BAB I PENDAHULUAN I.
Latar Belakang Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.1 Kegiatan pertambangan sering dianggap merusak lingkungan alam dan kehidupan sosial yang dimiliki orang kaya dan yang hanya merugikan masyarakat kecil. Aktivitas pertambangan seringkali menimbulkan perdebatan dalam berbagai kalangan karena dianggap dapat menimbulkan peluang kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi akibat adanya penggerukan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Kerusakan lingkungan dirasa telah menganggu proses alam, sehingga banyak fungsi ekologi alam akan terganggu.2 Pada tahun 2013 Pemerintah Daerah Timor Tengah Utara mengeluarkan ijin usaha pertambangan terhadap PT. Elgary Resources Indonesia untuk melakukan penambangan batu mangan di desa Oenbit kabupaten TTU. PT. Elgary Resources Indonesia sendiri merupakan perusahan tambang nasional yang berdomisili di Jakarta. Keberadaan tambang ini tidak disambut baik, bahkan mendapat penolakan dari masyarakat Oenbit yang telah turun-temurun tinggal di daerah tersebut. Penolakan Masyarakat Oenbit terhadap kegiatan tambang yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia ini nampaknya berkaitan erat dengan falsafah hidup masyarakat Oenbit. Bagi mereka, tanah dan batu memiliki arti yang sangat mendalam. Tanah dan batu tidak hanya dipandang sebagai sumber penghidupan mereka, tetapi juga
1
Budi Santoso, Ilmu Lingkungan industri (Depok: Universitas Gunadarma,1999), 32. Wawancara dengan Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Wahli), di Kupang 27 Desember 2015, Nama Responden disamarkan sebagai bagian dari perlindungan bagi sumber informasi. 2
1
sebagai tumpah darah dan tulang punggung mereka. Tanah diibaratkan sebagai sosok ibu di mana bagi masyarakat Oenbit, hidup tanpa tanah bagaikan hidup tanpa ibu.3 Bagi masyarakat Oenbit keberadaan tambang dapat mengancam dan merusak lingkungan yang telah bertahun-tahun menjadi rumah yang menghidupkan bagi mereka. Selain itu, tidak adanya itikat baik dari PT. Elgary Resources Indonesia membuat masyarakat merasa telah terjadi dominasi terhadap komunitas dan eksploitasi lingkungan sekitar mereka. Eksploitasi ini dilakukan karena tanah milik masyarakat Oenbit berpotensi memiliki batu mangan yang menghasilkan keuntungan hingga milyaran dolar. Hal ini yang kemudian membuat masyarakat melakukan penolakan terhadap kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia.4 Prinsip umum yang berlaku dalam masyarakat adalah di mana ada dominasi, maka akan ada perlawanan (penolakan) terhadap dominasi.5 Dominasi dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, pendidikan maupun lingkungan hidup. Keadaan ini yang kemudian menyebabkan munculnya resistance (perlawanan) oleh orang-orang yang mengalami dampak langsung dari dominasi tersebut. Menurut James Scott, ketika orang-orang mengalami penindasan, mereka menjadi tunduk, takluk dan terkesan pasrah dengan keadaan yang terjadi. Hal ini terjadi karena praktek dominasi dan eksploitasi seringkali meruntuhkan harga diri atau menimbulkan perasaan direndahkan sehingga dengan perasaan tersebut membuat mereka tidak mempunyai
3
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit 31 Oktober 2015. 4 Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 31 Oktober 2015. 5 Manuel Castells, The Power of Identity: The Information Age: Economy, Society, and Culture (Malden: Balckwell Publishing, 2004), xvii.
2
kekuatan untuk mengekpresikan makna secara terbuka, konfrontatif dan langsung kepada pihak yang mendominasi.6 Perlawanan terhadap dominasi dan eksploitasi dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui jalur hukum, negosiasi, demonstrasi bahkan dapat juga melibatkan unsur budaya seperti ritual. Posisi sebuah ritual dalam masyarakat sangat erat kaitannya dengan struktur sosial dari masyarakat tersebut. Struktur selalu berkaitan dengan posisi individu. Ketika individu dihadapkan pada struktur dominasi, sulit bagi mereka untuk mengubah struktur tersebut, maka ritual dapat menjadi sarana untuk menolak dominasi tersebut. Ritual menjadi sarana untuk membebaskan diri dari struktur dominasi. Bagi Nicholas Dirks, perlawanan dapat dipandang sebagai bentuk ritual karena ritual merupakan aktivitas atau keseharian manusia dilihat dari proses sosial yang terjadi dan bukan hanya sebatas pada menceritakan kronologi yang terjadi di masyarakat sehingga menjadi pengalaman dan dilakukan terus-menerus.7 Keberadaan ritual sebagai bentuk perlawanan kemudian dipandang sebagai bentuk perwujudan esensi dari budaya.8 Ada begitu banyak jenis ritual yang telah dilakukan manusia untuk dapat mengatasi segala persoalannya. Ritual dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam (1) tindakan magi, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistis; (2) tindakan religious, kultus para leluhur juga bekerja dengan cara ini; (3) ritual konstiutif yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian
6
James C. Scott, Domination and the Arts of Resistance Hidden Transcripts (New Haven and London: Yale University Press, 1990), 7. 7 Nicholas Dirks, Ritual And Resistance: Subversion As A Social Fact (Ann Arbor: The University Of Michigan, 1988), 18. 8 Dirks, Ritual And Resistance, 2-3.
3
mistis; (4) ritual faktitif yang meningkatkan produktifitas atau kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok.9 Ritual merupakan salah satu cara yang dipakai oleh masyarakat Oenbit dalam melakukan perlawanan. Berbeda dengan pernyataan Scott, dalam menghadapi sistem dominasi yang terjadi, masyarakat Oenbit justru berani melakukan perlawanan secara terbuka, konfrontatif dan langsung kepada pihak yang melakukan praktek dominasi dan praktek eksploitasi atas tanah mereka. Perlawanan terbuka oleh masyarakat Oenbit ini merupakan bentuk ritual faktitif sebagai perlawanan untuk melindungi tanah (bumi). Ritual perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Oenbit ini disebut dengan Ta’no (Pengutukan Keras). Ritual Ta’no merupakan ritus perlawanan yang telah dimiliki oleh masyarakat Oenbit, khususnya suku Ataupah secara turun-temurun. Ritual ini, oleh masyarakat Oenbit dikenal sebagai ritus panas dan hanya digunakan untuk menghadapi masalah besar. Menurut kepercayaan masyarakat Oenbit, Ta’no merupakan ritus yang dapat membawa malapetaka bagi orang yang dikutuk sehingga ritus ini tidak dapat dilakukan secara sembarangan karena mempunyai resiko yang sangat besar. Oleh karena itu, sekalipun ritual ini telah ada sejak lama dan telah dilaksanakan oleh para nenek moyang, suku Ataupah yang ada saat ini baru pertama kali melakukan ritual Ta’no sebagai kutukan untuk menghadapi PT. Elgary Resources Indonesia yang sejak tahun 2014 mengeksploitasi tanah mereka. Suku Ataupah merupakan suku mayoritas di desa Oenbit dan sekaligus merupakan suku penguasa di wilayah Timor. Sebagai suku terbesar, suku Ataupah dipercayakan untuk menjalankan dan memimpin setiap ritual, termasuk ritual Ta’no. Selain Ta’no ada berbagai macam ritual lain yang dikenal dan dilaksanakan oleh masyarakat Oenbit sejak lama, seperti
9
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama ( Yogyakarta: Kanisius, 1995), 175.
4
ritual meminta hujan dan memohon hasil panen. Setiap ritual menggunakan tatacara dan proses yang sama yaitu penyembelihan hewan sebagai persembahan. Yang membedakan setiap ritual masyarakat Oenbit adalah ucapan-ucapan yang disampaikan dalam masingmasing ritual. Dalam ritual Ta’no, masyarakat Oenbit memasuki Sonaf (rumah adat) suku Ataupah dan menyembelih ayam merah guna memohon restu Usi Ataupah (leluhur bapa Ataupah). Setelah memohon restu mereka menyembelih seekor babi merah. Penyembelihan babi merah ini dilakukan mereka di atas gunung Loeram yang merupakan tempat paling sakral, di mana Usi Ataupah bersemayam.10 A.A mengatakan bahwa penyembelihan babi merah dilakukan oleh beberapa suku yang menolak pertambangan batu mangan di desa Oenbit.11 Ritual perlawanan ini juga dilakukan di lokasi penggalian batu mangan dengan penyembelihan ayam hitam yang kemudian digantung dipagar proyek, sebagai tanda (simbol) larangan bagi aktifitas pertambangan. Berdasarkan upaya-upaya penolakan yang dilakukan oleh masyarakat Oenbit ini, penulis berfokus untuk mengkaji lebih jauh mengenai ritual Ta’no yang dilakukan oleh masyarakat Oenbit melalui sebuah karya ilmiah yang lebih terstruktur sebagai fokus penelitian ini dengan mengangkat judul “TA’NO” (Ritual Perlawanan Masyarakat Oenbit di Timor Tengah Utara Terhadap Penambangan PT. Elgary Resources Indonesia)
10
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit 31 Oktober 2015. 11 Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 31 Oktober 2015.
5
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah penelitian thesis ini adalah: bagaimana masyarakat Oenbit memahami ritual Ta’no sebagai bentuk perlawanan atas eksploitasi tanah adat oleh PT. Elgary Resources Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis pemahaman masyarakat tentang ritual Ta’no sebagai bentuk perlawanan atas eksploitasi tanah adat oleh PT. Elgary Resources Indonesia.
1.4. Signifikansi Penelitian Dengan melihat tujuan penulisan dan rumusan masalah di atas, maka signifikansi dari penulisan ini adalah : 1.
Secara akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis
tentang ritual dan perlawanan budaya masyarakat lokal. 2.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi
masyarakat Oenbit dan masyarakat lokal lainnya yang berjuang melawan eksploitasi tanah oleh perusahan nasional dan perusahan asing.
1.5. Metode Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah kualitatif dan metode yang akan digunakan adalah metode deskriptif analisis. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, 6
mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data.12 Yang akan dideskripsikan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana tanggapan masyarakat Oenbit di TTU memahami ritual Ta’no sebagai bagian dari perlawanan budaya atas eksploitasi lahan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia?
1.5.1. Teknik Pengumpulan Data Peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data: yang pertama adalah wawancara mendalam, di mana teknik ini memungkinkan pewawancara untuk bertanya kepada responden guna mendapatkan informasi mengenai fenomena yang ingin diteliti.13 Informan kunci dalam penelitian ini adalah Ketua adat, ketua Arapel (Aliansi mayarakat peduli lingkungan), Pastor, LSM (lembaga swadaya masyarakat), LMND (Liga mahasiswa nasional untuk demokrasi), WAHLI (Wahana lingkungan hidup), Uskup, masyarakat Oenbit dan beberapa suku-suku yang melakukan ritual dalam hal ini suku Ataupah dan Suku Naikofi. Wawancara ini menggunakan metode Snowball yang merupakan salah satu metode dalam pengambilan sampel dari suatu populasi atau dengan kata lain snowball merupakan metode pengambilan sampel dengan cara berantai.14 Kedua adalah teknik observasi yang merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati langsung secara sistematik kejadian-kejadian di lapangan dan objek-objek yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang berlangsung. Yang ketiga adalah studi pustaka, di mana studi pustaka ini akan dilakukan melalui analisa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kasus penolakan kegiatan
12
John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 20-21. 13 Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar teori Komunikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), 83. 14 Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 153.
7
penambangan, guna membantu peneliti dalam mengolah informasi serta mengemukakan landasan yang berhubungan dengan penelitian ini. 1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Oenbit, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kecamatan Insana, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Desa Oenbit merupakan salah satu dari 13 desa yang berada di Kecamatan Insana. Kecamatan Insana sendiri terbagi menjadi kecamatan Insana, Insana Barat, Insana Timur, Insana Tengah dan Insana Fafinesu.
1.7. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab satu tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan mengenai Ta’no (Ritual Perlawanan Masyarakat Oenbit di TTU Terhadap Penambangan PT. Elgary Resources Indonesia). Bab dua mengenai landasan teori yang berisi tentang teori ritual dan perlawanan sebagai ritual perlawaanan. Bab tiga tentang hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi deskripsi dan analisa bagaimana masyarakat Oenbit memahami ritual Ta’no sebagai bentuk perlawanan. Bab empat berisi analisis hasil penelitian. Bab lima berisi kesimpulan dan saran.
8