BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil penelitian sebelumnya yang diperlukan dalam menjawab masalah penelitian yang akah dibahas dalam skripsi. 2.1 Kajian Pustaka Bagian ini menjelaskan teori pensinyalan (signaling theory), teori langitlangit kaca (glass ceiling theory), efisiensi pasar, return saham, abnormal return, pergantian CEO (CEO turnover), studi peristiwa (event study), pasar modal, dan pembahasan penelitian terdahulu. 2.1.1 Teori Pensinyalan (Signaling Theory) Signaling theory adalah teori yang mempelajari tanda-tanda tentang kondisi suatu perusahaan (Hutagalung, 2013).
Menurut Hartono (2013:586)
apabila suatu pengumuman peristiwa mengandung informasi, maka informasi ini akan menjadi sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasinya dan akan timbul reaksi dari investor atas pengumuman peristiwa tersebut. Jadi, apa yang dimaksud dengan sinyal di sini adalah informasi yang terkandung dalam suatu pengumuman. Signaling theory dikemukakan pertama kali oleh Spence (1973). Dalam teori ini ada dua pihak yang terlibat, yakni pihak dalam dan pihak luar. Pihak dalam seperti manajemen berperan sebagai pihak yang memberikan sinyal dan pihak luar seperti investor berperan sebagai pihak yang menerima sinyal tersebut.
14
Manajemen sebagai pihak dalam tentunya memiliki semua informasi yang berkaitan dengan perusahaan baik informasi yang positif maupun negatif, namun tidak selamanya manajemen akan mempublikasikan informasi itu secara keseluruhan kepada investor. Guna menciptakan dan menjaga image perusahaan yang baik, maka biasanya manajemen secara sengaja hanya mengkomunikasikan informasi-informasi yang bersifat positif kepada investor, sehingga muncullah fenomena asimetri informasi (Eriksson et al., 2012). Penjelasan di atas mengisyaratkan bahwa ada beberapa informasi yang tidak diungkapkan manajemen kepada publik terutama informasi yang bersifat negatif,
namun investor
justru
menginginkan
hal sebaliknya.
Investor
membutuhkan informasi selengkap dan seakurat mungkin guna membuat keputusan investasi yang tepat, sehingga investor berharap bisa mendapatkan seluruh informasi relevan yang berkaitan dengan perusahaan baik yang bersifat positif maupun negatif. Di sinilah terjadi konflik kepentingan antara manajemen dan investor di mana keduanya mendapatkan hasil yang berbeda atas suatu tindakan (Bird dan Smith, 2005). 2.1.2 Teori Langit-Langit Kaca (Glass Ceiling Theory) Glass ceiling theory adalah teori yang menjelaskan bahwa terdapat penghalang transparan yang menyebabkan wanita terperangkap di level tertentu dalam sebuah organisasi (Morrison et al., 1987:13 dalam Baxter dan Wright, 2000). Weyer (2007) dalam Bombuwela dan Chamaru (2013) mengatakan bahwa langkanya keberadaan pemimpin-pemimpin wanita di dunia disebabkan oleh prasangka buruk yang terus dialamatkan kepada wanita dalam lingkungan kerja.
15
Jadi, meskipun beberapa wanita memiliki kemampuan untuk mengisi posisi-posisi puncak, namun suatu ketika langkah mereka akan terhenti karena adanya penghalang transparan seperti yang tertera dalam glass ceiling theory. Selain anggapan bahwa kurang “pintar” dibandingkan pria seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam latar belakang, penghalang lain yang menyebabkan wanita sulit untuk meraih posisi-posisi puncak adalah keluarga. Pekerja wanita kebanyakan sudah berkeluarga, sehingga mau tidak mau mereka harus membagi waktu mereka untuk menyelesaikan pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah tangganya. Karena jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan sangat banyak dan mengalami kesulitan dalam membagi waktu akan membuat wanita menjadi stres dan hal ini akan berdampak negatif pada kinerjanya di perusahaan. Kinerja yang buruk tentunya akan memperkecil kesempatan mereka untuk menjadi pemimpin (Buckalew et al., 2012). Sementara itu, Pynchon (2012) mengatakan bahwa ada tiga alasan utama mengapa pemimpin wanita kurang disukai dibandingkan pemimpin pria, di antaranya: 1) Stereotype Wanita sering diasosiasikan dengan sifat penyayang, peduli, dan gampang tersentuh. Sifat-sifat ini mengindikasikan bahwa wanita adalah makhluk yang “lemah” padahal seorang pemimpin harus “kuat” dalam menghadapi segala permasalahan di dalam organisasi. Wanita
yang mana
kebanyakan
menggunakan perasaan ketimbang rasionalitas dalam memutuskan sesuatu memunculkan pertanyaan di benak masyarakat; seberapa profesionalkah pemimpin wanita dalam menjalankan tugasnya?
16
2) Perubahan Selama ini dunia bisnis lebih banyak dijalankan oleh pria dan prestasi yang mereka raih sudah cukup memuaskan. Keberadaan wanita yang notabene adalah hal baru tentunya akan membawa perubahan bagi perusahaanperusahaan tersebut. Menerima perubahan bukanlah sesuatu yang mudah karena akan menimbulkan kondisi yang tidak pasti, terlebih lagi apabila hasil awal yang dicapai sudah baik. Perubahan ini ditakutkan akan menyebabkan prestasi perusahaan malah menurun, sehingga belum banyak orang yang bisa menerima kehadiran pemimpin wanita yang memang masih asing dalam dunia bisnis. 3) Favoritisme Terpilihnya seorang wanita sebagai pemimpin dalam suatu organisasi membuat kaum pria merasa terancam karena mereka takut pemimpin mereka akan memasukkan lebih banyak lagi wanita ke dalam organisasi tersebut. Selama ini pemimpin pria lebih sering merekrut pegawai pria karena mereka lebih mempercayai kemampuan sesama kaumnya dan ada kemungkinan pemimpin wanita juga akan melakukan hal yang serupa. Hal inilah yang menyebabkan banyak kaum pria enggan berpihak kepada pemimpin wanita. Chênevert dan Tremblay (1998) melakukan penelitian untuk membuktikan apakah glass ceiling theory berlaku di perusahaan-perusahaan Kanada. Analisis dilakukan dalam empat aspek, yaitu gaji, tingkat hierarki, jumlah promosi, dan kecepatan promosi. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebesar 564 orang manajer yang terdiri dari 282 orang pria dan 282 orang wanita. Hasil penelitian
17
menunjukkan bahwa poin wanita lebih rendah dibandingkan pria dalam keempat aspek tersebut, sehingga dugaan berlakunya glass ceiling theory tidak dapat ditolak. Bahkan Dimovski et al. (2010) menemukan bahwa 87 dari 120 orang manajer level menengah wanita di Singapura merasa pendapatnya kurang diperhatikan oleh kaum pria pada saat rapat. Menurut Cotter et al. (1997) dengan semakin banyaknya wanita menduduki posisi-posisi puncak dan mempunyai wewenang untuk membuat keputusan-keputusan krusial mengenai gaji, promosi, perekrutan, dan pemecatan, maka seharusnya wage gap antara pria dan wanita menurun. Jadi, apabila wanita yang memegang kendali, maka mereka bisa memperkecil efek glass ceiling theory pada suatu perusahaan secara keseluruhan. Cohen dan Huffman (2007) pun melaksanakan penelitian untuk membuktikan kebenaran pernyataan tersebut. Peneliti mengobservasi gaji pegawai non manajer pada perusahaan-perusahaan industri restoran dan sistem komputer di New York dan Los Angeles. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa wage gap akan lebih kecil ketika (1) perusahaan memiliki banyak manajer wanita dan (2) wanita berhasil mengisi posisi manajer puncak. 2.1.3 Efisiensi Pasar Menurut Fama (1970) dalam Hartono (2013:548 – 553) suatu pasar modal dikatakan efisien apabila harga-harga sekuritas yang terdaftar di dalamnya secara penuh mencerminkan seluruh informasi yang relevan. Efisiensi dalam pengertian ini disebut sebagai efisiensi secara informasional. Informasi relevan yang dimaksud bisa berupa informasi masa lalu, informasi yang tersedia kepada publik,
18
atau informasi yang tersedia baik kepada publik maupun tidak. Tingkat efisiensi pasar modal terbagi atas tiga jenis, yakni: 1) Efisiensi bentuk lemah (weak form efficiency) Pasar dianggap efisien bentuk lemah apabila harga-harga sekuritas yang terdaftar di dalamnya mencerminkan secara penuh informasi masa lalu. Efisiensi pasar bentuk lemah berhubungan dengan random walk theory yang mana menyatakan bahwa informasi masa lalu tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga-harga sekuritas sekarang. Jadi, dalam kondisi seperti ini investor tidak bisa memperoleh abnormal return dengan memanfaatkan informasi masa lalu. 2) Efisiensi bentuk setengah kuat (semi strong form efficiency) Pasar dianggap efisien bentuk setengah kuat apabila harga-harga sekuritas yang terdaftar di dalamnya mencerminkan secara penuh informasi yang dipublikasikan. Informasi yang dipublikasikan itu sendiri dapat mempengaruhi harga saham berbagai perusahaan. Ada jenis informasi yang hanya mempengaruhi harga saham dari perusahaan yang mempublikasikan informasi tersebut, misalnya informasi laba dan CEO turnover. Ada pula jenis informasi yang bisa mempengaruhi harga saham beberapa perusahaan, misalnya pemerintah memberlakukan peraturan perpajakan baru terhadap suatu industri. Ada juga jenis informasi yang mempunyai dampak pada harga saham seluruh perusahaan di suatu pasar modal, misalnya pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi baru terhadap seluruh perusahaan di Indonesia. Dalam kondisi
19
seperti ini investor tidak bisa memperoleh abnormal return dengan memanfaatkan informasi yang dipublikasikan. 3) Efisiensi bentuk kuat (strong form efficiency) Pasar dianggap efisien bentuk kuat apabila harga-harga sekuritas yang terdaftar di dalamnya mencerminkan secara penuh baik informasi yang dipublikasikan maupun informasi privat perusahaan. Dalam kondisi seperti ini tidak ada satupun investor yang bisa memperoleh abnormal return karena setiap investor memiliki akses yang sama terhadap informasi privat perusahaan, sehingga tidak terjadi asimetri informasi di mana pihak tertentu mempunyai informasi
lebih
yang
dapat mereka manfaatkan untuk
menghasilkan keuntungan. 2.1.4 Return Saham Menurut Hartono (2013:235) return merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Return dibedakan menjadi dua jenis, yakni return realisasian (realized return) dan return ekspektasian (expected return). Return realisasian adalah return yang telah terjadi dan perhitungannya menggunakan data historis, maka dari itu sering disebut juga dengan return historis. Sementara itu, return yang investor harapkan akan diperolehnya di masa depan disebut dengan return ekspektasian. Return ekspektasian ini bisa dibilang “ramalan” yang dibuat oleh investor atas keuntungan investasi yang dilakukannya dan tidak jarang “ramalan” itu meleset, sehingga return realisasian yang diterima tidak sesuai dengan apa yang diekspektasikan sebelumnya.
20
Return realisasian merupakan hal yang penting karena dapat digunakan sebagai alat pengukur kinerja perusahaan serta sebagai dasar penentuan return ekspektasian dan risiko investasi (Hartono, 2013:235). Return realisasian ini sendiri terbagi atas dua komponen, yaitu pendapatan lancar (current income) dan keuntungan selisih harga (capital gain) (Usman, 2004). Current income adalah keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodik seperti dividen. Return realisasian semacam ini disebut sebagai pendapatan lancar karena biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara kas, sehingga dapat diuangkan secara cepat. Sementara itu, capital gain adalah keuntungan yang diperoleh akibat adanya selisih antara harga jual dan harga beli saham dari suatu instrumen investasi. Capital gain terjadi ketika seorang investor menjual saham dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga belinya, sehingga diperoleh keuntungan atas transaksi tersebut. Tetapi apabila harga beli ternyata lebih tinggi dibandingkan harga jual, maka dalam kondisi seperti ini investor mengalami kerugian (capital loss). Return realisasian dalam penelitian ini diukur dengan capital gain atau capital loss yang diterima oleh investor dengan rumus: …………………………………..……………(1) Keterangan: Pt = Closing price sekuritas i pada periode peristiwa t Pt-1 = Closing price sekuritas i pada periode peristiwa t-1 Meskipun return realisasian penting, namun return ekspektasian juga tidak kalah penting. Return ekspektasian merupakan return yang digunakan oleh investor untuk pembuatan keputusan investasi (Hartono, 2013:252). Menurut
21
Brown dan Warner (1985) dalam Dewi (2009) return ekspektasian dapat dihitung menggunakan model-model perhitungan berikut ini: 1) Model rata-rata disesuaikan (mean-adjusted model) Mean-adjusted model adalah model yang menganggap bahwa return ekspektasian bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasian sebelumnya selama periode estimasi (estimation period). Periode estimasi merupakan periode sebelum periode peristiwa (event period) yang mana disebut juga dengan periode jendela (event window). Rumus perhitungan return ekspektasian menggunakan mean-adjusted model adalah sebagai berikut: ……………………………………………...…………….(2) Keterangan: E[Ri,t] = return ekspektasian sekuritas i pada periode peristiwa t Ri,j
= return realisasian sekuritas i pada periode estimasi j
T
= lamanya periode estimasi
Kelebihan dari mean-adjusted model adalah model ini cukup sederhana dan mudah untuk digunakan serta data yang dibutuhkan relatif sedikit, sedangkan kekurangannya adalah model ini mempunyai kemampuan yang lemah dalam mendeteksi abnormal return dibandingkan kedua model lainnya. 2) Model pasar (market model) Market model merupakan bentuk dari model indeks tunggal (single index model) yang didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari suatu sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks pasar. Perhitungan return ekspektasian
22
dengan model ini dilaksanakan dengan dua tahapan, yakni (1) membentuk model ekspektasian dengan menggunakan data realisasian selama periode estimasi dan (2) menggunakan model ekspektasian tersebut untuk menghitung return ekspektasian selama periode jendela. Model ekspektasian dapat dibentuk memakai teknik regresi Ordinary Least Square (OLS) dengan persamaan sebagai berikut: ………………………………………………......(3) Keterangan: Ri,j = return realisasian sekuritas i pada periode estimasi j
αi
= intercept untuk sekuritas i
βi
= koefisien slope yang merupakan beta dari sekuritas i
RMj = return indeks pasar pada periode estimasi j yang dihitung dengan rumus: ………………………………………………………...(4)
εi,j = kesalahan residu sekuritas i pada periode estimasi j Market model membagi return suatu sekuritas menjadi dua komponen, yaitu (1) komponen return yang independen terhadap return pasar (berhubungan dengan peristiwa mikro) diwakilkan oleh α dan (2) komponen return yang dependen terhadap return pasar (berhubungan dengan peristiwa makro) diwakilkan oleh β . RM (Hartono, 2013:371). Kelebihan dari market model adalah model ini memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan kedua model lainnya dalam mendeteksi abnormal return dan return ekspektasian
23
yang dihasilkan mencerminkan baik faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan, sedangkan kekurangannya adalah model ini cukup rumit serta data yang dibutuhkan lebih banyak. 3) Model pasar disesuaikan (market-adjusted model) Market-adjusted
model
menganggap
bahwa
penduga
terbaik
untuk
mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat itu. Indeks pasar yang dapat dipilih pada BEI adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Hartono, 2013:370). IHSG merupakan nilai yang digunakan sebagai pengukur kinerja gabungan dari seluruh saham perusahaan yang tercatat di BEI (Mauliano, 2010). Dengan demikian, rumus perhitungan return ekspektasian menggunakan market-adjusted model adalah sebagai berikut: ………………………………………….…(5) Keterangan: E[Ri,t] = return ekspektasian sekuritas i pada periode peristiwa t RMt
= return indeks pasar pada periode peristiwa t
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada periode peristiwa t IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada periode peristiwa t-1 Kelebihan dari market-adjusted model adalah model ini cukup sederhana dan mudah untuk digunakan, data yang dibutuhkan relatif sedikit, serta tidak perlu menggunakan periode estimasi karena return ekspektasian yang diestimasi sama dengan return indeks pasar, sedangkan kekurangannya adalah
24
kemampuan model ini dalam mendeteksi abnormal return lebih kecil dibandingkan market model. Dalam penelitian ini return ekspektasian dihitung menggunakan market model dengan mempertimbangkan bahwa pergerakan harga saham secara umum dipengaruhi oleh faktor internal (lingkungan mikro) dan faktor eksternal (lingkungan makro) perusahaan (Pratikno, 2009). Peneliti beranggapan bahwa hasil perhitungan return ekspektasian akan lebih akurat apabila baik faktor internal maupun faktor eksternal dapat tercermin di dalamnya, sehingga diputuskanlah menggunakan market model. 2.1.5 Abnormal Return Abnormal return adalah kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi (return realisasian) terhadap return normal (return ekspektasian) (Hartono, 2013:609). Dengan demikian, rumus untuk menghitung abnormal return adalah sebagai berikut: ……………………………………………………...……(6) Keterangan: ARi,t
= abnormal return sekuritas i pada periode peristiwa t
Ri,t
= return realisasian sekuritas i pada periode peristiwa t
E[Ri,t] = return ekspektasian sekuritas i pada periode peristiwa t Abnormal return merupakan proksi pengujian kandungan informasi suatu pengumuman. Apabila suatu pengumuman mengandung informasi, maka seharusnya pasar bereaksi terhadap pengumuman tersebut. Reaksi pasar mengakibatkan pergeseran harga dari sekuritas yang bersangkutan, sehingga
25
return yang diperoleh investor berada di luar batas normalnya (Hartono, 2013:586). Abnormal return bisa bernilai positif maupun negatif. Abnormal return akan positif jika return realisasian jumlahnya lebih besar daripada return ekspektasian dan akan negatif jika hal sebaliknya terjadi. Abnormal return positif menunjukkan bahwa pasar bereaksi positif terhadap suatu pengumuman dan abnormal return negatif menunjukkan bahwa pasar bereaksi negatif terhadap pengumuman tersebut. Tetapi apabila investor tidak mendapatkan abnormal return berarti pengumuman tersebut tidak mempunyai kandungan informasi.
Gambar 2.1 Kandungan Informasi Suatu Pengumuman
Ada abnormal return
Ada kandungan informasi
Male-to-female CEO turnover Tidak ada
Tidak ada
abnormal return
kandungan informasi
Sumber: Hartono yang dimodifikasi (2013:58) Dalam penelitian ini diuji reaksi pasar terhadap pengumuman MTF CEO turnover dengan menganalisis keberadaan abnormal return di sekitar hari pengumuman peristiwa. Jika pengumuman ini memberikan abnormal return kepada investor artinya pengumuman tersebut mengandung informasi, sehingga investor menunjukkan reaksi atas pengumuman tersebut. Berdasarkan glass
26
ceiling theory diduga pengumuman MTF CEO turnover merupakan sinyal yang buruk dan investor seharusnya bereaksi negatif terhadap pengumuman tersebut. Jadi, investor akan mendapatkan abnormal return negatif pasca pengumuman MTF CEO turnover. 2.1.6 Pergantian CEO (CEO turnover) Di Indonesia CEO lebih dikenal dengan istilah direktur utama yang mana merupakan sebutan bagi pemimpin dalam suatu perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU 40/2007) suatu PT setidaknya harus memiliki seorang direktur. Apabila dalam perusahaan terdapat lebih dari seorang direktur, maka kumpulan dari beberapa direktur tersebut disebut dengan dewan direksi di mana di antara orang-orang tersebut akan ditunjuk salah satunya untuk menjadi direktur utama (CEO). Tugas dari seorang direktur adalah sebagai berikut (Adiasih dan Kusuma, 2011): 1) Memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan. 2) Memilih, menetapkan, serta mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian (manajer). 3) Menyetujui anggaran tahunan perusahaan. 4) Melaporkan kinerja perusahaan kepada pemegang saham. Tercantum pula dalam UU 40/2007 bahwa walaupun CEO mempunyai wewenang terhadap perusahaan, namun kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Segala hal yang berkaitan dengan perubahan anggaran dasar perusahaan, termasuk perubahan dalam kepengurusan
27
harus diputuskan melalui RUPS. RUPS berhak untuk membuat keputusan mengenai pengangkatan, penggantian, serta pemberhentian anggota dewan direksi dan dewan komisaris. Jadi, RUPS memiliki wewenang khusus yang tidak diberikan baik kepada dewan direksi maupun dewan komisaris. Mengganti anggota dewan direksi merupakan wewenang mutlak RUPS. CEO sebagai direktur utama pun dapat diganti melalui RUPS. Clayton et al. (2003) dalam Nainggolan (2009) menyatakan bahwa pergantian CEO merupakan peristiwa yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan. Kemampuan, pilihan, dan keputusan CEO berdampak pada pilihan proyek, kebijakan finansial, dan kultur perusahaan, sehingga hasil keputusan yang berbeda dari masing-masing individu ketika CEO diganti bisa mengubah kinerja perusahaan. Tetapi terkadang CEO turnover mendapat sambutan baik apabila CEO baru dianggap mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam memimpin daripada CEO lama, sehingga kinerja perusahaan diprediksi akan meningkat (Setiawan et al., 2013). MTF CEO turnover adalah peristiwa pergantian CEO di mana sebelumnya CEO perusahaan yang bersangkutan berjenis kelamin pria dan digantikan oleh orang lain yang berjenis kelamin wanita. Glass ceiling theory mengimplikasikan bahwa MTF CEO turnover merupakan sebuah sinyal buruk bagi investor. CEO baru diduga tidak akan mampu mencapai prestasi yang telah diraih oleh CEO lama karena investor memiliki prasangka buruk bahwa kemampuan wanita tidak sebanding dengan kemampuan pria dalam memimpin suatu perusahaan. Tingkat kepercayaan investor pun akan menurun, sehingga mereka memutuskan untuk
28
berhenti berinvestasi pada perusahaan tersebut. Fenomena menurunnya closing price BEKS dan COWL sesudah melakukan MTF CEO turnover yang telah peneliti sajikan pada latar belakang merupakan indikasi bahwa glass ceiling theory memang berlaku di pasar modal Indonesia. 2.1.7 Studi Peristiwa (Event Study) Menurut Hartono (2013:585 – 587) studi peristiwa adalah studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa di mana informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Studi peristiwa dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi dan untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat. Keduanya merupakan pengujian dengan tujuan yang berbeda. Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi pasar terhadap suatu pengumuman, sehingga apabila pasar bereaksi terhadap suatu pengumuman berarti pengumuman tersebut mengandung informasi bagi investor. Sementara itu, pengujian efisiensi pasar bentuk setengah kuat dimaksudkan untuk melihat seberapa cepat pasar mampu menyerap informasi, sehingga jika pasar bereaksi seketika terhadap informasi dari suatu pengumuman berarti pasar tersebut dikatakan efisien bentuk setengah kuat. Terdapat empat macam studi peristiwa, di antaranya (Tandelilin, 2010:566 – 569 dalam Ridhmadhantia, 2010): 1) Studi peristiwa konvensional Studi peristiwa konvensional bermaksud untuk melihat respon pasar terhadap peristiwa-peristiwa yang sudah biasa terjadi dan diumumkan secara terbuka oleh emiten di pasar modal. Karena peristiwa sudah biasa terjadi, maka dampak peristiwa dapat diantisipasi dengan mudah oleh pelaku pasar, namun
29
publikasi peristiwa tidak selalu mengandung makna yang sama karena manajemen dan investor mempunyai tujuan yang berbeda. Contoh dari peristiwa konvensional adalah pengumuman laba, pembagian dividen, right issue, merger, akuisisi, stock split, CEO turnover, dan lain-lain. 2) Studi peristiwa kluster Studi peristiwa kluster bermaksud untuk melihat respon pasar terhadap peristiwa-peristiwa yang diumumkan secara terbuka dan berdampak pada sekelompok perusahaan (kluster perusahaan) secara bersamaan. Kluster dapat bersifat sempit maupun luas. Respon pasar terhadap peristiwa kluster relatif sulit untuk diprediksi karena frekuensi keterjadiannya yang kecil, sehingga investor belum memahami apakah peristiwa ini akan berdampak positif atau negatif pada perusahaan. Contoh dari peristiwa kluster adalah ketika pemerintah menerapkan peraturan perpajakan baru terhadap suatu industri. 3) Studi peristiwa tidak terduga Studi peristiwa tidak terduga adalah varian dari studi peristiwa kluster. Studi ini bermaksud untuk melihat respon pasar terhadap suatu peristiwa tidak terduga. Karakteristik utama dari studi ini adalah peristiwa yang terjadi bersifat tidak terduga, sehingga reaksi pasar akan sangat sulit untuk diprediksi. Acap kali peristiwa tidak terduga bersifat non keuangan, namun memiliki dampak yang cukup besar pada perusahaan yang bersangkutan. Contoh dari peristiwa tidak terduga adalah bencana alam, kecelakaan, kebakaran, dan lainlain.
30
4) Studi peristiwa berurutan Studi peristiwa berurutan juga merupakan varian dari studi peristiwa kluster. Studi ini bermaksud untuk melihat respon pasar terhadap serangkaian peristiwa yang terjadi secara berurutan dalam situasi ketidakpastian yang tinggi. Kecepatan dan ketepatan informasi menjadi kunci utama dari respon pasar. Contoh dari peristiwa berurutan adalah ketika suatu perusahaan mengalami kecelakaan yang sama berturut-turut. 2.1.8 Pasar Modal Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal disebutkan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sementara itu, Tandelilin (2001:7) dalam Ardiansyah (2012) menyebutkan bahwa terdapat 3 definisi pasar modal, yaitu: 1) Pasar modal dalam arti luas Pasar modal merupakan sistem keuangan yang terorganisir, termasuk semua bank komersial serta perantara keuangan dan surat berharga. 2) Pasar modal dalam arti menengah Pasar modal adalah seluruh pasar dan lembaga yang memperjualbelikan warkat kredit yang pada umumnya akan jatuh tempo lebih dari setahun, seperti saham, obligasi, pinjaman berjangka hipotek, dan deposito berjangka.
31
3) Pasar modal dalam arti sempit Pasar modal adalah pasar terorganisir yang memperjualbelikan saham dan obligasi dengan memanfaatkan jasa dari makelar, komisioner, dan penjamin (underwriter). Menurut Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Japan International Cooperation Agency (JICA) (2003) pasar modal mempunyai peran dan manfaat sebagai berikut: 1) Pasar modal adalah wahana untuk mengalokasikan dana secara efisien. 2) Pasar modal memudahkan masyarakat dalam berinvestasi dengan memberikan keuntungan dengan sejumlah risiko tertentu. 3) Mendorong
perusahaan
untuk
menjadi
lebih
transparan
karena
kepemilikannya tidak tersentralisasi melainkan tersebar luas. 4) Mendorong perusahaan untuk menerapkan manajemen yang lebih profesional, efisien, dan berorientasi pada keuntungan, sehingga menciptakan good corporate governance dan memberikan keuntungan yang lebih baik bagi investor. 5) Pasar modal memudahkan perusahaan untuk memperoleh tambahan dana, sehingga akan mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. 2.1.9 Pembahasan Penelitian Terdahulu Penelitian Lee dan James (2003) yang berjudul “She’-E-Os: Gender Effects and Stock Price Reactions to the Announcements of Top Executive Appointments”
menggunakan
sampel
sebesar
1.556
pengumuman
top
management turnover (TMT) di New York Stock Exchange, American Stock
32
Exchange, dan NASDAQ selama periode 1990 – 2000 yang mana 535 di antaranya adalah pengumuman CEO turnover (17 merupakan pengumuman penunjukkan CEO wanita dan 518 merupakan pengumuman penunjukkan CEO pria).
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
walaupun
sama-sama
menghasilkan respon yang negatif, namun reaksi pasar akan jauh lebih buruk ketika wanita yang ditunjuk sebagai CEO. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Lee dan James adalah penelitian ini tidak mengesampingkan gender CEO sebelumnya, sehingga pengaruh gender pada reaksi pasar akan lebih jelas terlihat. Selain itu, terdapat perbedaan lokasi dan periode pengamatan antara penelitian ini dan penelitian Lee dan James. Penelitian Coxbill et al. (2009) yang berjudul “Market Reaction to the Announcement of a Male-To-Female CEO Turnover” menggunakan sampel sebanyak 66 pengumuman CEO turnover pada perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam indeks S&P selama periode 1993 – 2005 yang mana 33 adalah pengumuman MTF CEO turnover dan 33 adalah pengumuman MTM CEO turnover. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pasar tidak menunjukkan reaksi apapun terhadap pengumuman MTF CEO turnover dan malah bereaksi negatif terhadap pengumuman MTM CEO turnover. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Coxbill et al. adalah perbedaan lokasi dan periode pengamatan. Penelitian Martin et al. (2009) yang berjudul “CEO Gender: Effects on Valuation and Risk” menggunakan sampel sejumlah 140 pengumuman CEO turnover pada perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat selama periode 1992 – 2007 yang mana 70 merupakan pengumuman penunjukkan CEO wanita dan 70
33
merupakan pengumuman
penunjukkan CEO
pria.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa investor sama-sama memberikan respon positif baik ketika pria maupun wanita yang ditunjuk sebagai CEO. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Martin et al. adalah penelitian ini tidak mengesampingkan gender CEO sebelumnya, sehingga pengaruh gender pada reaksi pasar akan lebih jelas terlihat. Terdapat juga perbedaan lokasi dan periode pengamatan antara penelitian ini dan penelitian Martin et al. Penelitian Kang et al. (2009) yang berjudul “Investor Reaction to Women Directors” menggunakan sampel sebesar 53 pengumuman penunjukkan direktur wanita pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Singapore Exchange selama periode 1994 – 2004. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pasar bereaksi positif terhadap pengumuman penunjukkan direktur wanita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Kang et al. adalah penelitian ini lebih terfokus pada pengumuman
pergantian
direktur
utama.
Penelitian
ini
juga
tidak
mengesampingkan gender CEO sebelumnya, sehingga pengaruh gender pada reaksi pasar akan lebih jelas terlihat. Selain itu, terdapat perbedaan lokasi dan periode pengamatan antara penelitian ini dan penelitian Kang et al. Penelitian Carron dan Lucey (2011) yang berjudul “The Effect of Gender on Stock Price Reaction to the Appointment of Directors: The Case of the FTSE 100” menggunakan sampel sebanyak 490 pengumuman TMT pada perusahaanperusahaan yang termasuk dalam indeks FTSE 100 selama periode Januari 2005 – Juni 2010 yang mana 163 di antaranya adalah pengumuman executive director dan CEO turnover (peneliti menggabungkan keduanya sebagai sampel karena
34
jumlah pengumuman CEO turnover yang terlalu sedikit). Pengumumanpengumuman tersebut terdiri atas 12 pengumuman executive director dan CEO turnover wanita dan 151 pengumuman executive director dan CEO turnover pria. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar tidak bereaksi atas penunjukkan executive director dan CEO wanita, namun bereaksi positif di saat laki-laki yang ditunjuk untuk mengisi posisi-posisi tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Carron dan Lucey adalah penelitian ini tidak mengesampingkan gender CEO sebelumnya, sehingga pengaruh gender pada reaksi pasar akan lebih jelas terlihat. Selain itu, terdapat perbedaan lokasi dan periode pengamatan antara penelitian ini dan penelitian Carron dan Lucey. Penelitian Abdullah et al. (2014) yang berjudul “Do Female CEOs Add Value for Stockholders? A Case Study of Yahoo!” menggunakan Yahoo sebagai sampel yang mana perusahaan ini sudah tiga kali melakukan CEO turnover. Awalnya Jerry Yang (pria) digantikan oleh Carol Bartz (wanita) yang kemudian digantikan oleh Scott Thompson (pria) dan terakhir jabatan ini dipegang oleh Marissa Mayer (wanita). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar memberikan reaksi yang sama baik terhadap pengumuman penunjukkan CEO pria maupun CEO wanita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Abdullah et al. adalah penelitian ini tidak hanya terfokus pada satu perusahaan, sehingga hasilnya dapat digeneralisasi. Terdapat pula perbedaan lokasi dan periode pengamatan antara penelitian ini dan penelitian Abdullah et al. Penelitian Ola dan Proffitt (2015) yang berjudul “The Stock Market Response to CEO Changes: Does Gender Matter?” menggunakan sampel sebesar
35
206 pengumuman CEO turnover pada perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam indeks S&P selama periode 2010 – 2012 yang mana 20 merupakan pengumuman penunjukkan CEO wanita dan 186 merupakan pengumuman penunjukkan CEO pria. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa reaksi pasar tidak berbeda baik ketika pengumuman penunjukkan CEO pria maupun CEO wanita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ola dan Proffitt adalah ada beberapa kriteria yang diterapkan dalam penelitian ini untuk memilih sampel MTM CEO turnover yang akan dibandingkan dengan MTF CEO turnover. Dalam penelitian Ola dan Proffitt tidak ada hal seperti ini, maka sampel CEO pria dan CEO wanita mereka kurang sepadan baik dari segi jumlah maupun karakteristiknya. Terdapat juga perbedaan lokasi dan periode pengamatan antara penelitian ini dan penelitian Ola dan Proffitt.
2.2 Hipotesis Penelitian CEO merupakan salah satu posisi yang paling penting dalam perusahaan, sehingga posisi ini tidak bisa diisi oleh sembarang orang. Banyak pertimbangan yang harus diambil ketika menunjuk seseorang untuk menjadi CEO, termasuk gender dari calon CEO tersebut. Gender menjadi masalah sebab wanita sering dianggap kurang pintar dan lebih lemah dibandingkan pria, sehingga stereotype negatif ini mengakibatkan wanita kurang diminati untuk memimpin suatu perusahaan. Padahal pemimpin perusahaan diharapkan cerdas, tangguh, dan rasional dalam mengambil keputusan yang mana sikap-sikap tersebut lebih sering disematkan pada kaum pria. Sesuai dengan signaling theory dan glass ceiling
36
theory jika pada akhirnya CEO terpilih berjenis kelamin wanita, maka peristiwa ini adalah sinyal yang buruk bagi investor karena stereotype negatif yang melekat pada kaum wanita akan membentuk rasa tidak percaya dalam diri investor terhadap kemampuan CEO terpilih. Jadi, diprediksi pasar akan bereaksi negatif terhadap MTF CEO turnover. Tetapi pengumuman MTM CEO turnover seharusnya menjadi sinyal yang positif bagi investor karena kaum pria lebih dipercaya untuk menjadi pemimpin perusahaan. Lee dan James (2003) melakukan penelitian terhadap 17 pengumuman penunjukkan CEO wanita dan 518 pengumuman penunjukkan CEO pria pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange, American Stock Exchange, dan NASDAQ selama periode 1990 – 2000. Mereka menemukan bahwa walaupun sama-sama menghasilkan respon yang negatif, namun reaksi pasar akan jauh lebih buruk ketika wanita yang ditunjuk sebagai CEO. Sementara itu, Carron dan Lucey (2011) melakukan penelitian terhadap 12 pengumuman executive director dan CEO turnover wanita serta 151 pengumuman executive director dan CEO turnover pria pada perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam indeks FTSE 100 selama periode Januari 2005 – Juni 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar tidak bereaksi atas penunjukkan executive director dan CEO wanita, namun bereaksi positif di saat laki-laki yang ditunjuk untuk mengisi posisi-posisi tersebut. Penelitian Lee dan James serta Carron dan Lucey ini adalah bukti bahwa investor lebih menyukai pemimpin pria ketimbang pemimpin wanita, sehingga sesuai dengan hasil kedua penelitian tersebut dan teori-teori yang peneliti gunakan, maka dapat dibentuk hipotesis sebagai berikut:
37
H1 : Terdapat abnormal return negatif pada saham perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI sesudah pengumuman MTF CEO turnover. H2 : Terdapat perbedaan abnormal return antara saham perusahaan-perusahaan yang melakukan MTF CEO turnover dan yang melakukan MTM CEO turnover.
38