BAB II FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KREDIT MACET DI PERBANKAN A. Kredit Perbankan di Indonesia Dalam memberikan kredit, bank selalu memakai prinsip 5 C, yaitu The Five Principles of Credit Analysis (Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral), yang menghendaki penelitian yang seksama mengenai watak dan kemampuan berusaha debitur, modal apa yang sudah di milikinya, jaminan apa yang dapat diberikan dan keadaan perekonomian Negara pada umumnya yang sekiranya dapat mendukung usaha debitur. Untuk mengurangi risiko kemungkinan terjadinya kredit macet, selain melakukan analisa yang akurat berdasarkan asas 5 C di atas, bank juga akan melakukan monitoring usaha debitur secara berkesinambungan. 29 Pemberian krediat adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Kedua jenis bank tersebut merupakan badan usaha penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit disamping lembaga keuangan lainnya. Landasan hukum yang pokok untuk kegiatan kredit perbankan di Indonesia pada saat ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan selanjutnya disebut UU Perbankan . Undang-undang tersebut mengatur tentang kelembagaan dan
29
Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, (Jakarta : FH UI, 2007) hal. 14
Universitas Sumatera Utara
operasional bank komersial di Indonesia, yaitu bank yang berfungsi melayani kebutuhan jasa perbankan masyarakat. Dalam UU Perbankan Indonesia terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pemberian kredit, di antaranya adalah sebagai berikut. a. Kredit Berkaitan dengan Penyaluran Dana ke Masyarakat Pasal 1 angka 2 UU Perbankan menetapkan pengertian bank sebagai berikut. “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Penyaluran kredit memungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. Melalui fungsi ini bank berperan sebagai Agent of Development b. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang memberikan kredit (bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit)
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan 30 Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan .
Undang-undang tersebut
menetapkan: “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 31 1) Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang 2) Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain 3) Adanya kewajiban melunasi utang 4) Adanya jangka waktu tertentu 5) Adanya pemberian bunga kredit
30
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003). Hal. 236. 31 M. Bahsan, Hukum jaminan dan jaminan kredit perbankan Indonesia , (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007) hal 77
Universitas Sumatera Utara
Kelima unsur yang terdapat dalam pengertian kredit sebagaimana yang disebutkan di atas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit di bidang perbankan. Walaupun istilah kredit banyak pula digunakan untuk kegiatan perutangan lainnya di masyarakat, hendaknya untuk istilah kredit dalam kegiatan perbankan selalu dikaitkan dengan pengertian yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan . 32 c. Pemberian Kredit adalah Usaha yang Sah bagi Bank Pasal 6 huruf b dan Pasal 13 huruf b UU Perbankan
masing-masing
menetapkan kredit sebagai usaha bagi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dengan dicantumkan pemberian kredit sebagai usaha bank dalam ketentuan undang-undang, maka kegiatan pemberian pinjaman uang ke masyarakat yang dilakukan bank telah mempunyai dasar hukum yang kuat. Bank dengan demikian tidak dapat digolongkan sebagai rentenir atau lintah darat yang sering tidak disukai oleh masyarakat. Pemberian kredit adalah usaha yang sah bagi bank sebagai badan usaha dan sesuai dengan salah satu fungsi utamanya sebagai penyalur dana masyarakat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penyaluran kredit mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Goldsmith (1969), Mc Kinon (1973), dan Shaw (1973) menyatakan bahwa dana berlebih (surplus fund) yang disalurkan secara efisien bagi unit yang mengalami defisit akan meningkatkan kegiatan produksi. Selanjutnya kegiatan tersebut akan meningkatkan pertumbuhan 32
Ibid hal 77
Universitas Sumatera Utara
ekonomi. Pada level mikro Gertler dan Gilchrist (1994) membuktikan bahwa adanya kendala dalam penyaluran kredit dapat berdampak pada kehancuran usaha - usaha kecil. 33
d. Pelaksanaan Pemberian Kredit Menurut Pasal 8 UU Perbankan Indonesia 1992/1998, dalam melaksanakan kegiatan usahanya yang berupa pemberian kredit, bank antara lain: 1) Wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat (1)); 2) Memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 8 ayat (2)); Sehubungan dengan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan pemberian kredit tersebut di atas, maka Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat wajib melakukan analisis kredit yang mendalam atas permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, dan memiliki serta menerapkan pedoman perkreditan dalam melaksanakan perkreditannya Berikut penjelasan mengenai kedua hal tersebut :. a)
Analisis kredit
33
Billy Arma Pratama, St, Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Pada Bank Umum Di Indonesia Periode Tahun 2005 - 2009), (Semarang, Universitas Diponegoro, 2010) hal 1
Universitas Sumatera Utara
Mengenai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan ang diperjanjikan, maka hal itu dijelaskan lebih lanjut oleh penjelasan Pasal 8 ayat (1). Berdasarkan analisis kredit yang dilakukannya, bank akan memberikan keputusan menolak atau menyutujui permohonan calon debitur. Oleh karena itu, setiap analisis kredit harus memuat penilaian yang lengkap dan sempurna sehingga dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan peraturan intern dan peraturan perundang-undangan lainnya. Permohonan kredit dinyatakan lengkap dan sempurna bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Misalnya dalam hal agunan maka agunan harus lengkap kelengkapan dan integritas dari agunan. b) Pedoman perkreditan Kewajiban memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan pasal 8 ayat (2) lebih lanjut diatur dengan SK Direksi BI No. 27/162/KE/DIR. tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bagi Bank Umum; SK Direksi BI tersebut menetapkan kewajiban semua Bank Umum untuk memiliki dan menerapkan Kebijaksanaan
Perkreditan
Bank
(KBP)
dalam
pelaksanaan
kegiatan
perkreditannya dan juga melampirkan Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB).
Universitas Sumatera Utara
KPB yang kemudian disertai dengan Petunjuk Palaksanaan Kredit (PPK) merupakan peraturan intern masing-masing Bank yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan pemberian kreditnya. e. Batas Maksimum Pemberian Kredit Pasal 11 UU Perbankan Indonesia 1992/1998 menetapkan ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang berlaku antara lain untuk pemberian kredit oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam atau pihak yang terkait dengan bank. BMPK yang ditetapkan bagi peminjam atau sekelompok peminjam yang tidak terkait dengan bank adalah tidak melebihi 30% dari modal bank 34 yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan bagi pihak yang terkait 35 dengan bank tidak melebihi 10% dari modal bank. Ketentuan lebih
lanjut
mengenai
BMPK
tersebut
diatur
oleh
PBI
No
7/3/PBI/2005 Tentang. Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum dan perubahannya dengan PBI No. 8/13/PBI/2006. Selanjutnya, dari penjelasan Pasal 11 yang menjelaskan tentang B
34
PBI No 7/3/PBI/2005 Pasal 1 ketentuan Umum, Modal adalah: a. modal inti dan modal pelengkap bagi Bank yang berkantor pusat di Indonesia; atau b. dana bersih kantor pusat dan kantor-kantor cabang lainnya di luar negeri (Net Head Office Fund), bagi kantor cabang bank asing, sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. 35 Pihak Terkait adalah perseorangan atau perusahaan/badan yang mempunyai hubungan pengendalian dengan Bank, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan atau keuangan.
Universitas Sumatera Utara
1) Pemberian kredit mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat yang disimpan di bank. 2) Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran kredit sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada debitur atau kelompok debitur tertentu. Terhadap pelanggaran ketentuan BMPK di kenakan sanksi oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PBI No 7/3/PBI/2005 dan perubahannya dengan PBI No. 8/13/PBI/2006. Bank yang melakukan Pelanggaran BMPK dan atau Pelampauan BMPK dikenakan sanksi penilaian tingkat kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 36 f. Pemberian Kredit Terkait dengan Ketentuan Pembinaan dan Pengawasan Bank Pasal 29 ayat (3) UU Perbankan menetapkan bahwa dalam pemberian kredit, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank
36
Bank Indonesia, Direktorat Penelitian dann Pengaturan Perbankan ,Pedoman Standar Pengendalian Intern Bagi Bank Umum, September 2003
Universitas Sumatera Utara
Dari penjelasan Pasal 29 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diketahui hal sebagai berkut. 1) Bank wajib memiliki dan menerapkan system pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 2) Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang dismpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank oerlu terus menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Dengan memperhatikan ketentuan pasal 29 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Perbankan Indonesia 1992/1998 dan penjelasannya tersebut, pemberian kredit harus mendapat pengawasan berdasarkan system pengawasan intern yang berlaku pada masing-masing bank agar dapat menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat kepadanya. Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang efektif merupakan komponen penting dalam manajemen Bank dan menjadi dasar bagi kegiatan operasional Bank yang sehat dan aman. Sistem Pengendalian Intern yang efektif dapat membantu pengurus Bank menjaga aset Bank, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
Universitas Sumatera Utara
serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan dan pelanggaran aspek kehati-hatian. Demikian beberapa hal yang diatur oleh ketentuan UU perbankan Indonesia 1992/1998 yang berkaitan dengan kredit perbankan. Hal lain mengenai pengaturan pemberian kredit adalah yang berkaitan dengan ketentuan sanksi pidana dan administratif yang tercantum dalam undang-undang tersebut 37 g. Unsur-unsur kredit, terdiri dari: 1) Kepercayaan: Kredit diberikan atas dasar kepercayaan 2) Waktu: Kredit selalu ada jangka waktunya 3) Risiko: Setiap kredit selalu mengandung unsur risiko 4) Prestasi: Kredit mengandung prestasi berupa pembayaran bunga
Walaupun pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, tetapi penilaian atas kepercayaan tadi harus memenuhi kriteria Five C’s (Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral), serta didokumentasikan, sehingga siapapun yang membaca dasar penilaian pemberian kredit mempunyai persepsi yang sama. Hal ini dikarenakan penelitian yang seksama mengenai watak dan kemampuan berusaha debitur, modal apa yang sudah di milikinya, jaminan apa yang dapat diberikan dan keadaan perekonomian Negara pada umumnya yang 37
M. Bahsan S.H., S.E., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,(Jakarta : 2002) hal. 74-8
Universitas Sumatera Utara
sekiranya dapat mendukung usaha debitur. Untuk mengurangi resiko kemungkinan terjadinya kredit macet, selain melakukan analisa yang akurat berdasarkan asas 5 C tersebut di atas, bank juga akan melakukan monitoring usaha debitur secara berkesinambungan. 38
h. Tujuan Pemberian Kredit
1) Bagi bank: a) Profitability, artinya ada keuntungan yang diperoleh secara wajar b) Safety, artinya harus aman dengan risiko yang telah dimitigasi sebelumnya. 2) Bagi nasabah: memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat luas, dan meningkatkan produktivitas usaha. 3) Bagi masyarakat umum: dapat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, dan meningkatkan kesempatan kerja.
i. Prosedur Kredit
1) Merencanakan Pasar Sasaran. Bank harus mempunyai perencanaan, pasar mana yang akan dituju dalam memasarkan kreditnya, misalkan fokus pada sektor ritel 2) Menentukan kriteria risiko yang dapat diterima. Bank hanya memasarkan kredit apabila kriteria risikonya jelas dan dapat dimitigasi, misalkan dengan: menetapkan limit exposure, jenis 38
Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, h. 14
Universitas Sumatera Utara
usaha (dibuat ratingnya, dan rating apa saja yang layak dibiayai), lokasi dsb nya. 39 3) Menentukan kriteria nasabah kredit yang diberikan, berdasar pada kriteria nasabah yang jelas. Nasabah digolongkan berdasarkan kemampuan dan golongan kredit yang di mohonkan. j. Putusan Kredit Setiap pemberian kredit harus melalui mekanisme proses dan prosedur baku, antara lain:
1) Ada permohonan kredit secara tertulis 2) Dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan 3) Disertai dengan proposal kredit 4) Dibuat rekomendasi dan putusan kredit 5) Dibuat pemberitahuan putusan kredit secara tertulis 6) Melakukan perjanjian kredit secara hukum 7) Proses pencairan kredit 8) Melakukan pengawasan dan evaluasi Pada dasarnya tujuan pemberian kredit haruslah didasarkan pada kelayakan usaha, agar usaha yang dibiayai dapat berkembang,
39
Limit exposure dibutuhkan pada semua area kegiatan bank yang mengandung risiko penyaluran dana. Limit ini membantu untuk meyakini bahwa kegiatan penyaluran dana yang dilakukan bank cukup terdiversifikasi.. Limit dari suatu transaksi akan efektif dalam mengelola profil risiko kredt, karenanya limit secara umum harus diikat dan tidak dikendalikan oleh permintaan nasabah.
Universitas Sumatera Utara
menyerap tenaga kerja, dan pada akhirnya dapat menyumbang peningkatan ekonomi masyarakat disekitarnya. 40
B. Jenis-Jenis Kredit Perkembangan kredit saat ini memang sudah jauh dari bentuk awalnya, terutama karena berbagai kebutuhan manusia yang semakin beragam. Salah satu bukti perkembangan kredit tersebut dapat dilihat melalui jenis-jenis kredit yang dikenal saat ini. Begitu banyaknya jenis kredit memperlihatkan begitu eratnya eksistensi kredit dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Sebenarnya perkembangan berbagai jenis kredit tersebut, tidak dapat dipisahkan dari kebijakan perkreditan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan pembangunan. 41 Jenis kredit pada mulanya berupa kredit perorangan, karena didasarkan kepercayaan murni atau saling mengenal. Dengan berkembangnya keadaan ekonomi yang mengembangkan pula unsur-unsur yang menjadi landasan kredit, maka kemudian timbul berbagai jenis kredit sampai seperti sekarang ini. Untuk lebih mudah memahaminya, jenis-jenis kredit digolongkan berdasarkan kriteria yang digunakan, yaitu 42: a. Penggolongan berdasarkan jangka waktu : 1. Kredit jangka pendek (short term loan) 40
http://edratna.wordpress.com/kebijakan-perkreditan-merupakan-dasar-pemberian-pinjamanyang-sehat, diakses /2011/08/04 41 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 233. 42 Munir Fuady (A), Hukum Perkreditan Kontemporer, cet. ke 1 (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 15-21.
Universitas Sumatera Utara
2. Kredit jangka menengah (medium term loan) 3. Kredit jangka panjang (long term loan). Jangka waktu untuk masing-masing kredit berbeda-beda, tergantung dari ketentuan banknya. Misalnya untuk kredit jangka pendek, ada bank yang membedakan jangka waktu tidak lebih dari 1 tahun, ada juga bank yang memberlakukan jangka waktu untuk 2 tahun. b. Penggolongan berdasarkan dokumentasi : 1. Kredit dengan perjanjian tertulis 2. Kredit tanpa surat perjanjian, yang dibagi menjadi : i. Kredit lisan, yang saat ini sudah sangat jarang. ii. Kredit dengan instrumen surat berharga iii. Kredit Cerukan, yang timbul karena : -
Penarikan atau pembebanan giro yang melampaui saldonya.
-
Penarikan atau pembebanan R/C yang melampaui plafondnya.
c. Penggolongan berdasarkan Kolektibilitas : 43 1. Kredit lancar 2. Kredit dalam perhatian khusus 3. Kredit kurang lancar 4. Kredit diragukan 5. Kredit macet
43
Bank Indonesia (A), Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Kualitas Aktiva Produktif, SK No. 30/267/KEP/DIR/1998, psl. 4.
Universitas Sumatera Utara
d. Penggolongan berdasarkan bidang ekonomi : 1. Kredit sektor pertanian, perburuhan, dan sarana pertanian 2. Kredit sektor pertambangan 3. Kredit sektor perindustrian 4. Kredit sektor listrik, gas, dan air 5. Kredit sektor konstruksi 6. Kredit sektor perdagangan, restoran, dan hotel. 7. Kredit pengangkutan, perdagangan, dan komunikasi 8. Kredit sektor jasa 9. Kredit sektor lain-lain e. Penggolongan berdasarkan tujuan penggunaannya : 1. Kredit konsumtif, yang diberikan untuk keperluan konsumsi sehari-hari 2. Kredit produktif, yang terdiri dari : a. Kredit investasi, untuk membeli barang modal atau barang yang tahan lama. ii. Kredit modal kerja atau kredit eksploitasi, untuk membeli modal lancar yang habis dalam pemakaiannya. iii. Kredit Likuiditas, untuk membantu perusahaan yang sedang kesulitan likuiditas. f. Penggolongan berdasarkan obyek yang ditransfer.
Universitas Sumatera Utara
1. Kredit uang, yang pemberian dan pengembaliannya dilakukan dalam bentuk uang. 2. Kredit bukan uang, yang pemberiannya dalam bentuk barang dan jasa, namun pengembaliannya dalam bentuk uang. g. Penggolongan berdasarkan waktu pencariannya. 1. Kredit tunai, yang pencariannya secara tunai atau dengan pemindahbukuan ke rekening debitur. 2. Kredit tidak tunai, yang pencariannya tidak dilakukan saat pinjaman dibuat, seperti : i. Garansi Bank atau Standard by L/C, yang baru akan dibayar bila terjadi pembuatan tertentu. ii. Letter of Credit, yang merupakan jaminan pembayaran dalam kegiatan ekspor impor. h. Penggolongan berdasarkan cara penarikannya : 1. Kredit sekali jadi (aflopend), yang pencariannya sekaligus, seperti tunai atau pemindahbukuan. 2. Kredit rekening koran, yang waktu penarikannya tidak teratur dan dapat dilakukan berulang kali selama plafond kredit masih tersedia, misalnya bilyet giro atau cek. 3. Kredit berulang-ulang (revolving loan), yang diberikan sesuai kebutuhan selama dalam batas maksimum dan masih dalam jangka waktu yang diperjanjikan.
Universitas Sumatera Utara
4. Kredit bertahap, yang pencariannya dalam beberapa termin/bertahap. 5. Kredit tiap transaksi (self-liquidating credit), yang penarikannya sekaligus untuk satu transaksi tertentu dan pengembaliannya diambil dari hasil transaksi yang bersangkutan. i. Penggolongan berdasarkan pihak krediturnya. 1. Kredit terorganisasi, yang diberikan badan-badan secara legal, seperti bank atau koperasi. 2. Kredit tidak terorganisasi, yang diberikan orang, kelompok orang, atau badan yang tidak resmi, seperti : i. Kredit rentenir ii. Kredit penjual, dengan menyerahkan barang dulu. iii. Kredit pembeli, dengan menyerahkan uangnya dulu. j. Penggolongan berdasarkan nagara asal kreditur : 1. Kredit domestik (onshore credit) 2. Kredit luar negeri (offshore credit) k. Penggolongan berdasarkan jumlah kreditur : 1. Kredit dengan kreditur tunggal (single loan) 2. Kredit sindikasi (syndicated loan), yang mempunyai lebih dari satu kreditur dengan satu kreditur sebagai lead creditor/lead bank. Selain kriteria yang digunakan di atas, masih banyak lagi kriteria yang dapat digunakan untuk menggolongkan berbagai jenis kredit. Penjabaran semua kriteria itu
Universitas Sumatera Utara
pada dasarnya hendak memperlihatkan perkembangan kredit yang telah mengisi berbagai segi kegiatan manusia.
C. Perjanjian Kredit Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimatkalimat yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber terpenting yang melahirkan perikatan karena perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atas suatu peristiwa. 44 Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian . Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUH Perdata) menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu ; 45 a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. cakap untuk membuat suatu perjanian c. mengenai hal atau obyek tertentu d. suatu sebab (causa) yang halal
44 45
S.B. Marsh dan J. Soulby Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Alumni, 2006), hal. 93 Pasal 1320 KUHPerdata
Universitas Sumatera Utara
Syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif karena menyangkut orang orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak ini sebagai subyek yang membuat perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau subyek yang membuat perjanjian. 46 Perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUH Perdata, meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata.
Perjanjian kredit menurut Hukum
Perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam-meminjam (verbruiklening) yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam pemberian kredit sebenarnya terjadi beberapa hubungan hukum, yaitu tidak saja berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam akan tetapi terjadi juga hubungan hukum berdasarkan perjanjian pemberian kuasa, perjanjian pertanggungan (asuransi), dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit, khususnya perjanjian kredit perbankan di dalam pelaksanaannya tidaklah sama (identik) sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjam-meminjam (verbruiklening) dalam KUHPerdata 47, namun bersumber dari sana untuk pengaturan umumnya.
46 47
S.B. Marsh dan J. Soulby Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Alumni, 2006), hal. 93 Muhamad Djumhana, Op.Cit hal. 385-386.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan undangundang perbankan tidak mengenal istilah perjanjian kredit. “Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi Presidium Kabinet nomor 15/EK/10 tangaal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, Bankbank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit.” 48 Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa “perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan (vooroverenkomst) dari penyerahan uang.” 49 Perjanjian pendahuluan merupakan hasil dari permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan antara keduanya (kreditor dan debitor). Penyerahan uangnya adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uangnya dilakukan, barulah ketentuan yang tertuang dalam model perjanjian kredit bank tersebut berlaku untuk kedua belah pihak. Menurut hukum perjanjian, kredit harus tertulis dan memenuhi syarat-syarat pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian, perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya.
48
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Jakarta : Alfabeta, 2003), hal.97 Mariam Darul Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 28 49
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, pengertian kredit adalah sebagai berikut : “Kredit penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”. Dari pengertian tersebut terlihat kontra prestasi yang akan diterima berupa bunga. Berkaitan dengan perjanjian pinjam-meminjam ini, tentunya para pihak telah mempunyai kesepakatan terlebih dahulu. Berbicara mengenai kesepakatan, Sutan Remy berpendapat bahwa kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam di dalam definisi pengertian kredit berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dapat mempunyai beberapa maksud sebagai berikut : 50 1. Pembentuk Undang-Undang bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual antara bank dan nasabah debitur yang berbentuk pinjam-meminjam, sehingga dalam hal ini hubungan kredit bank berlaku Buku Ketiga (tentang Perikatan) pada umumnya dan Bab Ketigabelas (tentang pinjam-meminjam) KUHPerdata khususnya. 2. Adanya keharusan dari pembentuk Undang-Undang bahwa hubungan kredit bank dibuat berdasarkan perjanjian tertulis. Karena apabila kita melihat dari bunyi ketentuan saja, maka akan sulit untuk menafsirkan bahwa ketentuan
Universitas Sumatera Utara
tersebut memang menghendaki agar pemberian kredit bank harus diberikan berdasarkan perjanjian tertulis. Berdasarkan ketentuan Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 jo. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/539/UPK/Pemb. Tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/649 UPK/Pemb. Tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, menentukan bahwa dalam pemberian kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan / membuat akad perjanjian kredit. Dalam memberikan kredit bank harus menggunakan akad perjanjian sehingga memiliki
kekuatan
pembuktian,
maka
bank
biasanya
menggunakan
kontrak/perjanjian kredit yang bentuknya sudah baku sehingga tidak perlu untuk selalu membuat perjanjian kredit setiap saat, karena apabila bank akan memberikan kredit kepada nasabah debiturnya perjanjiannya telah siap sehingga hanya diperlukan tanda tangan nasabah debitur. Pengertian nasabah sendiri menurut Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa “Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank” 51 Dalam praktek Bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu : 1. “Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan 51
Indonesia (B), Undang-Undang tentang Perbankan Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, UU No. 7 Tahun 1992, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, ps. 1.
Universitas Sumatera Utara
Dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debit untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank suda menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standard form) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh Bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan Bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon debitor untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-sayarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut. 2. perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil. Perjanjian ini di siapkan dan dibuat oleh seorang notaris, namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan Bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberkan lebih dari satu kreditor atau lebih dari satu bank).” 52
52
Mariam Darul Badrulzaman, Op. Cit hal 100
Universitas Sumatera Utara
Berbagai pengertian kredit tersebut dapat memungkinkan diperolehnya gambaran mengenai apa itu kredit, dan dari pengertian-pengertian kredit itulah dapat disimpulkan adanya beberapa unsur yang terdapat dalam kredit, yaitu 53 : b. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang disebut perjanjian kredit. c. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman, seperti bank, dan pihak debitur, yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa. d. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar atau mencicil kreditnya. e. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak-pihak debitur. f. Adanya pemberian sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur. g. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak debitur, disertai dengan pemberian imbalan atau bunga atau pembagian keuntungan. h. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur. i. Adanya risiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin panjang waktunya, semakin besar risiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit. 53
Munir Fuady (A), Op. Cit hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
Unsur-unsur tersebut merupakan ciri-ciri yang ada pada kredit yang secara garis besar dapat digolongkan kembali menjadi empat pokok unsur kredit, yaitu 54: a. Kepercayaan, yaitu keyakinan pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan saat pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. c. Degree of rist, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian prestasi dengan kontraprestasi. Semakin lama jangka waktunya, semakin tinggi tingkat risikonya, karena unsur ketidaktentuan kemampuan hari depan yang tidak dapat diperhitungkan. Dengan adanya risiko ini maka timbul jaminan dalam pemberian kredit. d. Prestasi, atau obyek kredit yang dapat berupa uang, barang, atau jasa. Namun kehidupan ekonomi modern sekarang lebih banyak menyangkut uang. D. Faktor Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet 1.
Pengertian Kredit Macet Istilah penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah yang dipakai untuk
menunjukkan penggolongan kolekbilitas kredit yang menggambarkan kualitas dari kredit itu sendiri. 55 Pengertian kredit bermasalah itu sendiri adalah :
54
Thomas Suyatno et. Al, Dasar-dsar Perkreditan, Cetakan Ketiga, Jakarta : Gramedia, 1990), hal. 12-13 55 Muhamad Djumhana, ibid hal. 427
Universitas Sumatera Utara
a.
Kredit yang berpotensi mengalami kesulitan pembayaran
b. Kredit yang mengalami kesulitan dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya kepada bank baik dalam bentuk pembayaran kembali pokok, bunga, denda, maupun ongkos-ongkos bank yang menjadi beban debitur yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian. c. Kredit yang dikategorikan dalam ketentuan Bank Indonesia dengan kolektibilitas Lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancer, diragukan dan macet. 56 Penggolongan kolektibilitas kredit menurut pasal 12 ayat 3 Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (PBI No. 7/2/PBI/2005) jo. Pasal 4 Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR (SKBI No. 30/267/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif, yaitu sebagai berikut : 57 a. Lancar (pass), yaitu apabila memenuhi kriteria : 1. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat 2. Memiliki mutasi rekening yang aktif. 3. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral) b. Dalam perhatian khusus (special mention), yaitu apabila memenuhi kriteria : 1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari
56
Pradjoto , “Versi Bank BUMN : Mekanisme Pemberian Kredit dan Penyelesaian Kredit Bermasalah,” (Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Solusi Hukum Penyelesaian Kredit Bermasalah dan Hambatan dalam Penyaluran Kredit, Jakarta, 2 Agustus 2006), hal. 48. 57 Bank Indonesia (A), Op. cit., pasal 4.
Universitas Sumatera Utara
2. Kadang-kadang terjadi cerukan (overdraft) 3. Mutasi rekening rendah 4. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan 5. Didukung oleh pinjaman baru c. Kurang lancar (substandard), yaitu apabila memenuhi kriteria : 1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari 2. Sering terjadi cerukan 3. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah 4. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 (sembilan puluh) hari 5. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur 6. Dokumentasi pinjaman yang lemah d. Diragukan (doubtful) yaitu, yaitu apabila memenuhi kriteria : 1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari 2. Terjadi cerukan yang bersifat permanen 3. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari 4. Terjadi kapitalisasi bunga 5. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan e. Kredit macet (loss), yaitu apabila memenuhi kriteria :
Universitas Sumatera Utara
1. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari 2. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru 3. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Penggolongan kredit tersebut ditinjau berdasarkan beberapa faktor yaitu prospek usaha, kondisi keuangan dan kemampuan membayar. 58
2.
Faktor Faktor terjadinya kredit Macet. Ada beberapa sumber untuk melihat adanya gejala kredit bermasalah,
yaitu : 59 a. Perilaku rekening seperti sering mengalami overdraft, terjadi penurunan saldo secara mencolok, pembayaran tersendat-sendat, sering mengajukan permintaan penundaan pembayaran, dan mengajukan perubahan jadwal pembayaran. Bila terjadi overdraft adalah suatu hal yang dapat ditolerir dalam bisnis, namun jika sering terjadi perlu diwaspadai sebagai kemungkinan menurunnya kemampuan keuangan nasabah. Menurunnya saldo giro rata – rata merupakan indikasi menurunnya kemampuan keuangan nasabah. Turunnya saldo secara mencolok dapat mengganggu kelancaran roda perusahaan, sehingga saldo untuk membiayai operasional secara rutin akan menurun, makanya perlu diwaspadai. 58
Bank Indonesia (B), Peraturan Bank Indonesia Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, PBI No. 7/2/PBI/2005, LN No. 12 DPNP Tahun 2005, TLN No. 4471, pasal 10. 59 Mahmoedin, , Kredit Bermasalah (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2004), hal. 28
Universitas Sumatera Utara
Apabila setiap nasabah peminjam terlalu sering terlambat membayar bunga dan angsuran pinjaman maka hal tersebut perlu diwaspadai. Dalam setiap pemberian kredit, pencairan kredit dilakukan secara bertahap, jika nasabah memaksa atau meminta pada saat kredit berjalan agar jadwal pencairan dilanggar, perlu diwaspadai kemungkinan adanya masalah yang akan timbul. Umumnya seorang nasabah yang usahanya tidak lancar akan sering mengajukan penundaan pembayaran. Terkadang nasabah melakukan perpanjangan kredit untuk menutupi ketidak mampuan nasabah untuk mengembalikan kredit. Terkadang nasabah melakukan penambahan kredit untuk menutupi kekurangan likuiditas usahanya karena kesalahan mengelola aktivitas produksinya, sehingga mengalami kekurangan dana. Melakukan penarikan cek dengan nilai tidak mencukupi adalah suatu gejala yang tidak sehat, karena bisa ditafsirkan nasabah memiliki karakter yang dapat menghilangkan kepercayaan pihak bank terhadap pemilik rekening. b. Perilaku laporan keuangan seperti likuiditas menurun, perputaran piutang menurun, persediaan meningkat, utang jangka panjang meningkat tajam, muncul utang dari kreditur lain, dan laporan keuangan tidak diaudit. Berdasarkan perilaku keuangan nasabah dapat dibaca situasi yang memberikan indikasi bahwa kredit yang peroleh nasabah ada gejala bermasalah. Setiap perusahaan apapun memerlukan likuiditas untuk membiayai operasional perusahaannya. Perusahaan yang lancar pasti memiliki kemampuan likuiditas. Jika terjadi kekurangan biaya operasional, berarti perusahaan tersebut kekurangan likuiditas. Hal ini akan mengancam kemampuannya untuk membayar kewajiban
Universitas Sumatera Utara
pada bank. Selanjutnya jka perbandingan antara piutang lancar terhadap aset total meningkat perlu diwaspadai bahwa ada kemungkinan aktiva lancar semakin tertumpuk pada tagihan. Naiknya jumlah piutang pada neraca bisa sebagai indikasi tidak tertagihnya sebagian piutang. Tidak tertagihnya piutang ini dapat mengancam kelancaran likuiditas dan persediaan kas bagi perusahaan, sehingga menurunkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya pada pihak lain. Meningkatnya persediaan jika diimbangi dengan meningkatnya asset total berarti suatu perkembangan baik. Meningkatnya persediaan barang dapat merugikan perusahaan sehingga akan sulit memperoleh likuiditas. Terjadinya penurunan perbandingan aktiva lancar dengan total akiva bisa terjadi karena debitur harus membayar kewajibannya pada pihak ketiga diluar bank, hal ini dapat mengancam kemampuan nasabah membayar hutangnya kepada bank. Turunnya aktiva tetap setelah revaluasi laporan keuangan terjadi karena nasabah terpaksa menjual atau mengganti sebagian atau seluruh aktiva tetapnya untuk memperoleh dana, karena terjadinya kekurangann dana. Naiknya biaya produksi secara tajam jika tidak diimbangi dengan kenaikan penjualan dapat mengancam tingkat keuntungan. Naiknya penjualan diiring dengan menurunnya laba bisa disebabkan karena turunya harga produksi sehingga volume penjualan naik. Hal ini bisa mengakibatkan turunnya kemampuan nasabah untuk mengembalikan kredit pada bank Menurunnya penjualan akan mengakibatkan pendapatan berkurang sedangkan perusahaan haus tetap mengeluarka biaya tetap (fixed cost) dan biaya variable (variable cost) untuk kelangsungan usahanya sehingga nasabah
Universitas Sumatera Utara
berusaha memperoleh tambahan dana dengan jalan meminjam dari berbagai pihak untuk membiayai usahanyatapi jika tidak diimbangi dengan hasil penjualan minimal mancapai break even point, maka perbandingan jumlah hutang modal sendiri akan naik. Pencairan utang jangka panjang untuk memperoleh investasi barang modal perlu diwaspadai jika kredit tidak disertai bantuan modal kerja ini berindikasi nasabah memperoleh bantuan dari bank lain. Jika terjadi penurunan rasio keuntungan terhadap asset, berarti ada gejala menurunnya kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan. Terlambatnya laporan keuangan perlu diwaspadai sebagai indikasi tidak tertib pembukuan perusahaan nasabah. Setiap pembukuan atau laporan keuangan harusnya diaudit oleh akuntan, jika sengaja tidak di audit dikhawatirkan terjadinya rekayasa akan angka – angka dalam laporan tesebut. Meurunnya persentase laba bulan atau tahun sekarang dibanding bulan atau tahun lalu, merupakan indikasi bahwa terjadi penurunan kinerja perusahaan. c. Perilaku bisnis seperti hubungan dengan pengecer dan pelanggan menurun, harga jual terlampau rendah, ada informasi negatif dari pihak luar, perubahan mendadak dalam manajemen, dan mencari pinjaman baru. d. Perilaku nasabah seperti kesehatan nasabah menurun, nasabah meninggal, membeli aktiva tetap yang konsumtif, dan nasabah mempunyai kegiatan tertentu. Perilaku nasabah lainnya yang dapat dibacasebagai situasi yang memberikan indikasi bahwa kredit yang diperoleh nasabah ada gejala bermasalah yaitu .
Universitas Sumatera Utara
Nasabah kalah judi,
Terjadi sengketa rumah tangga,
Nasabah kawin lagi,
Telepon dari bank sering tidak dijawab d. Perilaku makro ekonomi seperti peraturan pemerintah, resesi, dan bencana alam. Demikian pula dengan faktor penyebab timbulnya kredit bermasalah dapat dilihat dari beberapa kelompok, yaitu : 60 a. Faktor internal perbankan yang meliputi kelemahan dalam analisis kredit, kelemahan-kelemahan kredit, agunan, sumber daya alam, teknologi, dan kecurangan petugas bank. 1) Kelemahan dalam analisis kredit. a) Analisis kredit tidak berdasarkan data akurat. b) Informasi kredit tidak lengkap. c) Kredit terlalu sedikit. d) Kredit terlalu banyak. e) Jangka waktu kredit terlalu lama. f) Jangka waktu kredit terlalu pendek. 2) Kelemahan dalam dokumen kredit. a) Data mengenai kredit tidak didokumentasi dengan baik. b) Pengawasan atas fisik dokumen tidak dilaksanakan dengan baik. 3) Kelemahan dalam supervise kredit. a) Bank kurang pengawasan atas usaha nasabah secara kontinyu dan teratur. b) Terbatasnya data dan informasi yang berkaitan dengan penyelamatan dan penyelesaian kredit. c) Tindakan perbaikan tidak diterapkan secara dini dan tepat waktu. d) Jumlah nasabah terlalu banyak. e) Nasabah terpencar. 4) Kecerobohan petugas bank. a. Bank terlalu kompromi. b. Bank tidak mempunyai kebijakan perkreditan yang sehat. c. Petugas bank terlalu menggampangkan masalah. b) Persaingan antar bank. c) Pengambilan keputusan yang tidak tepat waktu. d) Terus memberikan pinjaman pada uasaha yang siklusnya menurun. e) Tidak diasuransikan. 60
Ibid, hal. 51.
Universitas Sumatera Utara
5) Kelemahan kebijaksanaan kredit. a) Prosedur kredit terlalu panjang. 6) Kelemahan bidang agunan. a) Jaminan tidak dipantau dan diawasi secara baik. b) Nilai agunan tidak sesuai. c) Agunan fiktif. d) Agunan sudah dijual. e) Pengikatan agunan lemah 7) Kelemahan sumber daya manusia. a) Tebatasnya tenaga yang ahli dibidang penyelamatan penyelasaian kredit. b) Pendidikan dan pengalaman pejabat kredit sangat terbatas. c) Kurangnya tenaga ahli hukum untuk mendukung pelaksanaan penyelesaian dan penyelamatan kredit. d) Terbatasnya tenaga ahli untuk analisis kredit. 8) Kelemahan teknologi. a) Terbatasnya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pekerjaan teknis. b) Keterbatasan bank dalam hal teknis, seperti : manajemen secara baik, pengawasan secara kontinyu, administrasi yang rapi. 9) Kecurangan petugas bank. a. Petugas bank terlibat kepentingan pribadi. b. Disiplin pejabat kredit dalam menerapkan system dan prosedur kredit rendah. b. Faktor internal nasabah yang meliputi kelemahan karakter nasabah, kemampuan nasabah, musibah yang dialami nasabah, kecerobohan nasabah, dan manajemen nasabah. 1) Kelemahan karakter nasabah a) Nasabah tidak mau tau atau memang tidak beritikad baik. b) Nasabah kalah judi. c) Nasabah menghilang. 2) Kelemahan kemampuan nasabah. a. Tidak mampu mengembalikan kredit karena terganggunya 3) kelancaran usaha. a) Kemampuan usaha nasabah yang kurang. b) Teknik produksi yang sudakh ketinggalan zaman. c) Kemampuan pemasaran tidak memadai. d) Pengetahuan terbatas. e) Pengalaman terbatas. f) Informasi terbatas.
Universitas Sumatera Utara
c.
Faktor eksternal seperti situasi ekonomi yang negatif, politik dalam negeri yang merugikan, politik negara lain yang merugikan, situasi alam yang merugikan, dan peraturan pemerintah yang merugikan. 1) Situasi ekonomi yang negatif. a) Globalisasi ekonomi yang berdampak negatif. b) Perubahan kurs mata uang. 2) Situasi politik dalam negeri yang merugikan. a) Pergantian pejabat tertentu. b) Hubungan diplomatik dengan negara lain. c) Adanya gejolak sosial. 3) Politik Negara lain yang merugikan. a) Proteksi oleh negara lain. b) Adanya pemogokan buruh diluar negri. c) Adanya perkembangan politik diegara lain. d) Kebijakan dari industri luar negri dengan menjatuhkan harga barangnya sehingga memukul harga produk dalam negri. 4) Situasi alam yang merugikan. a) Faktor alam yang berakibat negatif. b) Habisnya sumber daya alam. 5) Peraturan pemerintah yang merugikan. a) Membatasi jumlah supermarket atau mall di daerah tertentu. b) Menutup usaha tertentu untuk melindungi pengusaha kecil.
d. Faktor kegagalan bisnis senantiasa muncul di luar kemampuan para pihak seperti aspek hubungan, aspek yuridis, aspek manajemen, aspek pemasaran, aspek teknis produksi, aspek keuangan, dan aspek sosial ekonomi. e. Faktor ketidakmampuan manajemen adalah pencatatan tidak memadai, informasi biaya tidak memadai, modal jangka panjang tidak cukup, gagal mengendalikan biaya, overheadcost yang berlebihan, kurangnya pengawasan, gagal melakukan penjualan, investasi berlebihan, kurang menguasai teknis, dan perselisihan antara pengurus.
Universitas Sumatera Utara
3.
Akibat Terjadinya Kredit Macet Kredit bermasalah akan berdampak sangat luas terutama kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
61
Terhadap bank, kredit bermasalah akan mempengaruhi
tingkat kesehatan suatu bank. UU Perbankan memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia
untuk
menetapkan
ketentuan
tentang
kesehatan
bank
dengan
memperhatikan kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.
62
Konsekuensi dari tingginya kredit
bermasalah adalah besarnya kebutuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) yang pada gilirannya akan mengurangi keuntungan bank melalui dua mekanisme.
63
Pertama, dengan mekanisme langsung yaitu mengurangi laba tahun berjalan dan kedua, secara tidak langsung melalui penempatan dana PPA yang tidak bisa dimanfaatkan secara produktif. Dewasa ini penilaian kesehatan bank terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 dengan SE No. 6/23/DPNP tgl. 31 Mei 2004 tentang 61
Ibid, hal. 111. “Kebijaksanaan Bank Indonesia dalam Penyelesaian Masalah Kredit Macet Perbankan”, disampaikan dalam Kursus Manajemen Kredit Bermasalah Angkatan Ke 7 yang diselenggarakan oleh Institut Bankir Indonesia, 4-5 April 1997 di Jakarta, hal. 3. Profitabilitas adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan yang dimaksud dengan bonafiditas adalah kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada suatu bank. 63 Penyisihan Penghapusan Aktiva yang untuk selanjutnya disebut PPA adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas Aktiva. Aktiva sendiri terbagi dalam aktiva dana Bank untuk memperoleh pengtuk setiap factor hasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivative, penyertaan, transaksi rekening administrative serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Aktiva Non Produktif adalah asset Bank selain Aktiva Produktif yang dipersamakan dengan itu. Aktiva Non Produktif adalah asset Bank selain Aktiva Produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih, property terbengkalai (abandoned property), rekening antar kantor dan suspense account. Bank Indonesia (B), Op. cit., pasal 1 angka 19 jo angka 2 jo angka 3 jo angka 4. 62
Universitas Sumatera Utara
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum sebagai peraturan pelaksanaannya. Peraturan tersebut menambah faktor Sensitivity to Market Risk sebagai faktor penilaian tambahan.
64
Pemeliharaan kesehatan bank tidak hanya penting bagi
kelangsungan usaha bank tetapi juga penting bagi sistem perbankan dan perkembangan ekonomi nasional.
65
Selain tingkat kesehatan bank, timbulnya kredit
bermasalah juga akan berdampak pada profitabilitas dan bonafiditas suatu bank. 66 Selain memberikan pengaruh langsung kepada bank, kredit bermasalah juga akan berdampak kepada karyawan bank, pemegang saham, dan nasabah. Kredit bermasalah yang timbul dapat mempengaruhi mental, karir, pendapatan, moral dan waktu serta tenaga karyawan bank.
67
Sedangkan terhadap pemegang saham, kredit
bermasalah akan berdampak pada deviden, nilai saham, dan moral mereka. 68 Nasabah yang mempunyai kredit bermasalah biasanya mengalami kerugian dalam usahanya. Selain itu, citra dan nama baiknya di kalangan perbankan dan
64
Penilaian kesehatan bank dari CAMEL menjadi CAMELS yaitu Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to market risk. Penilaian juga tidak hanya berdasarkan aspek kumulatif (rasio-rasio keuangan) tapi juga aspek kualitatif. Bobot penilaian untuk setiap CAMELS ditiadakan, penilaian akan tergantung hasil analisis dengan memperhatikan indicator pendukung dan unsure judgement. Penetapan rating dilaksanakan dengan mempertimbangkan unsur judgement. Penetapan rating dilaksanakan dengan mempertimbangkan unsure judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari masing-masing factor. Peringkat Rating dari S, CS, KS, dan TS menjadi : Peringkat Komposit : PK-1, PK-2, PK-3, PK-4 dan PK-5. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, “Presentasi mengenai Ketentuan Pelaksanaan (SE. No. 6/23/DPNP tgl. 31 Mei 2004) tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum”, Bank Indonesia. 65 Kebijaksanaan Bank Indonesia dalam Penyelesaian Maslaah Kredit Macet Perbankan, disampaikan dalam Kursus Manajemen Kredit Bermasalah Angkatan ke 7 yang diselenggarakan oleh Institut Bankir Indonesia, 4-5 April 1997 di Jakarta, hal. 3. 66 Mahmoedin, Op. cit., hal. 114. 67 Ibid, hal. 115 68 Ibid, hal. 115-116.
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan dari luar negeri juga akan buruk.
69
Sisi lain, nasabah lain, baik mereka
yang meminjam kredit atau mereka yang memiliki modal juga akan merasakan dampak kredit bermasalah. Bank juga akan mengalami keterbatasan dalam penyediaan dana dan akan lebih melakukan pengetatan penyaluran kredit.
70
Hal
terparah yang mungkin terjadi adalah rush karena nasabah pemilik dana menarik uang dari bank karena ketidakpercayaan mereka akan lembaga perbankan. 71 Dampak selanjutnya adalah sistem perbankan dan pemerintah sebagai otoritas moneter. Kredit bermasalah membawa dampak pada kredibilitas, perkembangan ekonomi, bankingmindedness, dan kesinambungan usaha suatu sistem perbankan.
72
kredit bermasalah memberikan pengaruh dalam pembangunan moneter, sosial ekonomi, penghasilan negara, dan kesempatan kerja terhadap pemerintah.
73
Tingginya kredit bermasalah merupakan ancaman terhadap stabilitas ekonomi karena membuat investasi dan dunia usaha tidak berjalan baik, menimbulkan kelesuan dalam kehidupan perekonomian, dan juga akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga menurunkan penjualan dan mengganggu cash flow debitur. 74
69
Ibid, hal. 116. Ibid, hal. 117 71 Berita kredit bermasalah pada beberapa bank yang dewasa ini sedang gencar-gencarnya diberitakan di media massa juga berdampak kepada beberapa debitur bagus. Mereka memutuskan untuk pindah ke bank lain karena khawatir berikutnya kredit mereka yang akan diberitakan ke publik. Djoko Retnadi, “Menyelesaikan NPL pada Bank Mandiri dan Bank BNI”, hal. 1. 72 Mahmoedin, Op. cit., hal. 118. 73 Ibid., hal. 118-119 74 Ibid., hal. 27. 70
Universitas Sumatera Utara