pengulangan.
Menurut Sakri (1992: 2) ada tiga sifat yang harus dimiliki oleh sebuah paragraf agar dapat menyampaikan gagasan dengan baik. Tiga sifat yang harus dipenuhi sebuah paragraf adalah (1) paragraf harus memiliki kesatuan yang artinya, seluruh uraiannya terpusat pada satu gagasan saja; (2) paragraf harus memiliki kesetalian yang artinya, kalimat di dalamnya berhubungan sesamanya dengan bermakna bagi pembaca; (3) paragraf harus memiliki isi yang memadai yakni memiliki sejumlah rincian yang terpilih dengan patut sebagai pendukung gagasan utama paragraf.
Syarat-syarat pembentukan alinea menurut Keraf (1993: 67) adalah (1) kesatuan, kesatuan dalam alinea adalah bahwa semua kalimat yang membina alinea itu secara bersama-sama menyatakan suatu hal, suatu tema tertentu; (2) koherensi, koherensi yang dimaksud di sini adalah kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat yang lain yang membentuk alinea itu; (3) perkembangan alinea, perkembangan alinea ini adalah penyusunan atau perincian daripada gagasangagasan yang membina alinea itu.
29
Lain halnya dengan Mustakim (1994: 115) sebuah paragraf yang baik hendaknya dapat memenuhi dua kriteria atau persyaratan, yaitu kesatuan (kohesi), sebuah paragraf harus memiliki sebuah kesatuan. Kesatuan menyangkut keeratan hubungan makna antar gagasan dalam sebuah paragraf. Sebuah paragraf hanya mengandung satu gagasan utama, yang diikuti oleh beberapa gagasan pengembang atau penjelas. Oleh karena itu, rangkaian kalimat yang terjalin dalam sebuah paragraf hanya mempersoalkan satu masalah atau satu gagasan utama. Dengan demikian, jika dalam satu paragraf terdapat dua gagasan utama itu seharusnya dituangkan dalam paragraf yang berbeda. Sebaliknya, jika dua buah paragraf hanya mengandung satu gagasan utama, kedua paragraf itu seharusnya digabungkan menjadi satu.
Kriteria kedua adalah kepaduan (koherensi), sebuah paragraf harus memiliki sebuah kepaduan. Kepaduan sebagai suatu bentuk pengungkapan gagasan sebuah paragraf juga harus memperlihatkan kepaduan hubungan antarkalimat yang terjalin di dalamnya. Kepaduan paragraf dapat diketahui dari susunan kalimat yang sistematis, logis, dan mudah dipahami. Jadi syarat paragraf yang baik adalah suatu paragraf yang di dalamnya terdapat kesatuan (kohesi), kepaduan (koherensi), dan kesesuaian dalam pengembangan gagasan dengan rincian gagasan yang ada. 2.2.3 Hakikat Menulis Paragraf Deskripsi Menurut Droga-Humphrey (2005: 148), tujuan sosial deskripsi adalah untuk menggambarkan keistimewaan sifat orang, tempat atau benda yang biasanya
30
disertai dengan cerita yang imajinatif membuat pembaca mengetahui isi yang dimaksud oleh penulis yang memberikan pesan dan kesan terhadap pembaca. Menulis deskripsi mempunyai struktur deskripsi sebagai berikut. Identification - an optinal stage which gives a general orientation to the subject; used only when the description is a stand alone text. Description - describes features or characteristics of the subject. Deskripsi memberi satu citra mental mengenai sesuatu hal yang dialami, misalnya pemandangan, orang atau sensasi. Fungsi utama dari deskripsi adalah membuat para pembacanya melihat barang-barang atau obyeknya, atau menyerap kualitas khas dari barang-barang itu. Deskripsi membuat kita melihat yaitu membuat visualisasi mengenai obyeknya, atau dengan kata lain deskripsi memusatkan uraiannya pada penampakan barang. Dalam deskripsi kita melihat obyek garapan secara hidup dan konkrit, kita melihat obyek secara bulat. Resmini (2006:116) melalui deskripsi seorang penulis berusaha memindahkan kesan-kesan hasil pengamatan dan perasaannya kepada pembaca dengan membeberkan sifat dan semua prilaku yang ada pada sebuah objek. Dalam paragraf ini detail penunjang pada susunan deskripsi disusun agar pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai objek yang dideskripsikan.
Misalnya kita akan membuat deskripsi tentang sebuah rumah, diharapkan menyajikan banyak penampilan individual dan karakteristik dari rumah itu, dan be beberapa aspek yang dapat dianalisis seperti : besarnya, materi konstruksinya, dan rancangan arsitekturnya. Demikian pula deskripsi suatu daerah pedesaan kurang bertalian dengan ciri-ciri studi topografis, tetapi lebih terfokus pada macam-
31
macam keistimewaan umum, dan suasana lokal yang menarik. Karena sasaran yang dituju adalah memberi perhatian pada penampilan yang khas dari obyeknya. Deskripsi lebih memberikan citra yang menarik mengenai objek itu. Deskripsi banyak kaitannya dengan hubungan pancaindera dan pencitraan, maka banyak tulisan deskripsi diklasifikasikan sebagai tulisan kreatif.
Tujuan menulis deskripsi adalah membuat para pembaca menyadari dengan hidup apa yang diserap penulis melalui pancaindera, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkannya, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Paragraf deskripsi merupakan penggambaran suatu keadaan dengan kalimat-kalimat, sehingga menimbulkan kesan yang hidup. Penggambaran atau lukisan itu harus disajikan sehidup-hidupnya, sehingga apa yang dilukiskan itu hidup di dalam angan-angan pembaca. Menurut Rani (2006: 38), ciri-ciri paragraf deskripsi ditandai oleh dua hal, yaitu. 1. Penggunaan kata-kata atau ungkapan yang bersifat deskriptif, seperti rambutnya ikal, hidungnya mancung, dan matanya biru. 2. Tidak menggunakan kata-kata yang bersifat evaluatif yang terlalu abstrak seperti tinggi sekali, berat badan tidak seimbang, matanya indah, dan sebagainya.
Deskripsi lebih menekankan pengungkapannya melalui rangkaian kata-kata. Walaupun untuk membuat deskripsi yang baik, penulis harus mengadakan identifikasi terlebih dahulu, namun pengertian deskripsi hanya menyangkut pengungkapan melalui kata-kata. Dengan mengenal ciri-ciri obyek garapan,
32
penulis dapat menggambarkan secara verbal obyek yang ingin diperkenalkan kepada para pembaca. Maka dapat disimpulkan bahwa paragraf deskripsi merupakan paragraf yang melukiskan suatu objek sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang ditulis pengarang. Sebelum menulis paragraf deskripsi, seharusnya penulis mengetahui dan memahami langkahlangkah dalam penulisan paragraf deskripsi. Langkah-langkah dalam menulis paragraf deskripsi adalah (1) mengamati objek, (2) menentukan tujuan penulisan, dan (3) memproses data-data yang diperoleh untuk menghasilkan deskripsi yang dimaksud (Sudiati, 2005: 11-16).
Menulis merupakan kegiatan berpikir teratur. Keteraturan dalam menulis ini tampak pada keteraturan menuangkan gagasan dan menggunakan kaidah-kaidah bahasa. Agar gagasan dapat diterima dengan baik oleh pembaca, maka seorang penulis harus menguasai tujuan penulisan dan konteks berbahasa, serta kaidahkaidah bahasa. Menulis mempunyai banyak fungsi yang sangat penting bagi pengembangan intelektual seseorang.
Jadi paragraf deskripsi adalah suatu paragraf yang didalamnya memberikan perincian yang mendetail tentang objek sehingga seakan-akan pembaca melihat, mendengar atau mengalami langsung tentang objek tersebut. Tujuan dari tulisan deskripsi adalah menciptakan gambaran objek kepada pembaca agar seolah-olah melihat sendiri objek yang digambarkan penulis. Objek paragraf deskripsi dapat berupa benda, orang, peristiwa, suasana dan lainnya.
33
2.2.4 Pendekatan Proses dalam Pembelajaran Menulis
Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan melalui proses. Dalam proses tersebut terdapat beberapa tahapan. Keraf (1997: 54) manyatakan bahwa “secara garis besar ada tiga tahap dalam proses menulis, yaitu persiapan (prewriting), penulisan (composing), dan revisi (revision)”.
Selama ini sebagian guru di sekolah masih menerapkan pendekatan konvensional yang lebih menekankan pada hasil dalam pembelajaran menulis. Inilah yang menjadi penyebab gagalnya siswa dalam menulis. Kini telah muncul pendekatan dari pembelajaran menulis yang lebih efektif yaitu pendekatan proses. Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada proses daripada hasil akhir. Guru tidak sekedar memberikan pengetahuan tentang menulis kemudian menugaskan siswa membuat tulisan yang sekali jadi, tetapi peran terpenting guru adalah membimbing siswa selama proses menulis berlangsung. Berkaitan dengan peran guru dalam pendekatan proses, Semiawan, dkk. (1983: 15) menyatakan bahwa tugas guru bukanlah memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan situasi yang menggiring anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep diri.
Richards (2006: 215) memberikan contoh metode atau pendekatan pembelajaran berikut ini. 1) Pendekatan komunikatif: Fokus pembelajaran adalah komunikasi yang dapat dipercaya; penggunaan yang luas terbentuk dari aktivitas pasangan dan kelompok
34
yang termasuk negosiasi makna dan berbagi informasi, kelancaran adalah prioritas. 2) Model belajar kooperatif: Siswa bekerja dalam situasi belajar kerja sama dan diberi semangat untuk bekerja sama pada tugas-tugas umum dan mengkoordonasi upaya-upaya mereka untuk melengkapi tugas-tugas. Sistem penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu. 3) Pendekatan proses: Di dalam proses pembelajaran menulis, siswa mengambil bagian dalam aktivitas yang mengembangkan pengertian menulis mereka sebagai proses. Tingkat yang berbeda di dalam proses menulis (merencanakan, melahirkan ide-ide, draft, peninjauan, perbaikan, edit) membentuk fokus mengajar. 4) Pendekatan bahasa secara keseluruhan: Bahasa diajarkan sebagai keseluruhan dan tidak diajarkan komponen-komponennya secara terpisah. Siswa diajarkan membaca dan menulis secara alami, dengan suatu fokus pada komunikasi nyata, teks yang dapat dipercaya, dan bacaan dan tulisan untuk kesenangan.
2.2.4 Teknik Penulisan Paragraf Deskripsi
Banyak siswa merasa gagal dalam menulis ketika guru memberikan tugas menulis dalam waktu satu kali pertemuan. Kegagalan ini menyebabkan mereka kurang berminat dengan pembelajaran menulis di sekolah. Padahal, bagaimanapun sekolah merupakan dunia mini untuk mengembangkan kemampuan menulis.
Pembelajaran menulis dengan pendekatan tradisional lebih menekankan pada hasil berupa tulisan yang telah jadi, tidak pada apa yang dikerjakan pembelajar
35
ketika menulis. Pembelajar berpraktik menulis, mereka tidak mempelajari bagaimana cara menulis yang baik. Temuan penelitian mengenai menulis menyebabkan bergesernya penekanan pembelajaran menulis dari hasil (tulisan) ke proses menulis yang terlibat dalam menghasilkan tulisan. Peran pengajar dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan proses tidak hanya memberikan tugas menulis dan menilai tulisan para pembelajar, tetapi juga membimbing pembelajar dalam proses menulis (Tompkins, 1990: 69).
Keterampilan menulis memang tidak bisa diberikan kepada siswa hanya dengan metode ceramah, tetapi perlu direalisasikan dalam bentuk praktik menulis. Dengan praktik menulis diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan menulisnya. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan agar pembelajaran menulis menjadi efektif. Menurut Rani (2006: 38), ciri-ciri paragraf deskripsi ditandai oleh dua hal, yaitu.
1. Penggunaan kata-kata atau ungkapan yang bersifat deskriptif, seperti rambutnya ikal, hidungnya mancung, dan matanya biru. 2.
Tidak menggunakan kata-kata yang bersifat evaluatif yang terlalu abstrak seperti tinggi sekali, berat badan tidak seimbang, matanya indah, dan sebagainya.
Menurut Suparno (2006: 4.22) di dalam menulis karangan deskripsi ada langkahlangkah tertentu yang harus diikuti agar hasilnya tersusun secara sistematis. Langkah-langkah menulis karangan deskripsi antara lain sebagai berikut.
36
1.
Menentukan apa yang akan dideskripsikan: Apakah akan mendeskripsikan orang atau tempat.
2.
Merumuskan tujuan pendeskripsian: Apakah deskripsi dilakukan sebagai alat bantu karangan narasi, eksposisi, argumentasi, atau persuasi.
3.
Menempatkan bagian yang akan dideskripsikan: kalau yang dideskripsikan orang, apakah yang akan dideskripsikan itu ciri-ciri fisik, watak, gagasannya atau benda-benda disekitar tokoh? Bila yang dideskripsikan tempat, apakah yang akan dideskripsikan keseluruhan tempat atau hanya bagian-bagian tertentu saja yang menarik?.
4.
Merinci dan menyistematiskan hal-hal yang menunjang kekuatan bagi yang akan dideskripsikan: Hal-hal apa saja yang akan ditampilkan untuk membantu munculnya kesan dan gambar kuat mengenai sesuatu yang dideskripsikan? Pendekatan apa yang akan digunakan penulis?
Kualitas karangan dapat dilihat berdasarkan aspek-aspek yang membangun sebuah karangan. Aspek-aspek tersebut yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut. 1. Isi Karangan Didalam menulis suatu paragraf deskripsi isi karangan harus berdasarkan hasil pengamatan,
penulis
berusaha
memindahkan
kesan
pengamatan
dan
perasaannya kepada pembaca, membentuk daya khayal pada pembaca seolaholah pembaca melihat atau merasakan sendiri tentang objek yang disampaikan, dan berupaya lebih memperlihatkan perincian tentang objek (Maizar, 1991: 120)
37
Pembaca seakan-akan merasakan pengarang ada didekatnya sehingga terjadi kontak dan timbulnya jalinan yang akrab antara pembaca dan pengarang. Menurut Akhadiah (1998: 6) isi karangan yang baik didukung oleh: a. Pengoperasian gagasan, yaitu kepaduan hubungan antar paragraf. b. Kesesuaian isi dengan tujuan. c. Kemampuan mengembangkan topik. 2. Penggunaan Bahasa Di dalam menulis karangan pilihan kata atau ketepatan kata (diksi) diukur dari kemampuan kata sebagai alat pengungkap dan penerima gagasan. Ketepatan diksi menyangkut makna kata. Kata yang dipilih harus secara tepat mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. Dengan demikian makna pendengar atau pembaca juga menafsirkan kata-kata tersebut tepat seperti apa yang dimaksud oleh penulis. Dengan kaitan itu, kalimat efektif dituntut memiliki struktur yang benar. Struktur itu dapat dilihat pada hubungan antara unsur kalimat. Kalimat yang berstruktur benar adalah kalmat yang unsurunsurnya memiliki hubungan yang jelas. Dengan hubungan fungsi yang jelas, makna yang terkandung di dalamnya juga jelas. Pada tataran kalimat, unsurunsur memiliki fungsi sintaksis seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan juga harus jelas (Suparno, 2006: 2.20).
Di dalam menulis karangan deskripsi ejaan juga harus diperhatikan. Hal yang tercakup di dalamnya adalah kesanggupan pengarang untuk memenuhi berbagai kaidah berbahasa secara baik dan benar. Pembentukan kata, penyusunan kalimat, serta penguasaan ejaan dan tanda baca harus tepat. Penggunan
38
ejaan sangat penting dalam kegiatan menulis. Di dalam bahasa tulis, tanda baca digunakan untuk melambangkan suatu maksud tertentu. Tanda baca dapat membantu menjelaskan maksud atau makna kalimat. Dengan tanda baca, penulis dapat menyampaikan maksud kalimat dengan lebih mudah. Oleh karena itu, penggunaan tanda baca yang salah dapat mengakibatkan maksud kalimat menjadi berubah. Di dalam menulis suatu karangan tidak boleh mengabaikan hal-hal kecil, seperti penulisan tanda titik dan koma. Selain itu, kita harus cermat dalam memilih kata maupun menyusun kalimat.
Di dalam menulis karangan deskripsi pendapat atau gagasan yang dikemukakan harus jelas. Karangan menggunakan kalimat dan kata-kata yang ringkas, namun dapat menjangkau makna yang luas. Meskipun karangan itu tergolong sederhana, isinya dapat memperkaya pengetahuan pembaca.
3. Penataan Gagasan Dalam menulis karangan deskripsi pendapat atau gagasan harus ditata dengan baik, artinya pendapat atau gagasan yang dikemukakan harus runtut. Karangan langsung menjelaskan inti permasalahan dan tidak berbelit-belit. Perpindahan pembahasan dari satu masalah ke masalah lain berlangsung secara mulus tanpa menimbulkan kesenjangan. Pokok-pokok pikiran harus diungkapkan dan dikembangkan dengan jelas sehingga permasalahan yang dibicarakan dalam karangan dapat dipahami oleh pembaca secara tepat dan benar (Nursisto, 2000: 47). Tema karangan harus menggambarkan isi karangan yang diangkat oleh pengarang. Karangan
39
deskripsi harus kohesif atau padu, maksudnya karangan yang mempunyai kesatuan dalam bahasa. Di dalam pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan tema atau gagasan pokoknya karena akan membingungkan pembaca.
Penggunaan kata transisi (konjungsi) sebagai alat relasi yang erat (kohesi) yang digunakan untuk merangkai klausa dengan klausa sehingga membentuk kalimat yang panjang, atau merangkai kalimat dengan kalimat dalam sebuah paragraf. Konjungsi juga dapat digunakan untuk merangkai paragraf dengan paragraf dalam sebuah karangan.
2.3 Pengertian Karikatur Komunikasi dikatakan efektif bila pesan dapat diterima penerima pesan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pengirim pesan. Banyak cara dan pendekatan yang digunakan agar penyampaian lebih efektif. Salah satu cara yang dianggap efektif adalah dengan pendekatan humor.
Media cetak terutama surat kabar yang berfungsi memberi informasi dan pendidikan turut menggunakan pendekatan humor dalam menyampaikan pesannya kepada pembaca. Bentuk pesan yang disampaikan dengan pendekatan humor oleh surat kabar salah satu di antaranya adalah karikatur. I Dewa Putu Wijana (2004) menjelaskan arti karikatur sebagai berikut:
40
“Karikatur adalah gambar bermuatan humor atau satir dalam berbagai media massa dengan mengambil tokoh-tokoh (orang) yang terkenal atau orang-orang yang biasa yang karena peristiwa tertentu menjadi terkenal, untuk menampilkannya secara lebih humoritis, tokoh-tokoh tersebut digambarkan dengan pemiuhan (distortion) tubuh dan wajah” Berikut beberapa contoh gambar karikatur yang dapat dijadikan contoh : 1. Karikatur politik
Gambar 2.1 Karikatur berkaitan dengan politik
This picture is about Jusuf Kalla. He is the vice president in our country with SBY as the president of Indonesia. He is a famous businessman from Makasar. He always wears his glasses. He has thin mustache. He lead PMI at the moment. He joins with Golkar Party now. He always smiles to everyone.
41
2. Karikatur Dunia Hiburan
Gambar 2.2 Karikatur berkaitan dengan profesi
His name is Tukul Arwana. He is a comedian. He has big eyes. His hair is short just like a soldier. Many people know him by his lips. He called his lips with “delicious lips”. He has a special program in Trans7 called Bukan Empat Mata. He always accompenied by his compatriot Vega in his talkshows. He usually interwiews beautiful actress in his shows. The audiences always yell at him whenever his hands moving round and round.
42
3. Karikatur olahraga
Gambar 2.3 Karikatur berkaitan dengan dunia olahraga
He is Cristiano Ronaldo. He is a footbal player. He used to be Manchester United player. He is Real Madrid player now. His back number is 7. He is a genius and powerful player. He never stop running to chase the ball. He has a very fast kick. He always neat with his stylish hair. He can play as striker. He can run fast in chasing the ball. His ball dribbling is awesome. He can score goal from 40 yard.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Salim, 1991: 665), karikatur diartikan sebagai gambar olok-olok yang bersifat menyindir, dan sebagainya. Karikatur merupakan ungkapan antara suatu peristiwa dari dalam negeri maupun mancanegara dengan keterlibatan seseorang atau banyak orang pada peristiwa yang menonjol saat itu ke dalam gambar yang menggelitik (Sumarna, 2003: 42).
43
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur adalah suatu bentuk
gambar
kartun
yang
sifatnya
sindiran,
kritikan,
humor,
dan
menggambarkan seni gambar yang mempergunakan penonjolan yang berlebihan untuk memperlihatkan ciri khas dari seorang tokoh atau makna khas dari peristiwa yang penting.
Karikatur sebagai salah satu bentuk opini gambar sebenarnya merupakan maskot dari sebuah surat kabar. Karikatur merupakan obor dari hal-hal yang dilontarkan redaksi surat kabar tertentu. Melalui analisis terhadap hal-hal yang disampaikan karikatur, pembaca dapat meraba misi yang diemban sebuah surat kabar serta tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Gambar karikatur diharapkan dapat membawa siswa dalam mengembangkannya kedalam tulisan.
[
2.3.1 Karikatur Sebagai Media Pembelajaran
Penggunaan media pembelajaran sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Pengadaannya tidak harus memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang banyak. Benda-benda yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Dalam hal ini kreatifitas guru sangat dibutuhkan untuk memilih media yang cocok bagi siswa. Sesuatu yang nampaknya sepele akan berdaya guna tinggi bila guru mampu memanfaatkannya.
Sudjana (2005: 4-5) mengemukakan bahwa pemilihan media sebaiknya memperhatikan kriteria sebagai berikut.
44
a. Ketepatan dengan tujuan pengajaran. b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran. c. Kemudahan memperoleh media. d. Keterampilan guru dalam menggunakannya. e. Sesuai dengan taraf berpikir siswa. Media
karikatur
sudah
memenuhi
kelima
kriteria
tersebut.
Tujuan
pembelajarannya adalah agar siswa terampil menulis karangan deskripsi sugestif. Media tersebut sangat mendukung karena diharapkan dapat membantu siswa dalam proses belajar-mengajar dan meningkatkan minat siswa dalam menulis. Media karikatur juga mudah diperoleh, guru dapat mengunduhnya lewat internet. Media ini juga mudah dan tidak membutuhkan waktu yang banyak untuk mempersiapkannya dan tidak membutuhkan taraf berpikir yang sulit untuk menggunakannya, sehingga sesuai dengan taraf berpikir siswa.
Karikatur sebagai salah satu bentuk opini gambar sebenarnya merupakan maskot dari sebuah surat kabar. Apabila karikatur digunakan sebagai media pembelajaran menulis, maka karikatur berfungsi menstimulus siswa untuk menulis opininya tentang gambar yang diamatinya. Dengan melihat karikatur tersebut, siswa diberi kebebasan menuangkan gagasan, pendapatnya disertai argumen berdasarkan penalaran yang sistematis dan logis.
45
2.3.2 Pemilihan Karikatur Media karikatur dipilih sebagai media pembelajaran karena siswa dapat melihat fenomena pada gambar karikatur yang dapat merefleksikan kondisi asosiasif, bukan sekadar gambaran nyata sehingga dapat mendorong siswa untuk mendeskripsikan tentang isi gambar karikatur tersebut. Media karikatur digunakan sebagai rangsangan agar siswa lebih kreatif dalam menulis, khususnya menulis deskripsi. Dari sejumlah karikatur
yang ada, belum tentu semuanya memiliki kriteria sebagai karikatur yang berbobot. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai kualitas karikatur ini sangat membantu dalam memilih karikatur untuk tujuan pembelajaran.
Rivai (1991: 59-61) menentukan beberapa teknik memilih karikatur untuk tujuan pembelajaran yaitu: (1) pemakaiannya sesuai dengan pengalaman siswa, (2) kesederhanaan, (3) lambang yang jelas. Pertimbangan pertama mengandung arti bahwa karikatur hendaknya dapat dimengerti oleh siswa saat karikatur itu digunakan. Pengalaman membaca dan menyimak berita-berita terbaru siswa melaui media massa yang lain sangat membantu dalam menafsirkan karikatur tersebut. Sebagai salah satu bentuk karya seni rupa, karikatur merupakan sarana yang tegas dan efektif untuk berkomunikasi dengan kesederhanaan (Djelantik, 1990: 55).
Teknik pemilihan karikatur yang lebih detail untuk media pembelajaran adalah sebagai berikut. 1. penggambaran bentuk karikatur yang humoris; 2. adanya penonjolan bagian tetentu untuk memperlihatkan ciri khas seorang tokoh atau makna khas peristiwa penting yang hangat;
46
3. pemakaian goresan yang efektif, sederhana, dan tidak banyak perhiasan; 4. penampilan karikatur yang mendukung; 5. sesuai dengan pengalaman siswa; 6. karikatur memuat pesan atau ide berdasarkan fakta (peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi) dan bukan khayalan karikaturis; 7. karikatur mengandung kritik terhadap peristiwa yang masih hangat. Dengan beberapa pertimbangan di atas diharapkan guru dapat memilih karikatur yang berkualitas atau baik dan sesuai dengan pengalaman siswa. Gambar karikatur diharapkan dapat membawa siswa dalam mengembangkannya kedalam tulisan. Media karikatur digunakan sebagai rangsangan siswa lebih kreatif dalam menulis, khususnya menulis deskripsi.
2.3.3 Karikatur dalam Penulisan Deskripsi Siswa Penggunaan media pembelajaran sangat membantu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Pengadaannya tidak harus memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang banyak. Benda-benda yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Dalam hal ini kreativitas guru sangat dibutuhkan untuk memilih media yang cocok bagi siswa. Sesuatu yang nampaknya sepele akan berdaya guna tinggi bila guru mampu memanfaatkannya.
Karikatur adalah bagian dari surat kabar yang tidak asing lagi bagi siswa maupun guru. Dalam Pembelajaran menulis, terutama menulis deskripsi, karikatur dimungkinkan untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Berkaitan dengan hal itu, Rivai (1991: 61) menyatakan bahwa karikatur yang efektif akan menarik
47
perhatian serta menumbuhkan minat belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa karikatur bisa dijadikan bahan yang berguna di kelas.
Karikatur memiliki kesamaan sifat dengan penulisan deskripsi. Keduanya samasama mengemukakan pendapat namun dalam bentuk yang berbeda. Karikatur dapat berbentuk gambar, sedangkan opini tulis dalam bentuk tulisan. Apabila karikatur digunakan sebagai media pembelajaran menulis deskripsi, maka karikatur berfungsi menstimulus siswa untuk menulis pendapatnya tentang gambar yang diamatinya. Dengan melihat karikatur tersebut, siswa diberi kebebasan menuangkan gagasan, pendaptnya disertai argumen berdasarkan penalaran yang sistematis dan logis.
2.4 Aktivitas Belajar Setiap manusia didalam dirinya tumbuh dan berkembang beraneka ragam potensi yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Potensi yang dimiliki menumbuhkan keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Hal inilah yang mengendalikan manusia untuk bertingkah laku dan beraktivitas. Sriyono (2011), aktivitas adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan baik seara jasmani maupun rohani. Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan baik jasmani, rohani, maupun sosial. Kebutuhan ini tentu akan menumbuhkan dorongan untuk berbuat atau beraktivitas termasuk dalam belajar. Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku dalam belajar terjadi secara sadar, bersifat
48
kontinue dan fungsional, bersifat positif dan aktif, memiliki tujuan, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Proses perubahan tingkah laku adalah sebuah aktivitas.
Aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas sebagai hasil dari belajar ditunjukkan dalam berbagai aspek seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, persepsi, motivasi, atau gabungan dari aspek-aspek tersebut. Dalam kegiatan belajar, berpikir dan berbuat merupakan serangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sardiman (2006: 96) memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis.
Pada proses pembelajaran tradisional, guru senantiasa mendominasi kegiatan. Siswa terlalu pasif, yang dianggap botol kosong yang perlu diisi air oleh guru. Aktivitas siswa terbatas pada mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan jika diberi pertanyaan guru, menurut cara yang ditentuan guru, dan berpikir sesuai dengan yang digariskan guru. Sardiman (2006: 96) menerangkan bahwa seorang anak itu berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak tersebut tidak berpikir. Karena itu, agar anak berpikir sendiri maka harus diberi kesempatan untuk beraktivitas. Aktivitas belajar memiliki arti luas yang meliputi aktivitas fisik (jasmani) dan aktivitas mental (rohani). Aktivitas fisik seperti mengerjakan sesuatu, menyusun intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lain yang memerlukan gerakan anggota badan, sedangkan aktivitas mental misalnya siswa
49
dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berpikir kritis, kemampuan menganalisis, kemampuan mengucapkan pengetahuan atau dengan kata lain jika jiwanya bekerja atau berfungsi dalam proses pembelajaran.
Hamalik (1993: 24) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan belajar yang dilakukan seseorang berupa kegiatan mendengarkan, merenungkan, menganalisis, berpikir, membandingkan, dan menghubungkan dengan masa lampau. Kemudian Sardiman (2006: 101) menggolongkan aktivitas belajar berdasarkan pendapat Denrick dalam delapan golongan dan diuraikan seperti di bawah ini: 1.
Aktivitas visual (visual acitivities), seperti: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, memperhatikan orang bekerja.
2.
Aktivitas lisan (oral acitivities), seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3.
Aktivitas mendengarkan (listening acitivities), contohnya: mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4.
Aktivitas menulis (writing activities), seperti: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5.
Aktivitas menggambar (drawing activities), misalnya: menggambar, membuat grafik, peta dan diagram.
6.
Aktivitas motorik (motor activities) yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak.
50
7.
Aktivitas mental (mental acitivities), sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubunan, mengambil keputusan.
8.
Aktivitas emosi (emotional activities), seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Siswa dikatakan aktif belajar jika dalam proses pembelajaran siswa melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberi tanggapan terhadap suatu peristiwa yang terjadi, dan mengalami atau turut merasakan sesuatu dalam proses belajarnya, sehingga siswa tersebut mampu memahami, mengingat, dan mengaplikasikan konsep yang telah dipelajarinya. Prinsip atau asas yang sangat penting didalam proses pembelajaran adalah aktivitas siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu membangkitkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Dengan demikian semakin banyak aktivitas belajar siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka proses pembelajaran yang terjadi akan semakin baik.
2.5 Teori Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu proses yang kompleks dan terjadi pada semua orang serta berlangsung seumur hidup. Karena kompleksnya masalah belajar, banyak sekali teori yang berusaha menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Ada beberapa teori belajar dan pembelapjaran seperti teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivistik, humanistik, sibernetik, revolusisosiokultural serta teori kecerdasan ganda yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan konteks
51
pembelajaran bahasa Inggris. Masing-msing teori memiliki kelemahan dan kelebihan. Pada penelitian ini penulis membatasi pada teori kognitif, konstruktivistik dan kecerdasan ganda yang ada kaitannya dengan proses pembelajaran Bahasa Inggrisyang biasa dilakukan didalam kelas.
2.5.1 Teori Belajar Kognitif Belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif seseorang.
Teori belajar kognitif telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan seperti Piaget, Bruner dan Ausubel. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
52
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. 2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. 3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. 4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. 5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Kaitan teori kognitif dalam pembelajaan menulis Bahasa Inggris dengan menggunakan media karikatur siswa diberi kebebasan untuk berkreasi dengan menggunakan gambar yang tersedia dalam membentuk sebuah tulisan yang bermakna. Sesuai dengan obyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX,
53
guru memberikan stimulus berupa gambar karikatur dan diharapkan siswa dapat menelaah dengan kemampuan masing-masing untuk membentuk tulisan yang tepat.
2.5.2 Teori Belajar Konstruktivistik Menurut pandangan teori konstruktivistik, belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa. Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya.
Karakteristik pembelajaran yang dilakukan dalam teori belajar konstruktivistik adalah: (1) membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
ide-idenya,
serta
membuat
kesimpulan-kesimpulan,
(2)
menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interest, untuk membuat hubungan diantara ide-ide tersebut, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut serta membuat kesimpulan- kesimpulan, (3) guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi, dan (4) guru mengakui bahwa proses belajar dan penilaiannya
54
merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola. Teori belajar konstruktivistik yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan sumbangan besar dalam membentuk siswa menjadi kreatif, produktif dan mandiri.
Kaitan teori kontruktivistik dalam pembelajaan menulis Bahasa Inggris dengan menggunakan media karikatur, setelah siswa diberi kebebasan untuk berkreasi diharapkan dapat tumbuh minat dan ketertarikan untuk menuangkan ide-ide kreatifnya dalam bentuk tulisan berbentuk paragraf deskripsi.
2.5.3 Teori Belajar Behavioristik Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Teori Behavioristik: 1. Mementingkan faktor lingkungan 2. Menekankan pada faktor bagian 3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
55
4. Sifatnya mekanis 5. Mementingkan masa lalu Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : 1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike. Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya: a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons. b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. c.
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
56
a.
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. 3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : a.
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
57
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning. 4. Social Learning menurut Albert Bandura Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Belajar menurut pandangan bihavioralistik, adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat interaksi antara stimulus dengan respon. Proses belajar adalah suatu aktifitas positif yang dialami individu atau siswa hingga menunjukkan adanya tingkah laku baru sebagai akibat interaksi antara stimulus dan respon. Melalui teori ini dalam proses belajar selalu ada respon dari diri orang yang belajar yakni tanggapan siswa yang diperoleh selama proses pembelajaran. Kuat dan lemahnya suatu tanggapan akan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
Frekuensi - sedikit atau banyaknya rangsangan hasil penginderaan
58
(komunikasi antar guru dan murid) yang masuk akan mempengaruhi kuat lemahnya tanggapan.
Intensitas – kuat dan lemahnya rangsangan akan mempengaruhi tanggapa bagus dan tidaknya pesan yang disampaikan guru menurut pandangan murid akan mempengaruhi kuat dan lemahnya persepsi. Guru yang mampu memberikan kesan yang lebih baik dalam proses interaksi belajar mengajarnya tentu akan lebih menarik responsi yang tinggi dibenak murid apabila di bandingakan dengan guru yang tidak dapat memberikan kesan pembelajaran yang mendalam.
Gerakan dan Perubahan – objek yang diam akan kurang menartik perhatian, sebaliknya objek yang berubah dan bergerak akan lebih menarik perhatian. Guru yang gaya mengajarnya monoton, bahan ajarnya dari tahun ketahun tidak mengalami perubahan atau tidak mengikuti dinamika perkembangan zaman, metodenya tidak pernah berubah atau tidak pernah diimprovisasi, akan kurang menarik perhatian murid.
Jumlah objek – dengan objek yang semakin banyak, akan menimbulkan semakin banyak pilihan, sehingga tanggapan akan semakin aktif. Mengajar melaui pemberian contoh yang lebih bervariasi akan lebih baik.
Teori behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya. Tujuan pembelajaran menurut
teori
behavioristik ditekankan pada penambahan
59
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes (Asri, 2005:25). Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan..
Kaitan teori behavior dalam pembelajaan menulis bahasa Inggris dengan menggunakan media karikatur, siswa diharapkan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
2.5.4 Teori Pembelajaran Reigeluth Dunia pendidikan sekarang dituntut untuk senantiasa melakukan inovasi dalam pembelajaran, dalam berbagai aspek. Bagi seorang pendidik, pemilihan model pembelajaran hendaknya dilakukan secara cermat, agar pilihan itu tepat dan relevan dengan berbagai aspek pembelajaran yang lain. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai siswa dan/ atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan. Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecendrungan siswa untuk tetap/ terus belajar.
60
Menurut Reigeluth (1983) bahwa teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi. Elaborasi adalah mengasosiasikan item agar dapat diingat dengan sesuatu yang lain, seperti frasa, adegan, pemandangan, tempat atau cerita. Implikasi dari strategi belajar ini adalah mendorong siswa untuk mendalami informasi yang didapat, misalnya untuk menarik kesimpulan dan berspekulasi tentang implikasi yang mungkin. Siswa menggunakan pengetahuan intinya sehingga ide baru dapat meluas, dengan demikian informasi lebih banyak daripada yang disajikan sebenarnya.
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak.
Proses belajar bersifat individual dan
kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Dalam pembelajaran bahasa, Nunan (2003: 9) mengatakan bahwa ada dua prinsip pembelajaran bahasa: a) pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dimana pendidik melibatkan peserta didik ke dalam proses pembelajaran, b) meningkatkan pembelajaran bagi peserta didik.
61
Dalam proses pembelajaran seorang guru harus mampu mengembangkan skenario pembelajaran
yang efektif dan
sistematis sehingga komponen didalam
pembelajaran tersebut baik itu guru, siswa dan sumber dan lingkungan belajar dan media pembelajaran dapat berfungsi mengembangkan potensi siswa secara optimal. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian siswa. Menurut Reigeluth ada 4 aspek penting yang dapat dipakai untuk mempreskripsikan keefektifan pembelajaran yaitu (1) kecermatan prilaku yang dipelajari atau tingkat kesalahan, (2) kecepatan kerja, (3) tingkat alih belajar,dan (4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari (Reigeluth,1983).
Pembelajaran yang efektif
menurut Yusufhadi Miarso (2007) adalah
pembelajaran yang menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi para siswa melalui prosedur yang tepat. Ada tujuh indikator yang menunjukkan pembelajaran yang efektif adalah: Pengorganisasian pembelajaran dengan baik; komunikasi secara efektif; penguasaan dan antusiasme dalam pembelajaran; sikap positif terhadap siswa; pemberian ujian dan nilai yang adil; keluwesan dalam pendekatan pembelajaran dan hasil belajar siswa yang baik ( Yusufhadi Miarso,2007:536).
Berdasarkan deskripsi teori menurut Reigeluth (1983) dan Degeng (1989) bahwa kualitas pembelajaran dapat diukur melalui 3 strategi, yakni (1) strategi pengorganisasian pembelajaran, (2) strategi penyampaian pembelajaran, dan (3) strategi pengelolaan pembelajaran. Indikator dari masing-masing strategi, yaitu untuk startegi pengorganisasian meliputi strategi makro dan strategi mikro,
62
sedangkan strategi penyampaian meliputi berbagai metode yang digunakan dan strategi pengelolaan menyangkut interaksi antara media, materi, guru, dan siswa. Ketiga strategi ini merupakan kegiatan pokok yang merupakan dimensi dari peningkatan kualitas pembelajaran.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa seorang guru harus dapat merumuskan tujuan, pemilihan topik/ bahan ajar, kegiatan kelas, penugasan dan penilaian dengan penggunaan waktu dengan baik dengan kemampuan komunikasi penyajian yang jelas, kelancaran berbicara, nada, intonasi, ekspresi. Sikap positif terhadap siswa yang dicerminkan dalam berbagai cara, misalnya membantu membangkitkan motivasi, memberikan penilaian yang tepat dan adil. Kesesuaian soal ujian dengan bahan /materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran dengan keluwesan penggunaan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran dan hambatan yang dialami didalam proses pembelajaran. Jadi efektivitas pembelajaran dapat diketahui dengan baik jika diperoleh masukan dari diri sendiri, siswa, observasi kelas, rekan sejawat, pimpinan, pengkajian rencana pembelajaran dan hasil belajar siswa.
2.6 Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan telaah kepustakaan yang telah dilakukan, terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dan berkaitan, seperti hasil penelitian Syarif (2011: 1) tentang peningkatan keterampilan menulis deskripsi melalui media gambar karikatur teknik pancingan kata kunci pada siswa kelas X.1 MA Al Hadi Mranggen Demak. Dalam hasil penelitiannya diketahui adanya peningkatan
63
kemampuan menulis paragraf deskripsi dengan dua siklus yang dilakukan dari 68% kategori cukup menjadi 82% dengan kategori baik. Selain itu, hasil nontes menunjukkan adanya perubahan perilaku siswa ke arah positif. Perubahan perilaku yang terjadi adalah siswa lebih aktif selama pembelajaran, lebih berfokus terhadap penjelasan guru dan berdisiplin dalam tugas, lebih jujur pada saat menulis argumentasi, lebih percaya diri dan saling menghargai dalam kegiatan presentasi, serta lebih mampu bekerja sama dan berbagi dengan temannya. Penelitian ini relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan yaitu adanya peningkatan aktivitas siswa dimana dengan 3 siklus terdapat peningkatan yang sangat signifikan terhadap prilaku siswa dalam menulis paragraf deskripsi. Pada hasil penelitian Yusewarsih (2011: 1) di SDN Dengkol 01 Singosari tentang Peningkatan kemampuan menulis karangan deskripsi melalui media gambar tunggal, dalam hasil penelitiannya melalui 2 siklus diketahui terjadi peningkatan dari segi proses pembelajaran serta hasil karya yang dihasilkan siswa dari 62% dengan kategori cukup menjadi 74% dengan kategori baik.
Dalam penelitian yang dilakukan Djuhartini (2001: 56) menunjukkan bahwa pembelajaran menulis paragraf deskripsi melalui penyajian gambar berhasil meningkatkan kemampuan siswa menulis paragraf deskripsi bagi siswa SLTP serta sikap siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan dimana prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dalam 3 siklus yang dilakukan. Dengan tiga model gambar karikatur yang diberikan hasil tulisan siswa mengalami perbaikan dan peningkatan sesuai
64
dengan komponen yang diterapkan dalam penulisan sebuah paragraf deskripsi. Selanjutnya dari proses pembelajaran yang dilakukan terjadi perubahan sikap siswa dalam menulis paragraf deskripsi dimana sebelumnya cenderung gaduh dan kurang fokus, setelah dilakukan dalam tiga siklus siswa mengalami perubahan dalam kemandirian untuk menulis, mau bertanya dan lebih kreatif.
2.5 Skenario Pembelajaran Skenario pembelajaran yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 1.
Sebelum memulai belajar kondisikan anak dalam keadaan senang dan santai dengan cara memberikan brainstorming tentang penciptaan sesuatu yang baru, gagasan yang baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah (Munandar, 1999:47). Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan kondisi anak tersebut, aktifitas apa saja yang dikerjakan mereka sebelumnya, aktifitas keluarga mereka, sampai mereka tiba di sekolah. Pertanyaan yang diajukan seperti berikut. a. Apakah tadi ada yang menonton TV? b. Siapakah presiden RI yang ke 5? c. Berasal darimanakah beliau?
2. Berdasarkan jawaban anak-anak guru menjelaskan bahwa kegiatan belajar hari tersebut adalah menulis paragraf deskripsi dengan cara melihat gambar karikatur yang ada.
65
3. Memberikan penjelasan tentang pengertian dari paragraf deskripsi disertai dengan contoh. 4. Menyiapkan beberapa gambar karikatur sebagai bahan contoh siswa agar mereka dapat berpikir lebih kreatif dengan cara menggambarkan hal baru, menggambarkan koherensi dan kecocokan, memberikan dampak yang bermanfaat, serta mampu menunjukkan kesanggupan berpikir merupakan ciri kreativitas seseorang. 5. Menujukkan gambar karikatur (seperti pada contoh diatas) kepada anak lebih kurang 5 - 10 detik. Jelaskan kategori gambar karikatur tersebut. Karikatur yang ditunjukkan menggambarkan bentuk yang humoris, adanya penonjolan pada bagian tertentu, pemakaian goresan yang efektif, sederhana, dan tidak banyak perhiasan, sesuai dengan pengalaman siswa, memuat pesan atau ide berdasarkan fakta dan bukan khayalan, mengandung kritik terhadap peristiwa yang masih hangat (Djelantik, 1990:55), lalu berikan contoh kalimat yang menjelaskan gambar tersebut dalam kalimat terpisah. Yang diawali dari menyebutkan kosakata utamanya, kemudian merangkaikan menjadi sebuah kalimat utuh. Prosesnya adalah melalui kata, kalimat dan paragraf yang dihasilkan. 6. Menugaskan siswa menyusun menjadi sebuah paragraf deskripsi. Tulisan berbentuk deskripsi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu obyek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga obyek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri obyek itu.
66
7. Melakukan bimbingan secara berulang agar anak dapat memahami dengan baik apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.. Kriteria- kriteria keberhasilan pada penelitian ini didasarkan atas data penelitian, yaitu berdasarkan pada jenis data, (a) data tentang proses pembelajaran menulis dengan media gambar karikatur, dan (b) data tentang menulis outline/kerangka dan draft teks deskripsi. Masing-masing jenis data tersebut dianalisis kemudian dipersentasekan.