BAB II LANDASAN TEORI
A. Bahasa Mandarin 1. Definisi Bahasa Mandarin Bahasa mandarin merupakan salah satu bahasa yang paling sering bei fang hua
digunakan di dunia ini. Dalam pengertian luas, Mandarin berarti 北 方 话 secara harfiah berarti “bahasa percakapan Utara”, yang merupakan sebuah kelompok yang luas dan mencakup berbagai macam jenis dialek percakapan yang digunakan sebagai bahasa lokal di sebagian besar bagian utara dan barat daya Tiongkok, dan bahasa tersebut juga menjadi dasar bagi bahasa secara pu tong hua
guo yu
bei fang hua
umum (普 通 话 ) dan bahasa nasional (国 语 ). Bahasa utara ( 北 方 话 ) ia mempunyai lebih banyak bahasa pengucapan dari pada bahasa mandarin yang lainnya. Seperti ragam-ragam bahasa Tionghoa lainnya, ada banyak orang yang berpendapat bahwa bahasa Mandarin itu seperti dialek, bukan bahasa. Kata “mandarin” dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Inggris yang menggambarkan bahasa Tionghoa juga sebagai bahasa Mandarin. Kata “Mandarin” ini diserap bahasa Inggris dari Portugis mandarin, yang berasal dari Melayu. Sumber lain menyebutkan Mandarin secara harfiah berasal dari sebutan orang asing kepada pembesar-pembesar Dinasti Qing di zaman dulu. Dinasti Qing adalah dinasti yang didirikan oleh suku Manchu , sehingga pembesar-pembesar kekaisaran biasanya disebut sebagai Mandaren man da ren
(滿大人) yang berarti “Pembesar Manchu”. Dari sini, bahasa yang digunakan 7
8
oleh para pejabat Manchu waktu itu juga disebut sebagai “bahasa Mandaren”. kemudian penulisannya berevolusi menjadi “Mandarin” di kemudian hari.
2. Nama-nama lain dari bahasa Mandarin : guo yu
1. Guoyu (国语)adalah sebutan lain bagi dialek Utara bahasa Han yang kita kenal sebagai bahasa Mandarin. Guoyu secara harfiah berarti “bahasa nasional”, sesuai dengan kenyataan bahasa Mandarin ditetapkan sebagai bahasa resmi pemerintahan dan nasional di beberapa negara seperti Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Tiongkok di Taiwan . 2.
hua
yu
Huayu (华语) adalah nama lain dari dialek Utara bahasa Han yang lebih dikenal sebagai bahasa Mandarin saat ini. Huayu secara harfiah berati “bahasa Hua” yang merupakan bahasa yang umum digunakan oleh orang Tiongkok, dalam hal ini menunjukan kepada bahasa Mandarin yang luas diucapkan.
3. Sejarah Aksara Mandarin ( HANZI ) Zaman dahulu, tulisan Tionghoa semua memakai huruf tradisional. Baik Tiongkok dan Taiwan masih menggunakan huruf tradisional ini. Tahun 1949, Tiongkok merdeka. Pemerintahnya merasa huruf tradisional terlalu susah bagi orang asing yang ingin mengenal Mandarin. Sejak saat itu, pemerintah Tiongkok mengumpulkan seluruh guru terbaik negara mereka untuk mengubah tulisan yang susah menjadi lebih mudah, kemudian munculah tulisan simplified ini. Jika tulisan tradisional ada 15
9
gores, maka tulisan simplified diubah hanya ada 5 gores dan ini terlihat lebih praktis. Tahun 1956, tulisan simplified dan ejaan pinyin diresmikan dalam kongres, sejak saat itu mulailah dipakai dan diterapkan. Singapore adalah negara
luar Tiongkok pertama
yang
memakai
huruf
ini
sampai
sekarang. Taiwan, yang menjadi induk huruf tradisional memegang kekuasaan tunggal sejak Tiongkok beralih ke simplified tahun 1956. Sampai sekarang, Taiwan masih menggunakan huruf tradisional sebagai tulisan yang digunakan sehari-hari. Orang Taiwan banyak yang tidak mengenal huruf simplified. Sebab mereka memang merasa aneh, karena huruf simplified disingkat sampai kehilangan arti dan sejarahnya. Huruf tradisional diciptakan oleh warga ribuan tahun lalu dengan mengambil unsur-unsur alam. Tradisional dan simplified mempunyai nada dan arti yang sama, hanya tulisan yang berbeda walau tidak banyak. Kebanyakan ada juga yang masih sama.
B. Penerjemahan 1. Definisi Penerjemahan Penerjemahan adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengalihkan suatu bahasa ke bahasa sasaran. Penerjemahan dilakukan dengan berbagai upaya pertimbangan untuk menghasilkan keutuhan informasi produk terjemahan dan kualitas informasi yang diperoleh pembaca seandainya mereka mampu membaca teks aslinya. Kemampuan untuk mempertimbangkan menjadi pakem dalam penerjemahan.
tersebut
10
Berikut berbagai macam definisi yang dipaparkan oleh para ahli: 1.
Penerjemahan adalah proses penggantian teks bahasa sumber dengan teks dalam bahasa sasaran tanpa mengubah isi teks. (Moenthaha, 2006:13-25)
2. Penerjemahan sebagai pengalihan wacana dalam bahasa sumber (BSu) dengan wacana padanannya dalam bahasa sasaran (BSa). Catford menekankan bahwa wacana alihan bahasa haruslah sepadan dengan bahasa wacana aslinya. Karena padanan merupakan kata kunci dalam proses terjemahan, dengan sendirinya pesan dalam bahasa wacana alihan akan sebanding dengan pesan pada bahasa wacana asli. Sebaliknya, jika bahasa wacana alihan dan bahasa wacana asli tidak sepadan, bahasa wacana alihan tidaklah dianggap sebagai suatu terjemahan. (Catford 1965; 20) 3. Penerjemahan adalah mengungkapkan makna suatu wacana ke dalam bahasa lain seperti wacana yang dimaksudkan oleh penulisnya. (Newmark 1988; 5) 4. Larson secara sederhana mendefinisikan penerjemahan sebagai proses pengalihan makna dari bahasa sumber kedalam bahasa sasaran. Larson juga menyebutkan pendapat bahwa yang mengalami perubahan bentuk dalam penerjemahan hanyalah bentuknya. Makna yang ada dalam bahasa sumber ditransfer ke bahasa sasaran dan makna ini haruslah konstan. Larson (1984:3)
11
5. Penerjemahan bisa dilihat dari dua segi, yaitu secara luas dan secara sempit. Secara luas, penerjemahan dapat diartikan sebagai
semua
kegiatan
manusia
dalam
mengalihkan
seperangkat pesan – baik verbal maupun non-verbal – dari informasi asal atau informasi sumber ke dalam informasi sasaran. Pendek kata, penerjemahan adalah kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan, baik verbal maupun nonverbal, dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Pengertian dan cakupan yang lebih sempit, penerjemahan biasa diartikan sebagai suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks bahasa pertama atau bahasa sumber dengan padanannya di dalam bahasa kedua atau bahasa sasaran. (Yusuf 1994:7). 6. Penerjemahan adalah perubahan makna yang ada dalam bahasa sumber yang ditransfer ke bahasa sasaran dan makna ini haruslah konstan. (Simatupang 2000:2 ) Berdasarkan pengertian para ahli yang dikutip di atas, terlihat bahwa terdapat satu kesamaan padanannya yakni penerjemahan adalah suatu kegiatan pengalihan bahasa, dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, sehingga penerjemahan merupakan suatu proses dimana hasil terjemahan memiliki pakem atau aturan dan menurut pendapat Larson (1984:3) dalam merubahnya ke dalam bahasa sasaran yang mengalami perubahan bentuk dalam penerjemahan hanyalah bentuknya. Makna yang ada dalam bahasa sumber ditransfer ke bahasa sasaran dan makna ini haruslah konstan atau tetap sejalan lurus dengan bahasa sumber atau bahasa aslinya.
12
Kesepadanan makna harus menjadi hal utama. Hal tersebut lebih merupakan penekanan sebuah reproduksi pesan dari pada pemindahan bentuknya. Makna harus diutamakan dalam penerjemahan dan isi pesan merupakan keutamaan yang mendasar. Kemampuan yang diperlukan dalam kegiatan menerjemah adalah kemampuan memecahkan masalah. Masalah yang sering dihadapi, yakni ketika seorang penerjemah dalam hal ini penerjemah bahasa Mandarin ke dalam bahasa Indonesia, penerjemah mengalami kendala dalam 2 jenis aksara fan
ti
zi
mandarin (HANZI) yaitu aksara tradisional (繁 体 字 ) dan aksara sederhana jian
ti
zi
( 简 体字). 2. Klasifikasi Penerjemahan
Klasifikasi menurut McGuire, penerjemahan merupakan upaya penyampaian sebuah teks dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, dengan mengusahakan makna asli dari kedua teks sama dan struktur dari bahasa sumber juga sedapat mungkin dipertahankan, namun tidak begitu dekat untuk menghindari penyimpangan struktur pada tata bahasa sasaran (McGuire, 1980). Berdasarkan definisi tersebut, bahwa penerjemahan merupakan proses kegiatan tertulis sehingga produknya juga dalam bentuk tertulis. Tidak sama dengan definisi yang dikemukakan oleh McGuire, Savory dalam Rahmadie (1988:12) yang menyatakan bahwa penerjemahan adalah proses menemukan suatu tuturan atau ujaran yang sepadan dalam bahasa sasaran dari suatu tuturan atau ujaran dalam bahasa sumber. Berdasarkan
13
pandangan Savory dan Pinchuck, mereka memandang penerjemahan sebagai kegiatan yang berlangsung secara lisan dan produknya juga dalam lisan. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat perbedaan mendasar mengenai media penerjemahan dan produk yang dihasilkan. berdasarkan definisi penerjemahan menurut Catford dan McGuire, penerjemahan hanya berupa pengalihan teks bahasa sumber yang dilakukan secara tertulis sehingga produknya juga berupa teks. Sedangkan menurut Savory dan Pinchuck, penerjemahan dianggap sebagai kegiatan pengalihan pesan secara lisan sehingga media yang digunakan berupa tuturan lisan. Akan tetapi bila dilihat dari sisi yang berbeda, terdapat persamaan pandangan mengenai proses penerjemahan. Menurut para ahli tersebut, penerjemahan adalah usaha penggantian atau pemadanan suatu materi teks atau ujaran atau tuturan dalam bahasa sumber menjadi materi teks atau ujaran atau tuturan yang sepadan dalam bahasa sasaran. Bertolak dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Perlu kita ingat bahwa dalam bahasa Indonesia, kita mengenal istilah penerjemahan dan terjemahan. Menurut Nababan, penerjemahan mengacu pada proses alih pesan, sementara terjemahan mengacu pada produk dari alih pesan tersebut. Dalam bahasa Inggris, dikenal pula dengan adanya istilah translation dan interpretation. Keduanya sama-sama mengacu pada pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran (Nababan,2003:18; Gile:2). Tetapi bila translation dan interpretation dikaji lebih lanjut, maka translation lebih mengacu pada pengalihan pesan secara tertulis dan interpretation mengacu pengalihan pesan secara lisan (Nababan, 2003:18; Suryawinata & Hariyanto, 2003:25).
14
Sehingga, dapat dikatakan bahwa penerjemahan tulis dikenal dengan istilah translation atau penerjemahan dan penerjemahan lisan dapat juga disebut sebagai interpretation atau pengalihbahasaan. Baik penerjemah secara tertulis maupun lisan, keduanya harus memperhatikan kesepadanan makna atau pesan atau amanat yang dibuat dan kemudian menampilkan dan mengungkapkan pesan tersebut dengan gaya bahasa yang sama.
4. Metode Penerjemahan Dalam praktiknya, penerjemah memilih salah satu metode yang sesuai untuk siapa dan untuk tujuan apa penerjemahan dilakukan. Ada 8 metode penerjemahan yang dapat dipilih (Newmark, 1988: 45-48). Secara garis besar kedelapan metode ini dapat digolongkan menjadi 2, yaitu: a. 4 (empat) yang berorientasi pada BSu b. 4 (empat) yang berorientasi pada Bsa
a. Metode Penerjemahan Berorientasi kepada Bsu: 1. Penerjemahan kata demi kata (Word-for word translation) Penerjemahan kata demi kata adalah penerjemahan yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan membiarkan susunan kata atau kalimat seperti dalam TSu. Umumnya, metode ini digunakan pada tahap prapenerjemahan pada penerjemahan teks yang sangat sukar atau antara dua bahasa yang sistem dan strukturnya sangat berjauhan.
15
2. Penerjemahan harfiah (literal translation) Penerjemahan harfiah adalah suatu metode penerjemah yang sudah mengubah struktur BSu menjadi struktur BSa. Namun, katakata dan gaya bahasa dalam TSu masih dipertahankan dalam TSa. Biasanya metode ini juga digunakan pada tahap awal penerjemahan.
3. Penerjemahan setia (faithful translation)
Penerjemahan setia adalah penerjemahan dilakukan dengan mempertahankan sejauh mungkin aspek format (dalam teks hukum) atau aspek bentuk (dalam teks puisi) sehingga kita masih secara lengkap melihat kesetiaan pada segi bentuknya. Metode ini lebih bebas dibandingkan penerjemahan harfiah, tetapi masih terasa kaku karena masih sangat setia pada maksud dan tujuan Bsu.
4. Penerjemahan semantis (semantic translation)
Penerjemahan semantis adalah penerjemah yang sangat menekankan pada penggunaan istilah, kata kunci, atau ungkapan yang harus dihadirkan dalam terjemahannya. Penerjemahan semantis lebih fleksibel jika dibandingkan dengan penerjemahan setia.
16
b. Metode Penerjemahan Berorientasi kepada Bsa: A.
Penerjemahan Adaptasi (Saduran) Metode ini adalah bentuk penerjemahan yang paling bebas dan
paling dekat dengan BSa. Metode Adaptasi lebih menekankan kepada isi pesan, sedangkan bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan pembaca BSa. Biasanya, tokoh, latar belakang, dan konteks sosial disesuaikan dengan kebudayaan BSa. B.
Penerjemahan bebas (free translation) Lebih
menekankan
pada
pengalihan
pesan,
sedangkan
pengungkapannya dalam TSa dilakukan sesuai dengan kebutuhan calon pembaca. Dalam penerjemahan bebas, penerjemah tidak melakukan penyesuaian budaya. Metode ini dapat berbentuk sebuah parafrasa yang dapat lebih panjang atau lebih pendek dari aslinya. C.
Penerjemahan idiomatis (idiomatic translation) Mengupayakan penemuan padanan istilah, ungkapan, dan
idiom dari apa yang tersedia dalam BSa. D.
Penerjemahan komunikatif (communicative translation) Dilakukan jika dalam penerjemahan yang dipentingkan adalah
pesannya, tetapi tanpa harus menerjemahkannya secara bebas. Metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu tujuan penerjemahan dan efek yang diterima oleh pembacanya. Melalui metode
penerjemahan
ini
memungkinkan
diterjemahkan menjadi beberapa versi dalam Bsa.
suatu
versi
Bsu
17
5. Teknik Penerjemahan Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari BSu ke BSa, diterapkan pada tatanan kata, frasa, klausa maupun kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002), teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik:
1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan. 2. Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu. 3. Teknik berada tataran mikro. 4. Teknik tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu. 5. Teknik bersifat fungsional.
Setiap pakar memiliki istilah tersendiri dalam menentukan suatu teknik penerjemahan, sehingga cenderung tumpang tindih antara teknik dari seorang pakar satu dengan yang lainnya. Teknik yang dimaksud sama namun memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal keberagaman tentunya hal ini bersifat positif, namun di sisi lain terkait penelitian akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan istilah suatu teknik tertentu. Dalam hal ini penulis menggunakan 18 teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir. Selain untuk menyamakan, teknik yang dikemukakan Molina dan Albir telah melalui
penelitian
yang
kompleks
dengan
mengacu
dan
membandingkan dengan teknik-teknik penerjemahan yang telah ada dari pakar penerjemahan sebelumnya.
18
Berikut 18 teknik penerjemahan tersebut: 1) Adaptasi (adaptation) Teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan mengganti unsur-unsur budaya yang ada BSu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun unsur budaya pada BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik padanan budaya. 2) Amplifikasi (amplification) Teknik
penerjemahan
dengan
mengeksplisitkan
atau
memparafrase suatu informasi yang implisit dalam BSu. Teknik ini sama dengan eksplisitasi, penambahan, parafrasa eksklifatif. Catatan kaki merupakan bagian dari amplifikasi. Teknik reduksi adalah kebalikan dari teknik ini. 3) Peminjaman (borrowing) Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing)
tanpa
penyesuaian
atau
peminjaman
yang
sudah
dinaturalisasi (naturalized borrowing) dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa menjadi tolok ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan.
19
4) Kalke (calque) Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menerjemahkan frasa atau kata BSu secara literal. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation). 5) Kompensasi (compensation) Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan pada bagian lain dari teks terjemahan. Hal ini dilakukan karena pengaruh stilistik (gaya) pada BSu tidak bisa di terapkan pada BSa. Teknik ini sama dengan teknik konsepsi. 6) Deskripsi (description) Teknik penerjemahan yang di terapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya. 7) Kreasi diskursif (discursive creation) Teknik penerjemahan dengan penggunaan padanan yang keluar konteks. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian calon pembaca. Teknik ini serupa dengan teknik proposal. 8) Padanan lazim (establish equivalence) Teknik dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah.
20
9) Generalisasi (generalization) Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation). 10) Amplifikasi linguistik (linguistic amplification) Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menambahkan unsur-unsur linguistik dalam BSa. Teknik ini lazim diterapkan pada pengalihbahasaan konsekutif dan sulih suara. 11) Kompresi linguistik (linguistic compression) Teknik yang dilakukan dengan mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi
linguistik.
Teknik
ini
lazim
digunakan
pada
pengalihbahasaan simultan dan penerjemahan teks film. 12) Penerjemahan harfiah (literal translation) Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah tidak mengaitkan dengan konteks. 13) Modulasi (modulation) Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan BSu. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural.
21
14) Partikularisasi (particularizaton) Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi. 15) Reduksi (reduction) Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena penghilangan tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata lain, mengimplisitkan informasi yang eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik amplifikasi. 16) subsitusi (subsitution) Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau isyara). Contoh: Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih. 17) transposisi (transposition) Teknik
penerjemahan
dimana
penerjemah
melakukan
perubahan kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Seperti kata menjadi frasa. 18) variasi (variation) Teknik dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik (intonasi dan isyarat) yang berdampak pada variasi linguistik.
22
6. Proses Penerjemahan Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran
Teks yang akan di terjemahkan
Terjemahan
pengungkapan kembali maknanya
Penafsiran makna
Makna
Berdasarkan bagan, proses penerjemahan tersebut dapat dilihat proses yang terjadi pada saat menerjemahkan dan hasil menerjemahannya. Teks yang akan di terjemahkan melalui proses penafsiran terlebih dahulu sebelum menjadi makna, kemudian setelah ditemukan maknanya akan dicari lagi menjadi pengungkapan maknanya yang lebih tepat sehingga mendapatkan hasil terjemahan yang akurat. Saat proses penerjemahan terjadi, seorang penerjemah harus memperhatikan kesepadanan kata yang harus dipertahankan tanpa merubah makna kata tersebut.
23
C. Mesin Laminating 1. Mesin Laminating Mesin Laminating adalah sebuah mesin yang digunakan untuk melaminasi atau melapisi bermacam-macam jenis kertas, yang berfungsi untuk melindungi agar tidak rusak atau berdebu. Kegiatan melaminating kertas juga bertujuan agar hasil yang di dapatkan lebih bagus dan rapi. Mesin Laminating ini banyak digunakan di perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. 2. Mesin Pengatur Suhu Pada Mesin Laminating Mesin pengatur suhu pada mesin laminating adalah sebuah mesin yang digunakan untuk mengatur suhu ketika mesin Laminating beroprasi. Dengan menggunakan mesin ini, hasil dari kegiatan melaminating akan meghasilkan produk yang mempunyai kualitas yang bagus. Pengaruh suhu yang tepat untuk mesin Laminating akan mempengaruhi hasil laminating pada kertas.