BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didalam masyarakat telah melekat suatu pengertian khusus dalam istilah profesionalisme. Seorang profesional diharapkan dapat mengarahkan dirinya pada suatu tingkat tindakan di atas tingkat tindakan yang dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat. Seorang akuntan publik sebagai profesional, memahami adanya tanggung jawab kepada klien, rekan seprofesi dan kepada praktik lainnya,walaupun hal tersebut dapat berarti pengorbanan diri (Siti dan Ely, 2010). Sebagai profesional, akuntan publik harus bertingkah laku terhormat , karena dibutuhkan kepercayaan publik yang tinggi atas kualitas jasa yang diberikan. Penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas audit dan jasa lainnya, jika hal ini tidak dapat memberikan kepercayaan pada klien maka kemampuan profesional akuntan publik untuk memberikan jasa kepada klien dan masyarakat berkurang (Siti dan Ely, 2010). Kantor akuntan publik ditugaskan perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan,
untuk
memberikan
pendapatnya.
Laporan
hasil
audit
akan
dimanfaatkan bagi para pemakai laporan. Para pemakai laporan penting untuk memandang kantor akuntan publik sebagai pihak yang independen, tidak memihak dan memiliki kompetensi tinggi. Jika pemakai beranggapan bahwa kantor akuntan publik tidak memberikan jasa yang dapat mengurangi risiko informasi, maka nilai audit dan laporan atestasi akan berkurang (Siti dan Ely, 2010).
1
2
Dalam beberapa tahun belakangan ini banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Akuntan Publik yang berakibat diberikannya sanksi ringan, sansi tertulis hingga dicabut izin prakteknya. Dalam tahun 2011 sebanyak 82 akuntan publik dikenai sanksi ringan dan 2 diantaranya dikenai sanksi tertulis karena melakukan pelanggaran (Beritasatu, 2011). Pada tahun 2012 terdapat 65 akuntan publik yang mendapat sanksi ringan, 1 akuntan publik dikenai sanksi tertulis serta 4 akuntan publik dicabut izin praktek di pasar modal (akuntanonline, 2012) Ada beberapa kasus yang menyebabkan menurunnya kepercayaan terhadap opini seorang auditor. Kasus pertama, yaitu dibekukanya izin Akuntan Publik Deddy Harka oleh Menteri Keuangan. Karena Deddy Harka belum sepenuhnya mematuhi Standar Auditing (SA)-Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan PT. Siak Raya Timber tahun buku 2006 (Ramdhania, 2009). Kasus kedua yang dialami oleh PT Great River International Tbk (GRIV) dengan KAP Jastinus Adhitia Shidarta yang dilansir melakukan konspirasi. Bapepam juga menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk (GRIV). Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan keuangan PT Great River International Tbk (GRIV) itu ikut menjadi tersangka (Hukumonline, 2007). Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus Aditya Sidharta terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP)
3
berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (GRIV) tahun 2003 (Hukumonline, 2007). Selama izinnya dibekukan, Justinus Aditya Sidharta dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) (Hukumonline, 2007). Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa pentingnya seorang auditor memiliki pengalaman dan independensi agar dapat memberikan opini audit yang tidak merugikan pihak lain. Salah satu hal yang menunjukan bahwa pengalaman sangat penting dalam memberikan keputusan pemberian opini adalah beberapa senior yang merancang auditnya, membimbing dan mengawasi para asisten dalam melaksanakan auditnya, dan yang melaksanakan prosedur audit tertentu (Theodorus, 2010). Salah satu contoh yang menunjukan bahwa seorang auditor memiliki sifat independen yaitu Sekjen Institut Akuntan Publik (IAPI) Tarkosunaryo yang mengaudit dana kampanye. Tarkosunaryo menyatakan setelah diaudit oleh kantor akuntan publik, belum tentu dana itu bersih dan bebas dari pelanggaran (Shohib, 2008). Hal ini menunjukan bahwa seorang auditor tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
4
Kompeten artinya auditor harus mempunyai kemampuan, ahli dan berpengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menentukan jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan diambilnya (Siti dan Ely, 2010). Pengelolaan SDM melalui peningkatan pengetahuan, pengalaman dan pelatihan merupakan investasi yang mahal, tetapi sangat menentukan. KAP peringkat teratas mengeluarkan banyak sumber daya (uang dan waktu)
untuk
meningkatkan
kehamiran
auditornya
(Theodorus,
2010).
Pengalaman merupakan suatu komponen penting bagi auditor dalam pemberian opini audit. Jika akuntan publik menegakan pengalaman audit dengan baik, maka tingkat skeptsisme profesional auditor akan semakin tinggi (Suraida, 2005). Independen artinya auditor juga harus mempunyai sikap mental yang independen, yaitu sikap yang tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan harus tidak bias sehingga independensi merupakan tujuan yang harus selalu diupayakan (Siti dan Ely, 2010). Independensi dan pengalaman memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kualitas audit (Saripudin dkk, 2012). Kompetensi dan Independensi Auditor berpengaruh terhadap kualitas audit (Tjun dkk, 2012). Dari kasus diatas dan penelitian terdahulu menunjukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor yang sudah ditempuh maka dugaan atas bukti audit akan meningkat sehingga pendapat yang dikeluarkan akan lebih baik. Independensi artinya tidak memihak. Artinya seorang auditor harus mempertimbangkan faktafakta dalam memberikan pendapatnya serta auditor harus objektif.
5
Berdasarkan uraian diatas telah menggugah penulis sebagai peneliti untuk melakukan penelitian tentang :“Pengaruh Pengalaman dan Independensi Auditor terhadap Keputusan Pemberian Opini Audit” (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Bandung).
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka masalah yang dapat diidentifikasi: 1.
Bagaimana pengalaman auditor berpengaruh terhadap keputusan pemberian opini audit ?
2.
Bagaimana independensi auditor berpengaruh terhadap keputusan pemberian opini audit ?
3.
Bagaimana pengalaman auditor dan independensi auditor berpengaruh terhadap keputusan pemberian opini audit ?
1.3 Maksud dan Tujuan Masalah Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian adalah: 1. Menganalisis pengaruh pengalaman auditor terhadap keputusan pemberian opini audit. 2. Menganalisis
pengaruh
pemberian opini audit.
independensi
auditor
terhadap
keputusan
6
3. Menganalisis pengaruh pengalaman auditor
dan independensi auditor
terhadap keputusan pemberian opini audit. 1.4 Manfaat Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah : 1. Bagi Auditor Sebagai masukan dalam memberikan opini audit dengan tepat melalui faktor pengalaman auditor dan independensi auditor. 2. Bagi Pihak Lain Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai profesi akuntan terutama profesi akuntan publik dan menjadi bahan referensi khususnya mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini, dan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian dan analisis berikutnya. 3. Bagi Penulis Sebagai sarana mengembangkan wawasan dan pengetahuan penulis mengenai pengalaman auditor dan independensi auditor terhadap keputusan pemberian opini audit di Kantor Akuntan Publik.
1.5 Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis melakukan penelitian di beberapa KAP di Bandung.
7