BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Ada berbagai definisi mengenai dukungan sosial dari berbagai ahli diantaranya: 1. Menurut Sarafino dan Smit (2011) dukungan sosial adalah kesenangan, kepedulian, penghargaan atau tersedianya bantuan yang diterima oleh individu dari orang lain atau kelompok. 2. Menurut Cohen dan Syme dukungan sosial adalah sebagai sumber daya yang disediakan oleh orang lain (dalam Cohen & Syme, 1985). 3. Dukungan sosial menurut Cobb (dalam Andari & Fatma, 2013), dapat diartikan sebagai informasi yang diperoleh dari orang lain bahwa individu dicintai, diperhatikan, dihargai, dan dipandang sebagai hubungan dalam komunikasi dan saling bertanggung jawab. 4. Menurut Lazarus (dalam Almasytoh, 2011), dukungan sosial merupakan suatu kebersamaan sosial, dimana individu berada di dalamnya, yang memberikan beberapa dukungan seperti bantuan
11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
nyata, dukungan informasi, dan dukungan emosional sehingga individu merasa nyaman. 5. Menurut
Cunningham&
Barbee,
mendefinisikan
jaringan
dukungan sosial sebagai prediksi seseorang dimana seseorang individu disangka layak untuk menerima bantuan pada waktu ia butuhkan (Calix, 2004). 6. Menurut Smet dukungan sosial adalah suatu kesenangan yang dirasakan sebagai perihatin, penghargaan atau pertolongan yang diterima dari yang lain atau kelompok (dalam Sedjati, tahun tidak dicantumkan). Dari beberapa definisi diatas, maka peneliti mengacu pada difinisi dukungan sosial dari sarafino dan smit (2011) dukungan sosial adalah kesenangan, kepedulian, penghargaan atau tersedianya bantuan yang diterima oleh individu dari orang lain atau kelompok. 2.1.2
Sumber Dukungan Sosial Menurtu Zimet, Dahlem & Farley mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat di terima dari tiga sumber (dalam, Rahayu, Tria, Kanthi, 2012),yaitu: 1. Keluarga Keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan individu. Kebutuhan fisik dan psikologis mula-mula terpenuhi dari lingkungan keluarga. Induvidu akan menjadikan keluarga sebagai 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
tumpuan harapan, tempat bercerita dan tempat mengeluarkan keluhan ketika individu mengalami persoalan. 2. Teman Teman bertindak sebagai orang kepercayaan yang penting dan menolong individu dalam melewati berbagai situasi yang menjengkelkan dengan menyediakan dukungan emosi dan nasihat yang memberikan informasi. Sekelompok teman merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman dan panduan moral, tempat bereksperimen dan setting untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orang tua. 3. Significant Other Sejumlah orang lain yang pontensial memberikan dukungan tersebut sebagai significant other. Significant other adalah orang yang secara nyata penting bagi seseorang dalam proses sosialisasi dan sangat mempengaruhi individu. 2.1.3
Dimensi Dukungan Sosial Menuru Sarafino dan Smit (2011) dimensi dukungan sosial yaitu: 1. Dukungan Emosional Dalam dukungan emosional menyampaikan suatu perasaan empati, peduli, perihatin, dan hal positif.
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Dukungan Instrumental Dukungan yang melibatkan langsung suatu bantuan seperti, ketika seseorang memberikan atau meminjamkan uang kepada orang lain yang membutuhkan. 3. Dukungan Informasi Dalam dukungan ini memberikan suatu saran, arahan, atau umpan balik tentang bagaimana orang tersebut melakukannya. Contoh, orang sakit mendapatkan informasi dari dokter atau keluarga bagaimana cara menyembuhkannya. 4. Dukungan Persahabatan Dalam dukungan ini mengacu pada ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktunya dengan orang yang membutuhkan dukungan sehingga memberikan perasaan yang bersahabat kelompok orang-orang yang berbagi minat dan kegiatan sosial secara bersama-sama. 2.2 Penyesuaian Diri 2.2.1 Pengertian Penyesuaian Diri Ada bebagai definisi mengenai penyesuaian diri dari berbagai ahli diantaranya: 1. Menurut Schneider (1964), penyesuaian diri adalah usaha individu untuk berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustasi yang dialami dalam dirinya.
14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Menurut Hurlock (dalam Fitryani, 2008), penyesuaian diri adalah seberapa
jauhnya kepribadian individu berfungsi secara efisien
dalam masyarakat. 3. Menurut Calhun dan Acocella (dalam Annisa & Handayani, 2012), penyesuaian diri merupakan interaksi yang dilakukan oleh seseorang secara kontinyu dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan disekitarnya. Dari berbagai definisi diatas, maka peneliti mengacu pada definisi
penyesuaian
diri
menurut
Schneider
(1964)
bahawa
penyesuaian diri adalah usaha individu untuk berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustasi yang dialami dalam dirinya. 2.2.2
Aspek-Aspek PenyesuaianDiri Menurut Schneider (1964), penyesuain diri mempunyai beberapa aspek yaitu: 1. Kontrol Terhadap Emosi yang Berlebihan Dalam aspek ini sangat relatif terhadap emosi yang berlebihan atau penyesuaian diri dikatakan normal bisa mengontrol emosi dan tidak mengeluar emosi yang berlebihan.
15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Mekanisme Pertahanan Diri yang Minimal Dalam menghadapi suatu masalah emosi yang di keluarkan adalah emosi yang normal atau sewajarnya dan tidak diikuti dengan oleh mekanisme pertahanan diri atau seperti, proyeksi, rasionalisasi, dan kompensasi. 3. Frustasi Personal Minimal Penyesuaian diri sebagain besar terlepas dari rasa frustasi, karena jika seseorang tidak bisa menyesuaikan diri, seseorang tersebut tidak bisa menjadi dirinya sendiri dan merasakan dirinya mempunyai tekanan. 4. Pertimbangan Rasional dan Kemampuan Mengarahkan Diri Karakteristik yang paling menonjol adalah orang yang mampu berfikir secara rasional dan mampu mengarahkan diri akan memiliki penyesuaian diriyang baik. Karakteristik ini sebagian dari reaksi pertahanan. 5. Kemampuan Untuk Belajar Penyesuaian yang normal sering menempatkan diri ditempat yang penuh dengan tekan atau konflik. 6. Memanfaatkan Pengalaman Masa Lalu Sebuah proses pertumbuhan dan perubahan seseorang lebih dominan memanfaatkan dari pengalaman masa lalu. Semakin
16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
seseorang mendapat pengalaman dimasa lalunya mereka akan belajar bagaimana untuk kedepannya. 7. Sikap Realistik dan Objektif Berdasakan proses pembelajaran, pengalaman masa lalu dan pemikiran rasional sikap tersebut memungkinkan untuk menilai situasi, masalah dan pemikiran yang rasional. Sikap tersebut memungkinkan untuk menilai situasi, masalah, membatasi diri secara objektif dan rasional sesuai dengan kenyatan yang ada di lingkungan. 2.2.3
Pembentukan Penyesuaian Diri Menurut Mu’tadin (2002) Pada dasarnya penyesuaian
diri
melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan Keluarga Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orang tua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dikemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stress. Lingkungan
keluarga
juga
merupakan
lahan
untuk
mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari didalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orang tua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut akan muncul rasa putus asa pada jiwa individu tersebut. Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat seperti, rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya. 2. Lingkungan Teman Sebaya Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya. Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya, mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 3. Lingkungan Sekolah Pendidikan moderen menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai
dengan perkembangan tersebut. Dalam
pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu. Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah.
20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi. 2.2.4 Macam-Macam Penyesuaian Diri Menurut Rathus dan Nevid (dalam, Fitriany, 2008). bahwa suatu proses dan hasil telah menimbulkan pandangan untuk melihat penyesuaian sebagai tingkah laku yang membuat individu untuk menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan. Berkaitan dengan tuntutan lingkungan maka penyesuaian diri itu dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: 1. Penyesuaian Diri Secara Fisik. Dalam dunia kemahasiswaan dimana beban tugas perkuliahan lebih banyak, maka mahasiswa dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan tingginya. 2. Penyesuain Psikis Penyesuaian psikologi yang menghasilkan kepuasan sehubung dengan stress dan proses coping yang dilakukan individu. Penyesuaian diri disini lebih difokuskan kepada bagaimana cara mengatasi stress misalnya, tinggal jauh dari rumah untuk pertamakalinya,
meyakinkan
diri
ketika
menghadapi
tes,
menyiapkan diri menghadapi tugas-tugas yang bertumpuk, dan 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
lain-lain. Untuk itu dibutuhkan strategi coping yang tepat agar proses penyesuaian diri yang dilakukannya dapat berhasil dan tidak mempengaruhi proses belajar di lingkungan akademiknya. 3. Penyesuaian Diri Secara Sosial Budaya Penyesuaian diri secara sosial budaya umumnya terjadi bila seseorang masuk kedalam lingkungan baru yang sedikit banyaknya berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Penyesuaian sosial budaya ini berhubungan dengan keterampilan sosial, kemampuan untuk mencocokanatau bernegosiasi dengan budaya setempat misalnya, menjalani hubungan dengan orang baru, mempelajari adat istiadat, bertingkah laku sesuai standar perilaku yang terima dilingkungan setemapat, dan lain-lain.
2.2.5
Faktor-Faktor Penyesuaian Diri Menurut Schneider (dalam Setioroso, 2013) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuai diri adalah sebagai berikut: 1. Kondisi fisik Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatar belakangi adanyanya hambatan pada individu dalam penyesuaian diri. 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Perkembangan dan kematangan Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan individu berbeda-beda. Pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti: emosional, sosial, moral, keagamaan, intelektual. Dalam fase tertentu, salah satu aspek mungkin lebih penting dari aspek lainnya. 3. Keadaan psikologis Keadaaan
mental
yang sehat
merupakan
syarat
bagi
terciptanya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatar belakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. keadaan mental yang baik akan mendorong internal maupun tuntutan lingkungannya. 4. Keadaan lingkungan a. Pengaruh rumah dan keluarga. b. Hubungan orang tua dan anak. c. Hubungan saudara d. Masyarakat sekolah
23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
5. Kultur dan agama a. Proses penyesuaian diri mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultur dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. b. Agama merupan sumber nilai, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan tuntutan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup umat manusia. Agama memegang peranan penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri. Faktor-faktro lain yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah menurut Zakiah Darajat dalam buku kesehatan mental (dalam Fitryani, 2008), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah: 1. Frustasi (Tekanan Perasaan) Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpengaruhnya kebutuhankebutuhannya, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. Orang yang menghadapi rasa frustasi berusaha mengatasinya dengan cara tanpa mengindahkan orang dan keadaan sekitar, mencari kepuasaan dalam khayalan.
24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Frustasi disebabkan oleh tangapan terhadap situasi yang dipengaruhi oleh kepercayaan diri dan kepercayaan lingkungan. 2. Konflik (Pertentangan Batin) Konflik adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan dan bertentangan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. Konflik dibagi beberapa macam: a) Pertentangan dua hal yang diinginkan yaitu dua hal yang sama diingini tapi tidak mungkin di ambil keduanya. b) Pertentangan antara dua hal yang pertama diingini, sedang yang kedua tidak diingini. Hal ini terjadi karena dua macam keinginan yang bertentanga satu sama lainnya. c) Pertentangan antara dua hal yang tidak diingini yaitu, orang yang menhadapi situasi yang menimbulkan dua hal yang sama tidak disenangi. 3. Kecemasan Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan ada yang didasari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa atau rasa bersalah, terancam dan kecemasan
25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang tidak didasari serta tidak bisa menghindari person yang tidak menyenangkan. Macam-macam rasa cemas adalah: a) Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui adanya bahaya yang mengancam dirinya. Berbentuk rasa takut karena sumbernya terlihat. b) Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Merasa takut yang kurang jelas, tidak tertentu dan tidak ada hubungannya dengan apa-apa serta takut itu mempengaruhi keseluruhan diri sendiri. c) Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawan dengan keyakinan atau hati nurani.
2.3 Remaja 2.3.1
Pengertian remaja Pada masa remaja kita melihat bagaimana perkembangan dari kognitif,
pola berfikir pada anak remaja dan masa pubertasnya. Pada masa modern, perjalanan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan tidak ditandai dengan suatu peristiwa, melaikan periode panjang yang disebut dengan masa remaja. Masa remaja adalah masa peralihan perkembangan yang berlangsung sejak usia sekitar 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja
26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
akhir atau usia dua puluh awal. Serta melibatkan perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang saling berkaitan. Masa remaja awal adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak, memberikan kesempatan untuk tumbuh, tidak hanya dalam dimensi fisik, tetapi juga dalam kompetensi kognitif dan sosial, otonomi, harga diri, dan keintiman. Dalam periode ini juga memiliki resiko. Menurut Offer dan Ostrov (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2013), masa remaja adalah saat meningkatnya perbedaan di antara kebanyakan remaja, yang menuju ke masa dewasa yang memuaskan dan produktif, dan hanya sebagian kecil yang akan menghadapi masalah besar. Menurut Cecep Taufikurohman dan latifah (dalam Sarwono,2015) mengatakan, beberapa penulis di Indonesia tetap berpendapat bahwa remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa, yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama.
2.3.2
Perkembangan Fisik Menurut Sarwono (2015) Perubahan fisik pada masa remaja yang terbesar
adalah pengaruh pada perkembangan jiwa remaja, adalah pertumbuhan tubuh misalnya badan menjadi panjang dan tinggi, mulai berfungsinya alat reproduksi seperti, ditandai adanya haid pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Menurut Muss tahun 1968 (dalam Sarwono, 2015) membuat urutan pertumbuhan-pertumbuhan fisik sebagai berikut: 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Pada Anak Perempuan a. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi
tinggi,
anggota badan menjadi panjang). b. Pertumbuhan payudarah c. Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap dikemaluan. d. Mencapai pertumbuhan ketinggi badan yang maksimal setiap tahunnya. e. Bulu kemaluan menjadi keriting. f. Adanya haid. g. Tumbuh bulu ketiak. 2. Pada anak laki-laki a. Pertumbuhan tulang-tulang. b. Testis (buah pelir) membesar. c. Awal perubahan suara. d. Ejukasi (keluarnya air mani). e. Bulu kemaluan menjadi keriting. f. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimal setiap tahunnya. g. Tumbuhnya
rambut-rambut
halus
diwajah
(kumis,
jenggot). h. Tumbuh ketiak. 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
i. Akhir perubahan suara. j. Rambut yang tumbuh di wajah bertambah tebal dan gelap. k. Tumbuh bulu dada. 2.3.3
Perkembangan Psikologis Dalam perkembangan psikologis menurut sarwono (2015) mempunyai beberapa tinjauan dari beberapa segi yaitu: 1.
Pembentukan kosep diri Pada diri remaja, proses perubahan karena pengalaman dan usia merupakan hal yang harus terjadi, karena dalam proses pematangan kepribadiannya, remaja
sedikit
demi
sedikit
memunculkan
ke
permukaan sifat-sifat aslinya yang sebenarnya, yang harus berbenturan dengan rangsangan-rangsangan dari luar. 2.
Perkembangan inteligensi Intelegensi mengandung unsur pemikiran atau rasio. Semakain banyak pemikiran atau rasio yang harus digunakan dalam suatu tindakan, semakain berintelegensi tingkah laku tersebut.
29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
3.
Perkembangan Peran Sosial Konflik yang dihadapi remaja mempunyai peran yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitankesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan memberikan latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya, anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Ia tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya dimana ia harus kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri.
4.
Perkembangan Peran Gender Peran gender pada hakikatnya adalah bagian dari peran sosial pula. Sama halnya dengan anak yang harus mempelajari perannya sebagai anak terhadap orang tua atau sebagai murid terhadap guru, maka ia pun harus mempelajari perannya sebagai anak dari jenis kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya. Jadi berbeda dengan anggapan awam, peran gender ini tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan tetapi juga oleh lingkungan dan faktor-faktor lainnya.
30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
5.
Perkembangan Moral dan Religi Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagai orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat.
2.3.4
Remaja Sebagai Subkultur 1. Masyarakat Transisi Menurut Useem dan Useem masyarakat transisi adalah masyarakat yang sedang mencoba membebaskan diri dari nilai-nilai masa lalu dan menggapai masa depan dengan terus-menerus membuat nilai-nilai baru atau hal-hal baru (dalam Sarwono, 2015). 2. Remaja dan Masyarakat Transisi Anomi menurut Durkheim (dalam Sarwono, 2015) adalah suatu system sosial tanpa ada petunjuk atau pedoman untuk mengatur tingkah laku. Kondisi anomi ini tentu saja tidak hanya berlaku pada orang dewasa, melaikan juga berlaku terhadap remaja. Salah satu bukti tentang adanya kondisi anomi ini dikalangan remaja dalah dalam segi seksual yang diungkapkan dalam penelitian di Muangthai, Thailand. 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Keadaan seperti ini, terjadi di Negara-negara berkembang atau dalam masyarakat transisi. 3. Remaja Sebagai Anggota Keluarga Menurut Sarwono (2015) sebagai lingkungan primer hubungan antara manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Karena itu, sebelum ia mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan sebagai bagaian dari kepribadiannya dan sama halnya agama dan pendidikan bisa mempengaruhi kelakuan seseorang. 4. Remaja di Sekolah Pengaruh sekolah itu tentunya diharapkan positif terhadap perkembangan jiwa remaja karena sekolah adalah lembaga pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan, sama halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat disamping mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada para siswanya. Akan tetapi, seperti halnya juga dengan
32 http://digilib.mercubuana.ac.id/
kelurga, fungsi sekolah sebagai pembentukan nilai dalam diri karena anak sekarang ini banyak mengahadapi tantangan. 5. Remaja dalam Masyarakat Masyarakat
sebagai
lingkungan
tersier
adalah
lingkungan terluas bagi remaja dan sekaligus paling banyak menawarkan pilihan. Terutama dengan maju pesatnya teknologi komunikasi masa, maka hampir tidak ada batas geografi, etnis, politis, maupun sosial antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. 2.4
Kerangka Berfikir Dalam masa remaja banyak perubahan yang dialami pada diri seseorang dalam bidang pendidikan ataupun dalam lingkungan sosialnya. Dalam bidang pendidikan, saat remaja mendapatkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka semakin besar usaha yang harus ia keluarkan. Dalam lingkungan sosial remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan teman dibandingkan dengan keluarga. Remaja yang sekolah di pesantren khusunya di pesantren Darunnajah Jakarta mereka belajar secara terpisah antara laki-laki dan perempuan. Dalam segi pertemanan mereka bertemu dengan teman yang sama setiap harinya. Pada saat mereka lulus dari pesantren dan melanjutkan kuliah mereka mengalami fase perubahan dari segi pendidikan dan sosial seperti, berkurangnya aturan atau norma yang diberikan oleh guru di pesantrennya, 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pendidikan agama sudah lebih berkurang didapat, adanya perbedaan pergaulan di lingkungan universitas dengan lingkungan pesantren, dalam pembelajaran di kelas antara laki-laki dan perempuan kelasnya disatukan dan sedikit yang mengingatkan dalam hal ibadah. Mahasiswa lulusan pesantren biasanya menghadapi masalah didalam lingkungan kuliah, mereka menghadapi situasi seperti takut tidak diterima di lingkungan luas atau di lingkungan kuliahnya, adanya rasa canggung terhadap lawan jenis yang menuntun mereka harus menyesuaikan diri. Pengertian penyesuaian diri adalah usaha individu untuk berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustasi yang dialami dalam dirinya. Ada beberapa aspek dalam penyesuaian diri adalah control emosi yang baik, mekanisme pertahanan diri, frustasi personal minimal, pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri, kemampuan untuk belajar, memanfaatkan pengalaman masa lalu, sikap realistis dan objektif. Menurut Schneider (dalam Setioroso, 2013) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain, (i) kondisi fisik, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. (ii) Perkembangan dan kematangan individu akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. (iii) Keadaan psikologis yang sehat merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik, dimana keadaan mental yang baik akan mendorong internal maupun tuntutan lingkungannya. (iv) Keadaan lingkungan, seperti pengaruh 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/
rumah dan keluarga, hubungan orang tua dan anak, hubungan saudara, masyarakat sekolah. (v) Kultur dan agama, dalam hal ini kultur merupakan lingkungan dimana individu berada dan berinteraksi yang akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya, sedangkan agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan tuntutan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup umat manusia. Penelitian yang dilakukan Chang, Garg & Giddon (2016), yang di dalamnya mengatakan bahwa, kehidupan dalam pesantren / boarding school khususnya di Taiwan, memiliki banyak perbedaan dengan sekolah SMP dan SMA lainnya. Sehingga mempengaruhi cara berfikir antara pria dan wanita dalam kedisiplinan, pembelajaran agama, segi akademik dan dukungan emosional. Sehingga
pandangan body image dan self consept remaja
pesantren berbeda. Dalam lingkungan pesantren kegiatan yang diatur membuat khususnya untuk remaja putri merasa dirugikan karena mereka tidak mempunyai privasi seperti, kondisi ruangan yang bersamaan, kegiatan yang terjadwal. Hal ini diperkuat dari penelitian Menurut Handono & Bashori (2013) Santri dituntut untuk mandiri, bertanggung jawab, dewasa, mempunyai penyesuaian diri yang baik, berprestasi dan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik. Tapi terkadang tuntutan-tuntutan tersebut tidak dapat dijalankan dengan baik sehingga memunculkan suatu tekanan terhadap diri mereka, yang tidak jarang akan menimbulkan stress. 35 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sehingga dalam kasus penelitian menurut Chang, Garg & Giddon (2016) , dari kejadian yang banyak dialamai oleh siswa boarding school di Taiwan, para pengajar, orang tua, bidang pendidikan mendapatkan banyak manfaat, seperti cara pengajaran atau prosedur yang berbeda untuk merubah suatu treatment pengajaran yang lebih sesuai digunakan pada remaja dan memberikan pengarahan untuk memberlakukan hidup sehat dengan menggunakan intervensi yang sesuai. Dalam penelitian ini, dukungan sosial dari orang tua dan pengajar sangatlah penting bagi kesusksesan pembelajaran dan keberhasilaan siswa ketika keluar dari pesantren sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Dari hasil penelitian dilakukan oleh Prihartanti (dalam Maharani & Anda yani, 2003) mengatakan bahwa remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, tentunya akan mampu melewati masa remajanya dengan lancar dan diharapkan ada perkembangan ke arah kedewasaan yang optimal serta dapat diterima oleh lingkungannya, penyesuaian diri dipengaruhi salah satunya adalah dukungan dari lingkungan keluarga, dan teman. Dalam mereka mampu menyesuaikan diri, mereka akan mampu menyesuaikan diri pada lingkungan. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yang sudah dijelaskan diatas, salah satunya faktor keadaan lingkungan. Keadaan lingkungan meliputi pengaruh rumah dan keluarga, hubungan orang tua dan anak. Pengaruh rumah, keluarga dan hubungan anak dan orang tua merupakan
36 http://digilib.mercubuana.ac.id/
suatu dorongan atau dukungan yang diberikan dalam menyesuaikan diri mereka didalam lingkungan. Saat seseorang tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik, hal ini bisa menjadi suatu masalah. Sarafino dan Smith (2011) mengatakan bahwa orang yang sedang menghadapi masalah dan secara terbuka meminta dukungan terhadap orang-orang disekitarnya, maka orang disekitarnya akan memberikan dukungan sesuai dengan apa yang individu tersebut butuhkan. Namun, saat individu tertutup mengenai masalah yang dihadapi pada orang-orang disekitarnya, maka orang lain tidak akan memberikan dukungan sosial sesuai dengan yang diharapkan, karena orang disekitar tidak dapat memahami apa yang dibutuhkan individu tersebut. Dukungan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh orang lain tetapi juga mengacu pada pengertian seseorang
mengenai
persepsi
bahwa
kenyamanan,
kepedulian
dan
menyediakan bantuan jika dibutuhkan. Orang-orang yang membutuhkan dukungan sosial adalah orang-orang yang sedang mengalami stress atau menghadapi masalah tertentu, misalnya; beradaptasi dengan lingkungan baru khususnya pada mahasiswa lulusan pesantren yang sangat membutuhkan dukungan sosial. Pada mahasiswa lulusan pesantren, saat ia menghadapi lingkungan baru di perkuliahan, maka ia akan menemukan masalah-masalah terkait penyesuaian diri seperti; merasa canggung terhadap lawan jenis, ilmu religious yang ia dapat saat di pesantren
37 http://digilib.mercubuana.ac.id/
berkurang, dan adanya perbedaan situasi antara lingkungan pesantren dan kuliah. Dari penjelasan di atas, saat seseorang menghadapi masalah ia membutuhkan dukungan sosial dari berbagai sumber. Menurut Zimet, Dahlem & Farley sumber dukungan sosial (dalam, Rahayu, Tria, Kanthi, 2012) yaitu dari (i) keluarga yang merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan individu. Kebutuhan fisik dan psikologis mula-mula terpenuhi dari lingkungan keluarga; (ii) teman merupakan orang kepercayaan yang penting dan menolong individu dalam melewati berbagai situasi yang menjengkelkan dengan menyediakan dukungan emosi dan nasihat, serta dapat memberikan informasi; dan (iii) significant other adalah orang yang secara nyata penting bagi seseorang dalam proses sosialisasi dan sangat mempengaruhi individu yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap seseorang. Pengaruh dari sumber dukungan sosial terhadap individu adalah hal-hal seperti; dukungan emosional menyampaikan suatu perasaan empati, peduli, perihatin, hal positif; dukungan instrumental yang melibatkan secara langsung suatu bantuan; dukungan informasi memberikan suatu saran, arahan atau umpan balik tentang bagaimana orang tersebut melakukannya; dan dukungan persahabatan mengacu pada ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktunya dengan orang yang membutuhkan dukungan. Jika seluruh dimensi sosial telah terpenuhi, maka aspek penyesuaian diri dapat tercapai dengan baik. Hal-hal
38 http://digilib.mercubuana.ac.id/
ini yang akan membantu seseorang saat ia menghadapi situasi yang sulit. Dari uraian diatas maka kerangka berfikir seperti di bawah ini : Dukung Sosial Aspek Dukungan Sosial yaitu: 1. Dukunag Emosional 2. Dukangan Instrumental 3. Dukungan Informasi 4. Dukungan Persahabatan
Penyesuaian Diri Mahasiswa Lulusan Pesantren Aspek Penyesuaian Diri yaitu: 1. Kontrol Terhadap Emosi yang Berlebihan. 2. Mekanisme Pertahanan Diri yang Minimal 3. Frustasi Personal Minimal 4. Pertimbangan Rasional dan Kemampuan Mengarahkan Diri 5. Memanfaatkan Pengalaman Masa Lalu 6. Sikap Realistik dan Objektif 7. Kemampuan Untuk Belajar
39 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.5
Hipotesis H0: Tidak ada hubungan antara dukungan sosial dan penyesuaian diri pada mahasiswa lulusan Pesantren Darunnajah Jakarta H1: Adanya hubungan antara dukungan sosial dan penyesuaian diri pada mahasiswa lulusan Pesantren Darunnajah Jakarta. H2: Adanya hubungan antara dukungan sosial emosional dan penyesuaian diri pada mahasiswa lulusan Pesantren Darunnajah Jakarta. H3: Adanya hubungan antara dukungan sosial instrumental dan penyesuaian diri pada mahasiswa lulusan Pesantren Darunnajah Jakarta. H4: Adanya hubungan antara dukungan sosial informasi dan penyesuaian diri pada mahasiswa lulusan Pesantren Darunnajah Jakarta. H5: Adanya hubungan antara dukungan sosial persahabatan dan penyesuaian diri pada mahasiswa lulusan Pesantren Darunnajah Jakarta.
40 http://digilib.mercubuana.ac.id/