BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus Universitas Negeri Gorontalo, khususnya pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Akan tetapi, ada beberapa kajian yang berkaitan dengan analisis struktural genetik pada novel yang lain sudah pernah dilakukan seperti yang dijelaskan berikut ini. 1) Penelitian yang dilakukan oleh Sri Mariyani Nurul Haramain dengan judul Analisis Strukturalisme Genetik Novel Ketika Cinta Bertasbih. Permasalahan yang diangkat (1) bagaimanakah strukturalisme genetik novel Ketika Cinta Bertasbih 1 Karya Habiburrahman El-Shirazy. Hasil penelitian digambarkan (1) secara keseluruhan terhadap novel Ketika Cinta Bertasbih dapat dikemukakan bahwa novel ini merupakan salah satu novel yang bermutu karena pengarang mampu mengungkapkan tema dalam alur yang baik. Kemudian diperkuat dengan latar, penokohan atau perwatakan yang cocok dengan tema cerita. Penggunaan sudut pandang orang ketiga dan gaya yang variatif menjadikan cerita lebih hidup sehingga amanat yang ingin disampaikan dapat terwujud, (2) latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakatnya. Dalam hal ini, karakteristik ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat Mesir sangat berpengaruh terhadap kekhasan karya Habiburrahman El Shirazy.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Purwitasari pada tahun 2005 dengan judul Analisis Strukturalisme Genetik Pada Novel “Mencari Sarang Angin” Karya Suparto Brata. Permasalahan yang diangkat 1). Bagaimanakah struktur teks yang meliputi penokohan, latar, dan aspek tematis (tema dan amanat) dalam novel MSA; 2). Bagaimanakah hubungan antara novel MSA dan riwayat hidup pengarang, kondisi sosial historis zamannya, serta hubungan MSA dengan kelompok sosial dan pandangan dunia pengarangnya 3). Bagaimanakah genetik MSA. Hasil penelitian digambarkan Hubungan antara MSA dengan kondisi sosial historis zamannya (Suparto Brata) juga tampak ada kaitannya. Setting, latar, waktu, dan peristiwa, serta penggambaran keadaan sosial pada waktu itu benar-benar ada dalam bukti sejarah, dan yang tidak bisa kita tinggalkan adalah Suparto sendiri merupakan saksi sejarah yang hidup pada kurun waktu 19351950. Sedangkan pandangan dunia Suparto adalah humanisme dan realistis. Berdasarkan uraian penelitian yang relevan sebelumnya, terdapat persamaan dan perbedaan pada analisis dan obyek penelitian. Persamaan dengan penelitian sebelumnya, menggunakan analisis struktural genetik. Sedangkan perbedaannya, pada obyek penelitian yakni novel. Pada penelitian ini difokuskan pada judul Struktural Genetik Pada Novel “Saya Nujood Usia 10 dan Janda” Karya Nujood Ali. 2.2 Novel 2.2.1 Hakikat Novel
Istilah novel adalah fiksi prosa yang dalam bahasa-bahasa di Eropa disebut roman. Kata roman berasal dari kata Romance. Di Inggris novel berasal bahasa Italia novella yaitu sesuatu yang baru dan luas yang menjadi cerita dalam bentuk prosa. Menurut Abrams (dalam Tuloli, 2000:16) sekarang istilah novella sering disamakan dengan novelette, yaitu suatu karya fiksi yang panjangnya menengah. Novel juga merupakan suatu ragam sastra yang memberikan gambaran pengalaman manusia, kebudayaan manusia, yang disusun berdasarkan peristiwa, tingkah laku tokoh, waktu dan plot, suasana dan latar. Di sini pengalaman individual pegarang turut berpengaruh, namun tetap diingat bahwa logika novel sebagai sarana budaya tetap tergambar. Sekarang novel dianggap sebagai suatu ragam sastra yang panjang dan kompleks. Unsur-unsur utamanya adalah tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Menurut Hussain (dalam Tuloli, 2000:17) ada tiga ciri utama novel yakni : 1) Susunan peristiwa atau alur dalam novel berkaitan erat satu sama lain. 2) Watak manusia atau tokoh ditonjolkan dalam tingkah laku dan perbuatannya. 3) Pengalaman manusia atau tokoh dilihat dari konteks psikologi dan latar. 2.2.2 Unsur-Unsur Novel Suatu novel merupakan sebuah totalitas dan suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang
saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Dalam suatu novel terdapat unsur-unsur pembangun novel. Unsur-unsur pembangun novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas, itu di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya. Secara garis besar, berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarakan novel. 1. Unsur Intrinsik Unsur intrinsik intrinsic adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Ada beberapa terdapat unsur-unsur intrinsik, namun yang akan dibahas hanya latar/setting,dan tokoh. 1) Latar/Setting Latar atau setting adalah tempat dan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-
olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Dalam cerita fiksi, latar mempunyai peranan memberi suasana khusus kepada peristiwa-peristiwa dan watak tokoh-tokoh dalam cerita itu. Suasana itu menyangkut ruang, waktu, dan tempat. Latar berfungsi menunjukkan informasi situasi atau suasana, dan tempat. Pemilihan latar suatu cerita tergantung pada perwatakan dan peristiwa yang muncul dalam novel atau cerpen. Latar perlu digambarkan terlebih dahulu sebelum cerita digubah dan watak-watak tokoh dibangun dan dikembangkan. Penekanan latar pada faktor tertentu dalam setiap karya fiksi tidak sama. Faktor dominan latar adalah sebagai berikut. a. Faktor tempat yaitu gambaran tentang dimana peristiwa atau cerita dalam fiksi terjadi. Faktor tempat itu bisa saja berupa negara, kota, kampung atau desa, pantai, hutan, rumah sakit, dan lain-lain. b. Faktor waktu merupakan unsur yang menggambarkan kapan, masa dan saat tertentu terjadinya peristiwa dalam karya fiksi itu. Faktor waktu misalnya malam, siang, tengah malam, pagi, sore, dan lain-lain. c. Faktor sosial yaitu berhubungan dengan perilaku kehidupan masyarakat disuatu tempat. Faktor sosial misalnya agama, kebiasaan, adat-istiadat, pandangan hidup, cara berfikir, emosi, status dan kedudukan sosial. 2) Tokoh Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2009:165). Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Fungsi tokoh untuk mendukung tema atau ide pokok, mengembangkan tema, dan menjadi unsur yang sangat penting sebagai urat nadi seluruh karya fiksi. Walaupun tokohtokoh itu fiktif, namun pada umumnya mereka diberi gambaran dengan ciri-ciri kepribadiannya serta sikapnya. Untuk memberi petunjuk tentang diri tokoh, pengarang mengemukakan ciri-ciri dan tanda-tanda yang khas. Tanda-tanda itu ada yang bervariasi, tetapi tetap dipertahankan keutuhan tokoh, serta pemberian alasan-alasan atas tindakannya. Menurut Tuloli (2000:32) ada beberapa jenis tokoh antara lain sebagai berikut. a. Berdasarkan fungsinya, tokoh terbagi atas tokoh sentral (utama) dan tokoh bawahan. Tokoh utama (sentral) adalah tokoh yang mempunyai peran penting dalam cerita. Kriteria tokoh utama adalah : a) Ditampilkan terus menerus dalam cerita, sehingga merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. b) Waktu yang digunakan untuk menceritakan tokoh lebih lama. c) Tokoh yang menjadi tumpuan berlakunya peristiwa-peristiwa, walaupun ia tidak hadir dalam peristiwa itu. d) Paling banyak berhubungan dengan tokoh lain.
Sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang bersifat menunjang tokoh utama. Tokoh bawahan bukan merupakan tokoh sentral. Namun, mereka sering menjadi tokoh andalan untuk memberi gambaran lebih terperinci terhadap tokoh utama, walaupun kehadirannya tidak dominan. b. Berdasarkan peran tokoh, terbagi atas tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi pembaca. Ia mendapat simpati yang banyak dari pembaca, karena penampilannya membawakan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal. Tokoh protagonis menampilkan sifat-sifat yang baik seperti jujur, berani, adil, murah hati, dan sebagainya. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan timbulnya konflik yakni memiliki sifat-sifat jahat atau buruk. c. Berdasarkan cara penampilan, tokoh terbagi atas tokoh pipih (sederhana) tokoh bulat (kompleks). Tokoh pipih memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a) Sedikit sekali atau sama sekali tidak berubah sifatnya, mulai dari awal cerita sampai akhir. b) Hanya mempunyai satu sifat, sehingga mudah sekali dikenal. Sedangkan tokoh bulat, memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a) Selalu mengalami perubahan dan ditampilkan berangsur-angsur serta berganti-ganti b) Sukar digambarkan karena memiliki tabiat dan motivasi yang kompleks, dan banyak menimbulkan kejutan.
c) Mempunyai sifat yang berbeda-beda atau bervariasi. Beberapa sifat itu bertentangan atau berkontradiksi. d. Berdasarkan perkembangan tokoh, terbagi atas tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis tokoh cerita yang tidak terpengaruh atau tidak mengalami perubahan dalam lingkungannya. Tokoh statis memiliki sifat dan watak yang relative tetap, tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita. sedangkan tokoh berkembang tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan peristiwa yang dikisahkan. Perubahan itu meliputi tingkah laku, pikiran, niat serta sikapnya. Perubahan itu terjadi sebagai interaksi tokoh dengan lingkungannya, baik lingkungan social maupun alam sekitarnya. Misalnya, seorang tokoh yang pada awal cerita sebagai perampok atau begal, pada akhir cerita menjadi seorang tokoh masyarakat yang baik dan banyak berbuat hal kebaikan. e. Berdasarkan pencerminan (perwakilan), tokoh terbagi atas tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang membawakan atau mencerminkan kehidupan kelompok tertentu. Misalnya, tokoh guru Isa menggambarkan persepsi tentang guru pada umumnya, yang mempunyai ciri-ciri berhati lembut, cinta damai, tidak kekerasan, dan bertanggung jawab. Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensis demi cerita itu sendiri. Ia merupakan tokoh imajiner yang hadir hanya semata-mata demi cerita. tokoh ini tidak mencerminkan kenyataan dunia nyata.
Tokoh merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah cerita. Walaupun tokoh merupakan hasil imajinasi pengarang namun plausibilitas atau kemasuk akalan kehidupan tokoh (termasuk perasaan dan pikiran) harus tetap ada. Berdasar fungsinya tokoh dibagi dalam dua kategori, tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama sendiri mencakup tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis ialah tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma dan nilai-nilai yang sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca, sedangkan tokoh antogonis adalah tokoh yang menjadi lawan bagi tokoh protagonis sehingga menciptakan konflik (Alternbernd dan Lewis via Nugiyantoro, 2009: 178). Penamaan tokoh tambahan didasarkan atas fungsinya yang hanya menjadi pelengkap keberadaan tokoh utama, meskipun kehadirannya tetap diperlukan sebagai pendukung jalannya cerita (Sudjiman, 1998: 19). Nugiyantoro (2009:176) menyebutkan bila penentuan seorang tokoh masuk dalam kategori utama atau tambahan dapat ditentukan melalui intensitas kemunculannya dalam rangkaian peristiwa yang membangun cerita. Goldman (dalam Nurgiyantoro, 2009:177) menyebut tokoh sebagai tokoh hero, tokoh yang mencari nilai-nilai autentik dalam dunia yang memburuk. Tokoh hero merupakan pahlawan atau pejuang dalam karya sastra. Selain itu, tokoh hero yang dimakud Goldman bisa berwujud kolektif (lebih dari satu orang) atau individual. 2. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah karya. Unsur ekstrinsik mempengaruhi penciptaan karya sastra, bahkan mempengaruhi pula sistem karya sastra itu. Beberapa unsur ekstrinsik karya sastra yaitu keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial yakni kapan karya sastra itu dibuat, latar belakang kehidupan pengarang, latar belakang sosial pengarang, latar belakang penciptaan sejarah, biografi pengarang, dan sebagainya. Unsur ekstrinsik ini berhubungan dengan konteks sosial, ekonomi, sejarah , politik, dan juga agama. Dalam unsur ini, banyak pendekatan yang biasa digunakan. Misalnya, sosiologi sastra, semiotik, psikologi, dan lain-lain. Sastra tidak dapat dilepaskan dari lembaga-lembaga sosial, agama, politik, keluarga, pendidikan, dan sosial budaya. Hal ini dapat dipahami karena pengarang mempunyai latar belakang sosial budaya pada saat menciptakan karya sastra. Aspek ekstrinsik mempengaruhi penciptaan karya sastra. Karena karya sastra diciptakan bukan untuk disimpan, tetapi untuk dibaca oleh masyarakat yang tentu saja berpengaruh dalam kehidupannya. Ia memberikan bayangan kesejarahan realitas sosial dan budaya pada suatu waktu tertentu. Pendekatan ekstrinsik, sangat mungkin akan terungkap: (1) cara pengarang dalam menangkap situasi sosial yang terjadi pada zamannya (semangat zaman), (2) sikap pengarang dalam menghadapi soal tersebut, (3) cendekiawan dan wawasan serta, (4) akar budaya pengarang bersangkutan. Pada gilirannya akan dapat tersimpulkan pula bahwa
kegiatan mengarang sebenarnya bukanlah sekadar keterampilan yang berdasarkan bakat alam, tetapi juga keterampilan yang mesti didukung oleh wawasan intelektual. Semakin luas dan dalam wawasan pengarang, semakin luas dan dalam pula karya yang dihasilkannya. 2.3
Struktural Genetik
2.3.1 Hakikat Struktural Genetik Struktural genetik (genetic structuralism) adalah cabang penelitian sastra secara stuktural yang tak murni (Endraswara, 2008 : 55). Struktural genetik merupakan bentuk penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya. Konvergensi penelitian struktural dengan penelitian yang memperhatikan aspek-aspek eksternal karya sastra, dimungkinkan lebih semakin utuh. Sehingga penelitian ini, dalam menerapkan struktural genetik difokuskan pada unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra yang dikaitkan dengan realitas sosial kehidupan masyarakatnya. Karena setiap karya yang dibaca terkadang dilatarbelakangi suatu tradisi tertentu dalam masyarakat (Hartoko, 1986:137) 2.3.2 Teori Struktural Genetik Penelitian struktural genetik semula dikembangkan di Perancis atas jasa Lucien Goldmann. Dalam beberapa analisis novel, Goldmann selalu menekankan latar belakang sejarah. Karya sastra di samping memiliki unsur otonom juga tidak bisa lepas dari unsur ekstrinsik.
Teks
sastra
sekaligus
mengkondisikan munculnya karya sastra.
merepresentasikan
kenyataan
sejarah
yang
Menurut Goldmann studi struktural genetik memiliki dua kerangka besar. Pertama, hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainnya dalam suatu karya sastra, dan kedua hubungan tersebut membentuk suatu jaring yang saling mengikat. Seorang pengarang tidak mungkin mempunyai pandangan sendiri. Pada dasarnya, pengarang akan menyarankan suatu pandangan dunia suatu kolektif. Struktural genetik harus dimulai dari struktur. Struktural sebagai sejenis pemikiran sastra yang memberi kesan sebagai usaha untuk mencapai penglihatan yang ilmiah terhadap kesusastraan (Sastrowardoyo, 1992:24). Goldman mengakui struktur kemaknaan karya sastra mewakili pandangan dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai individu tetapi sebagai wakil golongan masyarakat. Peneliti dapat membandingkan dengan data-data dan analisis keadaan sosial masyarakat yang bersangkutan. Dengan analisis itu, unsur-unsur yang membentuk karya sastra dapat dimengerti secara menyeluruh (Pradopo, 1994:187). Karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (genetic) dari latar belakang struktur sosial tertentu Teew (dalam Tuloli, 2000 : 69) Struktural genetik tidak menelaah struktur pada permukaannya, tetapi struktur yang ada di balik kenyataan. Penelitian struktural genetik memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik (Endraswara, 2003:56). Jika dihubungkan dengan penelitian ini, studi diawali dari kajian unsur intrinsik (kesatuan dan koherensinya) sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya. Oleh sebab itu, karya dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat
mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. Peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur karya sastra. 2.3.3 Prosedur Struktural Genetik Beberapa petunjuk cara penelitian dengan teori struktural genetik antara lain: 1) Penelitian dilakukan terhadap satu novel yang dilihat sebagai satu kesatuan. 2) Novel yang dianalisis hanyalah yang mempunyai nilai sastra (serius). 3) Caranya adalah : (a) perlu ada hipotesis yang menyeluruh tentang hubungan antara unsur-unsur dan keseluruhan sebuah novel, (b) hipotesis itu dibuktikan kebenarannya berdasarkan keadaan novel yang diselidiki. 4) Setelah didapat kesatuan (unity) dari sebuah novel barulah dibuat hubungan dengan dengan latar belakang sosial budaya. Sifat hubungan itu adalah: (a) yang berhubungan dengan latar belakang sosial budaya adalah unsur kesatuan dan bukan satuan-satuannya, (b) latar belakang adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial bukan pandangan pribadi penulis. Teori Goldmann dibangun dengan menggunakan perangkat kategori yang saling berkaitan perangkat itu adalah : (1) fakta kemanusiaan, yaitu semua hasil aktivitas dan perilaku manusia seperti aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik, kreasi kultural, dan lainlain. Fakta kemanusiaan dalam karya sastra diberi makna dengan mengaitkannya dengan lingkungan, (2) subjek kolektif, yaitu individu yang berada dalam masyarakat. Semua aktivitas itu merupakan respon dari subjek kolektif dalam dunia sastra transindividual
subjek yang artinya terjadi kesamaan rasa dan pikiran antara pengarang (penulis) karya sastra dengan para pembaca dalam memahami karya sastra atau fakta manusia, 3) pandangan dunia, yaitu kompleks menyeluruh dan gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, perasaan-perasaan dalam suatu kelompok sosial tertentu dan yang membedakannya dari kelompok lain, (4) struktur karya sastra, yaitu struktur yang terpadu dan koheren, dan yang berbeda dari struktur umum. Pandangan dunia diekspresikan secara imajiner oleh pengarang melalui tokoh-tokoh, objek-objek dan hubungan-hubungannya. Maka dari itu, yang perlu diperhatikan adalah hubungan-hubungan antara tokoh dengan tokoh yang ada disekitarnya, sehingga diperoleh nilai-nilai dalam novel yang bersifat keseluruhan, (5) dialektika, yaitu pemahaman dan penjelasan. Ini semacam gerak pemahaman yang melingkar dari keseluruhan kebagian dan dari bagian keseluruhan. Pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari, atau usaha mengerti identitas bagian. Penjelasan adalah usaha penggabungan objek ke dalam struktur yang lebih besar atau usaha mengerti makna bagian dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar. Dalam penelitian ini, penulis berusaha memahami setiap makna struktur novel baik berada dalam karya sastra maupun di luar karya sastra yang dihubungkan dengan realitas sosial masyarakatnya. Hal ini berkaitan dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra. Dengan demikian, pada dasarnya analisis struktural genetik bertujuan melihat gambaran umum latarr belakang pengarang, struktur latar dan tokoh, asal-usul terciptanya novel, dan hubungan latar belakang pengarang dengan novel.