BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah tanaman
holtikultura yang memiliki banyak manfaat terutama umbinya berguna sebagai bumbu dan dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti infeksi pernafasan dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh (Pratimi, 1995). Wijaya et al. (2014) menyatakan bahwa produksi bawang putih di Indonesia belum mampu memenuhi permintaan kebutuhan pangan masyarakat sehingga menyebabkan selisih dan kekosongan yang cukup besar diantara konsumsi dan produksi dalam negeri. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya defisit produksi yang mengharuskan pemerintah melakukan impor untuk memenuhi konsumsi komoditas tersebut (Wibowo, 2006). Pada tahun 2012 produksi bawang putih Indonesia adalah 296.500 ton, sementara permintaan bawang putih nasional sebesar 400.000 ton. Untuk memenuhi kebutuhan bawang putih nasional, pemerintah Indonesia melakukan impor bawang putih tahun 2013 sebesar 320 ribu ton terutama impor bawang putih asal Cina. Peningkatan volume impor ini disebabkan oleh beberapa kendala seperti luas lahan yang sempit, biaya tinggi, kualitas bibit bawang putih yang digunakan rendah serta ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi bawang putih (BPS, 2012). Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu usaha seperti pemuliaan tanaman yang dapat menghasilkan produksi
1
kultivar-kultivar unggul bawang putih di Indonesia ialah Lumbu putih, Lumbu hijau, Jalibarang, Banjarsari, Sanur I, Sanur II, Kediri (Bagor), Layur, dan Honya (kultivar lokal Majalengka) (Lamina, 1990 ; Wibowo, 2006). Salah satu kultivar bawang putih yang ditanam di Bali adalah kesuna bali. Kesuna bali hanya memiliki satu siung sedangkan bawang putih biasa memiliki banyak siung. Kualitas bibit kesuna bali yang rendah dan mudah terserang penyakit menyebabkan para petani mengganti penanaman kesuna bali dengan bawang putih biasa. Keunggulan yang dimiliki oleh kesuna bali yaitu rasa yang dihasilkan lebih pedas dibandingkan dengan bawang putih biasa. Selain itu kandungan antimikroba pada senyawa kimia kesuna bali lebih besar dibandingkan bawang putih biasa sehingga sering digunakan sebagai bahan obat tradisional (Pratimi, 1995). Untuk meningkatkan produksi kesuna bali diperlukan perbaikan sifat genetik dan agronomi. Perbaikan sifat genetik kesuna bali tidak dapat dilakukan dengan persilangan karena sebagian besar genus Allium tidak memiliki bunga. Perbaikan sifat dapat diupayakan dengan cara lain diantaranya dengan induksi mutasi (Chahal dan Gosal, 2002 ; Soedjono, 2003). Salah satu induksi mutasi yang dikenal adalah induksi polipoid (Suryo, 2007). Induksi poliploid dapat dilakukan dengan pemberian mutagen kimia seperti kolkisin pada jaringan meristem tanaman (Sofia, 2007). Senyawa ini dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga menyebabkan terbentuknya individu poliploid. Penelitian induksi poliploid dari genus Allium sebelumnya telah dilakukan oleh Ritonga dan Wulansari (2011), penggunaan konsentrasi kolkisin sebesar 0.05%, 0.1% dan 0.2 % pada tanaman
2
bawang merah (Allium ascacolinum L.). Penggunaan kolkisin ini dapat meningkatkan jumlah kromosom serta menghasilkan kromosom ujung akar yang poliploid. Pernyataan ini diperkuat oleh Suminah et al. (2002) yang menyatakan pemberian kolkisin 1% terdapat variasi bentuk, ukuran dan jumlah kromosom pada ujung akar bawang merah. Poliploidi yang terbentuk dikelompokkan menjadi tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktaploid (8n), dan nonaploid (9n) dengan panjang kromosom berkisar 0.3 – 1 μm dan sebagian besar berbentuk metasentris. Penelitian lainnya pada melon dikemukakan oleh Yuniasih (2011) yang menyatakan bahwa pemberian kolkisin pada konsentrasi 0.01% dengan lama perendaman 6 jam dapat menginduksi kecambah melon tetraploid. Dalam penelitian tersebut lama perendaman kolkisin berpengaruh nyata terhadap terbentuknya kromosom tetraploid pada tanaman melon. Pada umumnya kolkisin bekerja secara efektif pada konsentrasi 0.01-1% untuk jangka waktu 6-72 jam, namun dalam hal ini setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda (Suminah et al., 2002). Menurut Hindarti (2002) secara morfologi konsentrasi kolkisin 0.01% menyebabkan peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, volume umbi dan bobot siung pada tanaman bawang putih, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah siung yang dihasilkan. Kolkisin juga dapat menambah variasi genetik pada tanaman bawang putih lokal seperti kesuna bali. Variasi genetik yang terjadi akibat pemberian mutagen kolkisin dapat dideteksi dengan pengamatan karakter morfologi, anatomi, fisiologi dan penanda molekuler. Menurut Volk et al. (2003)
3
pengamatan karakter morfologi diperlukan untuk mengevaluasi variasi genetik pada tanaman bawang putih melalui diameter umbi, jumlah daun serta tinggi tanaman. Selain karakter morfologi, variasi genetik tanaman juga dapat dilihat dari penambahan jumlah kromosom. Menurut Suminah et al. (2002) perendaman ujung akar bawang merah (Allium ascolinum L.) dengan konsentrasi kolkisin 1% selama 6 jam dapat menambah jumlah kromosom menjadi tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) dan nonaploid (9n). Variasi genetik pada tingkat ploidi juga dapat dilihat dari indeks stomata tanaman. Penelitian Lu dan Bridgen (1997) melaporkan bahwa tanaman Alstroemaria sp diploid mempunyai 39 stomata per mm 2 dan tanaman yang tetraploid mempunyai kerapatan stomata lebih rendah, yaitu 22 stomata per mm 2. Pengamatan karakter morfologi dinilai kurang akurat dalam menentukan variasi genetik pada tingkat ploidi. Dalam hal ini, sebagian besar karakter yang nampak merupakan interaksi genetik dan kondisi lingkungan (Zainudin, 2006). Oleh karena itu, diperlukan upaya analisis dengan penanda molekuler. Penanda molekuler telah berhasil dalam mengevaluasi keragaman, evolusi pada tingkat genetik serta mengindentifikasi peta genetik dari suatu kultivar tanaman (HoonLim et al., 1999). Salah satu penanda molekuler yang umum digunakan adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). RAPD dapat menyediakan penanda polimorfisme pola pita DNA dalam jumlah banyak. Pada penelitian yang dilakukan oleh Al-Zahim et al. (1997) dari 35 primer RAPD yang digunakan untuk pengklasifikasian tanaman bawang putih diperoleh 26 primer yang membentuk pola pita polimorfik.
4
RAPD mampu menentukan adanya keanekaragaman (polimorfisme) genetik tanaman yang dihasilkan dengan pemberian mutagen kolkisin (Hardiyanto et al., 2008). Hasil penelitian Zainudin (2006) menunjukkan bahwa dengan penetesan kolkisin 0%-0.9% pada Protocorm-like Bodies (PLB) anggrek Onicidium didapatkan perbedaan pada pola pita-pita DNA genomik dengan menggunakan 6 primer melalui proses RAPD.
1.2. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana pengaruh pemberian konsentrasi kolkisin (Biotech Agro) terhadap fenotipe dan jumlah kromosom dari tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.)?
2.
Bagaimana variasi genetik tanaman kesuna bali yang dihasilkan dari pemberian kolkisin (Biotech Agro) berdasarkan marka molekuler RAPD?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menganalisis pengaruh perlakuan kolkisin (Biotech Agro) terhadap fenotipe dan jumlah kromosom dari tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.).
2.
Mendeteksi variasi genetik melalui ada tidaknya perubahan DNA dengan penanda RAPD.
5
1.4. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh tanaman kesuna bali yang bersifat poliploid dengan fenotipe umbi yang besar dan tanaman yang kokoh. Manfaat lainnya adalah dapat diperoleh tanaman kesuna bali yang bervariasi secara genetik akibat pemberian kolkisin yang berguna sebagai bahan dalam perakitan varietas unggul.
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bawang Putih (Allium sativum Linn.) 2.1.1
Deskripsi Bawang Putih (Allium sativum Linn.) Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) merupakan tanaman
monokotil dan berumpun. Bawang putih memiliki sistem perakaran serabut dan dangkal serta berada di permukaan tanah, sehingga tanaman ini sangat rentan terhadap cekaman kekeringan. Fungsi dari sistem perakaran serabut pada tanaman ini adalah untuk menyerap atau mengisi air dan nutrisi yang ada disekitarnya. Bagian yang berfungsi sebagai batang pada tanaman bawang putih adalah cakram. Cakram berbentuk lingkaran pipih terdapat di dasar umbi dan memiliki struktur kasar dan padat. Fungsi dari cakram pada tanaman bawang sebagai batang pokok yang tidak sempurna dan terletak di dalam tanah. Pada permukaan bawah cakram tumbuh akar serabut dari tanaman bawang. Tanaman bawang putih juga memiliki batang semu yaitu kumpulan dari kelopak daun yang saling membungkus kelopak daun dibawahnya sehingga terlihat seperti batang. Satu bongkahan bawang putih terdiri dari beberapa siung yang mengelompok dan berkumpul dalam satu cakram yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Thomson, 2007).
7
Daun
Umbi Cakram
Gambar 2.1 Bawang Putih Tunggal (kesuna bali) (Allium sativum Linn.)
Daun dari tanaman bawang putih ini memiliki ciri helai daun menyerupai pita, tipis dan bagian pangkalnya membentuk sudut. Daun berwarna hijau, bagian atas daun terlihat lebih gelap dan sisi bawah daun berwarna lebih cerah (Gambar 2.2). Kelopak daun menutupi siung umbi bawang putih hingga pangkal daun. Kelopak ini membalut bagian kelopak daun yang lebih muda sehingga membentuk suatu batang semu yang posisinya tepat berada pada umbi bawang. Tanaman bawang putih tidak memiliki bunga, karena itu tanaman ini tidak dapat dibiakkan dengan persilangan. Ukuran siung dari tanaman bawang putih bervariasi tergantung pada varietasnya, siung memiliki bentuk lonjong. Untuk varietas lokal rata-rata menghasilkan 15-20 siung setiap umbinya (Suriana, 2011).
8
Gambar 2.2 Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)
Pada pemotongan bagian punggung dari bawang putih secara vertikal, akan terlihat pertumbuhan bibit vegetatif. Oleh karena itu, siung bawang putih dapat dijadikan sebagai calon benih untuk pertanaman selanjutnya. Sebagai calon benih, siung bawang putih melewati masa dormansi sekitar 6-8 bulan (Suriana, 2011).
2.1.2
Syarat Tumbuh Bawang Putih (Allium sativum Linn.) Tanaman bawang putih dapat tumbuh pada berbagai ketinggian
tergantung pada varietas yang digunakan. Daerah pertanaman bawang putih terbaik berada pada ketinggian 600 m dpl (di atas permukaan laut) (Marpaung, 2010). Menurut Sarwadana dan Gunadi (2007) selain di dataran tinggi tanaman bawang putih juga dapat dikembangkan di dataran rendah. Hal ini dibuktikan dengan bawang putih varietas Lokal Sanur yang telah berhasil beradaptasi sangat baik di dataran rendah sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai varietas dataran rendah. 9
Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman bawang putih adalah grumusol (ultisol). Kondisi tanah yang porous menstimulir perkembangan akar dan bulu-bulu akar sehingga serapan unsur hara akan berjalan dengan baik. Pada musim penghujan kurang baik digunakan untuk penanaman bawang putih karena suhu rendah dan kondisi tanah terlalu basah sehingga mempersulit pembentukan siung (Thomsom, 2007).
2.1.3
Kandungan Kimia Bawang Putih (Allium sativum Linn.) Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) memiliki aroma yang
menusuk tajam dan rasa yang persisten. Tanaman bawang putih memiliki aroma yang khas berasal dari zat aktif utama yaitu allicin. Aroma yang dihasilkan ketika senyawa allicin bereaksi dengan enzim alinase. Minyak atsiri yang dihasilkan dari umbi bawang putih berkisar antara 0,1-0,3 % dengan kandungan allil propil dan dialil disulfida. Bawang putih memiliki kandungan enzim-enzim antara lain allinase, peroxides, dan myrosinase (Kemper, 2000).
2.1.4
Kesuna Bali (Allium sativum Linn.) Dalam sejarah Bali umbi (mula) banyak dimanfaatkan sebagai bahan
ramuan obat. Dalam kitab Ayurveda dijelaskan bahwa ada banyak umbi yang dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit serta tanamannya mudah diperoleh di Indonesia. Salah satu tanaman yang umbinya sering digunakan sebagai bahan ramuan obat adalah kesuna bali (Nala, 2004). Dalam sejarahnya kesuna bali (rasona=sansekerta) merupakan tanaman yang
10
memiliki umbi atau mula berwarna putih mengkilat, diibaratkan seperti tetesan air suci yang jatuh ke bumi. Oleh karena itu umbi dari kesuna bali banyak dimanfaatkan sebagai ramuan obat oleh masyarakat di Bali terutama para balian (dukun). Manfaat dari umbi kesuna bali ini dapat meningkatkan nafsu makan, aprodisiaka, menurunkan panas badan, penghilang perut kembung, untuk obat patah tulang, diare, dan sakit tenggorokan (Nala, 2004). Kesuna bali merupakan salah satu kultivar bawang putih lokal yang hanya menghasilkan satu siung saja. Faktor lingkungan pertanaman yang tidak mendukung pertumbuhan, mengakibatkan hanya berkembang satu tunas utama. Tunas utama ini akan tumbuh dominan terhadap pertumbuhan tanaman serta menekan tunas lain yang merupakan bakal dari pertumbuhan siung-siung berikutnya, sehingga hanya terbentuk siung tunggal yang utuh (Barnes, 2007). Menurut Barnes (2007) tanaman bawang putih tunggal bukan merupakan varietas melainkan suatu kultivar karena hanya bersifat sementara. Apabila tanaman ini ditanam di dataran yang kondisinya sesuai maka akan menghasilkan jumlah siung yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa bawang putih memiliki sifat yang sensitif terhadap perubahan lingkungan sekitar.
2.2 Mutasi Mutasi adalah suatu perubahan genetik pada sejumlah gen atau susunan kromosom maupun gen tunggal. Pada peristiwa mutasi terjadi perubahan terhadap urutan (sequences) nukleotida DNA sehingga menyebabkan perubahan pada protein yang dihasilkan (Nasir, 2002).
11
Mutasi lebih sering terjadi pada bagian sel yang sedang aktif membelah, misalnya pada tunas dan biji. Berdasarkan proses terjadinya, mutasi dibagi menjadi dua yaitu mutasi alami dan mutasi induksi. Dalam pemuliaan tanaman inkonvensional mutasi induksi lebih sering digunakan karena dapat menambah keanekaragaman genetik dari tanaman (Sofia, 2007). Senyawa mutagen dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu mutagen fisik dan mutagen kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan untuk bahan penelitian contohnya seperti sinar X, sinar α, sinar β sinar γ dan sinar UV sedangkan mutagen kimia contohnya seperti EMS (ethylene methane sulfonate), NMU (nitrosomethyl urea), dan NTG (nitrosoguanidine) (Purwati, 2009). Yusdar et al. (1997) menyatakan bahwa perbaikan mutu umbi bawang putih perlu dilaksanakan secara inkonvensional. Perbaikan mutu ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan variasi genetik tanaman bawang putih. Hasil penelitian yang dilakukan Permadi et al. (1991) menunjukkan bahwa mutagen kimia seperti kolkisin sangat efektif digunakan dalam menghasilkan tanaman poliploid. Dengan lama perendaman selama 3 jam serta konsentrasi kolkisin 0.1% dan 0.15% yang digunakan dapat menghasilkan bibit tanaman bawang merah yang poliploid. Penggunaan mutagen fisik seperti iradiasi sinar gamma hanya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biji-biji dari tanaman padi dan palawija agar berumur pendek, tahan serangan hama dan cepat panen. Sedangkan penggunaan mutagen kimia seperti kolkisin banyak menghasilkan keuntungan diantaranya dapat menyebabkan tanaman memiliki ukuran buah yang lebih besar serta tidak berbiji (Soedjono, 2003).
12
2.3 Mutagen Kolkisin Senyawa kolkisin adalah suatu alkaloid yang berasal dari umbi dan biji tanaman krokus (Colchicum autumnale Linn.) famili Liliaceae. Rumus kimia kolkisin adalah C22H25O6N dan struktur kimia kolkisin adalah :
Gambar 2.3 Struktur Molekul Kolkisin Murni (Eigsti dan Dustin, 1995) Senyawa kolkisin merupakan reagen penting dalam peristiwa mutasi yang dapat menyebabkan terjadinya tanaman poliploid. Sifat umum yang ditampilkan oleh tanaman poliploid adalah tanaman menjadi lebih kekar, bagianbagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga dan buah menjadi lebih besar. Efektifitas kerja larutan kolkisin dalam menginduksi mutasi tanaman bawang putih berkisar antara 0.01%-1.00%, sedangkan lama waktu perendaman dalam kolkisin berkisar antara 3-24 jam (Hindarti, 2002). Konsentrasi larutan kolkisin dan lama waktu perendaman yang belum tepat tidak akan menghasilkan tanaman dengan sifat poliploid (Sofia, 2007). Demikian pula sebaliknya apabila konsentrasi larutan kolkisin terlalu tinggi dengan
perendaman
yang terlalu
lama
maka
senyawa
kolkisin
akan
memperlihatkan efek negatif yaitu penampilan tanaman menjadi tidak bagus, selsel pada tanaman rusak hingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Asif et al., 2000). Permadi et al. (1991) menemukan bahwa konsentrasi kolkisin 0.04% 13
dengan lama perendaman selama 3 jam dapat menyebabkan terjadinya depresi pertumbuhan dan vigor pada tanaman bawang merah Sumenep. Selain depresi pertumbuhan konsentrasi kolkisin yang tinggi juga menyebabkan penyusutan jumlah daun, stomata yang lebih sedikit dan berat kering yang lebih rendah dari tanaman kontrol pada bawang merah Sumenep. Pemberian senyawa kolkisin tidak berpengaruh terhadap pertambahan jumlah siung pada tanaman bawang putih (Hindarti, 2002).
2.4 Deteksi Mutan 2.4.1
Deteksi Mutan Secara Morfologi Deteksi mutan secara morfologi dan fisiologi dapat ditunjukkan dengan
karakter-karakter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan indeks stomata. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Ritonga dan Wulansari (2011) yang menemukan bahwa pemberian kolkisin pada konsentrasi 0.05% dapat menambah ukuran akar pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). Penelitian Permadi et al. (1991) pada tanaman bawang merah Sumenep diperoleh bentuk daun yang pendek, daun lebih tebal, jumlah daun sedikit, dan lingkar daun semakin besar. Dosis yang efektif dalam menginduksi mutasi pada bawang merah ini adalah pada konsentrasi 0.04% dengan lama perendaman selama 3 jam. Kolkisin sering digunakan untuk menghasilkan sel-sel poliploid buatan. Aplikasi kolkisin pada tanaman dilakukan dengan meneteskan atau merendam bagian tanaman dalam larutan kolkisin selama satu hari (Permatasari, 2007). Pada
14
tanaman kapri, penggunaan kolkisin dengan konsentrasi 0.0005 % dan 0.001% dengan lama perendaman selama satu jam, secara umum menghasilkan mutan poliploid memiliki bagian-bagian tanaman yang lebih besar dibandingkan tanaman normal (Murfadalina, 1997).
2.4.2
Deteksi Melalui Perhitungan Jumlah Kromosom Mutan poliploid memiliki perubahan jumlah kromosom dari diploidnya.
Kondisi kromosom yang poliploid ditunjukkan dengan adanya kelipatan dari jumlah kromosom dasarnya (Suminah et al., 2002). Tanaman bawang putih diploid (2n = 16) kemungkinan besar dapat ditingkatkan jumlah kromosomnya menjadi triploid (3n=24), tetraploid (4n=32) dan heksaploid (6n=48). Menurut Prematilake (2005) pada umumnya tanaman normal memiliki dua pasang kromosom, namun beberapa tanaman memiliki jumlah pasang kromosom lebih dari dua contohnya kentang (tetraploid, 2n=4x= 48) dan gandum roti (heksaploid, 2n=6x=42). Tanaman kentang (Solanum tuberosum) adalah jenis tanaman kentang autotetraploid karena penggandaan jumlah kromosom terjadi secara alamiah, sedangkan tanaman serealia seperti gandum roti (Triticum aestivum) termasuk aloheksaploid karena tanaman ini merupakan hasil persilangan dari nenek moyang alotetraploid (4X) AABB dengan rumput diploid liar DD.
15
2.5 Deteksi Mutan dengan RAPD Variasi genetik tanaman yang terjadi akibat mutasi dapat dideteksi dengan marka molekuler (DNA). Terdapat beberapa kelemahan karakter morfologi dalam analisis variasi genetik tanaman diantaranya hasil analisis yang dihasilkan tidak konsisten karena penampakan morfologi pada tanaman mungkin akan berubah saat tanaman memasuki fase pertumbuhan tertentu. Perubahan morfologi tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta mempunyai efek pleiotropi dan epistasi. Pada tanaman tahunan perubahan morfologi membutuhkan waktu yang sangat lama (Brar, 2002). RAPD merupakan salah satu teknik marka molekuler yang banyak dijumpai dalam mendeteksi polimorfik DNA antar individu yang didasarkan pada hasil amplifikasi reaksi berantai polymerase (PCR). Primer yang digunakan berukuran 10 oligonukleotida dan primer yang umum digunakan. dalam RAPD adalah primer Operon dari Operon Technologies. Teknik RAPD memiliki kelebihan dibandingkan teknik yang lain diantaranya sampel DNA yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit (10-25 ng), tidak bersifat radioaktif dan menghasilkan estimasi yang lebih tinggi untuk kesamaan interspesifik (Prana dan Hartati, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanto et al. (2008) pada 10 klon bawang putih lokal menggunakan 10 primer acak pada RAPD, didapatkan sekitar 79.5% fragment DNA bersifat polimorfik dan hanya 20.5% fragment DNA yang monomorfik.
16
Analisis DNA poliploid dengan marka RAPD dapat menunjukkan banyaknya pita DNA yang polimorfik. Aksi mutagenik dari senyawa kolkisin dapat menyebabkan perbedaan urutan basa nukleotida pada titik penempelan primer. Hal ini mengakibatkan primer tidak dapat menempel pada bagian tertentu sehingga tidak terjadi amplifikasi (Escand et al., 2005). Pernyataan tersebut didukung oleh Purwantoro et al. (2007) yang melaporkan bahwa konsetrasi kolkisin 0.75% dapat meningkatkan jumlah tanaman bunga kertas (Zinnia spp.) yang poliploid. Senyawa mutagenik kolkisin menyebabkan perubahan pada urutan basa nukleotida sehingga semakin tinggi konsentrasi kolkisin yang diberikan semakin besar jumlah mutasi yang dihasilkan. Senyawa mutagenik kolkisin dapat pula menyebabkan perbedaan pada ukuran pita DNA tanaman. Zainudin (2006) melaporkan bahwa dengan penetesan larutan kolkisin 0.01%, 0.03%, 0.05%, 0.07% dan 0.09% didapatkan perbedaan pola pita DNA pada Protocorm like-bodies (PLB) anggrek dari ukuran pita 5001000bp, 1000-1500bp dan 1500-2642bp.
17
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Komoditas sayuran yang banyak mendatangkan keuntungan terutama dari segi ekonomi adalah bawang putih (Allium sativum Linn.). Kebutuhan bawang putih di Indonesia terus-menerus meningkat sejalan dengan membaiknya perekonomian nasional yang diikuti dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya gizi dari komoditas tersebut. Meningkatnya jumlah konsumsi tidak sebanding dengan produktivitas hasil yang masih rendah, oleh karena itu pemerintah lebih banyak melakukan impor terhadap komoditas bawang putih (Yusdar et al., 1997). Bawang putih lokal yang perlu dilakukan perbaikan genetik adalah kesuna bali. Kesuna bali merupakan salah satu kultivar bawang putih lokal yang ditanam di Bali dan hanya berkembang dengan satu siung saja. Keunggulan dari kultivar ini adalah umbinya banyak dijadikan untuk bahan obat serta memiliki aroma dan rasa yang lebih nikmat dibandingkan dengan bawang putih biasa. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kualitas dari kultivar ini dengan cara induksi poliploid menggunakan senyawa kimia kolkisin (Hardiyanto et al., 2008 : Syamsiah dan Tajudin, 2005). Pemberian
konsentrasi
kolkisin
dan
lama
perendaman
sangat
berpengaruh dalam menghasilkan tanaman poliploid. (Chahal dan Gosal, 2002). Beberapa cara untuk mengamati perubahan ploidi akibat pemberian kolkisin
18
adalah melalui morfologi, sitologi dan molekuler. Secara morfologi, tanaman polipoid umumnya memiliki ukuran yang lebih besar (Sofia, 2007), sedangkan berdasarkan perhitungan kromosom akan terdapat penggandaan kromosom yang dapat berupa tertrapoid (4n), heksapoid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) dan nanoploid (9n) (Suminah et al., 2002). Variasi genetik yang dihasilkan akibat pemberian kolkisin dapat diamati dengan marka molekuler RAPD. Penelitian Purwantoro et al. (2007) menunjukkan tingkat poliploidi pada tanaman bunga kertas yang diberi kolkisin lebih banyak dibandingkan tanaman kontrol. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat kolkisin yang diberikan maka semakin besar jumlah mutasi yang dihasilkan pada tanaman (Escand et al., 2005).
19
3.2 Konsep Penelitian
Kebutuhan Bawang Putih (Allium sativum Linn.) di Indonesia terus meningkat
Keanekaragaman yang Rendah dapat diatasi dengan Pemuliaan Mutasi
Pemuliaan Mutasi dengan Senyawa Kimia Kolkisin (C22H25O6N)
Konsentrasi 0, 5%, 10% dan 20% Kolkisin (C22H25O6N)
Mutan Bawang Putih Bali (Allium sativum Linn.)
-
Analisa morfologi : Panjang dan jumlah daun. Tinggi tanaman Berat kering umbi setelah panen
-
Analisa Sitologi : Indeks stomata Perhitungan jumlah kromosom
Mutan Terseleksi
20
Analisa Molekuler dengan Marka RAPD
3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a) H0: Konsentrasi kolkisin tidak berpengaruh terhadap perubahan morfologi, anatomi dan sitologi pada tanaman kesuna bali. b) H1:
Konsentrasi
kolkisin berpengaruh terhadap
perubahan
morfologi, anatomi dan sitologi pada tanaman kesuna bali.
21
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan konsentrasi kolkisin yang berbeda yaitu kontrol, konsentrasi kolkisin 5%, konsentrasi kolkisin 10% dan konsentrasi kolkisin 20%. Areal percobaan dibagi ke dalam enam kelompok (ulangan), masing-masing kelompok terdiri dari empat petak percobaan terdiri dari enam tanaman percobaan, kemudian akan dipilih empat tanaman secara acak untuk diamati. Keenam tanaman percobaan ditentukan secara acak letaknya pada masing-masing kelompok, seperti terlihat pada Gambar 4.1.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel tanaman kesuna bali diambil dari tanah pertanian di Desa Pakisan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng Bali. Penanaman dilakukan di Pertanian Kreatif Matahari Terbit Sanur, Kecamatan Denpasar Timur. Pembuatan preparat kromosom, stomata dan ektraksi DNA dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Analisis PCR-RAPD dilaksanakan di Laboratorium Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2013 – Agustus 2014.
22
P0 U4
P0 U3
P0 U5
P2 U6
P2 U5
P2 U4
P3 U1
P0 U1
P0 U2
P0 U6
P2 U3
P2 U2
P2 U4
P2 U1
P2 U6
P1 U6
P1 U2
P1 U1
P0 U3
P0 U4
P0 U5
P2 U5
P2 U2
P1 U5
P1 U4
P1 U3
P0 U2
P0 U1
P0 U6
P3 U5
P3 U6
P3 U2
P3 U3
P2 U3 P2 U4
P3 U4
Kelompok 1
P2 U6
P2 U5
P2 U3
P2 U2
P0 U3 P0 U2
P2 U4
P1 U2
P1 U5
P0 U4
P0 U3
P2 U1
P1 U1
P1 U2
P1 U6
P0 U6
P0 U1
P0 U4
P0 U5
P3 U6
P3 U2
P3 U1
P1 U2
P0 U1
P0 U6
P3 U4
P3 U3
P3 U5
P1 U3
P2 U4
P2 U2
P0 U3 P0 U2
P2 U5
P1 U3
P1 U4
P1 U5
P3 U6
P3 U2
P3 U1
P3 U4
P3 U3
P1 U6
P3 U5
P0 U2
P3 U1
P3 U4
P3 U6
P0 U5
P3 U2
P3 U5
P3 U3
P1 U4
P1 U5
P2 U5
P2 U1
P2 U4
P1 U1
P1 U6
P2 U2
P2 U6
P2 U3
Kelompok 4
Kelompok 3
P2 U6
P1 U2
Kelompok 2
P1 U1
P2 U1
P1 U1
P3 U2
P3 U3
P3 U4
P0 U2
P0 U5
P2 U3
P3 U5
P3 U1
P3 U6
P0 U1
P0 U6
P0 U4
P0 U5
P1 U4
P1 U6
P1 U2
P3 U3
P0 U1
P0 U6
P1 U1
P1 U3
P1 U5
P3 U2
Kelompok 5
P0 U3
P1 U6
P1 U1
P1 U4
P0 U4
P1 U5
P1 U2
P1 U3
P3 U4
P3 U5
P2 U1
P2 U6
P2 U3
P3 U6
P3 U1
P2 U4 4
P2 U5
P2 U2
Kelompok 6
Gambar 4.1 Denah Petak Percobaan Keterangan a. P0 = Kontrol; b. P1 = Kolkisin 5% ; c. P2 = Kolkisin 10% dan d. P3 = Kolkisin 20% dan U: Nomor Polybag Tanaman (1-6)
23
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup penelitian pada tesis ini adalah induksi kolkisin terhadap tanaman kesuna bali untuk mendapatkan tanaman yang poliploid. Analisis morfologi, fisiologi, sitologi dan molekuler tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.) untuk mengamati pengaruh kolkisin terhadap tingkat ploidi.
4.4 Penentuan Sumber Data Penelitian ini menggunakan umbi kesuna bali yang diambil dari dari tanah pertanian Desa Pakisan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng Bali.
4.5 Variabel Penelitian Adapun variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel bebas adalah variabel yang diduga sebagai sebab munculnya variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi senyawa kolkisin yaitu : 5%, 10% dan 20%. b. Variabel terikat adalah variabel respon atau output, variabel ini muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah respon dari tanaman kesuna bali, yaitu: karakter morfologi, anatomi tanaman dan analisis DNA tanaman kesuna bali.
24
Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Morfologi tanaman kesuna bali setelah diberi perlakuan kolkisin yang berbeda meliputi: tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan berat kering umbi. 2. Anatomi tanaman kesuna bali yang meliputi: indeks stomata dan jumlah kromosom setelah diberi perlakuan kolkisin yang berbeda. 3. Analisis DNA dengan metode PCR-RAPD yang digunakan umtuk mengetahui perbedaan pola pita DNA tanaman kesuna bali yang termutasi.
4.6 Bahan Penelitian Adapun bahan penelitian ini antara lain : 144 umbi kesuna bali, kertas label, kolkisin (Biotech Agro), polibag dan media tanam (campuran pasir, pupuk kandang dan pupuk pubotan dengan perbandingan 1:2:1), untuk analisis kromosom digunakan bahan : aquades, alkohol, asam asetat glacial, HCL, acetoorcein. Analisis DNA menggunakan bahan: Buffer ekstraksi yang mengandung (2% CTAB (w/v), 100 mM Tris-HCl pH 8, 1,4 M NaCl, 50 mM EDTA, dan 2% β-merkaptoetanol), aquades, kloroform isoamilalkohol (KIA) 24:1, isopropanol dingin, ethanol 70%. Bahan-bahan untuk elektroforesis adalah: Agarosa, buffer TAE 50 X, loading buffer, dan ethidium bromida. Untuk PCR digunakan bahan: Aquabidest (ddH2O), 10 X PCR Buffer (PE-II) (Promega), dNTPs 8 mM (Promega), MgCl2 25 mM (Promega), primer 20 µm (Operon Technologies), PE Amplitaq 5unit/µL (Promega) dan DNA ladder 1 kb (Geneaid).
25
4.7 Instrumen Penelitian Instrumen dari penelitian ini antara lain : sprayer, gelas ukur, pinset, Erlenmeyer, petridish, tangkai pengaduk, flakon, pisau, gelas preparat, gelas penutup, mikroskop cahaya, kamera digital, pensil, penggaris, timbangan analitik, mortar dan pestle, vortex, microcentrifuge, autoclave, water bath, pipet mikro, microtube, microwave, spatula, mesin PCR (Infinigen-Korea), UviTec Gel Doc Systems, unit elektrophoresis (GelMate 2000), dan UV-Transluminator (BioradJerman).
4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Persiapan Bahan 4.8.1.1 Pembuatan Larutan Kolkisin Penelitian ini menggunakan kolkisin cair (Biotech Agro) 500 ml (50 mg/500 ml). Konsentrasi kolkisin yang dibuat adalah 5%, 10% dan 20%. Pembuatan kolkisin 5% dilakukan dengan memipet larutan kolkisin sebanyak 5 ml ditambahkan aquades sebanyak 95 ml. Larutan kolkisin 10% dibuat dengan menambahkan 10 ml kolkisin kedalam 90 ml aquades. Pembuatan larutan kolkisin 20% dilakukan dengan memipet kolkisin sebanyak 20 ml dan ditambahkan 80 ml aquades. Perlakuan kontrol (kolkisin 0 %) adalah aquades 100 ml.
4.8.1.2 Pembuatan Pewarna Aceto Orcein 2% Pewarna ini dibuat dengan memanaskan 11,25 ml Asam Asetat Glasial sampai mendidih, kemudian ditambahkan 0,5 gram orcein sambil terus diaduk
26
sampai terlarut semuanya sekitar 10 menit pada suhu 95 oC. Setelah agak dingin, ditambahkan akuades sebanyak 27,5 ml dan dibiarkan sampai suhunya mencapai 20oC kemudian disaring dengan kertas saring dan disimpan di tempat gelap (Jurčák, 1999).
4.8.1.3 Pembuatan Larutan Fiksatif Carnoy Pengamatan
kromosom
dilakukan
dengan
fiksasi
akar
dengan
menggunakan larutan fiksatif carnoy. Fiksasi dilakukan dengan tujuan untuk mematikan jaringan sementara tanpa merubah struktur komponen sel. Fiksasi dilakukan dengan menggunakan larutan Carnoy (6 etanol : 3 klorofom : 1 asam asetat glacial) (Haryanto, 2010). Menurut Jusuf (2009) larutan Carnoy adalah larutan fiksatif inti yang mempunyai daya penetrasi cepat dan dapat mengawetkan substansia Nissl dan Glikogen. Kekurangan dari larutan ini adalah memiliki efek pengerutan yang kuat serta dapat menghancurkan sebgaian besar unsur sitoplasma yang terdapat didalam sel.
4.8.2 Prosedur Kerja 4.8.2.1 Teknik Perendaman Umbi dengan Kolkisin Perendaman umbi kesuna bali dilakukan dengan tujuan supaya senyawa kolkisin dapat terserap sempurna ke dalam umbi dan menghasilkan tanaman poliploid. Induksi mutasi senyawa kolkisin bersifat acak, sehingga tidak jarang ditemukan individu yang tetap bersifat diploid (2n) (Suminah et al., 2002).
27
Perendaman umbi dilakukan pada konsentrasi kolkisin yang bervariasi yaitu 0% (kontrol), 5%, 10% dan 20% selama 12 jam kolkisin, 12 jam air kemudian direndam kembali selama 12 jam pada larutan kolkisin sesuai intruksi perusahaan (Biotech Agro).
4.8.2.2 Teknik Penanaman Umbi Umbi kesuna bali diperoleh dari pertanian Desa Pakisan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Bali. Umbi dipilih yang telah berumur 70 hari setelah masa panen serta memiliki berat yang seragam. Penanam umbi dilakukan di Pertanian Kreatif Sanur. Sebelum dilakukan penanaman, media tanam disiram terlebih dahulu sampai kapasitas lapang. Media tanam yang terdiri dari pasir, pupuk tanah pubotan dan campuran pupuk kandang dengan perbandingan 1:2:1 (Hardiyanto et al., 2008). Selanjutnya ditanaman pada polibag dengan diameter 30 cm dan tinggi 15 cm lalu dibuat lubang tanam dengan kedalaman kurang lebih 5-7 cm menggunakan kayu. Kemudian bibit kesuna bali dimasukkan secara tegak ke dalam lubang tanam dan ditutup dengan mulsa jerami setebal 5 cm pada masingmasing polibag. Untuk menghindari pencabutan tanaman dalam pengambilan akar tanaman untuk pengamatan kromosom, maka digunakan teknik polibag bertingkat.
Polibag yang telah ditanami umbi tersebut dilubangi disekeliling
polibag lalu dimasukkan ke dalam polibag yang lebih besar. Pemeliharaan dilakukan dengan menyemprotkan insektisida atau fungisida sebanyak 2 kali dalam satu minggu secara periodik hingga panen.
28
Pemupukan dilakukan pada umur 15 hari setelah masa tanam (MST) dengan pupuk buatan. Selanjutnya daun kesuna bali yang berumur ± 23 hari di potong dan digunakan sebagai bahan untuk isolasi DNA (Hardiyanto et al., 2008).
4.8.2.3 Pengamatan Karakter Pertumbuhan Pengamatan karakter pertumbuhan dilakukan setiap seminggu sekali selama 90 hari masa tanam yang meliputi tinggi tanaman, panjang daun dan jumlah daun. Pengamatan juga dilakukan terhadap umbi yg meliputi berat umbi.
4.8.2.4 Perhitungan Indeks Stomata Pengamatan indeks stomata dilakukan menggunakan daun dewasa yang dilakukan pada umur tanaman 10 MST. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah stomata per satuan bidang pandang menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 400 kali. Daun tanaman kesuna bali difiksasi dalam alkohol 75%, kemudian diganti aquadest. Untuk menghancurkan jaringan mesofil, daun direndam dalam larutan HNO3 25% selama 15 – 30 menit. Daun dicuci dengan aquadest kemudian disayat menggunakan silet. Selanjutnya sayatan epidermis abaksial direndam dalam larutan Bayclin selama 1 – 5 menit untuk menghilangkan klorofil dan mesofil yang terikat kemudian dicuci dengan aquadest. Sayatan epidermis diwarnai dengan safranin diatas gelas objek, dicuci aquadest, kemudian ditetesi gliserin 10% dan ditutup dengan gelas penutup.
29
Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali (Palit, 2008). Indeks stomata (IS) dihitung berdasarkan rumus menurut Lestari (2006) : Indeks stomata =
Jumlah stomata jumlah stomata + jumlah epidermis
Menurut Perwati (2009) terjadinya peningkatan derajat ploidi pada tanaman spesies Adiantum raddianum menyebabkan penambahan ukuran stomata. Derajat ploidi 2n = 6x (heksaploid) menyebabkan bertambahnya ukuran panjang stomata pada tanaman spesies Adiantum raddianum menjadi 37.21 μm. Sedangkan derajat ploidi 2n = 7x (septaploid) menyebabkan bertambahnya lebar stomata pada tanaman spesies Adiantum raddianum menjadi 31.74 μm. Kecendrungan bertambahnya derajat ploidi (2n = 7x) pada tanaman spesies Adiantum raddianum memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan indeks stomata menjadi 13.99.
4.8.2.5 Pembuatan Preparat Kromosom Untuk membuat preparat kromosom pada penelitian ini digunakan metode squash dengan langkah-langkah sebagai berikut: Ujung akar kesuna bali dipotong ± 2 mm kemudian ujung akar difiksasi dengan fiksatif Carnoy selama124 jam dalam suhu kamar. Setelah fiksasi selesai cuci ujung akar dengan akuades dan dihidrolisa dengan HCL 2N pada suhu 60oC selama 1-3 menit. Ujung akar dicuci lagi dengan akuades kemudian diletakkan diatas gelas benda kemudian diberikan tiga tetes aceto orcein 2%. Selanjutnya dilewatkan di atas api bunsen selama 3 menit agar pewarna meresap dengan sempurna kemudian ditutup dengan gelas penutup. Ketuk dengan bagian datar pensil selama 30
tiga menit lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x (Soesanti dan Setyawan, 2000).
4.8.3 Analisis DNA 4.8.3.1 Isolasi DNA Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode CTAB yang dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990). Isolasi DNA dimulai dengan menggerus 0,2 g daun umbi kesuna bali sampai halus di dalam mortar, kemudian ditambahkan 1 ml buffer ekstraksi yang telah mengandung 0,2% ßmercaptoetanol. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 65ºC pada water bath selama 45-60 menit disertai dengan membolak-balik tabung setiap 10 menit. Setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan 1x volume kloroform: isoamilalkohol (24:1). Kemudian divortex, dan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Lapisan atas diambil dan dimasukkan ke dalam mikrotube 1.5 ml, kemudian ditambahkan dengan isopropanol dingin kemudian dibolak-balik
dengan
hati-hati
sampai
DNA
terpresipitasi.
Selanjutnya
disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 12.000 rpm. Larutan isopropanol dibuang, pellet DNA dicuci dengan 500 l ethanol 70% dan disentrifugasi selama 5 menit. Kemudian ethanol dibuang secara hatihati, dan DNA dikeringkan diatas kertas tissue. Setelah kering pellet ditambah dengan 100 l aquades steril dengan tujuan untuk melarutkan pellet DNA, dan
31
ditambah RNAse (konsentrasi akhir 10 µg/ml) kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Selanjutnya disimpan sebagai stok pada suhu -20oC.
4.8.3.2 Elektroforesis dan Penentuan Konsentrasi DNA Jumlah DNA hasil isolasi ditentukan dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% dalam buffer TAE. Agarosa 0,5 gram ditambahkan dengan 50 ml buffer TAE 1X kemudian dimasukkan ke dalam tabung Erlemenyer, dan dipanaskan dalam microwave ± selama 1 menit sampai gel terlihat benar-benar bening. Gel dituang ke dalam cetakan kemudian didiamkan pada suhu kamar hingga gel mengental, selanjutnya gel dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang telah berisi buffer TAE. Sebanyak 3 μl DNA genomik dari hasil isolasi dicampur dengan 1 μl loading dye di atas kertas parafilm, lalu dimasukkan ke dalam parit gel agarosa. Mesin elektroforesis dialiri listrik pada tegangan 100 volt selama 60 menit. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam gel dalam Ethidium Bromide selama 30-45 menit. Pengamatan DNA dilakukan di bawah lampu UV dan dilakukan pemotretan.
4.8.3.3 Proses PCR (Polimerase Chain Reaction) DNA Genomik Kesuna Bali dengan Penanda RAPD Proses amplifikasi DNA adalah proses perbanyakan DNA secara enzimatis. Proses ini diawali dengan running sampel DNA genomik pada kondisi PCR yang berbeda yaitu: a) Pre-denaturasi: 940C (2 menit) kemudian diikuti dengan siklus yang diulang sebanyak 39 kali yaitu denaturasi: 940C (1 menit),
32
annealing: 340C (30 detik), ekstension: 720C (2 menit) dan final extension: 720C (7 menit) untuk primer OPA 01; b) Pre-denaturasi: 940C (2 menit) kemudian diikuti dengan siklus yang diulang sebanyak 45 kali yaitu denaturasi: 940C (2 menit), annealing: 360C (2 menit), ekstension: 720C (2 menit) dan final extension: 720C (10 menit) untuk primer UBC 250. Amplikon disimpan pada suhu -200C didalam freezer. Reaksi PCR menggunakan RAPD dilakukan dalam volume reaksi 24 µl yang mengandung: 14.5 µl ddH20, 2.5 µl 10 X PCR Buffer (PE-II), 2.5 µl dNTPs (8 mM), 2.0 µl MgCl2 (25 mM), 1.25 µl Primer (20 mM) dan 0.125 µl PE Aplitaq (5 units/uL). Primer yang digunakan tercantum pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Nama Primer dan Urutan Basa Primer RAPD
Sequences 5’ 3’ CAGGCCCTTC TGCCGAGCTG AATCGGGGTG CTTCCCCAAG CGACAGTCCC
Nama Primer OPA-01 OPA-02 OPA-04 OPD-14 UBC 250
4.8.3.4 Elektroforesis Produk PCR Pengamatan hasil PCR dilakukan dengan elekroforesis pada 1,5% gel agarosa dengan voltase 100 volt (Parvin et al., 2008). Sebanyak 10 µl produk PCR dielektroforesis selama 60 menit dan diwarnai dengan Ethidium Bromide dan diamati pada lampu uv dan dilakukan pemotretan gel. Untuk menentukan ukuran produk PCR digunakan DNA ladder 100 pb.
33
4.9 Analisis Data Data morfologi dan sitologi tanaman yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F pada taraf 5% atau 0.05 dengan menggunakan ANOVA dan uji lanjut Tukey. Pita DNA yang diperoleh dianalisis dengan melihat perbedaan pola pita RAPD pada masing-masing perlakuan antara kontrol dengan variasi kolkisin yang diberikan. Pita-pita DNA yang telah diketahui ukurannya kemudian di-scoring. Pita DNA diberi skor 1 jika ada dan skor 0 jika tidak ada. Dendogram yang menunjukkan hubungan antar perlakuan dianalisis dengan metode UPGMA menggunakan software MEGA versi 5.05.
34
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Morfologi Tanman kesuna bali (Allium sativum Linn.) Hasil pengamatan dan pengukuran terhadap karakteristik morfologi dan sitologi adalah sebagai berikut ; tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, berat kering umbi, indeks stomata dan jumlah kromosom tanaman kesuna bali. Pemberian konsentrasi kolkisin yang berbeda menunjukkan adanya variasi pada tinggi tiap individu tanaman kesuna bali dimasing-masing kelompok (Gambar 5.1).
Gambar 5.1 Tinggi Tanaman Kesuna Bali ; a) 2 MST; b) 6 MST; c) 10 MST ; d) 20 MST. Perlakuan; P0 = Kontrol,P1 = Kolkisin 5%, P2 = Kolkisin 10%, P3 = Kolkisin 20 %.
35
5.1.1 Tinggi Tanaman Rata-rata tinggi tanaman kesuna bali dianalisis menggunakan ANOVA dilanjutkan dengan Uji lanjut Tukey HSD. Hasil uji statistik menunjukkan variasi konsentrasi kolkisin yang diberikan berpengaruh nyata (P 0.05) pada umur 2MST dan 14 MST serta tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap tinggi pada umur 6 MST dan 10 MST. Pada umur 2 MST rerata tinggi tanaman pada kontrol berbeda nyata dengan kolkisin 5%, 10% dan 20%. Sedangkan pada umur 14 MST rerata tinggi tanaman kontrol berbeda nyata dengan rerata tinggi tanaman pada kolkisin 10% (Tabel 5.1).
Tabel 5.1 Rata-rata Tinggi Tanaman Kesuna Bali Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu a a a Kontrol 3.24 ± 0.18 17.46 ± 1.12 25.70 ± 1.30 36.32 ± 1.45 a Kolkisin 5% 4.00 ± 0.20 b 18.39 ± 0.60 a 26.42 ± 0.82 a 37.56 ± 1.93 ab Kolkisin 10% 4.12 ± 0.18 b 18.28 ± 0.75 a 26.66 ± 0.72 a 41.98 ± 0.62 b b a Kolkisin 20% 3.95 ± 0.06 18.49 ± 0.52 26.85 ± 0.75 a 41.48 ± 1.16 ab Keterangan : Angka adalah rata-rata tinggi tanaman kesuna bali dari enam ulangan ± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
5.1.2
Panjang Daun Secara umum pemberian konsentrasi kolkisin yang berbeda berpengaruh
nyata (P 0.05) terhadap rata-rata panjang daun tanaman kesuna bali pada 2 MST dan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) pada 6 MST, 10 MST dan 14 MST. Pada umur 2 MST rata-rata panjang daun pada kontrol berbeda nyata pada perlakuan kolkisin 5%, 10% dan 20%. Sedangkan pada umur 6 MST, 10 MST dan 14 MST
36
rata-rata panjang daun pada kontrol tidak berbeda nyata terhadap variasi konsentrasi kolkisin yang diberikan. (Tabel 5.2).
Tabel 5.2 Rata-rata Panjang Daun Kesuna Bali Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu a a a Kontrol 1.58 ± 0.06 12.05 ± 0.73 21.70 ± 0.70 30.42 ±1.73a ab a a Kolkisin 5% 1.95 ± 0.09 12.65 ±0.26 22.31 ±0.53 28.92 ±2.91a Kolkisin 10% 2.11 ± 0.16b 12.40 ± 0.49a 22.17 ±0.28a 30.77 ±1.28a Kolkisin 20% 2.21 ± 0.01b 12.32 ±0.55a 22.19 ±0.64a 29.37 ±1.63a Keterangan : Angka adalah rata-rata panjang daun kesuna bali dari enam ulangan ± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
5.1.3
Jumlah Daun Pengaruh kolkisin terhadap penambahan jumlah daun tanaman kesuna
bali tidak menunjukkan hasil yang signifikan dengan kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey HSD variasi konsentrasi kolkisin pada 10 MST berpengaruh nyata (P 0.05) terhadap peningkatan jumlah daun dan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) pada 2 MST, 6 MST dan 14 MST (Tabel 5.3). Rata-rata jumlah daun umur 10 MST pada kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan kolkisin 5% dan 10%, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan kolksin 20%. Peningkatan jumlah daun tanaman kesuna bali hanya berlangsung hingga umur 10 MST, sedangkan pada umur 14 MST terjadi penurunan jumlah daun (Tabel 5.3). Hal ini disebabkan karena daun pada kesuna bali umumnya akan layu dan gugur ketika mendekati masa panen (Suriana, 2011).
37
Tabel 5.3 Rata-rata Jumlah Daun Kesuna Bali Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu Kontrol 1.00 ± 0.00 a 3.88 ± 0.11a 5.03 ± 0.18 a 3.66 ± 0.17 a Kolkisin 5% 1.03± 0.02 a 4.08 ± 0.08 a 5.69 ± 0.17 ab 3.91 ±0.35 a a a ab Kolkisin 10% 1.14 ± 0.05 4.14 ± 0.07 5.72 ± 0.16 4.25 ± 0.13 a Kolkisin 20% 1.14 ± 0.05 a 4.25 ± 0.13 a 5.89 ± 0.28 b 4.50 ± 0.25 a Keterangan : Angka adalah rata-rata jumlah daun kesuna bali dari enam ulangan ± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
5.1.4. Tanaman Abnormal Pada penelitian ini induksi kolkisin 20% memberikan pengaruh dengan membentuk daun yang abnormal pada tanaman kesuna bali. Munculnya bentuk yang abnormal pada tanaman sering dikenal dengan istilah chimera. Chimera adalah suatu keadaan sel yang memiliki susunan gen lebih dari satu, hal ini disebabkan oleh mutasi pada gen dan kromosom (Kehr, 2001). Mutan yang terjadi pada tanaman kesuna bali ditunjukkan dengan munculnya tunas baru dan bentuk daun yang melingkar seperti spiral (Gambar 5.2). Penelitian ini didukung oleh Herman et al. (2013) menyatakan bahwa peristiwa kimera ditemukan pada daun tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) umur 6-9 HST pada setiap perlakuan kolkisin yang diberikan kecuali kontrol.
38
B
A
Gambar 5.2 Tanaman Kesuna Bali Abnormal pada Perlakuan Kolkisin 20%. (a) Tunas baru ; (b) Daun Melingkar seperti Spiral
5.1.5 Berat Kering Umbi Hasil uji statistik menunjukkan rata-rata berat kering umbi kesuna bali setelah panen tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05) antara kontrol dengan perlakuan kolksin yang diberikan (Tabel 5.4).
Tabel 5.4 Berat Kering Kesuna Bali Berat Kering Umbi
Keterangan :
Kontrol
1.16 ± 0.30 a
Kolkisin 5%
1.31 ± 0.17 a
Kolkisin 10%
1.84 ± 0.14 a
Kolkisin 20%
1.14 ± 0.21 a
Angka adalah rata-rata berat kering umbi kesuna bali dari enam ulangan ± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
39
Senyawa kolkisin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bobot kering yang dihasilkan, akan tetapi berpengaruh terhadap variasi bentuk pada umbi kesuna bali. Pada perlakuan kolkisin 5% didapatkan lebih banyak umbi yang menghasilkan siung lebih dari satu, serta umbi dengan ukuran yang lebih besar. Sedangkan pada perlakuan kolkisin 10% dan 20% hanya menghasilkan satu umbi dengan jumlah siung yang banyak (Gambar 5.3).
3 2
1
A
B
1
1 D
C
Gambar 5.3 Variasi Bentuk Umbi Kesuna Bali setelah Panen. (a) Kontrol ; (b) Kolkisin 5% ;(c) Kolkisin 10%; (d) Kolkisin 20%. (1) Umbi dengan siung lebih dari satu ; (2) Umbi kecil dan busuk dan (3) Ukuran umbi yang besar.
40
5.2 Karakteristik Sitologi Tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.) Pengamatan karakteristik sitologi tanaman bali meliputi ; indeks stomata dan jumlah kromosom. Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi kolkisin yang berbeda berpengaruh nyata terhadap indeks stomata serta peningkatan pada jumlah kromosom.
5.2.1
Indeks Stomata
Indeks stomata menunjukkan jumlah rata-rata yang berbeda nyata (P0.05) antara kontrol dengan kolkisin 5% dan 20% dan tidak berbeda nyata (P≥0.05) dengan kolkisin 10% (Tabel 5.5). Rata-rata indeks stomata tanaman kontrol lebih banyak dibandingkan perlakuan kolkisin lainnya. Rata-rata indeks stomata terendah dijumpai pada pemberian konsentrasi kolkisin 20% (Gambar 5.4).
Tabel 5.5 Indeks Stomata Kesuna Bali Indeks Stomata Kontrol (P0)
0.21 ± 0.03 a
Kolkisin 5% (P1)
0.17 ± 0.04 b
Kolkisin 10% (P2)
0.20 ± 0.02 a
Kolkisin 20% (P3)
0.18 ± 0.04 b
Keterangan :
Angka adalah rata-rata indeks stomata kesuna bali dari enam ulangan ± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
41
5.2.2
Jumlah Kromosom
Jumlah kromosom dasar tanaman kesuna bali normal adalah delapan (x=8), sehingga 2n=16. Berdasarkan uji sitologi, induksi kolkisin mengakibatkan penambahan jumlah kromosom normal menjadi triploid (2n=3x=24). Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan jumlah kromosom tanaman kesuna bali pada kontrol berbeda nyata (P0.05) terhadap variasi konsentrasi kolkisin yang diberikan (Tabel 5.6). Penggandaan jumlah kromosom terbanyak terjadi pada pemberian perlakuan kolksin 20 % (2n = 27) serta diikuti dengan pembesaran diameter sel (Gambar 5.5).
Tabel 5.6 Jumlah Kromosom Kesuna Bali Jumlah Kromosom
Keterangan :
Kontrol
14.72 ± 0. 47 a
Kolkisin 5%
20.22 ± 1.55 b
Kolkisin 10%
24.11 ± 1.14 bc
Kolkisin 20%
27.47 ± 0.28 c
Angka adalah rata-rata indeks stomata kesuna bali dari enam ulangan ± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
Selain mengakibatkan penambahan jumlah kromsom senyawa kolkisin juga berdampak terhadap kelainan yang ditimbulkan pada saat pembelahan mitosis yang sering dikenal dengan istilah C-mitosis (Colcichine
mitosis)
diantaranya terdapat C-profase, C-metafase, C-anafase dan C-telofase. Pada penelitian ini induksi senyawa kolkisin 20% menyebabkan kesalahan pada proses anafase (C-anafase) (Gambar 5.6).
42
Pengaruh yang diakibatkan oleh C-anafase adalah adanya penggandaan jumlah kromosom sehingga mengakibatkan tanaman kesuna bali memiliki kromosom triploid (3n).
13.73 µm
16.91 µm 0
0
µm
µm
\ 12.68 µm
15.84 µm 0
µm
0 µm
Gambar 5.4 Foto Stomata kesuna bali (a) Kontrol; (b) Kolkisin 5%; (c) Kolkisin 10%; (d) Kolkisin 20%.
43
23.22 µm
29.03 µm
27.09 µm
32.90 µm
Gambar 5.5 Foto Kromosom kesuna bali (a) Kontrol; (b) Kolkisin 5% ; (c) Kolkisin 10%; (d) Kolkisin 20%.
Gambar 5.6 Foto Kromosom C-anafase Kesuna Bali Akibat Perlakuan Kolkisin
44
5.3 Analisis PCR-RAPD 5.3.1 Isolasi DNA Kesuna Bali (Allium sativum Linn.) Isolasi DNA kesuna bali dalam penelitian ini menggunakan metode CTAB yang dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990). DNA genomik yang dihasilkan memiliki konsentrasi berkisar antara 200-400 ng/µl. Berdasarkan metode yang digunakan telah berhasil diperoleh 24 sampel DNA genomik kesuna bali (Allium sativum Linn.) namun dengan kualitas DNA yang kurang baik sehingga dilakukan pengulangan dalam isolasi (Gambar 5.7).
a
b
Gambar 5.7 DNA Genomik Hasil Isolasi Daun kesuna bali. (a) Isolasi DNA genomik pertama, parit gel agarose atas no 1-6 perlakuan kontrol (P0), no 7-12 perlakuan dengan kolkisin 5% (P1), no 13 λ DNA 200 ng, dan no14 λ DNA 400 ng. Parit gel agarose bawah no 15-20 perlakuan dengan kolkisin 10% (P2), no 21-26 perlakuan dengan kolkisin 20% (P3). (b) Isolasi DNA genomik kedua, parit gel agarose atas no 1-6 perlakuan kontrol (P0), no 7-12 perlakuan dengan kolkisin 5% (P1) , no 13 λ DNA 200 ng, dan no 14 λ DNA 400 ng. Parit gel agarose bawah no 15-20 perlakuan dengan kolkisin 10% (P2), no 2126 perlakuan dengan kolkisin 20% (P3).
45
5.3.2 Optimalisasi PCR-RAPD Analisis PCR tanaman kesuna bali dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan lima jenis primer RAPD yaitu OPA 01, OPA 02, OPA 04, OPD 14 dan UBC 250.
a
b
c
d
Gambar 5.8 Hasil Optimalisasi PCR-RAPD DNA kesuna bali mutan. P01=Kontrol; P14 = Kolkisin 5%; P25 = Kolkisin 10% (a) Primer OPA 1; (b) Primer OPA 2; Primer OPA 4; (d) Primer OPD 14.
46
Hasil optimalisasi PCR-RAPD kesuna bali menggunakan empat primer dengan kondisi suhu pre-denaturasi (950C, 5 menit), denaturasi (950C, 1 menit), annealing (360C, 1 menit 30 detik), perpanjangan (extension) (720C, 1 menit 30 detik), perpanjangan terakhir (final extension) (720C, 10 menit) dan pasca PCR (80C) dengan siklus reaksi PCR diulang sebanyak 35 siklus tidak diperoleh pitapita DNA genomik kesuna bali (Gambar 5.8). Optimalisasi kedua dilakukan dengan memodifikasi waktu annealing yaitu selama 2 menit. Modifikasi yang dilakukan berhasil pada primer OPA 04 akan tetapi pita-pita produk PCR yang dihasilkan tipis dan belum tampak jelas. Sedangkan tiga primer lainnya tidak menghasilkan pita produk PCR. Optimalisasi selanjutnya dilakukan dengan mengubah konsentrasi buffer PCR menjadi 2 μL, dNTP menjadi 2 μL, Taq polymerase menjadi 0.2 μL dan primer menjadi 3 μL dengan total volume reaksi menjadi 20 μL. tetap tidak menghasilkan pita-pita produk PCR. Modifikasi dalam optimalisai PCR-RAPD yang sudah dilakukan sebelumnya tetap tidak dapat menghasilkan pita-pita produk PCR. Tahap berikutnya dilakukan modifikasi dengan cara mengubah suhu annealing berdasarkan perhitungan nilai Tm (Melting Temperature) masing-masing primer dengan menggunakan rumus [2(A+T) + 4(C+G)]. Berdasarkan perhitungan nilai Tm primer OPA 01 dan OPA 02 dikondisikan pada suhu annealing 340C, sedangkan primer OPA 04 DAN OPD 14 pada suhu annealing 320C masingmasing berjalan dalam waktu 2 menit. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa perubahan suhu annealing belum juga bisa menghasilkan pita-pita produk PCR.
47
Optimalisasi selanjutnya dilakukan dengan merubah komponen premix PCR menggunakan kit PCR Go Taq Green© sesuai dengan jumlah sampel yang akan di PCR. Volume total premix untuk satu reaksi adalah 12.5 μL yang mengandung campuran 6.25 μL Go Taq Green© (promega), 4.25 μL ddH2O, 1 μL primer dan 1 μL DNA template. Penggunaan premix sudah pernah dilakukan pada penelitian Setiawan (2012) yang berhasil mengamplifikasi polimorfisme pita-pita DNA pada tanaman anggrek dengan menggunakan empat primer acak. Pada penelitian ini kit PCR Go Taq Green© yang digunakan belum bisa menghasilkan pita-pita produk PCR sehingga masih perlu dilakukan optimalisasi dengan metode yang berbeda. Metode yang dilakukan selanjutnya adalah dengan mengubah komponen premix dan suhu PCR. Dari lima primer yang digunakan primer OPA 01 dan UBC 250 berhasil diamplifikasi dengan komponen premix PCR yang mengandung : 14.5 µl ddH20, 2.5 µl 10 X PCR Buffer (PE-II), 2.5 µl dNTPs (8 mM), 2.0 µl MgCl2 (25 mM), 1.25 µl Primer (20 mM), 0.125 µl PE Aplitaq (5 units/uL) dan 3 µl DNA template. Modifikasi terhadap suhu PCR berhasil dilakukan pada primer OPA 01 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramella et al. (2005) dengan kondisi suhu PCR : Pre-denaturasi : 940C (2 menit), denaturasi : 940C (1 menit), anealing : 340C (30 detik), extension : 720C (2 menit), final extension : 720C (7 menit) sebanyak 39 siklus (Gambar 5.9).
48
1
2
3
M 3000 bp 1500 bp 500 bp
Gambar 5.9 Hasil Optimalisasi PCR-RAPD DNA kesuna bali mutan primer OPA 01. M = Marker 100 bp (1) P33 = Kolkisin 20% tanaman ke-3; (2) P34 = Kolkisin 20% tanaman ke-4 (3) P35 = Kolkisin 20% tanaman ke-4. Optimalisasi suhu PCR primer UBC 250 berhasil menghasilkan pita-pita DNA berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ciuca et al. (2004) dengan kondisi suhu PCR : Pre-denaturasi : 940C (2 menit), denaturasi : 940C (2 menit), anealing : 360C (2 menit), extension : 720C (2 menit), final extension : 720C (10 menit) sebanyak 45 siklus.
49
5.3.3
PCR-RAPD
(Polymerase
Chain
Reaction-Random
Amplified
Polymorphic DNA) Pada penelitian ini dari lima primer yang diuji (OPA 1, OPA 2, OPA 4, OPD 14 dan UBC 250) hanya dua primer yang berhasil menghasilkan produk amplifikasi DNA yaitu primer OPA 1 dan UBC 250. Amplifikasi primer OPA 1 pada 24 sampel daun kesuna bali yang diuji pada menghasilkan ukuran fragment yang berkisar 1200bp dan 2000bp (Gambar 5.10). Polimorfisme antara kontrol dan masing-masing perlakuan kolkisin ditampilkan pada Tabel 5.7. Secara umum perlakuan kolkisin 5% dan 20% paling banyak memunculkan pita DNA hasil amplifikasi.
3000 bp 3000 bp 1500 bp
500 bp
1500 bp 500 bp 100 bp
500 bp
Gambar 5.10 Elektroforesis hasil amplifikasi dengan primer OPA 01. M = Marker 100 bp. P0= Kontrol; P1 = Kolkisin 5%; P2= Kolkisin 10%; P3= Kolkisin 20%. P33 = Kontrol Positif dan H2O = Kontrol negatif.
50
Tabel 5.7 Ringkasan Pita DNA yang dihasilkan pada PCR dengan Primer OPA 01 Ukuran Fragment DNA Perlakuan (bp) 1000
1200
2000
P01
0
0
0
P02
0
0
0
P03
0
0
0
P04
0
1
0
P05
0
0
0
P06
0
0
0
P11
0
1
1
P12
1
1
0
P13
0
1
1
P14
1
1
0
P15
1
1
0
P16
0
0
0
P21
0
1
0
P22
0
0
0
P23
0
1
0
P24
0
0
0
P25
0
1
0
P26
0
1
0
P31
1
1
1
P32
1
1
0
P33
0
1
0
P34
1
1
1
P35
0
1
1
P36
1
1
0
51
Amplifikasi primer UBC 250 pada 24 sampel daun kesuna bali yang diuji pada kontrol dengan perlakuan kolkisin yang diberikan terdapat perbedaan pada pola pita. Keseluruhan sampel hasil amplifikasi menghasilkan pola pita yang monomorfis dan polimorfis dengan ukuran fragment berkisar antara 600bp1800bp (Gambar 5.11). Berdasarkan Tabel 5.8 terdapat pita DNA yang hanya muncul pada perlakuan kolkisin (1300bp), dan ada pita DNA yang hilang pada konsentrasi kolkisin yang tinggi (1400bp).
P11 P12 P13 P14 P15 P16
P21 P22 P23
P24
P25 P26
P31 P32
P33
P34 P35 P36 P01 P02 P03
P04 P05
P06
M 3000 bp 1500 bp
500 bp
100 bp
Gambar 5.11 Elektroforesis hasil amplifikasi dengan primer UBC. M = Marker 100 bp. P0 = Kontrol; P1 = Kolkisin 5%; P2 = Kolkisin 10%; P3 = Kolkisin 20%.
52
Tabel 5.8 Ringkasan Pita DNA Produk PCR dengan Primer UBC 250 Perlakuan Ukuran Fragment DNA (bp) 600
800
900
1000
1300
1400
1500
P01
1
1
0
1
0
1
0
P02
1
1
0
1
0
1
0
P03
1
1
0
1
0
1
1
P04
1
1
0
1
0
1
1
P05
1
1
0
1
0
1
1
P06
1
1
0
1
0
1
1
P11
1
1
0
1
1
1
0
P12
1
1
0
1
1
1
0
P13
1
1
0
1
1
1
0
P14
1
1
0
1
1
1
0
P15
1
1
0
1
1
1
0
P16
1
1
0
1
1
0
0
P21
1
0
0
1
1
0
1
P22
1
0
0
1
1
0
1
P23
1
0
0
1
1
0
1
P24
1
1
0
1
1
0
1
P25
1
0
1
1
1
0
1
P26
1
0
1
1
1
0
1
P31
1
1
1
1
0
0
0
P32
1
1
0
1
1
0
1
P33
1
1
0
1
1
0
1
P34
1
1
0
1
1
0
1
P35
1
1
0
1
1
0
1
P36
1
1
1
1
0
0
0
53
5.4 Pengelompokan Tanaman Kesuna Bali Akibat Perlakuan Kolkisin Pengelompokan tanaman kesuna bali akibat perlakuan kolkisin dianalisis menggunakan program Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA 5.05). Metode pengelompokan yang digunakan adalah UPGMA (Unweight Pair Group Method With Aritmatic Average). Berdasarkan profil pita DNA hasil amplifikasi menggunakan dua primer RAPD, ditentukan matrik kesamaan untuk mengetahui pengelompokan tanaman kesuna bali kontrol dan hasil perlakuan kolkisin. Matriks kesamaan pada Tabel 5.9 menunjukkan bahwa nilai kesamaan antar tanaman kesuna bali kontrol dengan perlakuan kolkisin berkisar 0.960 (96%) sampai dengan 0.112 (11.2%). Dendogram pada Gambar 5.12 menunjukkan bahwa tanaman kesuna bali kontrol dengan perlakuan kolkisin menghasilkan tiga kelompok besar yaitu kelompok pertama yang terdiri dari tanaman kontrol (P0) dan tanaman hasil perlakuan kolkisin 5% (P1). Kelompok dua terdiri dari tanaman hasil perlakuan kolkisin 10% (P2) dan kolkisin 20% (P3). Kelompok ketiga hanya terdiri dari tanaman hasil perlakuan kolkisin 20% (P3).
54
Tabel 5.9 Dendogram Similaritas Dua Puluh Empat Tanaman kesuna bali Berdasarkan Karakter Molekular dengan Metode UPGMA. No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
1. Kontrol (1) 2. Kontrol (2)
0.000
3. Kontrol (3)
0.112 0.112
4. Kontrol (4)
0.258 0.258 0.112
5. Kontrol (5)
0.112 0.112 0.000 0.112
6. Kontrol (6)
0.112 0.112 0.000 0.112 0.000
7. Kolkisin 5% (1)
0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841
8. Kolkisin 5% (2)
0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258
9. Kolkisin 5% (3)
0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.000 0.258
10. Kolkisin 5% (4)
0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.000 0.258
11. Kolkisin 5% (5)
0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.000 0.258 0.000
12. Kolkisin 5% (6)
0.258 0.258 0.467 0.841 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467
13. Kolkisin 10% (1)
0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.467
14. Kolkisin 10% (2)
0.841 0.841 0.467 0.841 0.467 0.467 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.258 0.112
15. Kolkisin 10% (3)
0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.467 0.000 0.112
16. Kolkisin 10% (4)
0.467 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.112 0.258 0.112 0.258
17. Kolkisin 10% (5)
0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.841 0.112 0.258 0.112 0.467
18. Kolkisin 10% (6)
0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.841 0.112 0.258 0.112 0.467 0.000
19. Kolkisin 20% (1)
0.960 0.960 0.878 0.960 0.878 0.878 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.960 0.878 1.418 0.878 0.878 0.960 0.960
20. Kolkisin 20% (2)
0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.258 0.841 0.258 0.258 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.467 0.467 0.841
21. Kolkisin 20% (3)
0.841 0.841 0.467 0.258 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.258 0.112 0.258 0.112 0.112 0.258 0.258 0.960 0.112
22. Kolkisin 20% (4)
0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.467 0.467 0.841 0.841 0.467 0.112 0.258
23. Kolkisin 20% (5)
0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.841 0.258 0.841 0.841 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.467 0.467 0.841 0.258 0.112 0.112
24. Kolkisin 20% (6)
0.841 0.841 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.467 0.960 0.467 0.467 0.841 0.960 0.878 0.960 0.960 0.841 0.841 0.112 0.467 0.841 0.841 0.960
55
P05 P06 P03
A
P04 P01 P02
I
P11 P13
B
P12 P14 P15 P22
A
P24 P16 P21 P23
B
P25
II
P26 P32 P33
C
P34 P35 P31
III
P36
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
Gambar 5.12 Dendogram kesuna bali mutan hasil analisis kluster dengan metode UPGMA. Keterangan a. P0 = Kontrol; b. P1 = Kolkisin 5% ; c. P2 = Kolkisin 10% dan d. P3 = Kolkisin 20%.
56
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakter Morfologi Kesuna Bali Akibat Pengaruh Kolkisin Perlakuan kolkisin 5%, 10% dan 20% memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan morfologi tanaman kesuna bali seperti tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun serta berat kering umbi. Hasil analisis ragam menunjukkan rata-rata tertinggi dari tinggi tanaman kesuna bali dengan perlakuan kolkisin 10% pada 14 MST (Tabel 5.1). Hal ini berarti mutagen kimia kolkisin merupakan salah satu faktor yang mampu memacu penambahan tinggi tanaman kesuna bali. Senyawa kolkisin bersifat seperti hormon tumbuhan. Menurut Salisbury dan Ross (1995) tinggi tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor internal (hormon) dan lingkungan (unsur hara dan cahaya). Penelitian Pharmawati dan Defiani (2009) menggunakan kafein yang merupakan agen penginduksi poliploid, menghasilkan tanaman pacar air yang lebih tinggi. Kafein bersifat seperti sitokinin (Pharmawati dan Defiani, 2009). Pada penelitian ini perlakuan konsetrasi kolkisin berpengaruh signifikan pada tinggi tanaman kesuna bali umur 2 MST dan 14 MST. Pada tanaman yang telah mengalami poliploidasi, terjadi peningkatan jumlah kromosom didalam selnya. Adanya peningkatan jumlah kromosom pada sel juga mengakibatkan peningkatan aktivitas
gen-gen
yang
berfungsi
dalam
mengatur
proses
metabolisme dalam sel termasuk sintesis protein yang berakibat pada peningkatan produksi hormon-hormon pertumbuhan tanaman (Ginting, 2008). Hal ini dapat
57
diamsusikan bahwa kolkisin yang diberikan pada tanaman kesuna bali merupakan salah satu faktor internal yang mampu memacu penambahan tinggi tanaman kesuna bali yang melebihi tanaman kontrol. Teori ini didukung oleh pendapat Suryo (1995) yang menyatakan bahwa tanaman yang diberi perlakuan dengan kolkisin pada umumnya mempunyai penampilan yang lebih besar dan kekar. Penggunaan kolkisin pada tanaman cabai (Capsicum anuum) dengan konsentrasi 15 ppm mampu menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan kolkisin lainnya (Syaifudin et al., 2013). Berdasarkan Gambar 5.1 diketahui bahwa tanaman kesuna bali yang diberi perlakuan kolkisin 20% pada umur 10 MST menunjukkan penampilan tinggi tanaman yang lebih pendek dibandingkan kontrol. Menurut Bakhtiar dan Nurzuhairawaty (2002) pemberian kolkisin dengan konsentrasi tinggi dapat mengganggu pembelahan sel mitosis sehingga pertumbuhan tanaman akan tertekan. Pemberian konsentrasi kolkisin yang tinggi pada tanaman juga akan berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman, misalnya penampilan tanaman menjadi jelek, sel-sel banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan matinya tanaman (Suryo, 1995). Penelitian menggunakan mutagen kimia kolkisin ternyata mampu menambah ukuran daun tanaman kesuna bali dibandingkan dengan kontrol. Pemberian senyawa kolkisin memberikan efek terhadap pertumbuhan biomassa pada tanaman seperti membesarnya sel-sel tanaman, inti sel lebih besar, membesarnya diameter pembuluh angkut dan stomata lebih besar. Stomata dengan ukuran yang lebih besar pada umumnya memiliki kandungan kloroplas
58
yang lebih banyak didalam sel penjaganya. Besarnya jumlah kloroplas pada tanaman dapat meningkatkan laju fotosintesis tanaman, sehingga membuat daun memiliki ukuran yang lebih besar, tebal dan berwarna lebih hijau (Henuhili dan Suratsih, 2003). Penelitian Saputra et al. (2014) menyatakan bahwa tanaman sawi (Brassica rapa) yang diberi perlakuan kolkisin 0.02% menghasilkan ukuran daun yang lebih luas dibandingkan kontrol. Ukuran daun yang lebih besar pada tanaman perlakuan kolkisin memberikan efek positif bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Daun yang lebih besar mengakibatkan penyerapan sinar matahari berlangsung maksimal sehingga proses fotosintesis berjalan dengan lancar. Proses fotosintesis yang berjalan optimal dapat meningkatkan produksi karbohidrat yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner et al., 1991 ; Wiendra et al.,, 2011). Pertumbuhan vegetatif tanaman salah satunya adalah ditandai dengan pembentukan daun. Perlakuan kolkisin 20% pada 10 MST mampu menghasilkan jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya (Tabel 5.3). Peningkatan jumlah daun pada penelitian ini menandakan senyawa kolkisin tidak mengganggu proses penyerapan unsur hara sehingga pembentukan daun tidak terhambat. Unsur hara makro seperti Nitrogen dan Kalium berperan dalam pembentukan daun dan peningkatan jumlah klorofil pada tanaman (Puspita et al.,2010). Jumlah daun yang semakin banyak pada tanaman akan meningkatkan laju fotosintesis yang berakibat pada penambahan luas daun tanaman (Hermansyah dan Inoriah, 2009).
59
Pada penelitian ini tanaman kesuna bali yang diberi perlakuan kolkisin 20% menunjukkan gejala chimera pada organ daun. Adanya chimera pada organ daun ditunjukkan dengan terbentuknya tunas baru dan bentuk daun yang melingkar seperti spiral (Gambar 5.2). Bentuk organ tanaman ditentukan oleh arah pembelahan sel, arah pembentangan sel serta lokasi-lokasi sel yang aktif melakukan pembelahan ketika organ ini mulai tumbuh dan berkembang. Senyawa kolkisin menyebabkan hambatan atas mitosis sel-sel primordial daun yang berakibat pada perubahan lokasi sel-sel yang aktif membelah sehingga menghasilkan bentuk-bentuk organ daun yang abnormal pada tanaman. Selain itu, mutagen kimia kolkisin menyebabkan lapisan kutikula pada organ daun menjadi tipis sehingga memudahkan penyerapan larutan kolkisin ke dalam sel dan menyebabkan gangguan pertumbuhan sebagian sel calon daun (Haryanti et al., 2009). Penurunan jumlah daun tanaman kesuna bali terjadi pada umur 14 MST, hal ini disebabkan karena pada umur tersebut tanaman kesuna bali sudah siap untuk dipanen. Ciri-ciri tanaman bawang putih yang siap panen adalah 50% daun tanaman akan kering dan layu serta tangkai batang tanaman menjadi lebih keras (Hilman, 1997). Rata-rata berat kering umbi kesuna bali yang dihasilkan setelah masa panen antara perlakuan kolkisin 5%, 10%, 20% tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kontrol (Tabel 5.3). Terdapat tiga proses yang mempengaruhi produksi bahan kering pada tanaman yaitu penumpukan asimilat melalui fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian sink.
60
Menurut Sitompul dan Guritno (1995) penghambatan pada awal fase pertumbuhan menyebabkan penurunan produksi biomassa. Tinggi rendahnya produksi bahan kering yang dihasilkan berkolerasi dengan jumlah daun. Jumlah daun yang banyak akan meningkatkan produktivitas biomassa pada tanaman sehingga bahan kering yang dihasilkan lebih banyak. Daun merupakan organ fotosintesis utama yang berperan dalam menghasilkan asimilat yang diperlukan saat pertumbuhan tanaman. Menurut Loveless (1991) jumlah klorofil yang banyak dalam proses fotosintesis meningkatkan efisiensi fotosintesis, sehingga bahan kering yang dapat ditimbun tanaman lebih banyak. Umbi kesuna bali hanya menghasilkan satu siung, siung tunggal pada tanaman ini berkembang dalam satu tunas utama. Tunas utama ini yang menekan pertumbuhan tunas-tunas lain yang merupakan bakal siung lainnya sehingga hanya terbentuk siung tunggal yang utuh (Suriana, 2011). Pada penelitian ini perlakuan kolksin 5%, 10% dan 20% didapatkan umbi kesuna bali dengan jumlah siung lebih dari satu (Gambar 5.3). Pada dasarnya kolkisin hanya menyebabkan pertambahan diameter umbi pada bawang dan tidak dapat menambah jumlah siung (Suminah et al., 2002). Bertambahnya jumlah siung pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh senyawa kolkisin yang mampu menginduksi terbentuknya tunas lateral lain pada umbi sehingga pada saat panen dijumpai lima umbi kesuna bali yang menghasilkan tiga siung. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Rahayu dan Berlian (1999) yang menyatakan bahwa pada setiap umbi bawang normal dijumpai tunas lateral sebanyak 2-20 tunas yang kemudian
61
tumbuh membesar membentuk rumpun sehingga bila saat panen tiba dapat dihasilkan siung sejumlah tunas tersebut. Pada penelitian ini perlakuan kolkisin 5% menyebabkan ukuran umbi kesuna bali menjadi lebih besar (Gambar 5.3). Induksi senyawa kolkisin menyebabkan pembesaran pada sel-sel tanaman yang berdampak pada pembesaran berkas-berkas pengangkut. Pembesaran pada berkas pengangkut sangat berpengaruh pada pengangkutan hasil asimilasi dan air yang lebih baik sehingga terjadi peningkatan pada diameter tanaman terutama pada bagian umbi. Hindarti (2002) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh nyata antara lama perendaman dan konsentrasi kolkisin pada jumlah kromosom, lebar daun, tinggi tanaman, bobot segar, diameter umbi, volume umbi, bobot siung dan kandungan protein tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah siung bawang putih. Senyawa kolkisin yang berbentuk cair dapat dengan mudah berdifusi masuk kedalam sel sehingga dapat langsung mengenai tunas vegetatif pada umbi kesuna bali (Harborne, 1996). Tunas vegetatif pada bibit kesuna bali ini terletak di bagian tengah daging buah (Suriana, 2011). Pada saat pasca panen umbi kesuna bali yang lama akan busuk dan terlepas dari cakram sehingga cakram akan membentuk rumpun umbi yang baru sehingga residu kolkisin tidak akan terbawa ke pertumbuhan umbi selanjutnya. Pada pertumbuhan tunas vegetatif dari umbi kesuna bali dilakukan dengan cara menerobos bagian ujung siung sehingga residu kolkisin ikut terbawa seiring kecepatan pertumbuhannya. Hal ini mengakibatkan residu kolkisin tidak akan terakumulasi pada umbi kesuna bali sehingga aman untuk dikonsumsi (Brodelius dan Pedersen, 1994).
62
Berdasarkan rata-rata semua karakter vegetatif tanaman kesuna bali, senyawa kolkisin menunjukkan perubahan yang bervariasi pada setiap perlakuan. Bervariasinya karakter vegetatif pada tanaman kesuna bali disebabkan karena pengaruh mutagen yang bersifat acak (Khan et al., 2009). Mutagen kolkisin dapat mengakibatkan mutasi sitogenik pada inti sel ditandai dengan perubahan jumlah kromosom ataupun perubahan struktur pada kromosom. Perubahan jumlah kromosom pada tanaman menyebabkan tanaman bersifat poliploid. Tanaman poliploid pada umumnya memiliki sifat dan karakter yang lebih baik dibandingkan tanaman diploidnya (Kristanto dan Karno, 2001). Konsentrasi kolkisin 10% dan lama perendaman 12 jam kolkisin pada penelitian ini berhasil menghasilkan tanaman kesuna bali yang poliploid. Perubahan morfologi kesuna bali poliploid ditunjukkan dengan peningkatan ukuran tinggi tanaman, jumlah daun menjadi lebih banyak serta peningkatan ukuran daun dibandingkan tanaman diploidnya. Perubahan morfologi yang bervariasi pada tanaman kesuna bali memberikan harapan adanya keanekaragaman yang besar dan memberikan peluang terhadap seleksi tanaman hasil mutasi yang memiliki efek positif untuk peningkatan produksinya. Contoh perlakuan kolkisin yang pernah dilakukan oleh Ajijah dan Bermawie (1996) terhadap dua tipe kencur (Kaempferia galanga Linn.). Kolkisin diaplikasikan dalam bentuk pasta pada mata tunas yang terdapat pada rimpang dengan variasi konsentrasi 0, 0,05, 0,1, 0,5 dan 1 %. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh kolkisin dapat meningkatkan jumlah dan panjang daun, jumlah dan bobot rimpang per rumpun serta jumlah anakan.
63
6.2 Karakteristik Sitologi Tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.) Perlakuan mutagen kimia kolkisin terhadap perubahan karakter sitologi diamati melalui rata-rata jumlah kromosom dan indeks stomata tanaman kesuna bali. 6.2.1 Indeks Stomata Kesuna Bali Stomata merupakan salah satu organ penting pada tanaman yang digunakan dalam proses transpirasi. Pada daun yang berfotosintesis, stomata biasanya ditemukan dibagian permukaan atas dan bawah daun. Berdasarkan pengamatan stomata pada perlakuan konsentrasi kolkisin 10% didapatkan hasil rata-rata indeks stomata yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Sedangkan pada perlakuan kolkisin 5% dan 20% terjadi penurunan indeks stomata (Tabel 5.4). Tinggi dan rendahnya rata-rata indeks stomata yang didapat berkaitan dengan ukuran stomata (Gambar 5.2). Semakin besar ukuran stomata maka menunjukkan semakin rendah indeks stomata yang diperoleh, jika ukuran stomata kecil maka rata-rata indeks stomata yang diperoleh semakin tinggi. Pendapat ini didukung oleh penelitian Setyowati et al. (2013) menyatakan bahwa kolkisin konsentrasi 0.5 g.L-1 dan 1 g.L-1 mampu meningkatkan ukuran diameter stomata pada semua jenis kultivar bawang wakegi (Allium x wakegi Araki). Peningkatan ukuran diameter stomata menandakan senyawa kolkisin telah mampu menghasilkan tanaman poliploid. Pada perlakuan kolkisin 10% tidak terjadi peningkatan ukuran stomata, hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti senyawa kolkisin yang tidak berdifusi sempurna ketika perendaman dan faktor lingkungan tempat tumbuh. Menurut Prawiranata et al
64
(1995) tanaman yang tumbuh pada lingkungan kering dan dibawah cahaya dengan intsitas tinggi cenderung memiliki stomata yang berukuran kecil dan jumlah yang banyak. Pemberian kolkisin dapat menyebabkan perubahan kromosom, jumlah kloroplas, jumlah stomata dan ukuran stomata pada tanaman. Kolkisin mencegah terbentuknya benang-benang spindel pada kromosom sehingga kromosom tidak tertarik kearah kutub dan terjadi penggandaan. Kromosom yang mengganda ini menyebabkan mitosis pada sel-sel embrio menghasilkan peningkatan diferensiasi pada proplastid sehingga menghasilkan tanaman dengan kandungan klorofil yang tinggi. Kadar klorofil yang tinggi pada tanaman menyebabkan bertambahnya jumlah kloroplas pada sel penutup stomata sehingga berdampak pada peningkatan ukuran diameter stomata (Loveless, 1991).
6.2.2 Jumlah Kromosom Kesuna Bali Tanaman kesuna bali merupakan salah satu kultivar lokal bawang putih yang tumbuh di Bali. Jumlah kromosom normal bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah 2n = 16. Perlakuan mutagen kimia kolkisin konsentrasi 20% menyebabkan peningkatan jumlah kromosom kesuna bali 2n = 27 (Tabel 5.6). Hal ini dapat diamsusikan bahwa senyawa kolkisin efektif dalam menghambat proses pembelahan sel (antimitosis) sehingga terjadi peningkatan jumlah kromosom (Addink, 2002). Senyawa kolkisin dapat menghambat terbentuknya benang spindle pada saat mitosis, sehingga kromosom tetap berserakan didalam sel. Pemberian konsentrasi kolkisin yang tinggi dan peredaman dalam jangka waktu yang lama
65
menyebabkan struktur kromosom dalam sel mengalami penggumpalan dan pengkerutan.
Secara
umum
pemberian
senyawa
kolkisin
lebih
efektif
dibandingkan mutagen kimia lain seperti ekstrak etanolik daun tapak dara dalam membuat tanaman poliploid. Hal tersebut mungkin disebabkan karena kolkhisin yang digunakan adalah kolkhisin murni (pure analytic) yang sudah di purifikasi. Sedangkan kandungan vinkristin dan vinblastin pada tapak dara masih tercampur dengan senyawa lain dalam ekstrak etanolik tersebut (Indraningsih, 2010). Pendapat ini didukung oleh penelitian Indraningsih (2008) melaporkan bahwa ekstrak etanolik daun tapak dara dapat menginduksi poliploidisasi bawang merah diploid (2n=16) menjadi autotetraploid (4n=32). Induksi poliploidisasi bawang merah dengan ekstrak etanolik daun tapak dara efektif pada konsentrasi 0,1% dengan perendaman 6, 12, 18, dan 24 jam. Pada penelitian ini diperoleh beberapa kelainan yang diakibatkan oleh kolkisin pada saat pembelahan mitosis (C-mitosis) yaitu kromosom C-anafase (Gambar 5.6). Kelainan mitosis pada saat anafase disebabkan oleh senyawa kolkisin mencegah terbentuknya benang-benang spindel yang menyebabkan kromosom gagal berpisah sehingga terjadi penggandaan jumlah kromosom (Karangiannidou et al., 1995). Penyebab lain yang ditimbulkan pada C-anafase adalah anaphase lag. Anaphase lag merupakan kegagalan kromosom atau kromatid untuk bergabung menjadi satu dalam nukleus sel anakan yang mengikuti pembelahan sel, sebagai hasil dari keterlambatan perpindahan (lagging) selama anafase (Strachan, 1999). Pada peristiwa ini menghasilkan kromosom monoploid dan triploid. Penelitian Ernawiati (2008) menyatakan perendaman pada
66
konsentrasi 50% ekstrak umbi kembang sungsang (Gloriosa superba Lindl.) menyebabkan kelainan-kelainan mitosis seperti C-profase, C-metafase, C-anafase dan C-telofase pada umbi bawang bombay. Senyawa kolkisin dapat menginduksi mutasi secara acak, sehingga memberikan efek yang tidak seragam pada masing-masing sel ditiap individu. Pada beberapa perlakuan kolkisin masih ditemukan individu sel yang tetap diploid (2n). Pada penelitian ini sel-sel yang mengalami penambahan jumlah kromosom atau poliploid hanya ditemukan tipe triploid (3n). Hal ini dimungkinkan karena kromosom yang termutasi memiliki bentuk yang tidak beraturan sehingga sulit dalam melakukan perhitungan. Tipe pentaploid (5n), heksaploid (6n) sampai nonaploid (9n) secara hipotesis masih sangat mungkin terbentuk. Dalam penelitian ini juga terjadi peristiwa delesi dan duplikasi pada kromosom. Duplikasi kromosom menyebabkan penambahan materi genetik pada kromosom sedangkan delesi mengakibatkan berkurangnya jumlah kromosom karena hilangnya segmen-segmen kromosom. Adanya delesi dan duplikasi pada kromosom dapat dibuktikan dari beberapa perlakuan kolkisin yang menghasilkan sel dengan jumlah kromosom yang tidak tepat sebagai kelipatan jumlah dasarnya (haploid). Pada penelitian ini duplikasi kromosom dibuktikan pada perlakuan kolkisin 20% yang menyebabkan tanaman kesuna bali memiliki jumlah kromosom triploid (2n=3x=24). Teori ini didukung oleh penelitian Suminah et al. (2002) menyatakan bahwa pemberian kolkisin 1% mampu memberikan variasi bentuk, ukuran dan jumlah kromosom pada bawang merah (Allium ascalonicum L). Pada level ploidi monoploid (1n) hingga oktaploid (8n), kromosom yang
67
paling sering dijumpai berbentuk metasentris, sedangkan pada individu nonaploid (9n), kromosom yang paling sering dijumpai berbentuk submetasentris. Perhitungan jumlah kromosom dalam penelitian ini dilakukan secara pembulatan, hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan teknis dalam perhitungan. Apabila jumlah kromosom yang dihitung berada diatas atau dibawah kelipatan jumlah kromosom dasar maka dapat diduga telah terjadi delesi atau duplikasi kromosom. Keanekaragaman genetik yang disebabkan oleh mutasi merupakan sumber plasma nutfah untuk program pemuliaan tanaman. Keanekaragaman ini memungkinkan untuk mengetahui banyak karakter gen, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu penemuan kultivar unggul (Anggarwulan et al., 1999 ; Suryo, 1995).
6.2.3 Tanaman Triploid Tanaman triploid merupakan tanaman yang mengandung tiga pasang kromoson (3n). Tanaman triploid terbentuk akibat pembelahan meiosis yang abnormal sehingga menyebabkan gamet memiliki jumlah kromosom ganjil (3n). Pada proses reproduksinya gamet diploid (2n) dibuahi oleh gamet haploid (n) maka akan dihasilkan tanaman yang memiliki keturunan triploid (3n) (Mangoendijdojo, 2003). Jumlah kromosom yang ganjil pada tanaman triploid menyebabkan tanaman mengalami kemandulan (steril). Tanaman triploid pada umunya memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan tanaman diploidnya dan sering dimanfaatkan untuk pengembangan buah tanpa biji seperti semangka dan pisang
68
tanpa biji (Sistina, 2000). Pada hasil penelitian ini didapatkan tanaman kesuna bali triploid (3n) dimana tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap karakter pertumbuhannya. Hasil pada penelitian ini didukung oleh Samadi (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan karakter morfologi antara tanaman semangka diploid dengan triploidnya, hal ini dilihat dari sistem pertumbuhan semangka yang sama-sama merambat, tidak adanya pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman pada umumnya 3-5 m sama seperti tanaman diploidnya. Untuk menghasilkan tanaman kesuna bali poliploid dibutuhkan penggandaan kromosom menjadi tetraploid (4n) dengan peningkatan konsentrasi kolkisin. Karena jumlah kromosom berlipat ganda, maka beberapa sifat tertentu mengalami perubahan, seperti: tanaman lebih kekar, daun-daun lebih lebar dan hijau, buah lebih besar dan kandungan protein meningkat (Kadi, 2007).
6.3 DNA Genomik dan Kondisi PCR-RAPD Isolasi DNA genomik kesuna bali pada elektroforesis pertama
memperlihatkan adanya DNA yang tertinggal pada sumur gel (Gambar 5.4a). Hal ini dikarenakan banyaknya kontaminan berupa polisakarida pada sampel DNA (Pharmawati, 2009). Pada penelitian ini dilakukan pengulangan isolasi DNA genomik sehingga DNA diperoleh dari tiap sampel secara konsisten. Penambahan senyawa pereduksi β-merkaptoetanol digunakan untuk mencegah proses oksidasi senyawa fenolik dengan menghambat aktivitas radikal bebas yang dihasilkan oleh oksidasi fenol sehingga asam nukleat tidak mengalami kerusakan (Prana dan Hartati, 2003) 69
Optimasi PCR-RAPD dengan memodifikasi suhu dan waktu proses denaturasi, annealing dan ekstensi dilakukan untuk mendapatkan hasil intensitas band DNA RAPD yang baik. Suhu denaturasi yang digunakan pada umumnya berkisar antara 930C-950C, apabila suhu denaturasi yang digunakan terlalu tinggi maka akan menurunkan aktivitas DNA polymerase yang akan berdampak pada efisiensi PCR. Sedangkan suhu denaturasi yang rendah dapat menyebabkan denaturasi DNA template tidak sempurna. Suhu annealing yang digunakan dalam proses PCR pada umumnya berkisar antara 370C-600C proses PCR. Penentuan suhu annealing PCR dapat dihitung menggunakan (Tm – 5)oC sampai dengan (Tm + 5)oC berdasarkan panjang basa nukleotida primer yang digunakan. Penggunaan suhu annealing yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi penempelan primer pada template DNA yang mengakibatkan terlepasnya primer dari template DNA sehingga produk PCR tidak terbentuk. Apabila suhu annealing terlalu rendah maka akan terjadi penempelan primer pada templat DNA tidak spesifik sehingga terbentuk produk PCR non spesifik. Suhu ektensi primer pada PCR selalu dilakukan pada suhu 720C (Innis dan Gelfand, 1990 ; Newton dan Graham, 1994). Selain memodifikasi suhu, optimalisasi PCR-RAPD juga dilakukan dengan memodifikasi waktu pada saat proses PCR. Suhu denaturasi yang umum dilakukan umumnya selama 30-90 detik. Waktu denaturasi yang terlalu lama dapat merusak DNA template serta menurunkan aktivitas enzim DNA polymerase. Sedangkan waktu denaturasi yang pendek menyebabkan proses denaturasi menjadi tidak sempurna. Penentuan waktu annealing dapat ditentukan
70
dengan panjang primer. Waktu 30 detik biasanya digunakan untuk panjang primer 18 – 22 sedangkan panjang primer lebih dari 22 basa digunakan waktu 60 detik. Penentuan waktu dalam proses pemanjangan (extension) ditentukan berdasarkan panjang fragmen DNA target. Apabila panjang fragment yang akan diamplifikasi pada kisaran 1 kb (1000bp) diperlukan waktu ekstensi sekitar 1 menit, sedangkan pada kisaran antara 500bp-1000bp diperlukan waktu sekitar 45 detik dan bila kurang dari 500bp hanya diperlukan waktu sekitar 30 detik. Modifikasi waktu dan suhu pada proses PCR-RAPD berhasil menghasilkan produk DNA dengan panjang fragmen DNA yang berbeda pada primer OPA 01 (Gambar 5.6) (Cheng et al., 1994 ; Newton dan Graham, 1997). Konsentrasi buffer PCR dan MgCl2 berpengaruh terhadap intesitas produk PCR-RAPD tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.). Fungsi utama dari buffer PCR adalah menjamin pH medium pada proses PCR-RAPD sehingga dapat menghasilkan intesitas band DNA yang jelas. MgCl2 bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi meningkatkan aktivitas enzim DNA polymerase. Selain itu konsentrasi ion Mg2+ pada MgCl2 berfungsi dalam spesifisitas dan jumlah produk PCR. Apabila konsentrasi MgCl2 yang diberikan terlalu rendah akan menyebabkan tidak munculnya beberapa band DNA serta intesitas yang rendah pada produk RAPD. Konsentrasi MgCl2 yang tinggi dapat mempengaruhi jumlah band yang dihasilkan serta mengakibatkan menurunnya intesitas band tertentu. Konsentrasi MgCl2 berpengaruh dalam meningkatkan interaksi primer dengan template dengan membentuk komplek larut dengan dNTP. Pada penelitian ini konsentrasi MgCl2 2.0 µl (25mM) memberikan hasil terbaik yaitu menghasilkan
71
jumlah band yang maksimal serta intesitas band DNA RAPD yang jelas dan konsisten. Pada proses PCR diperlukan kontrol positif untuk memudahkan pemecahan masalah apabila terjadi hal yang tidak diinginkan sedangkan dan kontrol negatif diperlukan untuk menghindari kesalahan positif semu. Pada penelitian ini kontrol positif digunakan sampel DNA genomik perlakuan kolkisin 20% (P3U3) sedangkan kontrol negatif digunakan aquabidest (ddH2O) (Beck, 1998 ; Harini et al., 2008 ; Innis dan Gelfand, 1990 ; Pharmawati, 2009). Pada penelitian ini jumlah siklus termal PCR-RAPD optimum digunakan 39 X dan 45 X jumlah ini meminimalkan amplifikasi produk RAPD yang tidak spesifik. Peningkatan jumlah siklus termal menyebabkan peningkatan jumlah amplikon dan intesitas band produk RAPD (Ali et al., 2006).
6.4 PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction-Random Amplified Polymorphic DNA) Tanaman Kesuna Bali Pada penelitian ini digunakan lima primer yaitu OPA 01, OPA 02, OPA 14, OPD 04 dan UBC 250 untuk PCR. Amplifikasi DNA kesuna bali berhasil dilakukan dengan menggunakan primer OPA 01 dan UBC 250. Hasil amplifikasi pada primer OPA 01 menghasilkan 3 pola pita DNA mutan kesuna bali, dengan 11 pola pita monomorfik dan 5 pola pita polimorfik yang memiliki ukuran fragmen berkisar 1800bp dan 2000bp (Tabel 5.7). Sedangkan sampel DNA genomik pada perlakuan kontrol, kolkisin 5% dan kolkisin 10% tidak semua berhasil di amplifikasi oleh primer OPA 01. Faktor yang menyebabkan tidak teramplifikasinya sampel DNA genomik pada kontrol, kolkisin 5% dan kolkisin 10% adalah ketidak cocokan sampel DNA genomik dengan primer yang 72
digunakan. Hal ini dikarenakan senyawa kolkisin mengakibatkan mutasi pada tanaman kesuna bali telah sehingga menyebabkan perubahan struktur sekuen DNA spesifik (Caetano-Anollés, 2004). Pada penelitian ini primer UBC 250 berhasil mengamplifikasi kedua puluh empat sampel DNA genomik tanaman kesuna bali. Keseluruhan sampel yang berhasil diamplifikasi menghasilkan pola pita polimorfik dan monomorfik dengan ukuran fragment berkisar antara 600bp-1800b (Tabel 5.8). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa kolkisin menyebabkan terjadinya mutasi titik seperti insersi atau delesi kecil di sekitar daerah binding primer yang mengakibatkan perubahan panjang DNA sekuennya (Udupa dan Baun, 2001). Pada penelitian ini, perlakuan kolkisin 20% dengan primer OPA 01 dan UBC 250 menghasilkan lebih banyak jumlah pita polimorfik dibandingkan perlakuan kolkisin lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Liu, et al. (2009), pada induksi poliploid tanaman Eucalyptus globulus, dihasilkan pola RAPD yang polimorfik tidak proporsional dengan perubahan jumlah kromosom.
Hal ini dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah primer yang digunakan sehingga tidak mencakup seluruh genom. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keanekaragaman fenotipik tanaman kesuna bali dapat dikolerasikan dengan keanekaragman pola pita DNA yang dihasilkan dan terkait juga dengan perubahan sekuens DNA (mutasi) yang dimunculkan pada masing-masing perlakuan konsentrasi kolkisin. Pendeteksian ini harus dilanjutkan pada tingkat gen agar benar-benar di dapatkan bukti
73
keterkaitan antara perubahan struktur morfologi dengan pita-pita DNA genomik yang dihasilkan.
6.5 Pengelompokan Tanaman Kesuna Bali Hasil Perlakuan Kolkisin Poliploid Berdasarkan Penanda RAPD Konsentrasi kolkisin 10% dan 20% yang digunakan menyebabkan perubahan basa sekuen DNA. Hal ini terlihat dari posisi tanaman hasil perlakuan kolkisin 10% dan 20% terpisah dari kontrol dan perlakuan kolkisin 5%. Posisi tanaman kesuna bali pertama dan keenam hasil perlakuan kolkisin 20% membentuk kelompok tersendiri, terpisah dari tanaman kesuna bali yang lainnya. Konsentrasi kolkisin yang tinggi dapat menyebabkan auto multiplikasi kromosom secara tidak teratur (Setiawan, 2012). Kondisi ini dapat menyebabkan mutasi kromosom terutama delesi salah satu kromosom, maka dari itu pada penelitian ini dihasilkan kromosom dengan jumlah yang ganjil yaitu triploid (2n=3x=24). Berdasarkan dendogram similaritas (Gambar 5.12) perlakuan kontrol dengan kolkisin 5% mengelompok pada IS 0.35, peristiwa ini menunjukkan bahwa tanaman kesuna bali yang diberi perlakuan tersebut masih tidak berbeda jauh secara fenetik. Persamaan ini kemungkinan disebabkan oleh tanaman kesuna bali kontrol yang ikut mengalami mutasi. Selain induksi dengan mutagen kimia, mutasi juga dapat disebabkan oleh radiasi sinar uv (Soedjono, 2003). Sinar UV yang berlebihan dapat mengganggu aktivitas DNA suatu spesies. genetik atau melakukan proses mutasi (Tamarin, 1995). Menurut Ginting (2010) penggunaan energi lampu UV sampai 60 watt selama 4 jam menyebabkan penurunan tinggi
74
tanaman, panjang dan lebar daun, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman Caladium bicolor (W.Ait). Sinar UV sangat berpengaruh terhadap perkembangan sel. Sel merupakan satuan hidup terkecil yang dapat menderita akibat radiasi. Tanggapan sel atau jaringan terhadap radiasi berbeda-beda, baik yang menyangkut perubahan derajat ketahanan hidup, mutasi ataupun karsinogen (Soedjono, 2003).
75
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dapat dibuat simpulan sebagai berikut. 1. Perlakuan konsentrasi kolkisin 5%, 10% dan 20% dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang daun pada awal pertumbuhan tanaman sedangkan jumlah daun kesuna bali meningkat akibat perendaman dengan kolkisin 20% pada umur 10 MST. Perlakuan konsentrasi kolkisin 5%, 10% dan 20% tidak berpengaruh terhadap berat kering umbi kesuna bali. 2. Perlakuan konsentrasi kolkisin 5%, 10% dan 20% berpengaruh terhadap indeks stomata. Kolkisin menyebabkan penurunan indeks stomata. 3. Pada penelitian ini ditemukan kromosom triploid (3n) pada konsentrasi kolkisin 20%. 4. Terdapat perbedaan pola pita DNA hasil amplifikasi dengan marka dengan primer OPA 01 dan UBC 250 antara tanaman kontrol dengan tanaman hasil pemberian kolkisin. 5. Pada primer OPA 01 terdapat pengelompokan antara perlakuan kontrol dengan variasi kolkisin yang diberikan. Hal ini terjadi mutasi pada tanaman kontrol akibat terpapar oleh sinar UV.
76
7.2 Saran Saran yang direkomendasikan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Penelitian sebaiknya dilakukan di dataran tinggi karena sesuai dengan tempat tumbuh tanaman kesuna bali, sehingga akan menghasilkan tanaman kesuna bali poliploid yang lebih optimal. 2. Dilakukan
optimasi
PCR
untuk
beberapa
primer
supaya
mendapatkan primer yang tepat dalam mendeteksi tanaman kesuna bali mutan.
77
DAFTAR PUSTAKA Addink, W. 2002. Colchicine: use in plant breeding work to induce mutation (poliploidy). Available from: http://actahort.org/books/502/502-27.htm. Opened at: 18.09.2014. 08.45. Ajijah, N dan Bermawi, N. 2003. Pengaruh Kolkisin terhadap Pertumbuhan dan Produksi Dua Tipe Kencur (Kampferia galanga Linn.). Buletin Tanaman Rempah dan Obat 14 (1): 46-55. Ali. B.A., T.H. Huang, H.H. Salem, Q.D. Xie. 2006. Influence of Thermal Cycler day-to-day Reproducibility of Random Amplified Polymorphic DNA Fingerprints. Jurnal Biotechnology 5 (3): 324-329. Al-Zahim, A., Newbury, H.J., Lloyd, B.V.F. 1997. Classification of Genetic Varioation in Garlic (Allium sativum L.) Revealed by RAPD. HortScience 32 (6):1102-1104. Anggarwulan, E., N. Etikawati, dan A.D. Setyawan.1999. Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae). BioSMART 1 (2): 13-19. Asif , M. J., Mak, C dan Yasmin, O. R. 2000. Polyploid Induction in a Local Wild Banana (Musa acuminata ssp. Malaccenis). Journal of Biological Sicences 3 (5): 740-743. Badan Pusat Statistika. 2012. Laporan Perekonomian Indonesia: Jakarta. Bakhtiar dan Nurzuhairawaty, 2002. Perubahan Beberapa Karakter Cabai Besar (Capsicum annum L) akibat Pemberian Kolkisin. Agrosains 1-6: 14115786. Barnes, J., Anderson, L.A and Philips, J.D. 2007. Herbal Medicines, 3th ed. Pharmaceutical Press. London. Beck, S., 1998. High Fidelity PCR : Enhancing the Accuracy of DNA Amplification. The Scientist 12 (1) : 19-20.
78
Brar, D.D. 2002. Moleculer Marker Assited Breeding. In: Moleculer Technique in Crop Improvement (edited by S.M. Jain, D.S.Brar, and B.S. Ahloowalia). Kluwer Academic Publisher. London. Brodelius P, Pedersen H. 1994. Increasing Secondary Metabolite Production in Plant Cell Culture by Redirecting Transport. Trends in Biotechnology 11 (1): 30-36. Chahal, G.S. dan Gosal, S.S. 2002. Principles and Procedures of Plant Breeding Biotechnological and Conventional Approaches. Alpha Science International Ltd. Harrow, United Kingdom. Cheng, S., Fockler, C., Barnes, M.W., and Higuchi, R., 1994. Effective Amplification of Long Target from Cloned Inserts and Human Genomic DNA. Proceeding National Acadademy of Science USA 91 : 5695-5699. Ciuca, M., Maria, P., dan Monica, L. 2004. RAPD Markers from Polymophism Identification in Parasitic Weed Orobanche Curumana Wallr. Agricultural Research and Development Institute 21: 29-32. Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan (Diterjemahkan oleh Lilik Kusdiarti). Cet-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Doyle, J.J., Doyle J.L. 1990. Isolation of Plant DNA from Fresh Tissue. Focus 12: 13-15. Eigsti, O.J. and P. Dustin. 1995. Colchicine in Agriculture, Medicine, Biology, and Chemistry. The Lowa State College Press. Lowa. Ernawiati, E. 2008. Efek Mutagenik Umbi Kembang Sungsang (Gloriosa superba Lindl.) terhadap Pembelahan Sel Akar Umbi Bawang Bombay. Jurnal Sains Mipa 14 (2) : 129-132. Escand, A..S., Miyajima, I., Alderete, M., Hagiwara, J.C., Facciuto, G., Mata, D., Soto, S.M. 2005. Wild Ornamental Germplasm Exploration and Domestication Based On Biotechnological approaches. In Vitro Kolkhisin Treatment to Obtain a New Cultivar of Scoparia Montevidiensis. Electron. Jurnal of Biotechnology 8 (2): 205-211.
79
Fernandes, T.C.C., Mazzeo, D.E.C., Marin Morales, M.A. 2007.Mechanism of micronuclei formation in polyploidizated cells of Allium cepa exposed to trifluralin herbicide. Pesticide Biochemistry and Physiology. v. 88, p. 252259. Gardner, F.P., Pearce R.B., dan Mitchell, L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. Ginting LN, 2008. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Kolkhisin terhadap Pertumbuhan dan Peningkatan Produksi Tanaman Kacang Tanah (arachis hypogaea). Available from :http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/25006. Opened at : 20.11.2011. Harborne, J.B., 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Modern Cara Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung. Hardiyanto, Devy, NF., dan Supriyanto, A. 2007. Eksplorasi, Karakterisasi, dan Evaluasi Beberapa Klon Bawang Putih Lokal. Jurnal Hortikultura 17 (4): 307-313. Harini, S.S., M., Leelombika, M.N., Shiva, K., Sathyanarayana, N. 2008. Optimization of DNA Isolation and PCR-RAPD methods for Molecular analysis of Urginea indica Kunth. International International Jurnal of Intergrative Biology (2) 2: 138-142. Haryanti, S., R.B. Hastuti, N. Setiari, A. Banowo. 2009. Pengaruh Kolkisin Terhadap Pertumbuhan, Ukuran Sel Metafase Dan Kandungan Protein Biji Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata (L) Wilczek). Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi 10 (2) :112-120. Haryanto, Fransiskua Fendi. 2010. Analisis Kromosom dan Stomata Tanaman Salak Bali (Salacca zalacca var. amboinensis (Becc.) Mogea), Salak Padang Sidempuan (S. sumatrana (Becc.)) dan Salak Jawa (S.zalacca var. zalacca (Becc) Mogea)). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Henuhili V. dan Suratsih, 2003. Genetika. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
80
Herman, Irma, I.N., dan Dewi, I.R. 2013. Pengaruh Mutagen Kolkisin pada Biji Kcang Hijau (Vigna radiata L.) terhadap Jumlah Kromosom dan Pertumbuhan. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas dan Ekologi Tropika Indonesia (BioETI) Universitas Andalas: Padang. Hermansyah, Y., dan Inoriah, E. 2009. Penggunaan Pupuk Daun dan Manipulasi Jumlah Cabang yang Ditinggalkan pada Panen Kedua Tanaman Nilam. Jurnal Akta Agrosia 12 (2): 194-203. Hidayati, R.S. 2009. Analisis Karakteristik Stomata, Kadar Klorofil dan Kandungan Logam Berat pada Daun Pohon Pelindung Jalan Kawasan Lumpur Porong Sidoardjo. Skripsi. Fakultas Sinstek dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang: Malang. Hilman, Y., Achmad H., dan Suwandi. 1997. Monograf no 7. Budidaya Bawang Putih di Dataran Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura. Hindarti, N.W. 2002. Lama Perendaman dan Konsentrasi Kolkhisin pada Poliploidisasi Bawang Putih. Skripsi Sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran: Yogyakarta. Hoon-Lim S, Peng Teng PC, Lee Y.H, and Goh CJ. 1999. RAPD Analysis of Some Species in the Genus Vanda (orchidaceae). Annals of Botany 83: 193-196. Indraningsih, E. 2008. Induksi Poliploidisasi Bawang Merah (Allium cepa L.) dengan Ekstrak Etanolik Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus [L] G. Don.). Seminar. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Indraningsih, E. 2010. Analisis Fenotipe dan Ploidi Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Hasil Perlakuan Ekstrak Etanolik Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus [L] G. Don.). Skripsi Sarjana pada Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Innis, A.M., and Gelfand, H.D. 1990. Optimization of PCRs. In the: PCR Protocols :A Guide to Methods and Applications. Academic Press Inc, San Diego, California.
81
Jurčák. J. 1999. A Modification to the Acetocarmine Method of Chromosomes Colouring in the School Practice. Biologica 37: 7-14. Jusuf, A.A. 2009. Histoteknik Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kadi, A. 2007. Manipulasi Poliploidi untuk Memperoleh Jenis Baru yang Unggul. Oseanografi 32 (4): 1-11 Karangiannidou, T.H., Elephteriou, E.P., Tsekos, I., Galatis B. dan Apostolakos P.1995. Colchichine induced Paracrystals in Root Cells of Weath (Triticum aestivum L.). Annals of Botany 76 (1): 23-30. Kehr. A. 2001. Tetraploidy Convension: An Easy and Effective Method On Colchicine Treatment. http://members.tripod.com/h_syiacus/tetraploidy. Kemper, J. Kathi. 2000. Garlic. Longwood Herbal Task Force, pp.3. Kristianto, B.A., B. Sukamto dan Karno. 2001. Poliploidasi Rumput Makanan Ternak dalam Rangka Mendapatkan Rumput Unggul. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis (Edisi Spesial): 172-180. Lamina,1990. Petunjuk Teknik Budidaya Bawang Putih. CV. Simplek. Jakarta. Lestari, E.G. 2006. Hubungan antara Kerapatan Stomata dengan Ketahanan Kekeringan pada Somaklon Padi Gajahmungkur, Towuti, dan IR 64. Biodiversitas 7(1): 44-48. Liu, G., Z. Li., dan Bao, M. 2007. Colchicine-Induced Chromosome Doubling in Plantanus Acefolia and Its Effect on Plant Morphology. Euphytica 159: 249-258. Loveless, A.R., 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik, Jilid 1 , Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lu, C. dan Bridgen, M.P. 1997. Chromosome Doubling and Fertility Study of Alstroemeria aurea x A. caryophyllea. Euphytica 94: 75-81. Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius: Yogyakarata.
82
Mansyurdin, H. dan Murni, D. 2004. Induksi Tetraploid pada Tanaman Cabai Merah Keriting dan Cabai Rawit dengan Kolkisin. Stigma 7 (3): 297-300. Marpaung, D. T. 2010. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dan Bawang Putih (Allium sativum L.) di desa Harian dan desa Sitinjak Kecamatan Onan Rungu Kabupaten Samosir. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. (serial online), November., [cited 2013 Ags. 15]. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/ 123456789/pdf. Mirna, W. J. 2011. Keanekaragaman Bakteri Toleran Uranium Pada Limbah Uranium Cair Fasa Organik TPB-Kerosin. Skripsi Sarjana Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta. Morejohn, L.C. 1991. The Molecular Pharmacology of Plant Tubulin and Microtubules. In: The Cytoskeletal Basis of Plant Growth and Form, edited by C.W. Lioyd. Academic Press. London. Murfadalina.1997. Pengaruh Kolkisin dan Lama Perendaman Terhadap Jumlah Kromosom, Indeks Stomata dan Kandungan Protein Polong Kapri (Pisum sativum). Skripsi Sarjana Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. Nala, N. 2004. MULA dan KANDA (Umbi dan Rimpang). (serial online), NovDe., [cited 2013Ags.07] Available from : http://www.parisada.org/ index. php?option=com_content&task=view&id=968&Itemid=80. Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetik Tanaman.Citra Aditya Bakti. Bandung. Newton, C.R., and Graham,A., 1997, PCR, 2nd edition, BIOS Scientific Publisher Limited, New York. United Kingdom. Nurwanti, L. 2010. Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin Pada Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) secara In vitro. Skripsi Sarajana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor. Palit, J.J. 2008. Teknik Perhitungan Jumlah Stomata Beberapa Kultivar Kelapa. Teknik Litkayasa Pelaksanaan Lanjutan pada Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain. Buletin Teknik Pertanian 13 (1) : 9-11. 83
Parjanto, S. Moeljopawiro, W.T. Artama dan A. Purwantoro. 2003. Kariotip Kromosom Salak. Zuriat 14 (2) : 21-28. Parvin, L., Haque, M.S., Al Munsur, M.A.Z., dan Begum, S.N. 2008. Detection of Somaclonal Variation in Garlic (Allium sativum L.) by RAPD markers. Bangladesh. Jurnal of Crop Science 19(1): 35-42. Permadi, A.H., Cahyani, R., Syarif, S. 1991. Cara Pembelahan Umbi, Lama Perendaman dan Konsentrasi Kolkisin Pada Poliploidasi Bawang Merah ‘Sumenep’. Zuriat 2: 17-26. Permatasari, D. 2007. Evaluasi Keragaman Fenotipe Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana BERTONI M) Klon Zweeteners Hasil Mutasi Kromosom dengan Kolkisin. Skripsi Institut Pertanian Bogor (serial online), Oktober., [cited 2013 Ags. 25] Available from : http://repository.ipb.ac.id/bitsream/ handle/123456789/44817A10lnu-8.pdf. Perwati, L.K. 2009. Analisis Derajat Ploidi dan Pengaruhnya Terhadap Variasi Ukuran Stomata dan Spora pada Adiantum raddianum. BIOMA 11 (2):3944. Pharmawati, M, Defiani, R. 2009. Perubahan Genetik Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L) dengan Pemberian Kafein. Laporan Penelitian Fundamental. Universitas Udayana: Badung. Pharmawati, M. 2009. Optimalasi Ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada Grevillea spp. (Proteaceae). Jurnal Biologi 13 (1): 12-16. Prana, T.K., N.S. Hartati. 2003. Identifikasi Sidik Jari DNA Talas (Colocasia esculenta L. Schott) Indonesia dengan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA): Skrining Primer dan Optimalisasi Kondisi PCR. Jurnal Natur Indonesia 5 (2) : 107-112. Pratimi, A. 1995. Perbedaan potensi bakteriostatik antara Bawang Putih Umbi tunggal dengan Bawang Putih umbi banyak terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Skripsi Sarjana pada Fakultas MIPA Universitas Diponegoro: Semarang.
84
Prematilake, D.P. 2005. Inducing Genetic Variation of Innala (Solanostemon rotundifolius) via In Vitro Callus Culture. Jurnal 0f the National Science Foundation of Sri Lanka 33: 123-131. Purwantoro, A., Ambarwati, E., Puspasari, D. 2007. Perbaikan Karakter Bunga Kertas (Zinnia spp.) sebagai Salah Satu Komoditas Bunga Potong Melalui Induksi Poliploidasi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada. (serial online), Januari., [cited 2013 Ags. 27] Available from : http://lib.ugm.ac.id/digitasi/ upload/3043_MU. 121000047-aziz.pdf. Purwati. 2009. Evaluasi Lapangan Keragaman Genotipe-Genotipe Somaklonal Artemisia (Artemisia annua L.) Hasil Induksi Sinar Gamma. Skripsi Sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor. Puspita, D.S., Ashari, S., Haryono, D. 2010. Respon Awal Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Durian (Durio zhibetinus Murr.) Terhadap Pemberian Pupuk Anorganik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Malang. Putri, L.A.P., Basyuni, K.H.M dan Setyo, I.E. 2013. Analisis Awal : Pemakaian Marka Molekuler RAPD untuk Pendugaan Keragaman Genetik Plasma Nutfah Aren Sumatera Utara. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Pusat Penelitian Kelapa Sawit Prosiding Seminar Nasional Agroforestri. Rahayu, E. dan Berlian, N. 1999. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. Ramella, M.S., Mariela, A.K., Caroline, T., dan Ana, C.M.A. Optimization of Random Amplified Polymorphic DNA Protocol for Molecular Identification of Lophius gastrophysus. Jurnal Food Science and Technology (Campinas) 25 (4): 733-735. Ritonga, A.W., dan Wulansari, A. 2011. Pengaruh Kolkisin Terhadap Kromosom Ujung Akar Bawang Merah. (serial online), Des-Jan., [cited 2013 Jul. 20] Available from : http://aryaagh.files.wordpress.com/2011/01/pengaruhkolkisin.pdf. Rose, J.B., Kubba J san Tobutt, K.R. 2000. Induction of tetraploid in Buddleia globusa. Jurnal of Plant Biotechnology 63 (2): 121-125. 85
Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 (Diterjemahkan oleh D.R. Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung. Bandung. Samadi, B. 2007. Seri Budi Daya Pengenalan Semangka Tanpa Biji. Kanisius. Yogyakarta. Saputra, E.H., Lita S., Respatijarti. 2014. Aplikasi Kolkhisin Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Benih Sawi (Brassica rapa). Jurnal Produksi Tanaman 1 (6): 501-505. Sarwadana, S.M., dan Gunadi, I. G. A. 2007. Potensi Pengembangan Bawang Putih (Allium Sativum L.) Dataran Rendah Varietas Lokal Sanur. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Agritrop 26 (1): 19 – 23. Setyowati, M., Endang, S.,dan Aziz Purwantoro. 2013. Induksi Poliploidi dengan Kolkisin pada Kultur Meristem Batang Bawang Wakegi (Allium x wakegi Araki). Jurnal Ilmu Pertanian 16 (1) : 58-76. Sistina, Y. 2000. Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Universitas Soedirman: Purwokerto. Sitompul, S.M, dan B. Guritno., l995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam Pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22 (2) : 70-78. Soesanti, N. dan Setyawan, A.D. 2000. Petunjuk Praktikum Mikroteknik Hewan dan Tumbuhan. Jurusan Biologi FMIPA UNS: Surakarta. Sofia, D. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Mentimun (Cucumis sativus L) dengan Mutagen Kolkisin. (serial online), Juli., [cited 2013 Ags. 25] Available from : http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/pdf. Solichatun, Nurhidayah, dan E. Anggarwulan. 2003. Analisis Pertumbuhan, Stomata, Kandungan Klorofil, dan Karotenoid Daun Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Atlantik dan Granola di Sekitar Kawah Sikidang, Dieng. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. BioSmart 5 (1) : 38-42. 86
Strachan T dan Andrew P.R. 1999. Human Molecular Genetic 2nd Edition. BIOS Scientific Publishers Ltd. New York, United Kingdom. Suharni, S. 2004. Evaluasi Morfologi, Anatomi, Fisiologi, dan Sitologi Tanaman Rumput Pakan yang Mendapat Perlakuan Kolkisin. Tesis Universitas Diponegoro. (serial online), Juni., [cited 2013 Ags. 27] Available from : http://eprints.undip.ac.id/12975/1/2005MIT3523/pdf. Suliartini N., A. Purwantoro, E. Sulistyaningsih. 2004. Keragaman Genetik dalam Spesies Caladium bicolor Berdasarkan Analisis Kariotipe. Agrosains. 17 (2) : 235-244. Suminah, Sutarno, A., Setyawan, D. 2002. Induksi poliploidi bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin. Biodiversitas 3 (1) : 174 – 180. Suprihati, D., Elimasni, E., dan Sabri. 2007. Identifikasi karyotipe terung belanda (Solanum betaceum Cav.) kultivar Brastagi Sumatera Utara. Jurnal Biologi Sumatera Utara 2(1): 7 –11. Suriana, N. 2011. Bawang Bawa Untung Budi Daya Bawang Merah dan Bawang Putih. Cahaya Alam Pustaka. Yogyakarta. Suryo, 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Suryo. 2007. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Syaifudin, A., Evie Ratnasari, Isnawati. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Kolkhisin terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum annum) Varietas Lado F1. Jurnal LenteraBio 2 (2) :167171. Syamsiah, I.S. dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Agromedia pustaka. Jakarta. Tamarin, R. 1995. Principles of Genetics.Third Edition. Boston., pp. 452-454. Thomson, H. 2007. PDR for Herbal Medicine (garlic), 4th ed. Montvale: Thomson Health Care Inc., pp. 345-346.
87
Udupa S, Baum M. 2001. High Mutation Rate and Mutation Bias at (TTA) and Microsatellite Loci in Chickpea (Cicer arietenum L.). Jurnal Molecular Genetics Genomic 265:1097-1103. Volk, G.M., Henk, A.D., Richards, C.M. 2003. Diversity of Garlic Accessions within the National Plant Gerplasm System. HortScience 38: 736-741. Wibowo, S. 2006. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay. Edisi Penerbit Swadaya. Jakarta. Wiendra, N.M.S., Pharmawati, M., dan Astiti, N.P.A. 2011. Pemberian Kolkhisin Dengan Lama Perendaman Berbeda Pada Induksi Poliploidi Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L.). Jurnal Biologi 15 (1): 9-14. Wijaya, M.A., Anindita, R., dan Setiawan, B. 2014. Analisis Volatilitas Harga Volalitilitas Spillover dan Trend Harga Pada Komoditas Bawang Putih (Allium sativum L.). AGRISE 14 (2): 128-143 Yuniasih. 2011. Anatomi Akar, Batang, Daun dan Kandungan Gizi Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Kultivar Melodi Gama-1 Hasil Poliploidasi I dengan Bio-Catharantine. Tesis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. (serial online), Agustus., [cited 2013 Ags. 26] Available from : http://www .google.co.id/DownloadFile%2D2529-H-2011.pdf. Yusdar, H., Achmad, H., dan Suwandi. 1997. Budidaya Bawang Putih di Dataran Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung. Monograf No. 7. pp. 8-13. Zainudin, A. 2006. Optimasi Proses PCR Pada PLB Tanaman Anggerk Onicidium Hasil Perlakuan Penetesan Mutagen Kimia Kolkisin. Gamma 1 (2) : 155-161.
88
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 2 Minggu
One Way Anova Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Std. Mean Deviation 3.2367 .43610 4.0000 .50192 4.1250 .44076 3.9467 .15161 3.8271 .51861
Std. Error .17804 .20491 .17994 .06190 .10586
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound Minimum Maximum 2.7790 3.6943 2.75 3.83 3.4733 4.5267 3.30 4.83 3.6625 4.5875 3.58 4.67 3.7876 4.1058 3.70 4.12 3.6081 4.0461 2.75 4.83
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2.889 3.297 6.186
Df
Mean Square 3 .963 20 .165 23
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 2 P0 6 3.2367 P3 6 3.9467 P1 6 4.0000 P2 6 4.1250 Sig. 1.000 .871 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
89
F 5.843
Sig. .005
Lampiran 2. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 6 Minggu
One Way Anova Perlakuan
N P0 P1 P2 P3 Total
6 6 6 6 24
Std. Std. Mean Deviation Error 17.4667 2.73492 1.11653 18.3944 1.47745 .60317 18.2833 1.85209 .75611 18.4972 1.28795 .52580 18.1604 1.83855 .37529
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound Minimum Maximum 14.5965 20.3368 13.10 21.35 16.8440 19.9449 17.03 21.08 16.3397 20.2270 16.67 20.90 17.1456 19.8488 16.70 20.38 17.3841 18.9368 13.10 21.35
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 3.988 73.758 77.746
Df
Mean Square 3 1.329 20 3.688 23
Tukey HSD Perlakuan
Subset for alpha = 0.05 N 1 P0 6 17.4667 P2 6 18.2833 P1 6 18.3944 P3 6 18.4972 Sig. .790 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
90
F .360
Sig. .782
Lampiran 3. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 10 Minggu
One Way Anova Perlakuan
N P0 P1 P2 P3 Total
6 6 6 6 24
Std. Std. Mean Deviation Error 25.70 3.197 1.305 26.42 2.017 .823 26.66 1.776 .725 26.85 1.846 .753 26.40 2.175 .444
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound Minimum Maximum 22.34 29.05 20 30 24.30 28.53 24 29 24.79 28.52 25 29 24.91 28.78 23 29 25.49 27.32 20 30
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 4.565 104.256 108.821
Df
Mean Square 3 1.522 20 5.213 23
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 P0 6 25.70 P1 6 26.42 P2 6 26.66 P3 6 26.85 Sig. .819 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
91
F .292
Sig. .831
Lampiran 4. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 14 Minggu One Way Anova Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N Mean 6 36.32 6 37.56 6 41.98 6 41.48 24 39.33
Std. Std. Deviation Error 3.541 1.446 4.728 1.930 1.522 .621 2.835 1.157 4.005 .818
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound Minimum Maximum 32.61 40.04 32 41 32.60 42.52 30 43 40.38 43.58 39 43 38.50 44.45 37 44 37.64 41.03 30 44
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 142.771 226.222 368.993
Df
Mean Square 3 47.590 20 11.311 23
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 2 P0 6 36.32 P1 6 37.56 37.56 P3 6 41.48 41.48 P2 6 41.98 Sig. .067 .137 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
92
F 4.207
Sig. .018
Lampiran 5. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 2 Minggu One Way
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Mean 1.0000 1.0278 1.1389 1.1389 1.0764
Std. Deviation .00000 .06804 .12545 .12545 .10966
95% Confidence Interval for Mean Std. Lower Upper Error Bound Bound .00000 1.0000 1.0000 .02778 .9564 1.0992 .05122 1.0072 1.2705 .05122 1.0072 1.2705 .02238 1.0301 1.1227
Minimum 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Maximum 1.00 1.17 1.33 1.33 1.33
F 3.547
Sig. .033
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .096 .181 .277
Df 3 20 23
Mean Square .032 .009
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 1 1.0000 1.0278 1.1389 1.1389 .085
Perlakuan N P0 6 P1 6 P2 6 P3 6 Sig . Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
93
Lampiran 6. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 6 Minggu One way Anova Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Std. Mean Deviation 3.8867 .27149 4.0867 .20412 4.1383 .19477 4.2500 .31324 4.0904 .26969
Std. Error .11084 .08333 .07952 .12788 .05505
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound Minimum Maximum 3.6018 4.1716 3.50 4.33 3.8725 4.3009 3.67 4.17 3.9339 4.3427 3.83 4.33 3.9213 4.5787 3.83 4.67 3.9765 4.2043 3.50 4.67
ANOVA Sum of Squares Between Groups .416 Within Groups 1.257 Total 1.673
Df 3 20 23
Mean Square .139 .063
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 P0 6 3.8867 P1 6 4.0867 P2 6 4.1383 P3 6 4.2500 Sig. .089 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
94
F 2.205
Sig. .119
Lampiran 7. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 10 Minggu
One Way Anova Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 4.5686 5.4881 5.2601 6.1299 5.2993 6.1474 5.1686 6.6114 5.3414 5.8269
Std. Std. Mean Deviation Error 5.0283 .43811 .17886 5.6950 .41438 .16917 5.7233 .40406 .16496 5.8900 .68746 .28065 5.5842 .57492 .11736
Minimum Maximum 4.67 5.83 5.00 6.17 5.17 6.17 5.00 6.83 4.67 6.83
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2.605 4.998 7.602
df
Mean Square 3 .868 20 .250 23
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 2 P0 6 5.0283 P1 6 5.6950 5.6950 P2 6 5.7233 5.7233 P3 6 5.8900 Sig. .108 .905 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
95
F 3.475
Sig. .035
Lampiran 8. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 14 Minggu One Way Anova Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Std. Mean Deviation 3.6650 .41980 3.9150 .84984 4.5017 .31518 4.2500 .60508 4.0829 .63439
Std. Error .17138 .34695 .12867 .24702 .12949
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound Minimum Maximum 3.2244 4.1056 3.17 4.33 3.0231 4.8069 2.33 4.67 4.1709 4.8324 4.17 5.00 3.6150 4.8850 3.33 5.00 3.8150 4.3508 2.33 5.00
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2.437 6.820 9.256
df
Mean Square 3 .812 20 .341 23
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 P0 6 3.6650 P1 6 3.9150 P3 6 4.2500 P2 6 4.5017 Sig. .094 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
96
F 2.382
Sig. .100
Lampiran 9. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 2 Minggu One Way Anova Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Std. Mean Deviation Std. Error 1.5867 .14067 .05743 1.9500 .22244 .09081 2.1133 .39124 .15972 2.2117 .02401 .00980 1.9654 .32783 .06692
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 1.4390 1.7343 1.7166 2.1834 1.7028 2.5239 2.1865 2.2369 1.8270 2.1038
Minimum Maximum 1.42 1.77 1.77 2.38 1.75 2.75 2.18 2.25 1.42 2.75
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.357 1.115 2.472
df 3 20 23
Mean Square .452 .056
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 2 P0 6 1.5867 P1 6 1.9500 1.9500 P2 6 2.1133 P3 6 2.2117 Sig. .065 .252 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
97
F 8.118
Sig. .001
Lampiran 10. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 6 Minggu
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Mean 12.0533 12.6500 12.4000 12.3200 12.3558
One way Anova 95% Confidence Interval for Mean Std. Lower Upper Deviation Std. Error Bound Bound 1.78754 .72976 10.1774 13.9292 .62843 .25655 11.9905 13.3095 1.22015 .49812 11.1195 13.6805 1.34245 .54805 10.9112 13.7288 1.24225 .25357 11.8313 12.8804
Minimum Maximum 9.80 14.13 11.83 13.75 10.55 14.00 11.25 14.65 9.80 14.65
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.088 34.406 35.493
df 3 20 23
Mean Square .363 1.720
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 P0 6 12.0533 P3 6 12.3200 P2 6 12.4000 P1 6 12.6500 Sig. .859 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
98
F .211
Sig. .888
Lampiran 11. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 10 Minggu One Way Anova Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Std. Std. Mean Deviation Error 21.7017 1.72369 .70369 22.3117 1.29073 .52694 22.1267 .68960 .28153 22.1967 1.57125 .64146 22.0842 1.30521 .26643
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 19.8928 23.5106 20.9571 23.6662 21.4030 22.8504 20.5477 23.8456 21.5330 22.6353
Minimum Maximum 19.63 23.92 20.13 23.75 21.23 22.97 19.65 23.93 19.63 23.93
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.275 37.907 39.182
df 3 20 23
Mean Square .425 1.895
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 P0 6 21.7017 P2 6 22.1267 P3 6 22.1967 P1 6 22.3117 Sig. .868 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
99
F .224
Sig. .878
Lampiran 12. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 14 Minggu
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Mean 30.4183 28.9183 30.7733 29.3650 29.8688
One Way Anova 95% Confidence Interval for Mean Std. Lower Upper Deviation Std.Error Bound Bound Minimum Maximum 4.22287 1.72398 25.9867 34.8500 26.25 36.00 7.13207 2.91166 21.4337 36.4030 16.08 35.08 3.14081 1.28223 27.4773 34.0694 25.55 34.88 3.99732 1.63190 25.1701 33.5599 22.63 33.30 4.59856 .93868 27.9269 31.8106 16.08 36.00
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 13.664 472.711 486.375
df 3 20 23
Mean Square 4.555 23.636
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 P1 6 28.9183 P3 6 29.3650 P0 6 30.4183 P2 6 30.7733 Sig. .910 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
100
F .193
Sig. .900
Lampiran 13. Hasil Anova Berat Umbi Kering Kesuna Bali
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Mean 1.1611 1.3139 1.8361 1.1444 1.3639
Descriptives 95% Confidence Interval for Mean Std. Std. Lower Upper Deviation Error Bound Bound .73648 .30067 .3882 1.9340 .42340 .17285 .8696 1.7582 .34049 .13901 1.4788 2.1934 .52405 .21394 .5945 1.6944 .56913 .11617 1.1236 1.6042
Minimum .00 .80 1.43 .53 .00
Maximum 1.90 2.08 2.23 1.67 2.23
F 2.264
Sig. .112
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.889 5.561 7.450
df 3 20 23
Mean Square .630 .278
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 P3 6 1.1444 P0 6 1.1611 P1 6 1.3139 P2 6 1.8361 Sig. .138 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
101
Lampiran 14. Hasil Anova Indeks Stomata Kesuna Bali One Way Anova Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 36 36 36 36 144
Mean .2098 .1676 .2041 .1786 .1900
Std. Deviation .01973 .02507 .01267 .02779 .02802
Std. Error .00329 .00418 .00211 .00463 .00233
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound .2031 .2165 .1591 .1761 .1998 .2084 .1692 .1880 .1854 .1946
Minimum .17 .12 .18 .10 .10
Maximum .24 .20 .23 .22 .24
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .044 .068 .112
df 3 140 143
Mean Square .015 .000
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 1 2
Perlakuan N P1 6 .1676 P3 6 .1786 P2 6 .2041 P0 6 .2098 Sig. .546 .896 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
102
F 30.095
Sig. .000
Lampiran 15. Hasil Anova Jumlah Kromosom Kesuna Bali One Way Anova Perlakuan
P0 P1 P2 P3 Total
N 6 6 6 6 24
Std. Std. Mean Deviation Error 14.7217 1.15777 .47266 24.1107 3.80284 1.55250 27.4720 2.78772 1.13808 20.2220 .69677 .28445 21.6316 5.35779 1.09365
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound Minimum Maximum 13.5067 15.9367 13.33 16.67 20.1198 28.1015 18.83 29.67 24.5465 30.3975 22.33 29.83 19.4908 20.9532 19.17 21.00 19.3692 23.8940 13.33 29.83
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 539.941 120.294 660.236
Df 3 20 23
Mean Square 179.980 6.015
Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 2 3 P0 6 14.7217 P3 6 20.2220 P1 6 24.1107 24.1107 P2 6 27.4720 Sig. 1.000 .056 .115 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
103
F 29.923
Sig. .000
Lampiran 16. Perhitungan BAR Stomata Kesuna Bali
Pengamatan ukuran
Objek
stomata (SMOK)
Mikrometer
Perlakuan
Diameter Stomata
Ulangan
SMOK
SMOB
Kontrol
14 µm
1
20-50=30
3
Kolkisin 5%
13 µm
2
0-28=28
3
Kolkisin 10%
12 µm
3
26-55=29
3
15 µm
4
25-50=25
3
5
30-60=30
3
Objek Sel
Kolkisin 20%
Skala yang berimpit
Keterangan : SMOK = Skala Mikrometer Okuler SMOB = Skala Mikrometer Objektif Kalibrasi micrometer 1. 30 SMOK = 3 SMOB 2. 28 SMOK = 3 SMOB 3. 29 SMOK = 3 SMOB 4. 25 SMOK = 3 SMOB 5. 30 SMOK = 3 SMOB + 142 SMOK= 15 SMOB = 15:142 = 0.10563 1 SMOK = SMOB = 0.10563SMOB = 0.10563 x 10 µm =1.0563µm 1. Ukuran diameter stomata kontrol = 13 x 1.0563µm = 13.73 µm 2. Ukuran diameter stomata kolkisin 5% = 16 x 1.0563µm = 16.91 µm 3. Ukuran diameter stomata kolkisin 10% = 12 x 1.0563µm = 12.68 µm 4. Ukuran diameter stomata kolkisin 20% = 15 x 1.0563µm = 15.84 µm
104
Bar stomata 1. Kontrol - Width = 0,19” = 13 µm = 0,19” a. 1µm = 0,19”: 13 = 0,014’’ 10µm = 0,014’’ x 10 = 0,14’’ 2. Kolkisin 5% - Width = 0,59” = 16 µm = 0,59” b. 1µm = 0,59”: 16 = 0,035’’ 10µm = 0,035’’ x 10 = 0,35’’ 3. Kolkisin 10% - Width = 0,22” = 12.68 µm = 0,22” c. 1µm = 0,22”: 12.68 = 0,017’’ 10µm = 0,017’’ x 10 = 0,17’’ 4. Kolkisin 20% - Width = 0,54” = 15.84 µm = 0,54” d. 1µm = 0,54”: 15.84 = 0,034’’ 10µm = 0,034’’ x 10 = 0,34’’ 105
Lampiran 17. Perhitungan BAR Kromoson Kesuna Bali
Pengamatan ukuran
Objek
komosom (SMOK)
Mikrometer
Perlakuan
Diameter Kromosom
Ulangan
Kontrol
14 µm
1
40-70=30
6
Kolkisin 5%
µm
2
10-40=30
6
Kolkisin 10%
µm
3
20-52=32
6
µm
4
45-78=33
6
5
30-60=30
6
Objek Sel
Kolkisin 20%
Skala yang berimpit SMOK
SMOB
Keterangan : SMOK = Skala Mikrometer Okuler SMOB = Skala Mikrometer Objektif Kalibrasi micrometer 1. 30 SMOK
= 6 SMOB
2. 30 SMOK
= 6 SMOB
3. 32 SMOK
= 6 SMOB
4. 33 SMOK
= 6 SMOB
5. 30 SMOK
= 6 SMOB +
155 SMOK= 30 SMOB = 30:155 = 0.19354 1 SMOK = SMOB = 0.5 SMOB = 0.19354 x 10 µm =1.9354 µm 1. Ukuran diameter stomata kontrol = 12 x 1.9354 µm = 23.22 µm 2. Ukuran diameter stomata kolkisin 5% = 14 x 1.9354 µm = 27.09 µm 3. Ukuran diameter stomata kolkisin 10% = 15 x 1.9354 µm = 29.03 µm 4. Ukuran diameter stomata kolkisin 20% = 17 x 1.9354 µm = 32.90 µm
106
BAR KROMOSOM
1. Kontrol - Width = 0.50” = 23.22 µm = 0.50’’ -
1µm = 0.55 : 23.22 = 0,021’’
-
10µm = 0,021’’ x 10 = 0,21’’
2. Kolkisin 5% - Width = 0.73” = 27.09µm = 0.073’’ -
1µm = 0.73 : 27.09 = 0,026’’
-
10µm = 0,028’’ x 10 = 0,26’’
3. Kolkisin 10% - Width = 0.82” = 29.03 µm = 0.082’’ -
1µm = 0.73 : 29.03 = 0,028’’
-
10µm = 0,028’’ x 10 = 0,28’’
4. Kolkisin 20% - Width = 0.97” = 32.90 µm = 0.97’’ a. 1µm = 0.97:32.90 = 0,029’’ 10µm = 0,029’’ x 10 = 0,29’’
107
108