1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh suatu kota, terutama kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Sistem transportasi merupakan hal krusial dalam menentukan keefektifan suatu kota. Pergerakan penduduk dan aktivitas ekonomi yang menggerakkan kota sangat tergantung pada sistem transportasi tersebut. Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia, oleh karena itu sistem transportasinya merupakan hal yang penting. Salah satu sistem transportasi umum yang ada di Bandung adalah Angkutan Kota. Angkutan kota (angkot) sudah menjadi kebutuhan utama dalam mendukung kehidupan sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat kota Bandung. Posisi angkutan kota yang menjadi kebutuhan utama ini menyebabkan banyaknya jumlah kendaraan angkutan kota di Kota Bandung. Namun hal tersebut ternyata tidak diiringi dengan adanya sikap tertib dalam berlalu lintas oleh sejumlah kendaraan angkotan kota di Kota Bandung. Menurut data yang diperoleh dari Satlantas Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung tahun 2009, dapat dilihat bahwa jumlah keseluruhan pelanggaran lalu lintas yang terjadi pada tahun 2009 berjumlah 95.846 kasus. Dan 11.504 kasus diantaranya merupakan pelanggaran yang dilakukan pengemudi angkutan
2
kota. Jenis pelanggaran yang dilakukan meliputi pelanggaran dalam hal marka atau rambu lalu lintas, surat, dan perlengkapan kendaraan. Hal tersebut didasari dengan kenyataan yang dihadapi di lapangan. Para sopir menunjukan adanya masalah dalam perilaku berlalu lintas. Mereka khususnya sering melakukan pelanggaran lalu lintas jalan. Seringkali mereka tidak mampu menunjukkan Surat Izin Mengemudi (SIM), tidak dapat menunjukkan STNK pada saat mengendarai kendaraan bermotor dan tidak disiplin dalam berlalu lintas, hal tersebut dapat dilihat dari perilaku para sopir angkutan kota yang dengan menaikan dan menurunkan penumpang seenaknya. Padahal sesuai aturan yang ada para sopir angkot hanya diperbolehkan untuk menghentikan kendaraannya sesuai dengan rambu-rambu lalu lintas yang ada. Namun kadang rambu tersebut justru tidak diindahkan oleh para sopir angkutan kota sehingga menimbulkan kemacetan di ruas jalan utama. Apalagi pada saat jam sekolah baik pada pagi hari maupun siang hari dimana volume kendaraan pada saat itu cukup padat. Akibat sikap sopir demikian, kemacetan panjang terjadi, masyarakat pengguna jalan raya lainnya terganggu dan resah melihat prilaku sopir itu. Hal tersebutlah yang membuat sopir angkutan umum seringkali menjadi sasaran tudingan sebagai sumber penyebab kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Dengan adanya Undang-Undang no 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap Pengguna Jalan dalam hal ini yaitu pengemudi angkutan
3
kota wajib memahami setiap aturan yang telah dibakukan secara formal baik dalam bentuk Undang-Undang dan aturan lainnya sehingga terdapat satu persepsi dalam pola tindak dan pola pikir dalam berinteraksi di jalan raya. Perbedaan tingkat pengetahuan dan atau pemahaman terhadap aturan yang berlaku mengakibatkan suatu kesenjangan yang berpotensi memunculkan permasalahan dalam berlalu lintas, baik antar pengguna jalan itu sendiri maupun antara pengguna jalan dengan aparat yang bertugas untuk melaksanakan penegakkan hukum di jalan raya. Untuk penegakan peraturan lalu lintas, maka masalah ini harus ditinjau dari sudut pola perilaku yang nyata dari penegak hukum peraturan lalu lintas. Hal ini dilakukan karena bagian besar dari masyarakat secara keseluruhan mengartikan hukum sebagai petugas. Misalnya seorang pengemudi angkutan kota sering mengatakan bahwa yang dianggapnya sebagai hukum adalah polisi lalu lintas. Oleh warga masyarakat pada umumnya polisi lalu lintas dan petugas-petugas lain di bidang lalu lintas, dianggap sebagai lapisan masyarakat yang patut ditiru dalam perilaku berlalu lintas di jalan raya. Anggapan tersebut kadang-kadang sangatlah kuatnya. Oleh karena merekalah yang dianggap sebagai golongan yang serba tau mengenai masalah-masalah lalu lintas. Kehadiran mereka diharapkan membuat situasi keamanan terjamin. Juga, ada harapan besar agar proses penegakan hukum berlangsung sesuai dengan prinsip kesetaraan di muka hukum (equality before the law) alias tanpa diskriminasi. Kesetaraan di muka hukum bisa membuat setiap
4
orang merasa nyaman, terlindungi, dan tidak meragukan jaminan penegakan hukum. Sayangnya, banyak kasus dan praktik sehari-hari membalikkan atau membuyarkan harapan itu. Harus diakui, masih banyak petugas Polisi yang ”nakal”. ”Oknum” itu justru melakukan perbuatan melawan atau melanggar hukum yang mengakibatkan representasi wajah Polisi didominasi oleh penilaian buruk. Melihat kenyataan yang berkembang dan berbagai persoalan di lapangan, terutama dalam tugas-tugas polisi yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan, harus diakui bahwa masih banyak hal yang perlu polisi lalu lintas persiapkan secara maksimal, sehingga dapat melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang secara maksimal. Menurut Rahardjo, 2000 :”Sosok Polisi yang ideal di seluruh dunia adalah polisi yang cocok masyarakat”. Dengan prinsip tersebut diatas masyarakat mengharapkan adanya polisi yang cocok dengan masyarakatnya, yang berubah dari polisi yang antagonis (polisi yang tidak peka terhadap dinamika tersebut dan menjalankan gaya pemolisian yang bertentangan dengan masyarakatnya) menjadi polisi yang protagonis (terbuka terhadap dinamika perubahan masyarakat dan bersedia untuk mengakomodasikannya ke dalam tugas-tugasnya). Penting untuk diingat bahwa pada gilirannya masyarakatlah yang akan menilai bahwa polisi memang mampu
5
untuk melaksanakan amanah undang-undang dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab. Berdasarkan masalah tersebut penulis merasa tertarik untuk meneliti sejauh mana peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum pengemudi angkutan kota ditengah-tengah permasalahan yang telah diungkapkan tersebut. Maka dari itu penulis akan melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul : “PERANAN POLISI LALU LINTAS DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN
HUKUM
BERLALU
LINTAS
PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA” (Studi Deskriptif Analitis Terhadap Polisi Lalu Lintas di Wilayah Polrestabes Bandung).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang dikemukakan pada bagian terdahulu, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota di wilayah Polrestabes Bandung” Untuk mempermudah penganalisaan hasil penelitian, maka peneliti menjabarkan masalah pokok tersebut dalam beberapa submasalah sebagai berikut :
6
1. Bagaimana tingkat kesadaran hukum pengemudi angkutan kota dalam berlalu lintas? 2. Bagaimana peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota? 3. Faktor-faktor apa saja yang menghambat peranan polisi lalu lintas untuk meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota ? 4. Bagaimana upaya yang dilakukan Polisi Lalu lintas untuk mengatasi hambatan dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota?
C. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan “Peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota.” Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat kesadaran hukum pengemudi angkutan kota dalam berlalu lintas 2. Untuk mengetahui bagaimana peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota
7
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat peranan polisi lalu lintas untuk meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pengemudi angkutan kota 4. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan polisi lalu lintas untuk mengatasi hambatan tersebut.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat teoritis : Hasil dari penilitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran penulis mengenai pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, terutama dalam bidang hukum, serta sebagai bekal pengetahuan dan pengalaman bagi calon guru PKn dalam mengajarkan pendidikan hukum. 2. Manfaat Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada Polisi Lalu Lintas dan Dinas Perhubungan sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam proses sosialisasi mengenai kesadaran hukum masyarakat dalam berlalu lintas. Selain itu memberikan informasi kepada pengemudi angkutan kota dan pengguna angkutan kota mengenai pentingnya kesadaran hukum berlalu lintas.
8
E. Penjelasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah tersebut. Adapun istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Polisi Lalu Lintas Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
2. Kesadaran Hukum Menurut Paul Scholten kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa itu hukum atau apa seharusnya hukum itu, merupakan suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan manusia dengan mana manusia membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang sepantasnya dilakukan dan tidak dilakukan. Sedangkan menurut Soejono Soekanto, kesadaran hukum adalah konsepsi-konsepsi abstrak didalam diri manusia tentang keserasian antara
9
ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya. Indikator-indikator dari masalah kesadaran hukum adalah (B. Kutschincky dalam Soekanto, 1982: 159): a. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum (law awareness) b. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum (law acquaintance) c. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attitude) d. Pola-pola perikelakuan hukum (legal behaviour) Semua indikator-indikator tersebut menunjuk pada tingkat kesadaran hukum tertentu mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Dengan melihat indikator-indikator tersebut kita dapat melihat sejauh mana dan pada tingkat mana sikap seseorang terhadap hukum.
3. Pengemudi Angkutan Kota Pengemudi adalah seseorang yang mengemudikan kendaraan atau yang langsung mengawasi orang lain mengemudi (Soekanto, 1982:100). Sementara angkutan adalah barang-barang (orang-orang dan sebagainya) yang diangkut. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Jadi, pengemudi angkutan kota adalah sesorang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
10
4. Peraturan Lalu Lintas Peraturan adalah tatanan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yg dibuat untuk mengatur. Sedangkan Lalu lintas adalah kegiatan lalu lalang atau gerak kendaraan, orang, hewan dijalanan (Suwardjoko P. Warpani). Jadi, peraturan lalu lintas adalah tatanan yang dibuat untuk mengatur kegiatan lalu lalang atau gerak kendaraan, orang atau hewan dijalanan. Dalam hal ini peraturan lalu lintas yang dimaksud yaitu Undang-Undang no 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Bab VIII mengenai Pengemudi, Bab IX mengenai Lalu Lintas, dan Bab X mengenai Angkutan.
F. Asumsi Dasar Dalam penelitian ini didasari oleh beberapa anggapan dasar, diantaranya antara lain : 1. Pengetahuan tentang isi peraturan lalu lintas dan angkutan jalan akan mempengaruhi tingkat kepatuhan terhadap peraturan tersebut 2. Pola perikelakuan hukum sangat menentukan derajat kepatuhan hukum lalu lintas 3. Polisi lalu lintas berperan penting dalam meningkatkan kesadaran hukum pengemudi angkutan kota terhadap peraturan lalu lintas
11
G. Metodologi Penelitian. 1. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis, merupakan penelitian deskriftif analitis yaitu menggambarkan secara sistematis fakta-fakta yang menyangkut peranan polisi lalu lintas dalam meningkatkan kesadaran hukum pengemudi angkutan kota. 2. Pendekatan Penelitian Adapun
pendekatan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Nasution (1996 : 18) pada hakekatnya pendekatan kualitatif ialah mengamati orang dalam hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitar. (Ali, 1984:54) menuliskan bahwa metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan atau memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis, karena dipergunakan untuk meneliti kejadian-kejadian yang sedang berlangsung dan berhubungan dengan kondisi saat ini. 3. Tahap Penelitian Penelitian ditekankan kepada data sekunder atau data kepustakaan sesuai dengan sifat yuridis-normatif yang akan ditunjang oleh
12
wawancara. Dengan demikian maka penelitian dilakukan melalui tahap: a. Orientasi dan memperoleh gambaran umum b. Eksploitasi fokus atau masalah dan analisis data c. Tahap pengecekan hasil penelitian (prosedur “Member Check” .1) 4. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik: a. Studi Dokumen adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrif, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti dan sebagainya. Dian S. (Arikunto, 1993:202). b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer)
yang
mengajukan
pertanyaan
dan
yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong, 1988:183) c. Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek penelitian. Dengan observasi kita peroleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial yang sulit
13
diperoleh dengan metode lainnya. Dian S. (nasution, 1988:122). H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data hasil temuan atau penelitian yang diperoleh penulis, dianalisis dengan
menggunakan
metode
analisis
normatif
kualitatif,
yaitu
mengelompokkan masalah-masalah yang ada sehingga tidak menggunakan rumus matematis dan statistik. Bodgan dan Taylor (1975 : 5) mendefinisikan “metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa: katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Untuk menganalisis data yang diperoleh, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif yang terdiri dari tiga kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu : pertama reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan, kedua penyajian data, yaitu penyajian sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan, serta ketiga penarikan kesmpulan.
14
I. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi yang dipilih penulis dalam melakukan penelitian ini adalah Kota Bandung khususnya wilayah Bandung Timur. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena di Wilayah Bandung Timur masih banyak pengemudi angkutan kota yang tidak disiplin dan tidak tertib yang sering mengakibatkan kemacetan, dan juga karena dalam wilayah tersebut terdapat dua terminal yang membuat volume kendaraan angkot menumpuk dalam wilayah tersebut. Subjek dari penelitian ini adalah Polisi lalu lintas dan para pengemudi angkutan kota Bandung di wilayah Bandung Timur yaitu sepanjang jalan A.H Nasution yang dilalu trayek angkutan kota cicaheum-cileunyi. .