BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris sangat terkenal dengan pedesaan sebagai basis pertanian. Desa sejak masa penjajahan kolonial Belanda telah menjadi lumbung sumber daya alam terutama pertanian pangan yang banyak dikuasai para raja. Beras umpamanya menjadi komoditi utama dalam perdagangan desa-desa untuk ditukarkan ke berbagai bentuk barang dari daerah lain berupa perhiasan dan perlengkapan sehari-hari. Berkaitan dengan ini, jenis mata pencaharian merupakan faktor pembeda yang pokok dan penting. 1 Pertanian sebagai ciri utama kehidupan masyarakat di pedesaan adalah petunjuk betapa eratnya keterkaitan antara pertanian dan desa. Petani adalah subjek dan sekaligus objek pertanian, tanpa petani pertanian tidak ada. Bidang pertanian cukup mengandung variasi dan kompleksitas yang memiliki pengaruh terhadap proses perubahan dan keberlangsungan kehidupan petani khususnya di daerah pedesaan. Petani secara umum sering dipahami sebagai suatu ketegori sosial yang seragam dan bersifat umum. Artinya sering tidak disadari adanya differensiasi atau perbedaan-perbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komoditas petani. Perbedaan dalam skala besar kecilnya usaha pertanian, jenis-jenis tanaman, sistem pertanian yang diterapkan akan mengakibatkan terjadinya perbedaan-perbedaan terhadap pola kehidupan petani. Selama ini 1
Raharjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
kita lebih memperhatikan komoditas sebagai subjek dan sekaligus objek pertanian, akibatnya petani sebagai inti dari pertanian sering luput dari pertanian. Desa sebagai tempat tinggal maupun tempat pemenuhan kebutuhan mempunyai karakteristik yang tentu tidak sama antara desa satu dengan yang lain. Keberagaman kehidupan petani di pedesaan adalah ciri khas tersendiri yang dimiliki suatu desa berdasarkan jenis tanaman, sumber penghasilan dan faktor lain yang mendukung kehidupan manusia di desa tersebut. Perbedaan itu banyak terjadi di beberapa desa yang dapat membedakan pola perubahan kehidupan. Desa sebagai sumber komoditi tentu membutuhkan kota sebagai pangsa pasar yang menampung segala hasil pertanian. Keterhubungan desa dan kota tentu tidak terelakkan sebagaimana keduanya dipisahkan secara geografis maupun aktivitas. Di sinilah, saling hubung antara desa dan kota terlihat dari pertukaran barang-barang kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan zamannya. Hal ini tercermin dari sistem ekonomi tradisional yang dipakai pada masyarakat pedagang dan pelayar. Mereka antara lain melakukan barter guna memenuhi kebutuhannya, baik sendiri maupun kebutuhan umum. Pada masyarakat pedagang dan pelayar misalnya, mereka melakukan perdagangan dan pelayaran ke daerah-daerah di luar kampungnya untuk memenuhi atau guna mencukupi kebutuhan hidup yang tidak bisa dipenuhinya atau dihasilkannya sendiri oleh mereka, sehingga perlu melakukan perdagangan dan pelayaran. Meskipun demikian, barang kebutuhan maupun material lainnya tidak pernah berhenti dipasarkan di kota. Oleh karena itu, desa sangat berperan penting dalam menjaga stabilitas kehidupan manusia. Sebaliknya kehidupan kota yang lebih terlihat sejahtera patut
Universitas Sumatera Utara
menjadi harapan bagi orang desa. Dengan demikian, desa sebagai simbol agraria menjadi sangat sentral pula bagi bangsa dan negara. Perkembangan suatu desa acapkali terlihat dari objek pendapatan berupa hasil pertanian. Di sini, pertanian rakyat banyak sekali ragamnya. Pertanian yang awalnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah untuk memenuhi kebutuhan semua orang, sehingga pertanian mengalami pertumbuhan. Di samping itu, dalam waktu terakhir terdapat berbagai perubahan, maka pertumbuhan pertanian kerapkali tidak berjalan dalam garis lurus. Lebih jauh, pembangunan ekonomi di Indonesia telah menimbulkan dampak serius, antara lain kesenjangan pembangunan antara sektor perkotaan dan pedesaan atau sektor modern dan sektor tradisional (sektor-sektor kerakyatan). Untuk itu diprioritaskan upayaupaya untuk memperkuat sektor tradisional-kerakyatan dan pemerintah menjadi fasilitator penggeraknya. Sektor-sektor ini harus terbuka dan tanggap terhadap perubahan-perubahan dan kesempatan-kesempatan domestik maupun global. 2 Seringkali dari stadium tertentu dapat timbul suatu pertumbuhan dalam berbagai arah yang dapat tergantung dari banyak keadaan. Pertumbuhan pertanian mencakup perubahan penyesuaian kepada alam. Perubahan-perubahan itu dapat bertalian dengan bertambah padatnya penduduk, sehingga diperlukan penggunaan tanah dengan lebih intensif, tetapi mungkin juga ada sebab-sebab lain, misalnya bertumbuhnya lalu lintas yang menimbulkan kemungkinan-kemungkinan baru dalam penyesuaian kepada alam.
2
S, Sumarno M dalam makalah berjudul Pemberdayaan Ekonomi Perdesaan Melalui Pengembangan Kimdes (Kawasan Industri Milik Masyarakat Desa), Malang: Unibraw.
Universitas Sumatera Utara
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan, maka dari itu perlu dilakukan peningkatan hasil pertanian dengan berbagai upaya. Di antaranya adalah sistem penanaman tanaman tumpang sari dan penggunaan alat-alat pertanian yang lebih baik. Dalam membajak sawah yang awalnya hanya menggunakan cangkul, membutuhkan waktu lama dapat diganti dengan membajak memanfaatkan tenaga hewan. Pertanian, sebagaimana diketahui hingga kini masih merupakan mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Sekalipun di berbagai daerah, ekosistem wilayahnya ada yang sudah berubah menjadi daerah perkotaan dan perindustrian, namun pertanian masih tetap merupakan andalan utama bagi kehidupan masyarakat. Pada tahun 1990, sumbangan sektor pertanian terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sekitar 21,55%. 3 Mata pencaharian utama ini perlu diperhatikan secara berkesinambungan agar kelangsusngan hidup desa tidak selamanya terbelakang. Dalam hal ini perkembangan sosialekonomi suatu desa layak ditulis untuk melihat perkembangan sekaligus membenahi kekuarangan yang masih banyak terdapat di masyarakat. Di sini, Desa Lumban Silintong, Kecamatan Balige merupakan fokus kajian skripsi ini. Dalam perkembangannya, sejak era otonomi daerah bergulir, berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1998 Toba Samosir merupakan salah satu kabupaten baru hasil pemekaran yang diresmikan pada 09 Maret 1999. Toba Samosir memisahkan diri dari Kabupaten Tapanuli Utara dan merupakan salah satu kabupaten pemilik Danau Toba yang menjadi destinasi
3
Kusnaka Adimihardja dalam Kusnaka Adimihardja dkk., Petani: Merajut Tradisi Era globalisasi, Bandung: Humaniora Utama Press, 1999, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
wisata nasional. 4 Pemekaran Toba Samosir menempatkan Balige sebagai ibukota setelah melalui uji kelayakan menurut ketentuan dan tata kelola demi masa depan yang diharapkan. 5 Pemekaran ini meninggalkan Tarutung sebagai pusat pemerintahan dan segala bagian administrasi lokal. Untuk itu, Balige mengalami pergeseran peran bagi masyarakat sekitar Toba Samosir. Dalam hal ini, pergeseran secara sosial-ekonomi menjadi sorotan penting, bukan saja bagi Balige, namun juga bagi masyarakat Toba Samosir di bawah setiap kecamatan. Sebagai kecamatan, Balige memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat setempat di antaranya yang terdekat adalah Desa Lumban Silintong. Pada kajian ini, Lumban Silintong diambil sebagai satu desa yang mendapat perhatian penting di kecamatan Balige. 6 Hal ini tidak terlepas dari pusat pemerintahan relatif dekat dari Desa Lumban Silintong, Balige. Dengan demikian, kehadiran kecamatan serta pusat pemerintahan yang bersebelahan langsung dengan Lumban Silintong tentu memberikan dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat desa tersebut. Di samping sebagai petani, kehadiran institusi pemerintah dan swasta turut mendorong sistem perekonomian baru. Adapun pertanian merupakan sistem utama pencaharian masyarakat Desa Lumban Silintong. Akan tetapi terdapat juga masyarakat yang
4
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Toba Samosir 1993-2003, Balige: Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Toba Samosir, 2004, hal. 35. 5 Safitri Simangunsong, Perkembangan Balige sebagai Ibukota Kabupaten Toba Samosir (1999-2011), Skripsi Sarjana Pendidikan Sejarah Pada Universitas Negeri Medan Tidak Diterbitkan, Medan: 2012, hal. 1-3. 6 Kecamatan Balige merupakan kecamatan terpadat penduduknya karena kecamatan ini merupakan pusat ibukota kabupaten. Jumlah penduduk kecamatan Balige sebanyak 44. 389 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 487,5/km persegi. Mayoritas penduduk Kecamatan Balige adalah perempuan dengan 22. 603 jiwa, sedangkan laki-laki sebanyak 21. 786 jiwa. Berdasarkan kelompok umur penduduk di Kecamatan Balige, penduduk paling banyak berada pada usia muda, yaitu 8.340 jiwa. Sedangkan pada kelompok usia tua hanya sekitar 1.077 jiwa.
Universitas Sumatera Utara
bermata pencaharian sebagai nelayan. Di samping mata pencaharian di atas muncul sistem perekonomian baru yang didorong oleh keberadaan kabupaten baru yakni objek wisata pantai Lumban Silintong. Lumban Silintong merupakan desa yang wilayahnya memanjang (sejajar) mengikuti sisi Selatan pantai Danau Toba, sehingga membuat desa ini berbeda dengan desa lainnya di Balige. Sisi pantai Lumban Silintong merupakan objek wisata yang memiliki estetika. Tentu saja tidak semua desa yang memiliki pantai berpotensi menjadi objek wisata. Sebagai lokasi wisata, desa ini menjadi salah satu pilihan orang-orang setempat dan dari luar Balige, seperti Tarutung bahkan Parapat, untuk menikmati indahnya Danau Toba sambil bersantai. Pada tahun 1999, seorang warga memulai pondok-pondok sederhana sebagai modal awal untuk menarik perhatian pengunjung. 7 Ketika itu satu dua pengunjung berdatangan, meskipun kondisi jalan belum diaspal. Usaha tersebut tetap berlangsung sambil menantikan pembangunan menyentuh Lumban Silintong, khususnya tepi pantai. Perjalanan usaha tersebut dilihat cukup menjanjikan, sehingga mereka memilih untuk terus mengubah sisi pantai Desa Lumban Silintong. Dari pengamatan tersebut, mereka mulai percaya bahwa lokasi wisata akan turut mendongkrak pendapatan mereka. Dengan kata lain, wisata tersebut diharapkan mampu menjadi penopang ekonomi masyarakat. Melalui objek wisata yang terus mereka
7
Pondok-pondok kecil lebih dikenal sebagai tenda biru. Pondok berukuran 2x2 meter dibangun dari bahan plastik yang sepenuhnya berwarna biru menyerupai kemah kecil segi empat. Keberadaan tenda biru tidak berlangsung lama. Hal ini disebabkan adanya asumsi negatif masyarakat yang mengetahui tempat tersebut sebagai lokasi rekreasi, namun dianggap menjadi lokasi pacaran anak muda yang bertindak di luar etika susila. Namun, pemiliki tenda biru segera mengubahnya menjadi restoran sekaligus tempat rekreasi dengan bentuknya yang transparan. Wawancara dengan Rimhot Siahaan, Lumban Silintong-Balige Toba Samosir 28 September 2013.
Universitas Sumatera Utara
kembangkan sendiri, Lumban Silintong secara perlahan mendapatkan perhatian para pengunjung. Sepanjang uraian di atas, Lumban Silintong sebagai salah satu desa di Balige memiliki perkembangan ekonomi yang layak untuk diteliti. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh pemekaran kabupaten, pembangunan di Balige, pasar tradisional, kepadatan penduduk dan pariwisata. Selain perkembangan ekonomi, dalam bidang sosial antara lain adat-istiadat, hubungan kekerabatan, dan sebagainya. Berbicara mengenai perkembangan masyarakat desa, maka ada baiknya terlebih dahulu diketahui latar belakang dari desa yang dibicarakan. Manusia hidup selalu menyesuaikan diri dengan faktor lingkungannya dan tingkat pengalaman hidup mereka. Dalam tulisan ini akan dijelaskan tentang “Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Lumban Silintong Kecamatan Balige (1990-2003)”. Untuk menjelaskan kondisi sosial di desa ini akan dimulai dari keadaan alam lingkungannya dan perkembangan pertanian mereka. Pertanian merupakan faktor utama dari kelanjutan hidup masyarakat secara keseluruhan. Di Desa Lumban Silintong perubahan-perubahan sosial yang ada serta keadaan masyarakatnya tidak terlepas dari pengaruh kegiatan pertanian. Kebiasaan-kebiasaan tradisional yang pada hakikatnya telah mendarah daging di kalangan petani Desa Lumban Silintong berangsur-angsur berkurang akibat pengaruh lingkungan dan pengaruh dari desakan-desakan sistem pertaniannya yang tidak lagi mengenal masa istirahat. Pengaruh luar berproses melalui kegiatan pertanian yang mana aktivitas masyarakat secara keseluruhan terlihat menonjol pada aspek pertanian dan agama. Masyarakat yang berdiam di desa ini telah memeluk agama Kristen sejak zaman kolonial.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum mereka mengenal mekanisasi pertanian dan pengaruh agama Kristen, kehidupan mereka ditentukan oleh adat istiadat dan kepercayaan terhadap Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Maha Pencipta dan Maha Besar). Cara bertani mereka dilakukan dengan sistem tradisional. Kepercayaan terhadap kegaiban-kegaiban alam selalu dikaitkan dengan kegiatan pertanian. Sebagai contoh yaitu tentang cara menanam padi. Menanam padi hanya dilakukan sekali setahun dengan ketentuan harus serentak bagi setiap penanam padi. Interaksi sosial secara intern maupun ekstern menunjang pula perkembangan sosial secara keseluruhan ke tingkat kondisi masyarakat yang lebih baik. Kegiatan-kegiatan sosial yang beragam dalam kehidupan tradisional dianggap sebagai pemborosan waktu. Pesta-pesta adat diambil alih oleh kegiatan keagamaan yang selalu diselenggarakan dengan sederhana saja. Perkembangan ekonomi dan kelancaran komunikasi pada masyarakat desa selalu terasa di dalam penentuan arah gerak dari kelanjutan hidupnya. Pengenalan unsur baru yang sebelumnya tidak dijumpai dianggap terbaik, mengakibatkan berubahnya kondisi masyarakat petani. Jaringan-jaringan sosial berdasarkan aktivitas sehari-hari dan ikatan kekeluargaan berakibat langsung terhadap tinggi rendahnya pengaruh golongan mayoritas kepada golongan minoritas. Di mana golongan minoritas selalu tidak mampu bertahan mengimbangi pengaruh golongan mayoritas yang berlaku di antara penduduk desa sendiri dan juga kenyataankenyataan yang dihadapi masyarakat memaksa mereka berlomba ke arah pengejaran mata uang. Desa Lumban Silintong dihuni oleh suku Batak Toba yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian bertani, selalu mengalami perubahan-perubahan kondisi sosial terutama pada masyarakat petani. Kegiatan pembangunan desa yang tersalur melalui
Universitas Sumatera Utara
program pemerintah selalu membutuhkan kerjasama dari penduduk. Dukungan dan ide-ide baru dari penduduk desa sangat dibutuhkan dalam penciptaan keberhasilan pembangunan khususnya di daerah pedesaan. 1. 2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Lumban Silintong sebelum 1990? b. Bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Lumban Silintong 19902003? c. Faktor-faktor apa yang mendorong perubahan sosial-ekonomi masyarakat Desa Lumban Silintong?
1. 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian Dari permasalahan di atas, penulis berusaha menjelaskan poin-poin permasalahan sebagaimana tersebut di bawah ini: a. Menjelaskan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Lumban Silintong sebelum 1990.
Universitas Sumatera Utara
b. Menjelaskan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Lumban Silintong pada 1990-2003. c. Menjelaskan faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial-ekonomi masyarakat Desa Lumban Silintong. Manfaat penelitian Setiap penelitian tentu harus bermanfaat secara teoritis dan praktis. a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan menambah perbendaharaan sejarah sosial-ekonomi. b. Secara umum bermanfaat sebagai acuan tambahan bagi siapa saja yang berminat untuk mengetahui atau meneliti sejarah sosial-ekonomi masyarakat Desa Lumban Silintong. c. Secara praktis bermanfaat bagi pemerintah sebagai pedoman untuk mengambil kebijakan untuk membangun dan memajukan Desa Lumban Silindung.
1. 4 Tinjauan Pustaka Setiap penelitian membutuhkan referensi yang akurat untuk memandu dan mengarahkan penelitian tepat pada sasarannya. Adapun referensi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Tania Murray Li dalam Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia (2002) menjelaskan tentang perubahan yang berlangsung dalam masyarakat pedalaman
Universitas Sumatera Utara
secara umum di Indonesia. 8 Buku ini membahas sejarah dan ciri-ciri masyarakat daerah pedalaman yang terus berubah, khususnya dalam kaitannya dengan cara mereka mencari nafkah, dan bergesernya hubungan dengan sumber daya alam, dengan pasar, dan dengan negara. Dari buku ini juga dapat dilihat persoalan-persoalan mengenai proses perubahan dalam masyarakat pedalaman serta memiliki kesamaan permasalahan dengan pedalaman yang akan diteliti. Robert Chambers dalam Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa secara Partisipatif (1996). Karya ini mengkaji tentang metode penelitian yang mempelajari permasalahan masyarakat pedesaan secara partisipatif. Robert Chambers dalam buku ini memaparkan tentang metode dan pendekatan yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. 9 Seminar Sejarah Lokal: Dinamika Masyarakat Pedesaan (1983) menguraikan tentang proses perubahan dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat desa dalam kaitannya dengan mata pencaharian seperti bidang pertanian. Secara umum buku ini menggambarkan ciri-ciri dari kehidupan masyarakat Indonesia. Gambaran beberapa desa di Indonesia masing-masing menunjukkan cirinya, baik dalam proses adat-istiadat, kerukunan,
8
Tania Murray Li, Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002. 9 Robert Chambers, PRA Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa secara Partisipatif, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996, hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
gotong royong dalam bekerja maupun konflik yang terdapat pada masyarakat. Perbandingan yang ditampilkan di antara beberapa desa di Indonesia sungguh berbeda. 10 Selanjutnya Soetomo dalam Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat (2008). 11 Implementasi beberapa pengaturan tata ruang tampak secara hirarkis melalui kebijakan spasial yang terintegrasi, meskipun dapat mengurangi pemusatan perkembangan sosial ekonomi di kota-kota besar. Namun demikian, tidak jarang dijumpai masih ada warga masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Warga masyarakat yang hidup dalam kondisi kemiskinan berada pada satu kawasan tertentu yang seolah-olah merupakan kantung atau kluster wilayah kemiskinan. Dengan kata lain terjadilah disparitas desa-kota dan disparitas antarwilayah. Mulyadi S dalam Ekonomi Sumber Daya Manusia: dalam Perspektif Pembangunan (2006), pusat kajiannya adalah pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh empat komponen yaitu kelahiran, kematian, migrasi masuk dan keluar. Selisih antara kelahiran dan kematian disebut pertumbuhan alamiah, sedangkan selisih antara migrasi masuk dan keluar disebut migrasi neto. Mulyadi juga menambahkan mengenai gambaran laju pertumbuhan penduduk. 12
10
------------, Seminar Sejarah Lokal: Dinamika Masyarakat Pedesaan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1983. 11 Sutomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. 12 S, Mulyadi, Ekonomi Sumber Daya Manusia: dalam Perspektif Pembangunan, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2006.
Universitas Sumatera Utara
1. 5 Metode Penelitian Penulisan sejarah yang deskriptif-analitis selalu menggunakan metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian sejarah adalah heuristik (pengumpulan sumber); verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); interpretasi (analisis dan sintesis); dan historiografi (penulisan). 13 Heuristik Heuristik atau pengumpulan data yang sesuai dan mendukung sumber objek yang diteliti. Dalam hal ini, dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, sejarah lisan, dan penelitian lapangan. Dalam penelitian kepustakaan, dilakukan dengan mengumpulkan beberapa buku, majalah, artikel-artikel, skripsi dan karya tulis yang pernah ditulis sebelumnya yang berkaitan dengan judul yang dikaji. Kemudian sejarah lisan. Penelitian lapangan akan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara terhadap informan-informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Verifikasi Tahapan kedua yang dilakukan adalah kritik. Dalam tahapan ini, kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari kesahihan sumber tersebut baik dari segi substansial (isi), yakni dengan cara menganalisa sejumlah sumber tertulis, misalnya, buku-buku atau dokumen yang terkait dengan perpustakaan daerah. Kritik ini disebut kritik
13
Lihat Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 1993.
Universitas Sumatera Utara
intern. Mengkritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian atau palsukah sumber tersebut agar diperoleh keautentikannya disebut kritik ekstern. Interpretasi Tahapan ketiga adalah interpretasi. Dalam tahapan ini, data yang diperoleh dianalisis sehingga melahirkan satu analisis baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang objektif. Historiografi Tahap keempat adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah deskriptif-analitis. Yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan ilmiah. Dalam fase heuristik, selain mengumpulkan bahan-bahan seperti telah disebutkan di atas, juga digunakan “ilmu-ilmu bantu” yang relevan dan fokus terhadap penelitian. Ilmuilmu bantu yang merupakan pendukung ilmu sejarah disebut auxiliary sciences atau sister disciplines yang penggunaannya tergantung pada pokok atau perode sejarah yang dikaji. Ilmu bantu mempunyai fungsi-fungsi penting yang digunakan oleh para sejarawan dalam membantu penelitian dan penulisan sejarah sehingga menjadikan sejarah sebagai suatu karya
Universitas Sumatera Utara
ilmiah. Konsep-konsep dari ilmu sosial membantu atau menjadi alat (tools) untuk kajian sejarah yang analitis-kritis ilmiah. Dalam perkembangan penelitian dan penulisan sejarah terutama abad ke-20 dan ke-21 ini para sejarawan telah membiasakan diri mengenal dan menggunakan sejumlah konsepkonsep, baik yang dikenal dari dalam sejarah sendiri maupun yang diangkat dari ilmu-ilmu sosial lain. Ketika menganalisis berbagai peristiwa atau fenomena masa lalu, sejarawan menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu sosial tertentu yang relevan dengan pokok kajian. Ini dikenal dengan pendekatan interdisiplin atau multidimensional yang memberikan karakteristik ilmiah kepada sejarah. Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial lain ini memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tentang masalah itu, baik keluasan dan kedalamannya akan semakin jelas.
Universitas Sumatera Utara